Responsi Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin- Febri - Copy

21
TINJAUAN PUSTAKA URTIKARIA 1. Definisi Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit karena bermacam-macam sebab, umumnya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan- lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. 1 Keadaan tersebut dapat berlangsung paling singkat 30 menit sampai paling lama 36 jam. Diameternya bervariasi mulai dari milimeter sampai 6–8 inci yang disebut Giant urticaria. Warna urtikaria berubah menjadi pucat dengan penekanan sama halnya seperti pembuluh darah yang ditekan, yang juga menjelaskan adanya warna pucat di tengah edema. Pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitasnya menandakan bahwa urtikaria terjadi di dermis superfisial dan melibatkan pleksus venular di lokasi tersebut. 5 Bila urtikaria besar-besar disertai edema yang lebih dalam, misalnya sampai lapisan subkutan pada palpebra, genitalia dan bibir disebut angioedema. 2. Epidemiologi Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Sheldon 1

description

responsi

Transcript of Responsi Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin- Febri - Copy

TINJAUAN PUSTAKAURTIKARIA

1. DefinisiUrtikaria adalah reaksi vaskular di kulit karena bermacam-macam sebab, umumnya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1 Keadaan tersebut dapat berlangsung paling singkat 30 menit sampai paling lama 36 jam. Diameternya bervariasi mulai dari milimeter sampai 68 inci yang disebut Giant urticaria. Warna urtikaria berubah menjadi pucat dengan penekanan sama halnya seperti pembuluh darah yang ditekan, yang juga menjelaskan adanya warna pucat di tengah edema. Pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitasnya menandakan bahwa urtikaria terjadi di dermis superfisial dan melibatkan pleksus venular di lokasi tersebut.5Bila urtikaria besar-besar disertai edema yang lebih dalam, misalnya sampai lapisan subkutan pada palpebra, genitalia dan bibir disebut angioedema.

2. EpidemiologiUrtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Sheldon (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.1Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema, dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.1Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun wanita. Umur, ras, jabatan/pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankanoleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.1

Gambar 1. urtikaria dengan angioedema

3. KlasifikasiBerdasarkan lamanya serangan urtikaria dibagi menjadi urtikaria akut dan urtikaria kronis. Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Bila lebih dari waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik1.Urtikaria akut lebih sering terjadi pada pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering dari pada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering terjadi pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui sedangkan urtikaria kronik sulit ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik1.Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria papular bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula yang anular dan arsinar.Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan urtikaria lokal, generalisata, dan angioedema. Ada pula yang menggolongkan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal urtikaria imunologik, non imnologik dan idiopatik1.Rangsangan fisik dapat menimbulkan reaksi urtikaria terjadi sebanyak 7 17% dari kasus urtikaria kronik. Urtikaria kronik meliputi :2. Urtikaria dermatografik.Edema lokal atau bintul dengan kulit yang eritematous disekitarnya, terjadi beberapa detik sampai beberapa menit setelah kulit digores. Terjadi pada 2 5% populasi.2

Gambar 2. Urtikaria Dermatografik.

Urtikaria kolinergikTerjadi karena aksi asetilkolin dari sel mast, muncul beberapa menit, sangat gatal, tampak bitul belang belang atau papul dengan diameter 1- 3 mm dikelilingi kulit yang eritematous. Dapat ditemukan di bagian tubuh (trunkus) dan wajah. Bertahan 30 90 menit dengan periode refrakter hingga 24 jam. Lesi dapat didinduksi karena latihan (exercise), stress emosional, peningkatan suhu lingkungan, injeksi intradermal bahan nikotine picrate atau methacoline.2Urtikaria adrenergik dapat terjadi sendiri atau gejala ikutan dengan urtikaria kolinergik. Keduanya dimediasi oleh norepinefrin. Tampak lesi kecil (1 5 mm) eritematous dan terdapat papul papul dengan bagian tengah yang pucat. Muncul sekitar 10 15 menit setelah emosi, mengkonsumsi kopi atau coklat. Serum katekolamin, norepinefrin, dopamin dan epinefrin mungkin meningkat saat serangan terjadi, tetapi level histamin dan serotonin dalam batas normal.2

Gambar 3. Urtikaria kolinergik. Tampak papul kecil kecil disekitarnya terdapat kulit yang eritematous.

Urtikaria dingin (Cold Urticaria)Paparan terhadap suhu dingin dapat menimbulkan edema atau bintul pada area yang terpapar, biasanya muka dan tangan. Urtikaria tidak muncul selama terjadi paparan tetapi muncul saat kondisi mulai menghangat (rewarming). Fatal shock dapat terjadi jika seseorang berenang pada air yang dingin atau mandi dengan air shower yang dingin. Tipe urtikaria dingin (Cold Urticaria) biasanya muncul saat dewasa. Dan biasanya ice tube test positif.2

Gambar 4. Ice cube test positif pada individu dengan cold-induced urticaria. Tampak bekas aliran es yang mengalir.

Heat UrticariaDalam waktu 5 menit kulit diberikan paparan panas diatas 43oC, area yang terpapar akan terasa terbakar, tersengat dan menjadi merah, bengkak dan timbul indurasi. Merupaka tipe urtikaria yang sangat jarang. Provokatif tes dapat diberikan dengan memanaskan silinder 50 55oC dipaparkan pada area kulit di bagian atas tubuh (upper body) selama 30 menit.2 Urtikaria solarisMuncul segera setelah kulit yang tak terlindungi terpapar sinar matahari.2 Urtikaria akuagenikKondisi ini jarang terjadi, ditimbulkan oleh air (tawar) atau air laut pada suhu apapun. Edema/bintul (wheals) yang gatal timbul segera atau dalam beberapa menit di lokasi kulit yang terpapar air, terlepas dari suhu dan sumber air, dan menghilang setelah 30 60 menit. Keringat, air liur atau bahkan air mata dapat memicu reaksi. Patogenesisnya belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan antigen yang terlarut dalam air yang berdifusi ke dalam dermis yang menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast yang sensitif.2 Urtikaria yang diinduksi oleh latihan (exercise-induced urticaria)Peningkatan suhu tubuh secara pasif tidak akan menginduksi exercise urticaria. Lesi urtikaria timbul 5 30 menit setelah memulai latihan (exercise). Lesi lebih luas dan tebal dibandingkan pada lesi urtikaria kolinergik. Riwayat atopi sering ditemukan pada individu ini dan beberapa individu yang mempunyai riwayat alergi makanan.2

Gambar 5. Exercise-induced urticaria.

Delayed-pressure UrticariaDelayed-pressure urticaria ditandai dengan munculnya edema (swelling) yang nyeri sekitar 3 12 jam setelah diberikannya tekanan lokal. Sering terjadi pada kaki setelah berjalan, pantat setelah duduk lama. Termasuk daerah pinggang (setelah memakai celana ketat) dan daerah pergelangan kaki atau betis setelah kontak dengan tali/karet pada kaos kaki3. Edema disertai nyeri berlangsung 8 24 jam.2

4. Etiologi Obat obatan yang paling sering adalah Penicillin. Individu yang sensitif terhadap aspirin, cenderung memiliki sensistifitas terhadap tartrazine, pewarna azo benzone dan azo lainnya, salisilat alami dan turunannya. Aspirin menyebabkan eksaserbasi pada urtikaria kronik pada 30% pasien. Makanan makanan yang sifatnya alergenik yaitu coklat, kerang, kacang kacangan, kacang tanah, tomat, strawberrie, melon, daging babi, keju, telur, susu, rempah rempah. Parasit yang terdapat pada ikan laut dan kerang yaitu Anisakis simplex dapat menyebabkan urtikaria/angioedema. Bahan tambahan pada makanan (food additive) < 10% kasus urtikaria kronik disebabkan oleh bahan tambahan pada makanan, termasuk ragi, salisilat, asam sitrat dan albumin ikan. Infeksi urtikaria akut berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas kususnya Streptococcal infection terutama pada kasus infeksi pada anak anak. Kemungkinan infeksi lokal lainnya adalah infeksi pada tonsil, gigi, sinus, kantung empedu, prostad, kandung kemih atau ginjal. Infeksi virus seperti hepatitis B dan C juga dapat menyebabkan urtikaria. Selain itu juga infeksi cacing seperti Ascaris, Ankylostoma, Strongyloides, Filaria, Echinococcus, Schistosoma, Trichinella, Toxocara dan Liver fluke. Stress emosional seseorang yang dalam tekanan stress secara emosi apapun masalahnya dapat menimbulkan urtikaria. Menthol Jarang terjadi. Dapat ditemukan dalam rokok, permen, mint, obat batuk, semprotan aerosol, dan obat obatan topikal. Neoplasma dapat timbul karena carcinoma dan hodgkin disease. Inhalant serbuk sari, tungau debu rumah (house dust mites), bulu, formaldehida, akrolein, serbuk kedelai, biji kapas, ketombe binatang, kosmetik dan aerosol. Alkohol Ketidak seimbangan hormonal wanita dua kali lebih besar kemungkinannya mengalami urtikaria kronik karena rendahnya level dehydroepiandosterone (DHEA)-S. Genetik.2

5. PatogenesisUrtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema disertai kemerahan.1Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator mediator kimia, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin dan hemotripsin di dalam sel mast.1Baik faktor imunologi maupun non-imunologi mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang non-imunologi siklik AMP (Adenosine mono phosphate)memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat obatan seperti morfin, kodein, polimiksin dan beberapa antibiotik berperan dalam keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit secara tidak diketahui mekanismenya, sehingga dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X dan pemijatan dapat secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi dan alkohol dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.1Faktor imunologi lebih berperan pada urtikaria yang akut dari pada yang kronik. Biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau basofil karena adanya reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai akan berikatan dengan IgE, dan akan terjadi degranulasi sel sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe 1 (Anafilaksis) misalnya alergi obat dan makanan. Aktivasi komplemen juga ikut berperan baik secara klasik atapun alternatif menyebabkan pelepasan anafilaktiksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya akibat venom atau toksin bakteri.1Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun. Pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilaktoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan anti serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik juga menyebabkan edema angioneurotik yang herediter1.

Gambar 6 Patofisiologi urtikaria

6. Manifestasi KlinikKeluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema , dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak dan rhinitis.Urtikaria terjadi karena peninggian kulit yang datar oleh karena edema pada dermis bagian atas. Bersifat gatal, timbulnya cepat, hilangnya cepat, pori pori melebar, warna pucat.4Lesi dari urtikaria timbul mendadak, jarang menetap lebih dari 24 48 jam dan mungkin berulang dalam jangka waktu yang tak terbatas, bersifat sangat gatal.5

7. DiagnosisDiagnosa urtikaria dengan atau tanpa angioedema didasarkan terutama pada gejala dan pemeriksaan fisik. Tes diagnostik mungkin juga membantu mengkonfirmasi diagnosis dari urtikaria akut, kronik atau fisik.3Gejala dan pemeriksaan fisik seharusnya mengandung informasi yang detail seperti : frekuensi, waktu, durasi, pola lesi saat serangan, bentuk, ukuran, dan distribusi lesi, faktor pencetus, respon terhadap pengobatan yang telah dilakukan, dan riwayat atopi individu atau riwayat keluarga.Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorokan, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi lokal.Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.Tes diagnostik, Skin prick test membantu mengkonfirmasi diagnosis terhadap urtikaria akut hasil dari alergi atau reaksi tipe I (melibatkan IgE). Tes ini sebaiknya dilakukan oleh ahli alergi yang berpengalaman dalam membaca hasil tes dalam konteks klinis yang sesuai.3Tes diagnosis dan penilaian tertentu dapat membantu dalam diagnosis dan diferensial diagnosis urtikaria kronik, termasuk : complete blood count (CBC), serum protein electrophoresis (SPE), the autologus serum skin test (ASST), the basofil activation test, thyroid autoantibody, antinuclear antibody (ANA) dan erythrocyte sedimentation rate (ESR).3Challenge testing merupakan tes yang mereproduksikan paparan terhadap stimulus yang dicurigai, sering diindikasikan untuk menkonfirmasi diagnosis terhadap urtikaria fisik. Cold-induced urticaria dapat dikonfirmasi menggunakan ice cube test. Urtikaria dermatografik dapat dikonfirmasi dengan garukan kulit secara ringan. Urtikaria akuagenik dapat diidentifikasi dengan perendaman bagian tubuh ke dalam air hangat atau melalui kompres hangat. Mandi air panas (Hot bath testing) dapat membantu mengidentifikasi urtikaria kolinergik dan aplikasi dengan memberikan beban/tekanan pada paha membantu dalam mendiagnosis delayed-pressure urticaria.3

8. TerapiStrategi pengobatan untuk urtikaria akut adalah menghindari pencetus, pemberian antihistamin dan kortikosteroid. Untuk urtikaria pemberian antihistamin merupakan terapi yang utama. Kortikosteroid dan macam macam terapi imunomodulator/imunosupresan mungkin juga dapat digunakan untuk kasus kasus yang berat, atau untuk pasien yang memberikan respon buruk terhadap pemberian antihistamin.3Pada orang dewasa, pemberian antihistamin non-sedasi memberikan risiko lebih rendah terhadap gangguan psikomotor. Jika faktor penyebab timbulnya urtikaria akut dapat diidentifikasi, menghindarinya adalah yang utama. Pada pasien urtikaria akut yang tidak merespon terhadap pemberian antihistamin, kortikosteroid sistemik umumnya efektif.2Andalan pengobatan untuk urtikaria kronis juga pemberian antihistamin. Kombinasi antihistamin H1 dan H2 seperti hydroxyzine dan cimetidine atau ranitidine diduga efektif dalam beberapa kasus. Sayangnya, meskipun kortikosteroid sistemik efektif menekan terjadinya urtikaria kronik pada kebanyakan kasus, efek samping jangka panjangnya membuat penggunaannya tidak praktis secara klinis. Segera setelah kortikosteroid dihentikan gatal gatal segera berulang. Selain itu, jika pemicunya adalah infeksi, keadaan ini dapat diperburuk oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang.2Kortikosteroid topikal, antihistamin topikal dan anestesi topikal tidak memberikan peranan dalam pengobatan urtikaria kronik. Camphor topikal dan mentol dapat meredakan gejala.2

AntihistaminGenerasi kedua, non-sedasi antihistamin reseptor H1 (fexofenadine, desloratadine, loratadine, cetirizine) merupakan terapi andalan untuk urtikaria. Generasi pertama, sedasi antihistamin digunakan untuk terapi adjuvan kepada pasien yang sulit tidur akibat gejala muncul pada malam hari. 15% reseptor histamin di kulit adalah tipe H2-receptor, antihistamin reseptor H2 seperti cimetidine, ranitidine, dan nizatidine mungkin juga membantu pada beberapa pasien dengan urtikaria. Namun, obat ini tidak diberikan sebagai monoterapi karena mempunyai efek terbatas terhadap pruritus.3Antihistamin lebih efektif jika dikonsumsi setiap hari dari pada jika dikonsumsi saat diperlukan saja. Jika gejala terkendali terhadap pemberian antihistamin dengan dosis baku, pengobatan dapat dilanjutkan sampai beberapa bulan, kadang kadang penghentian terapi dibutuhkan dalam waktu singkat untuk mengetahui apakah urtikaria sudah sembuh spontan atau belum. Pada pasien yang gejalanya menetap pada pemberian antihistamin dengan dosis baku, dapat meningkatkan dosis pemberiannya. European guidelines merekomendasikan untuk meningkatkan 4x dari dosis baku pemberian terapi antihistamin.3

Gambar 6. Antihistamin dan dosis yang biasa digunakan untuk terapi urtikaria.

KortikosteroidUntuk beberapa pasien dengan urtikaria yang berat yang tidak adekuat dalam merespon pemberian antihistamin, dapat diberikan kortikosteroid oral misalnya, prednison dengan dosis sampai dengan 40 mg/hari selama 7 hari.3

Terapi imunosupresan/imunomodulatorBeberapa terapi imunosupresan/imunomodulator dapat memberikan beberapa manfaat bagi pasien dengan urtikaria kronik yang berat. Cyclosporin (3 5 mg/kg/hari) efektif pada pasien dengan urtikaria kronik yang tidak merespon secara adekuat terhadap antihistamin. Selama terapi dengan cyclosporin, pemberian antihistamin reseptor H1 tetap dilanjutkan dan tekanan darah, fungsi renal dan level serum harus dipantau secara teratur mengingat adanya efek samping yang signifikan terhadap pemberian terapi ini, seperti hipertensi dan toksisitas ginjal.3

Terapi lainAntagonis reseptor leukotrien seperti montelukast (Singulair) atau zafirlukast (Accolate), juga terbukti efektif dalam pengobatan urtikaria kronik yang tak terkontrol. Namun, agen ini hanya digunakan sebagai terapi adjuvan pada pemberian terapi antihistamin, karena hanya sedikit bukti yang mengatakan agen ini berguna pada monoterapi. Epinefrin injeksi juga harus diresepkan pada pasien dengan riwayat urtikaria berat dan angioedema yang menyebabkan anafilaksis.3

9. PrognosisPrognosis pada urtikaria akut sangat baik, dengan sebagian besar kasus dapat sembuh dalam beberapa hari. Urtikaria akut biasanya dapat dikendalikan dengan hanya memberikan pengobatan simptomatik dengan antihistamin. Jika faktor pemicunya diketahui, menghindarinya adalah terapi yang paling efektif. Urtikaria akut menyebabkan ketidak nyamanan tetapi tidak menimbulkan kematian, kecuali terkait dengan angioedema yang melibatkan saluran nafas atas. Jika individu terus terpapar pemicu yan diketahui maka dapat menjadi kronis. Morbiditas tergantung dari kondisi keparahan dan durasi.6Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi ed, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI, hlm: 169 1752. James William D., Berger Timothy G., Elston Dirk M., 2011. Andrew Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 11th ed. Elsevier, p: 147 1543. Kanani Amin, Schellenberg Robert, Warrington Richard, 2013. Urticaria and Angioedema. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. Journal, Vol. 7 www.aacijournal.com/content/7/S1/S94. Murtiastutik Dwi, Ervianti Evy, Agusni Indropo, Suyoso Sunarso, 2013. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kedua. Surabaya: AUP, hlm: 15. Wolff Klaus, Goldsmith Lowell A, Katz Stephen I., et all, 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed, volume 1and 2. The Mc Graw hill Companies, p: 330 3436. Wong Henry K, 2013. Acute Urticaria. Articlewww.emedicine.medscape.com

1