Responsi Lakela

download Responsi Lakela

of 38

description

hiperbarik

Transcript of Responsi Lakela

BAB IDIABETES MELLITUS1.1 DefinisiDiabetes melitus adalah penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe 2), atau kurangnya insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan ditandai hiperglikemi, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsi, penurunan berat badan) dan ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala.

1.2 Klasifikasi

1. DM tipe I Autoimun idiopatik2. DM tipe II (berawal dari resistensi insulin lebih dominan daripada defisiensi insulin relatif kemudian menjadi defek sekresi insulin yang predominan dengan resisten insulin)3. DM Tipe spesifik lain Defek genetik fungsi sel beta Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3,4,5,6 (yang terbanyak MODY 3 DNA mitokondria Dan lain-lain Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Pankreatitis Tumor/Pankreatektomi Pankreatopati fibrokalkulus Dan lain-lain

Endokrinopati Akromegali Sindrom chusing Feokromositoma Hipertyroidisme Dan lain-lain Karena obat/zat kimia Facorpentamidine, asam nikotinate Glukorkotikoid Hormon-hormon tyroid Tiazid, dilantin, interferon alfa Dan lain-lain Infeksi Rubella kongenital Citomegalovirus (CMV) Dan lain-lain Sebab imunologi yang jarang Antibody antiinsulin Dan lain-lain Sindrom genetik yang lain yang berkaitan dengan DM Sindrom down, sindrom klenifelter, sindrom turner, dan lain-lain4. DM gestational

1.3 Faktor Resiko Usia tua >45 tahun Obesitas BBR > 110% BMI > 25 kg/m LP : P 80 cm L 90 cm Hipertensi >140/90 mmHg Riwayat DM dalam garis keturunan Riwayat kehamilan bayi besar = BBL >4000gr atau abortus berulang Riwayat DM pada kehamilan Dislipidemi HDL : P < 35 mg/dl L < 40 mg/dl TG > 250 mg/dl Pernah TGT (toleransi glukosa terganggy) atau GDPT (Gula darah puasa terganggu)

1.4 Gejala Klinis Diabetes Awal 1. Fase kompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB meningkat2. Fase dekompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB menurunKronis : Lemas badan, kesemutan, kaku otot (mialgia), sakit sendi, penurunan libido, gangguan penglihatan Gejala klasik : 9P1. Poliuri2. Polidipsi3. Polifagi4. Penurunan berat badan5. Parese6. Paralisa7. Phlebitis8. Pruritis9. Polineuropati

1.5 Diagnosis Kriteria Diagnosis : (menurut PERKENI 2002) :1. Kadar glukosa sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl + gejala klasik2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl3. Kadar glukosa plasma 2 jam PP atau setelah 75 gr glukosa TTGO 200 mg/dl

Keluhan Klinis Diabetes

126200Diabetes MelitusTGTGDPT126200TTGO 2 jam126200Ulang GDS atau GDPKeluhan Klasik Diabetes (-)Normal140140-199200110-125140-199100140126200126200GDPGDSKeluhan Klasik Diabetes (+)

1.6 Diagnosis Banding :1. Hiperglikemi : a. Penyakit hepar (CH, CLD)b. GGKc. hipertiroid2. Reduksi urin + , Hiperglikemi - :a. Glokusuria renalb. Galaktosuria pada kehamilanc. Obat-obatan : Vitamin C dosis tinggi dan lain-lain1.7 PenatalaksanaanPentalogi Terapi DM Terapi Primer :1. Diet2. Latihan fisik3. Penyuluhan kesehatan masyarakat

Terapi sekunder :4. OHO dan insulin5. Cangkok pankreasA. DIETPerhatikan 3J (Jumlah-Jadwal-Jenis)Macam Diet :1. Diet B (68 KH 20 L 12P)Indikasi Diet B = umumnya diberikan pada semua pasien DMa. DM yang tidak tahan lapar / masih lapar dengan diet yang sudah diberikanb. DM dengan dislipidemia (HDL menurun, LDL meningkat, TG meningkat, Kolesterol total meningkat)c. DM dengan komplikasi makroangiopati (TIA, PJK, gangguan PD) dan mikroangiopatid. DM > 10th2. Diet B1 (60 KH 20 L 12P)Indikasi Diet B1 = untuk DM yang memerlukan protein yang tinggia. Kebiasaan makan protein tinggi tetapi memiliki kadar lemak yang normalb. Kurus (underweight) c. Masih muda (perlu pertumbuhan)d. Mengalami patah tulange. Hamil atau menyusuif. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatisg. Menderita tuberkulitis paruh. Menderita selulitis atau gangreni. Dalam keadaan pasca bedahj. Menderita penyakit gravis (morbus basedow)k. Menderita kanker (Ca. Cervix, Ca. Mamae, Hepatoma, dll)l. Mengidap infeksi cukup lama (demam tifoid, ISK, meningitis, dll) 3. Diet B2 (74 KH 20 L 6P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 1,2,3 4. Diet B3 (72 KH 20 L 8P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 4a5. Diet Be : untuk diabetik Nepropathy stadium 4b dan 56. Diet M (55 KH 20 L 25 P) : untuk pasien MRDM7. Diet G (60 KH 20 L 20 P) : untuk DM dengan gangren8. Diet KV (68 KH 20 L 12 P) : untuk DM dengan komplikasi CVS (stroke, pjk, infark, retinopati, penyakit PD oklosif)9. Diet GL : CKD stage 3 4 yang mengalami SRMD10. Diet H : DM dengan kelainan fungsi hatiB. EXERCISELatihan fisik primer : latihan ringan dan teratur 1 1,5 jam sesudah makan @30 menit 3 x 1 mingguLatihan fisik sekunder : agak berat, pagi, siang, sore sebelum mandi (untuk menurunkan berat badan)C. PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKATTujuan : supaya pasien mau bekerja sama untuk keberhasilan penatalaksanaanD. OHO DAN INSULIN OHOIndikasi OHO : Usia > 40th Lama DM < 5th Belum pernah suntik insulin atau pernah < 20 unit/hari Belum pernah KAD

Pembagian berdasarkan cara kerja :1. Insulin secretatogeusa. Sulphoryurea , 3 generasi : Generasi 1 : tolbutamin, chlorpropamide Generasi 2 : glibenclamide, glipizide, gliquidone, gliclazide Generasi 3 : glimiperideb. Non sulphoryurea : nateglinide, repaglinide, GLP 1 analoque2. Insulin sensitizer a. Thiazolidinedione : ciglitazone, englitazone, troglitazone, rosiglitazone, aoglitazone, darglitazoneb. Non thiazolidinedione : Muraglitazar, Ragaglitazar, tesaglitazarc. Metaglidasend. Biguanine Metformin 3-guanidinopropionic acid3. Intestine enzym inhibitora. -glucosidase inhibitor acarbose vagiblose miglitol castanospermineb. -aminase inhibitor : Tendamistasec. plant fibre suplement : guar gum dan bran4. Tipe laina. Insulin mimetic drug : glimepitid, cromium, -lipoid acid, vanadiumb. -cell replacers : GLP, GLP-1, GLP-1 analogue c. inhibitor dari dypeptidyl peptidase IV (DPP IV) : metformin, liraglutide, vildagliptind. penghambat sekresi glukagon : amilin analogue5. Fixed dose combination typea. Kombinasi glimepiride dan metforminb. Kombinasi metformin dan thiazolidinedionec. Kombinasi glibenclamide dan metformin INSULINA. Indikasi terapi kombinasi OHO Insulin (TKOI) sekunder :1. Pola hidup (diet + latihan fisik ) sudah adekuat, dosis OHO maksimal dan tanpa adanya faktor penganggu regulasi DM (infeksi,dll)2. DMT2 + fraktur3. DMT2 + nefropati diabetik sedang berat + HD4. DMT2 + KP aktif dengan gizi kurang5. DMT2 + sirosis gizi kurang6. DMT2 + penurunan berat badan yang cepat7. DMT2 dengan indikasi khusus : gangren8. DMT2 dengan hiperglikemi insidentil (waktu piknik, habis undangan, dll)B. Indikasi terapi kombinasi OHO Insulin (TKOI) primer : GDP 200 mg/dl, GD2JPP 400 mg/dl, HbA1C 8% terapi diharapkan 6% C. Indikasi insulin :1. DM tipe 12. MRDM3. DM tipe x dan DMTOI4. Koma diabetik5. DM tipe 2 pada keadaan : Secondary failurenOHO Kehamilan Selulitis / gangren / infeksi lain Kurus (underweight) Fraktur Hepatitis kronis Operasi TB paru Graves disease CarsinomaPembagian Insulin :1. Berdasarkan macam Insulin konvensional Insulin monokomponen = insulin MCa. Actrapidb. Insulated (Humulin N)c. Monotardd. Mixtard 30/70 (Humulin 30/70) Insulin Manusia = human insuline Insuline analogue Rapid acting = lispro (B28 lysine, B29 proline), glulisin, aspar, X14 Long acting = B31 B32 Arginine, A21 glycine, glargine, detemis2. Berdasarkan lama kerjaa. Cepat = humalog, apart, apridab. Pendek = actrapid human, humulin R, IRc. Menengah = insulated human, monotard human, humulin N, NPHd. Campuran = mixtard 30/70, humulin 30/70, humalog mix 25e. Panjang = lantus, Pzi, Ultratad1.9 KomplikasiMenurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi dari Diabetes Mellitus ada dua yaitu:1) Komplikasi AkutAda tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah:a) HipoglikemiaHipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang berlebihan, atau aktifitas fisik yang berat.b) Diabetes KetoasidosisDisebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar NonketotikMerupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).2) Komplikasi KronikKomplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:a) Komplikasi Makrovaskuler(1) Penyakit Arteri KoronerPerubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada penderita Diabetes Mellitus.(2) Penyakit SerebrovaskulerPerubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack)(3) Penyakit Vaskuler PeriferMenurut Brunner dan Suddarth (2002), perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien Diabetes Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita Diabetes Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung, turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka.b) Komplikasi Mikrovaskuler(1) Retinopati DiabetikKelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.(2) NefropatiSegera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.(3) Neuropati DiabetesNeuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena.1.10 Prognosis 75% orang diabetes mellitus tipe 2 akan meninggal karena penyakit jantung dan 15% karena stroke. Angka mortalitas dari penyakit kardiovaskular 5x lebih tinggi pada pasien dengan diabetes mellitus dibanding tanpa diabetes mellitus. Setiap peningkatan HbA1C 1%, resiko meninggal disebabkan diabetes meningkat sebanyak 21%.1.11 PreventifMenjaga berat badan idealBerat badan sehat ditentukan berdasarkan tinggi badan dan berat badan dalam body mass index (BMI) dan lingkar pinggul. Menghilangkan berat badan sebanyak 7% dapat membantu mengurangi resiko diabetes .Olah raga teraturLakukan aktivitas yang meningkatkan heart rate. Aktivitas dilakukan selama 2 1/2 jam seminggu atau aktivitas berat selama 1 jam seminggu.Makan makanan yang sehat Makan diet yang seimbang, termasuk buah-buahan, sayur-sayuran, dan protein tanpa lemak. Turunkan berat badan jika diperlukan dengan makan makanan yang rendah kalori. Makan cukup seratMinum obat jika diperlukanJika dengan cara menurunkan berat badan, olahraga, dan makan makanan sehat tidak membantu menurunkan kadar glukosa darah, perlu obat bagi orang perdiabetes untuk mencegah terjadinya diabetes.

BAB 2ULKUS DIABETIKA2.1 DefinisiUlkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempatUlkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob

2.2 Klasifikasi Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan : 0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. 1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit. 2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan. 3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. 5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki

2.3 Epidemiologi Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan merupakan sebab utama perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam kehidupannyaPrevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasiPenelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk. Menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% terdapat dislipidemia, pada penderita ulkus diabetika dengan dislipidemia kadar kolesterol lebih tinggi secara bermakna (p=0,045) dan kadar trigliserida lebih tinggi secara bermakna (p=0,002) dibandingkan dengan penderita DM tanpa dislipidemiaPenelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika2.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu : a. Sering kesemutan. b. Nyeri kaki saat istirahat. c. Sensasi rasa berkurang. d. Kerusakan Jaringan (nekrosis). e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea. f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. g. Kulit kering 2.5 Diagnosis Ulkus diabetika Diagnosis ulkus diabetika meliputi : a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya 2.6 Patogenesis Ulkus diabetika Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetikaIskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkaiAterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetikaProses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetikaPada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetikaEritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetikaPeningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darahPenderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosisKonsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikumPatogenesis ulkus diabetika pada penderita Diabtes mellitus pada bagan berikut:

2.7 Faktor Risiko Ulkus diabetika Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas : a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah : 1) Umur 60 tahun. 2) Lama DM 10 tahun. b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) 1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer). 2) Obesitas. 3) Hipertensi. 4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol. 5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol. 6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan : a) Kolesterol Total tidak terkontrol. b) Kolesterol HDL tidak terkontrol. c) Trigliserida tidak terkontrol. 7) Kebiasaan merokok. 8) Ketidakpatuhan Diet DM.9) Kurangnya aktivitas Fisik. 10) Pengobatan tidak teratur. 11) Perawatan kaki tidak teratur. 12) Penggunaan alas kaki tidak tepat Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut : a. Umur 60 tahun. Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia 60 tahunPenelitian kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahunUmur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetikab. Lama DM 10 tahun. Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robekc. NeuropatiNeuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian lkus ulkus diabetika, Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami neuropati dengan gangguan sensasi rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetikaPenelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono, neuropati yang dinyatakan dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan monofilamen Semmes-Weinstein 10 g mempunyai risiko 11 kali terjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM tanpa neuropatid. Obesitas. Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 25 kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika e. Hipertensi. Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkusPenelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DMf. HbA1CGlikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotelKadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika

g. KolesterolKolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (high-density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkaiPenelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normalPenelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetikah. Kebiasaan merokok. Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita Diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari mempunyai resiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun. i. Ketidakpatuhan Diet DM. Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Penelitian kasus kontrol di Texas oleh David dihasilkan ada hubungan antara ketidakpatuhan diet dengan ulkus diabetika

j. Kurangnya aktivitas Fisik. Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitusOlah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolism karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang teratur

k. Pengobatan tidak teratur. Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika

l. Perawatan kaki tidak teratur. Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kakiHasil penelitian pada diabetis dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur

m. Penggunaan alas kaki tidak tepat. Diabetis tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat

2.8 Pengendalian Diabetes mellitus. Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik ulkus diabetika. Pada diabetisi dapat terkendali baik tidak hanya kadar glukosa darah tetapi juga menyeluruh yaitu kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar trigliserida dan HbA1C Sumber : PERKENI, 2006.

2.9 Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah : a. Memperbaiki kelainan vaskuler. b. Memperbaiki sirkulasi. c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll). d. Edukasi perawatan kaki. e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM. f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal. g. Menghentikan kebiasaan merokok. h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara : 1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih. 2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki. 3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene). 4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. 5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut. 6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist. 7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet. 8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

BAB IIITERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

3.1 PengertianTerapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill dan Bell, 2004) :1. Hukum BoylePada suhu tetap, Tekanan berbanding terbalik dengan volume.2. Hukum HenryJumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.3. Hukum DaltonTekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing masing bagian gas.Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 13 kali. Enam volume persen (6 ml per 100 ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu mengangkut oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. (Kindwall dan Whellan, 1997)Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada dinding kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan pertumbuhan fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida dismutase, penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema sekunder, supresi respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas, peningkatan proliferasi kapiler, dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)3.2 Manfaat Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada aliran darah yang berkurang Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren) Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri E. coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka mengganas. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin. Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup. Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20 menit pada penyakit keracunan gas CO Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis konvensional Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960) Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga elastisitas kulit badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat, tidur lebih enak dan pulasDengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti arteriosklerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma otak, sklerosis multiple,dsb.3.3 Mekanisme HBOTHBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-, i-NOS dan VEGF. IFN- menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema..Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%, tekanan 2 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis, intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2 intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal3.4 Indikasi Oksigen HiperbarikKelainan atau penyakut yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah sebagai berikut : Air or gas embolism Carbon monoxide poisoning and smoke inhalation Clostridial myonecrosis (gas gangrene) Crush injury, the compartment syndrome, and other acute traumatic ischemias Decompression sickness Enhancement of healing in selected problem wounds Exceptional anemia resulting from blood loss Necrotizing soft tissue infections (or subcutaneous tissue, muscle or fascia) Refractory osteomyelitis Radiation tissue damage (osteoradionecrosis) Compromised skin grafts and flaps Thermal burns 3.5 Kontraindikasi Oksigen HiperbarikKontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarika. Absolut : Pneumothorax yang belum dirawatb. Relatif: i. Upper respiratory infectionsii. Emphysema with CO2 retentioniii. Asymptomatic pulmonary lesions seen on chest X-rayiv. History of thoracic or ear surgeryv. Uncontrolled high fevervi. Pregnancyvii. Claustrophobiaviii. Seizure disordersix. Malignant disease3.6 Komplikasi Middle ear barotrauma Sinus pain Myopia and cataract Pulmonary barotrauma Oxygen seizures Decompression sickness Genetic effects Claustrophobia Anxiety reactions

BAB IVSTATUS PASIEN

4.1 Identitas PasienNama: Tn. PYUmur: 54 tahunAlamat: Kalongan Baru 19

4.2 SubjektifKeluhan Utama : post amputasi e.c gangren diabetikumRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan post amputasi gangren diabetikum yang disebabkan karena kulit yang mati lalu ditariknya hingga menyebabkan luka. Luka semula kecil di ibu jari kaki sebelah kiri namun tidak mendapatkan perawatan yang baik karena penderita tidak merasakan apa-apa hingga merambat keempat cari disebelahnya lalu keseluruh kaki hingga pada tanggal 13 mei 2014 penderita dan keluarga kecilnya memutuskan untuk mengamputasi kaki kirinya. Pasien mengalami gejala diabetes seperti makan banyak, penurunan berat badan dan sering terbangun dimalam hari karena ingin buang air kecil sejak tahun 1998 tetapi baru diketahui jika gula darahnya tinggi pada tahun 2012.Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Riwayat Penyakit Keluarga : Adik dan orang tua pasien juga mengalami diabetes melitus 4.3 Obyektif

Keadaan umum: Tampak lemahKeadaan sakit: SedangKesadaran: Compos mentisGCS : 4-5-6Vital sign: T : 110/80 mmHgRR : 20 x/menit N : 96 x/menit Suhu : 36,2 C aksiler Regular, isi cukup, tekanan cukup, equal Kepala: Konjungtiva anemis (-) Sclera icterus (-) Cyanosis (-) Dyspneu (-) Leher: Pembesaran thyroid (-) Pembesaran KGB (-) Deviasi Trakea (-) peningkatan V.Jugularis (JVP : 6 + 5 = 11) Thorax: Pulmo : I = Bentuk simetris Pergerakan simetris Retraksi sela iga (-) P = Pergerakan simetris Fremitus raba simetris Nyeri dada (-) P = Suara ketok = sonor Nyeri ketok (-) A = Vesikuler/Vesikuler, Rh -/-, Wh -/- Cor : I = Ictus cordis tidak tampak P = Ictus cordis teraba melebar P = Ka = sternal line kanan Ki = AAL sinistra ICS IV A = S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-) Abdomen: I = tampak sedikit cembung simetris A = Bising usus normal P = H/L/R = -/-/- , Nyeri tekan (-) P = Asites (-) Ekstrimitas: Akral hangat + +Edema - - + + - -Post amputasi kaki kiri4.4 AssessmentDiagnosa : Post Amputasi e.c gangren diabeticum4.5 PLANNING1. Planning Diagnosa Lab: DL ulang, UL ulang, GDA, GDP, GD2JPP, HbA1C, Albumin, Globulin, SGPT, SGOT, Alkali Fosfatase, Bilirubin Indirect, Bilirubin Direct, Bilirubin total, BUN, Kreatinin, Lipid Profile, Uric Acid Na, K, Cl ECG Foto Thorax Konsul jantung2. Planning Terapi1. Olahraga teratur2. Diet3. Edukasi4. Minum obat teratur3. Planning Monitoring Vital sign GDA, GDP, GD2JPP, BUN, kreatinin, Na, K, Cl Produksi urine4. Planning Edukatif Pola hidup sehat teratur Jalankan diet sesuai anjuran (tidak kurang dan tidak terlalu berlebihan) Rajin kontrol baik di poli penyakit dalam, poli ginjal ataupun poli jantung

BAB VHUBUNGAN ANTARA HBOT DENGAN ULKUS DIABETIKUM

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperkirakan angka kematian akibat adanya ulkus atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 15%, dengan angka amputasinya mencapai 14-24%. Faktor risiko kaki diabetes dan amputasi adalah laki-laki, mengidap diabetes lebih dari 10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur kaki, penyakit arteri perifer, merokok, riwayat amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak terkontrol.Terapi oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric Oxygen Therapy) merupakan suatu bentuk terapi dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam suatu hyperbaric chamber/ ruangan hiperbarik yaitu suatu ruangan yang memiliki tekanan lebih dari udara atmosfir normal (1 atm atau 760 mmHg). Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah ke seluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%.Terapi oksigen hiperbarik memberikan manfaat fisiologis untuk pasien dengan luka ulkus antara lain: peningkatan oksigenasi pada daerah yang luka dan terancam luka, membangkitkan jaringan granulasi, membunuh organisme dan meningkatkan fagositosis. Tekanan pada terapi hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi antibiotik, meningkatkan produksi kolagen fibroblast untuk mendukung angiogenesis kapiler sehingga mempercepat penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik memberikan efek bakteriostatik langsung pada mikroorganisme anaerobSaat konsentrasi oksigen yang tinggi, terdapat stimulasi phagocyte oxidative killing dan meningkatkan modifikasi kolagen.Terapi oksigen hiperbarik secara langsung meningkatkan replikasi fibroblast, aktifasi osteoclast, vascular endothelial growth factor, dan platelet-derived growth factors.Efek persisten setelah administrasi terapi oksigen hiperbarik adalah stimulasi pertumbuhan kapiler.Pada studi yang dilakukan pada tulang hipovaskular kerusakan akibat radiasi, Marx et al mendemonstrasikan setelah terapi oksigen hiperbarik beberapa sesi, densitas kapiler meningkat hingga 80%.Observasi ini diperhitungkan sebagai mekanisme fisiologis utama pada pengobatan oksigen hiperbarik untuk osteoradionecrosis.Terapi oksigen hiperbarik juga menginduksi pertumbuhan kapiler perifer pada luka yang tidak menyembuh.Tekanan oksigen pada daerah sekitar luka yang tidak menyembuh dapat diukur dengan elektroda polarografik dalam larutan ionik, terpisah dari epidermis dengan oxygen-permeable membrane. Oksigen yang terdifusi pada bantalan kapiler dibawah elektroda akan tereduksi oleh katoda sehingga menghasilkan gelombang yang menggambarkan konsentrasi oksigen. Pemeriksaan transcutaneous oxygen concentration(Tcpo2) memberikan parameter objektif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien. Pada umumnya, luka tidak menyembuh pada pasien diabetik dengan Tcpo2 > 35 mmHg mempunyai kecenderungan untuk sembuh tanpa terapi adjuvant oksigen hiperbarik.Sebaliknya, bila nilai Tcpo2 < 20 mmHg meningkatkan resiko tidak sembuh sebesar 39 kali. Walaupun tidak terdapat niai pasti Tcpo2 untuk menilai keberhasilan terapi oksigen hiperbarik, pasien dengan Tcpo2 200 mmHg dengan 100% oksigen pada tekanan 2.5 atm cenderung untuk sembuh luka diabetiknya.Studi retrospektif yang dilakukan oleh Fife et al mengukur Tcpo2 dan penggunaan oksigen hiperbarik pada pasien dengan daerah sekitar luka yang hipoksia. Hasil yang didapatkan adalah pasien dengan Wagner III mempunyai respon sebesar 77%, Wagner IV 64% dan Wagner V 30%.Ratio kesembuhan pada pasien dengan Wagner I dan II adalah sebesar 83%. Hasil tersebut berlawanan dengan percobaan dengan topical recombinant human platelet-derived growth factor BB (becaplermin; Regranex, Ortho-McNeil) sebesar 44% dengan eksklusi luka hipoksia (Tcpo2 < 30 mmHg) dan luka Wagner III,IV,VPercobaan terkontrol pertama pada luka diabetic ekstremitas bawah dengan terapi oksigen hiperbarik dilakukan sekitar 35 tahun yang lalu.Sejak itu, banyak studi dilakukan untuk menilai efektifitas terapi oksigen hiperbarik pada luka diabetic tidak menyembuh pada ektremitas bawah.Kessler et al merawat 28 pasien diabetic dengan luka tidak menyembuh kronik.Penyakit makrovaskular tereksklusi pada pasien tersebut.Seluruh pasien diberikan regimen pengendali glukosa, off-loading, dan terapi luka dan dibagi secara acak ke dalam kelompok control dan pasien dengan terapi oksigen hiperbarik.Pada kelompok pasien dengan terapi oksigen hiperbarik, mereka mendapatkan terapi sebanyak dua kali per hari setiap harinya selama 10 hari pada masa 2 minggu perawatan di rumah sakit.Dua minggu berikutnya pasien kelompok tersebut menjalani rawat jalan.Hasil yang didapat adalah kelompok dengan terapi oksigen hiperbarik mempunyai tingkat kesembuhan luka dua kali dibandingkan kelompok control.Abidia et al melakukan studi acak pada 18 pasien diabetic dengan ulkus iskemik dan mendapatkan terapi oksigen 100% pada tekanan 2.4 atm selama 90 menit setiap harinya untuk 30 kali sesi terapi. Penyembuhan total terjadi setelah 1 tahun terapi pada 5 dari 8 orang pada kelompok hiperbarik dan 1 dari 8 orang pada kelompok control. Hasil dari studi tersebut adalah terdapat penurunan yang signifikan pada daerah luka pada pasien kelompok hiperbarik dibandingkan dengan kelompok control.Efek terapi oksigen hiperbarik pada penyembuhan luka terbukti dapat bertahan lama. Lebih dari 90% luka tetap tertutup setelah 4 tahun follow up. Studi yang dilakukan oleh Kalani et al, 76% pasien yang diterapi dengan oksigen hiperbarik mempunyai kulit yang intak setelah 3 tahun follow-up, dibandingkan dengan 48% pasien kelompok control. Terdapat reduksi amputasi sebesar 20% pada kelompok yang mendapat terapi oksigen hiperbarik.Studi yang dilakukan oleh Faglia et al terhadap 68 pasien diabetic dengan luka tidak menyembuh pada ekstremitas bawah untuk melihat efektifitas terapi oksigen hiperbarik pada resiko amputasi.Seluruh individu penelitian mendapatkan perawatan klinis standar dengan evaluasi makrovaskular sebelum mengikuti studi tersebut, sebanyak 35 subjek acak mendapatkan terapi oksigen hiperbarik sebanyak 38.8 sesi. Amputasi yang dilakukan oleh tim bedah terjadi pada 3 dari 35 subjek pada kelompok hiperbarik dan 11 dari 33 subjek pada kelompok control.Banyak penelitian dan artikel yang menggambarkan hubungan terapi oksigen hiperbarik pada proses penyembuhan luka diabetic. Walaupun demikian, terdapat kontroversi terapi tersebut yang ditulis oleh A.R. Berendt (2006). Ia berpendapat bahwa seluruh studi yang ada mempunyai kelemahan metodologi dan efek positif dari terapi hiperbarik tersebut tidak terlihat dalam percobaan acak tunggal, sehingga ia berpendapat bahwa terapi oksigen hiperbarik tidak seharusnya disarankan untuk terapi luka kaki diabetic hingga studi dalam sekala besar, terkontrol dan mempunyai tingkat kepercayaan yang besar secara jelas menggambarkan efektifitas dalam penyembuhan ulkus dan pencegahan amputasi besar. Bukti- bukti yang tersedia dari banyak studi yang telah dilakukan dipelajari secara cermat oleh beberapa lembaga termasuk The Cochrane Collaboration dan disimpulkan kualitas studi-studi tersebut buruk dan terdapat bukti yang sedikit untuk mendukung peran terapi oksigen hiperbarik mempercepat proses penyembuhan ulkus. Dari 26 studi tentang terapi hiperbarik oksigen untuk luka kronik, hanya 5 studi yang dinyatakan mempunyai kualitas metodologi yang cukup.4 dari 5 studi tersebut meneliti tentang luka kaki diabetic.Walaupun 4 studi tersebut dinyatakan cukup dalam bidang metodologinya tetapi tidak cukup untuk menjadi bukti ilmiah yang kuat. Beberapa studi tidak memiliki kelompok placebo dan blinded.

BAB VKESIMPULAN

1. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe 2), atau kurangnya insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan ditandai hiperglikemi, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsi, penurunan berat badan) dan ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala.2. Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat3. Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen murni 100% secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA.4. Terapi oksigen hiperbarik memberikan manfaat fisiologis untuk pasien dengan luka ulkus antara lain: peningkatan oksigenasi pada daerah yang luka dan terancam luka, membangkitkan jaringan granulasi, membunuh organisme dan meningkatkan fagositosis. Tekanan pada terapi hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi antibiotik, meningkatkan produksi kolagen fibroblast untuk mendukung angiogenesis kapiler sehingga mempercepat penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik memberikan efek bakteriostatik langsung pada mikroorganisme anaerob

42