Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

60
BAB I PENDAHULUAN Penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquaired Immune Deficiency Syndrome) mengalami peningkatan jumlah penderita tiap tahunnya baik pada orang dewasa maupun anak di dunia maupun di Indonesia. Diduga jumlah kasus HIV/AIDS ini menyerupai fenomena gunung es, yaitu kasus yang diketahui hanya sekitar 1/10 dari jumlah kasus yang sebenarnya. Penyakit HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Hal ini karena pada Januari 2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. 1 Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Setiap tahun sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak (penularan vertikal). Di Indonesia, hingga Maret 2011, jumlah anak penderita HIV/AIDS mencapai 1.119 orang, dengan jumlah penderita dibawah lima tahun dilaporkan mencapai 514 anak. Dilaporkan juga sebanyak 34 anak usia bawah lima tahun (balita) di propinsi Papua positif mengidap infeksi HIV. 1 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah pekerja seks komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh 1

description

gizi buruk, HIV

Transcript of Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Page 1: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquaired Immune Deficiency

Syndrome) mengalami peningkatan jumlah penderita tiap tahunnya baik pada orang dewasa

maupun anak di dunia maupun di Indonesia. Diduga jumlah kasus HIV/AIDS ini menyerupai

fenomena gunung es, yaitu kasus yang diketahui hanya sekitar 1/10 dari jumlah kasus yang

sebenarnya. Penyakit HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia.

Hal ini karena pada Januari 2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah

menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni

1981.1

Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Setiap

tahun sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak

(penularan vertikal). Di Indonesia, hingga Maret 2011, jumlah anak penderita HIV/AIDS

mencapai 1.119 orang, dengan jumlah penderita dibawah lima tahun dilaporkan mencapai 514

anak. Dilaporkan juga sebanyak 34 anak usia bawah lima tahun (balita) di propinsi Papua positif

mengidap infeksi HIV.1

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah tangga

yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah pekerja

seks komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh penularan HIV

dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko. Keadaan ini dapat

meningkatkan resiko penularan dari ibu ke anak. Dengan demikian permasalahan HIV harus

segera ditangani dengan baik. Bila tidak ditangani, epidemi HIV akan merambat masuk ke dalam

keluarga dan masyarakat umum1.

Gizi buruk atau malnutrisi merupakan komplikasi pada pasien dengan infeksi HIV. Gizi buruk

ini sendiri dibagi menjadi dua gambaran klinis utama, yaitu malnutrisi tanpa oedema (marasmus)

dan malnutrisi dengan oedema (kwarshiorkor atau marasmus-kwarshiorkor). Terdapat prevalensi

HIV yang tinggi di antara anak-anak dengan gizi buruk. Wasting syndrome sebagai salah satu

1

Page 2: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

manifestasi klinis gizi buruk dilaporkan pernah terjadi pada 17% kasus anak dengan infeksi HIV

di Amerika Serikat pada tahun 1994.3

Kebanyakan anak dengan infeksi HIV akan mengalami defisit nutrisi selama perjalanan

penyakitnya. Suatu trial study Multicenter di Amerika Serikat yang mempelajari efek zidovudine

(AZT) pada anak dengan infeksi HIV menemukan 80% anak dengan infeksi HIV memiliki berat

kurang dari persentil ke-25.3 Adanya abnormalitas pertumbuhan yang signifikan ini juga

dilaporkan memiliki korelasi langsung terhadap morbiditas dan survival anak dengan infeksi

HIV. Angka mortalitas pada anak-anak dengan infeksi HIV disertai gizi buruk 3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan anak yang mengidap gizi buruk saja. Pada suatu studi dengan sumber

terbatas menyatakan anak dengan infeksi HIV yang mengalami imunosupresi berat dan status

gizi yang buruk sebanyak 5-10% mengalami kematian yang lebih dini walaupun sudah

mendapatkan terapi antiretroviral.4

Pada suatu penelitian yang melibatkan 100 anak dengan infeksi HIV dengan gizi buruk

(marasmus, kwarshiorkor, dan marasmus kwarshiorkor) dibandingkan dengan anak yang

memiliki status gizi yang lebih baik didapatkan beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya

malnutrisi pada pasien anak dengan infeksi HIV yaitu adanya keluarga yang dicurigai mengidap

HIV (orang tua, saudara), penghentian pemberian ASI yang salah, kematian orang tua, jenis

kelamin laki-laki, dan urutan lahir yang lebih tinggi (misal, anak ketiga atau lebih). Selain itu

faktor-faktor tradisional seperti pemberian nutrisi yang kurang, orang tua yang tidak sanggup

mengurus anaknya atau sakit, kemiskinan, dan ketidaksetaraan dalam masyarakat tetap menjadi

kontributor penting dalam prevalensi gizi buruk pada anak dengan infeksi HIV.5

2

Page 3: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Penyakit HIV/AIDS

2.1.1 Definisi dan Etiologi AIDS2

AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya

kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (human Immunodeficiency Virus). Jalur

penularan rebanyak adalah vertikal yakni penularan dari ibu ke anak. Infeksi dapat diperoleh

pada saat kehamilan, persalinan atau melalui air susu ibu.

Infeksi HIV lebih agresif pada bayi dan anak-anak daripada pada orang dewasa, dengan 30%

kematian saat berusia 1 tahun dan 50% pada usia 2 tahun tanpa akses ke obat-obatan essensial,

termasuk ART dan pencegahan intervensi seperti kotrimoksasol (trimetoprim-sulfametoksazol).

Pada tahun 2007, WHO / UNAIDS memperkirakan 690.000 [580.000-860.000] anak diperlukan

terapi antiretroviral dann terdapat 250 000 -290.000 anak berusia di bawah 15 tahun meninggal

terkait dengan HIV pada 2007, sebagian besar di sub-Sahara Afrika, dimana kematian yang

paling sering terjadi pada bayi terinfeksi HIV pada awal kehamilan. Pencegahan dengan

kotrimoksazol dan ART dapat sangat mengurangi jumlah anak yang meninggal secara dini.

Sebagian besar anak dengan HIV-positif sebenarnya meninggal karena penyakit yang biasa

menyerang anak. Sebagian dari kematian ini dapat dicegah, melalui diagnosis dini dan

tatalaksana yang benar, atau dengan memberi imunisasi rutin dan perbaikan gizi. Secara khusus,

anak ini mempunyai risiko lebih besar untuk mendapat infeksi pneumokokus dan tuberkulosis

paru. Pada pasien anak dengan AIDS beberapa faktor yang menyebabkan penularan virus HIV

yaitu dari ibu ke anaknya yang dapat diperoleh saat kehamilan, persalinan atau melalui air susu

ibu. Penularan HIV dari ibu ke anak (tanpa pencegahan Antiretroviral) diperkirakan berkisar

antara 15–45%. Bukti dari negara industri maju menunjukkan bahwa transmisi dapat sangat

dikurangi (menjadi kurang dari 2% pada beberapa penelitian terbaru) dengan pemberian

antiretroviral selama kehamilan dan saat persalinan dan dengan pemberian makanan pengganti

dan bedah kaisar elektif.

3

Page 4: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

2.1.2 Patogenesis AIDS2

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap

molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinsikan sejumlah fungsi

imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imum yang

progresif. Virus HIV1 terutama menuju sel limfosit (CD4+) dan sel monosit atau makrofag.

Setelah sel terinfeksi virus, maka RNA sampul dari virus terlepas dan membentuk DNA

transkrip rangkap dua, yang kemudian ditransfer ke sel DNA host, dan terjadilah perusakan

sistem imunologi baik selular maupun humoral. Kemudian bersama sitokin yang dipengaruhi

akan mempengaruhi fungsi makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Perusakan sel B mengakibatkan

antibody sekunder menjadi lemah dan respon vaksinasi memburuk. Sel mediated juga

mengalami kerusakan sehingga infeksi oportunis mudah terjadi seperti jamur, pneumonia

pneumokistik carinii, diarekronik, dan sebagainya. Virus juga dapat menginvasi sel syaraf otak

sehingga terjadi atrofi otak

Pada saat limfosit yang terinfeksi menjadi aktif misal saat infeksi berulang, maka terjadilah

apoptosis dan lisis sel host. Karena CD4+ limfosit merupakan respon imun yang penting

terhadap keadaan zat-zat pathogen, apabila jumlah CD4+ dibawah 200 /mm3 maka tubuh

menjadi rentan terhadap infeksi oportunis atau keganasan. Pada awal infeksi, virus menyerang

sel dan terjadilah perbanyakan virus sehingga terjadi viremia (adanya virus dalam darah). Saat

respon imun host terangsang, viremia menghilang, dan 80% penderita asimptomatik (tanpa

gejala), dan hanya 20% sisanya yang mengalami penyalit progresif. Pada penderita

asimptomatik, proses penyakit berkisar selama 10 tahun, dan dengan adanya infeksi oportunis

(AIDS) proses berlangsung sekitar 5 tahun.

Saluran pencernaan adalah elemen sentral dalam akuisisi penyakit HIV, perkembangan gagal

tumbuh, dan kerusakan kekebalan yang berkembang dengan perkembangan penyakit. Meskipun

beberapa anak mungkin menjadi terinfeksi HIV di dalam rahim, mayoritas tampaknya

memperoleh infeksi perinatal. Rute infeksi tidak diketahui, tetapi kulit, selaput lendir, dan

saluran pencernaan adalah kandidat yang baik untuk jaringan di mana HIV

dapat bermigrasi. Meskipun saluran pencernaan adalah jaringan immunologie terbesar, sedikit

yang diketahui tentang infeksi elemen limfoid mukosa oleh HIV pada neonatus. Namun,

seseorang dapat berspekulasi bahwa virus melintasi epitel dan memasuki lamina propria dimana

4

Page 5: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

HIV menginfeksi limfosit atau diambil oleh makrofag. Ini HFV terkait sel kemudian bermigrasi

ke kelenjar getah bening mesenterika yang menjadi reservoir bagi virus dengan cara analog

dengan yang dijelaskan dalam kelenjar getah bening perifer

2.1.3 Manifestasi Klinis AIDS pada Anak2

Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi bergantung dengan Derajat atau

stadium dari manifestasi klinis yang tampak pada dan hasil CD4. Beberapa anak dengan HIV-

positif menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada tahun pertama

kehidupannya. Anak dengan HIV-positif lainnya mungkin tetap tanpa gejala atau dengan gejala

ringan selama lebih dari setahun dan bertahan hidup sampai beberapa tahun.

Adapun beberapa Anak disebut sebagai "Suspek HIV" apabila ditemukan gejala berikut, yang

tidak lazim ditemukan pada anak denagn HIV negative.Gejala yang menunjukkan kemungkinan

infeksi HIV:

Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti

pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir.

Thrush: Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi.

Pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik, atau berlangsung

lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi bagian

lidah – kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di

bagian belakang kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esofagus.

Parotitis kronik: pembengkakan parotid uni- atau bi-lateral selama = 14 hari, dengan

atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.

Limfadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau

lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya.

Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang bersamaan

seperti sitomegalovirus.

Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (> 38° C) berlangsung = 7 hari, atau

terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.

5

Page 6: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan

terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).

Herpes zoster.

Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam kulit yang khas meliputi

infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan molluscum

contagiosum yang ekstensif.

Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease). Gejala yang

umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim ditemukan pada anak

sakit yang bukan infeksi HIV.

Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dari telinga dan berlangsung = 14 hari.

Diare Persisten: berlangsung = 14 hari.

Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan

berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang

seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS. Tersangka HIV terutama pada bayi

berumur < 6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh.

Namun, perlu diingat kita tidak boleh mengesampingkan diagnosis lainnya dalam penanganan

pasien. Ada beberapa morbiditas yang mungkin ditemukan pada penderita HIV tetapi juga

ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi HIV seperti halnya infeksi berulang atau menetap

lebih dari 14 hari, diare persisten atau berulang, malnutrisi sedang atau berat dan malnutrisi

sedang atau berat.

2.1.4 Diagnosis Klinis dan Laboratorium pada Pasien AIDS 2,6

Diagnosis ditegakkan anamnesa, pemeriksaan fisik berdasarkan klasifikasi klinis, pemeriksaan

laboratorium (tes serologi bagi bayi usia lebih dari 18 bulan atau persangkaan virus dalam darah

bagi bayi usia kurang dari 18 bulan, dan kadar CD4+.

Sistem Klasifikasi Infeksi HIV pada anak: kategori klinis (berdasarkan WHO) untuk anak usia

kurang dari 13 tahun dan sudah terinfeksi HIV

6

Page 7: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

STADIUM 1

Asimptomatik

Persistent generalized asimtomatik.

STADIUM 2

Hepatosplenomegali

Erupsi papular pruritik

Dermatitis seberoik

Infeksi jamur pada kuku

Angular Cheilitis

Lineal gingival erythema (LGE)

Infeksi human pappiloma Virus atau moluskum yang luas (lebih dari 5%luas tubuh)

Ulserasi oral berulang (lebih atau sama dengan 2 episode dalam 6 bulan)

Pembesaran Parotis

Herpes zoster

Infeksi saluran nafas atas kronik atau berulang (otitis media, sinusitis>2 selama 6 bulan)

STADIUM 3

Malnutrisi sedang tanpa kausa yang jelas dan tidak berespon terhadap terapi standar

Diare persisten tanpa kausa yang jelas

Demam persisten tanpa kausa yang jelas (intermitten atau konstan >1 bulan)

Kandidiasis oral

Oral hairy leukoplakia

TB paru

Pneumonia bakteri berat berulang (lebih atau sama dengan 2 episode dalam 6 bulan)

Acute necrotizing ulcerative gingivitis/ periodontitis

LIP (lymphoid Intersitial Pneumonia)

Anemia tanpa kausa yang jelas (<8gm/dl), neutropenia(<500/mm3) atau trombositopenia

(<30.000/mm3) selama >1 bulan

STADIUM 4

Wasting atau malnutrisi berat yang tidak berespon terhadap terapi standar

Pneumonia pneumocytisis

7

Page 8: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Infeksi bakteri berat berulang ( lebih dari sama dengan 2 episode dalam 1 tahun, misal:

empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis, tidak termasuk pneumonia)

Infeksi herpes simpleks kulit atau orolabial kronik (>1bulan)

TB disseminataatau ekstrapulmoner

Sarcoma Kaposi

Kandidiasis esophagus

Bayi , 18 bulan HIV seropositif dengan lebih atau sama dengan 2 gejala berikut;

Oral thrush, +/- pneumonia berat, +/- gagal tumbuh atau malnutrisi berat, +/-sepsis berat retinitis

CMV

Toksoplasmosis SSP

Mikosis endemic diseminata, termasuk: meningitis kriptokokkus

(e.g. kriptokokkis ektra pulmone, histoplasmosis, koksidiomikosis, penisilliniosis)

Kriptosporidosis atau isosporiasis (dengan diare >1 bulan)

Infeksi CMV(usia>1bulan pada organ selain, hepar, lien atau kelenjar)

Penyakit mikrobakterium diseminata selainTB

Kandida pada trakea, bronkus atau paru0paru

Fistel rekto-vesika didapat terikat HIV

Limfoma serebri atau non Hoodgkin sel B

Leukoensefalopati mulyifokal progresif

Encefalopati HIV

Kardiomiopati HIV

Nefropati HIV

Tabel 1. Stadium penyakit HIV/AIDS

Pemeriksaan standar HIV yaitu Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) dan analisa

Western untuk mengetahui adanya antibodi immunoglobulin. Imunoglobulin G (IgG) tidak dapat

dipakai untuk diagnosis HIV pada bayi di bawah usia 18 bulan. Hal ini karena karena masih

ditemukannya IgG anti HIV ibu yang melewati plasenta di darah bayi, yang terkadang hingga

usia 24 bulan. Namun IgA dan IgM anti HIV tidak dapat melalui plasenta sehingga dapat

dijadikan konfirmasi diagnosis bila ditemukan pada darah bayi. Namun sensitifitas kedua

pemeriksaan tersebut masih sangat rendah sehingga jarang diapakai sebagai alat diagnosis.

8

Page 9: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Pemeriksaan bagi anak di bawah usia 18 bulan menggunakan uji virologik yaitu pemeriksaan

kultur HIV dan tehnik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi DNA atau RNA

HIV (viral load). Infeksi HIV pada bayi di bawah 18 bulan dapat ditegakkan bila dua sampel dari

dua kali pemeriksaaan kultur yang berbeda, DNA HIV atau RNA HIV menunjukkan hasil

positif. Infeksi HIV bisa disingkirkan bila 2 macam sampel tes yang berbeda menunjukkan hasil

negatif.Pemeriksaan dengan PCR atau kultur virus dapat dilakukan sejak lahir dan usia 1 atau 2

bulan. Darah tali pusat tidak dapat digunakan dalam pemeriksaan HIV. Jika PCR kultur virus

adalah positif, maka pemeriksaan harus diulang segera untuk konfirmasi sebelum diagnosis HIV

dibuat. Bila hasil PCR atau kultur virus dilakukan saat lahir dan usia 1-2 bulan tidak

menunjukkan hasil positif dan bayi tidak menunjukkan gejala maka pemeriksaan diulang usia 4

bulan. Pemeriksaan lainnya harus dimajukan sebelum usia 4 bulan bila timbul gejala infeksi pada

bayi. Atau bila pemeriksaan hematologi atau imunologi menunjang adanya infeksi HIV.

2.1.5.Dampak yang Dapat Diberikan pada Anak2

Anak-anak yang masih hidup tahun pertama kehidupan lebih mungkin untuk meninggal akibat

penyakit anak-anak umum. Penyakit tersering penyebab kematian pada bayi dan anak yang

terinfeksi HIV adalah infeksi saluran pernapasan, diare dan TBC yang biasanya berasal dari

beberapa faktor risiko, termasuk infeksi oportunistik dan gizi, dengan semua-menyebabkan

kematian yang terbesar di antara mereka dengan berat badan rendah. Status gizi yang buruk

membuat anak-anak yang terinfeksi HIV lebih rentan terhadap morbiditas dan mortalitas, bahkan

ketika mereka menerima terapi antiretroviral. Kelangsungan hidup anak dan program HIV

karena itu akan menguntungkan semua anak, termasuk mereka yang terinfeksi HIV

Keterkaitan antara malabsorpsi, malnutrisi, defisiensi kekebalan tubuh, dan menyebabkan infeksi

enterik siklus yang potentiates masalah pertumbuhan dari anak yang terinfeksi HIV. Sel epitel

usus dys fungsi dan mungkin bakteri akibat pertumbuhan berlebih di malabsorpsi hara dan, jika

kalori tambahan tidak tersedia, kekurangan gizi akhirnya. Protein energi malnutrisi tanpa infeksi

HIV dapat mengakibatkan kelainan immunologis termasuk penurunan jumlah T-sel,

berkurangnya jumlah CD4, hipersensitivitas tertunda terganggu, peningkatan kadar

imunoglobulin serum, dan respon antibodi gangguan tertentu. Bila kelainan yang sama

ditemukan pada anak yang terinfeksi HIV, orang tidak dapat menentukan apakah mereka terkait

dengan infeksi HIV atau kekurangan gizi. Kesamaan dalam disfungsi kekebalan tubuh antara

9

Page 10: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

malnutrisi dan infeksi HIV menunjukkan kekurangan gizi yang dapat mempotensiasi disfungsi

immunologie penyakit HIV.

Penyebab defisit gizi yang menyebabkan gizi buruk dapat dibagi menjadi tiga bidang luas:

nutriaent asupan berkurang, kerugian gizi meningkat, dan kebutuhan gizi meningkat. Penurunan

asupan gizi dapat Kediri disebabkan oleh esofagitis, masalah dengan karet, mulut, mual muntah

ulserasi,, dysgeusia berhubungan dengan defisiensi seng atau terapi obat, demam, nyeri,

demensia, depresi, dan / atau putus asa. Kerugian gizi Peningkatan yang paling sering

disebabkan oleh infeksi oportunistik, tapi laktosa intoleransi, insufisiensi pankreas, atau luka

usus kecil dapat berkontribusi untuk malabsorpsi. Peningkatan kebutuhan zat gizi yang paling

sering dikaitkan dengan penyakit demam, tetapi kelainan metabolik seperti bersepeda sia-sia dan

hormon abnormal atau produksi sitokin dapat mengubah metabolisme intermediate dan

memodifikasi persyaratan gizi. Data pendukung fenomena di pasien terinfeksi HIV datang

terutama dari studi pada orang dewasa; beberapa studi telah sistematis dibahas masalah ini pada

infeksi HIV pediatrik.

2.2 Gizi Buruk7,8

2.2.1 Definisi Gizi Buruk

Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya severe

wasting (BB/TB<70% atau <3SD) atau ada gejala klinis gizi buruk (kwarshiorkor, marasmus,

atau marasmic-kwarshiorkor).(Buku IPKA) Pada tahun 1987, Centers for Disease Control and

Prevention (CDC) memasukkan wasting pada pasien dengan HIV sebagai salah satu AIDS-

Defining Condition (ADC). Wasting pada AIDS didefinisikan sebagai kehilangan berat badan

sebesar 10% atau lebih atau penurunan peningkatan berat badan yang mengakibatkan

menurunnya penyebrangan grafik sebanyak 2 atau lebih garis persentil menurut umur (misal

persentil ke-95, 75, 50, 25, 5) pada anak dengan umur lebih dari 1 tahun atau terletak pada

persentil ke-25 berdasrkan tinggi badan/berat badan pada pengukuran konsekutif yang terpisah

lebih dari 30 hari dengan tambahan adanya diare atau panas yang kronis.

10

Page 11: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

2.2.2 Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang

berbeda-beda.

a. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul

diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit

(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit,

gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak

sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.

Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh

lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema

pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan oedem (pitting oedema ekstermitas bilateral, periorbital oedema)

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

11

Page 12: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan

< 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan

rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.

2.2.3 Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita

penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan

cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan.

Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi

buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh

karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan

adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya

dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak

sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan

bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya

lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.

Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan

memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

12

Page 13: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

2.2.4 Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi

karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan

dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C

dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien

juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada

retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan

gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang

mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada

cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun

senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif

terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat

dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali

terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan

pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL

dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya

penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang

jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein,

sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi

plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita

kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium

berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi

protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah

sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu

yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena

pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak

cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu,

karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari

13

Page 14: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada

beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap

terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,

pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang

tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya

infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,

deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus,

cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang

akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose

intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab

maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan

menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,

meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian

diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu

membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak

jatuh dalam marasmus

2.2.5 Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan

dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi

yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem,

karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan

14

Page 15: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak

porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik

sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa

mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam

darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut

tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan

mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap

pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi

”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun

terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat

beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak

ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan

anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang

lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn

kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa

percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak. Secara ringkas, gizi buruk berhubungan

dengan gangguan-gangguan fungsi berikut ini:

a. Ginjal (tdak dapat mengekskresi beban Natrium)

b. Pencernaan (terjadi atropi vili dan kerusakan usus menyebabkan translokasi bakteri;

defisiensi enzim pencernaan menyebabkan malabsorpsi)

c. Sirkulasi (dengan mudah terjadi kelebihan cairan/Congestif Cardiac Failure)

d. Thymus (atropi->imunitas terganggu)

e. Otak (gangguan intelektual)

f. Liver (hipoglikemia, metabolism obat abnormal)

g. Gangguan elektrolit (defisiensi K+, Zn, dan Mg)

h. Ekskoriasi kulit (sumber sepsis)

i. Hypothermia (tana prognosis buruk)

15

Page 16: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

j. Spesifik defisiensi nutrisi terjadi pada bebefrapa kasus. Diantaranya xeropthalmia

(defisiensi Vit A), goiter (iodine), pellagra (niacin), scurvy (def. vit C), dan rickets (def.

vit D)

2.2.6 Pemeriksaan untuk Menegakkan Malnutrisi

Dalam menegakkan malnutrisi sebenarnya hanya diperlukan pemeriksaan antropometri, tetapi

untuk mengetahui defisiensi makronutrien dan mikronutrien diperlukan anamnesis dan

pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Antopometri

Antropometri (pengukuran badan) digunakan untuk mengukur kekurangan gizi dengan

mengacu pada standar internasional (lihat kotak). Berikut ini yang umum digunakan:

Berat terhadap usia (W / A): berat relatif terhadap berat standar untuk anak pada usia

yang sama.

Tinggi terhadap usia (H / A): tinggi relatif terhadap ketinggian standar untuk anak

pada usia yang sama.

Berat untuk tinggi (W / H): berat relatif terhadap berat badan diharapkan untuk anak

dari ketinggian yang sama.

Pertengahan lingkar lengan atas (MUAC).

Indeks massa tubuh (BMI): berat badan / (tinggi) 2 digunakan hanya untuk dewasa.

W/A, H/A, dan W/H dinyatakan sebagai persentase dari standar referensi, atau sebagai

kelipatan dari standar deviasi (SD) dari rata-rata populasi referensi 'Z skor' (misalnya jika

berat badan adalah 2 SD di bawah berat badan rata-rata anak normal pada usia yang

sama, skor Z adalah -2.

Jika usia tidak pasti, tinggi (65-110 cm) dapat digunakan sebagai tanda terhadap usia

untuk mengidentifikasi anak usia 6 bulan-6 yrs.

Lingkar lengan atas dapat dijadikan salah satu indicator malnutrisi pada anak karena pada

umur 1 sampai 5 tahun peningkatan lla terjadi dengan lambat sehingga LLA dapat

dengan mudah menjadi nilai batas ambang untuk pengukuran nutrisi. LLA < 110 cm stara

dengan nilai BB/TB z-score – 3 SD dan LLA < 125 cm setara dengan nilai BB/TB z-

score -2 SD

16

Page 17: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Malnutrisi dapat diklasifikasikan menggunakan ukuran antropometri sebagai berikut:

Status Gizi Klinis Antropometri (BB/TB-PB)

Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau

edema pada kedua punggung

kaki sampai seluruh tubuh

< - 3 SD/ <70%

Gizi Kurang Tampak Kurus ≥ - 3SD - < 2 SD/ 70-80%

Gizi Baik Tampak Sehat - 2 SD - + 2 SD/ 80-90%

Gizi Lebih Tampak Gemuk > +2SD/>90%

Tabel 2. Status Gizi berdasarkan penampakan Klinis dan Antropometri (WHO)10

2.3 Manajemen Pasien Pediatri dengan Infeksi HIV/AIDS9,10

Di antara anak-anak yang mengalami gizi buruk di Afrika, 15% anak dengan infeksi HIV-AIDS

yang berada dalam penanganan komunitas dan sekitar 60% dirawat dengan sakit berat dengan

komplikasi akibat infeksi HIV-AIDS. Kebanyakan anak gizi buruk dengan positif HIV memiliki

kadar CD4 yang rendah dan memerlukan pengobatan ARV. Kadar CD4 tidaklah terlalu rendah

pada anak yang memiliki gizi buruk saja. Perlu dipertimbangkan untuk pemeriksaan test HIV

bagi anak yang mengalami malnutrisi yang sangat berat, tetapi pemeriksaan dapat menimbukan

ketakutan dan stigma karena bila anak mengidap HIV, ada kecurigaan sang ibu juga

mengidapnya. Tetapi bila diagnosis dapat ditegakkan dengan segera terdapat beberapa

keuntungan, seperti mendapat perawatan yang tepat, antibiotik profilaksis dan ARV.

Patogenesis malnutrisi pada anak dengan SIDA merupakan suatu proses yang multifaktorial.

Tiga mekanisme potensial adalah asupan yang tidak adekuat, malabsorpsi gastrointestinal, dan

penggunaan energy yang abnormal.

Beberapa permasalahan nutrisi yang dapat ditemukan pada pasien SIDA adalah:

a. Asupan nutrisi kurang akibat kelemahan, lesi oral yang menyakitkan (misalnya candida),

anoreksia akibat demam/infeksi, dan orang tua yang juga sakit akibat infeksi HIV

b. Malabsorpsi dan diare kronis akibat parasit intestinal (misalnya Cyptosporidium)

menyebabkan kehilangan nutrisi dalam usus.

c. Peningkatan keluaran energy akibat infeksi yang sedang terjadi

d. Penurunan berat badan yang berat dan pertumbuhan terganggu seperti stunting

17

Page 18: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

e. Defisiensi mikronutrien (termasuk Vit A, Zinc)

f. Anemia terjadi biasanya akibat inflamasi kronis dibandingkan defisiensi mikronutrien.

Adapun manajemen gizi buruk pada anak dengan SIDA adalah sebagai berikut:

1. Penanganan malnutrisi

Tangani terapi nutrisi sama seperti pada pasien dengan gizi buruk tanpa SIDA dengan lebih

mengantisipasi adanya penolakan diet akibat infeksi. Penilaian awal dengan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya anthropometri, dan pemeriksaan penunjang spesifik

yang telah dibahas sebelumnya. Nilai apakah anak tampak sehat secara klinis, letargi atau

tidak sehat. Jika sehat, apakah anak tersebut memakan dengan baik makanan yang diberikan?

Berikut ini algoritma untuk menentukan tipe malnutrisi dan menentukan penanganan yang

akan digunakan.

18

Page 19: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Gambar. Algoritma kategorisasi dan manajemen anak dengan malnutrisi9

1. Program nutrisi rawat jalan

Tujuan program nutrisi ini adalah untuk mengidentifikasi keparahan malnutrisi;

merencanakan manajemen regimen untuk pasien dengan gizi buruk atau gizi kurang;

menentukan dimana seharusnya regimen diberikan (di rumah sakit, di rumah atau feeding

centre), dan memberikan nasihat dan manajemen kepada perawat anak dengan gizi buruk

atau gizi kurang.

a. Berikan panduan nutrisi untuk meningkatkan asupan sehari-hari

19

Anak yang tampak malnutrisi (kurus) dalam survey masyarakat atau klinik

Gizi KurangJika terdapat salah satu:70-80& BB/TB tanpa oedemaLLA 110-125 mm

Gizi BurukJika terdapat salah satu atau lebih:

≤ 70% BB/TBBilateral oedemaLLA <110 mm

Tampak sehat secara klinis

Tampak sakit atau anoreksia

Tampak sehat secara klinis

Tampak sakit atau anoreksia

1. Program nutrisi rawat jalan

2. Program nutrisi rawat inap

3. Program RUTF rawat jalan

4. Program rawat inap

Penilaian Nutrisi:a. Median weight/height menggunakan

table WHO/NCHSb. MUACc. Udem

Penilaian klinis (menggunakan panduan WHO/IMCI)a. Infeksi (khususnya diare, pneumonia, demam,

meningitis)b. Dehidrasic. Anemia beratd. Tidak sadare. Anoreksia (nilai respon saat pemberian

makanan)

Page 20: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

berikan saran terhadap pemberian makanan yang benar dan meningkatkan konten

protein dan mikronutrien pada makanan sehari-hari bila mampu

sarankan untuk mengikuti program local/pemerintah (posyandu) untuk

meningkatkan food security

Menyediakan suatu porsi “take home” yang menyediakan kebutuhan protein,

energy, dan mikronutrien yang enak (disenangi anak-anak) dan dapat disimpan

tanpa memerlukan bantuan mesin pendingin

b. Rawat infeksi yang terjadi

Rawat semua anak dengan gizi kurang untuk infeksi apakah terdapat tanda klinis

atau tidak (amoksisilin untuk 5 hari)

Beri albendasole single dose 400 mg PO untuk semua anak di atas 24 bulan untuk

mengatasi infeksi cacing

Berika semua anak vit A (50.000, 100.000 dan 200.000 iu untuk anak <6 bulan, 7-

12 bulan, dan >12 bulan pada hari 1, 2, dan 14 pada program nutrisi).

Diagnosis dan rawat bila terdapat malaria

Pertimbangkan adanya tuberculosis sebagai salah satu penyebab respon nutrisi

yang buruk

Pastikan anak mendapat imunisasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan

Follow up anak setiap 2 minggu sampai terjadi kenaikan berat badan

2. Program RUTF (Ready to Use Therapeutic Food) Rawat Jalan

Tujuan program ini adalah untuk merawat anak dengan gizi kurang di rumah sehingga

mereka bias mengkonsumsi jumlah yang adekuat dari RUTF ini sendiri. Program ini

dapat memperbaiki masalah metabolic dan memacu perbaikan massa tubuh dan fungsi.

Ready-to-use therapeutic food (RUTF) ini adalah suatu makanan kaya akan protein,

energy, dan mikronutrien untuk anak dengan gizi buruk. RUTF memiliki rasa enak untuk

dimakan, kaya akan lipid, dengan komposisi nutrisi sama dengan F-100. RUTF tidak

memerlukan proses pemasakan dan kandungan air yang rendah membuat RUTF resisten

terhadap kontaminasi mikroba, sehingga dapat disimpa pada kondisi tropis untuk

beberapa bulan. Kebanyakan anak dengan gizi buruk dapat menerima beberapa sendok

20

Page 21: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

the RUTF sebanyak 5-7 kali sehari, hal ini cukup untuk mencapai perbaikan nutrisi. Saat

dikonsumsi RUTF harus dicampur dengan air. Dorong ibu untuk tetap member ASI.

Makanan yang lain tidak boleh diberikan sampai BB anak kembali normal. Beberapa hal

yang harus diperhatikan adalah:

Observasi apakah anak mau mengkonsumsi RUTF yang diberikan.

Berikan kadar RUTF yang cukup sampai pertemuan berikutnya (di posyandu)

Follow up pasien setiap 2 minggu sampai terjadi peningkatan BB yang

memuaskan (>5g/kg/day). RUTF sendiri mengandung ~ 5,5 kcal/g di mana

dengan pemberian 200 kcal/kg BB/hari dapat meningkatan berat badan sampai

20g/kg BB). Beri nasihat kepada perawat anak (orang tua) untuk memberi dengan

porsi 100 kcal/kg BB/hari sampai oedema menghilang dan bila sudah menghilang

dapat diberikan 150-220 kcal/kgBB/hari.Suruh perawat anak untuk member

makan sesering mungkin, dan menjaga kehangatan tubuh anak (terutama malam

hari) dan untuk kembali periksa ke dokter bila terjadi infeksi dan secara konsisten

pasien menolak RUTF.

Pastikan perawat/orang tua pasien mengetahui porsi RUTF untuk anaknya

3. Program Nutrisi Rawat Inap

Anak dengan gizi buruk yang terlihat sakit dan anoreksia sebaiknya segera dibawa ke

rumah sakit. Penanganan rawat inap bertujuan untuk merawat infeksi serius, komplikasi

metabolic dan infeksi yang dapat mengancam nyawa dan untuk menyediakan asupan

adekuat untuk pemulihan status gizi. Berdasarkan WHO pengelolaan malnutrisi berat di

rumah sakit dibagi dalam 3 fase, yaitu fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi.

a. Fase stabilisasi

Pada fase ini pasien diberikan asupan diet rumatan menggunakan jenis makanan

khusus untuk memperbaiki gangguan metabolic dan kemudian ditingkatkan menuju

dosis nutrisi yang lebih tinggi. Anak dengan gizi buruk tidak dapat menerima diet

protein, lemak, dan Na+. Mulai asupan dengan rendah energy, rendah protein, untuk

menstabilisasi proses metabolic dan fisiologik; hal ini dapat memperbaiki udem.

Yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah:

- Gunakan regimen “starter” mengandung formula WHO F-75 atau modifikasinya

21

Page 22: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

- Atasi dan cegah komplikasi dari malnutrisi berat seperti hipoglikemia, dehidrasi,

hipotermia, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi.

- Porsi makan kecil sering, idealnya setiap 2 jam atau paling lama setiap 4 jam.

Pemberian makan di malam hari diperlukan untuk mencegah hipoglikemia.

- Kebutuhan nutrisi yang diberikan adalah energi sebanyak 100kkal/kgBB, protein

1-1,5 g/kgBB/hari, dan cairan 130 ml/kgBB/hari (bila oedema berat:100

ml/kgBB/hari)

- ASI sebaiknya terus diberikan pada anak dengan gizi buruk saja.

- Jika pasien tidak mampu menerima makanan atatu tidak habis (<80kcal/kg

BB/hari) berikan via sonde atau selang nasogastrik.

- Timbang berat badan, pantau dan catat jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa;

jumlah cairan yang keluar seperti muntah, dan frekuensi buang air.

b. Fase transisi

Ketika nafsu makan membaik, udem sudah mulai membaik dan komplikasi mulai

teratasi (biasanya selama 73-77 bulan), pasien boleh masuk ke fase transisi dengan

peningkatan asupan nutrisi dengan pengawasan ketat. Masalah dapat terjadi bila

memberikan diet dengan Na+ dan osmolalitas berlebih dimana akan terjadi gagal

jantung akibat fluid overload sehingga harus dilakukan pengawasan tanda vital.

Komponen penting pada fase ini adalah:

Mengganti susu formula menjadi F-100

Lanjutkan pemberian makanan secara regular ( misalnya, setiap 3 jam)

Pemberian energi masih sekitar100 kkal/kgBB/hari

Pantau frekuensi nafas dan denyut nadi

Bila nafsu makan masih baik, berikan terus diet sampai pasien menolak untuk

minum

Timbang berat badan setiap hari dan nilai kenaikan berat badan rata setelah 3 hari,

a. Jika <5g/kg BB/hari, pastikan makanan diberikan dengan tepat, periksa tanda-

tanda infeksi

b. Jika terjadi peningkatan 5-10g/kgBB/hari: periksa apakah pasien dapat

menerima asupan lebih banyak

22

Page 23: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

c. Jika peningkatan >10 g/kg BB/hari: antisipasi awal pasien untuk dirujuk

menuju fase berikutnya

d. Selalu monitor tanda-tanda syok (nadi dan respiratory rate), jika ada kurangi

volume makanan

c. Fase rehabilitasi

Ketika pasien mampu menerima makanan dengan kuantitas lebih besar, pasien dapat

masuk ke dalam fase rehabilitasi yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan.

Kemudian sebaiknya pasien dirujuk untuk mengikuti program rehabilitasi nutrisi

rawat jalan, seperti TURF. Komponen penting pada fase ini adalah

Beri makanan/formula WHO (F135), jumlah tidak terbatas dan sering dengan

kandungan energi 150-220 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram

Tambahkan makanan formula, secara perlahan diperkenalkan dengan makanan

keluarga

Pemantauan: kecepatan pertambahan BB setiap minggu (timbang BB setiap

hari sebelum makan). Jika kenaikan BB kurang (<5g/kgBB/hari), evaluasi

kembali secara menyeluruh; bila kenaikan BB sedang (5-10 g/kgBB/hari),

evaluasi asupan makanan/infeksi sudah teratasi.

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat telah menyediakan suatu pedoman praktis penanganan

gizi buruk dengan muntah dengan/tanpa diare atau dehidrasi (Rencana III) sebagai berikut:

Pemberian Cairan dan Makanan untuk Stabilisasi

(Muntah dan/atau Diare atau Dehidrasi)

Segera berikan 50 ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

2 jam pertama:

a. Berikan ReSoMal 5 ml/kgBB tiap 30 menit

b. Catat nadi dan frekuensi nafas

Jika membaik, 10 jam berikutnya:

a. Teruskan pemberian ReSoMal berselang-seling dengan F75 setiap 1 jam

ReSoMal: 5-10 mL/kgBB/setiap pemberian

F75 setiap jam dengan dosis menurut BB

23

Page 24: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Catat denyut nadi, frekuensi nafas

Bila sudah rehidrasi:

a. Diare (-) : hentikan ReSoMal teruskan F75 setiap 2 jam

b. Diare (+): setiap diare berikan ReSoMal *anak <2 tahun: 50-100 ml/setiap diare

*anak ≥2 tahun: 100-200 ml/setiap diare

Bila diare/muntah berkurang, dapat menghabiskan F75, ubah pemberian dalam tiap 3

jam. Bila tidak ada diare dan anak adapat menghabiskan F75, ubah pemberian

menjadi 4 jam. Lanjutkan pemberian ASI.

Untuk fase transisi dan rehabilitasi panduannya adalah sebagai berikut:

Pemberian Cairan dan Makanan untuk Tumbuh Kejar

Pada tahap akhir fase stabilisasi

Bila setiap dosis F75 yang diberikan dengan interval 4 jam dapat dihabiskan serta edema

hilang atau minimal maka:

F75 diganti dengan F100, diberikan setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB pada F75,

dipertahankan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi, pernafasan dan asupan F100 setiap 4

jam.

Pada hari ke 3, mulai diberikan F100 dengan dosis sesuai BB pada F100. Pada jam

berikutnya, dosisnya dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu menghabiskan

jumlah yang diberikan, dengan catatan tidak melebihi dosis maksimal yang telah

ditentukan

Pada hari ke 4 diberikan F100 setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB berkisar antara

dosis minimal dan maksimal. Pemberian dipertahankan sampai hari ke 7-14 (hari

terakhir fase transisi) sesuai kondisi anak. Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi

dengan F135 dan makanan padat sesuai dengan BB anak.

24

Page 25: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Lihat kriteria pemulangan

a. Bila BB <7kg beri F135 ditambah dengan makanan lumat/lembek dari sari buah

b. Bila BB ≥7kg ditambah dengan makanan lunak/lembek dan makanan biasa serta

buah

c. Terus berikan makanan tahap rehabilitasi ini sampai tercapai BB/TB ≥ 2SD WHO

NCHS (criteria sembuh)

Adapun kriteria pulang dari rumah sakit pada pasien gizi buruk adalah

a. Selera makan sudah bagus, makanan dapat dihabiskan

b. Ada perbaikan kondisi mental

c. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri, atau berjalan, sesuai

dengan umurnya

d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5-37,5o C

e. Tidak ada muntah atau diare

f. Tidak edema

g. Terdapat kenaikan BB >5g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-turut atau sekitar 50

g/kgBB/minggu selama 2 minggu

h. Sudah berada pada kondisi gizi kurang

Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral.  Walaupun anemia biasa dijumpai,

jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan

berat badannya mulai naik  (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal

dapat memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap hari:

-      Suplementasi multivitamin

-      Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

-      Seng (Zn)  2 mg/kgBB/hari

-      Tembaga (Cu)  0.2 mg/kgBB/hari

-      Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari

25

Page 26: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

-      Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI,   

< 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat

suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A,

berikan vitamin dosis terapi.

2. Tangani infeksi HIV pada pasien

a. Memberikan obat anti retrovirus (ART: Anti Retroviral Therapy).

Pada bayi baru lahir:Pemeriksaan PCR DNA/RNA HIV dilakukan pada usia 1,2,4,6,18

bulan. Bila hasilnya positif dua kali berturut-turut selang satu bulan, maka segera berikan

ART.

Pada Anak, bila usia lebih dari 18 bulan lakukan tes antibody HIV. Bila hasil positif,

pemberian ART berdasarkan ada tidak gejala klinis dan status imun.

b. Tidak memberikan ASI karena resiko penularan.

Namun bila pemberian susu formulaatau keterbatasan kesediaan susu formula oleh

keluarga, dapat disarankan: ASI eksklusif dengan ASI perah (memeras ASI kemudian

dihangatkan) atau menggunakan ibu susuan yang HIV negatif (wet nursing), dan

dilanjutkan makanan padat setelah usia 6 bulan.

c. Pemberian Imunisasi rutin tetap dilakukan, kecuali bayi mengalami infeksi berat

hendaknya tidak diberikan vaksin hidup Polio dan BCG, kemudian bayi dirujuk ke Tim

BIHA (Bayi dengan HIV/AIDS) meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi akibat

keterbatasan fasilitas air bersih

3. Tangani komplikasi yang terjadi seperti hipoglikemia, hipotermi, dehidrasi, dan

ketidakseimbangan cairan. Tangani juga infeksi yang terjadi, seperti diare, serta beri

antibiotic profilaksis (cotrimoxazole).

26

Page 27: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas penderita

Nama : P Y A

Tempat/ tanggal lahir : Jimbaran,19 Februari 2008

Umur : 4 tahun 2 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjar Cengiling Jimbaran Badung

Agama : Hindu

Suku : Bali

Pendidikan : Belum sekolah

Pekerjaan Orang Tua : -

Tanggal Pemeriksaan : 9 April 2012

3.2 Heteroanamnesis (Ibu)

Keluhan utama

Mencret

Riwayat penyakit sekarang

Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 10 Maret 2012 pukul 22.45 wita dengan keluhan mencret

sejak 7 hari yang lalu (3 Maret 2011). Mencret dikatakan encer, disertai ampas , dengan

frekuensi (kurang lebih ) 4 kali dalam sehari, volume (kurang lebih) setengah gelas aqua setiap

buang air besar, tanpa disertai darah, lendir, dan keluhan muntah disangkal oleh pasien.

Demam juga dikeluhkan pasien sejak 7 hari bersamaan dengan gejala diare yang dialaminya dan

masih dirasakan hingga pasien masuk rumah sakit. Demam naik turun, tanpa disertai mengigil.

Pasien tidak diberi obat penurun panas. Pasien menyangkal ada riwayat kejang, gusi berdarah,

mimisan, dan berak hitam. Buang air kecil normal terakhir pukul 19.00 wita ( 10/3/2012 ).

Pasien cukup lahap minum.

27

Page 28: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Pasien dikeluhkan sariawan sejak 7 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri dikatakan

pada sariawan sehingga pasien sulit makan dan nafsu makan menurun.

Mulai umur 9 bulan dari Kartu Menuju Sehat pasien, berat badan pasien mulai menurun hingga

pada usia 25 bulan berat badan penderita selalu ada di bawah garis merah dari kartu tersebut.

Saat ini (9 April 2012) pasien tidak lagi mengeluhkan adanya demam ataupun mencret. Hanya

saja sariawan masih dikeluhkan pasien dan masih membuat pasien kesulitan untuk makan.

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat diare berulang ada sejak anak berusia (kurang lebih) 1,5 tahun. Pasien di katakan tidak

pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya tetapi pasien dikatakan berat badan terus

menurun sejak bayi. Pasien masuk rumah sakit (10 Maret 2012) dengan diagnosa gizi buruk tipe

marasmus.

Riwayat pengobatan

7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien telah berobat ke bidan untuk diare, diberikan vitamin

dan obat diare dan tidak membaik. Setelah masuk rumah sakit diberikan :

- 50 ml glukosa dengan NGT

- 50 cc ReSoMal tiap 30 menit dalam 2 jam

- 10 jam berikutnya:

a. Pemberian ReSoMal berselang dengan F75 setap 1 jam

ReSoMal: 100 cc dan F75 100 cc setiap 2 jam

- vitamin C, vitamin B kompleks dan asam folat

Riwayat penyakit dalam keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti penderita.

Riwayat persalinan

Penderita lahir spontan di ditolong dokter, usia kehamilan 7 bulan dengan berat lahir 2000 gram,

panjang badan lupa, langsung menangis, adanya kelainan berupa kandung kemih yang keluar

28

Page 29: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Riwayat imunisasi:

Riwayat imunisasi dikatakan lengkap, yaitu BCG 1 kali, Hepatitis B 3 kali, Polio 4 kali, DPT 3

kali dan campak 1 kali. BCG skar (+) di deltoid kanan.

Riwayat nutrisi:

ASI : 0 bulan – 2 tahun

Susu Formula : -

Bubur nasi + kacang hijau : 4 bulan -1 tahun

Makanan dewasa : mulai umur 1 tahun

Riwayat tumbuh kembang

Tertawa : 2,5 bulan

Mengangkat kepala : 3 bulan

Balik badan : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 13 bulan

Berbicara : 15 bulan

3.3 Pemeriksaan fisik

Status Present

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : kompos mentis

N : 100 kali/ menit, reguler, isi cukup

RR : 28 kali/ menit, reguler.

T ax. : 36,5° C

BB : 11 kg

BBI : 14 kg

TB : 93 cm

LLA : 11,5 cm

29

Page 30: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Status gizi : Waterlow = 78 % (Gizi Kurang)

Z-score= - 3 SD - -2 SD (Gizi Kurang)

Status generalis

Kepala : normocephali, UUB menutup

Mata : konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor

THT :

Telinga : sekret -/-

Hidung : napas cuping hidung (-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), pada mukosa rongga mulut tampak oral thrush

tonsil: T1/ T1, hiperemis (-).

Mulut : mukosa bibir basah (+)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening di leher dan inguinal

Thoraks

Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, Precordial Bulging (-)

Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), thrill (-)

Auskultasi : S1S2 normal reguler murmur (-)

Paru-paru

Auskultasi : bronkovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), tampak fiksasi eksterna melintang pada perut

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar :1/2-1/2, tepi tumpul

Lien : S1

Perkusi : timpani

Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-), CRT < 3 detik

30

Page 31: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

WBC : 3,82 K/μL (R= 6 – 14)

Neu : 41,6 %

Lym : 43,1 %

Mo : 6,50%

Eos : 2,2 %

Baso : 0,182 %

RBC : 4,18 x103/mikroliter (N= 4,1 – 5,3)

HGB : 8,5 gr/dl (R= 9,0 – 14,0)

MCV : 68,6 fl (R= 78 - 102)

MCH : 20,4 pg (R=25 - 35)

MCHC:29,8g/dl (R= 31 - 36)

HCT : 28,7 % (N= 45,0 – 67,0)

PLT : 184 K/μL (N= 150,0 – 450)

SERUM

Bilirubin direct : 0.03 mg/dl (N= 0,0 – 0.3)

Bilirubin indirect : 0.06 mg/dl (N= < 0.8)

SGOT : 461 U/L (T= 11-33)

SGPT : 429 U/L (T= 11-50)

Total Protein : 6.5 g/dl (N= 4 – 6)

Albumin : 3,10 g/dl (R=3.5 – 5.2)

Globulin : 3,4 g/dl (N= 3.2 – 3.7)

Hbs Ag : 0.568 coi non reaktif

Anti HCV : 0.191 coi non reaktif

Pemeriksaan elektrolit

Cholesterol : 77.00 mg/dL

HDL Direk : 19.00 mg/dL

LDL : 41.4 mg/dL

31

Page 32: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Tryglecerida : 83 mg/dL

Natrium : 128 mmol/L

Kalium : 3.35 mmol/L

Chlorida : 93 mmol/L

Calsium : 8.15 mg/dL

Pemeriksaan imunologi

CD4 : 10 sel/ mikroliter

Assesment:

SIDA Stadium III + Gizi Kurang

3.4 Follow Up Pasien

32

Terapi: a. F100: 4x300cc b. Vit. B complex 1x1 tabc. Vit C 1x1 tabd. Asam folat 1x1 tabe. Resomal 100cc bila ada mencretf. Estazor 3x120ccg. Cotrimoxazole 1x cth 1 (PO)

Page 33: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

33

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning

9/4/12 Demam -

Diare -

Status Present

KU : Cukup Baik

Kes : CM

R R : 30 x / menit

N : 100 x / menit

Tax : 36 oC

Status General :

Kepala : N Cephali

Mata : an-/- , ikt-/-,

THT : NCH +,

terpasang CPAP

Thorax : Cor : S1 S2

N reg m –

Po: Ret +

subcostal,

bves +/+

Rh -/- ,Wh -/-

Abd : dist - , BU +

N, H/L ttb

Ext : akral hangat +

CRT < 2’’ edema -

SIDA stadium III + Gizi Kurang

P/Target Mx f100: 4x300cc Vit, B complex 1x1 tabVit C 1x1 tabAsam folat 1x1 tabResomal 100cc setiap mencretEstazor 3x120ccCotrimoxazole 1x cth 1 (PO)

10/4/12 Demam -

Diare -

Status Present

KU : Cukup Baik

Kesadaran : CM

R R : 24 x / menit

N : 110 x / menit

Tax : 36,9 oC

Status General :

Kepala :

NormoCephali

Mata : Konjungtiva

pucat, ikt-/-, RP+/+

isokor

THT [ CPAP +

Thorax : Cor : S1 S2

SIDA stadium III + Gizi Kurang

Px :F100: 4x300cc + bubur 2x1 porsiCotrimoxazole 1x cth 1 (PO)Vit, B complex 1x1 tabVit C 1x1 tabAsam folat 1x1 tabResomal 100cc setiap mencretEstazor 3x120cc (PO)

Page 34: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Pediatri dan terinfeksi virus HIV memiliki permasalahan yang kompleks dimana dalam

hal diagnosis dan penatalaksanaan yang harus diberikan haruslah bersinergi dengan keadaan

umum pasien anak tersebut. Pada pasien dengan gizi buruk kita harus memperbaiki gizi buruk

yang dialami pasien tersebut yang nantinya akan berefek sinergis dengan penatalaksanaan pada

pasien AIDS.

Pasien ini datang ke rumah sakit dengan keluhan mencret dan telah diberikan pengobatan diare.

Pasien ini juga memiliki riwayat sebelumnya dari umur 1,5 tahun pernah mengalami mencret dan

sering berulang. Dimana sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada bahwa terjadinya diare yang

terus berulang, ada baiknya kita mencurigai pasien tersebut terinfeksi virus HIV, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan fisik, DL dan juga pemeriksaan CD4.

Diagnosis

Pada pasien ini ada dua diagnosis yang harus kita tegakkan yaitu penilaian mengenai

diagnosis AIDS serta penilaian mengenai nilai gizi dari pasien tersebut. Hal tersebut dapat

kita lakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta beberapa hasil pemeriksaan

penunjang yang dilakukan.

Pasien Tinjauan Pustaka

Anamnesis

- Pasien dikeluhkan mencret

sejak 7 hari yang lalu sebelum

masuk rumah sakit dengan

frekuensi (kurang lebih ) 4 kali

dalam sehari, tanpa disertai

darah, lendir , dan pasien tidak

mengalami muntah.

- Demam naik turun sejak 7 hari

sebelum masuk rumah sakit.

- Sariawan sejak 7 hari yang lalu

Anamnesis

- Pada pasien HIV/AIDS dapat terjadi diare

persisten dan infeksi yang berulang yang

ditandai demam yang naik turun. Hal ini

diakibatkan karena menurunnya sel

limfosit CD4 dan monosit/makrofag

sehingga terjadi depresi sistem imun

sehingga akan sangat mudah terjadi infeksi

oportunistik pada pasien HIV.

- Pasien dapat mengalami sariawan karena

mengalami defisiensi salah satu zat

34

Page 35: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

sebelum masuk rumah sakit,

terasa nyeri pasien sulit

makan dan nafsu makan

menurun.

- Mulai umur 9 bulan dari kartu

menuju sehat pasien, berat

badan mulai menurun hingga

pada usia 25 bulan berat badan

penderita selalu ada di bawah

garis merah dari kartu tersebut.

Pemeriksaan Fisik

- Pasien tampak kurus

- Status gizi : 78 %

(menurut waterlow); z score -

3SD - - 2SD

- Terdapat hepatomegali

- Terdapat pembesaran kelenjar

getah bening di aksila dan

inguinal

- Terdapat oral thrush pada

rongga mulut

mikronutrien yaitu Vitamin C akibat

malabsorpsi yang terjadi pada pasien dan

adanya lesi oral akibat infeksi candida.

- Penilaian gizi yaitu terjadi keluhan

penurunan badan yang cukup signifikan.

Status gizi buruk dapat terjadi pada pasien

HIV/AIDS akibat asupan nutrisi yang

berkurang, malabsorpsi dan diare kronis

yang terjadi pada pasien.

-

Pemeriksaan Fisik

- Dapat terjadi demam yang berulang akibat

dari infeksi oppurtinistik

- Terjadi limfadenopati generalisata:

pembesaran kelenjar pada 2 atau lebih

ekstra inguinal tanpa kausa yang jelas

- Pembesaran hepar tanpa kausa yang jelas

- Anak tampak kurus, seperti tulang

dibungkus kulit, wajah seperti orang tua,

kulit keriput, perubahan mental cengeng

dan rewel.

- Pemeriksaan status gizi berdasarkan

waterlow sebesar 78% menunjukkan gizi

kurang serta kurva WHO diantara -3SD - -

2SD menunjukkan gizi kurang

-

35

Page 36: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Pemeriksaan penunjang

- Leukopenia

- Kadar CD 4 yang rendah (10

sel/mm3)

- Anemia hipokromik mikrositer

- Peningkatan SGOT & SGPT

- Penurunan Albumin Serum

Pemeriksaan penunjang

- Pasien dengan HIV terjadi leucopenia

akibat sel tersebut, khususnya limfosit T

CD4 menjadi sel inang tempat replikasi

virus HIV

- Pemeriksaan CD4 utk mengetahui status

immunosupresi. Kadar CD4 pasien masuk

dalam kategori supresi berat (<500 mm3)

- Anemia hipokromik mikrositer dapat

terjadi akibat asupan nutrisi FE yang

kurang atau akibat malabsorpsi akibat diare

- Penurunan albumin serum terjadi pada

pasien dengan gizi buruk akibat asupan

protein yang kurang

Diagnosis

SIDA Stadium III + Gizi Kurang

Diagnosis

Pasien ini didiagnosis SIDA stadium III sesuai

dengan keadaan klinis yang sesuai dengan SIDA

Stadium III yang dialami pasien yaitu adanya

malnutrisi sedang, terdapat oral thrush, anemia

tanpa kausa yang jelas. Sedangkan diagnosis gizi

kurang ditegakkan melalui pemeriksaan ditemukan

status gizi pasien menurut WHO yaitu gizi kurang

dengan Z-Score (-3 SD - -2 SD) atau menurut

Waterlow dengan persentase 78%.

36

Page 37: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan HIV

Pada pentalaksanaan pasien gizi buruk dengan AIDS banyak hal yang perlu

dipertimbangkan pada pemberian infeksi virus HIV dengan ARV memiliki resiko

diantaranya resiko resistensi obat, kemungkinan resiko interaksi obat-obat akibat infeksi

oppurtinitik lainnya, kemungkinan resiko obat dan akibat pada keluhan penurunan nafsu

makan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya monitor klinis dan imunologis yang baik,

selain itu diperlukan pula perhatian terhadap tumbuh, ketaatan minum obat dan efek

samping obat. Maka dilakukan penatalaksanaan komperhensif yang dilakukan untuk pasien

ini dimana kita perbaiki status gizinya terlebih dahulu sehingga nantinya resiko buruk

pemberian ARV yang kita takutkan dapat merusak hati dan beberapa resiko lainnya tidak

terjadi.

Oleh karena itu kita lakukan tatalaksana sesuai dengan algoritma pada tinjauan pustaka dan

kita lakukan fase stabilisasi, fase transisi serta fase rehabilitasi dan kita nilai kondisi pasien

dengan nilai darah lengkap serta Serum pasien untuk nantinya kita dapat melakukan

penatalaksanaan infeksi virus HIV tersebut.

Pasien dengan perbaikan status gizi dengan monitoring yang tepat kita dapat memberikan

terapi ARV. Dimana ada beberapa Indikasi Pengobatan Anti Retrovirus pada Anak:

1. Diagnosis infeksi HIV (+)

2. Gejala Klinis Stadium I-IV

3. Status Imunosupresi 2 atau 3

4. Semua bayi dengan diagnosis HIV (+) kurang dari 12 bulan

5. Usia = 1 tahun tanpa gejala klinis dan status imun normal

· Opsi 1 berikan terapi antiretrovirus

· Opsi 2 berikan terapi antiretrovirus bila resiko progresivitas tinggi, namun bila resiko

rendah pemberian ARV ditunda sambil memonitor status klinis, imunitas dan virology

untuk melihat perubahan resiko progresivitas.

Dalam laporan kasus pasien didiagnosis dengan SIDA stadium III, berdasarkan kriteria di

atas pasien seharusnya sudah mendapatkan terapi ARV, tetapi dalam kasus pasien belum

mendapatkan pengobatan ARV. Pada pemeriksaan LFT, didapatkan SGOT dan SGPT yang

37

Page 38: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

sangat tinggi. Pengobatan dengan menggunakan ARV khususnya golongan NRTI dapat

menyebabkan hepatomegali berat dan membuat kerusakan hati.

Oleh karena itu diperlukan suatu pengobatan untuk mengembalikan fungsi hati pasien untuk

menjadi normal kembali. Salah satu cara adalah dengan memberi pengobatan Estazor (asam

ursodeoxycholic) yang secara klinis dapat memperbaiki LFT dan menurunkan

progresivisitas penyakit liver. Selain itu diperlukan pengobatan profilaksis terhadap infeksi

pada pasien dengan HIV/AIDS. Untuk pengobatan profilaksis infeksi dianjurkan pemberian

kotrimoksasol.

b. Penatalaksanaan malnutrisi

Oleh karena pasien masih belum dapat menerima ARV maka terapi difokuskan untuk

mengatasi masalah malnutrisi pada pasien terlebih dahulu. Ketika pasien masuk rumah sakit

pasien didiagnosa dengan gizi buruk dengan status gizi menurut waterlow sebesar 69% dan

z score < -3SD. Oleh karena pasien datang dengan keluhan diare tanpa tanda syok dan

letargi maka sesuai tatalaksana gizi buruk Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, pengobatan

pasien masuk dalam rencana III:

a. 50 ml glukosa dengan NGT

b. 50 cc ReSoMal tiap 30 menit dalam 2 jam

c. 10 jam berikutnya:

Pemberian ReSoMal berselang dengan F75 setap 1 jam

ReSoMal: 100 cc dan F75 100 cc setiap 2 jam

d. Tablet besi, vitamin C, vitamin B, asam folat

Pada follow up tanggal 9 April 2011, diagnosis pasien adalah gizi kurang dan pada saat ini

pasien sudah memasuki masa transisi di mana pasien sudah mendapat F100 4x300cc. Sesuai

dengan dosis pemberian F100 menurut berat badan (BB pasien adalah 11 kg), pemberian

dan frekuensi F100 yang diberikan sudah tepat. Bila pasien mengalami mencret kembali,

ReSoMal kembali diberikan sebanyak 100 cc. Pada follow up hari selanjutnya pasien mulai

diberikan makanan lumat (bubur nasi) sebagai tambahan selain F100. Hal ini menandakan

pasien sudah mulai memasuki masa rehabilitasi dan perlu dipikirkan untuk memulangkan

pasien dengan menyesuaikan dengan kriteria. Selain makronutrien pasien juga harus

38

Page 39: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

mendapat asupan gizi mikronutrien, oleh karena itu pasien juga diberikan vitamin B

kompleks, vitamin C, dan asam folat.

39

Page 40: Responsi Gizi Buruk Dengan Sida Fix

BAB V

PENUTUP

Menangani gizi buruk pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS bukanlah suatu hal yang mudah.

Infeksi oportunistik dan gejala lainnya kerap sekali menghalangi pasien untuk memulihkan status

gizinya. Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi

HIV. Setiap tahun sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke

anak (penularan vertikal). Malnutrisi dapat terjadi akibat asupan nutrisi yang kurang

(ketersediaan pangan yang kurang, malabsorpsi, dan diare kronis mengakibatkan banyak nutrisi

yang hilang) dan banyaknya kalori yang diperlukan akibat reaksi inflamasi yang terjadi dalam

tubuh.

Penanganan gizi buruk pada pasien pediatri dengan HIV positif tidaklah berbeda bila

dibandingkan dengan pasien pediatri dengan HIV negative. WHO telah membuat panduan yang

dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah gizi buruk ini dengan melalui 3 fase, yaitu fase

stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi. Selain makronutrien yang diperoleh melalui pemberian

formula WHO, pasien gizi buruk juga harus diberi pengobatan terhadap defisiensi mikronutrien

seperti besi, asam folat, zync, Vit B kompleks, Vit C, Vit A, dll. Penanganan terhadap HIV yaitu

dengan memberikan ARV dan menangani infeksi yang telah terjadi dan mencegah terjadinya

infeksi dengan pemberian antibiotik profilaksis.

40