RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING...

14
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 537 RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING TERHADAP LEVEL PROTEIN PAKAN BERBEDA Suryana, A. Darmawan, H. Kurniawan, Sholih, N.H, dan Suprijono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan e-mail : [email protected] ABSTRAK Kebutuhan daging secara nasional, hingga saat ini sebagian besar masih bertumpu pada ternak sapi dan ayam. Sementara pemintaan konsumen terhadap daging itik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dindikasikan dengan tumbuhnya warung makan dan restoran dengan menu itik. Alternatif usaha untuk mengimbangi laju permintaan daging unggas, salah satunya dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik pedaging. Itik pedaging merupakan hasil persilangan antara itik Alabio betina dengan entok yang dikenal dengan sebutuan itik serati atau mandalung Itik serati atau mule duck umumnya merupakan salah satu hibrida hasil persilangan antara itik lokal dengan itik Manila atau entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai penghasil daging, serta mempunyai kadar lemak rendah dibanding jenis itik lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dengan memilih beberapa peternak kooperator. Perlakuan yang dikenakan adalah sebagai berikut : A= pakan pola petani /kontrol; B = protein pakan 14%; C= protein pakan 16% dan D = protein pakan 18%. Parameter yang diamati antara lain berat badan awal, pertambahan berat badan mingguan, konsumsi pakan, konversi pakan, berat badan akhir, bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal serta perhitungan analisis finansial usaha beternak itik pedaging. Hasil kajian mununjukkan bahwa penggunaan level protein pakan 18% dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, bobot karkas dan persentease karkas, sementara persentase lemak abdominal terendah diperoleh perlakuan C (protein pakan 16%). Berdasarkan perhitungan ekonomi sederhana bahwa usaha beternak itik pedaging sebanyak 100 ekor/periode, dengan asumsi kematian nol persen, perlakuan D (protein pakan 18%) mempunyai nilai keuntungan sebesar Rp.1.800.000/periode, dengan nilai R/C 1,27. Karena nilai R/C-nya lebih dari 1, maka usaha beternak itik pedaging tersebut masih layak dan menguntungkan. Kata kunci: Itik pedaging, performa pertumbuhan, protein pakan. Pendahuluan Kalimantan Selatan memiliki potensi luas wilayah sebesar 3.753.052 ha, terdiri dari lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur, hutan rakyat, perkebunan, rawa tidak ditanami, tambak, kolam/empang dan hutan, dengan jumlah penduduk 3.201.962 jiwa (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2011). Potensi tersebut salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan itik, baik sebagai penghasil

Transcript of RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING...

Page 1: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 537

RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING

TERHADAP LEVEL PROTEIN PAKAN BERBEDA

Suryana, A. Darmawan, H. Kurniawan, Sholih, N.H, dan Suprijono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan

Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Kebutuhan daging secara nasional, hingga saat ini sebagian besar masih bertumpu pada

ternak sapi dan ayam. Sementara pemintaan konsumen terhadap daging itik dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dindikasikan dengan tumbuhnya

warung makan dan restoran dengan menu itik. Alternatif usaha untuk mengimbangi laju

permintaan daging unggas, salah satunya dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik pedaging.

Itik pedaging merupakan hasil persilangan antara itik Alabio betina dengan entok yang

dikenal dengan sebutuan itik serati atau mandalung Itik serati atau mule duck umumnya

merupakan salah satu hibrida hasil persilangan antara itik lokal dengan itik Manila atau

entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai penghasil daging, serta mempunyai kadar

lemak rendah dibanding jenis itik lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu

Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dengan memilih beberapa

peternak kooperator. Perlakuan yang dikenakan adalah sebagai berikut : A= pakan pola

petani /kontrol; B = protein pakan 14%; C= protein pakan 16% dan D = protein pakan

18%. Parameter yang diamati antara lain berat badan awal, pertambahan berat badan

mingguan, konsumsi pakan, konversi pakan, berat badan akhir, bobot potong, bobot karkas,

persentase karkas dan lemak abdominal serta perhitungan analisis finansial usaha beternak

itik pedaging. Hasil kajian mununjukkan bahwa penggunaan level protein pakan 18% dalam

ransum berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap pertambahan bobot badan, bobot

badan akhir, bobot karkas dan persentease karkas, sementara persentase lemak abdominal

terendah diperoleh perlakuan C (protein pakan 16%). Berdasarkan perhitungan ekonomi

sederhana bahwa usaha beternak itik pedaging sebanyak 100 ekor/periode, dengan asumsi

kematian nol persen, perlakuan D (protein pakan 18%) mempunyai nilai keuntungan sebesar

Rp.1.800.000/periode, dengan nilai R/C 1,27. Karena nilai R/C-nya lebih dari 1, maka usaha

beternak itik pedaging tersebut masih layak dan menguntungkan.

Kata kunci: Itik pedaging, performa pertumbuhan, protein pakan.

Pendahuluan

Kalimantan Selatan memiliki potensi luas wilayah sebesar 3.753.052 ha, terdiri dari

lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur,

hutan rakyat, perkebunan, rawa tidak ditanami, tambak, kolam/empang dan hutan, dengan

jumlah penduduk 3.201.962 jiwa (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2011). Potensi

tersebut salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan itik, baik sebagai penghasil

Page 2: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 538

telur maupun daging. Kebutuhan daging saat ini sebagian besar masih bertumpu pada ternak

sapi dan ayam, dan kontribusi itik masih realtif kecil. Alternatif usaha untuk mengimbangi

laju permintaan daging, salah satunya dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik pedaging,

yakni hasil persilangan antara itik Alabio betina dengan entok atau itik peking, yang kita

kenal dengan sebutuan itik serati atau mandalung (Suparyanto 2005; Suryana, 2008), tik-tok

(Simanjuntak, 2002), branti, togri, tongki (Srigandono, 2000). Alasan dipilihnya jenis

unggas tersebut karena pertumbuhannya cepat, mempunyai bobot badan besar dan produktif

dalam menghasilkan daging (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001; Simanjuntak, 2002;

Setioko 2003).

Itik serati atau mule duck /itik pedaging umumnya merupakan salah satu hibrida hasil

persilangan antara itik lokal dengan itik Manila atau entok (Cairina moschata), yang

potensial sebagai penghasil daging (Dijaya, 2003; Bakrie et al. 2005), dan mempunyai kadar

lemak rendah dibanding jenis itik pedaging lainnya (Simanjuntak, 2002; Setioko, 2003;

Suparyanto, 2005). Menurut Harahap (1993), itik serati sudah sejak lama berada di pedesaan

dan petani mengenalnya sebagai itik persilangan antara itik lokal dengan entok. Karena

pemeliharaanya yang ekstensif-tradisional memberi kesempatan terjadinya perkawinan

silang secara alami (Anwar, 2005). Itik serati yang berkembang di Kalimantan Selatan saat

ini berasal dari persilangan antara entok jantan dengan itik alabio betina atau sebaliknya

(Wasito dan Rohaeni, 1994; Suryana, 1998).

Sistem pemeliharaan itik serati/itik pedaging masih dilakukan secara ekstensif-

tradisional dengan pemberian pakan seadanya, diumbar di padang penggembalaan seperti

sawah, sungai dan rawa-rawa yang ada di sekitar permukiman. Bibit serati diperoleh dengan

cara menyilangkan (crossing) secara alami antara itik Alabio jantan dengan entok betina,

atau sebaliknya dengan jumlah telur yang ditetaskan relatif sedikit, telur dierami

menggunakan entok betina hingga menetas (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001; Anwar,

2005), dan daya tetasnya berkisar antara 30-75% (Harahap, 1993; Dijaya, 2003; Setioko,

2003). Jumlah DOD yang dihasilkan rendah, sehingga perkembangan populasinya lamban

(Wasito dan Rohaeni, 1994). Metzer Farms (2001) memperkirakan bahwa DOD itik serati

yang menetas 60% adalah jantan, hal ini tidak menjadi masalah karena jantan maupun

betina diarahkan untuk menghasilkan daging yang pertumbuhannya relatif sama.

Keunggulan yang dimiliki itik serati/itik pedaging, antara lain pertumbuhan yang

cepat dan mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi daging (Hutabarat, 1982;

Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000), tahan terhadap serangan penyakit dan mortalitasnya

rendah berkisar antara 2-5% (Anwar, 2005), memiliki daging yang tebal, berwarna coklat

muda, tekstur lembut dan bercita rasa gurih (Suparyanto, 2005). Itik serati jantan umur 12

minggu mencapai bobot badan 1.920,3 kg/ekor, sedangkan betina 1.911,8 kg/ekor dengan

rata-rata persentase karkas masing-masing sebesar 63,23% dan 72,64% (Suparyanto, 2005).

Srigandono (2000) dan Dijaya (2003) mengemukakan bahwa itik serati pada umur 10

minggu mencapai bobot badan 2,2-2,5 kg/ekor, dan umur 12 minggu bobot badannya

berkisar antara 2,5-3,0 kg. Wasito dan Rohaeni (1994) melaporkan bahwa itik serati betina

umur 10 minggu mencapai bobot badan 2,4 kg, sedangkan jantan umur 12 minggu bobot

badannya sekitar 4,30 kg, konversi pakan 2,7, dan rata-rata persentase karkas berkisar

antara 65,0-70,0%. Bobot karkas itik serati umur 8 dan10 minggu masing-masing mencapai

1.366,8 g/ekor dan 1.142,69 g/ekor (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001). Karakteristik itik

serati umumnya hampir menyerupai entok yaitu memiliki tubuh besar, tenang, dapat

berenang, tetapi tidak bisa terbang (Harahap, 1993).

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan itik serati/itik pedaging di tingkat

petani-ternak salah satunya adalah tingkat pertumbuhaan yang belum stabil, sehingga

peningkatan berat badan yang dicapai di tingkat petani masih bervariasi. Untuk

Page 3: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 539

meningkatkan pertumbuhan itik pedaging, di samping harus terpenuhinya asupan gizi

dengan kualitas pakan yang memadai, juga tingkat protein pakan yang sesuai dengan

kebutuhan hidup dan produksi daging. Penelitian tentang pengaruh pakan terhadap

pertumbuhan itik lokal telah banyak dilaporkan, namun pada itik pedaging atau itik

persilangan belum banyak dilaporkan. Oleh sebab itu, pengkajian ini pelu dilakukan untuk

mengetahui level protein pakan yang dapat mempenagruhi kinerja performa dan efisensi

pertumbuhan itik pedaging.

Metode Penelitian

Kegiatan ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4

(empat) perlakuan dan 5 (lima) kali ulangan. Tiap-tiap ulangan terdiri atas 10 ekor. Pakan

yang digunanakan selama pemeliharaan (Tabel 1), sementara perlakuan yang digunakan

adalah sebagai berikut :

A = Pakan pola petani (kontrol)

B = Pakan formulasi dengan tingkat protein 14%

C = Pakan formulasi dengan tingkat protein 16%

D = Pakan formulasi dengan tingkat protein 18%

Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan.

a. Pakan Perlakuan B (Protein 14%)

No. Bahan pakan Persentase

1. Paya/sagu 40

2. Dedak halus 35

3. Pakan jadi (bama/PAR L) 20

4. Mineral itik 2,0

5. Konsentrat 3,0

JUMLAH 100

No. Kandungan nutrien

1. Energi metabolis (kkal/kg) 2.900

2. Protein kasar (%) 14,0

3. Serat kasar (%) 4,17

4. Lemak kasar (%) 5,88

5. Kalsium (%) 3,99

6. Phosphor tersedia (%) 0,65

7. Harga pakan/ kg (Rp). 4.850,-

Page 4: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 540

b. Pakan Perlakuan C (Protein 16%)

No. Bahan pakan Persentase

1. Paya/sagu 40

2. Dedak halus 20

3. Pakan jadi (bama/PAR L) 30

4. Mineral itik 2,0

5. Konsentrat 8,0

JUMLAH 100

No. Kandungan nutrien:

1. Energi metabolis (kkal/kg) 2.850

2. Protein kasar (%) 16,0

3. Serat kasar (%) 6,17

4. Lemak kasar (%) 6,88

5. Kalsium (%) 4,99

6. Phosphor tersedia (%) 0,70

7. Harga pakan/ kg (Rp). 5850,-

c. Pakan Perlakuan D (Protein 18%)

No. Bahan pakan Persentase

1. Paya/sagu 35

2. Dedak halus 20

3. Pakan jadi (bama/PAR L) 30

4. Mineral itik 2,0

5. Konsentrat 13

JUMLAH 100

No. Kandungan nutrien

1. Energi metabolis (kkal/kg) 2.950

2. Protein kasar (%) 18,0

3. Serat kasar (%) 4,17

4. Lemak kasar (%) 5,88

5. Kalsium (%) 3,00

6. Phosphor tersedia (%) 0,85

7. Harga pakan/ kg (Rp). 6450,-

Page 5: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 541

Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi: variabel berat badan awal (g/ekor), konsumsi

pakan, koversi pakan, pertambahan berat badan (g/ekor), berat badan akhir (g/ekor), berat

hidup (g/ekor), berat potong (g/ekor), berat karkas (g/ekor), persentase karkas (%), lemak

abdominal (%) dan perhitungan finansial sederhana usahatani/ternak itik pedaging (R/C

ratio).

Semua data hasil pengamatan dari masing-masing variabel respons dikumpulkan,

dihitung dan dianalisis, sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel

respons dilakukan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata,

dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Pakan

Data pengukuran konsumsi pakan pada masing-masing perlakuan selama

pengkajian disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa

penggunaan level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi

pakan itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan

bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P<0,01)

dengan perlakuan lainnya.

Tabel 2. Rata – rata konsumsi pakan itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor)

Perlakuan Konsumsi Pakan

A (Pakan pola petani/kontrol) 4579,75 a

B (Protein pakan 14%) 4679,75 a

C (Protein pakan 16%) 4794,50 a

D (Prptein pakan 18%) 4840,50 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan itik pedaging tertinggi

dihasilkan perlakuan D sebesar 4840,50 g/ekor, disusul perlakuan C (4794,50 g/ekor) dan

terendah perlakuan A sebesar 4579,75 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh

komposisi kandungan bahan penyusun pakan masing-masing perlakua dengan tingkat

palatabilitasnya berbeda-beda, yang menyebabkan konsumsi pakan tinggi. Hasil penelitian

ini sejalan dengan hasil yang dikemukakan Hahliyansyah (2013) bahwa konsumsi pakan

yang dicapai itik serati umur 8 minggu dengan pemberian pakan berbasis empulur sagu

fermentasi dengan tingkat protein pakan 18% sebesar 4347,25 g/ekor.

Pertambahan Berat Badan

Rata-rata penimbangan berat badan akhir masing-masing perlakuan selama

pengkajian tertara pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa

penggunaan level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan

Page 6: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 542

berat badan itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan

menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P<

0,01) dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3. Rata – rata pertambahan berat badan itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor)

Perlakuan Pertambahan berat badan

A (Pakan pola petani/kontrol) 915,79 a

B (Protein pakan 14%) 1145,65 b

C (Protein pakan 16%) 1247,82 c

D (Protein pakan 18%) 1545,74 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan itik pedaging

tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar 1545,74 g/ekor, disusul perlakuan C (1247,82

g/ekor), B (1145,65 g/ekor), dan perlakuan A 1041,31 g/ekor. Perbedaan ini diduga

disebabkan oleh konsumsi pakan yang dicapai selama pertumbuhan berbeda pada masing-

masing perlakuan, sehingga pertambahan berat badannya bervariasi. Selain itu, jumlah

konsumsi pakan yang tinggi juga disebabkan oleh tingkat palatabilitas dan kecernaan pakan

yang lebih efisien, sehingga pakan dapat dimanfaatkan lebih baik untuk menghasilkan

daging. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibanding yang dikemukakan Mahliansyah (2013),

bahwa rata-rata pertambahan berat badan tertinggi yang dicapai itik serati umur 8 minggu

dengan pakan berbasis empulur sagu fermentasi mencapi 1247,82 g/ekor. Pernyataan

senada dikemukakan Nasroedin (1995) dan Zuprizal (1998) bahwa pertambahan berat badan

selama pemeliharaan akan berdampak kepada berat badan akhir yang tinggi. Pendapat yang

sama dikemukakan Rasyaf (1995) bahwa laju pertambahan berat badan salah satunya dapat

menentukan berat badan akhir. Menurut Syamsuardi (1989) dalam Matitaputty (2002)

dalam hasil penelitiannya melaporkan bahwa pertambahan berat badan yang tinggi pada itik

dan entog serta hasil persilangannya akan lebih baik, apabila keseimbangan ransum dan

protrein ransum sesuai dengan tingkat umur dan kebutuhan fisiologisnya.

Konversi pakan

Konversi pakan merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan

efisiensi penggunaan pakan dalam menghasilkan satu kg daging/telur selama satu siklus

produksi. Rata-rata konversi pakan atau perbandingan antara jumlah berat badan akhir

dengan konsumsi pakan pada masing-masing perlakuan selama pengkajian, disajikan pada

Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan protein pakan 18%

dalam pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konversi pakan itik serati umur

10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan D tidak

berbeda nyata (P> 0,05) dengan perlakuan lainnya. Walaupun tidak berbeda antar

perlakuan, namun perlakuan C menunjukkan kecenderungan nilai konversi pakan paling

rendah dibanding perlakuan A dan B.

Page 7: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 543

Tabel 4. Rata-rata konversi pakan itik pedaging umur 10 minggu

Perlakuan Konversi Pakan

A (Pakan pola petani/ kontrol ) 3,82 a

B (Protein pakan 14%) 3,32 a

C (Protein pakan 16%) 3,07 a

D (Protein pakan 18%) 3,66 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata konversi pakan itik pedaging terendah

dihasilkan perlakuan C sebesar 3,07, disusul perlakuan B (3,32). Perbedaan angka konversi

pakan diduga oleh perbedaan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan selama proses

pertumbuhan menjadi daging, masing-masing individu ternak berbeda-beda, walaupun

jumlah, jenis dan waktu pemberiannya sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995)

bahwa perbedaan angka konversi pakan salah satunya disebabkan oleh tingkat palabilitas

pakan yang dikonsumsi itu sendiri. Pendapat lain dikemukakan Nuraini (2009) bahwa salah

satu indikator untuk mengukur keberhasilan peningkatan pertambahan berat badan akhir,

salah satunya ditentukan oleh tingkat konsumsi pakan yang efisen dan nilai konversi pakan

(feed conversion ratio) yang lebih kecil. Hasil pengkajian ini lebih rendah dari yang

dilaporkan Mahliansyah (2013), bahwa konversi pakan itik serati selama pemeliharaan 8

minggu sebesar 4,12.

Berat Badan Akhir

Data rata-rata penimbangan berat badan akhir masing-masing perlakuan selama

pengkajian, dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan

level protein pakan sebesar 18 % berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat badan

akhir itik pedaging umur 10 minggu.

Tabel 5. Rata – rata berat badan akhir itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor)

Perlakuan Berat badan akhir

A (Pakan pola petani/kontrol ) 1.700 a

B (Protein pakan 14%) 1.850 b

C (Protein pakan 16%) 1.990 c

D (Protein pakan 18%) 2.150 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata berat badan akhir itik pedaging tertinggi

dihasilkan perlakuan D sebesar 2.150 g/ekor, disusul perlakuan C (1.990 g/ekor), B (1.850

g/ekor), dan terendah perlakuan A sebesar 1.700 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan

oleh tingkat konsumsi pakan yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan

berbeda. Selain jumlah konsumsi pakan yang tinggi juga disebabkan oleh tingkat

palatabilitas pakan yang baik dengan tingkat kecernaannya optimal, sehingga pakan dapat

Page 8: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 544

dimanfaatkan lebih efisien untuk menghasilkan daging. Berat badan akhir yang dicapai

menunjukkan peningkatan yang lebih baik seiring dengan pertambahan level protein pakan.

Hasil pengkajian ini lebih tinggi dibanding yang dikemukakan Mahliansyah (2013), bahwa

rata-rata berat badan akhir yang dicapai itik serati pada 8 minggu, dengan pemberian pakan

berbasis empulur sagu fermentasi sebasar 1393,75 g/ekor. Selain itu, pertambahan berat

badan yang tinggi akan mengakibatkan berat badan akhir ikut meningkat seiring dengan laju

pertumbuhan ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasroedin (1995) dan Zuprizal

(1998) bahwa pertambahan berat badan selama proses pemeliharaan akan berdampak

kepada berat badan akhir yang tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan Rasyaf (1995),

bahwa laju pertambahan berat badan salah satunya dapat menentukan berat badan akhir.

Berat Potong

Data rata – rata hasil penimbangan terhadap berat potong masing-masing perlakuan,

disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan level

protein pakan 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat potong itik pedaging

umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan

lainnya.

Tabel 6. Rata-rata berat potong itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor)

Perlakuan Berat potong

A (Pakan pola petani/kontrol ) 1,100 a

B (Protein pakan 14%) 1,759 b

C (Protein pakan 16%) 1,801 c

D (Protein pakan 18%) 2,000 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata

menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata berat potong itik pedaging tertinggi dihasilkan

perlakuan D sebesar 2.000 g/ekor, disusul perlakuan C (1.801 g/ekor), sementara terendah

pada perlakuan A sebesar 1.100 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan

akhir yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda. Berat badan

akhir yang tinggi salah satunya disebabkan karena jumlah konsumsi pakan yang tinggi

dengan tingkat palatabilitas dan efisiensi kecernaan pakan yang baik, sehingga daging yang

dihasilkan meningkat. Selain itu, korelasi antara berat badan akhir yang tinggi akan

mengakibatkan berat potong meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasroedin (1995)

dan Zuprizal (1998), bahwa berat badan akhir yang dicapai selama pemeliharaan dengan

komposisi pakan berbeda atau sama, akan berdampak kepada berat potong yang dihasilkan.

Pendapat yang sama dikemukakan Rasyaf (1995) bahwa berat badan akhir salah satunya

dapat menentukan berat potong, apabila ternak sudah disembelih.

Berat Karkas

Data rata-rata berat karkas itik pedaging masing-masing perlakuan selama

pengkajian (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan

level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,1) terhadap berat karkas itik pedaging

Page 9: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 545

umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan

lainnya.

Tabel 7. Rata - rata berat karkas itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor)

Perlakuan Berat karkas

A (Pakan pola petani/kontrol ) 910 a

B (Protein pakan 14%) 1,100 b

C (Protein pakan 16%) 1,500 c

D (Protein pakan 18%) 1,900 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata

menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata berat karkas itik pedaging tertinggi dihasilkan

perlakuan D sebesar 1.900 g/ekor, disusul perlakuan C (1.500 g/ekor) dan terendah

perlakuan A sebesar 910 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat potong yang

dicapai masing-masing perlakuan berbeda. Semakin tinggi berat potong yang dihasilkan,

semakin tinggi pula berat karkas yang diperoleh. Hal ini senada dengan pendapat

Mahliansyah (2013), bahwa itik serati dengan pemberian pakan berbasis empuluh sagu

fermentasi yang berbeda tingkat kandungan serat kasarnya, menunjukkan perbedaan berat

karkas nyata. Pernyataan yang selaras dikemukakan Uhi et al. (2004), bahwa semakin

tinggi tingkat serat kasar dalam pakan, maka konsumsi pakan semakin rendah, sehingga

mempunyai konsekuensi terhadap pertambahan bobot badan, berat akhir dan berat karkas

yang dicapai berbeda-beda.

Persentase Karkas

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein pakan

18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase karkas itik pedaging umur 10

minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan

level protein pakan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Rata-rata

persentase karkas itik pedaging umur 10 minggu selama pengkajian, disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata- rata persentase karkas itik pedaging umur 10 minggu (%)

Perlakuan Karkas (%)

A (Pakan pola petani/kontrol) ) 61,24 a

B (Protein pakan 14%) 65,66 b

C (Protein pakan 16%) 69,45 c

D (Protein pakan 18%) 71,23 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata persentase karkas itik pedaging tertinggi

dihasilkan perlakuan D sebesar 71,23%, disusul perlakuan C (69,45%), dan terendah

perlakuan A sebesar 61,24%. Perbedaan persentase karkas yang diperoleh dari perlakuan D

yakni penggunaan level protein pakan 18%, diduga bahwa tingkat konsumsi pakan yang

Page 10: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 546

tinggi dan palatabilitasnya baik, sehingga berat potong yang dicapai masing-masing

perlakuan berbeda-beda. Bobot potong berhubungan erat dengan berat badan akhir dan

pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan akhir yang tinggi karena jumlah

konsumsi pakan yang tinggi, dengan tingkat palatabilitas pakan yang baik akan

meningkatkan pencapaian berat dan persentase. Hal ini sejalan dengan pendapat Matitaputty

(2002), bahwa konsumsi pakan yang tinggi akan menyebabkan pertambahan berat badan

dan berat badan akhir yang tinggi serta persentase karkas yang tinggi. Persentase karkas itik

pedaging yang dihasilkan dalam kajian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Lutfi (1988)

dalam Matitaputty (2002) yakni sebesar 64,39%. Selanjutnya laporan lain dikemukakan

Lukman (1995) bahwa persentase karkas itik serati sebesar 63,20% dari bobot hidup.

Laporan lainnya dikemukakan Mahliansyah (2013), bahwa persentase karkas itik serati

selama pemeliharaan 8 minggu berkisar antara 63,34 - 70,66%.

Persentase Lemak Abdominal

Data rata – rata hasil perhitungan persentase lemak abdominal itik pedaging masing-

masing perlakuan selama pengkajian, disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil analisis

ragam, diketahui bahwa penggunaan level protein pakan 18% berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap persentase lemak abdominal itik serati umur 10 minggu. Hasil uji wilayah

berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18%

berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya.

Tabel 9. Rataan persentase lemak abdominal itik pedaging umur 10 minggu (%)

Perlakuan Lemak Abdominal

A (Pakan pola petani/kontrol) ) 15,40 a

B (Protein pakan 14%) 13,26 b

C (Protein pakan 16%) 13,57 b

D (Protein pakan 18%) 18,15 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sam pada kolom rata-rata tidak

menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata persentase lemak abdominal tertinggi

dihasilkan perlakuan D sebesar 18,15% dan terendah perlakuan B sebesar 13,26%.

Perbedaan ini diduga disebabkan oleh faktor efiensi pemanfaatan nurien pakan lebih baik,

terutama energi metabolisme (EM/k/kal) yang digunakan selama pertumbuhan masing-

masing perlakuan berbeda, walaupun pakan yang diberikan iso protein dan iso energi,

namum selama proses metabolisme di dalam tubuh karena ada faktor lainnya yang ikut

mempengaruhi, seperti temperatur dan kondisi fisiologis ternak, hal ini akan berdampak

pada pengurangan kandungan lemak tubuh. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa

penggunaan level protein pakan 14% dapat menurunkan persentase lemak abdominal,

sehingga kandungan lemak abdominalnya lebih yang baik. Hasil kajian ini didukung oleh

pernyataan Mahliansyah (2013), bahwa pakan yang mengandung empulur sagu fermentasi

sebesar 30% dapat mempengaruhi persentase lemak abdominal itik serati selama

pemeliharaan 8 minggu.

Page 11: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 547

Berat Hati

Data penimbangan bobot jerohan (jantung dan empela) itik pedaging masing-masing

perlakuan selama pengkajian, disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil analisis ragam

diketahui bahwa penggunaan level protein 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap berat hati itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan

menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata

(P<0,01) dengan perlakuan lainnya.

Tabel 10. Rata-rata bobot jantung dan empela itik serati umur 10 minggu (g)

Parameter Perlakuan

A B C D

Berat hati (g) 54,62a 54,03

a 63,86

b 74,04

c

Berat jantung (g) 31,19 b 27,41

c 20,58

b 20,58

c

Berat ampela (g) 85,02a 90,75

b 94,33

c 90,57

b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata

menunjukkan tidak nyata pada DMRT 5%.

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata berat hati itik pedaging tertinggi dihasilkan

perlakuan D 74,04 g/ekor, disusul perlakuan B (63,86 g/ekor) dan terendah perlakuan B

sebesar 54,62 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan akhir yang dicapai

selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda-bedan. Pertambahan berat badan

yang tinggi karena iik mengkonsumsi jumlahi pakan yang tinggi, dengan tingkat

palatabilitas dan kecernaan pakan yang baik. Berat hati yang berbeda diduga oleh

penambahan berat selama pertumbuhan, sehingga berat hati mengalamai peningkatan. Berat

hati menurut Zuprizal (1995) ada hubungannya dengan konsumsi pakan, terutama jika

unggas diberi pakan berupa jagung butiran.

Berat Jantung

Data penimbangan terhadap berat jantung itik pedaging (Tabel 10). Berdasarkan hasil

analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan pakan berptotein 18% dalam pakan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jantung itik pedaging umur 10 minggu.

Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan protein

pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Berat jantung

berbeda diduga disebabkan oleh berat akhir masing-masing individu ternak berbeda dengan

tingkat konsumsi pakan yang berbeda pula. Pertumbuhan yang cepat pada unggas dengan

komposisi pakan yang banyak mengandung lemak kasar sering diikuti dengan pembesaran

jantung, sehingga terjadi penimbunan lemak tinggi yang menyelimuti permukaan jantung.

Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa besarnya jantung pada unggas sangat

berhubungan dengan berat badan dan perlemakan di sekitar jantung.

Berat Empela

Data penimbangan berat rampela itik pedaging masing-masing perlakuan (Tabel 10).

Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan pakan berprotein 18%

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat empela itik pedaging umur 10 minggu.

Page 12: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 548

Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level

protein 18% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya.

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata berat empela itik pedaging tertinggi

dihasilkan perlakuan C sebesar 94,33 g disusul perlakuan B (90,75 g), dan terendah

perlakuan A sebesar 85,02 g. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan akhir yang

dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda-beda. Berat empela itik

pedaging yang berbeda diduga disebabkan oleh berat akhir masing-masing individu ternak

yang berbeda dalam usaha untuk menghancur pakan secara kimiawi di dalam empela.

Kekuatan otot empela yang besar, menyebabkan empelanya menjadi besar. Hasil pengkajian

ini senada dengan yang dilaporkan Kusyanti (2013), bahwa besarnya empela sangat

dipengaruhi oleh tingkat kontraksi empela pada saat melakukan proses pemecahan pakan

secara kimiawi di dalam empela.

Analisis Usaha (Income Over Duck Feed Cost - IODFC)

Income over duck feed cost (IODFC) itik pedaging dihitung berdasarkan total

pendapatan - (harga bibit/DOD + biaya pakan). Hasil perhitungan analisis usaha sederhana

pemeliharaan itik pedaging selama 10 minggu, disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis kelayakan usaha tani sederhana (Income Over Duck Feed Cost IODFC))

itik pedaging selama 10 Minggu.

No. Uraian Jumlah Harga

satuan (Rp)

Perlakuan (dalam Rp .000)

A B C D

A. Pengeluaran :

Bibit DOD umur 7

hari

100 ekor 12.000 1.200 1.200 1.200 1.200

Pakan 890 kg 4.000 4.000 3.560 3.000 3.500

Obat-obatan/

vitamin

1 paket 100.000 - 100 1000 150

Peralatan kandang/

tempat air minum

20 buah 15.000 300 300 300 300

Upah Tenaga Kerja 2 OB 750.000 1.500 1.500 1.500 1.500

Sub Jumlah 5.000 6.660 6.100 6.650

B Pemasukan :

Jual itik pedaging 100 ekor 70.000 6.000 7.000 7.500 8.000

Pupuk kandang 5 karung 15.000 0 45 50 45

Sub Jumlah 6.000 7.450 7.550 8.450

Keuntungan (B-A) 1.000 850 1.4500 1.800

R/C ratio - - 0,85 1,11 1,23 1,27

Keterangan : OB (orang/bulan)

Tabel 11 dapat dikemukakan bahwa berdasarkan perhitungan sederhana

pemeliharaan itik pedaging dengan jumlah 100 ekor, masing - masing perlakuan yang

memperoleh keuntungan tertinggi adalah level protein 18% yakni sebesar Rp. 1.800.000,-,

R/C ratio atau perbandingan antara biaya dan keuntungan 1,27, dengan asumsi-asumsi yang

digunakan salah satunya tidak ada kematian (mortalitas). Angka R/C ratio lebih dari 1

(satu), dinyatakan bahwa usaha tersebut layak dan menguntungkan.

Page 13: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 549

Kesimpulan

1. Penggunaan level protein pakan 18% dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap

pertambahah berat badan, berat badan akhir, berat karkas dan persentease karkas itik

pedaging, sementara persentase lemak abdominal terendah diperoleh perlakuan C

(protein pakan 16%).

2. Berdasarkan analisis ekonomi sederhana, usaha beternak itik pedaging sebanyak 100

ekor/periode (2,5 bulan pemeliharaan), dengan asumsi kematian nol persen, perlakuan

D (protein pakan 18%) mempunyai nilai keuntungan sebesar Rp. 1.800.000/periode,

dengan nilai R/C 1,27. Karena nilai R/Cnya lebih dari 1, maka usaha beternak itik

pedaging tersebut layak dan menguntungkan.

Daftar Pustaka

Anwar. R. 2005. Produktivitas itik Manila (Cairina moschata) di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah

Ilmu-Ilmu Peternakan VI (1): 24-33.

Bakrie, B., Suwandi dan L. Simanjuntak. 2005. Prospek pemeliharaan terpadu ”Tik-Tok”

dengan padi, ikan dan azolla di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Wartazoa 15 (3):128-

135.

Dijaya, A.S. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Penerbit PT. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatam. 2011. Laporan Tahunan 2011. Banjarbaru.

Harahap, D. 1993. Potensi itik mandalung sebagai penghasil daging ditinjau dari berat

karkas dan penilaian organoleptik dagingnya dibandingkan dengan tetuanya.

Disertasi. Prorgam Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penerbit

PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hutabarat, P.H. 1982. Genotipe x nutrient interaction of crosses between Alabio and Tegal

duck and Muscovy and Pekin draker. Brith.Poult.Sci. (24): 555-563.

Kusyanti. 2013. Tingkat pemberian empulur sagu fermentasi dengan Aspergillus niger

terhadap kualitas karkas itik serati umur 8 minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian

Jurusan Peternakan. Universitas Islam Kalimantan. Banjarmasin

Mahliansyah. 2013. Tingkat pemberian empulur sagu fermentasi dengan Aspergillus niger

terhadap performa itik serati umur 2—8 minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan

Peternakan. Universitas Islam Kalimantan. Banjarmasin

Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan

MINITAB . Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Metzer Farms. 2001. Mule duck. [email protected] [10 September 2001].

Page 14: RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/61... · ternak sapi dan ayam. ... entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai

Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging | 550

Roesdiyanto dan D. Purwantini. 2001. Kinerja entik hasil persilangan (entok x itik) melalui

inseminasi buatan (IB) yang dipelihara secara intensif. Journal Animal Production 3

(1):31-39.

Setioko, A.R. 2003. Keragaan itik ” Serati” sebagai itik pedaging dan permasalahannya.

Wartazoa 13 (1): 14-21.

Simanjuntak, L. 2002. Mengenal lebih dekat tiktok unggas pedaging hasil persilangan itik

dan entok. Penerbit Agro-Media Pustaka. Jakarta.

Srigandono, B. 2000. Beternak Itik Pedaging. Penerbit PT. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Suparyanto, A. 2005. Peningkatan produktivitas daging itik madalung melalui pembentukan

galur induk.Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Suryana. 1998. Optimalisasi pemanfaatan itik alabio jantan sebagai penghasil daging. Balai

Pengkajian Tengkologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan. Banjarbaru. hlm 1-11.

Suryana. 2007. Prospek dan peluang pengembangan itik Alabio di Kalimantan Selatan.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (3):109-114.

Wasito dan E.S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Penerbit Kanisius Yogjakarta.