Responsi DM Fix

108
BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini terjadi suatu fenomena pergeseran piramida penduduk akibat adanya population ageing yang ditandai dengan peningkatan proporsi penduduk lanjut usia (usia lebih dari sama dengan 60 tahun) dibandingkan kelompok usia lainnya. Berdasarkan data United Nation tahun 2013, jumlah lansia secara global mencapai 554 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. 1 Sepanjang kehidupan, nutrisi merupakan penentu yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi fisik dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan panjangnya usia. Status nutrisi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada usia lanjut. Kecenderungan pola diet saat ini di negara-negara yang sedang berkembang adalah menuju diet tinggi lemak yang ikut menambah risiko penyakit kronik. Pada saat yang sama, perubahan sosial dan demografi menempatkan usia lanjut pada risiko ketidakamanan makanan dan malnutrisi. 3 Penyebab kematian utama pada usia lanjut di seluruh dunia adalah penyakit vaskular dan penyakit kronik yang menyertainya. Upaya-upaya pencegahan penyakit-penyakit ini dilakukan melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan tidak merokok atau 1

description

sign n symptoms

Transcript of Responsi DM Fix

BAB I

PENDAHULUANDewasa ini terjadi suatu fenomena pergeseran piramida penduduk akibat adanya population ageing yang ditandai dengan peningkatan proporsi penduduk lanjut usia (usia lebih dari sama dengan 60 tahun) dibandingkan kelompok usia lainnya. Berdasarkan data United Nation tahun 2013, jumlah lansia secara global mencapai 554 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat.1 Sepanjang kehidupan, nutrisi merupakan penentu yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi fisik dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan panjangnya usia. Status nutrisi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada usia lanjut. Kecenderungan pola diet saat ini di negara-negara yang sedang berkembang adalah menuju diet tinggi lemak yang ikut menambah risiko penyakit kronik. Pada saat yang sama, perubahan sosial dan demografi menempatkan usia lanjut pada risiko ketidakamanan makanan dan malnutrisi.3 Penyebab kematian utama pada usia lanjut di seluruh dunia adalah penyakit vaskular dan penyakit kronik yang menyertainya. Upaya-upaya pencegahan penyakit-penyakit ini dilakukan melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan tidak merokok atau salah guna obat. Sayangnya, bersamaan dengan pesatnya peningkatan populasi usia lanjut, juga terdapat bukti perubahan perilaku dan pola aktivitas fisik yang meningkatkan risiko timbulnya penyakit kronik. Peningkatan jumlah lansia berdampak langsung pada meningkatnya kejadian penyakit kronis salah satunya Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. WHO menyebutkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan sehingga meningkatkan risiko DMT2 pada lansia.2Serangkaian proses penuaan pada lansia menyebabkan kelompok ini lebih rentan mengalami komplikasi-komplikasi terkait DMT2 baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Dari komplikasi diabetes yang ada, perkembangan penyakit ginjal diabetik adalah salah satu komplikasi yang sering muncul (40%) dan mungkin merupakan yang paling buruk jika dilihat dari kualitas hidup pasien selanjutnya dan angka kelangsungan hidupnya.3 Komplikasi lain yang juga sering terjadi diantaranya neuropati perifer, retinopati dibetika, dan diabetic foot. Akibat perubahan kondisi fisiologi tubuh yang dialami lansia, beberapa komplikasi yang disebutkan tadi dapat berkembang dalam waktu singkat dan secara signifikan mempengaruhi status fungsional lansia.4 Oleh karenanya diperlukan perhatian khusus dalam mengevaluasi komplikasi diabetes pada lansia.

Bila dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, lansia dengan DMT2 dihadapkan dengan risiko terjadinya sindrom geriatri yaitu sekumpulan kondisi yang meliputi polifarmasi, depresi, gangguan kognitif, inkontinensia urin, nyeri kronik, dan risiko jatuh. Keadaan ini dapat menyulitkan management diabetes pada lansia. Seperti misalnya, kontrol glukosa terlalu ketat dapat menyebabkan pasien mengalami hipoglikemi, dimana hipoglikemai pada lansia mempercepat terjadinya demensia dan meningkatkan risiko jatuh. Lansia memiliki risiko lebih besar mengalami depresi yang dapat menyebabkan terjadinya apati terhadap pengobatan sehingga sangat mempengaruhi efektivitas pengobatan diabetes. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan terkait perubahan farmakokinetik. Pada lansia fungsi ginjal dan hati mengalami penurunan signifikan dan karenanya akan mempengaruhi metabolism obat.4 Terkait dengan permasalahan diatas hendaknya dilakukan pendekatan khusus dalam penanganan DMT2 pada lansia yang disesuaikan dengan karakteristik klinis dan fungsional pasien.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Tipe 22.1.1 Defini dan Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.4 Diabetes dapat diklasifikasikan menjadi empat secara umum,4 yaitu:

1. Diabetes tipe 1 yang merupakan 5 10% dari kasus diabetes adalah diabetes yang terjadi karena perusakan sel beta pancreas akibat reaksi autoimun sehingga terjadi defisiensi insulin absolut.

2. Diabetes tipe 2 yang merupakan 90 95% dari kasus diabetes yang terjadi akibat resistensi insulin yang memicu defisiensi insulin relatif.

3. Diabetes mellitus gestational merupakan kasus diabetes yang didiagnosis pertama kali pada seseorang yang sedang hamil pada trisemester kedua atau ketiga yang dapat menghilang setelah kehamilan ataupun menetap.

4. Diabetes tipe spesifik karena penyebab lain merupakan diabetes yang disebabkan karena hal lain seperti sindrom diabetes monogenic, kelainan pada kelenjar eksokrin pancreas, diabetes yang terinduksi oleh obat obatan atau bahan kimia.

2.1.2Epidemiologi

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Di Wilayah negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya menonjol, seperti Singapura, insiden diabetes mengalami peningkatan. Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di beberapa Negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena mereka memang lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, Indian Prima di AS, orang Meksiko yang ada di AS, bangsa Creole di Mauritius dan Suriname, penduduk asli Australia dan imigran India di Asia. Prevalensi tinggi juga terjadi di Malta, Arab Saudi, Indian Canada dan Cina di Mauritius, Singapura dan Taiwan. Di Indonesia insiden diabetes berkisar antara 1,4&-1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa di dekat Semarang, dan di Manado 6%. Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14, 7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Di Jakarta tahun 2006, prevalensi DM di lima wilayah di Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%.52.1.3Etiologi

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.4

Genetika : toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetik. Oleh karena itu DM II merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik berganda yang berinteraksi dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip tersebut koordinasi genetik pada DM tipe 2 pada kembar identik mendekati 90%. 6 Resistensi insulin

Mekanisme mayor resistensi insulin pada otot skeletal meliputi gangguan aktivasi sintase glikogen , disfungsi regulator metabolisme, reseptor doen-regulation, dan abnormalitas transporter glukosa.6 Meningkatkan penurunan ambilan glukosa selular yang dimediasi oleh insulin.6 Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin, yang biasanya berespon terhadap hiperglikemia dengan menurunkan produksi glukosa. Pada DM II, produksi glukosa hepar terus berlangsung meskipun terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan keluaran glukosa hepar basal secara tidak tepat.6 Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung dengan peningkatan derajat resistensi insulin.6 Disfungsi sel beta

Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet) penkreas menghasilkan insulin yang memadai untuk menyediakan insulin yang cukup setalah sekresi insulin dipengaruhi.6 Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin tidak responsif terhadap glukosa karena toksisitas glukosa.6 Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase. Fase pertama terjadi dalam beberapa menit setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cvadangan insulin yang disimpan dalam sel beta; fase dua merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis dalam beberapa jam setelah makan. Pada DM II, fase pertama pelepasan insulin sangat terganggu.6 Fungsi sel beta (termasuk fase awal sekresi insulin) dan resistensi insulin membaik dengan penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik.6Beberapa faktor risiko DM sebagai berikut:4

Usia > 45 tahun

BB > 110% berat badan ideal atau IMT > 23kg/m2

Hipertensi ( > 140/90 mmHg)

Riwayat DM

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau berat badan lahir bayi > 4 kg.

Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL

2.1.4Patofisiologi

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya diabetes melitus tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas, dan tingginya kadar asam lemak bebas. Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu;51. Resistensi terhadap insulin

Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada diabetes melitus tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 - 60 % daripada orang normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara non oksidatif(pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2. Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistensi insulin. Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi.5 Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel pankreas. 52. Defek sekresi insulin

Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes melitus tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2 sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea. Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.53. Produksi glukosa hati

Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas. Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon. 52.1.5Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari penyakit diabetes mellitus merupakan akibat dari intoleransi glukosa progresif. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur serta komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer). Keluhan lain pada penyakit Diabetes Melitus ialah keluhan:5- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul

- Kelainan ginekologis : keputihan

- Kesemutan, rasa baal

- Kelemahan tubuh

- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

- Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata. Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas DM, yaitu poliuria akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun. 52.1.6Diagnosis

Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. hasl pemeriksaan kadar glukosa darh puasa > 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kal saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/d.5,6,7Anamnesis

Pertanyaan-pertanyaan yang biasa ditanyakan pada saat anamnesis diabetes adalah gejala-gejala khas diabetes serta komplikasi yang biasa sudah menyertainya pada saat diagnosis. Pertanyaan yang dapat diajukan antara lain : 6,7 Poliuria. Apakah pasien merasakan volume urin yang meningkat. Biasanya sering disertai dengan adanya nokturia yang membangunkan pasien dari tidurnya dan sering menganggu kualitas tidur.

Polidipsia. Tanyakan apakah pasien sering merasa haus. Polidipsia disebabkan oleh banyaknya volume urin yang dikeluarkan.

Poliphagia. Tanyakan apakah pasien sering merasa lapar.

Penurunan berat badan.

Neuropati. Tanyakan apakah pasien mengalami kesemutan, hilang rasa pada bagian distal tubuh seperti kaki.

Infeksi. Tanyakan apabila pasien mendapat luka, apakah luka tersebut sukar sembuh, terutama pada bagian kaki..

Retinopati. Tanyakan pada pasien apakah ia mengalami gangguan penglihatan.

Pemeriksaan Fisik

Sebagai tambahan dari pemeriksaan fisik komplit pada umumnya, perlu diberikan perhatian khusus pada aspek-aspek yang berkaitan dengan DM seperti BMI, pemeriksaan mata, tekanan darah ortostatik, pemeriksaan kaki, pemeriksaan denyut perifer. Tekanan darah > 130/80 mHg sudah dianggap sebagai tekanan darah tinggi pada pasien dengan diabetes. Pemeriksaan ektremitas bawah yang teliti dilakukan untuk melihat adanya neuropati perifer, calus, infeksi jamur superficial, penyakit kuku, reflex APR KPR, dan bentuk kaki yang abnormal (hammer atau claw toes, dan charcoat foot). Dinilai juga kemampuan untuk merasakan sentuhan menggunakan benang monofilament dan kemampuan untuk menentukan letak sakit/tusukan (pinprick) untuk menentukan seberapa parah neuropati perifernya. Penyakit periodontal, gigi, dan gusi lebih sering terjadi pada pasien DM, sehingga juga harus diperiksa.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan glukosa dan badan keton dalam kemih , juga glukosa plasma atau darah dari sampel yang diambil dalam keadaan basal dan sesudah pemberian glukosa sangat penting dalam evaluasi pasien diabetes Uji untuk hemoglobin glikosilasi telah terbukti bermanfaat untuk evaluasi awal dan dalam penilaian efektivitas terapi. Pada keadaan- keadaan tertentu, pengukuran kadar insulin atau peptida C dan kadar hormon-hormon lain yang terlibat dalam homeostasis karbohidrat (misal, glukagon, hormon pertumbuhan) mungkin berguna. Dari pandangan tingginya risiko aterosklerosis pada diabetes, maka penentuan kadar kolesterol serum (termasuk fraksi HDL yang menguntungkan) dan trigliserida dapat membantu. Dari tiga pengukuran ini dapat dibuat perkiraan kadar LDL. 6,71. Urinalisisa. GlikosuriaApapun metode yang dipakai, terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan pemakaian glukosa kemih sebagai petunjuk glukosa darah. Yang pertama, kadar glukosa kemih dalam kandung kemih mencerminkan kadar glukosa saat kemih dibentuk. Oleh sebab itu, spesimen yang pertama dikeluarkan di pagi hari mengandung glukosa yang diekskresi sepanjang malam dan sama sekali tidak mencerminkan kadar glukosa darah pagi hari. Sedikit perbaikan dalam korelasi glukosa kemih dengan glukosa darah dapat diperoleh jika pasien "berkemih dua kali"yaitu, mengosongkan kandung kemih seluruhnya, membuang sampel, dan kemudian berkemih lagi kira-kira setengah jam kemudian, dan hanya sampel kedua ini yang diuji kandungan glukosanya. Akan tetapi, kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih seluruhnya (volume residu besar), masalah-masalah dalam memahami instruksi, dan ketidaknyamanan mengurangi manfaat dari uji ini. Pemantauan kadar glukosa darah sendiri telah menggantikan pemeriksaan kadar glukosa kemih pada kebanyakan penderita DMTI dan sebagian pasien DMTTI (khususnya yang mendapat terapi insulin). Tersedia beberapa produk komersial untuk menentukan adanya glukosa dan jumlahnya dalam kemih. Penilaian glikosuria di samping tempat tidur yang sudah lama dan sulit dengan tablet Clinitest kini telah diganti dengan metode carik celup yang lebih cepat, mudah dan spesifik glukosa. Metode ini menggunakan carik kertas (Clinistix, Diastix, Tes- Tape) yang diimpregnasi dengan enzim (glukosa oksidase dan hidrogen peroksidase) dan suatu zat warna kromogenik yang akan menjadi pucat dalam keadaan tereduksi. Terbentuknya hidrogen peroksida di bawah pengaruh enzim akan mengoksidasi zat warna untuk menghasilkan warna yang intensitasnya bergantung pada kadar glukosa. Uji carik celup ini peka terhadap kadar glukosa sekecil 0,1 % glukosa(100 mg/dL) tetapi tidak bereaksi terhadap umlah kecil glukosa yang biasanya terdapat dalam :emih. Carik kertas dapat mengalami kerusakan ika terpapar udara, kelembaban dan panas yang lebat, dan perlu disimpan dalam tabung kedap udara jika tidak digunakan. Hasil negatif palsu dapat liperoleh bilamana ada alkaptonuria dan bila zat-zat tertentu seperti asam salisilat atau askorbat di- consumsi berlebihan. Semua hasil negatif palsu ini erjadi akibat bahan-bahan pereduksi kuat yang lapat mengganggu oksidasi kromogen.b. KetonuriaDalam keadaan tidak ada insulin dalam jumlah cukup, maka tiga badan keton" utama dibentuk dan diekskresi ke dalam kemih: asam -hidroksibutirat, asam asetoasetat. dan aseton. Produk-produk komersil untuk menguji adanya keton dalam kemih kini tersedia. Tablet Acetest, Ketostix, dan Keto-Diastix menggunakan suatu reaksi nitroprusida yang hanya mengukur aseton dan asetoasetat. Dengan demikian, uji-uji ini dapat keliru mengarahkan bila asam -hidroksibutirat merupakan metabolit yang dominan. Kondisi-kondisi lain di samping ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan badan-badan keton tampil dalam kemih; antara lain kelaparan, diet tinggi lemak, ketoasidosis alkoholik, demam, dan kondisi lain di mana kebutuhan metabolik meningkat.c. Proteinuria

Proteinuria seperti yang ditemukan pada pemeriksaan carik celup rutin seringkali menjadi tanda pertama komplikasi diabetes pada ginjal. Jika proteinuria terdeteksi, maka perlu dilakukan analisis kumpulan kemih 24 jam untuk menentukan derajat proteinuria (individu normal mengekskresikan < 30 mg protein per hari) dan laju ekskresi kreatinin kemih; pada saat yang sama, kadar kreatinin serum perlu ditentukan sehingga bersihan kreatinin (suatu perkiraan dari laju filtrasi glomerulus) dapat dihitung. Pada beberapa kasus kelak terjadi proteinuria yang berat (3-5 g/hari) dengan gejala-gejala sindroma nefrotik lain seperti edema, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. 6,7d. MikroalbuminuriaAlbumin kemih kini dapat dideteksi dalam hitungan mikrogram menggunakan metode radioimmunoassay yang lebih peka daripada metode carik celup yang batas deteksi minimalnya adalah 0,3- 0,5%. Kumpulan kemih 24-jam konvensional menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien, dan di samping itu juga memperlihatkan variabilitas ekskresi albumin disebabkan beberapa faktor se perti berdiri larra protein dalam diet, dan latihan fisik cenderung meninggikan lajuekskresi albumin. Karena alasan-alasan inilah banyak klinik lebih suka melakukan pemeriksaan penyaring dengan suatu kumpulan kemih semalam yang diberi batasan waktu yaitu mulai dari saat menjelang tidur, di mana kemih dibuang dan jam dicatat. Pengumpulan kemih diakhiri saat kandung kemih dikosongkan di pagi hari. dan kemih ini serta kemih yang dikeluarkan dalam semalam, ditera terhadap albumin. Subjek normal mengekskresikan kurang dari 15 g/menit dalam pengumpulan kemih semalam; angka di antara 20 dan 200 g/menit atau lebih menggambarkan mikroalbuminuria abnormal yang mungkin merupakan prediktor dini dari perkembangan nefropati diabetik.2. Pemeriksaan Glukosa Darah

a. Angka NormalNilai normal glukosa darah puasa bervariasi antara 60 hingga 110 mg/dL (3,3-6,1 mmol/L). Kadar plasma atau serum adalah 10-15% lebih tinggi karena komponen-komponen struktural sel darah dihilangkan, sehingga akan lebih banyak glukosa per unit volume. Jadi, nilai normal glukosa plasma atau serum puasa adalah 70-120 mg/dL (3,9-6,7 mmol/L). Secara klinis, pengukuran glukosa plasma atau serum lebih sering digunakan karena bebas dari hematokrit, lebih dekat dengan kadar glukosa ruang jaringan interstisial, dan memudahkan prosedur analisis otomatis. Nilai normal glukosa plasma atau darah yang sudah diterima memerlukan koreksi usia sebesar 1 mg/dL (0,056 mmol/L) per tahun usia di atas 60 tahun. Jadi kadar glukosa plasma puasa pada orang tua non-diabetes berkisar antara 80 hingga 150 mg/dL (4,4-8,3 mmol/L). 6,7Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu

plasma vena< 110110 199>200

darah kapiler200

Kadar glukosa darah puasa

plasma vena< 110110 125>126

darah kapiler110

b. Sampel Darah VenaSampel perlu diletakkan dalam tabung yang mengandung natrium fluorida yang akan mencegah glikolisis dalam darah sampel dan dapat menurunkan kadar glukosa yang diukur. Jika tabung seper ini tidak tersedia, maka sampel perlu dipusing da lam waktu 30 menit sesudah diambil dan plasma atau serum disimpan pada suhu 4 C.Metode laboratorium yang biasa digunakan untuk menentukan glukosa plasma menggunaka metode enzimatik (misal, glukosa oksidase atau heksokinase), metode kolorimetrik (misal, o-tolui din) atau metode otomatis. Metode otomatis memanfaatkan reduksi dari senyawa tembaga atau be dengan mereduksi gula dalam serum dilisis. Cara ini mudah tetapi tidak spesifik terhadap glukosa karena juga bereaksi dengan bahan-bahan pereduksi lainnya (yang meningkat pada keadan azotem atau asupan asam askorbat yang tinggi). 6,7c. Sampel Darah KapilerTerdapat beberapa metode carik kertas (glukosa oksidase) untuk mengukur glukosa darah kapiler Semuanya sudah diadaptasi untuk pemakaian mudah dalam bentuk meter pengukur bertenaga baterai yang dapat dibawa-bawa dengan bacaan digital Suatu perangkat uji carik, Chemstrip bG, dilengkap; suatu bagan warna untuk perbandingan visual dan perkiraan kadar glukosa darah. Meter pengukur yang lebih konvensional (misal, Glucometer, Glu- coscan, Glucocheck, Diascan, atau AccuChek memerlukan penentuan waktu yang tepat oleh pengguna serta pembersihan carik kertas dari jejas- jejas darah dengan teliti sebelum pembacaan warna Alat-alat generasi kedua (misal, One Touch II, ExacTech) telah menghapus dua sumber kesalahan teknis ini dengan penentuan waktu secara otomatis dan memungkinkan kuantitasi kolorimeter tanpa membersihkan darah. Untuk memantau kadar glukosa darahnya sendiri, pasien harus menusuk jarinya dengan lanset kecil (misal, Monolet), yang dapat dipermudah pemakaiannya dengan alat pelatuk plastik kecil (misal, Autolet, Penlet). Dengar instruksi teknik yang tepat, pasien dapat memperoleh pengukuran kadar glukosa darah sendiri yang akurat dan dapat diandalkan, yang sangat bernila untuk penatalaksanaan diabetes jangka panjang Metode ini juga sangat bermanfaat untuk para profesional kesehatan dalam penatalaksanaan di samping tempat tidur pasien DM serius yang dirawat dirumah sakit.6,73. Uji Toleransi Glukosa OralTes ini digunakan untuk mendiagnostik DM awal secara pasti, namun tes ini tidakdibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan manifestasi klinik DM dan hiperglikemia. Persiapan Uji :Guna mengoptimalkan sekresi insulin dan efektivitasnya, terutama bila pasien tengan menjalani seatu diet rendah karbohidrat, maka jumlah minimum 150-200 g karbohidrat per hari perlu dimasukan dalam diet selama 3 hari sebelum menjalani uji.pasien tidak boleh memakan apapun sesudah tengah malam sebelum hari pengujian. Prosedur Uji :Kadar glukukosa diukur sebelum dan sesudah membebanan 75 g glukosa. Orang dewasa diberikan glukosa 75 g dalam 300 mL air, sedangkan anak anak mendapat 1,75 g glukosa per kilogram berat badan ideal. Beban glukosa dikonsumsi dalam 5 menit. Kadar glukosa diukur setiap jam selama 2 jam setelah pemberian glukosa. Interpretasi: Pada keadaan sehat, kadar glukosa puasa individu yang dirawat jalan dengan toleransi glukosa normal adalah 70 hingga 110 mg/dL. Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa akan meningkat pada awalnya namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam atau dengan kata lain glukosa plasma pu8asa kurang dari 115 mg/dL dan setelah 2 jam kadarnya akan turun dibwah 140 mg/dL dan nilai nilai dari sampel lainnya tidak ada yang melampaui 200 mg/dL (National Diabetes Data Group Criteri). Hasil hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien yang mal nutrisi pada saat pengujian, berbaring ditempat tidur, atau terserang suatu infeksi atau suatu stress emosional yang berat. Diuretika, kontraseptif oral, glukokortikoid, tiroksin yang berlebihan, fenitoin, asam, nikotinat, dan beberapa obat psikoteropik juga dapat menyebabkan hasil positif palsu.Untuk menukur kadar insulin saat melakukan uji toleransi glukosa, maka serum atau plasma perlu dipisahkan dalam waktu 30 menit sesudah pengambilam spesimen sebelum diassay. Kadar insulin imunoreaktif normal berkisar antara 5 - 20U/mL dalam keadaan puasa, dan mencapai 50 130 U/mL sesudah satu jam, dan biasanya turun kembali dibawah 30U/mL sesudah 2 jam. Kadar insulin selama TTGO jarang memiliki manfaat klinis karena alasan-alasan berikut ini : bila kadar glukosa puasa melampaui 120 mg.dL, hiperinsulinemia dapat timbul secara terlamabat sebagai akibat resistensi insulin pada penderita DM II; akan tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan ataupun fase-fase awal dari DM I dimana pelepasan insulin dini yang lambat dapat menyebabkan hiperglikemia tertunda yang dapat merangsang pelepasan insulin berlebihan setelah 2 jam.6,7

Gambar 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus82.1.7 Diagnosis Banding

1. Diabetes Melitus tipe I

Merupakan bentuk diabetes yang berat dan disertai ketosis pada kasus kasus yang tidak tertangani. DM ini sering dijumpai pada orang muda tetapi dapat pula pada orang dewasa. Penderita akan mengalami gangguan metabolik di mana todak ada insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel sel beta pankreas gagal berespon terhadap semua rangsangan insulinogenik yang telah diketahui. Tanpa adanya insulin; hati, otot, dan jaringan lemak gagal mengambil zat zat gizi yang telah diabsorpsi dan bahkan terus melanjutkan pengeluaran glukosa, asam amino, dan asam lemak ke dalam aliran darah dari depot cadangan masing masing. Kemudian perubahan metabolisme lemak pun mengakibatkan akumulasi benda benda keton.5

2. Sindrom MetabolikObesitas sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang teijadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan vis- ceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.DislipidemiaDislipidemia yang khas pada sindrom metabolic ditandai dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma diperkirakan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke dalam hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.HipertensiResistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.2.1.8 PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada pasien dengan diabetes mellitus Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: pertama terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat ati diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi nom farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.51. Edukasi

Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya komplikasi terutama PJK. Diperlukan tenaga trampil yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis. Di luar negri tenaga tersebut sudah ada disebut diabetes educator yang terdiri dari dokter, perawat. Ahli gizi atau pekerja social dan lain lain yang berminat. Di Indonesia sejak tahun 1933 telah diselenggarakan kursus penyuluh diabetes yang sampai saat ini masih berlangsung secara teratur. Kursus itu ternyata mendapat sambutan luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaan nya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam suatu instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sahari dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk beluk tentang diabetes. Isi dari penyuluhan diabetes mengenai pengenalan mengenai diabetes mellitus, perencanaan makan, latihan jasmani, pengenalan tentang obat obatan yang dipakai serta pemantauan laboratorium baik urin maupun gula darah.5,6,72. Terapi Nutrisi Medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: .5,6,71. menurunkan berat badan

2. menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

3. menurunkan kadar glukosa darah

4. memperbaiki profil lipid

5. meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

6. memperbaiki system koaguasi darah

Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: .5,6,71. kadar glukosa darah mendekati normal

glukosa puasa berkisar 90 130 mg/dl

glukosa darah 2 jam setelah makan 1.5 mg/dL pada laki laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan denga hati hati pada orang lanjut usia. 5Penggunaan dalam klinik Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone. Efektivitas metformin menurunkan glukosa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metofrmin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetic lain. 5 Glitazone

Golongan Thiazolidinediones atau Glitazone adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi dengan glitazone dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dL dan A1C 1.4 2.6% dibandingkan dengan placebo. Rosiglitazone dan pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin5Penggunaan dalam klinikRosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara klinik rosiglitazon dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dL dan A1C sampai 1.5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazon juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dL dosis tunggal. 52. Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemikdengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta penkreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid. 5 Sulfonylurea

Sulfonylurea telah digunakan untukpengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonylurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dengan sedikit efek samping (termasuk hipoglikemi) dan rwlatif murah. Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya.5Penggunaan dalam klinikPada pemakaian sulfonylurea, umumnya selalu dimulai dari dosis rendah , untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu di mana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonylurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa ahri sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna. Dosis permulaan sulfonylurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi glukosa puasa < 200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130 mg/dL. Bila glukosa darah puasa > 200 mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar. 5Kombinasi sulfonylurea dengan insulin,.

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kureang lebih sama, tidak tergantung pada kadar glukosa darah pada keadaan puasa. Dengan memberikan dosis insulin kerja atau insulin glargin pada malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat turun. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonylurea seperti biasa. Kombinasi sulfonylurea denga insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin sendiri dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Dan cara kombinasi ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin multiple.

Glinid

Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonylurea dan merupakan glinid. Kerjanya juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonylurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid kedua duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolism dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU. Sedang nateglinid mempunyai masa tinggi lebih singkat dan tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai efek terhadap glukosa darah puasa maka kekuatannya menurunkan A1C tidak begitu kuat. 53. Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemik postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatulens, dan diare. Flatulens adalah efek yang paling tersering terjadi pada hamper 50% pengguna obat ini. Penghambat Alfa Glukosidase dapat menghambat bioavailibilitas metformin jika bersamaan dengan orang normal. Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan, metabolism terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui feses. 5Penggunaan dalam klinik

Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin,metformin, glitazone, atau sulfonylurea. Untuk mendapatkan efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu karena merupakan penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang sama karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudahnya makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandial. Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata rata gluokosa postprandial sebesar 40-60 mg/dL dan glukosa puasa rata rata 10-20 mg/dL dan A1C 0.5-1%. Dengan terapi kombinasi bersama sulfonylurea, metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak terhadap A1C sebesar 0.3-0.5% dan rata rata glukosa postprandial sebesar20-30 mg/dL dari keadaan sebelumnya. Sasaran pengelolaan DM bukan hanya glukosa darah saja, tetapi juga termasuk factor factor lain yaituberat badan, tekanan darah, dan profil lipid, seperti tampak pada sasaran pengendalian DM yang dianjurkan dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia tahun 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 54. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV).

Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada saat ini yaitu sitagliptin dan vildagliptin. Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat menurunkan HbA1c sebesar 0,79-0,94% dan memiliki efek pada glukosa puasa dan post prandial. Penghambat DPP-IV dapat digunakan sebagai terapi alternative bila terdapat intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia lanjut. DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun kenaikan berat badan. Efek samping yang dapat ditemukan adalah nasofaringitis, peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang ditemukan52.1.9 Komplikasi1. Komplikasi Akut

a. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium. Gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung. Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering.5b. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

Keto asidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi akut/ emergensi Diebetes Melitus (DM). Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga teijadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan.5c. Hipoglikemik iatrogenik

Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 (DMT 1) dan diabetes tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipple merupakan panduan klasifikasi klinis hipoglikemia yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi: a), keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah, b), kadar glukosa darah yang rendah (65-75 tahun5 10 tahun atau kurangtidak ada/ tahap awalLess intensive (~ 7,0%)

11 20 tahun atau lebihtidak ada/ tahap awalNot intensive (7,0~8,0%)

Berapapun durasinyaSudah ada dan/ tahap lanjut Moderately intensive (~8,0%)

>75 tahunBerapapun durasinyaTidak ada atau adaModerately intensif (~ 8,0%)

2.2.2 Sindrom Geriatri dan Diabetes Melitus

a. Depresi

Kejadian depresi pada lansia penderita DM adalah 2 kali lipat dibandingkan dengan lansia pada umumnya, dan prevalensi pada wanita lebih banyak (28%:18%).12 Mekanisme hubungan antara DM dan depresi belum jelas, tetapi hiperglikemia dapat menyebabkan depresi dan sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hiperglikemia. Meta analisis dari 24 studi memperlihatkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara nilai HbA1C dan gejala depresi. Karena depresi dapat mengganggu tata laksana DM, sebaiknya dilakukan skrining berkala atas depresi pada lansia penderita DM. Saat ini tersedia berbagai modalitas skrining antara lain Geriatric Depression Scale, Beck Depression Inventory, atau Zung s Mood Scale. Pada lansia penderita DM yang mengalami depresi rekuren, perlu ditelaah kembali obat yang diterimanya, adakah obat yang menyebabkan depresi di antara obat-obatan tersebut.13b. Gangguan Fungsi Kognitif

Gangguan fungsi kognitif dapat menganggu kemampuan pasien berpartisipasi dalam tata laksana DM, baik dalam hal modifikasi gaya hidup maupun dalam minum obat. Oleh sebab itu, penting dilakukan skrining atas gangguan fungsi kognitif pada awal pengobatan dan setiap ada perubahan pada kemampuan lansia di dalam mengurus diri sendiri.

c. Keterbatasan Fisik dan Risiko TerjatuhDM merupakan faktor risiko utama untuk gangguan fungsi tungkai bawah, gangguan keseimbangan, dan kemampuan gerak. Dibandingkan dengan lansia laninnya. risiko keterbatasan fisik 2-3 kali lipat pada lansia penderita DM, dan risiko ini lebih besar pada wanita. Dampak semua ini adalah lebih banyak lansia wanita penderita DM yang mengalami jatuh dan fraktur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian berkala terhadap faktor risiko terjatuh pada lansia penderita DM agar dapat diupayakan pencegahannya.13d. Polifarmasi

Polifarmasi adalah penggunaan 5 atau lebih obat-obatan sekaligus. Pada penderita DM, polifarmasi mungkin tak dapat dihindari karena selain diperlukan untuk pengendalian gula darah, obat juga diperlukan untuk mengatasi gangguan tekanan darah, dispipidemia, dan komplikasi vaskular. Pada kenyataannya, selain meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat, pada lansia polifarmasi meningkatkan kerentanan terhadap depresi, gangguan fungsi kognitif dan risiko terjatuh.14e. Inkontinensia Urin

Kejadian inkontinensia urin meningkat pada lansia penderita DM, dan wanita berisiko 2 kali lebih banyak daripada pria. Faktor yang berperanan dalam hal ini antara lain poliuria, glikosuria, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih, efek samping pengobatan dan impaksi feces. Inkontinensia urin persisten perlu dievaluasi dan diatasi karena dapat menurunkan kualitas hidup dan memicu terjadinya isolasi sosial.13BAB IIILAPORAN KASUSA. Identitas

Nama Pasien: NLWStatus Perkawinan: Menikah

Alamat: Jalan Gunung Resimuka Perum Monang-Maning

Jenis Kelamin: PerempuanUmur: 67 tahun

Care Giver: ... (Anak Pasien)

Agama: Hindu

Suku Bangsa: Bali

Pekerjaan: Ibu rumah tanggaTanggal Pemeriksaan: 4 Mei 2015 (14.00 WITA)

B. Anamnesis Keluhan Utama: LemasRiwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah pada tanggal 4 Mei 2015 diantar oleh anak dengan keluhan lemas. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (1 Mei 2015). Keluhan ini dikatakan terjadi secara tiba tiba. Pasien mengatakan lemas ini tidak terlalu berat. Lemas membaik saat pasien mengkonsumsi teh manis. Lemas diperberat saat pasien beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah.

Mual dan muntah dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah yang terjadi sekitar 3 kali sehari dengan volume muntahan sekitar setengah gela s air mineral. Muntah dikatakan berisi makanan yang telah dikonsumsi oleh pasien. Mual dan muntah dikatakan sedikit membaik ketika pasien mengkonsumsi teh manis. Pasien mengatakan tidak ada hal yang memperberat keluhan muntah tersebut. Dikatakan tidak ada riwayat nyeri perut.Keluhan lain seperti pusing dan sakit kepala dikatakan tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil dikatakan normal oleh pasien. Nafsu makan masih baik.

Riwayat Penyakit DahuluPasien mengatakan telah memiliki riwayat kencing manis sejak tahun 1995. Pasien rutin menggunakan OAD (metformin 2x1 dan glibenclamid 1x1), dan pasien rutin memeriksakan gula darahnya ke Puskesmas 1 bulan sekali. Bersamaan dengan diketahuinya penyakit kencing manis tersebut, pasien mengetahui dirinya mempunyai tekanan darah tinggi. Pasien juga rutin mengkonsumsi captopril 1x1 dan Amlodipine 1x1. Pasien pernah dirawat inap di RSUP Sanglah dengan keluhan pingsan pada tahun 2000.

Riwayat Penyakit Keluarga

Diketahui bahwa ibu kandung pasien memiliki penyakit kencing manis yang sama dengan pasien. Ayah pasien juga mengalami tekanan darah tinggi dan tidak di obati. Namun untuk penyakit ginjal, jantung, maupun asma di keluarga pasien disangkal.

Riwayat Pribadi dan SosialPasien mengatakan bahwa dahulu aktif bekerja sebagai peternak. Namun sekarang pasien banyak di rumah mengerjakan pekerjaan ibu rumah tangga. Pasien diketahui tidak memiliki riwayat merokok dan meminum alkohol akan tetapi pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi dengan sedikit gula sebanyak 1-2x sehari. Pasien mengaku jarang berolahraga namun pasien sering melakukan gerakan meditasi (yoga). Terkait pola makan, pasien telah mengatur pola makannya dengan mengurangi konsumsi garam, daging berlemak, dan memeperbanyak makan buah dan sayur.

Riwayat Medis1. Keluhan utama

: Lemas2. Keluhan penyerta

:

a. Pusing-pusing

: Tidak adab. Nyeri kepala

: Tidak adac. Kesadaran menurun

: Tidak adad. Selera makan berubah

: Tidak adae. Berat badan menurun

: Adaf. Demam

: Tidak ada

g. Sulit tidur

: Adah. Mudah marah / tersinggung

: Tidak adai. Sakit tenggorokan

: Tidak ada

j. Gangguan pendengaran

: Tidak adak. Gangguan penglihatan

: Tidak adal. Batuk / pilek / influenza

: Tidak ada

m. Batuk-batuk lama

: Tidak ada

n. Sesak nafas

: Tidak adao. Sakit gigi / lidah / gusi

: Tidak ada

p. Mual / perut perih/ sakit maag

: Adaq. Mencret / diare

: Tidak ada

r. BAB berdarah

: Tidak ada

s. Mengompol

: Tidak ada

t. Jatuh

: Tidak ada

u. Sakit tulang sendi

: Tidak adav. lainnya

: Tidak ada

3. Riwayat penyakit sekarang

Lemas, mual dan muntah4. Riwayat penyakit dahulu

a. Gang. pemb. darah otak / stroke

: Tidak ada

b. Katarak

: Tidak adac. Nyeri jantung (Angina)

: Tidak ada

d. Serangan jantung IMA (MCI)

: Tidak ada

e. Paru-paru (TBC/PPOK/Asma)

: Tidak adaf. Kolesterol tinggi

: Adag. Trigliserida tinggi

: Adah. Kegemukan (obesitas)

: Adai. Kencing manis / diabetes melitus

: Adaj. Tekanan darah tinggi

: Ada

k. Batu saluran kencing

: Tidak adal. Prostat

: Tidak adam. Sakit ginjal (ISK/CRF)

: Tidak adan. Tulang keropos / Osteoporosis

: Tidak ada

o. Rematik / Osteoatritis

: Tidak adap. P. Gout Pirai

: Tidak adaq. Kurang darah / anemia

: Tidak adar. Kanker

: Tidak ada

s. Gangguan lambung

: Tidak adat. Sakit liver

: Tidak ada

u. Batu empedu

: Tidak ada

v. Lainnya

: Tidak ada5. Riwayat pembedahan

: Ada, 1 kali (tahun 2005)6. Riwayat rawat inap

: Ada, pada tahun 20007. Riwayat kesehatan lain

: Ada, pemeriksaan tekanan darah8. Riwayat Alergi

: Tidak ada9. Obat obatan saat ini

a. Dengan Resep Dokter

: Adab. Tanpa Resep Dokter

: Tidak ada

10. Riwayat sosial-kemasyarakatan-keagamaan

a. Rekreasi

: Jarang

b. Kegiatan keagamaan

: Seringc. Silahturahmi dengan keluarga

: Kadang - kadangd. Silahturahmi dengan sesama lansia : Seringe. Olah raga

: Jarang11. Analisa Finansial

a. Pekerjaan utama sebelum usia 55 tahun : Pedagangb. Menerima pensiun

: Tidakc. Pekerjaan saat ini

: Tidak bekerjad. Penghasilan rata-rata perbulan

: -

e. Menerima bantuan dalam bentuk uang : Adaf. Menerima bantuan selain uang

: Adag. Masih menanggung orang lain

: Tidakh. Penghasilan cukup untuk pengeluaran : Cukup

C. Anamnesis Sistem

1. Keadaan umum

: Cukup2. Sistem kardio vaskular

a. Nyeri / rasa berat di dada

: Tidak ada

b. Sesak nafas pada waktu kerja

: Tidak adac. Terbangun tengah malam karena sesak: Tidak ada

d. Sesak saat berbaring tanpa bantal: Tidak adae. Bengkak pada kaki / tungkai

: Tidak ada3. Pulmo

a. Sesak Napas

: Tidak adab. Demam

: Tidak ada

c. Batuk berdahak / kering

: Tidak ada4. Saluran cerna

a. Nafsu makan menurun/meningkat: Tidak adab. Berak hitam

: Tidak ada

c. Sakit perut

: Tidak ada

d. Mencret

: Tidak ada

e. Perut terasa kembung

: Tidak ada

f. BAB berdarah

: Tidak ada5. Saluran Kencing

a. Gangguan BAK

: Adab. Nyeri BAK

: Tidak ada

c. Pancaran air seni kurang

: Tidak adad. Menetes

: Tidak ada

e. Bangun malam karena BAK

: Ada6. Hematologi

a. Mudah timbul lebam kulit

: Tidak ada

b. Bila luka, perdarahan lambat berhenti: Tidak ada

c. Benjolan (di tempat KGB)

: Tidak ada

7. Rematologi

a. Kekakuan sendi

: Tidak ada

b. Bengkak sendi

: Tidak adac. Nyeri otot

: Tidak ada8. Endokrin

a. Benjolan di leher depan samping: Tidak ada

b. Gemetaran

: Tidak ada

c. Lebih suka udara dingin

: Tidak ada

d. Banyak keringat

: Tidak ada

e. Lekas lelah / lemas

: Ada

f. Rasa haus bertambah

: Ada

g. Mudah mengantuk

: Ada

h. Lesu, lelah, letih, lemah

: Ada

i. Tidak tahan dingin

: Tidak ada

9. Neurologi

a. Pusing / Sakit kepala

: Tidak adab. Kesulitan mengingat sesuatu

: Adac. Pingsan sesaat

: Tidak ada

d. Gangguan penglihatan

: Tidak adae. Gangguan pendengaran

: Tidak ada

f. Rasa baal / kesemutan anggota badan: Tidak adag. Kesulitan tidur

: Tidak Adah. Kelemahan anggota tubuh

: Tidak adai. Lumpuh

: Tidak ada

j. Kejang-kejang

: Tidak ada

10. Jiwa

a. Sering lupa

: Adab. Kelakuan aneh

: Tidak ada

c. Mengembara

: Tidak ada

d. Murung

: Tidak ada

e. Sering menangis

: Tidak adaf. Mudah tersinggung

: Tidak adaD. Penapisan

1. ADL Barthel (BAI)

No.FungsiSkorKeterangan

01Mengontrol BAB0Inkontinen/tak teratur (perlu enema)

1Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2Kontinen teratur

02Mengontrol BAK0Inkontinen/pakai kateter dan tak terkontrol

1Kadang-kadang inkontinen (max 1 x 24 jam)

2Mandiri

03Membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi)0Butuh pertolongan orang lain

1Mandiri

04Penggunaan toilet pergi ke dalam dari WC (melepas, memakai celana, menyeka, menyiram)0Tergantung pertolongan orang lain

1Perlu pertolongan beberapa aktivitas tetapi dapat mengerjakan sendiri aktivitas yang lain

2Mandiri

05Makan0Tidak mampu

1Perlu seseorang menolong memotong makan

2Mandiri

06Berpindah tempat dari tidur ke duduk0Tidak mampu

1Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2orang)

2Bantuan minimal 1 orang

3Mandiri

07Mobilisasi/berjalan0Tidak mampu

1Bisa berjalan dengan kursi roda

2Berjalan dengan bantuansatu orang

3Mandiri

08Berpakaian (memakai baju)0Tergantung orang lain

1Sebagian dibantu (mis. mengancing baju)

2Mandiri

09Naik turun tangga0Tidak mampu

1Butuh pertolongan orang lain

2Mandiri (naik turun)

10Mandi0Tergantung orang lain

1Mandiri

Total Skor19

Skor ADL (BAI)

20: Mandiri

1219: Ketergantungan ringan 9 11: Ketergantungan sedang

5 8: Ketergantungan berat

0 4: Ketergantungan total2. IADL

NoAktivitasIndependen (tidak perlu bantuan orang lain) Nilai = 0Dependen (perlu bantuan orang lain) Nilai = 1Nilai

1Telepon Mengoperasikan telepon sendiri

Mencari dan menghubungi nomer

Menghubungi beberapa nomer yang diketahui

Menjawab telepon tetapi tidak menghubungi Tidak bisa menggunakan telepon sama sekali0

2Belanja Mengatur semua kebutuhan belanja sendiri Perlu bantuan untuk mengantar belanja

Sama sekali tidak mampu belanja0

3Persiapan makanan Merencanakan, menyiapkan, dan menghidangkan makanan Menyiapkan makanan jika sudah disediakan bahan makanan

Menyiapkan makanan tetapi tidak mengatur diet yang cukup

Perlu disiapkan dan dilayani1

4Perawatan rumah Merawat rumah sendiri atau bantuan kadang-kadang

Mengerjakan pekerjaan ringan sehari-hari (merapikan tempat tidur, mencuci piring) Perlu bantuan untuk semua perawatan rumah sehari-hari

Tidak berpartisipasi dalam perawatan rumah0

5Mencuci baju Mencuci semua pakaian sendiri

Mencuci pakaian yang kecil Mencuci hanya beberapa pakaian

Semua pakaian dicuci oleh orang lain0

6Transport Berpergian sendiri menggunakan kendaraan umum atau menyetir sendiri

Mengatur perjalanan sendiri

Perjalanan menggunakan transportasi umum jika ada yang menyertai Perjalanan terbatas ke taxi atau kendaraan dengan bantuan orang lain

Tidak melakukan perjalanan sama sekali0

7Pengobatan Meminum obat secara tepat dosis dan waktu tanpa bantuan Tidak mampu menyiapkan obat sendiri0

8Manajemen keuangan Mengatur masalah finansial ( tagihan, pergi ke bank)

Mengatur pengeluaran sehari-hari, tapi perlu bantuan untuk ke bank untuk transaksi penting Tidak mampu mengambil keputusan finansial atau memegang uang0

TOTAL1

Skor IADL :

0 : Independen

1 : Kadang-kadang perlu bantuan

2 : Perlu bantuan sepanjang waktu

3 - 8 : Tidak beraktivitas / Dikerjakan oleh orang lain

3. Penapisan KognitifAMT (Abreviated Mental Test)a. Umur: 67 tahun

b. Waktu/jam sekarang: 14.30 WITA

c. Alamat tempat tinggal: Singarajad. Tahun ini: 2015

e. Saat ini berada di mana: di rumah sakitf. Mengenali orang lain di RS (dokter, perawat,dll)

g. Tahun kemerdekaan RI

h. Nama presiden RI

i. Tahun kelahiran pasien: 1953j. Menghitung terbalik (20 s/d 1)0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar0.Salah 1.Benar

Skor AMT:

0 3 : Gangguan kognitif berat

4 7 : Gangguan kognitif sedang

8 10 : NormalTotal Skor :9

Perasaan hati (afeksi)

oBaik oLabil oDepresi oAgitasi oCemas

4. MMSE (Mini Mental State Examination)SKOR MaksSkor Lansia Jam Mulai :14.30

ORIENTASI

5

54

5Sekarang (hari), (tanggal), (bulan), (tahun) berapa, (musim) apa?

Sekarang kita berada di mana?

(jalan), (nomor rumah), (kota), (kabupaten), (propinsi)

REGISTRASI

33Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1 benda,, 1 detik untuk tiap benda.

Kemudian mintalah klien mengulang ke 3 nama benda tersebut. Berikan 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulangi penyebutan ke 3 nama benda tersebut sampai ia dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah (bola,kursi, sepatu)

Jumlah Percobaan : 2

ATENSI DAN KALKULASI

53Hitunglah berturut- turut selang 7 mulai dari 100, kebawah berilah 1 angka untuk jawaban yang benar, berhenti setelah 5 hitungan (93, 86, 79, 72, 65) kemungkinan lain ejalah kata dunia dari akhir ke awal (a-i-n-u-d)

MENGINGAT

85Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas. Berilah 1 angka untuk setiap jawaban yang benar

BAHASA

97Apakah nama benda-benda ini? Perlihatkan pensil dari arloji (2 angka)

Ulanglah kalimat berikut : Jika Tidak, dan Atau Tapi. (1 angka)

Laksanakan 3 buah perintah ini : peganglah selembar kertas dangan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di atas tempat tidur . (3 angka )

Bacalah dan laksanakan perintah berikut PEJAMKAN MATA ANDA, (1 angka)

Tulislah sebuah kalimat (1 angka)

Tirulah gambar ini (1 angka)

.:. Total skor: 27 ( Kognitif: Tidak ada gangguan

5. Penapisan Depresi

GDS (Geriatri Depression Scale)

No.KeteranganYATIDAK

01Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?01

02Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan anda? 10

03Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?10

04Apakah anda sering merasa bosan?10

05Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan? 01

06Apakah anda merasa targanggu dengan pikiran bahwa anda tidak dapat keluar dari pikiran anda? 10

07Apakah anda merasa mempunyai semangat yang baik setiap saat?01

08Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? 10

09Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? 01

10Apakah anda sering merasa tidak berdaya?10

11Apakah anda sering merasa resah dan gelisah?10

12Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada pergi ke luar rumah dan melakukan hal-hal yang baru? 10

13Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa depan anda?10

14Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?10

15Apakah menurut anda hidup anda saat ini menyenangkan?01

16Apakah anda sering merasa sedih? 10

17Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? 10

18Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda? 10

19Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan menyenangkan? 01

20Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang baru? 10

21Apakah anda merasa penuh semangat? 01

22Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? 10

23Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang lebih baik dari anda? 10

24Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil? 10

25Apakah anda sering merasa ingin menangis ? 10

26Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi? 10

27Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari? 01

28Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti pertemuan-pertemuan sosial atau masyarakat? 10

29Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan? 01

30Apakah pikiran anda secerah biasanya? 01

TOTAL 8

Skor antara 0-9 : Normal

Skor antara 10-19 : Mild depression Skor antara 20-30 : Severe depression 6. Penapisan Inkontinensia

Pertanyaan : Apakah anda mengompol atau BAB tanpa disadari ?

0Tidak pernah

1,0Kadang-kadang kehilangan kontrol berkemih/ menggunakan alat bantu untuk berkemih &BAB

2,5Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam sebulan

4,0Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya 2 kali sebulan /kadang-kadang kehilangan kontrol BAB

5,0Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali dalam sebulan

5,5Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam seminggu

6,5Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 2 kali sebulan

8,0Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali seminggu/kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali tiap hari

10Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali sehari

10,5Tidak bisa mengontrol fungsi berkemih sama sekali

11,5Tidak bisa mengontrol BAB sama sekali

Inkontinensia dikelompokkan menjadi : 0: Tidak ada inkontinensia

1-2,5 : Inkontinensia ringan

4,0-6,5: Inkontinensia sedang

8: Inkontinensia berat7. Penapisan Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment)No.PenilaianNilai

1Indeks masa tubuh : BB/TB (m2)a. < 19 = 0b. 19-21= 1c. 21-23 = 2d. >23 = 33

2Lingkar lengan atas (cm)a. < 21 = 0 c. >22 = 1b. 21-22 = 0.51

3Lingkar betis (cm)a. 31 = 0 b. >31 = 11

4BB selama 3 bulan terakhir : a. Kehilangan > 3kg = 0

b. Tidak tahu = 1

c. Kehilangan antara 1-3 kg = 2d. Tidak kehilangan BB = 33

5Hidup tidak tergantung (tidak di tempat perawatan atau RS) :

Tidak = 1 / Ya = 00

6Menggunakan lebih dari 3 obat perhariTidak = 1 / Ya = 01

7Mengalami stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bln terakhir :Tidak = 1 / Ya = 01

8Mobilitasa.Hanya terbaring atau di atas kursi roda = 0

b. Dapat bangkit dari tempat tidur tapi tidak keluar rumah = 1c. Dapat pergi keluar rumah = 22

9Masalah neuropsikologisa.Demensia berat dan depresi = 0 b. Demensia ringan =1c. Tidak ada masalah psikologis = 22

10Nyeri tekan atau luka kulit

Tidak = 1 / Ya = 00

11Berapa banyak daging yang dikonsumsi setiap hari ?a. 1 x makan = 0

b. 2 x makan = 1

c. 3 x makan = 2

2

12Asupan protein terpiliha. Minimal 1x penyajian poduk-produk susu olahan (susu, keju,

yoghurt, es krim) perhari.

Ya = 1 / Tidak = 0b. Dua atau lebih penyajian produk kacang-kacangan (tahu, tempe,

susu kedelai ) dan telur perminggu

Ya = 1 / Tidak = 0c. Daging, ikan, unggas tiap hari

Ya = 1 / Tidak = 02

13Konsumsi 2 atau lebih penyajian sayur atau buah-buahan per hariYa = 1 / Tidak = 01

14Bagaimana asupan makanan 3 bulan terakhir a. Kehilangan nafsu makan berat = 0 b. Kehilangan nafsu makan sedang = 1

c. Tidak kehilangan nafsu makan = 21

15Berapa banyak cairan (air, jus, kopi, teh, susu) yang dikonsumsi per hari.a. < 3 cangkir = 0 b. 3 - 5 cangkir = 0,5

c. > 5 cangkir = 10

16Pola makana.Tidak dapat makan tanpa bantuan = 0b. Dapat makan sendiri dengan sedikit kesulitan = 1c.Dapat makan sendiri tanpa masalah = 2 1

17Apakah mereka tahu bahwa mereka memiliki masalah gizi ?a.Malnutrisi = 0, b. Tidak tahu atau malnutrisi sedang = 1c.Tidak ada masalah gizi = 22

18Dibandingkan dengan orang lain dengan usia yang sama, bagaimana mereka menilai kesehatan mereka sekarang ?Tidak baik = 0, Tidak tahu = 0.5, Baik = 1, Lebih baik = 21

TOTAL24

Interpretasi:

Skor > 24

: Gizi baik

Skor 17-23,5

: Berisiko malnutrisi

Skor < 17

: Malnutrisi

E. Pemeriksaan Fisik ( 4 Mei 2015 )1. Kesadaran

: E4V5M62. Tekanan darah/nadi:saat tidur dan saat berdiriTD : 130/70mmHg, 100/70 mmhgNadi : 80 x/menit3. Laju respirasi: 18 x/menit

4. Suhu Axilla : 36,7 0C

5. Antropometri

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 157 cm

BMI: 26,37 kg/m2

Tinggi lutut : 48/48 cm

Lingkar lengan atas: 30 cm (kanan dan kiri)

Kesimpulan: Gizi berlebih

6. Kulit

Kekeringan : Biasa

Bercak kemerahan: Tidak ada

Lesi kulit lain: Tidak Ada

Curiga keganasan: Tidak ada

Dekubitus: Tidak ada

7. Pendengaran

Dengar suara nomal: Normal

Pakai alat bantu dengar: Tidak ada

8. Penglihatan

Membaca huruf koran dengan kacamata: Ada

Jarak penglihatan: Ada

Jarak baca: Ada

Katarak: Tidak ada

Temuan funduskopi

: Tidak dilakukan

Anemis: tidak ada

Ikterus: Tidak ada

Refleks pupil: +/+ Isokor

Edema palpebra: Tidak ada

9. Mulut

Hygiene mulut: Baik

Gigi palsu: Tidak ada

Gigi palsu terpasang baik: Tidak ada

Lesi di bawah gigi palsu: Tidak ada

Kelainan yang lain: Tidak ada

10. Leher

Derajat gerak: Normal

Kelenjar tiroid: Normal

Bekas luka pada tiroid: Tidak ada

Massa lain: Tidak ada

Kelenjar limfa membesar: Tidak ada

JVP: PR + 0 cmH2O

11. Thorax

Massa teraba: Tidak ada

Kelainan lain: Tidak ada

12. Paru

Inspeksi: Simetris

Palpasi: VF N/N

Perkusi: Sonor / Sonor

Auskultasi suara dasar: Vesikuler

Auskultasi suara tambahan: Tidak ada

13. Jantung dan pembuluh darah

Irama: Reguler

Inspeksi: Iktus kordis tak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di MCL sinistra

Perkusi: batas atas : ICS II, batas kiri : MCL S

batas kanan : PSL D

Bising: Tidak ada

Gallop: Tidak ada

Bising A. Karotis: Tidak ada

Bising A. Femoralis: Tidak ada

Denyut A. Dorsalis pedis: Teraba

Edema pedis: Tidak ada

Edema tibia: Tidak ada

Edema sacrum: Tidak ada

14. Abdomen

Bising: NormalHati membesar: Tidak ada

Massa perut: Tidak ada

Limpa membesar: Tidak ada

Nyeri Epigastrium: Tidak ada

15. Otot dan kerangka

Deformitas : Tidak Ada

Gerak terbatas: Tidak Ada

Nyeri: Tidak Ada

Benjol/ radang: Tidak Ada

16. Saraf

Penghidu: Kesan normal

Ketajaman penglihatan: Kesan normal

Lapangan penglihatan: Kesan normal

Fundus: Kesan normal

Pupil: Kesan normal

Ptosis : Kesan normal

Nistagmus: Tidak ada

Gerakan bola mata: Kesan normal

Sensasi kulit occuli: Kesan normal

Sensasi kulit mandibularis: Kesan normal

Sensasi kulit maksilaris: Kesan normal

Otot mengunyah: Kesan normal

Refleks kornea: Normal

Jerk jaw: Normal

Saraf muka simetris: Normal

Kekuatan otot wajah: Normal

Pendengaran: Normal

Uvula: Normal

Refleks trapesius: Kesan normal

Otot trapesius: Normal

Sternokleidomastoideus: Normal

Lidah: Normal

17. Motorik

Anggota tubuh atas KekuatanTonusRefleks

Bahu(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

Siku(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

Pergelangan tangan(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

Anggota tubuh bawah

Paha(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

Lutut(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

Pergelangan kaki(5)/(5)(N)/(N)(+)/(+)

18. Sensorik

Anggota tubuh atasAnggota tubuh bawah

Tajam (Nyeri)kanan (+) kiri (+)kanan (+) kiri (+)

Rabakanan (+) kiri (+)kanan (+) kiri (+)

Getarkanan (+) kiri (+)kanan (+) kiri (+)

Suhukanan (+) kiri (+)kanan (+) kiri (+)

19. Koordinasi

Jari ke hidung: Normal

Tumit ke lutut: NormalF. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (30 April 2015)

TESHASILRemarksNORMALUNIT

WBC7,214,0-11,010^3/L

NE%4947,0-80,0%

LYMPH%41.7H13,0-40,0%

MO%3,002,0-11,0%

EO%4,60,00-5,00%

BA%0,20,00-2,00%

#NEUT3,532,50-7,5010^3/L

#LYMPH3,011,00-4,0010^3/L

#MONO0,210,100-1,2010^3/L

#EOS0,340,00-0,50010^3/L

#BASO0,010,00-0,10010^3/L

RBC4,42L4,50-5,9010^6/L

HGB11,9L13,5-17,5g/dL

HCT34,5L41,0-53,0%

MCV78,0L80,0-100fL

MCH26,926,0-34,0Pg

MCHC34,531,0-36,0g/dL

PLT294150-44010^3/L

RDW11,011,6-14,8%

MPV6,16,8-10,0fL

Kimia Klinik (30 April 2015)

No ParameterHasilSatuanNilai RujukanRemarks

Kimia Klinik

Bs 2 jm pp261Mg/dL70-140H

BUN16Mg/dL8-23

Creatinin1Mg/dL0.7-1.2

SGOT17U/L11-33

SGPT13U/L11,0-50,0

HbA1C7,52%146 mg/dL. Pasien perempuan berusia 67 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke poli geriatri RSUP Sanglah dengan keluhan utama berupa lemas. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan indeks masa tubuh pasien 26,37 yang berarti pasien ini berada dalam keadaan gizi berlebih. Dari hasil darah lengkap didapatkan penurunan sel darah merah dan hemoglobin yaitu 4,42 dan 11,9. Dari hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan kadar glukosa darah 2 jam PP sebesar 261 serta kadar HbA1c yang tinggi yaitu 7,52 menunjukkan control glikemi pada pasien ini masih buruk dan sesuai dengan diagnosis diabetes mellitus. Pada diabetes mellitus, kadar gula darah sewaktu 200 mg/dL dan HbA1c > 6,5. Pada kimia klinik didapatkan juga total kolesterol tinggi dengan LDL dan trigliserida yang tinggi yaitu 106 dan 167. Terapi yang diberikan adalah OHO golongan biguanid dan sulfonylurea , obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor dan golongan CCB, Statin, dan obat mual yaitu dopamine reseptor blocker. Pencapaian target pengobatan sangat diharapkan pada pasien ini terutama pasien dengan penyulit seperti hipertensi dan dislipidemia. Daftar Pustaka

1. United Nation. (2013), World Population Ageing 2013. New York: United Nation. Pp: 1-95. 2. Subramaniam I, Gold JL. Diabetes Mellitus in Elderly. J Indian Acad Geri. 2005;2:77-81. Available from: http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf3. Stanton, Robert C.2014.Frontiers in Diabetik Kidney Disease: Introduction. American Journal of Kidney Disease [Online] 63(2)(suppl 2): 1-2. Tersedia di : http://www.ajkd.org/issue/S0272-6386(13)X0017-4. [diunduh: 21 Mei 2015]4. Moghissi, E. Management of Type 2 Diabetes Mellitus in Older Patients: Current and Emerging Treatment Options. Diabetes Ther. 2013; 4: 239256.

5. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo, Aru W, dkk, editor. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.Jakarta : FKUI; 2009.h. 1879-80.6. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan & manajemen; ahli bahasa, HY Kuncara, editor bahasa Indonesia, Devi Yulianti. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2007. 7. Powers AC. Diabetes melitus in: Harrisons Principle of Internal Medicine. 17 ed. USA: McGraw-Hill; 2008.p.2275-68. Perkeni. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011.2011. p. 1-72 10. Canadian Diabetes Association. Diabetes in Elderly. Can J of Diabetes. 2013; 37:A3-A13

11. Ismail-Beigi F, Moghissi E, Tiktin M, et al. Individualizing glycemic targets in type 2 diabetes mellitus: implications of recent clinical trials. Ann Intern Med. 2011;154:5549.

12.Pinkstaff SM. Aging with Diabetes-An Underappreciated Cause of Progressive Disability and Reduced Quality of Life. Clin Geri. 2004;12(9):45-53.

13. Kurniawan I. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon. 2012; 60(12) 14. Brown AF, Mangione CM, Saliba D, Sarkisian CA. Guidelines for Improving the Care of the Older Person with Diabetes Mellitus. JAGS 2003;51:S265-75.

30