RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

download RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

of 12

Transcript of RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    1/12

    RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    HIPOGLIKEMIA SEBAGAI KOMPLIKASI AKUTDIABETES MELITUS

    Oleh:

    Sudirman Deny 0310710140Nofita Dwi 0410710104Ratnawati 0410710117Ajeng Sekartiwi 0510710006

    Pembimbing:Dr. Laksmi, Sp.PD

    LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWARMALANG

    2010

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    2/12

    1. PENDAHULUAN

    Penyakit atau sindrom diabetes mellitus (DM) sudah mulai dikenal di Mesir 1550

    tahun SM.DM merupakan kelompok kelainan metabolik, dimana hiperglikemia

    sebagai manifestasi utamanya. DM adalah penyakit metabolic akibat dari kurangnya

    insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pancreas atau ambilan

    glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DMtipe 2), atau kurangnya insulin

    absolute (pada DM-tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria,

    disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, plidipsia, penurunan berat badan), dan

    ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak

    pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein.

    (Tjokroprawiro dkk, 2007)

    Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dalam

    kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di indonesia mengalami pergeseran

    yang cukup meyakinkan. Penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit

    degeneratif, diantaranya diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola penyakit

    ini diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah. Diantara penyakit

    degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak meular yang akan

    meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu

    ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat

    perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun

    berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun

    2025, jumlah itu membengkak menjadi 300 juta orang.(Suryono, 2006)

    Komplikasi DM adalah semua penyulit yang timbul sebagai akibat dari DM, baik

    sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lain (Tjokroprawiro dkk, 2007). Terdapat

    komplikasi akut dan komplikasi kronis pada DM (Fauci et al, 2008). Hipoglikemia,

    koma lakto-asidosis, ketoasidosis diabetic-koma diabetic dan koma hiperosmoler

    Non-ketotik merupakan komplikasi akut DM (Tjokroprawiro dkk, 2007). Sedangkan

    komplikasi kronis dapat dibagi menjadi komplikasi vaskuler dan non-vaskuler (Fauciet al, 2008). Komplikasi vaskuler dapat dibagi menjadi mikrovaskuler (retinopathy,

    neuropathy, nephropathy) dan makrovaskuler (coronary artery disease (CAD),

    peripheral arterial disease (PAD), cerebrovascular disease) (Fauci et al, 2008).

    Komplikasi non vaskuler antara lain gastroparesis, infeksi, dan perubahan pada kulit.

    Pada penderita diabetes yang sudah lama sering didapatkan penurunan fungsi

    pendengaran (Fauci et al, 2008).

    Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh obat-obatan yang digunakan untuk

    penatalaksanaan DM atau paparan obat-obatan lain, misalnya alkohol. Namun,

    terdapat sejumlah penyebab lain, antara lain insulinoma, krisis gagal organ, sepsis,

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    3/12

    defisiensi hormone, tumor non-sel, kelainan metabolic, operasi gaster (Fauci et al,

    2008). Hipoglikemia pada pasien DM merupakan faktor penghambat utama dalam

    mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal (Soemadji,

    2007). Keadaan ini menyebabkan kesakitan yang berulang pada penderita diabetes

    dan kadang berakibat fatal (Fauci et al, 2008).

    2. LAPORAN KASUS

    Wanita 64 tahun datang dengan keluhan utama: penurunan kesadaran.

    Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit

    (SMRS). Pagi hari sekitar jam 10, pasien minum obat glibenklamid satu tablet.

    Pasien juga mengalami mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak empat

    hari SMRS. Pasien muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, berisi cairan dan

    makanan yang dimakan pasien, dan terdapat sedikit darah. Sejak dua hari SMRS

    pasien tidak buang air besar. Pasien juga merasa tidak nyaman pada daerah ulu

    hati. Pasien mengeluh badan demam dan batuk sejak dua hari SMRS.

    Pasien juga mengeluhkan adanya luka di kaki kiri pasien. Luka tersebut

    sudah dialami pasien sejak dua bulan SMRS. Luka di kaki kiri muncul akibat terkena

    pecahan gelas. Awalnya luka tersebut tidak dalam dan tidak keluar nanah. Namun,

    luka tersebut bertambah parah, semakin dalam, mengeluarkan nanah, dan

    merambat ke ibu jari.

    Riwayat penyakit dahulu, pasien menderita diabetes mellitus. Penyakit ini

    diketahui sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak rutin kontrol ke dokter. Pasien

    biasa mengkonsumsi obat antihiperglikemik oral, glibenklamid, yang biasa dibeli

    bebas di apotek. Terakhir pasien minum glibenklamid jam 10 pagi 1 hari SMRS.

    Riwayat MRS 16 hari yang lalu di RSSA malang karena luka pada kaki, dan pulang

    mendapat terapi insulin. Namun pasien berhenti menggunakan suntik insulin dan

    menggantinya dengan glibenklamid sejak sekitar 10 hari yang lalu.

    Pasien juga menderita hipertensi. Hal ini diketahui pasien sejak satu tahunyang lalu. Pasien tidak rutin kontrol dan tidak rutin minum obat.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum: Tampak sakit sedang,

    GCS 111 berat/tinggi badan: 45 kg/150 cm, IMT 20,0 kg/m2, tekanan darah 150/80

    mmHg, denyut nadi: 104/menit, reguller, temperature axilla: 36,1OC, pernafasan 18

    x/menit regular. Pada kaki kiri didapatkan luka dalam mengenai ibu jari kaki kiri

    disertai adanya nanah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan lekosit 10.300/l,

    granulosit 89 %, hemoglobin 10,1 gr/dl, hematokrit 30,9 %, trombosit 525.000/l, gula

    darah sesaat 22 mg/dl, ureum 161,8 mg/dl, kreatinin 3,03, natrium 127 mmol/l,

    kalium 5,2 mmol/l, chloride 97 mmol/l. Dari hasil urinalisis didapatkan berat jenis:

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    4/12

    1,010, pH: 5, lekosit -, nitrit -, protein -, glukosa -, keton -, urobilinogen -, bilirubin -,

    eritrosit +.

    Pada foto thorak posisi AP didapatkan kesimpulan paru-paru normal. Ukuran

    dan bentuk jantung normal, cardio thorak ratio < 50%. Pada EKG didapatkan

    kesimpulan: Normal.

    Penatalaksanaan pada pasien ini yang mengalami hipoglikemi antara lain

    bolus D40% dua flash, kemudian di lakukan cek GDA ulang, hasilnya 202 mg/dl.

    Kemudian digunakan IVFD NS 0,9% 20 tpm dan dilakukan rawat luka. Dua jam

    kemudian pasien mengeluarkan keringat dingin dan kembali mengalami penurunan

    kesadaran, denyut jantung 104x/menit, hasil GDA: Low. Pasien kembali

    mendapatkan D40% dua flash bolus iv, dan IVFD D10% 15 tpm. Penatalaksanaan

    lainnya kalitake 2x1 sachet, ciprofloxacin 2x200 mg infuse, dicloxacillin 2x1g iv (skin

    test terlebih dahulu), metoclopramide 3x10mg iv, ranitidine 2x50mg iv, captopril

    2x12,5 mg po, omeprazole 2x20mg po, sirup antasida 2xCI. Pada hari ke empat

    dengan nilai GDI/II 198/241 pasien mendapat intermediet acting insulin 0-8 iu dan

    short acting insulin 4-4-4 iu. Pada hari ke-8 dengan GD I/II 67/95 pasien mendapat

    terapi intermediet acting insulin 0-6 iu dan short acting insulin 4-4-4 iu. Pada hari ke-

    11 didapatkan data GD I/II 100/105. Pada kultur pus didapatkan bskteri batang gram

    negatif, enterobacter gergorivae, sensitive terhadap meropenem, resisten terhadap

    ceftriaxon. Keadaan pasien ketika keluar rumah sakit membaik, luka pada kaki

    membaik, tidak didapatkan pus dan luka mulai mengering.

    3. DISKUSI

    Pasien datang dengan keluhan utama: penurunan kesadaran. Pasien mengalami

    penurunan kesadaran sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pagi hari

    sekitar jam 10, pasien minum obat glibenklamid satu tablet. Pasien juga mengalami

    mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak empat hari SMRS. Pasien

    muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, berisi cairan dan makanan yang dimakanpasien, dan terdapat sedikit darah. Pasien menderita diabetes mellitus, diketahui

    sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak rutin kontrol ke dokter. Pasien biasa

    mengkonsumsi obat antihiperglikemik oral, glibenklamid, yang biasa dibeli bebas di

    apotek. Riwayat MRS 16 hari yang lalu di RSSA malang karena luka pada kaki, dan

    pulang mendapat terapi insulin. Namun pasien berhenti menggunakan suntik insulin

    dan menggantinya dengan glibenklamid sejak sekitar 10 hari yang lalu. Terakhir

    pasien minum glibenklamid jam 10 pagi 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, pada

    pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran, GCS 111. Pasien kemudian

    mendapat dekstrose 40 % (D40%) 2 flash. Kesadaran pasien membaik, dengan

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    5/12

    GCS 456. Pasien menggunakan IVFD normal saline 0,9%. Dua jam kemudian

    pasien kembali mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 355 dengan keringat

    dingin. Dilakukan cek darah acak, hasilnya low. Pasien kembali mendapat D40% 2

    flash. Kesadaran pasien langsung membaik, dengan GCS 456. Pasien kemudian

    menggunakan IVFD Dekstrose 10%.

    Dari data di atas dapat diketahui bahwa pasien mengalami kondisi hipoglikemia.

    Karena telah memenuhi kriteria Whipple's triad: (1) tanda-tanda dan gejala

    hipoglikemia, (2) didapatkan hasil pengukuran kadar glukosa darah yang rendah (3)

    gejala akan hilang setelah konsentrasi glukosa plasma naik. Batas bawah kadar

    glukosa puasa adalah 70 mg/dL (3.9 mmol/L) (Fauci et al, 2008). Kadar glukosa

    dibawah

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    6/12

    Konsentrasi glukosa plasma normalnya antara 70110 mg/dL (3.96.1 mmol/L)

    pada keadaan puasa. Diantara makan dan selama puasa, level glukosa plasma

    dijaga oleh produksi glukosa endogenous, hepatic glycogenolysis, dan hepatic (dan

    renal) gluconeogenesis. Meskipun cadangan glikogen hepar biasanya cukup untuk

    menjaga level lukosa plasma selama 8 jam, tenggang waktu ini dapat menjadi lebih

    pendek jika kebutuhan glukosa meningkat misalnya pada keadaan meningkatnya

    aktivitas fisik atau jika simpanan glikogen menurun oleh keadaan sakit atau

    kelaparan. (Fauci et al, 2008)

    Gambar 1.Fisiologi counterregulation glukosaMekanisme tubuh yang normal terjadi untukmencegah atau mengkoreksi keadaan hipoglikemia. Pada diabetes dengan defisiensi insulin, respon

    counterregulatorymenekan jumlah insulin dan peningkatan jumlah glukagonhilang, dan stimulasi

    terhadap respon diperkuat. (fauci et al, 2008)

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    7/12

    Gambar 2. Glicemic threshold (Rizza and Service, 2007)

    Selain peningkatan jumlah insulin, hipolikemia iatrogenic pada diabetes juga

    merupakan akibat menurunnya pertahanan fisiologi terhadap penurunan glukosa

    plasma. Menurunnya mekanisme counterregulation sebagai pertahanan fisiologi

    menyebabkan hilangnya alarm alami terhadap keadaan hipoglikemia. (Fauci et al,

    2008)

    Tabel 1. Penyebab Hipoglikemia (Fauci et al, 2008)

    Penyebab Hipoglikemia

    Oba-tobatan

    Terutama insulin, sulfonylurea, ethanol

    Terkadang quinine, pentamidine

    Kadang salicylate, sulfonamide

    Penyakit Kritis

    Gagal hepar, ginjal, renal

    Sepsis

    Inanition

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    8/12

    Kekuarangan Hormon (Hormone deficiencies)

    Cortisol, growth hormone, atau dua-duanya

    Glucagon and epinephrine (pada diabetes dengan insulin-deficient)

    Non- -cell tumors

    Endogenous hyperinsulinism

    Insulinoma

    Kelainan sel yang lain

    Insulin secretagogue (sulfonylurea, atau yang lain)

    Autoimmune (autoantibodi terhadap insulin atau reseptor insulin)

    Sekresi insulin ektopik

    Kelainan pada Bayi atau Anak-anak

    Transient intolerance of fasting

    Congenital hyperinsulinism

    Inherited enzyme deficiencies

    Reactive (Postprandial) Hypoglycemia

    Alimentary (postgastrectomy)

    Noninsulinoma pancreatogenous hypoglycemia syndrome

    In the absence of prior surgery

    Following Roux-en-Y-gastric bypassPenyebab lain endogenous hyperinsulinism

    Hereditary fructose intolerance, galactosemia

    Idiopathic

    Pada pasien penyebab hipoglikemia kemungkinan akibat kurangnya asupan

    nutrisi akibat adanya sindroma dyspepsia. Serta akibat konsumsi obat golongan

    sulfoniluria. Dan diperberat dengan adanya infeksi, keadaan sepsis dan acute kidney

    injury, dimana keadaan ini akan meningkatkan kebutuhan glukosa.

    Tabel 2. Faktor yang Merupakan Presdisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia

    (Fauci et al, 2008)

    Faktor yang Merupakan Presdisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia

    1. Kadar Insulin yang berlebihan

    Dosis berlebihan: Kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidaksesuaian dengan

    kebutuhan dan gaya hidup pasien

    Peningkatan bioavaibilitas insulin:absorbsi lebih cepat (pada aktivitas

    jasmani, gagal ginjal, honeymoon period,

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    9/12

    2. Peningkatan Sensitivitas Insulin

    Defisiensi hormone counter-regulatory: pada penyakit Addison,

    hipopituiturisme

    Penurunan berat badan

    3. Asupan Karbohidrat kurang

    4. Lain-lain

    Pasien berumur 64 tahun, keadaan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak

    diketahui, dan sering dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing, atau serangan-

    serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat sulfonylurea tidak jarang,

    terutama sulfonylurea yang bekerja lama seperti glibenklamid. Pada usia lanjut

    respon otonomik cenderung turun dan sensitivitas epinefrin cenderung berkurang.

    Pada otak yang menua gangguan otak mungkin terjadi pada hipoglikemia yang

    ringan. (Soemadji, 2006)

    Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an.

    Efek hipoglikemia sulfonilura adalah dengan merangsang channel K yang tergantung

    pada ATP dari sel beta pancreas. Bila sulfonylurea terikat pada reseptor channel

    tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya

    penurunan permeabilitas K pada membrane sel beta, terjadi depolarisasi membrane

    dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca

    intrasel. Ion Ca akan terikat pada calmodulin, dan menyebabkan eksositosis granul

    yang mengandung insulin. (Soegondo, 2006)

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    10/12

    Gambar 3. Biosintesis, Sekresi, dan Aksi Insulin. (Fauci et al, 2008)

    Efek akut obat golongan sulfonylurea berbeda dengan efek pada pemakaian

    jangka lama. Glibenklamid misalnya mempunyai masa paruh 4 jam pada

    pemeakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya

    memanjang sampai 12 jam, bahkan sampai > 20 jam pada pemakaian kronik dengan

    dosis maksimal. Karena itu dianjurkan untk memakai glibenklamid sehari sekali.

    (Soegondo, 2006)

    Penyebab hipoglikemia tersering pada peringakat kedua adalah penyakit kritis

    seperti gagal hepar, gagal jantung, gagal ginjal serta keadaan sepsis. (Fauci et al,

    2008)

    Sepsis adalah salah satu keadaan yang relatif umum menyebabkan pasien jatuh

    pada keadaan hipoglikemia. Peningkatan pengguanaan glukosa diinduksi akibat

    peningkatan produksi sitokin oleh makofag yang banyak terdapat pada jaringan

    seperti hepar, spleen, dan paru. Pasien akan jatuh pada keadaan hipoglikemia jika

    terjadi kegagalan tubuh dalam mencukupi meningkatnya kebutuhan glukosa.

    Cytokine menginduksi hambatan gluconeogenesis pada keadaan nutritional

    glycogen depletion, pada keadaan dimana terjadi kombinasi hipoperfusi hepar dan

    ginjal, juga akan memperberat hipoglikemia. (Fauci et al, 2008)

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    11/12

    Penanganan hipoglikemia dapat secara oral dengan menggunakan tablet

    glukosa atau glukosa-dalam cairan, permen, atau makanan jika pasien dalam

    keadaan sadar dan berkeinginan (Fauci et al 2008; NIDDK, 2008). Dosis initialnya 20

    g glukosa. Jika pasien tidak mampu atau tidak mau, karena keadaan,

    neuroglycopenia, untuk mengkonsumsi karbohidrat secara oral, maka perlu

    pemberian karbohidrat secara parenteral. Glukosa intra vena diberikan dan diikuti

    penggunaan infuse glukosa yang disertai monitoring pengukuran glukosa plasma

    serial. Jika terapi intravena tidak praktis, gunakan glukogon secara subkutan dan

    intramuscular (1.0 mg in adults), biasanya pada pasien dengan diabetes mellitus tipe

    1. Karena tindakan ini menstimulasi glikogenolisis, tindakan ini tidak efektif pada

    individu dengan penurunan jumlah glikogen (misalnya, orang dengan hipolkemia

    akibat alcohol). Hal ini juga akan menstimulasi sekresi insulin sehingga kurang

    berguna pada diabetes mellitus tipe 2. Penanganan ini hanya meningkatkan glukosa

    plasma sementara, pasien harus segera makan untuk mengembalikan cadangan

    glukosa. (Fauci et al, 2008)

    Pada pasien tidak sadar, penangan di rumah sakit segera dibutuhkan.pasien

    pada keadaan tidak sadar perlu diposisikan dalam posisi recovery, dan dibuka jalan

    nafasnya. Ukur kadar gula darahnya, untuk memberikan data bahwa pasien memang

    benar dlam keadaan koma hipoglikemia. Berikan dekstrose 40% 50 ml intravena.

    Pemberian glukosa konsentrasi diatas 50 % dapat menyebabkan iritasi dan sudah

    tidak dianjurkan. Responya biasanya cepat namun jika tidak, maka segera berikan

    infuse glukosa 10%. Setelah pasien sadar dan dapat diwawancarai, pasien dpat

    makan karbohidrat komplek untuk mencegah hipoglikemia. Jika pasien tidak sadar,

    ukur kembali kadar gula dan cari penyebab lain koma. ( Watkins, 2003)

    Pencegahan hipoglikemia berulang memerlukan pemahaman tentang

    mekanisme yang terjadi pada keadaan hipoglikemia. Penggunaan obat dapat distop

    atau dengan cara pengurangan dosis. Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat

    berlangsung dalam hitungan jam, bahkan hari. Jika penyebabnya penyakit kritismaka harus segera diobati. Kurangnya kadar hormone kortisol dan growth hormon

    dapat segera diganti. Pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi dari tumor dapat

    mencegah hipoglikemia meskipun tidak dapat menyembuhkan tumornya. (Fauci et

    al, 2008)

    Pada pasien sebaiknya menggunakan insulin untuk penangananan diabetesnya.

    Diperlukan edukasi tentang tanda-tanda hipoglikemia serta penanganan awal

    kejadian hipoglikemia.

  • 8/8/2019 RESPONSI KASUS ENDOKRINOLOGI

    12/12

    DAFTAR PUSTAKA

    Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo (editors).Harrisons

    Principles of Internal Medicine 17th edition. 2008. The McGraw-Hill

    Companies, Inc.

    National Institute of Diabetes and digestive and Kidney Disease.Hypoglycemia. 2003.

    US Department of Health and Human Service.

    Rizza, Robert A. and F. John Service. Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed. 2007.Saunders Elsevier.

    Seogondo.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.Soemadji.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.Tjokroprawiro.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.

    Watkins, Peter J.ABC of Diabetes. 2003. BMJ Publishing Group Ltd.