Resensi Buku Sebelas Patriot.docx
-
Upload
ferry-artajaya -
Category
Documents
-
view
254 -
download
18
description
Transcript of Resensi Buku Sebelas Patriot.docx
Tugas ResensiNOVEL
Sebelas Patriot
Disusun untuk melengkapi nilai Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
oleh:
Angga Gumilar (02)
Ferry Artajaya (08)
Vincentius Dwi Himawan(26)
XII IPA-1
SMA Mardi Yuana
Bogor
2011/2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................i
LATAR BELAKANG ............................................................................................................1
Tema buku
Maksud pengarang
IDENTITAS BUKU ..............................................................................................................2
MACAM / JENIS BUKU ......................................................................................................3
KEPENGARANGAN ...........................................................................................................3
Penyajian buku
Gaya bahasa pengarang
KEUNGGULAN BUKU ......................................................................................................4
KELEMAHAN BUKU .........................................................................................................5
IKHTISAR .........................................................................................................................6
NILAI BUKU ......................................................................................................................7
kesimpulan
Pendapat resensator
LATAR BELAKANG
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan resensi ini. Resensi adalah salah satu bentuk
penyampaian kepada pembaca mengenai kualitas hasil karya atau sebuah buku,
apakah pantas mendapat sambutan dari masyaraka atau tidak. Di sisi lain, dengan
resensi pembaca dapat menimbang melalui ringkasan, ulasan dan ikhtisar dan popok-
pokok penilaian lainnya.
Resensi kali ini akan mengulas sebuah novel karangan Andrea Hinata berjudul
Sebelas Patriot. Novel ini merupakan buku ke tujuh yang di tulis oleh Andrea Hinata
dan mengusung tema sepakbola: Fanatisme dan Cinta Sejati. Tema ini berisi kisah
inspiratif tentang harapan terhadap sepak bola dan patriotisme, tentang cinta seorang
anak dan pengorbanan seorang ayah dan kegigihan dalam menggapai mimpi.
Andrea Hinata mengakui menulis novel ini dalam waktu singkat seperti halnya
keenam novelnya yang lain. Karena hanya dalam waktu 3 minggu, menulis 10 persen
dan 90 persen riset, tidak seperti halnya penulis yang lain lebih banyak untuk menulis.
Andrea menegaskan, novelnya yang ketujuh ini tidak based on true story, tetapi hanya
inspired by true story, yakni terinspirasi ayahnya pada zaman Belanda di Belitong yang
menjadi seorang pemain sepak bola.
Pengarang mengharapkan dengan novel ini pembaca akan melihat bagaimana
perjuangan anak-anak pulau yang ingin menjadi pemain bola dan membela bangsanya
melalui olahraga. Selain itu, karyanya dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap
kondisi persepakbolaan Indonesia yang sedang kisruh. Oleh karena itu, Andrea
Hinata sebagai seorang penulis melalui karyanya ini berharap dapat menunjukkan
bahwa kondisi persepakbolaan Indonesia masih memiliki harapan.
IDENTITAS BUKU
Judul novel : Sebelas Patriot
Penulis : Andrea Hirata
Tebal : xii + 112 halaman
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Cetakan Pertama, Juni 2011
Harga : Rp. 39.000,-
Novel ini juga dilengkapi dengan CD berisi tiga lagu yang lirik dan aransemen musiknya
diciptakan oleh andrea hirata. Lagu-lagu tersebut berjudul "PSSI Aku Datang", "Sebelas
Patriot", dan "Sorak Indonesia".
Andrea hirata mempersembahkan ketiga lagu ini untuk rakyat Indonesia dan seluruh
pembaca novel Sebelas Patriot. Lagu-lagu ini berisi tentang semangat untuk para
supporter demi meletupkan gelora dan kecintaanya pada persepakbolaan Indonesia.
MACAM ATAU JENIS BUKU
Sebelas Petriot adalah novel non fiksi yang dibuat tidak berdasarkan kisah nyata
pengarang, namun terinspirasi oleh kisah nyata orang terdekatnya.
KEPENGARANGAN
Cara yang digunakan pengarang dalam menganalisis masalah, menyusun kesimpulan
tergolong unik dan berbeda dengan pengarang lainnya. Misalnya saja, melalui filosofis
buah-buahan, para pemain sayap, diajari dengan seksama oleh Pelatih Toharun cara
melakukan tendangan pisang. Jika tendangan ini berhasil, bola akan meluncur secara
melengkung seperti buah pisang, sehingga penjaga gawang gelagapan. Para striker
diajarinya teknik sundul labu sium. Teknik ini seperti orang menyundul buah labu siam
di kebun. Maksudnya agar striker unggul dalam umpan-umpan tinggi dan mampu
melakukan tandukan secara akurat.
Pada para defender, Pelatih Toharun sedikit kejam, yaitu mereka disuruh
membayangkan diri mereka sebagai buah nangka. Teknik ini disebut teknik kuda-kuda
buah nangka. Maksudnya, para pemain belakang bertindak selayaknya buah nangka
besar yang tidak mudah digeser. Yang paling brutal adalah bagaimana Pelatih Toharun
mengelola penjaga gawang. Tekniknya disebut teknik durian runtuh, yakni seluruh
pemain yang ada di lapangan disuruh menendang bola sekuat-kuat tulang secara
bersamaan dalam jarak dekat dan sang keeper harus mampu menangkap bola
sebanyak-banyaknya. [Sebelas Patriot, 44-45]
Andrea juga menghadirkan “kesimpulan” yang berupa filosofi hingar-bingar
persepakbolaan dalam negeri. Menabung lama demi membeli tiket menonton PSSI lalu
berteriak PSSI sampai habis suaranya, hingga peluit panjang dibunyikan, adalah
keikhlasan. Para pemain menunduk untuk berdoa adalah agama. Penjaga gawang
memeluk tiang gawang sebelum bertanding adalah budaya. Ratusan moncong kamera
yang membidik lapangan adalah sejarah. Ayah yang membawa anak-anaknya untuk
menonton bola adalah cinta. Bocah-bocah murid SD Inpres di pinggiran Bekasi yang
patungan untuk menyewa angkot, berdesak-desakan di dalam mobil omprengan demi
mendukung PSSI adalah patriotisme. Catatan skor pada papan elektronik raksasa yang
ditatap dengan perasaan senang yang meluap-luap atau kecemasan yang tak
terperikan adalah sastra yang tak ada bandingnya. Menjadi penggila sepak bola berarti
menjadi bagian dari keajaiban peradaban manusia. [Sebelas Patriot, 97-98]
“Cinta sepak bola, adalah cinta buta yang paling menyenangkan.” [Ikal, Sebelas Patriot,
88]
“Begitu besar cinta, begitu singkat waktu, begitu besar kecewa, lalu tak ada hal selain
menunggu pertandingan berikutnya, lalu bergembira lagi. Sepak bola adalah satu-
satunya cinta yang tak bersyarat di dunia ini.” [Adriana, Sebelas Patriot, 93]
“Jika ada hal lain yang sangat menakjubkan di dunia ini selain cinta, adalah sepak
bola.” [Andrea Hirata]
Dalam novel terbarunya ini, Andrea Hinata menggunakan gaya bahasa yang ringan,
ringkas dan mudah dimengerti. Pengarang menghindari cara penulisan retorik yang
lazim ia gunakan dalam karya-karya sebelumnya. Pengarang juga baru saja mengikuti
program International Writing Program yang diselenggarakan oleh University of Iowa,
Amerika Serikat dan hasilnya tulisannya semakin efisien. Gaya bahasa yang digunakan
cukup sederhana, ringan, dan mudah dicerna pembaca awam.
KELEBIHAN BUKU
Sebelas Patriot terasa manis, karena Andrea masih tetap menggelitiki pembaca dengan
menampilkan keunikan dalam kisahnya. Novel dapat juga dijadikan pemompa
semangat pendukung sepakbola Indonesia ditengah carut-marut kemelut PSSI dan
liga-liga di Indonesia. Bukan sekadar permainan konyol 22 pemain memperebutkan
sebuah bola. Tak hanya itu, sebab dalam novel ini menceritakan tentang mimpi,
patriotisme, cinta, dan perjuangan dalam sepak bola.
Sebelumnya Andrea dikenal dengan novel-novel tebal dan jalinan cerita yang rumit
dengan deskripsi padat. Namun, dengan membaca novel yang 'tipis' ini, kita akan
mendapatkan sisi lain dari karya Andrea Hirata.
KELEMAHAN BUKU
Berbeda dengan keenam novel sebelumnya, novel ketujuh berjudul Sebelas Patriot
hanya terdiri dari 101 halaman. Kisah Ayah Ikal yang ditampilkan kurang berhasil
membuat haru biru yang mendalam, tidak seperti sosok Ayah yang pernah ditampilkan
dalam tetralogi Laskar Pelangi.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam Sebelah Patriot ini seperti Mahar dan Trapani hanya
muncul sekilas sehingga kesan yang ditinggalkan menjadi kabur. Sementara Pelatih
Amin, Pelatih Toharun, dan Pelatih Tohamin, trio pelatih generasi turun temurun itu pun
hadir tak terlalu berkarakter. Andrea menampilkan luapan emosi kecintaan Ikal pada
PSSI dan sepak bola yang terkesan berlebihan, hingga Andrea melupakan seni show
not tell dalam menulis. Sangat Andrea Hinata terasa sedang kehilangan 'sentuhan'
pada ceritanya.
Pelajaran dan penyakit moral yang selalu meruntuti setiap novelnya pun kurang terasa.
Mungkin bijak adanya, karena dalam tetralogi Laskar Pelangi dan dwilogi Padang Bulan
telah merangkum secara runtut pelajaran moral dan penyakit gila itu. Namun, ini
membuat “Sebelas Patriot” seakan jadi novel yang diada-adakan, mengingat dalam
novel sebelumnya, Andrea tidak membicarakan sepak bola secara mendalam. Andrea
terkesan terburu-buru dalam menyelesaikan “Sebelah Patriot”.
IKHTISAR
Berawal dari sebuah foto yang terlarang baginya untuk dilihat, apalagi ditanya, Ikal
secara tidak sengaja, atau lebih tepatnya sembunyi-sembunyi, menemukan sejarah
bahwa ayahnya yang amat sangat dicintai dan dikaguminya itu pernah menjadi salah
seorang pahlawan sepakbola di kampungnya ketika jaman penjajahan Belanda. Hal itu
yang membuat ayahnya tersebut harus mengalami kehancuran tempurung lutut kiri
akibat siksaan Belanda yang tidak senang kesebelasan kumpeni dikalahkan
kesebelasan jajahan dengan gol semata wayang ayahnya ini.
Mengetahui begitu besar peran ayahnya pada masa itu, Ikal bertekad untuk
meneruskan jejak ayahnya sebagai pahlawan sepakbola, dan dengan semangat yang
membuncah-buncah, berkali-kali mencoba menjadi pemain sepakbola junior PSSI,
namun selalu gagal. Rasa sedih, kecewa, dan merasa bersalah pada ayahnya, sangat
memukul jiwa Ikal. Namun kata-kata motivasi dari ayahnya membuatnya kembali
bangkit, “Prestasi tertinggi seseorang, medali emasnya, adalah jiwa besarnya.”
Sungguh kalimat motivasi terhebat yang pernah keluar dari seorang ayah yang sangat
pendiam dan bahkan tak pandai baca tulis itu.
Menyadari ketidakmungkinannya menjadi pemain sepakbola, membuat Ikal puas
sekedar menjadi pendukung sepakbola terutama PSSI dengan menyebut dirinya dan
para pendukung PSSI sebagai Patriot PSSI. Atas kecintaan yang besar terhadap
sepakbola pada umumnya, dan terhadap ayahnya pada khususnya itu pulalah yang
membuat Ikal dengan penuh perjuangan mendapatkan baju seragam sepakbola milik
Luis Figo – langsung dari markas Real Madrid di Santiago Bernabeu di Kota Madrid,
Spanyol, dan lengkap dengan tanda tangan asli Figo – dengan bekerja serabutan siang
malam seperti yang biasa dilakoni seorang backpacker, agar uangnya mencukupi harga
kaos itu sejumlah dua ratus lima puluh euro. Dan dia berhasil mendapatkannya, tentu
saja. Bahkan setelah itu dia berhasil juga menonton pertanding antara Real Madrid vs
Valencia, langsung dari tribun di stadion Santiago Bernabeu.
NILAI BUKU
Novel ini memang mengupas kisah haru biru yang menyelimuti para penggila bola di
seluruh dunia. Bahwa setiap orang, penggemar fanatik sepakbola, mempunyai kisah
dan alasan tersendiri tentang mengapa mereka bisa begitu menggilai sepakbola,
bahkan di beberapa negara di Eropa dan Amerika Latin, sepakbola telah menjadi
“agama” bagi mereka. Di dalam sepakbola pula, Andrea Hirata mengupas begitu
banyak aspek kehidupan yang dapat dipelajari. Sepakbola sebagai life style, sepakbola
sebagai seni, sepakbola sebagai psikologi, sepakbola sebagai sejarah, sepakbola
sebagai bisnis, sepakbola sebagai politik, sepakbola sebagai budaya, sepakbola
sebagai keikhlasan, sepakbola sebagai cinta, dan sepakbola sebagai agama.