Responsi infeksi SSP

download Responsi infeksi SSP

of 107

description

RESPONSIINFEKSI SISTEM SARAF PUSATPembimbing: Dr. Eddy Ario Koentjoro,Sp.SOleh Rizka Arifani 072011101050 Fahriansyah Mega Pratama 072011101017Pendahuluan• Infeksi : Invasi atau multiplikasi mikroorganisme di dalam jaringan tubuh • Dapat berupa: • Bakteri • Virus • ProtozoaInfeksi pada SSP• Hematogen, terjadi setelah adanya suatu bakteremia oleh karena infeksi ditempat lain. • Percontinuitatum, yang disebabkan infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. •

Transcript of Responsi infeksi SSP

RESPONSI

INFEKSI SISTEM SARAF PUSATPembimbing: Dr. Eddy Ario Koentjoro,Sp.S

Oleh Rizka Arifani 072011101050 Fahriansyah Mega Pratama 072011101017

Pendahuluan Infeksi : Invasi atau multiplikasi mikroorganisme di dalam jaringan tubuh Dapat berupa: Bakteri Virus Protozoa

Infeksi pada SSP Hematogen, terjadi setelah adanya suatu bakteremia oleh karena infeksi ditempat lain. Percontinuitatum, yang disebabkan infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. Implantasi langsung pada trauma kepala terbuka (fraktur basis kranii, tindakan bedah otak, lumbal pungsi).

Faktor predisposisiHost Struktur Blood Brain Barrier yang utuh dan efektif Aliran darah otak yang adekuat Sistem imunologik yang berfungsi sempurna

Environment Transmisi kuman

Agent Kuman yang cenderung neurotropik

Klasifikasi Infeksi selaput otak (meningitis) Bakterial akut/purulenta Bakterial subakut/kronis/serosa aseptik Infeksi parenkim otak (enchepalitis) Bakterial viral

MENINGITISInfeksi pada CSS disertai radang pada piamater dan arachnoid, ruang subarachnoid, jaringan superfisialis otak dan medula spinalis.

Etiologi MeningitisM. akut M. subakut M. Aseptik

Pada Neonatal: E. Coli Streptococcus Stafilococcus PneumococcusPada Bayi dan anak: H. Influenza Meningokokus Pneumokokus E. Coli Streptococcus Dewasa: Pneumococcus Meningokokus Streptokokus Stafilokokus H. Influenza

M. tuberculosa (plg sering) Treponema pallidum Jamur (Coccidiodes atau Candida)

Virus: Enterovirus polio Coxsackie A, B ECHO Herpesvirus Herpes simpleks CMV Mixovirus Campak Parotitis influenza

Meningitis Bakterial AkutMeningitis ini disebabkan oleh bakteri pembuat nanah, sehingga disebut juga meningitis purulenta.

Gambaran klinisKelompok Umur Gejala Panas Letargi / kesadaran Nyeri kepala Intabilitas Mual dan muntah Gejala pernafasan Fotofobia Tanda Kaku kuduk Purpura / Ptekhie Kejang Ataxia Defisit Neurologis

Anak

Fokal

Dewasa

Panas Nyeri kepala Letargi, bingung sp koma Mual dan muntah Fotofobia Gejala pernafasan

Kaku kuduk Kesadaran menurun Defisit Neurologis Fokal

Gambaran klinisTua Panas Kebingungan sp koma Nyeri kepala Gejala pernafasan Kaku kuduk Kesadaran menurun Kejang Status Epileptikus

Diagnosis Diagnosis pasti : ditemukan mikroorganisme pada kultur kuman CSS Secara klinis, diagnosis dapat dibuat berdasar: Tanda dan gejala klinis: Sakit kepala Febris Meningeal sign (+)

Diagnosis Pada pemeriksaan CSS didapatkan : Cairan likuor keruh dan xanthochrom. Jumlah leukosit, predominan polimorfonuklear 1.000 10.000/mm3. Kadar gula menurun, kurang dari 45 mg/100 cc. Kadar protein meningkat di atas 7080 mg/dl. Kadar klorida dibawah 700 mg%

Pemeriksaan penunjang X-foto sinus paranasalis, thorax CT-Scan

Penatalaksanaan Konservatif Breath Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut Posisi lateral dekubitus, kepala 300 Bila gagal napas psg ET dan napas buatan Thorax foto Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas Blood Psg infus RL/NaCl Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula darah, elektrolit, drh rutin Pertahankan & monitor tensi bila rendah/shock: IV Dopamin 3 mikrogram/kgBB atau drip dopamin 50-200 mikrogram/500cc cairan EKG cito bila diperlukan

Penatalaksanaan Bladder Pasang kateter tetap & urine tampung 24 jam Ambil contoh urine untuk lab Perhatikan balans cairan dan elektrolit Bowel Nutrisi/kalori permukaan dapat diberikan IV, sesudah >3 hari NGT Rubah posisi penderita tiap 2 jam

Tirah baring Pengobatan simptomatis: Anti kejang, antipiretik, analgetik, anti edema otak.

Penatalaksanaan Spesifik Antibiotika secepat mungkin Pemberian antibiotika broadspektrum intravena Pemilihan antibiotika berdasar: pemeriksaan klinis, dugaan mikroorganisme, hasil pengecatan Gram

DefinisiMeningitis yang onset klinis penyakitnya >4 minggu, biasanya karena M. tuberkulosa, onsetnya terselubung, bertahap dan

progresif.

Etiologi

Patofisiologi Terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga di

KGB, tulang, sinus nasalis, GIT, ginjal, dsb. Terdapat tuberkel2 kecil berwarna putih di permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang, tulang. Tuberkel kemudian melunak, pecah, dan masuk ke ruang subarachnoid

Patofisiologi Penyebaran perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan sekitar eksudat kental, serofibrinosa yang berpredisposisi di dasar otak. Dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada akuaduktus sylvii dan ruang subaraknoid sekitar batang otak, akibatnya :

hidrosefafus papil edema

peningkatan tekanan intrakranial

Gejala klinis Fase pertama. Onset penyakitnya terselubung, bertahap serta progresif. Gejala berupa kelesuan, iritabilitas, menurunnya selera makan, mual serta sakit kepala ringan. Fase kedua. Tanda rangsangan meningen, kelainan saraf otak (n. Vi, n. Vii) dan terkadang hemiparesis. Hemiparesis dapat terjadi oleh karena : arteritis, eksudat yang menekan pedunkulus serebri, maupun oleh karena hidrosefalus. Fase ketiga. Tanda rangsangan meningen, tanda neurologik fokal, konvulsi dan kesadaran menurun. Fase keempat. Tanda-tanda fase ketiga disertai dengan koma dan shock. Fase-fase tersebut menentukan prognosa. Fase III dan IV bila sembuh akan menimbulkan kecacatan.

Diagnosis Dapat ditegakkan melalui:

Gejala klinis Sakit kepala Panas yang tidak tinggi

Kaku kuduk (+)

Pemeriksaan CSS Likuor yang jernih

Pleositosis limfositer yang berjumlah 10-350 per mm3 Kadar glukosa < 40 mg% Jumlah protein > 40 mg% dan terus melonjak pada pemeriksaan berikutnya Kadar Cl < 680 mg%

DiagnosisJika CSF dibiakkan maka akan terbentuk pelikel seperti laba-laba dan bila dicat dengan Ziehl-Niehlsen kemungkinan akan ditemukan M. tuberculosa. Pemeriksaan Foto Thorax CT-Scan MRI Kontak dengan penderita TB aktif

Penatalaksanaan Konservatif Sama dengan pengobatan meningitis akut. Pengobatan spesifik : 1. INH, 400 ml/hari 2. Pyrazinamid, 15 30 mg/kgBB/hari 3. Streptomycin, 1 gr/hari IM 4. Rifampisin 15 mg/kg per hari Indikasi pemberian kortikosteroid : Penderita dalam keadaan shock Ada tanda-tanda kenaikan tik Ada tanda-tanda araknoiditis. Timbul tanda-tanda neurologis fokal yang progresif.

Meningitis aseptif Penyakit yang self-limited karena disebabkan oleh virus, tapi sering berkembang menjadi meningoensefalitis yang lebih berat. Invasi dan penetrasi dapat melalui usus, serta lintasan oral fekal atau melalui percikan droplet.

Gejala klinis Onset penyakit mendadak dengan gejala: Sakit kepala hebat, subfebril dan muntah Kaku kuduk yang sangat ringan Jika infeksi menyebar ke parenkim akan terlihat kejang fokal, defisit neurologis, serta peningkatan TIK

Diagnosis Meningitis virus dapat ditegakkan berdasarkan : Gejala-gejala klinis sakit kepala, kaku kuduk, febris. Pemeriksaan cairan serebrospinalis didapatkan : Likuor jernih atau opalescent. Pleositosis antara 50 500 dengan predominan limfosit. Kadar glukosa dan klorida normal. Kadar protein meningkat ringan.

Diagnosis pasti meningitis virus adalah dengan menemukan virus pada cairan serebrospinalis.

Penatalaksanaan Konservatif sama dengan pengobatan meningitis akut. Pengobatan spesifik1. Acyclovir, 10 mg/kg bb tiap 8 jam

selama 10 hari. 2. ARA-A (Vidarabine), 15 mg/kgBB/hari intravena 12 jam, selama 10 hari.

Definisi Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak, yang menyebabkan disfungsi neurofisiologi yang difus dan atau hanya fokal. Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis tanda dan gejala inflamasi meningeal sering timbul berdampingan, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku

Cerebritis menggambarkan tahap sebelum dari pembentukan abses dan infeksi bakteri yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan Ensefalitis akut umumnya infeksi virus dengan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai sangat berat.

Etiologi Etiologi Infeksi: agen Virus, HSV 1 dan 2 (banyak dijumpai pada neonatus), VZV, EBV, virus campak (PIE dan SSPE), gondok, dan rubella, Arbovirus, rabies parasit jamur

Epidemologi HSE, penyebab paling umum ensefalitis sporadis di negara-negara Barat, relatif langka; kejadian secara keseluruhan 0,2 per 100.000 (infeksi HSV neonatal terjadi pada 2-3 per 10.000 kelahiran hidup). Japanese virus ensefalitis (JE), terutama terjadi di Jepang, Asia Tenggara, Cina, dan India, adalah ensefalitis virus yang paling umum di luar Amerika Serikat.

Mortalitas dan morbiditas terkait dengan faktor host, seperti cedera SSP yang sudah ada sebelumnya dan virulensi dari menginfeksi organisme. Hasil yang buruk pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dan orang dewasa yang lebih tua dari 55 tahun.

Patofisiologi Portal pintu masuk virus spesifik tergantung dari jenis virusnya. Herpes Simpleks Encepalitis dianggap reaktivasi virus herpes simpleks (HSV) tertidur di ganglia trigeminal. Arbovirus ditularkan dari gigitan Nyamuk atau kutu Virus rabies ditransfer melalui gigitan hewan. Virus varicella-zoster (VZV) dan sitomegalovirus (CMV) kekebalan host merupakan faktor risiko utama.

Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP penyebaran hematogen atau penjalaran sepanjang saraf (rabies, HSV, VZV,HSV) Setelah melintasi penghalang darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, dan menimbulkan: Gangguan fungsi sel, Pelebaran perivascular, perdarahan respon inflamasi difus Focal HSV kecenderungan untuk pada temporal inferior dan medial. Rabies adanya Negri bodies di hippocampus dan otak kecil

Gejala Klinis Tanda-tanda ensefalitis dapat terjadi difus atau fokal. Perubahan status mental dan / atau perubahan kepribadian (paling umum) Gejala Focal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom Gejala Cacat saraf cranial Disfagia (Rabies) Unilateral sensorimotor dysfunction (PIE)

Differential DiagnosaBrain abses Hipoglikemi Leptospirosis Meningitis Status epileptikus Sub arachnoid hemorrhage SLE Toxoplasmosis tuberculosis

Pemeriksaan Lab DL Serum electrolytes Serum glucose level. BUN/creatinine and liver function tests (LFTs) Platelet test and a coagulation profile CT scan / MRI CSF analysis. Biopsi otak Electroencephalography (EEG).

Tata Laksana Mengevaluasi dan mengobati untuk shock atau hipotensi Pertimbangkan perlindungan jalan napas pada pasien dengan penurunan kesadaran. Antivirals Acyclovir Dexamethasone

Komplikasi & Prognosa Kejang TIK meningkat Koma Prognosis tergantung dari virulence virus and on status kesehatan pasien seperti umur, status imun, keadaan neurologi sebelumnya.

Tetanus adalah suatu keadaan intoksikasi susunan saraf pusat oleh endotoksin bakteri Clostridium Tetani, dengan gejala karakteristik rigiditas otot yang berkembang progresif disertai eksaserbasi paroksismal.

PATOFISIOLOGI

:

Clostridium tetani , suatu bakteri Gram positif anaerobic dengan spora yang mudah bergerak: port dentree melalui kontaminasi luka kotor. Spora dalam keadaan anaerob membentuk eksotoksin Tetanolisin dan Tetanospasmin. Tetanospasmin mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmitter Glisin dan GABA, pelepasan neurotransmitter inhibisi dihambat. Tetanolisin mempunyai sifat sitotoksik, dan dalam konsentrasi tinggi bersifat kardiogenik.

Masa inkubasi antara terjadinya luka sampai timbul gejala antara 5 8 hari, biasanya tidak lebih dari 15 hari, Periode onset adalah masa timbulnya gejala (trismus) sampai terjadi spasme otot biasanya 2-3 hari.

KlasifikasiAda 4 bentuk klinis tetanus yaitu : Tetanus lokal Tetanus sephalik Tetanus umum Tetanus neonatorum

Tetanus local : Gejala paling ringan berupa nyeri dan kekakuan otot sekitar luka diikuti spasme singkat pada otot yg terkena spasme involunter menjadi menetap disebut rigiditas atau spastisitas tetanik. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.

Tetanus sephalik : terjadi pd luka di wajah atau kepala, masa inkubasi 1-2 hari; terjadi kelumpuhan yg terbatas pd otot wajah dan kepala berupa trismus dan blepharospasme.

Tetanus umum : yg paling banyak dikenal, biasanya diawali tetanus local atau menyebar difus sejak awal. Tetanus neonatorum : Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril

Gambaran klinis Trismus, kaku dan nyeri pada rahang Risus sardonikus ( karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat ) disfagi, spasme laring Spasme otot leher,badan,perut papan, opistotonus Tungkai ekstensi, lengan fleksi, tangan terkepal Hiperaktifitas system saraf simpatis.

Atas dasar gejala klinis diatas maka dibagi : Tingkat Ringan ( I ) : trismus ringan dan sedang, kekakuan umum tidak disertai kejang, gangguan respirasi dg sedikit / tanpa gangguan menelan. Tingkat Sedang ( II ) : trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yg berlangsung singkat, disertai disfagi ringan dan takipnoe lebih dari 30 35 kali / menit.

Tingkat Berat ( III ) : trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yg berlangsung lama. Gangguan pernafasan dg takipnoe lebih 40 kali / mnt, kadang apnoe, disfagia berat dan takhikardi lebih 120 kali / mnt. Terdapat peningkatan aktifitas saraf otonom yg moderat dan menetap.

Tingkat Sangat Berat : gambaran tingkat III disertai gangguan otonom yang hebat dijumpai hipertensi berat dg takhikardi atau hipertensi diastolic yg berat dan menetap ( D > 110 mm Hg) atau hipotensi sistolik yg menetap ( S < 90 mm Hg ), dikenal dg autonomic storm

Diagnosa. Anamnese : adanya luka kotor Gejala klinis : Trismus, disfagi, opistotonus, gangguan pernafasan berat Tidak ada pemeriksaan penunjang diagnostic yang spesifik

Komplikasi Kegagalan respirasi / hipoksia Penderita tetanus sedang, mengalami hipoksia dan hipokapnia akibat kerusakan ventilasi-perfusi paru, walaupun secara klinis dan radiologist normal. tetanus berat dg spasme otot yg berat dan lama yang tidak terkontrol dg relaksan dan sedative dapat mengarah ke henti jantung dan kematian atau kerusakan otak dg akibat koma. Komplikasi lain thd paru adalah atelektasi, bronkopneumoni, aspirasi pneumoni.

Kardiovaskuler dan otonom Terutama dimediasi oleh system otonom. Pada hampir semua tetanus berat terjadi peningkatan yg menetap dan berlangsung terus dari aktifitas simpatis dan parasimpatis. Komplikasi otonom ditandai oleh episode sinus takhikardi dg hipertensi berat yg segera diikuti dg bradikardi dan penurunan tekanan darah. Ketidakstabilan ini merupakan awal dari henti jantung dan kematian. Sering juga ditemukan aritmia dan gangguan hantar jantung.

Sepsis yg berakhir dg multi organ failure ( MOF )

Komplikasi ginjal : berupa kegagalan fungsi ginjal akibat sepsis dan kelainan pre renal Komplikasi hematology infeksi .

: berhubungan dg anemia karenakarena

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hiperhidrasi, hipokalemi, hiponatremi. Komplikasi metabolic : respiratorik.

asidosis respiratorik, alkalosis

Pada kulit : dekubitus dan thromboplebitis fraktur tulang vertebra torakal karena kejang

Komplikasi neurologistoptalmoplegi kesadaran. serta gangguan

: berupa neuropati perifer,memori dan penurunan

PenangananI. UMUM Tujuan mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu

Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa : irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Penanganan.II. KHUSUSPasien tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dg peralatan intensif dan memadai, dan bila perlu dilakukan trakheotomi. Stimulasi cahaya, taktil dan auditori sedapat mungkin dikurangi.

ATS 10.000 U im satu kali @ Tetagam 12 amp / hr ( 5 hr ) -- Deltoid ka& ki, Paha ka & ki, Bokong ka & ki. Pen.Proc 2 jt U tiap 6 jam atau Tetrasiklin 2 gram / hari Metronidazol 3 X 500 mg Sedativa : Diazepam 10 mg iv sesuai kebutuhan, sampai 500 mg / hari ICU atas indikasi Trakheotomi ; mutlak pd tetanus tingkat III dan IV.

Faktor-faktor kematian :

yg

mempengaruhi

angka

Masa inkubasi dan waktu onset, semakin pendek prognosa makin buruk Beratnya gejala klinik, ( spasme dan dis otonomi ) makin berat makin buruk Usia, neonatus dan usia tua prognosa makin buruk Gizi buruk, prognosa buruk Penanganan komplikasi, bila ditangani secara optimal maka prognosa baik.

PROGNOSA. Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana : 1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm ) 2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum 3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang secara klinis ditandai dg : serangan paroksismal dan periodik anemia, pembesaran limpa kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral

Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk demamnya, yaitu : 1) Plasmodium vivax, (Malaria tertiana) disebabkan serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali. 2) Plasmodium malaria, (Malaria Quartana) karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali. 3) Plasmodium ovale, (Malaria Ovale) dengan pola demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali. 4) Plasmodium falciparum, (Malaria tropicana atau Malaria tertiana maligna) sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya.

Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai dg : demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat.

EtiologiPenyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.

Gambaran Klinis1) Fase prodromal : gejala yang timbul tidak spesifik sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, sakit kepala

2) Fase akut : gejala bertambah berat sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi ,dapat berakhir dengan kematian. Pada fase akut ini ditemukan cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi memakai pewarnaan Giemsa.

PENATALAKSANAAN MALARIA SEREBRAL Terapi pada penderita malaria serebral adalah dengan menggunakan Klorokuin diberikan secara IM dengan dosis 3,5-5 mg/kgBB setiap 6 jam atau diberikan IV dengan dosis 1,25 mg/kg BB selama 8 jam dalam dekstrose 5% 500 ml.

Untuk malaria yang resisten terhadap kloroquin digunakan Quinine dihydrochloride diberikan secara IV dengan dosis 20 mg/kgBB dalam dekstrose 5% 500 ml selama 4 jam, maksimum pemberian adalah selama 72 jam. Penggunaan Deksametason untuk mengurangi edema otak tidak bermanfaat

Setelah itu penderita dirawat sesuai dengan gejala yang ada secara simptomatis dan suportif. Pada penderita yang kejang dapat diberikan Phenobarbiton dengan dosis tunggal 3,5 mg/ kgBB secara IM.

Pendahuluan Sangat banyak infeksi maupun komplikasi pada SSP menyertai infeksi HIV. AIDS dementia complex (ADC), vacuolar myelopathy, dan peripheral neuropathies. Kondisi ini yang disebabkan oleh proses infeksi, autoimun, atau neoplastik sekunder pada penderita.

Infeksi : fungal infections seperti cryptococcal meningitis and Penicillium marneffei encephalitis, tuberculous meningitis, toxoplasmosis, neurocysticercosis, dan cytomegalovirus (CMV) infection. Neoplasitik sekunder : Kaposi sarcoma

Pada AIDS, diagnosis klinis sering tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis tunggal. Onset baru komplikasi neurologis sering tumpang tindih pada proses yang berkelanjutan dengan etiologi yang berbeda. Gambaran klinis mencerminkan defisit di lokasi beberapa lokasi anatomis. Manifestasi AIDS dan komplikasi neurologis yang berbeda pada anak-anak dengan dewasa.

Patofisiologi Ketika pertahanan atau kekebalan tidak adekuat, infeksi oportunistik dan neoplasma timbul, sering dari reaktivasi organisme yang diperoleh sebelumnya. Mekanisme ini berlaku untuk agen seperti Toxoplasma gondii dan virus Epstein-Barr (EBV). Kemungkinan sindrom neurologis tertentu berkorelasi dengan stadium klinis infeksi HIV seperti tercermin dari viral load, respon imun, dan jumlah CD4 +. Virus HIV memasuki SSP segera setelah infeksi awal. Awal manifestasi saraf perifer termasuk terisolasi palsies saraf kranial akut. Komplikasi neurologis terlihat pada AIDS termasuk ADC, myelopathy vacuolar, infeksi oportunistik dan neoplasma, dan neuropati kronis (biasanya beberapa tahun setelah infeksi HIV).

Epidemologi Amerika Serikat Komplikasi neurologis yang hadir di lebih dari 40% pasien dengan HIV. Pada otopsi, prevalensi kelainan neuropathologic adalah 80%. Mortalitas / Morbiditas Tingkat Mortalitas dan morbiditas ditentukan oleh kondisi neurologis dan tingkat immunodeficiency Umur Komplikasi neurologis terjadi pada semua usia.

Differentials Diagnosis Alzheimer Disease Aphasia Cardioembolic Stroke Epidural Hematoma Intracranial Epidural Abscess Intracranial Hemorrhage Neurocysticercosis Spinal Cord Hemorrhage Spinal Cord Infarction Spinal Epidural Abscess Subdural Hematoma Tuberculous Meningitis

Pemeriksaan Dengan pemeriksaan klinis, gejala sesuai dengan lesi anatomis yang di hasilkan. Studi imaging digunakan tidak membuat diagnosa lebih untuk mengkonfirmasi lesi yang terjadi. MRI dengan kontras CT scan kepala Pemerikaan Laborat

Tatalaksana pengobatan pasien HIV-seropositif disesuaikan dengan gejala neurologis dan sangat tergantung pada hasil tes sebelumnya.

Pendahuluan Toksoplasmosis adalah penyebab utama penyakit SSP focal AIDS. Biasanya, ini adalah komplikasi dari fase akhir dari penyakit. Biasanya, lesi ditemukan di otak dan mendominasi gejala klinis. Jarang ditemukan lesi intraspinal

Patofisiologi SSP toxoplasmosis hasil dari infeksi oleh Toxoplasma gondii parasit intraseluler. Hal ini biasanya disebabkan karena infeksi sekunder atau reaktivasi lesi SSP lama dan menyebarkan secara hematogen dari infeksi yang diperoleh sebelumnya. Kadang-kadang, merupakan hasil dari infeksi primer. Penyakit SSP terjadi pada infeksi HIV lanjut saat jumlah CD4 kurang dari 200 sel / uL.

Epidemologi Amerika Serikat Klinis toksoplasmosis SSP terjadi pada 3-10% pasien dengan AIDS di AS. Tingkat insiden telah menurun akibat terapi antiretroviral (ART) Internasional Klinis toksoplasmosis SSP terjadi pada sebanyak 50% dari pasien di Eropa dan Afrika.

Gejala Klinis perubahan Kepribadian dan status mental Kejang, hemiparesis, hemianopia, aphasia, ataksia, dan palsi saraf kranial. gejala radiculomyelopathy

Different Diagnosa Cardioembolic Stroke HIV-1 Associated Opportunistic Infections

Pemeriksaan Tambahan Anti-Toxoplasma immunoglobulin PCR Lumbar puncture CT scan & MRI Biopsi otak

Tata Laksana Pyrimethamine Sangat spesifik pada Plasmodium species and T gondii. Sulfadiazine Clindamycin Corticosteroids Folic Acid Setelah pemakaian antibiotic therapy, 74% pasien membaik dalam 7 hari, and 91% membaik pada 14 hari Pembedahan untuk live saving bila di dapatkan herniasi.

TERIMA KASIH