repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun...

64
TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP RITUAL BUDAYA MANGNGARO BAGI ORANG KRISTEN DI KECAMATAN NOSU KABUPATEN MAMASA SULAWESI BARAT Edison Frans 77101. 16. 014 Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta ABSTRAK Dalam sebuah kerangka mewujudkan kehidupan yang diperkenan oleh Tuhan, orang Kristen harus dituntun ke dalam sebuah pengajaran yang benar, yang Alkitabiah. Alkitab adalah firman Allah, kabar baik mengenai Yesus, yang adalah sumber segala kebaikan, atau jaminan kehidupan bagi yang datang dengan kesungguhan kepadaNya. Sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah dimuat dalam Alkitab selanjutnya diimplikasikan di tengah-tengah kebudayaan dalam kehidupan nyata. sebagai pola hidup sebagai representasi dari pelaksanaan dan kesetiaan kepada perintah Tuhan. Memperhatikan persoalan kepercayaan atau iman yang terjadi dikalangan orang Kristen di Nosu yang hidup dalam kebudayaan dan karena masih melaksanakan ritual mangngaro pada hal dalam ritual tersebut terkandung sebuah kepercayaan tradisional atau kepercayaan aluk todolo, yang meyakini bahwa dengan mengupacarakan orang yang sudah mati melalui korban-korban binatang maka mengantarkan arwah orang mati itu sampai ke tujuan akhir yaitu (puya) dan pada akhirnya arwahnya itu akan memberkati kaum keluarga yang masih hidup. Ritual budaya mangngaro terus sampai saat ini menggerogoti kehidupan orang Kristen di Nosu, maka dirasa perlu untuk memikirkan bagaimana solusi yang terbaik dalam upaya memeberikan mengokohkan kehidupan Iman orang Kristen pada sebuah kebenaran yang hakiki, sehingga pada akhirnya mereka dapat meninggalkan konsep-konsep kepercayaan dari nenek moyang yang membuat salah satu alasan mereka masih melakukan ritual tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara memberikan tawaran persepsi dari sudut pandang Dogma Kristen yang mengarah pada Akitab. Dan juga sebagai usaha menjawab konsep-konsep dari alasan-alasan 1

Transcript of repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun...

Page 1: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP RITUAL BUDAYA MANGNGARO BAGI ORANG KRISTEN DI KECAMATAN NOSU KABUPATEN MAMASA SULAWESI

BARAT

Edison Frans77101. 16. 014

Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

ABSTRAK

Dalam sebuah kerangka mewujudkan kehidupan yang diperkenan oleh Tuhan, orang Kristen harus dituntun ke dalam sebuah pengajaran yang benar, yang Alkitabiah. Alkitab adalah firman Allah, kabar baik mengenai Yesus, yang adalah sumber segala kebaikan, atau jaminan kehidupan bagi yang datang dengan kesungguhan kepadaNya. Sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah dimuat dalam Alkitab selanjutnya diimplikasikan di tengah-tengah kebudayaan dalam kehidupan nyata. sebagai pola hidup sebagai representasi dari pelaksanaan dan kesetiaan kepada perintah Tuhan. Memperhatikan persoalan kepercayaan atau iman yang terjadi dikalangan orang Kristen di Nosu yang hidup dalam kebudayaan dan karena masih melaksanakan ritual mangngaro pada hal dalam ritual tersebut terkandung sebuah kepercayaan tradisional atau kepercayaan aluk todolo, yang meyakini bahwa dengan mengupacarakan orang yang sudah mati melalui korban-korban binatang maka mengantarkan arwah orang mati itu sampai ke tujuan akhir yaitu (puya) dan pada akhirnya arwahnya itu akan memberkati kaum keluarga yang masih hidup. Ritual budaya mangngaro terus sampai saat ini menggerogoti kehidupan orang Kristen di Nosu, maka dirasa perlu untuk memikirkan bagaimana solusi yang terbaik dalam upaya memeberikan mengokohkan kehidupan Iman orang Kristen pada sebuah kebenaran yang hakiki, sehingga pada akhirnya mereka dapat meninggalkan konsep-konsep kepercayaan dari nenek moyang yang membuat salah satu alasan mereka masih melakukan ritual tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara memberikan tawaran persepsi dari sudut pandang Dogma Kristen yang mengarah pada Akitab. Dan juga sebagai usaha menjawab konsep-konsep dari alasan-alasan pelaksanaan ritual mangngaro. sebagai tanggung jawab iman dalam melaksanakan mandate budaya maka, orang Kristen dituntut utuk hidup rendah hati dan taat pada perintah Tuhan sehingga kelak mendapatkan berkat serta akan mengalami pertumbuhan Iman yang baik. serta Mengenal Kristus sebagai sumber berkat dan Tuhan Juruselamat dalam hidup pribadinya.

Dr. Djulius Thomas Bilo, M.Pd.K Tony Salurante, M.Pd.K, M.A

1

Page 2: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN......................................................................... iiABSTRAKSI..................................................................................................... viKATA PENGANTAR......................................................................................viiDAFTAR ISI..................................................................................................... ix

BAB I . PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG......................................................................1B. UJUAN PENULISAN.....................................................................8C. RUMUSAN MASALAH.................................................................8 D. BATASAN MASALAH..................................................................9E. SISTEMATIKA PENLISAN..........................................................9F. MANFAAT PENULISAN..............................................................10

BAB II.KAJIAN TEORITIS.........................................................................................12

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KEKRISTENAN DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT NOSU...........................121. Gambaran singkat sejarah perkembangan Kristen..........122. Kebudayaan masyarakat Nosu..................................................17

a) Geografis.......................................................................................18b) Mata pencaharian.....................................................................19c) Pendidikan...................................................................................20

B. KONSEP KONTEKSTUAL, INKULTUALISASI DAN INTERKULTURAL..............................................................20

1. konsep konntekstual.......................................................................202. konsep inkulturlisasi.......................................................................223. konsep intercultural........................................................................25

C. RITUAL MANGNGARO...............................................................281. Peran ma’pebulan dalam kaitannya dengan ritual

budaya mangngaro...........................................................................322. Pandangan aluk todolo tentang ritual mangngaro

dalam kaitannya dengan aluk rambu solo.............................323. Pengaruh satra sosial (tana) dalam ritual budaya

mangngaro...........................................................................................364. peran ritual budaya mangngaro bagi masyarakat Nosu..37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................38

A. METODOLOGI PENELITIAN DAN ALASAN PEMAKAIANNYA.........................................................................381. Jenis Metode........................................................................................382. Alasan Pemakaian Metode............................................................38

B. SUMBER DATA.............................................................................39C. LOKASI PENELITIAN..................................................................40

2

Page 3: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

D. INSTRUMAN PENELITIAN........................................................40E. PROSEDUR PENGUMPULAN DAN PEREKAMAN

DATA..............................................................................................401. Survei......................................................................................................402. Kuesioner..............................................................................................403. Observasi..............................................................................................414. Wawancara..........................................................................................415. Rekama Video.....................................................................................426. Data dari Buku....................................................................................427. Data dari halaman Web..................................................................43

F. ANALISIS DATA...........................................................................431. Reduksi data........................................................................................432. Triangulasi...........................................................................................443. Penyajian...............................................................................................444. kesimpulan...........................................................................................44

BAB IVTINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP RITUAL BUDAYA MANGARO....................................................................................................... 45

A. TINJAUAN TEOLOGIS RITUAL BUDAYA MANGNGARO..............................................................................45

1. Orang mati menurut ritual budaya mangngaro........................49a. hubungan orang mati dan orang hidup.........................51b. konsep orang mati yang sedang berkeliaran..............54c. kemana sesudah mati............................................................55

2. Konsep orang Kristen di Nosu dalam kej 50:25-26 sebagai alasan melaksanakan ritual budaya mangngaro 58

3. Konsep penghakiman ritual budaya mangngaro.............604. Konsep keselamatan ritual budaya mangngaro........................61

B. ANALISIS SOSIOLOGIS BUDAYA MANGNGARO..................64

BAB. V PENUTUP ............................................................................................................... 67

A. KESIMPULAN....................................................................................... 67B. IMPLIKASI............................................................................................ 69C. SARAN.................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 75

3

Page 4: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan yang dijalani oleh setiap manusia tidak terlepas kultur sebagai pola hidupnya. Kata kultur atau budaya berasal dari bahasa latin colere yang berarti merawat, memelihara dan menjaga.1 Definisi yang banyak dikutip dan ditawarkan oleh Clifford Geertz, menggabungkan keringkasan dan kejelasan: “konsep budaya… menandakan pola makna yang diteruskan secara historis yang terwujud dalam simbol-simbol, sistem, konsepsi-konsepsi yang diwariskan diekspresikan dalam bentuk simbolis yang dengannya manusia berkomunikasi dan mengabadikan, serta mengembangkan pengetahuan mereka mengenai sikap mereka terhadap kehidupan”.2 Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang menjadi pedoman tingkah lakunya.3 Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.4 Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian di sebut superorganic.5 Artinya sesuatu hal menjadi kebudayaan setelah melalui proses pembiasaan, yaitu dengan belajar dalam setiap linkungan dimana berada dalam hidup bermasyarakat dan hidup bergereja. Hidup bermasyarakat dan hidup bergereja secara umum di Indonesia adalah dua hal yang sulit dipisahkan karena keduanya saling mempengaruhi, Kebudayaan mempengaruhi hidup Kekristenan dan juga sebaliknya. Dalam kehidupan ini manusia tidak hidup sendiri di dunia dimana ia terbebas dari segala nilai dan adat-istiadat dan bisa berbuat apapun sesukanya, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan hidup sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan, dan budaya kepercayaan turun-temurun dimana suku dan bangsa itu memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat.

Manusia dituntut untuk mengenal dan meyakini konsep nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya. Nilai-nilai dan konsep kebudayaan itulah yang mempengaruhi dan menjadi pijakan dasar bagi manusia baik itu secara perorangan maupun secara kelompok. Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota masyarakat.6

1Franz Josef Eilers,SVD., Berkomunikasi Antara Budaya ( Flores-NTT- Indonesia: Penerbit Nusa Indah, 1995), 17.

2D. A. Carson, Kristus dan Kebudayaan Sebuah Kacian Baru (Surabaya: Momentum 2018), 2-3.

3Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 170.

4http://id.wikipedia.org/wiki/ Kebudayaan (diakses, 11 oktober 2018).5https://yanuirdianto.wordpress.com. (diakses ,O4 oktober 2018).6Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta: Yayasan

Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1964), 115.

4

Page 5: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Budaya mencakup aturan-aturan yang berisi kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan, yang di terima dan ditolak, tindakan tindakan yang dilarang dan tindakan-tidakan yang diizinkan.

Salain itu Kebudayaan menurut Alkitab dapat dilihat dari Allah karena manusia yang adalah ciptaan Allah memiliki gambar diberi tugas agar ‘menaklukkan dan memerintah bumi’ (Kej.1:28). Artinya, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah MANDAT kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej.2:15); (2) Sesuai Mazmur 150 kita dapat melihat bahwa TUJUAN kebudayaan yang utama adalah untuk ‘memuliakan dan mengasihi Allah. Ironis bahwa masih ada kebudayaan dalam pelaksanaannya menyembah yang bukan pada Tuhan seperti penyembahan kepada arwah orang mati.

Penyembahan terhadap arwah orang mati bukan hanya dilakukan pada satu wilayah saja. Masih banyak suku bangsa di dunia, juga di Indonesia yang memuja illah-illah lokal atau regional, sama seperti yang terjadi pada zaman Alkitab.7 Dari sekian banyak suku dan budaya yang ada di Indonesia, suku Toraja Barat di daerah Kabupaten Mamasa. Kecamatan Nosu adalah termasuk didalamnya. Sebagai suku Toraja Barat juga tentunya memiliki budaya yang mereka warisi dari nenek moyang yang sampai hari ini masih dilaksanakan dalam kehidupan mereka.Yang menjadi persoalan adalah ada bagian dari budaya itu yang bertentangan dengan iman Kristen. Salah satu dari sekian banyak budaya itu adalah ritual peyembahan atau pemujaan kepada arwah orang mati, yang biasanya dilakukan pada bulan liang yang pertepatan pada bulan agustus.

Pada suku Toraja Barat secara khusus di Nosu budaya mereka dikenal dengan istilah “mangngaro”. Kata mangngaro berasal dari kata dasar “aro” Berarti bongkar, keluarkan semua isinya, bukakan semua (tentang rahasia, dsb). Diaro (tentang orang mati yang dirapai’) dikeluarkan dalam rapasan, yaitu suatu bagian upacara orang mati yang dirapai’.8 Diaro: dibongkar, dikeluarkan, (dibukakan) semua.9 kata dasar aro kemudian mendapat awalan “mang” yang diartikan melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan sehingga mangngaro di artikan melakukan pekerjaan membongkar, memperbaiki, dan mengeluarkan orang mati (batang rabuk) dari kuburan (alang-alang atau liang).

Masyarakat adat Toraja Barat memandang kematian sebagai perpindahan dari dunia yang satu ke dunia yang lain, atau suatu peralihan dari kenyataan dunia yang empiris kedunia yang transenden, yaitu dunia para dewa.10 Dan yang dalam peralihan tersebut dilakukan ritual yang mencakup aturan-aturan hukum pada adat sebagai tindakan kewajiban masyarakat.

Adat Toraja Barat di Nosu pola kehidupannya secara garis besar mengkalasifikasikan adat kedalam dua kelompok besar, yang lasim di kenal

7Jan A Boersema, dkk, Berteologi Abad XXI ,(Literatur Perkantas, 2015), 273.8Dirapai’ adalah salah satu ritus upacara Aluk Rambu Solo (ARS), menurut Aluk Todolo

merupakan tingkatan upacara tertinggi. Upacara dirapai’ adalah upacara orang mati yang dilakukan dua kali di tempat berbeda. Pertama dilakukan di sekitar Tongkonan dan yang kedua dilaksanakan dilapangan (Rante) sampai penguburannya.

9J. Tammu., H. Van Der Veen. Kamus Bahasa Toraja-Indonesia (Rantepao: Penerbit yayasan Perguruan Tinggi Toraja), 52.

10Ambe Ice, Tokoh Adat (wawancara, Salulomban, 23 Agustus 2018).

5

Page 6: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

yaitu: pertama Aluk Rambu Tuka (ART) atau Aluk Rampe Matall;, ritus yang berhubungan dengan upacara ucapan syukur dan memohon berkat kepada Puang Matua. Kedua Aluk Rambu Solo (ARS) atau Ahuk Rampe Matampu; ritus upacara yang berhubungan dengan kematian dan merupakan upacara penyembahan kepada arwah dari orang yang telah mati.11

Kepercayaan aluk todolo, atau agama tradisional upacara rambu solo, merupakan suatu kewajiban yang tidak dipaksakan tetapi harus dilaksanakan oleh rumpun keluarga yang ditinggal mati oleh salah satu anggota keluarganya atau sanak familinya untuk mengasihi atau memuja arwah arwah orang mati, agar arwah dari orang mati, sampai dengan selamat ke puya. Sehingga arwah orang mati akan menjadi dewa (membali puang) apabila segala tuntutan upacaranya terlaksana dengan baik, sampai pada upacara mangngaro.12 Artinya arwah orang yang sudah mati supaya sampai dengan selamat ke puya dan menjadi dewa serta memberkati kaum keluarga yang masih hidup perlu melakukan upacara mangngaro. Dalam upacara mangngaro, mayat yang sudah dikubur atau dimasukan kedalam liang, dikeluarkan untuk dikumpulkan di suatu tempat tertentu, biasanya di daerah pinggir kali atau disekitar pinggiran hutan untuk diupacara khusus.13 Tujuan dilakukan dipinggiran hutan atau pinggiran sungai supaya tidak berdampak buruk kepada ternak dan tanaman masyarakat yang ada di sekitarnya.

Setiap agama tentu memiliki aspek fundamental, atau bersifat dasar (pokok)14 yakni aspek kepercayaan dan keyakinan, terutama kepercayaan yang sacral, suci atau gaib, dalam agama Kristen kita di haruskan beriman kepada Allah artinya itu merupakan syarat kepercayaan agama Kristen, namun selain itu masih terdapat unsure-unsur keimanan yang lain. seperti dalam keyakinan orang Nosu tujuan utama melakukan ritual mangngaro ini adalah karena kebudayaan Mangngaro adalah salah satu rangkaian upacara Aluk Rambu Solo yang menurut paham Aluk Todolo mejadi penentu dari proses peralihan arwah orang mati ke Puya menjadi dewa untuk memberkati kaum keluarga dalam pekerjaan dan memberkati tanaman, ternak, serta memberi perlindungan dari bahaya.

Dasar kepercayaan yang mendasari dari setiap pelaksanaan ritual tersebut dengan menghormati, mengasihi orang tua yang sudah meninggal akan membuat arwah orang yang sudah mati tersebut tenang bahkan memberikan berkat yang melimpah kepada keluarga yang masih hidup, serta akan senantiasa menjaga dan melindungi keluarga yang masih hidup dari mara bahaya.15

Artinya mereka percaya bahwa orang yang sudah mati masih berhubungan dengan keluarga mereka yang hidup. Sungguh sangat disayangkan, masyarakat kecamatan Nosu hampir seratus persen adalah pemeluk agama Kristen atau dengan kata lain mayoritas telah beragama kristen sudah sejak lama, mereka rajin ke gereja dan mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian lainnya, namun banyak

11 Ambe Jepi, Tokoh Adat (wawancara, Nosu, 28 Agustus 2018).12Ambe Piter, Tokoh Adat (wawancara, Nosu, 26 Agustus 2018 ).13Ambe Piter, Tokoh Adat (wawancara, Nosu, 26, Agustus 2018). 14https://kbbi.web.id/fundamental (Diakses, 2 September 2018).15https://www.google.com (diakses, 5 oktober 2018).

6

Page 7: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

dari mereka yang masih mengikuti dan melakukan budaya mangngaro, yang mana dari kebudayaan mangaro tersebut ada bagian yang bertentangan dengan iman Kristen misalnya dalam penelitian ini.

Melalui fakta ini menghadirkan sebuah problem mendasar tentang apakah nenek moyang atau orang yang sudah mati mengetahui apa yang di lakukan orang-orang yang hidup dan apakah mereka dapat membantu orang-orang yang masih hidup?, apakah ada alasan untuk merasa takut bahwa mereka yang sudah meninggal akan menyertai kita?, apakah orang-orang yang masih hidup lebih senang jika saudara, anak-anak, cucu, cicit, memperhatikan respek menghargai atau menghormati dan mengasihi saat masih hidup atau jika mereka mengadakan upacara-upacara setelah meninggal?, harapan apa yang ada dengan dipersekutukannya anggota-anggota keluarga di masa depan yang sudah meninggal?. Berdasarkan dengan problematika di atas menghadirkan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan ritual budaya mangngaro di Nosu. Bagaimana konsep mereka terhadap berkat keberhasilan? Bagaimana sejarah kekristenan masuk di Nosu? Bagaimana konsep mereka tentang penghakiman dan tentang keselamatan sebagai orang yang sudah beragama Kristen apakah melalui upacara mangngaro atau melalui Yesus Kristus?, Bagaimana konsep mereka tentang kematian? Bagaimana konsep mereka terhadap penghakiman? Bagaimana konsep mereka terhadap keselamatan? Bagaimana konsep mereka terhadap dasar Alkitab yang mereka ambil dalam Kej 50:25-26? Bagaimana konsep mereka tentang malapetaka?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut mengarah kepada iman orang Kristen yang didasarkan atas pengakuan bahwa Alkitab wahyu Allah yang menjadi penuntun hidup dan yang menerangkan bahwa hanya Allah satu satunya yang berkuasa patut dipuji, disembah, dihormati yang memberkati dan melindungi semua ciptaannya. Sehubungan dengan budaya mangngaro. Maka akan meninjau secara teologis yang mengarah pada konsep Dogma iman kristen serta melihat apakah ritual budaya mangngaro masih relevan untuk dilaksanakan dimasa sekarang dan akan datang. Karena tidak dapat disangkal bahwa walaupun manusia Toraja pada umumnya sudah beragama Kristen tetapi sebagian dari mereka tidak bisa lepas dari ritual budaya mangngaro yang telah berakar dan dilaksanakan secara turun temurun. Sebagai budaya nenek moyang yang perlu dilaksankan dan dilestarikan.

Oleh sebab itu penelitian terhadap salah satu budaya adat Toraja Barat khususnya ritual budaya mangngaro menjadi sangat perlu dalam usaha menjawab problematika dalam kebudayaan mangngaro yang dilakukan oleh orang krisren di kecamatan Nosu kabupaten Mamasa Sulawesi Barat. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan perkembangan diberbagai segi peradaban manusia, dituntut untuk semakin kritis meniai dan melihat fenomena yang terjadi.

7

Page 8: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

B. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah yang akan menjadi benang merah tersusunnya penulisan ini secara teratur. Adapun rumusan masalah itu adalah:

1. Bagaimana sejarah kekristenan di Nosu dan kebudayaannya, bagaimana konsep kontekstualisasi, inkulturalisasi, dan interkulturalisasi dalam ritual mangngaro.

2. Bagaimana tinjauan teologis terhadap ritual budaya mangngaro bagi orang Kristen di Nosu Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat

3. Bagaimana Implikasinya Bagi orang kristen di Nosu

8

Page 9: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Dalam bab ini akan di paparkan tentang sejarah perkembangan Kristen dan beberapa konsep yang berkaitan dengan kebudayaan serta bagaimana pelaksanaan ritual budaya mangngaro sebagai sentral dari pembahasan ini.

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KEKRISTENAN DAN KEBUDAYAAN

Dalam kehidupan masyarakat tradisi dan agama apapun dikenal adanya perayaan religius. Kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya. Agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan kebudayaan sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama lain. Agama mempengaruhi kebudayaan kelompok masyarakat suku bangsa.

1. Gambaran singkat sejarah perkembangan Kristen

Sebelum membahas lebih jauh tentang sejarah kekristenan di Nosu terlebih dahulu penulis memperlihatkan beberapa sejarah penting dari cikal bakal kekristenan di Mamasa. yaitu sebagai berikut:

1. 25 mei 1907 :    Untuk pertama kalinya belanda masuk ke daerah Mamasa. 2. 03 januari 1913 :    Volkschool (sekolah rakyat) dibuka di  daerah Mamasa.3. 2 oktober 1913 :    Secara  resmi injil masuk Mamasa yang di bawah oleh

INDISCHE KERK,   baptisan massal dilakukan oleh 4. Pdt. Kyftenbelt.5. 21 januari 1928 :    Ds A Bikker bersama Nyonya tiba  di Mamasa yang di utus oleh

ZCGK Nederland. 6. 16 Januari 1929 :    Gedung gereja pertama di bangun di kampung Tawalian. 7. Desember 1932 :   Gedung gereja Tawalian selesai dibangun. 8. Desember 1935 :   Berdiri  klasis Lembang Mamasa dan Klasis Tandalangngan.9. 07 Juni 1947 :   Gereja Toraja Mamasa (GTM) Berdiri. 10.04-07 Juni 1947 :   Synode Am I GTM di Minake (Malabo).16

Ketika kita meninjau sejarah Gereja-gereja di Indonesia pada abad 19-20 , maka perhatian kita tertarik pada berbagai persoalan pokok yang dihadapi gereja di seluruh Indonesia dalam menyebar agama Kristen dan membangun gereja. Persoalan-persoalan itu ialah sikap pemerintah Hindia-Belanda terhadap penyebaran agama Kristen.

Agama Kristen di Mamasa yang menyebar sampai di Nosu adalah tumbuh dari hasil pekabaran injil oleh para tenaga Zending khusunya Cristelijke Gereformeerde kerken (CGK) di bawah pelayanan Pendeta Arie Bikker (1876-

16http://mamasatempodoeloe.blogspot.com/2012/03/sejarah-gtm.html (Diakses, 20 April 2019).

9

Page 10: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

1977).17 Ada juga Van Den End, pendeta bantu yang terakhir, beliau sampai jatuh sakit karena selain beratnya pekerjaan yang harus dikerjakan, ia harus menghadapi tantangan berupa medan pelayanan yang sulit, komunikasi yang tidak lancar, kepribadian sebagian guru-guru yang berperilaku tidak baik, dan motivasi yang keliru dari orang-orang di Toraja Barat untuk menjadi Kristen. Sebagian dari mereka beranggapan, bahwa tujuan mereka masuk agama Kristen adalah untuk mematuhi kehendak pemerintah dan pemimpin-pemimpin adat. Namun setelah mereka mengetahui, bahwa hal itu bukanlah kehendak pemerintah dan pemuka adat, merekapun kembali ke aluk todolo (Van der Klis 2007,24-26). Berkenaan dengan hal tersebut, Komisi Visi, Misi, dan Pokok-Pokok Panggilan GTM 2011-2016 yang menguraikan sejarah singkat GTM mengatakan, bahwa zending menganggap budaya, adat istiadat sangat dekat dengan kekafiran sehingga Injil harus disterilkan dari kekafiran (Keputusan SSA XVIII GTM 2011,144). Hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa orang Toraja Barat berkeputusan untuk meninggalkan agama Kristen dan kembali menganut aluk todolo. Mereka sulit meninggalkan agamanya karena kebiasaan, adat istiadat, dan budaya mereka yang sangat kuat dan telah diwariskan secara turun-temurun.18

Pada tahun 1992 di kota Mamasa dalam sidang Badan pekerja lengkap GTM, diputuskan beberapa ketetapan, salah satu dari ketetapan itu adalah tidak diperbolehkan bagi anggota Gereja Toraja Mamasa tanpa terkecuali, untuk “ma pandan” atau “dipandan” (menyimpan orang mati) dan tidak diperbolehkan untuk melakukan upacara Aluk Rambu Solo tingkat “ To Dipelima” atau “To Dipelima Sundun”, hasil keputusan dalam sidang BPL tahun 1992 tersebut yang menjadi acuan bagi seluruh wilayah pelayanan gereja Toraja Mamasa dan klasisis Nosu.

Pendeta yang melayani wilayah Nosu Periode I (1981-1991), Pdt. Paulus Buttuborrong, B.Th Pada masa periode pelayanannya ritual budaya Mangngaro untuk kalangan orang Kristen dilarang dengan alasan bahwa upacara tersebut bertolak belakang dengan ajaran gereja tentang karya penyelamatan Allah di dalam tubuh Yesus Kristus dengan pembaharuan Roh kudus. Karena alasan tersebut upacara mangngaro harus dihilangkan dan melarang orang-orang Kristen melaksanakannya. Keputusan itu mengakibatkan semakin kecil minat dari masyarkat Nosu untuk tetap menganut agama Kristen.

Dengan melihat situasi yang dihadapi oleh gereja yaitu semakin berkurangnya anggota jemaat karena larangan melaksanakan mangngaro, maka langkah yang ditempuh ksususnya klasis Nosu ialah menerima dan membenarkan “bulan liang” bertepatan dengan bulan agustus kalender masehi yang dikhususkan sebagai waktu untuk membersihkan kubur dan memperbaiki alang-alang. Keputusan ini diprakarsai oleh Pdt. Demmanmus’ S.Th., yang melayani di wilayah klasis Nosu periode II 1992-1996. Beliau beranggapan bahwa “bulan liang” atau pelaksanaan pembersihan kubur, pemindahan jenasah dan mangngaro serta adat istiadat yang berhubungan dengan orang mati dapat dijadikan sebagai salah satu saran memberitakan injil kepada masyarakat.

17Th Van Den End, sumber Zending tentang gereja toraja 1901-1961 (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1994).

18jkpthj/jkpthj/s2/m.th/2015/jkpthj-is-s2-2015-2111010309-5-peraturan_pernikahan-chapter2.pdf, (diakses, 30 Maret 2019).

10

Page 11: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Keputusan sidang BPK akhirnya membenarkan “bulan liang” yang dikhususkan sebagai waktu untuk membersihkan kubur dan memperbaiki alang-alang, dalam hal ini bulan liang sesuai yang dikenal dalam tradisi agama aluk todolo. pelaksanaan ini bertujuan agar masyarakat tetap menganut agama Kristen. Pilihan satu satunya dalam menghadapi kemungkinan ini adalah dengan kontekstualisasi yang setia, baik terhadap budaya pribumi maupun kewibawaan Alkitab atau injil.19

Keputusan keputusan yang dihasilkan dalam sidang Badan Pekerja Klasis Nosu pada tanggal 26 Oktober 1992 antara lain :

1. Diterima dan ditetapkan “bulan liang”2. Diperbolehkan melakukan upacara “Mangkayo Tomate” bukan Mangngaro3. Gereja menerima dan melayani upacara mangkayo tomate4. Acara Ma’badong dan Umb Bunga dilaksanakan secara Kristen

Gereja khususnya gereja klasis Nosu mengawali pelayanan ibadah upacara mangkayo tomato pada tahun 1994 yang dilayani oleh Pdt. Demmanmusu’ S.Th., Metode yang dipakai oleh gereja Klasis Nosu dalam menerima dan melayani upacara mangngaro adalah metode interen yang dipakai oleh Matteo Ricci untuk berteologi didataran Cina. Ricci melihat kebudayaannya sendiri hanyalah salah satu dari banyaknya kebudayaan. Dalam melaksankan tugasnya sebagai penginjil di Cina, Ia banyak dan sangat menekankan pendekatan dan pengertian injil kedalam budaya sehingga ajarannya diterima oleh masyarakat dengan kebudayaannya20.

Metode yang ditempuh gereja klasis Nosu dalam melayani upacara mangngaro ialah bertolak dari Alkitab yaitu Kejadian 50:25-26, tentang pemindahan tulang-tulang Yusuf. Gereja kalsis Nosu meyakini bahwa dengan konteks berteologia melalui ritual mangngaro maka injil akan lebih dimengerti dan diterima oleh orang-orang Kristen Nosu. Metode yang diterapkan oleh Pdt Demmanmusu’ S.Th selama periodenya merupakan acuan dalam upacara mangngaro atau mangkayo tomate sebagai suatu sarana memberitakan injil sampai sekarang.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Gereja Toraja Mamasa klasis Nosu menerima dan melayani upacara mangngaro, yang sangat bertentangan dengan ajaran Alkitab hanya karena semakin banyak manusia yang menganut agama Kristen meninggalkan kekristenan dan kembali menganut aluk todolo. Jika ditelusuri justru budaya mangngaro tidak dapat dibenarkan oleh gereja dengan alasan bahwa didalam Alkitab tidak ada ayat ayat yang mendukung dan membenarkan upacara mangngaro dilayani oleh gereja.

2. Kebudayaan masyarakat NosuManusia dalam setiap kehidupannya selalu menghasilkan kebudayaan.

“Kata kebudayaan, berasal dari kata sansekerta “buddhayah” yang adalah bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal.”21 Budaya adalah akal dari budi

19David J. Heselgrave dan E Rommen, kontekstualisai (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1996)20Daniel J Adams,TeologiLintas Budaya Refleksi Baratdi Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1996)21Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Universitas indonesia, 1966), 77.

11

Page 12: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

yang juga berupa cipta, karsa dan rasa.22 Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.23 Ada ahli yang membedakan antara pengertian kebudayaan dan budaya. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta, karsa dan rasa.24 Lebih jauh lagi ditegaskah oleh Bekker bahwa kebudayaan adalah penciptaan, penertiban dan pengelolaan nilai-nilai insan yang mencakup pengolahan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.25 Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, mengatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar.26 Pandangan ini sangat luas karena meliputi semua aspek kehidupan manusia. Kebudayaan masyarakat di daerah tertentu akan berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki aspek nilai yang berbeda. Dan kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis, mata pencaharian, pendidikan, dan lain-lain. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-okjek material dan memiliki yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.27

Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kebudayaan adalah bahwa kebudayaan bisa dipelajari dan dibatasi oleh suatu ras, dan merupakan satu sistem bersama yang seluruh bagian-bagiannya berfungsi serta mempengaruhi satu sama lain, dan kebudayaan senantiasa mengalami perubahan.28 perubahan yang dimaksudkan yaitu unsur-unsur dari kebudayaan itu sendiri. Dpun hal-hal yang mempengaruhi kebudayaan yaitu sebagai berikut:

a. GeografisAwalnya Kecamatan Nosu merupakan wilayah pemekaran dari kecamatan

Pana. secara geografis letak luas kecamatan Nosu kurang lebih 113,33 ha. dalam administrasinya ada 6 desa dan 1 kelurahan, yakni desa Minanga, minanga Timur, Siwwi, Batupapan, Masewe, dan kelurahan Nosu (lumika). Letak perbatasan daerah ini:

1) Sebelah Timur berbatasan dengan kec. Pana, Kab. Mamasa.2) Sebelah Selatan berbatasan dengan kec. Simbuang, Kab. Tana Toraja.3) Sebelah Barat berbatasan dengan kec.Sumarorong, Kab. Mamasa4) Sebelah Utara berbatasan dengan kec. Sasena Padang, Kab. Mamasa.

Kondisi iklim dengan curah hujan rata sebesar 3.487 mm/tahun dan bulan basah sebanyak 11 bulan. Di pagi hari selalu diselimuti embun dan kemudian menghilang sekitar jam sepuluh pagi. posisi wilayah diatas permukaan laut dengan

22Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, 77 23Soerjono Sukanto, Sosiologi suatu pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 172. 24Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Aksara, 1962), 76. 25JWM. Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, sebuah pengata (Yogyakarta: Kanisius, 1984),11. 26Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia,1982),1.27Deddy Mulyana, Komunikasi Antar budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 18.28David J, Hesselgrave. Communicating Christ Cross-Culturally, (Mengkomunikasikan Kristus

Secara Lintas Budaya) (Malang, Literatur SAAT, 2004), 97.

12

Page 13: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Bujur 119°30’, Lintang 3°10’1, DPL.437-2.450 (m).29 berdasarkan letak geografisnya Nosu merupakan Kecamatan Tertinggi di Sulawesi Barat yang dikelilingi Perbukitan, hutan lebat dan suasana sejuk dan dingin, sehingga menciptakan pola kehidupan yang disesuaikan dengan keadaan alam sekitar.

b. Mata pencaharian Sebagian besar masyarakat Nosu mata pencaharian adalah pertanian

produksi padi pada umumnya di hasilkan oleh jenis padi sawah, selain padi sebagai komoditas tanaman pangan adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang-kacangan. selain itu komoditas unggulan di perkebunan yaitu kopi dan markisa. bahkan yang namanya terong Belanda untuk masyarakat Nosu mulai di kembangkan.

Jenis ternak yang di kembangkan oleh masyarakat Nosu adalah kerbau, sapi, babi, ayam buras, ayam ras dan itik. Bahkan sawah-sawah mereka tidak hanya di pergunakan untuk tanaman padi tapi di bagian tengah sawah ada juga lingkaran kolam untuk peliharaan ikan, dengan jenis-jenis ikan yang dapat mereka kembangkan yaitu, ikan mas, ikan nila, lele dumbo. Industry kerajinan tangan salah satunya adalah menenun kain dari benang wol dan benang biasa untuk dijadikan sarung, baju, tas dan lain-lain. Aktivitas perekonomian masyarakat Nosu sebagai pengembangan hasil pertanian, peternakan, dan. dapat berjalan dengan ada tersedianya pasilitas perdagangan yaitu pasar tetapi masih merupakan pasar tradisional yang masih sangat kurang, sehingga harapannya kedepan akan lebih baik.

c. PendidikanPembangunan sumber daya manusia (SDM) suatu daerah merupakan hal

yang menentukan karakter pembangunan ekonomi dan sosial daerah tersebut, karena manusia adalah pelaku aktif dari seluruh kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga keberhasilan di dunia pendidikan merupakan parameter untuk mengetahui tingkat kesejahtraan masyarakat. Keadaan pendidikan di kecamatan Nosu dapat di lihat dengan jumlah pasilitas dan banyaknya penduduk. pasilitas pendidikan telah tersedia mulai dari TK sampai SMA, bahkan sudah banyak yang menyelesaikan sampai sarjana, sebagian juga ada yang master. maka jika dilihat dari pernyataan di atas pendidikan masyarakat di Nosu sudah berada di atas rata-rata. artinya masyarakat Nosu tingkat pendidikannya sudah mapan.30

B. PERKEMBANGAN KONSEP KONTEKSTUALISASI, INKULTURALISASI, DAN INTERKULTURAL

1. Konsep KontekstualisasMenurut Stephan Bevans, kontekstualisasi teologi adalah upaya untuk

memahami Iman Kristen dipandang dari segi suatu konteks tertentu.31 Apakah sebenarnya “teologi kontekstual” itu? Bagi Eka Darmaputera, “teologi kontekstual” adalah “teologi” itu sendiri. Artinya, teologi hanya dapat disebut sebagai teologi apabila benar-benar kontekstual. Mengapa demikian? Oleh karena pada

29Itung, Mantan Camat Nosu (Wawancara, Nosu, 10 Januari 2019).30Basso’ Kepala Desa Minanga (Wawancara, Nosu, 9 Januari 2019). 31Stefhen Bevans, Model-model Teologi Kontekstual , terj: Yosef Maria Florisan (Maumere:

Ledalero, 2002), 1.

13

Page 14: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

hakekatnya teologi merupakan upaya untuk mempertemukan secara dialektik atau komunikasi dua arah, kreatif serta eksistensial antara “teks” dengan “konteks”, antara “kerygma” yang universal dengan kenyataan hidup yang kontekstual. Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa teologi adalah upaya untuk merumuskan penghayatan iman kristiani pada konteks ruang dan waktu yang tertentu.32 Sementara model-model adaptasi terus menekankan pada iman yang diterima, model-model kontekstual mulai dengan refleksinya dengan konteks budaya. Model-model kontekstual semakin dilihat sebagai model-model yang memuat gambaran ideal tentang apakah teologi lokal itu, meskipun pada prakteknya pengembangan gambaran-gambaran ideal itu sering ternyata sulit.33

Kontekstualisasi di kalangan Protestan kadang-kadang dikacaukan juga dengan pemahaman atau penafsiran Alkitab secara kontekstual. Kedua-duanya berbicara mengenai konteks. Tetapi kontekstualisasi berbicara mengenai konteks kebudayaan setempat, sedangkan pemahaman Alkitab secara kontekstual itu berbicara mengenai konteks perikop, kitab surat dan bahkan kanon Alkitab.34 Gereja seharusnya tetap terus bertugas untuk mewartakan Injil dalam berteologi kontekstual dengan tetap memperhatikan model-model kontekstual sehingga benar-benar kristus saja yang di sembah dan dimuliakan.

Di dalam berkontekstual perlu memperhatikan prinsip-prinsip umun seperti menjaga keseimbangan, menjaga kesinambungan, menguji keabsahan, dan mengantisipasi perubahan. perlu di perhatikan dalam berteologi kontekstual bahwa Firman Allah tetap menjadi otoritas tertinggi di dalam melaksanakan kontekstualisasi. Segala sesuatu harus diuji dengan firman Allah, agar Injil yang diberitakan tetap murni. Injil itu bersumber dari Allah. Tetapi di sisi lain Injil itu “asing” bagi segala suku. Kebudayaan biasanya bercampur dengan agama lokal. Tidak ada suatu kebudayaan yang murni. Semua budaya sudah berdosa dan terkontaminasi oleh dosa. Karena itu, setiap kebudayaan harus dikoreksi, dibersihkan dan diperbaiki melalui firman Allah. Hanya firman Allah yang menjadi standard atau tolok ukur untuk menilai segala sesuatu. Oleh sebab itu, sekalipun kontekstualisasi sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan, namun acuannya ialah pada firman Allah. Meskipun kontekstualisasi sebagai cara untuk fleksibel terhadap kebudayaan, namun hal itu tetap berada di bawah hukum Kristus. Kontekstualisasi tidak bisa terlepas dari firman Allah dan hukum Kristus. Lebih dari itu kontekstualisasi harus tunduk kepada otoritas atau kedaulatan hukum Allah dan hukum Kristus.

2. Konsep InkulturalisasiIstilah inkulturasi berasal dari diskusi teologis pada bidang misiologi.

Sebagai istilah, inkulturasi ini digunakan dalam Kongregasi Jendral Yesuit pada tahun 1974/1975 dan secara resmi digunakan pertama kalinya dalam dokumen resmi pada tahun 1977 ketika ada sinode para uskup. Paus Yohanes Paulus II menunjuk makna inkulturasi secara mendalam dengan berkata: “Inkulturasi berarti suatu transformasi nilai-nilai kebudayaan otentik secara mendalam melalui

32Eka Darmaputera “Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia”, dalam J.B. Banawiratma, ddk, Konteks Berteologi Di Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), 9.

33Robert J. Schreiter,c. PP. S, Rencana Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 23. 34Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi Dalam Konteks (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 18.

14

Page 15: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

proses integrasi mereka ke dalam kekristenan dan meresapnya kekristenan kedalam kebudayaan umat manusia.”35

Inkulturasi berasal dari bahasa latin, in dan cultur-cultura. Kata depan in mengandung pengertian “(masuk) ke dalam, sedangkan kata cultur atau cultura berasal dari kata kerja colore yang berarti “mengolah tanah”. Pengertian kultur adalah segala karya yang membantu kehidupan manusia. Sinonimnya dengan kata lain ialah “kebudayaan”, dari “budi-daya” dan “peradaban” dari kata Arab adaba yang berarti mendidik.36 Dengan demikian, istilah inkulturasi, secara umum dipahami sebagai suatu usaha Gereja untuk membudaya. Selain itu, beberapa ahli juga telah berusaha merumuskan istilah inkulturasi ini, salah satunya Giancarlo Collete:

Inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus dimana Injil diungkapkan di dalam situasi sosio-politik dan religius-budaya sedemekian rupa sehingga ia tidak hanya ditawarkan melalui unsur-unsur situasi tersebut, tetapi menjasi suatu daya yang menjiwai dan mengolah budaya tersebut sekaligus budaya tersebut memperkaya Gereja Universal.37

Dalam pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam inkulturasi, Injil Yesus Kristus diwujudnyatakan melalui budaya secara terus menerus, sehingga mengakar didalam kehidupan umat. Dengan inkulturasi, unsur-unsur budaya setempat dirangkul, dimaknai dan dijiwai melalui Injil Yesus Kristus. Inkulturasi bukanlah suatu proses yang singkat karena inkulturasi berlangsung terus-menerus dan senantiasa mengikuti perkembangan umat sesuai dengan konteks jamannya. Mantan Jenderal Yesuit, Arrupe merumuskan inkulturasi sebagai berikut:

Inkulturasi adalah inkarnasi kehidupan dan warta keselamatan Kristen ke dalam kebudayaan tertentu sehingga pengalaman ini tidak hanya menemui ungkapannya atau ekspresinya lewat unsur-unsur kebudayaan tertentu tersebut, melainkan menjadi dasar atau prinsip yang menjiwai, mengarahkan, menyatukan dan mengubahnya kepada satu ciptaan baru.38

Dalam misteri inkarnasi, Yesus Kristus turun kedunia dan mengambil rupa manusia, sehingga Ia pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan situasi konkret di sekitarnya. Begitu pula dalam inkulturasi, ketika Injil diinkulturasikan ke dalam kebudayaan umat setempat, maka keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, keduanya saling merangkul dan memperkaya. Dalam suatu usaha inkulturasi, biasanya tidak bangak dimunculkan bentu-bentuk yang baru dalam pengungkapannya, melainkan bentuk yang sudah ada sebelumnya semakin dimaknai dengan Injil Yesus Kristus. Atau dengan kata lain penbaharuan terjadi dalam makna kebudayaan yang terinkulturasi oleh Injil Yesus Kristus, sehingga suatu kebudayaan akan memiliki makna Injili.

35Martasudjita, “Inkulturasi Ekaristi dan Devosi Ekaristi” dalam Prasetyantha, Ed., Ekaristidalam Hidup Kita (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 109.

36Komisi Liturgi MAWI, Bina Liturgia I: Inkulturasi (Jakarta: Obor, 1985), 9.37Karl-Edmund Prier, Inkulturasi Musik Liturgi (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1999), 8.38Hubertus Muda, Inkulturasi (Ende – Flores: Pustaka Misionalia Candraditya, 1992), 24.

15

Page 16: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Dari beberapa rumusan inkulturasi tersebut, dapat diambil suatu intisari bahwa dengan inkulturasi ada pemaknaan baru dalam pengungkapan kebudayaan setempat. Niali-nilai dari suatu kebudayaan yang sudah ada semakin kuat karena dijiwai oleh semangat injil. Selain itu, usaha Gereja untuk berinkulturasi dengan kebudayaan setempat juga semakin mengarahkan dan memperbarui kebudayaan tersebut sehingga menghasilkan suatu ciptaan atau kebudayaan baru yang lebih memampukan umat untuk menghayati dan mewujudkan iman mereka dengan citarasa sendiri.

Tujuan dari inkulturasi adalah agar umat semakin mengenali, mencintai dan mengikuti Yesus Kristus dengan sepenuh jiwa, hati, dan tenaga menurut kebudayaan dan nilai-nilai pokok hidup umat sendiri. Dalam konteks liturgi, inkulturasi merupakan pengungkapan perayaan liturgi Gereja dalam tatacara dan susunan yang serba selaras dengan citarasa budaya umat yang beribadat. Dengan demikian “umat yang mengikuti ibadat terpesona oleh lagu doa, lambang hiasan, upacara, karena semuanya langsung dapat dimengerti; karena semuanya bagus menurut penilaian yang dipakai dalam hidup kebudayaan setempat”. Di dalam inkulturasi, tidak hanya iman Kristiani yang dipribumikan, tetapi juga sebaliknya kebudayaan pribumi pun dikristenkan. Dengan artian bahwa iman Kristiani dapat diterima sebagai milik umat pribumi dan kebudayaan pribumi pun menjadi bagian dalam Iman Kristiani. Karena inkulturasi merupakan dialog timbal balik antara iman Kristen dan kebudayaan setempat.

3. Konsep InterkulturalKonsep teologi interkultural menekankan perjumpaan antar budaya yang

mengandaikan keberadaan setidaknya dua ragam budaya yang berbeda. Meskipun memiliki nuansa makna yang berbeda, namun semuanya menunjuk pada kebutuhan dan tanggung jawab orang Kristen dalam rangka mengembangkan teologi yang relevan, kongkret dan sehidup mungkin. Istilah teologi interkultural dipakai oleh dua misionaris yaitu Hans Jochen Margull dan temannya Walter J. Hollenweger, pada tahun 1970.39 Istilah ini dikembangkan dan dipakai sampai sekarang oleh para misionaris dalam mengkomunikasikan injil di tengah-tengah kebudayaan atau lebih sederhana interkultural adalah komunikasi antarbudaya.

Komunikasi antarbudaya akan menghadirkan sebuah perubahan. Dalam sebuah kebudayaan, perubahan merupakan hal yang memang selayaknya terjadi. Yang menjadi keprihatinan sesungguhnya adalah arah dan bagian di mana seharusnya transformator Kristen masuk dalam satu kebudayaan berperan mengubah dan menentukan arah perubahan dari dalam kebudayaan itu. Untuk itu kebudayaan ideologi atau pandangan dunia, proses kognitif dan sumber-sumber motivasional dalam sebuah kebudayaan adalah aspek-aspek yang paling penting dari kebudayaan untuk sebuah perubahan.40 Sehingga transformasi yang ditandai oleh adanya perubahan di dalam dan pembaharuan inti hakekat manusia akan nampak dalam ekspresi praktis kehidupan yang terinspirasikan dan menampilkan corak kekristenan di dalamnya.41

39Werner Ustorf, “The Cultural Origin of ‘Intercultural’ Theology”, dalam Mark J. Cartledge dan David Cheetham (Ed.), Intercultural Theology: Approaches and Themes, (Chippenham: SCM Press, 2011), 11.

40Hesselgrave,. Communicating Christ Cross-Culturally, 98.

16

Page 17: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Jika berteologi dengan perspektif akulturasi menekankan penyesuaian iman Kristen terhadap suatu budaya.42 dan kontekstualisasi menekankan upaya memahami iman Kristen dipandang dari segi suatu konteks tertentu.43 serta interkultural mengkomunikasikan iman Kristen terhadap budaya dalam konteks tertentu akan tetapi usaha terhadap konsep kontekstual, inkulturalisasi, dan interkultural yang dikaitkan dengan kebudayaan ritual mangngaro tidak menghilangkan warna kepercayaan aluk totolo. Bentuk upacara mangngaro yang dilayani oleh Gereja, sudah banyak berubah jika dibandingkan dengan upacara mangngaro dalam tradisi aluk todolo, tetapi perubahan bentuk tidak menjamin bahwa manusia atau orang Kristen Nosu telah hidup dalam kebersamaan dengan Allah penciptanya. Keberadaan gereja yang terbeban memberitakan Injil untuk menjalankan Amanat Agung Yesus Kristus dengan usaha-usaha yang sama juga dilakukan tidak terlalu berpengaruh.

Namun, satu kesamaan yang menggarisbawahi kontekstualisasi dari masa-ke masa itu adalah fakta bahwa dari masa ke masa itu Tuhan telah menggunakan satu modus operandi yang sangat luar biasa, yang tidak dapat dimengerti oleh manusia (Yes. 55:6-11) yang mendasari pendekatan kristologis kepada inkulturasi; yang hendaknya juga menjadi modus operandi dalam menjalankan misi, yaitu inkarnasi.44 (lit. menjadi daging, menjadi manusia). Oleh Paulus, agar Firman tetap dapat berinkarnasi ke dalam suatu budaya, Paulus selalu menerapkan Firman secara tepat sesuai dengan kebutuhan orang dalam setiap konteks.45 Dalam komunikasi misionari. Para misionari harus live out dalam kebudayaan responden, hal ini karena sifat komunikasi yang tidak memungkinkan untuk melepas dari kebudayaan dan sifat kekristenan, yang meskipun bersifat suprakultur dalam asal-usul dan kebenarannya, namun bersifat kultural dalam aplikasinya.46 Orang Kristen adalah orang yang telah dimerdekakan Kristus,47 yang tidak boleh terikat dan diikat oleh berbagai tradisi dan upacara adat. Dalam kemerdekaannya itu, orang Kristen diberi kebebasan untuk menilai dan bertindak, mana yang baik dan buruk, mana yang berguna dan mana yang sia-sia.48 Atas dasar kemerdekaan Kristen itulah, orang Kristen dan gereja harus bersikap benar terhadap upacara adat.

C. RITUAL BUDAYA MANGNGARO

41Yakob Tomatala., D. Mis, Teologi Kontekstualisasi, Suatu Pengantar (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1993), 25.

42Robert J. Schreiter, Rancang Bangun Teologi Lokal, terj: Stephen Suleman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 12.

43Bevans, Model-model Teologi Kontekstual, 1.

44Tomatala,Teologi kontekstualisasi, 12.45Tomatala,Teologi kontekstualisasi, 12-13.46Hesselgrave. Communicating Christ Cross-Culturally, 115.47Galatia 5:1: Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu

berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. Galatia 5:13: Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. (band. Katekismus Heidelberg, pert. 34 dan pert. 91).

48I Korintus 6:12: Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.

17

Page 18: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Ritual merupakan kegiatan atau perlakuan simbolik terhadap sesuatu yang di anggap suci atau sacral dan mempunyai kemahakuasaan. ritual merupakan bagian dari ibadah, ketaatan dan ketulusan yang dipersembahkan oleh seseorang atau kelompok orang kepada suatu yang dianggap suci ritual berlansung sesuai dengan ajaran dan petunjuk yang diyakini. Ritual selain di anggap memiliki nilai-nilai ibadah, juga merupakan sarana media yang dipandang dapat memuaskan diri manusia dari segala keterbatasannya.49

Setiap agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini mempunyai ritualitas. barangkali dapat dikatan bahwa, di dunia ini, tidak ada agama tanpa ritual. masalahnya ritual itu salah atau benar tetap saja menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah ajaran. Wujud ritual ada dalam berbagai bentuk, gerak-gerik, puji-pujian, bacanan dan sebagainya.

Dari sejarah lisan yang berkembang dan diyakini secara turun temurun, bahwa aluk mangngaro merupakan suatu mitos yang secara harafiah dapat diartikan sebagai suatu cerita atau suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang, Biasanya untuk menyampaikan asal-usal suatu kejadian istimewa yang tidak akan terlupakan. Demikianlah yang terjadi di masa-masa lampau, atau daerah-daerah terbelakang dengan alam pikiran manusia yang masih kuat dikuasai oleh kekolotan.50 Dalam pengertian yang lebih luas berarti suatu pernyataan. Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah bagian dari suatu folklor (folklor: adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.51) yang berupa kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta (seperti penciptaan dunia dan keberadaan makhluk di dalamnya), serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional.52 Sehubungan dengan mitos ritual budaya mangngaropun adalah bagian darinya, yang sampai sekarang masih dipercaya dan dilaksanakan oleh masyarakat Nosu secara turun temurun karena mereka meyakini bahwa upacara mangngaro di anggap sangat mempengaruhi kehidupan manusia, ternak dan tanaman.

Mitos pada dasarnya bersifat religius, karena memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Masalah yang dibicarakannya adalah masalah-masalah pokok kehidupan manusia, dari mana asal kita dan segala sesuatu yang ada di dunia ini, mengapa kita disini, dan ke mana tujuan kita. Setiap masalah-masalah yang sangat luas itu dapat disebut mitos. Fungsi mitos adalah untuk menerangkan. Mitos memberi gambaran dan penjelasan tentang alam semesta yang teratur, yang merupakan latar belakang perilaku yang teratur.53 sebagaimana dengan ritual mangngaro di Nosu adalah bagian dari cerita-cerita rakyat setermpat yang telah mengatur tatanan hidup mereka.

49Peter L Berger, Langit Suci: Agama sebagai realitas Sosial (Jakarta: LP3ES, 1991) 50Soenarto Timoer, Mitos Ura-Bhaya Cerita Rakyat Sebagai Sumber Penelitian Surabaya

(Jakarta:Balai Pustaka, 1983), 11.51https://kbbi.web.id/folklor (Diakses, 12April 2019).52https://id.wikipedia.org/wiki/Mitos (Diakses. 29 Oktober 2018). 53William A. Haviland, Anthropology, diterjemahkan R. G. Soekadijo, Antropologi (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 1993), 229.

18

Page 19: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Ritual budaya Mangngaro pertama-tama muncul dan dikenal oleh masyarakat di daerah Gorogo’ yaitu tepatnya disebuah perkampungan adat bernama Sumungin, yang sekarang termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten tingkat II Tana Toraja, dalam wilayah Kecamatan Saluputti.54 Menurut mitos yang masih diyakini oleh masyarakat Nosu, bahwa upacara mangngaro bermula dari kisah hidup seseorang yang diyakini dan akhirnya menjadi tradisi dalam masyarakat secara turun temurun, cerita singkatnya yaitu sebagai berikut menurut Ambe ice:

Dahulu kala, di daerah Sumungin hidup satu keluarga yaitu keluarga Pong Baiko’ yang dikaruniai dewa beberapa orang puteri dan satu orang putera yaitu Pameong Balo’. Karena merasa bosan hidup di Sumungin maka ia berkeinginan untuk melihat dan mencari ilmu serta pegalaman di daerah lain. Pong Baiko’ merestui rencana Pameong Balo’ maka pergilah Pameong Balo’ merantau. Beberapa tahun kemudian, setelah Pameong Bolo’ berhasil meraih apa yang diinginkan, kembalilah ia di Sumungin. Akan tetapi sesampainya di rumah, bukan bahagia melainkan kedukaan yang dialaminya karena ayahnya telah meninggal dunia. Pameong Balo’ merasa bersalah dan berdosa karena ia tidak bisa membahagiakan orang tuanya saat masih hidup. Karena rasa bersalah, maka Pameong Balo’ menemui para peangku pemangku adat dan tua tua kampung untuk membicarakan jalan keluar agar dia dapat melihat bahkan mengupacarakan jenasah ayahnya. Melalui pertemuan itu, para pemangku adat memutuskan bahwa Pameong Balo’ tidak diperbolehkan untuk melihat atau mengupacarakan orang tuanya, dengan alasan bahwa tindakan tersebut menyalahi adat. Tetapi Karena tekat Pameong Balo’ sudah bulat untuk melihat dan mengupacarakan jenasah ayahnya, maka ia bersumpah “Saya akan mengeluarkan jenasah ayah saya. Kalau hal yang buruk atau bencana yang akan muncul, cukuplah kami sekeluarga yang menerimanya. Tetapi kalau kebaikan, kedamaian dan kesejahteraan yang muncul, maka Semua itu akan menjadi berkat turun temurun bagi semua rumpun keluarga Dalam daerah Pana’ dan Nosu”.55

Dengan sumpah tersebut akhirnya keinginannya dikabulkan, Pameong Balo’ mengambil kembali mayat orang tuanya untuk diupacarakan atau dipestakan selayaknya seperti orang yang baru meninggal, jasad ayahnya dibungkus dengan kain berwarna merah yang melambangkan strata sosial tingkat atas di daerah Sumungin, dan pada saat itu juga memotong hewan kurban dari beberapa ekor kerbau serta puluhan babi sebagai persyaratan yang harus Pameong penuhi agar ayahnya dikubur secara layak. Selang waktu satu tahun, masyarakat dan para pemuka adat menunggu kejadian apa yang akan menimpa perkampungan dan apa yang akan dialami oleh keluarga Pameong Balo’. Tetapi apa yang diperkirakan oleh masyarakat, justru berbeda dengan kejadian yang dialami oleh Pameong Balo’. Seluruh keluarga Pameong Balo’ berhasil dalam setiap usaha baik atas manusia, ternak dan tanaman. Melihat dampak dari ritual tersebut maka mulai saat itu ritual tersebut diyakini dan diterima kemudian ritual mangngaro diyakin sebagai

54Ambe ice, Tokoh adat (Wawancara Salulomban 23 Agustus 2018).55Ambe ice, Tokoh adat (Wawancara, Salulomban 23 Agustus 2018)

19

Page 20: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

kelanjutan upacara Aluk Rambu Solo’ atau sebagai upacara puncak dari upacara kedukan.56 sehubungan dengan ini benar apa yang dikatakan oleh kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan secara sosial psikologis. Dalam kata-kata R.Linton, “Kebudayaan..... ada hanya dalam pikiran individu-individu yang membentuk suatu masyarakat. Kebudayaan mendapatkan semua kualitasnya dari kepribadian-kepribadian mereka dan interaksi dari kepribadian-kepribadian itu.” Bukan kebudayaan yang menyebabkan proses budaya terjadi, tetapi orang-orang, dipengaruhi oleh apa yang dikerjakan orang-orang dimasa lalu.57 Dari cerita mitos di atas dan dikaitkan dengan pandangan kaum konseptualis tersebut dapat dimengrti sampai sekarang bahwa kebudayaan sangat mempengaruhi akan pola hidup masyarakat dalam ritual mereka masing-masing.

1. Peran Ma’pebulan Dalam Kaitannya Dengan Ritual Budaya Mangngaro

Ma’pebulan adalah melihat situasi dan letak kedudukan bulan yang muncul dalam waktu tertentu. Menurut aluk todolo munculnya bulan akan memberi tanda bagi masyarakat dalam memulai sesuatu kegiatan yang sehubungan dengan aktivitas keseharian manusia. Letak bulan diyakini sebagai gambaran hidup yang akan dialami manusia, karena itu bulan menjadi penentu bagi masyarakat baik itu penganut aluk todolo maupun sebagian orang Toraja yang sudah menganut agama Kristen.58 Aluk todolo meyakini dan menetukan bentuk dan letak bulan yang baik, dalam pelaksanaan upacara budaya mangngaro yang lasim disebut “Bulan Liang”, yang dikemudian hari bertepatan dengan bulan Agustus dalam kalender tahun Masehi. Mangngaro di daerah Nosu, dilaksanakan sesudah musim pemotongan padi, sehingga tidak diperbolehkan lagi bagi masyarakat untuk mengerjakan atau mengolah tanah atau sawah pada waktu bulan liang.59 Apabila masyarakat melanggarnya sesuai dengan tradisi aluk todolo, maka hasil panen akan merosot atau diserang hama. Atau tindakan melanggar hukum adat yang telah di tentukan dalam hal bulan liang diyakini akan merugikan semua masyarakat dan akan mendatangkan bencana.

2. Pandangan Aluk Todolo Tentang Ritual Budaya Mangngaro Dalam Kaitannya Dengan Aluk Rambu Solo

Upacara mangngaro adalah upacara yang menjadi puncak upacara kedukaan (ARS). Upacara mangngaro adalah rangkaian upacara ARS yang dilaksankan secara terpisah dan memiliki tingkatan-tingkatan hal ini membuktikan bahwa dalam suatu masyarakat ada perbedaan sosial, yang membedakan manusia dengan sesamanya. Menurut Itung S.Pd., (Mantan camat Nosu), adat masyarakat Nosu mengenal tingkatan tingkatan upacara ARS sebagai berikut :

56Ambe Jepi, Toko adat, Wawancara, (Nosu, 29 Agustus 2018)57Anonim, Teori-Teori Kebudayaan. di http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/bab-2.html

(diakses 27 maret 2019).58Ambe piter, Toko adat, Wawancara, (Nosu, 26 Agustus 2018).59Ambe piter, Toko Adat (Wawancara, Nosu, 26 Agustus 2018).

20

Page 21: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

1. To Disolongan : Upacara orang mati yang pemakamannya dipotong seekor babi

2. To Dituru’ Tau : Upacara orang mati yang pemakamannya dipotong tiga ekor babi

3. To Disundun : Upacara orang mati yang pemakamannya tujuh ekor babi

4. To Untentang Pesambak : Memotong satu ekor kerbau dan tujuh ekor babi

5. Di Patomali Limanna atau Di Baba’ Pia : Upacara ARS yang memotong dua ekor kerbau dan tujuh ekor babi, dalam pelaksanaan upacra ini, sudah diperbolehkan untuk membunyikan gendang tetapi hanya satu gendang (gandang meula’)

6. Di Patoi Aluk : Memotong tiga ekor kerbau, dua puluh dua babi, satu ekor anjing. Upacara Dipatoi Aluk dilaksankan selama delapan hari, istiahat satu hari kemudian dilanjutkan dua hari (gandang meula’)

7. To Dipadolo Tama atau To Dipalindasami : Memotong empat ekor kerbau, dua puluh satu ekor babi, dan dua ekor anjing. Upacra ini dilaksankan selama delapan hari, sama dengan upacara To Dipatoi Aluk.

8. Ditokeran Gandang Misa’ atau Tunttun Pitu atau Di Batang Tedong : Memotong tujuh ekor kerbau, dua puluh lima ekor babi dan tiga ekor anjing, satu ekor ayam. Upcara ini dilaksankan selama sepulu hari.

9. To Dipelima : Memotong Sembilan sampai lima belas ekor kerbau .dua uluh lima ekor babi, dua ekor anjing dan satu ekor ayam. Upacra ini sama dengan upacara To Ditokeran Gandang Misa’ pelaksanaanya selama sepuluh hari dan meembunyikan gendang tetapi hanya satu.

10. To Di pelima Sundun : Memotong lima belas ekor kerbau. Rentetan ini sama dengan upacara To Dipelima, dalam upacara To Dipelima Sundun, jumlah babi bisa bertambah tetapi jumlah kerbau tidak boleh bertambah.60

Sebagai bagian dari ARS, upacara mangngaro dilaksankan paling cepat selang waktu satu tahun setelah jenasah disemayamkan. Penetapan hari pelaksanaan mangngaro ditentukan oleh hasil rapat antara keluarga dari jenasah yang berhak umbaa lantang tuan rumah dengan tua-tua adat. Menurut aluk todolo, semakin sering jenasah diaro maka semakin bertambah rejeki yang diberikan oleh arwah kepada manusia. Dasar inilah yang mengakibatkan sehingga masyarakat Nosu selalu berusaha untuk melaksanakan upacara budaya mangngaro. Pada mulanya hanya dilaksanakan selama satu hari, tetapi kemudian berkembang sehingga sampai sekarang dilaksankan selama tiga hari, satu malam. Adapun susunan upacara mangngaro sebagai berikut:Hari I : Meollong atau Umba Bunga, keluarga melaksanakan membersihkan halaman di sekitar kuburan (alang alang) serta meletakkan karangan bunga. Hari II : Ma’bukka ‘ Ba’ba Alang alang (membuka pintu kubur), Sebelum ritus upacara ini dilaksanakan maka, terlebih dahulu kaum ibu memberi sirih, kaum laki laki, memberi rokok pada arwah. setelah itu pintu kubur boleh dibuka. dan

60Itung, Mantan Camat Nosu (Wawancara, Nosu, 22 Agustus 2018).

21

Page 22: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

pengangkatan jenasah dari dalam kubur, dan diusung ke lokasi upacara mangngaro, tetapi para tua tua adat tetap tinggal di lokasi alang alang untuk melaksanakan Upacara pembokoran yang bertujuan agar arwah dari jenasah jenasah yang tidak sempat diaro, tidak merasa kecewa dan dilupakan.61

Jenasah yang berhak untuk masuk terlebih dulu kedalam pondok pelaksanaan upacara adalah jenasah dari keluarga yang mendirikan pondok (selaku tuan rumah), kemudian disusul oleh jenasah-jenasah secara beraturan sesuai dengan tingkaan upacaranya. Sebelum iring-iringan jenasah memasuki pondok, terlebih dahulu dilakukan dialog antara To Mebalun, To Masara, (keluarga dari jenasah yang membuat pondok),

Kemudian pada malam hari, dilaksanakan pembungkusan atau perbaikan bungkus jenasah (ma’balun), dengan menambahkan kain atau kiriman baju dari keluarga yang tidak hadir. Setelah pembungkusan maka acara selanjutnya adalah menjahit (ma’kayoi) bungkus jenasah oleh kaum ibu. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada saat upacara mangngaro, adalah Ma’badong. Ma'badong adalah tari ratapan kesedihan karena telah kehilangan seorang anggota keluarga sekaligus ungkapan duka cita bagi keluarga terdekat yang ditinggalkan. Irama dan syairnya mistis.62 artinya sebuah kegiatan unkapan rasa sedih dan duka cita keluarga yang ditinggalkan.Hari III : Hari ini menjadi puncak dari upacara mangngaro.

Sebelum masuk acara, terlebih dahulu dilaksanakan pemotongan satu ekor kerbau, dan satu ekor babi (samba’ tedong) yang disusul pemotongan babi dari masing masing keluarga yang turut Unnaro (Unnaro artinya menurunkan mayat) jenasah keluarganya. Sesudah memotong dan memasak daging kurban, maka bagian bagian khusus daging hewan yang disembelih, dipisahkan dan ditersendirikan yang diletakkan diatas piring-piring kayu (dulang). untuk arwah. setelah itu melanjutkan ibadah yang di pimpin oleh majelis dan pendeta. selesai ibadah mereka yang hadir , dan pada saat yang bersamaan, masing-masing jenasah diarak berlari oleh kaum keluarganya meninggalkan pondok mangngaro, berlomba siapa yang terlebih dahulu sampai kelokasi kubur, menurut teologi aluk todolo, barang siapa yang lebih cepat mengusung jenasah sampai ke kuburan, maka ia akan lebih cepat dan lebih banyak menerima berkat dari arwah orang mati yang di usungnya.63

Saat jenasah dikembalikan kekuburannya masing-masing, rumpun keluarga sering memperebutkan jenasah. Jika telah sampai dikuburan, maka jenasah langsung dimasukkan ke dalam kubur tetapi sebelum dimasukan kedalam kubur terlebih dahulu berdoa yang memimpin seorang majelis. Dengan berakhirnya doa maka selesailah seluruh rangkaian upacara mangngaro, dan masyarakat dierbolehkan untuk kembali melaksanakan aktivitas kesehariannya seperti menggarap sawah dan lading.

3. Pengaruh Strata Sosial ( Tana’) Dalam Ritual Budaya Mangngaro

61Ambe Piter, Toko Adat (Wawancara, Nosu 26 Agustus 2018).62https://www.kompasiana.com/.../rambu-solo-upacara-adat-kematian-di-toraja-sulawesi..

(diakses: 26 Maret 2019).63Ettang, Kepala Sekolah SD Batu Papan, (Wawancara, Nosu 8 Januari 2019).

22

Page 23: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Dalam masyarakat Toraja strata sosial (tana’), menjadi tolak ukur atau acuan dalam menjalankan suatu ritus upacara. Baik ritus ART maupun ARS strata social bagi masyarakat Toraja diyakini sebagai suatu anugrah atau pemberian dari para pendahulunya. Dengan adanya tana’ maka masing-masing anggota masyarakat menyadari tugasnya serta fungsi secaa terkordinir dan tertip dalam setiap kegiatan hidup tanpa harus diperintah. masyarakat Toraja Barat mengenal empat pembagian tingkatan strata social dalam masyarakat, yaitu : Tana’ Bulaan Golongan orang kaya, penguasa adat, golongan bangsawan. Tana’ Basi Golongan menengah, kepala kampung. Tana’ Karurung Anggota masyarakat biasa atau orang merdeka. Tana’ Koa (Sabua) Golongan hamba atau budak. Sastra sosial dalam upaara budaya mangngaro dijadikan ukuran, karena sedikit banyaknya hewan yang diurbankan dalam upacara pemakaman menjadi penentu, berhak atau tidaknya seseorang diaro dan berhak atau tidak seseorang menjadi kepala mangngaro yang menyediakan pondok (umba lantang) untuk acara ritual.64

4. Peran Ritual Budaya Magnngaro Bagi Masyarakat NosuBudaya mangngaro dalam kehidupan masyarakat Nosu diyakini diterima

serta di tata untuk menjadi dasar atau landasan lokal untuk membentuk pribadi masayarakat Nosu. Kreativitas di dalam menata nilai-nilai dan budaya mangngaro akan menghasilkan suatu kepaduan yang harmonis serta menjadi lambang identitas dari masyarakat Nosu.

Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya mangngaro sekaligus menjadi identitas dan mampu menjadi kompas atau spirit bagi manusia secara individu maupun secara kolektif, dalam membina suatu relasi baik dengan roh-roh sebagai yang tertinggi, dengn manusia dan alam sekitarnya. Bila dikaji secara mendalam maka budaya mangngaro merupakan suatu ritus upacara yang menjadi inti kehidupan masyarakat Nosu didalam dunianya Aluk todolo, meyakini bahwa kehidupan manusia hanya bersuber dari arwah to membali puang, sehingga pada saat upacara mangngaro dilupakan maka pada saat itu juga manusia mulai menuju kehancuran dan kesengsaraan. arwah dalam adat masyarakat Nosu, tidak hanya diyakini dan dilihat dari satu sisi bahwa arwah tidak hanya memberkati dan melindungi manusia. Tetapi arwah juga diyakini sebagai sumber kehancuran dan sumber malapetaka, apabila upacara pemujaan arwah tidak dilaksanakan.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

64Ambe Ice, Tokoh Adat (Wawancara, Salulomban 23 Agustus 2018)

23

Page 24: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

A. METODOLOGI PENELITIAN DAN ALASAN PEMAKAIANNYA1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu survey, keusioner, pengamatan, wawancara, atau penalahan dokumen. Sasaran kajian atau penelitian adalah gejala-gejala sebagai saling terkait satu sama lainnya dalam hubungan fungsional dan yang keseluruhannya merupakan sebuah satuan yang bulat dan menyeluruh dan holistik atau sistematik.

2. Alasan Memakai MetodeDalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode analisis dan

kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan.

a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan yang jamak.

b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden,

c. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola.

B. SUMBER DATAJenis data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data lisan dan data non

lisan. Menurut Lofland (dalam Moleong, 2009: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.65 Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan yaitu data lisan dan tulisan yang diperoleh dari teknik wawancara, rekaman dan sumber tertulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini yang terdapat pada upacara mangngaro.

C. LOKASI DAN PENELITIANPenelitian berlokasi di kampung Minangga Kecamatan Nosu. Nosu

merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Alasan pemilihan lokasi ini sebagai daerah penelitian, karena tempat pelaksanaan ritual mangngaro merupakan kampung halaman dari istri saya, ibu Mettang dan pelaku-pelaku ritual budaya mangngaro adalah dari keluarga besar kami (kakek nenek, mertua, paman, dan rumpun keluarga lainnya) serta pelaksanaannya begitu meriah, meriah disini maksudnya dalam setiap pelaksanaan masyarakat selalu melakukannya dengan maksimal besar dan upacara mangngaro ini masih tetap bertahan dan lestari.

65John Lofland dan & Lyn H. Lofland, analyzing social setting: A Guide to Qualitative Observation and, Analiys (Belmont, Cal.: Wads wort Publishing Copany, 1984), 47 in Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2010), 157.

24

Page 25: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

D. INSTRUMEN PENELITIANDalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.66 Jadi yang menjadi alat dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang dituntut peka, aktif dan dapat menyesuaikan dengan situasi dilapangan.

E. PROSEDUR PENGUMPULAN DATATeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. SurveiSebagai tindakan awal dalam prosedur pengumpulan data terlebih dahulu

peneliti melakukan survey dengan tiga alasan yaitu.a. Mencari informasi faktual secara mendetail yang sedang menggejala.b. Mengindentifikasikan masalah-masalah atau untuk mendapat justifikasi

keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan.c. Untuk mengetahui hal-hal yang dilakukan oleh orang – orang yang

menjadi sasaran penelitian dalam memecahkan masalah, sebagai bahan penyusunan rencana dan pemganbilan keputusan dimasa mendatang.

2. Dokumen Kuesioner.Kuesioner merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data kualitatif.

yang mana kuesioner menggunakan pertanyaan saat mewawancarai untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat yang mendukung teori dan informasi yang dibutuhkan.

3. ObservasiObservasi ini dilakukan di berbagai tempat yaitu ke rumah-rumah yang

kebetulan juga semua itu adalah keluarga peneliti sendiri, dan di tempat pelaksanaan upacara tersebut. Kegiatan ini juga merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini penulis terjun langung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan tentang analisah ritual mangngaro.

4. WawancaraWawancara adalah “pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.67 Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan:

a. Tokoh adat, tokoh pendidikan, tokoh agama dan aparat pemerintahan desa serta aparat pemerintah kecamatan. yang memiliki pengetahuan dan masih fasih dalam pelaksanaan budaya mangngaro pada beberapa tahun belakangan.

b. Warga masyarakat yang masih aktif dalam pelaksanaan budaya mangaro. Dalam teknik wawancara ini instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data berupa pedoman wawancara yaitu berupa

66Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D(Bandung: Alfabeta 2012), 398-399

67Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan A&R, 410

25

Page 26: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

pertanyaan-pertanyaan yang sistematis dan terarah. Pedoman yang dimaksud adalah bentuk-bentuk pertanyaan yang digunakan baik yang telah dirumuskan sebelumnya maupun yang belum. Metode ini digunakan peneliti dalam mencari data secara langsung dengan obyek penelitian guna mencari informasi yang dibutuhkan.

Berikut ini daftar Nama-nama yang diwawancai No Nama

Panggilan Jenis kelami

n

Umur Jabatan Ket

1 Itung. S.Pd L 56 Tahun Mantan Camat dan ketua adat Nosu

2 Baso’ L 56 Tahun Kepala desa Minanga

3 Ettang S.Pd P 35 Tahun Kepala Sekolah SDN Batu Papan

4 Ambe Sappe L 83 Tahun Tetua Nosu5 Ambe Piter L 56 Tahun Tokoh Adat6 Ambe Jepi L 57 Tahun Tokoh Adat7 Ambe Ice L 62 Tahun Tokoh Adat8 Ambe Ita L 55 Tahun Majelis GTM

Jemaat Gatorani9 Ambe Erni L 49 Tahun Masyarakat Nosu10 Ambe Demi L 60 Tahun Masyarakat Nosu

5. Rekaman Video.Rekaman video merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data

kualitatif. Dalam penelitian sering dibuat rekaman video untuk melengkapi data. Rekaman video dapat digunaan untuk menggali isi video lebih dalam pada saat pengolahan data dilakukan. Adapun video-video yang diperoleh adalah:

a. Video pesta adat mangngaro keluarga. b. Foto-foto pelaksanaan ritual mangngaro.

6. Data dari Buku.Mengambil data dari buka merupakan salah satu dari teknik pengumpulan

data kualitatif. Dalam penelitian sering digunakan data yang berasal dari halaman tertentu dari suatu buku. Data dari halaman buku tersebut dapat digunaan dalam pengolahan data bersama data yang lainnya.

7. Data dari Halam Web Mengambil data dari halaman web merupakan salah satu dari teknik

pengumpulan data kualitatif. Dalam penelitian sering digunakan data yang berasal dari halaman suatu website. Seperti halnya data dari buku, data dari halaman web tersebut dapat digunakan dalam pengolahan data bersama data yang lain.

F. ANALISIS DATA

26

Page 27: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah-langkah selanjutnya adalah:

1. Reduksi data Reduksi yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul diharapkan dapat menegaskan kesamaan dan perbedaan apa saja yang terjadi oleh beberapa keluarga yang berbeda. Narasumber ini sudah peneliti ketahui sebelumnya karena peneliti mencari informasi penduduk yang melakukan upacara mangngaro sebelumnya dan telah meminta izin terlebih dahulu sebelum upacara dilakukan. Observiasi yang peneliti lakukan dari pagi hari tersebut tidak hanya melihat dan memperhatikan persiapan yang dilakukan masyarakat setempat dan ikut serta kegiatan tersebut dan dalam beberapa kesempatan peneliti juga mencoba mewawancarai beberapa orang penduduk yang datang untuk mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya dan apa yang dirasakan oleh masyarakat tersebut, hal tersebut dilakukan dengan harapan peneliti mendapatkan data yang rill dirasakan oleh masyarakat tersebut tanpa merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat formal.

2. Triangulasi Triangulasi data yaitu data yang sudah didapatkan dari responden melalui

wawancara, ditanyakan dan dicek lagi kepada responden yang lain untuk menyesuaikan data-data yang telah dikumpulkan agar keabsahan data bisa didapatkan.

3. Penyajian Penyajian data yaitu penyajian sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. KesimpulanMenarik kesimpulanyaitu dari permulaan pengumpulan data telah dimulai

mencari arti, pola, penjelasan dan sebab akibat. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang pada mulanya belum jelas kemudian menjadi lebih terperinci dan mengakar dengan kokoh.

BAB IVTINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP RITUAL BUDAYA MANGNGARO BAGI ORANG

KRISTEN DI NOSU KABUPATEN MAMASA SULAWESI BARAT

27

Page 28: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis tidak mendapatkan tahun dan bulan berapa asal mulanya ritual mangngaro ini karena seperti yang sudah dijelaskan pada bab ll, mangngaro adalah sejarah lisan yang berkembang dan diyakini secara turun temurun, bahwa aluk mangngaro merupakan suatu mitos yang secara harafiah dapat diartikan sebagai suatu cerita atau suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dalam pegertian yang lain yaitu suatu pernyataan mitos.

Akan tetapi jika ditelusuri kebelakang dari sejarah maka, sebelum kekristenan ada di Nosu ritual itu sudah ada. Dalam bab II bagian A. telah disinggung berdirinya klasis Tandalangan, yaitu Desember 1935, Tandalangan merupakan sebutan nama dari Nosu. Artinya sebelum berdirinya klasis Nosu para misionaris dalam usaha mengkristenkan mereka telah menggambarkan menganut agama aluk todolo. Aluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan dalam acara kematian dengan korban-korban yang dipersembahkan kepada arwah orang mati.

A. ANALISIS TEOLOGIS RITUAL BUDAYA MANGNGARO

Berkaitan dengan cerita mitos tetang Pameong Balo yang berhasil dalam pertanian dan perternakan setelah mengupacarakan mayat orang tuanya, sehingga hal tersebut menjadi dasar kepercayaan dan keyakinan yang terus menjadi acuan bagi masyarakat Gorogo, dan berkembang didaerah Pana dan Nosu, tetapi yang masih bertahan untuk melaksanakan ritual mangngaro yaitu di Nosu. maka penulis mengklarifikasinya sebagai berikut:Pertama, pada umumnya orang yang berhasil dirantauan adalah orang yang rajin dan bekerja keras. Sebagaimana cerita mitos tentang keberhasilan Pameong Balo’ dirantauan jika itu benar maka tidak terlepas kerajinan. setiap Orang yang rajin dan tekun sudah pasti akan memperoleh yang dinginkannya.68

kedua, menurut mitos Pameong Balo’bertekad untuk melihat dan mengupacarakan kembali mayat orang tuanya, tidak diperkenankan karena bertentangan dengan hukum adat yang berlaku disitu, sehingga beliau menyampaikan sumpah kepada tua-tua adat dan pada akhirnya diizinkan oleh tua-tua adat. Pelanggaran terhadap hukum adat akan mendapat sanksi sesuai dengan pelangngaran. Orang yang bersumpah akan selalu bertindak hati-hati dalam segala aspek kehidupannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Ada kemungkinan semua rumpun keluarga Pameong Balo’ pun bertindak hati-hati karena takut jangan sampai salah dalam bertindak. Orang yang bertindak dengan hati-hati Alkitab berkata akan beruntung dan berhasil69

Ketiga, keberhasilan Pameong Balo’ dalam pertanian dan peternakan setelah satu tahun mengupacarakan mayat orang tuanya tidak terlepas dari tunjangan harta kekayaan yang dia peroleh dirantauan. Harta dan uang banyak yang dimilikinya

68Amsal 12:27. “Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga.

69Yosua 1:7 “…., bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa;…., supaya engkau beruntung kemana pun engkau pergi.

28

Page 29: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

mampu menyediakan kebutuhan peternakan dan usaha pertanian sehingga wajarlah jika dia berhasil.

Berdasarkan cerita mitos cikal bakal ritual mangngaro dari keluaraga Pameong Balo’ yang berhasil dalam aspek pertanian dan peternakan setelah mengupacarakan mayat orang tuanya, jika di tinjau dari sudut pandang iman Kristen bahwa keberhasilan atau segala usaha yang dilakukan oleh manusia semuanya adalah sia-sia kalau bukan Tuhan yang memperkenankan untuk memperoleh keberhasilan. Keberhasilan orang Kristen adalah keberhasilan yang sejalan dengan maksud dan kehendak Tuhan tidak ditentukan melalui upacara-upacara kematian dalam paham aluk todolo.

Manusia yang segambar dengan Allah berarti hidup serta bekerja di tengah-tengah dunia ini yang masih tetap dunia milik Tuhan. Harus juga hidup didalam kemerdekaan, sebagai anak-anak Allah yang, yang sudah memperoleh hubungan yang sesungguhnya dan benar dengan Tuhan maupun dengan sesamanya manusia. Ajaran ini menunjuk ke masa depan di dalam kerajaan Allah, yang akan datang maka sungguh-sungguh dan sepenuhnya kita akan menjadi segambar dengan Allah.70 Tuhan berkarya dalam dunia umumnya melalui gereja, dan melalui gereja berita injil dikomunikasikan dengan konteks kebudayaan tertentu. Jadi permasalahan sehubungan dengan injil dalam keterhubungannya dengan budaya adalah masalah bagaimana gereja mengkomunikasikan berita injil sebagai berita keselamatan dan sebagai kesinambungan yang berantai dari karya penyelamatan dari Allah dalam dunia ini.

Tugas manusia dalam melakoni dan menyelenggarakan kebudayaan tidak dapat digantikan oleh makhluk apapun di luar manusia. Tugas hidup manusia tidak hanya bereksitensi untuk memenuhi suatu tuntutan dalam kebudayaan sebagai rutinitas atau kebiasaan. Kebudayaan menjadi suatu hal yang mempengaruhi masuk dan berkembangnya Injil di Indonesia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Suh Sung Min:

Kadang-kadang penyembahan nenek moyang menjadi suatu penghalang dalam pelaksanaan amanat agung Kristus dan kehidupan iman sehari-hari di Indonesia maupun di Korea. Oleh sebab itu masalah penyembahan nenek moyang ini menjadi masalah misiologis dalam rangka perjumpaan Injil dan Kebudayaan-kebudayaan.71

Dalam dunia seperti inilah gereja terpanggil menjadi alat Allah kedalam dunia untuk mengkontekstualisasikan dan memberitakan injil. Apabila kontekstualisasi tidak dilakukan maka teologi akan menjadi tidak relevan, sedangkan apabila kontekstualisasi dilakukan terlalu bersemangat maka akan terjadi kompromi sinkretisme. Yakob Tomatala mendefinisikan kata “Kontekstualisasi” sebagai berikut: Kata “Kontekstualisasi” (Contextualisation) berasal dari kata ‘konteks’ (Context) yang diangkat dari kata Latin “Contextere” yang berarti menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), di mana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu.72

70G.C.Van Niftrik. B.J Boland, Dokmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1967), 112.71Suh Sung Min, Injil dan Penyembahan Nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo, 2001), 11-

12.72Yakob Tomatala, Penginjilan Masa Kini Jilid 1 (Malang: Gandum Mas, 1998), 63.

29

Page 30: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Pengertian ini menjelaskan bahwa berbicara tentang  Kontekstualisasi  perhatian ditujukan kepada dua atau lebih komponen yang disatukan atau dengan kata lain “Kontekstualisasi” berbicata tentang penyatuan beberapa komponen. Pilihan satu satunya dalam menghadapi kemungkinan ini adalah dengan kontekstualisasi yang setia, baik terhadap budaya pribumi maupun kewibawaan Alkitab atau injil.73 Dalam menerima dan melayani upacara mangngaro memakai metode interen yang dipakai oleh Matteo Ricci untuk berteologi didataran Cina. Ricci melihat kebudayaannya sendiri hanyalah salah satu dari banyaknya kebudayaan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penginjil di Cina, Ia banyak dan sangat menekankan pendekatan dan pengertian injil kedalam budaya sehingga ajarannya diterima oleh masyarakat dengan kebudayaannya.74

Pemahaman dan pendekatan kita (gereja) terhadap kontekstualisasi, seperti yang muncul dalam Alkitab, sebagian akan tergantung pada kemampuan kita untuk menembus usaha-usaha aktif dan yang sengaja dilakukan untuk memperkenalkan dogma iman kristen yang isinya khusus dan jelas melalui lintas budaya.75 Apabila kita memandang hidup di dalam terang Alkitab , maka tentulah kita mengerti akan pangilan kebudayaan. Allah memangil kita dengan jelas supaya kita berusaha dalam kebudayaan.76 maksudnya pelaku kebudayaan yang berada dalam terang Alkitab akan berusaha dalam kebudayaannya dengan terang firman Tuhan sehingga pada akhirnya tidak terjadi sinkritisme, seperti di beberapa daerah secara khusus di Nosu dalam ritual mangngaro. Pelaksanaan ritual budaya mangngaro ada beberapa unsur atau pandangan yang terkandung didalamnya sehinga unsur kebudayaan itulah yang membuat ritual ini masih dilaksanakan walaupun mereka sudah beragam Kristen. Berikut ini adalah yang berkaitan dengan pandangan-pandangan terhadap melaksanakan ritual manggaro yaitu:

1. Orang Mati Menurut Ritual MangngaroSeorang filsuf agama mengatakan bahwa agama membicarakan perihal

setelah kematian, satu sebab manusia beragama adalah karena takut memikirkan hal-hal setelah kematian agama menjawab problema ini dengan spekulasi masing-masing. Ada yang mengajarkan bahwa jika Anda banyak berbuat baik, Anda akan pergi ke surga, tetapi jika anda banyak berbuat jahat, anda akan dibakar di tempat siksaan. Agama lain lagi  mengajarkan bahwa orang mati pergi ke alam baka untuk dihakimi dan kemudian direinkarnasi, atau dilahirkan kembali dalam tubuh lain. Dalam konsep ritual mangngaro yang diyakini oleh masyarakat Nosu, mengajarkan bahwa pada waktu mati, seseorang pergi ke alam roh untuk berkumpul dengan leluhur mereka dan menuju ke puya melalui upacara yang dilakukan oleh kaum keluarga yang masih hidup.

Alkitab memandang kematian sebagai hal yang alami (Maz. 49:11-12) dan sebagai akibat dosa (Kej. 3:19). Kematian adalah musuh terakhir yang harus dikalahkan (1 Kor. 15:26).77 Kematian ialah perpisahan antara tubuh dan roh. Jiwa

73Rommen, Kontekstualisasi, 74,76.74Daniel J Adams,Teologi Lintas Budaya Refleksi Baratdi Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia

1996), 2075Rommen, Kontekstualisasi Makna, metode dan model, 21.76Verkuyl, Etika Kristen dan kebudayaan ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1966), 30. 77Gerald O’Colins,SJ & Edward G. Farrugia,SJ, terj. Suharyo,Pr, Kamus Teologi (Yogyakarta:

Kanisius, 1996), 137.

30

Page 31: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

atau kesadaran tubuh yang tidak memiliki roh (Yoh. 2:2). Tubuh bersifat sementara atau fana (Rom. 6:12), sedangkan jiwa atau roh kekal (Mat. 10:28). Karena itu, kematian bukan merupakan akhir dari kisah kehidupan manusia. Ketika manusia mati, tubuh insanilah yang berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau roh manusia tetap hidup. Tidak dapat dikatakan bahwa dengan kematian segalanya hilang tidak berbekas. Sebab pandangan itu memaksa kita juga beranggapan bahwa segala bagian kemanusiaan, entah bagian jasmaniah, entah bagian psikologi atau segala perbuatan dan hasil usaha manusia itu hanya akan menuju kehancuran belaka.78 Jiwa orang-orang yang berada di dalam Kristus akan menerima keselamatan roh pergi ke sorga (1 Kor. 5:5), sedangkan jiwa-jiwa yang menolak Yesus akan masuk ke dalam siksaan api neraka (1 Ptr. 3:20). Sesudah itu mereka dihukum untuk selama-lamanya kelautan api kekal (Why 20:15).

Dari pembahasan-pembahasan di atas, tergambar bahwa kematian dalam PB bukanlah sebagai proses yang alamiah, tetapi sebagai peristiwa sejarah yang mengakibatkan manusia masuk ke dalam keberdosaannya. Pernyataan tentang kematian Kristus di kayu salib merupakan cerita keselamatan dan selalu berhubungan dengan kebangkitan dan kemenangan atau hidup baru bagi orang-orang percaya. Intinya adalah bahwa Allah sendiri merendahkan diri dan menanggalkan kemuliaanNya dalam kematian, yang justru dalam kematian itu, Ia menunjukkan diri sebagai Tuhan dan Allah yang hidup.79 Kematian Kristus adalah keuntungan bagi manusia (1 Tes. 5:10 ; Ibr. 2:9-10), kematian Kristus adalah bagi Hukum Taurat ( Rom. 7:4), bagi dosa (2 Kor. 5:21), dan bagi kematian kita (2 Tim. 1:10). Kematian Allah berarti final dari segala keberadaan keilahian yang dipahami di dalam sistem metafisik kuno dunia.80

a. Hubungan Orang Mati Dengan Orang Yang HidupKesaksian Alkitab, manusia yang mati tidak dapat memberi, berkata-kata

kepada melindungi manusia. Dalam PL kematian berarti akhir kesudahan dari keberadaan seseorang (2 Sam. 12:15 ; 14:14). Manusia diciptakan dari tanah dan mereka akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19). Jiwa diartikan sebagai sheol (hades),81 yang tidak ada lagi kehidupan di luar daripadanya. Manusia yang mati pergi ke hades (ruang antara kematian dan penghakiman akhir). Maka sangat bertentangan dan ditolak kalau ada yang mengatakan masih ada hubungan antara orang mati dengan orang hidup.82 Orang Kristen tidak mempunyai hak untuk mendoakan keselamatan orang-orang yang telah meninggal, karena keselamatan manusia tergantung kepada penghakiman kasih Allah. Dalam alkitab tidak ada ayat-ayat yang dapat membenarkan ritual mangngaro dan menjadi landasan gereja khususnya Klasis Nosu dalam mengaktualisasikan injil kedalam budaya tersebut. Justru sebaliknya penyembahan-penyembahan yang serupa di soroti oleh alkitab sebagai upacara penyembahan yang tidak berkenan kepada Allah (band 2 Raj

78Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta : Kanisius, 2006), 141.79Chifford Green (peny.), Karl Barth: Teolog Kemerdekaan (Kumpulan Cuplikan Karya Karl

Barth) (Jakarta: BPK-GM, 1998), 124.80Walter J. Bildstein, Secularization The Theology of Jhon A. T. Robinson, A Radical Response,

(Romae: Pontificiam Universitatem S. Thomae De Urbe, 1972), 48.81C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1 ( Jakarta : BPK-GM, 2006), 79.82Andar Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak (Jakarta: BPK-GM, 1996),

548.

31

Page 32: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

23:1-30). Berfantasi tentang persekutuan dengan orang-orang yang mati secara langsung atau tidak. Dengan cara apapun ditolak dan ditentang oleh alkitab, upacara mangngaro menurut masyarakat Nosu merupakan tanda kasih sayang dan penghormatan kepada mereka yang telah mengasihi kita semasa mereka hidup didunia dan bukti kasih sayang dan penghormatan itu hanya dapat terlaksana melalui upacara Pangaroan. Perwujudan kasih manusia kepada orang mati, bukan dinyatakan melalui upacara upacara khusus dan pemotongan kurban ditempat tempat tertentu.

Alkitab tidak mempermasalahkan orang hidup mengenang orang-orang mati (band Bapa leluhur, Abraham, Isak dan Yakub dalam tradisi bangsa Israel) tetapi mengenang dalam arti Iman dan kehidupan serta pekerjaan mereka di masa lampau pada waktu mereka masih hidup didunia ini, bagi kita yang disini merupakan suatu motivasi ajakan dan ajuran untuk semakin meyakini kuasa Allah melalui Iman kita. Ritus upacara mangngaro bukanlah suatu pesan dari nenek moyang orang Nosu kepada generasinya di kemudian hari seperti pesan Yakub kepada Yusuf kepada anak anak di Israel, melainkan budaya mangngaro adalah salah satu budaya yang dicipta dan dipoles ulang oleh manusia-manusia Nosu.

Dengan upaya kontekstualisasi injil yang berusaha menafsir ayat-ayat Alkitab, untuk disesuaikan dengan budaya mangngaro, yang menurut hemat penulis justru akan semakin mengkaburkan dan menghilangkan inti yang sesungguhnya dari nats Alkitab tersebut (band Kej 50:25-26). Sedang dalam ibadah mangngaro yang dilaksankan oleh orang Kristen Nosu, didasari bukan pada tujuan yang sesungguh untuk memuliakan Tuhan melainkan didasari dan dimotivasi oleh pemahaman dan tuntutan aluk todolo khususnya sehubungan dengan Aluk Rambu Solo, yang meyakini adanya relasi antara manusia yang hidup dengan arwah orang orang mati.

Keputusan sidang Klasis Nosu, tentang menerima dan melayani upacara mangngaro secara langsung gereja telah melepaskan tugas yang diemban oleh gereja yaitu memberitakan isi dari Alkitab sebagai Firman Tuhan. Alasan gereja dalam wilayah klasis Nosu, menerima dan melayani memberi gambaran bahwa sebenarnya para tenaga Pekabar Injil, Pendeta dan majelis gereja, serta pejabat-pejabat gereja, lemah dan menentukan sikap yang memberi gambaran bahwa keberadaan gereja di tengah-tengah masyarakat Nosu, masih teratur dan berorientasi dari tuntutan ke masyarakat manusia.

Gereja dan jemaat perlu diberi perhatian, pembimbingan Firman Tuhan serta nasihat-nasihat yang rohani dari para pemimpin Gereja atau hamba-hamba Tuhan guna untuk membantu pertumbuhan rohani iman jemaat, karena jika tidak demikian maka banyak jiwa yang akan binasa sekali pun mereka telah menjadi Kristen. Oleh sebab itu kerohanian jemaat jauh lebih penting dari pada memiliki gedung gereja yang permanen . Maka dari itu kedisiplinan rohani sudah harus ditanam sejak awal seseorang mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus Kristus bersama dasar-dasar Firman Tuhan yang benar, karena hal ini mengacu pada iman dan komitmen yang kuat terhadap kepercayaan yang susungguhnya.83 yang di mana akan menghantarkan kita kepada kehidupan yang kudus di dalam Yesus Kristus.

83Simon Chan, Spiritual Theology, Sistematika Tentang Kehidupan Kristen (Yogyakarta: ANDI, 1998), 7-10.

32

Page 33: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

b. Konsep terhadap orang mati yang sedang berkeliaranDalam Alkitab manusia di beri kepastian, bahwa orang yang meninggal

dunia di dalam Tuhan Yesus berada di dalam kemuliaan surga. Alkitab tidak pernah menyatakan, bahwa roh orang yang sudah meninggal dunia ada yang masih berkeliaran di dunia ini.84 Teologia primitif aluk todolo meyakini bahwa manusia yang berkeliaran di dunia orang-orang hidup, adalah arwah-arwah dari orang mati, yang belum sempurna upacara peralihannya kedunia puya, sehingga arwah-arwah tersebut diyakini akan menggganggu, mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia, Agar arwah tidak mengganggu kehidupan manusia maka manusia harus melaksanakan upacara upacara yang belum ia tuntaskan atau laksankan seperti upacara mangngaro.85

Berkaitan dengan roh orang yang meninggal berkeliaran itu adalah iblis yang menyamar memakai rupa pribadi orang yang meninggal. H.Soekahar dengan tegas mengatakan, “Bahwa yang menampakkan diri pada perempuan petenung di Endor itu adalah Iblis sendiri yang menyamar, menampakkan diri seperti Samuel dalam gerak-gerik. Tentang hal itu kita tidak usah heran karena Iblis dapat menyamar seperti malaikat terang (II Korintus 11:4). Dari Ayub 7:9-10; 14:10-12, kita mengetahui dengan jelas bahwa roh orang yang sudah mati tidak akan muncul lagi di bumi ini sampai langit hilang lenyap. Roh orang mati tidak mungkin berkeliaran di bumi ini, pun tidak mungkin menolong orang hidup di bumi ini atau mengganggunya. Kalau nampak bayangan orang yang sudah mati, atau mendengar suara rintihan seperti suara orang yang sudah mati itu; kita harus waspada! Jangan menyembahnya, jangan memujanya sebab itu adalah Iblis yang menyamar. Disitu terjadi permainan Iblis, Tuhan menentang spiritisme dalam bentuk apapun (Imamat 19:31; Ulangan 18:10-13; Yesaya 8:19-20).86 dogma Kristen Alkitab Yang paling jelas adalah perkataan Yesus Kristus di kayu salib kepada salah satu penyamun: “Hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43). Istilah “Firdaus” merupakan ungkapan figuratif untuk surga. Kata ini merujuk pada sebuah taman yang begitu indah, sehingga layak digunakan sebagai gambaran bagi surga.

c. Kemana Sesudah MatiDalam bukunya tentang kehidupan setelah kematian, Raymond A Moody

mengatakan “Alkitab adalah buku yang paling banyak dibaca dan dibicarakan yang menyangkut soal-soal sifat aspek spiritual manusia dan kehidupan setelah kematian. Tapi secara keseluruhan, Alkitab secara relatif tidak mengatakan banyak tentang kejadian yang berlangsung sewaktu kematian atau tentang sifat dunia setelah kematian.87 Menurut Billy Graham, “Dari Alkitab kita mengetahui bahwa di balik kematian ada kehidupan yang berkelimpahan bagi para pengikut Kristus. Mereka yang sudah menyambut kasih karunia-Nya dan yang sudah diselamatkan akan kelak berada bersama-sama dengan Yesus di Surga”.88 Tidak dapat disangkali

84Verkuyl. Aku percaya ( Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996), 269.85Ambe Sappe, Tetua Nosu (Wawancara, Nosu, 23 Agustus 2018).86H. Soekahar, Satanisme Dalam Pelayanan Pastoral (Malang: Gandum Mas, 1986), 23.87Raymond A. Moody, JR., M.D, Hidup Sesudah Mati (Jakarta: Gramedia, 1987), 138.88Billy Graham, Menghadapi Kematian dan Kehidupan Sesudahnya (Bandung: Lembaga Literatur

Baptis, 2001), 41.

33

Page 34: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

bahwa kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan bagi semua manusia dan tentunya hal itu adalah yang wajar. Itulah sebabnya manusia dengan segala upaya berusaha untuk mempertahankan agar tetap hidup di dunia ini. Menurut Gladys Hunt, “Kematian bisa merupakan kegelapan dan juga bisa merupakan suatu jalan terselubung yang menuju terang. Itulah sebanya Rasul Paulus dapat menulis dengan sangat yakin bahwa kita tidak perlu berdukacita sepeti orang-orang lain yang tidak mempunyai harapan (I Tes. 4:13) dan berkata bahwa apa yang kita lihat sekarang dalam cermin (adalah) suatu gambaran yang samar-samar saja (I Kor. 13:12). Ada banyak lagi yang akan kita lihat nanti.89 artinya orang yang mati karena iman kepada Kristus akan bersama-sama kelak denganNya akan melihat rahasia-rahasia surgawi yang dinyatakan Allah kepada manusia yang dikenanNya.

Kolose 3:3 Paulus menjelaskan pemahamannya mengenai kematian, bahwa kematian itu adalah perjanjian untuk menuju kedalam kehidupan bersama sama Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Selanjutnya ditekankan dalam Roma 14:7-9, bahwa hidup dan mati adalah milik Tuhan, dan bahwa Yesus Kristus adalah atas orang orang hidup dan orang orang mati. Lothar schreiner mengatakan “orang mati dalam Yesus Kristus tetap merupakan seorang kekasih Allah.90 kelanjutan persekutuan bersama dengan Kristus didasarkan atas kasih setia Allah (Rom 8:31-39) untuk di alami oleh orang-orang percaya. Secara khusus dalam (2 Kor 5:1-10), menunjukan bahwa orang mati itu berada disuatu kedekatan khusus kepada Kristus. Maka dengan demikian benarlah pandangan Paulus bahwa kematian itu berarti keberuntungan dan bukan kerugian (Fil 1:23). Ini bukan hanya pertimbangan-pertimbangan, karena itulah kebanggaanku (Paulus) (1 Kor 15:31-32) dalam Kristus, bahwa maut telah ditelan dalam kemenanganNya, dan apapun yang terjadi tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah di dalam Yesus Kristus (Rom 8:37-38). Yesus Kristus menjadikan kita manusia baru. Salib dalam hukuman Allah terhadap seluruh kebudayaan yang berdosa. Kebangkitan Yesus adalah dasar kebudayaan yang pada hakekatnya telah diperbaharui dan dikuduskan.91

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia baik yang teIah mati maupun yang masih hidup menurut Alkitab adalah manusia yang mempunyai relasi dengan Allah. Oleh karena Tuhan Yesus telah mendamaikan Allah dengan dunia ini, dengan jalan memikul dosa-dosa dunia maka maut bukan lagi kata akhir bagi kehidupan manusia, sebab sesudah melewati maut adalah kehidupan kekal.92 artinya dunia yang tercemar dengan dosa oleh karena adanya tingkahlaku manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dalam kebudayaan telah di bereskan oleh pribadai Yesus sehingga orang yang mati di dalam Yesus akan bersama-sama denganNya.

2. Konsep Orang Kristen di Nosu dalam Kitab Kejadian 50:25-26 Sebagai Penunjang Pelaksanaannya Ritual Budaya Mangngaro

89Gladys Hunt, Pandangan Kristen Tentang Kematian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 10.90Lothar schreiner, telah ku dengar dari ayahku perjumpaan adat dengan iman Kriten di tanah

Batak, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1965), 201.91Verkuyl, Etika Kristen dan kebudayaan, 45.92E.Gerrit Singgih, Dunia yang bermakna Kumpulan Karangan Tafsir Perjanjian Lama (Jakarta:

BPK Gunung Mulia 1999), 93.

34

Page 35: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Menurut Ambe Ita, Dkk Anggota Majelis GTM Gatorani bahwa kontekstualisasi Injil kedalam budaya Mangaro bertolak dari kitab (kejadian 50:25-26) lalu Yusuf meyuruh anak-anak Israel bersumpah; katanya: bahwa tulang-tulangku dari sini”… manyatnya dirempah-rempahi, dan ditaru dalam peti mati di Mesir (band Kel 13:19, Yosua 24:32, Ibrani11:22).93 Rupper menduga bahwa Yusuf, penyelamat Israel di Mesir, tidak mau terpisah dari bangsanya, baik di waktu hidup, maupun di waktu mati. Sama seperti ia diwaktu hidup mempelopori bangsanya masuk ke Mesir, demikian pula Yusuf diwaktu pagi ingin mempelopori bangsanya keluar dari Mesir dan memasuki tanah Kanaan (band, Kel 13:19 ; Yos 24:32).94

Dasar teologis (Kej 50:25-26) yang menjadi landasan Gereja Toraja Mamasa khusunya Klasis Nosu dalam perjumpaan injil dengan ritual mangngaro, menurut hemat penulis sangat bertolak belakang dengan dengan kontektulisasi injil kedalam budaya mangngaro. Menurut Lothar Schreiner bahwa dalam Perjanjian Baru tidak pernah dinyatakan secara pasti tentang hubungan timbal balik antara orang mati dengan orang yang masih hidup baik secara positif maupun secara negative.95

Dalam tradisi kebudayaan Mesir pengolahan dan pengawetan jenasah adalah berdasarkan kepercayaan akan hidup sesudah mati, tetapi Yusuf menyuruh hambanya merempah rempah jenasah Yakub (ayahnya), karena jenasahnya itu harus dipelihara untuk dapat diangkut ke Kanaan, Yusuf telah berjanji kepada ayahnya dengan sumpah (Kej 47:29-31), bahwa ia tidak akan menguburkannya di Kanaan (Kej 47:29b-30) band 49:29-32…. untuk mengangkut jenasah ayahnya sampai ke Kanaan, maka tubuh itu harus diolah dengan obat obatan, supaya jangan membusuk. Dengan demikian perintah Yusuf untuk merempah rempah tubuh (jenasah) ayahnya menunjukan kebijaksanaan dan ketaatannya tehadap janji yang telah diberikannya, Yusuf memanfaatkan teknik pengawetan mayat orang Mesir (mumifikasi karena pengawetan jenasah tidak dikenal di Israel), bukan karena ia murtad kepada agama lain, melainkan oleh karena pengolahan jenasah Mesir itu menyanggupkan ai memenuhi janji yang dia berikan kepada ayahnya menjelang kematian Yakub, serta mengakui tanah Kanaan sebagai tanah Perjanjian.96

Dalam Kejadian 50:24b…. Tentu Allah akan memperhatikan kamu, dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah di janjikanNya dengan sumpah kepada Abraham Isak dan Yakub. Ulangan, rekapitulasi, memberi kepastian kepada nubuat Yusuf. Israel tidak akan ketinggalan di Mesir, melainkan “kunjungan besar Allah, untuk mengatur dan memperjuangkan hak Israel” akan betul-betul berlangsung. Tindakan penyelamatan Israel barangkali di tunda tetapi bukan ditiadakan97, (band Kel 13:19 ; Yoh 24:32 ; Ibr 11:22).

Pemindahan tulang-tulang Yakub dan Yusuf sama sekali berbeda dengan ritus upacara Mangaro, karena dalam budaya mangngaro tulang-tulang orang mati atau jenasah, sengaja dikeluarkan dari dalam kubur, untuk diupacarakan secara khusus, sesuai dengan adat istiadat masyarakat Nosu inti dari upacara mangngaro

93Ambe Ita,dkk Anggota Majelis GTM Jemaat Gatorani, Wawancara, (Nosu 28 Agustus 2018).94Walter Lempp, Tafsiran Kejadian 44:50 bagian 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1977), 252.95Lothar Schreiner, Telah Kudengar Dari Ayahku, Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di tanah

Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 177.96Lempp, Tafsiran Kejadian (44:50) bg 2, 222.97Lempp, Tafsiran Kejadian (44-50) bg 2, 251.

35

Page 36: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

ialah agar arwah orang mati senantiasa hidup kekal di dunia dewa, memberkati dan melindungi manusia, menurut persepsi aluk todolo semakin sering upacara mangngaro dilaksanakan maka semakin banyak berkat yang akan diberikanoleh arwah kepada manusia. Tetapi dalam cerita pemindahan tulang tulang Yusuf, mempunyai makna sebagai bukti bahwa Allah akan menggenapi janjiNya kepada umat Israel. Pemindahan tulang tulang Yusuf, harus disembah bangsa Israel, tetapi pemindahan itu semata mata karena menunggu janji Allah akan pemberian tanah Kanaan serta tradisi umat Israel untuk selalu dikuburkan atau dikumpulkan bersama sama dengan para keluarganya atau leluhurnya dalam satu kubur. Seandainya Abraham Isak dan Yakub dikubur ditanah Mesir, tentu mayat Yusuf tidak akan dikuburkan ditanah Kanaan melainkan di Mesir.

3. Konsep Penghakiaman Budaya MangngaroDalam Aluk Todolo penghakiman terhadap orang mati, (band II korintus

5:10), sama sekali tidak Nampak dan dipermasalahkan. Masalah percaya atau tidak terhadap dewa-dewa pemeliharaan dan pencipta manusia serta kepada para arwa selama manusia hidup di dunia tidak mempunyai pengaruh apapun, untuk kehidupan setelah mati. menurut Louis Berkhof, “ Penghakiman terakhir bersifat menentukan dan oleh karenanya membawa kita kepada keadaan terakhir (mencangkup dua hal yaitu kehidupan kekal dan kesengsaraan kekal) yang muncul dihadapan kursi pengadilan.98 maksud dari pernyataan ini bahwa sebagai orang-orang pilihan yang hidup di dalam krtistus sesuai dengan standar dan maksud Allah dengan kasih karunia akan memperoleh kehidupan kekal. begitupun sebaliknya orang yang tidak tinggal di dalam kristus berarti tidak percaya akan pengorbanan Yesus akan mendapat hukuman kekal. Persepsi aluk todolo masyarakat Nosu tentang masalah dosa dan kebaikan tidak menjadi patokan dan menjadi penghalang arwa orang mati sampai kepada tujuan akhir yaitu menjadi bagian dari dewa-dewa. Kriteria manusia memperoleh keselamatan dalam tradisi aluk todolo adalah “ upacara penguburan” yang dilaksanakan sesempurna mungkin dengan memotong hewan dalam jumlah yang banyak sesuai dengan tingkat sosial (Tana’).

Menurut Jan A Boersema, sesudah seorang meninggal dunia, ia akan lansung bertemu dengan Tuhan untuk dihakimi. pada penghakiman itulah manusia menghadap Allah Bapa, sedangkan Tuhan Yesus berada di sebelah kananNya untuk membela orang percaya (baca Roma 8:33-34).99 Artinya semua orang yang meninggal entah bagaimana caranya ia meninggal akan dihakimi. Ajaran iman Kristen menekankan bahwa, Kelayakan manusia bersama sama dengan Allah, didasari atas keyakinan yang kokoh dalam injil, karena injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Di dalam injil nyata kebenaran Allah yang bertolak dari iman (Maz 1:16-17).

4. Konsep Keselamatan Budaya MangaroMasalah keselamatan dan penghakiman manusia, yang menjadi penekanan

dari sorotan iman kristiani ialah iman kepada Yesus Kristus dan bukan upacara pemotongan hewan pada saat upacara penguburan, sedikit atau banyaknya kurban

98Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Dokrin Akhir Zaman (Surabaya: Momentum,2008), 142.99Jan A. Boersema dkk, Berteologi Abad XXI, 871.

36

Page 37: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

hewan yang dikurbankan. Yesus kristus akan bertindak sebagai “Hakim Agung” bagi semua orang pada waktu kedatanganNya yang kedua (band,Mat 25:31). Kuasa dan kekuatan kematian telah dikalahkan oleh Yesus Kristus melalui kematianNya dan kebangkitanNya, (Mat 27:45,28:1-10 ; Mar 15:33,16:1-8 ; Luk 23:44,24:1-12 ; Yoh 19:28,30:1-10), (band Kol 1:18, Yoh 11:25-26, Roma 6:4). Berbeda dengan agama suku yang memandang upacara kematian sebagai peristiwa yang paling penting dan diyakini sebagai penentu kehidupan manusia beralih kedunia arwah. Rasul Paulus dalam surat kirimannya ke Jemaat Roma 8:38-39, meyakini bahwa baik maut atau kematian tidak dapat memisahkan manusia dari kasih Allah, didalam Tuhan kita Yesus Kristus hal ini menunjukan bahwa setelah mati orang beriman masih tetap bersatu dengan Tuhan Allah100. Menurut Derek Prime, “Kerajaan maut adalah tempat hukuman yang kekal, dan tempat pembuangan jauh dari hadirat Allah. Itulah nanti tempat semua orang yang tidak mengacuhkan Allah dan tidak menaati Injil Kristus”.101 Sedangkan dalam falsafah orang Toraja aluk todolo beranggapan bahwa manusia yang mati apabila di upacarakan dengan sempurna maka arwanya akan sampai ke Puya (dunia arwah) untuk memberkati, melindungi manusia atau kaum keluarganya.

Dalam perjumpaan teologi dengan kebudayaan khususnya budaya mangngaro, maka pokok penekanan utama ialah bahwa budaya mangngaro harus senantiasa di pahami dan disoroti dari sudut dogma Kristen. Keselamatan hanya tersedia melalui iman kepada Yesus saja (Yohanes 14:6; Kisah 4:12), dan hanya bergantung kepada penyediaan, kepastian dan jaminan dari Allah semata-mata.

Secara khusus, kematian Yesus di atas salib dan kebangkitanNya itulah yang menghasilkan keselamatan kita (Roma 5:10; Efesus 1:7). Kitab Suci jelas menyatakan bahwa keselamatan diberikan sebagai anugerah, hadiah yang kita tidak layak dapatkan dari Allah (Efesus 2:5, 8), dan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus (Kisah 4:12).

Dalam sudut iman Kristen manusia yang hidup adalah manusia yang senantiasa menempatkan relasi khususnya dengan penciptanya di dalam setiap eksistensinya. sikap hidup dari manusia akan senantiasa terwujud dalam ketaatan dan kesetiaan pada hendak Allah. Gereja sebagai persekutuan umat Allah adalah manifestasi dari karya penyelamat Allah dalam Yesus Kristus. Tuhan menempatkan gereja-Nya dalam kominitas dunia ini degan satu tugas yaitu membaharuhi umat Tuhan dan melaksanakan kehendak Allah yakni meyelamatkan dunia ini, menyelamatkan dunia dalam arti menjadikan semuanya menjadi satu dalam Yesus Kristus (Yohanes 17:21).

Firman itu adalah alat keselamatan Ia merupakan alat keselamatan Roh Kudus untuk memberitakan keselamatan Kristus kepada setiap orang beriman melalui Firman Allah, Roh Kudus menganugerahkan iman di dalam kehidupan setiap orang sekaligus menguatkan iman kita sendiri karena itu Alkitab disebut sebagai kesaksian Firman Allah yang sejati.102 Kitab Kejadian membuktikan bahwa Allahlah yang menciptakan dunia dan manusia serta makhlu- makhluk lain (Kej 1 dan 2), sehingga Allah berhak untuk menolak dan menentang segala pendewasaan

100Band,F.Davidson-R.P. Martin , Tafsiran Alkitab Masa kini (Jakarta BPK Gunung Mulia 1983), 460.

101Derek Prime, Tanya Jawab Tentang Iman Kristen (Jakarta: Yayasan Komunikasih Bina Kasih/OMF, 2001), 191.

102Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1988), 424.

37

Page 38: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

dunia ini atau perubahan yang tidak sesuai dengan kehendakNya. Tujuan akhir dari karya penyelamatn Allah yakni hidup dalam langit dan bumi baru, bukan dalam dunia roh atau alam sana. Kebahagiaan dalam langit dan bumi baru bukan kebahagiaan yang tergantung dari dukungan keluarga atau korban-korban persembahan atau ketaatan kepada adat tetapi kebahagiaan itu hanya semata mata karena disediakan oleh Allah sendiri.103 Roma 1:17-17 “Injil itu adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya”. Demikianlah Kristus memerintah atas gerejanya dengan kekuasaan serta kekuaan Injil di dalam Yesus Kristus Allah telah datang kepada kita dengan kemahakuasaanNya untuk membenarkan menyelamatkan dan memerdekakan kita.104

B. ANALISIS SOSIOLOGIS RITUAL BUDAYA MANGNGARO Istilah sosiologi dikuatkan oleh Auguste Comte (1798-1857 ). Salah seorang

pendiri disipil ilmu ini, secara sederhana “ sosiologi” berarti studi mengenai masyarakat tetapi dalam prakteknya “ sosiologi” berarti studi mengenai masyarakat dipandang dari satu segi tertentu. Baik comte maupun Herbert spencer ( 1820-1903) seorang pendiri lainya, menekankan masyarakat sebagai unit dasar dari analisi sosiologis, sedangakan bermacam-macam perkembangan (seperti keluarga dan lembaga-lembaga politik , ekonomi dan keagaman) dan interaksi antara lembagta-lembaga itu merupakan sup unit dari analisi… yang menjadi pusat perhatian sosiologi adalah tingka laku manusia baik yang individu maupun yang kolektif tetapi lebih banyak segi kolektifnya dan relasinyta dengan masyarakat dengan demikian sosiologi merupakan studi mengenai tingka-laku manusia dalam konteks sosial.105

kebudayaan mangngaro dari sudut sosiologi, merupakan suatu kebudayaan yang mampun untuk mempertemukan atau memperastuakan rumpun-rumpun keluarga “reuni keluarga” budaya mangngaro dari sudut pandangan ajaran Iman Kristen, sangat bertolak-belakang dengan ajaran teologi Alkitab, tetapi dari sudut teologi dapat dikatakan bahwa kebudayaan tersebut, merupakan suatu identitas khusus yang menjadi lambing kemasyarakatan dan keluarga yang harus dilestarikan oleh masyarakat nosu, terlepas dari sorotan iman Kristen.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tidak tertutup pada suatu situasi lingkungannya, tetapi bagaimana ia membuka diri untuk mengenal bahkan bergaul dengan situasi luar dari lingkungannya, sehingga dengan sendirinya kebudayaan dari manusia akan senantiasa diperbaharui oleh manusia melalui perjumpaannya, pengenalannya dan kebersamaannya dengan manusia yang berbudaya lain.

Manusia sebagai makhluk sosial selalu memelihara hubungan sosialnya dengan orang lain. Pemeliharaan hubungan sosial ini dilakukan antara lain melalui pelestarian budaya sebagai identitas sebuah komunitas, jadi secara sosiologi pelaksanaan ritual ini bisa dipakai sebagai suatu sarana untuk memelihara hubungan sosial dan memelihara identitas mereka.

103J.L.Dh Abmeno, Apa kata Alkitab /seri gereja dan teologi 2 (Jakarta: BPK GUnung Mulia 1981), 80.

104G.C Van Niftrik BJ. Boland Dogmatika masa kini cetakan ke IV (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1987), 306.

105Michael Rush Philip Altholf, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada), 42.

38

Page 39: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Pelaksanakan upacara mangngaro orang Kristen dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan hidupnya sebagai bahagian dari masyarakat, yang menganut dan meyakini suatu adat dan istiadat turun temurun, bagi masyarakat yang sudah mengenal kekristenan maupun yang masih menganut agama suku aluk todolo (tidak disangka bahwa masih ada sebagian orang yang meyakini berkat dan pertolongan kepada manusia datangnya atau bersumber dari arwah leluhur). Mangngaro dilihat sebagai suatu kebutuhan atau tuntutan kemanusiaan sebagai sumber komunitas yang didasari gengsi dan rasa malu. Kehormatan dan kebanggan tersendiri bagi manusia secara pribadi, apabila upacara penguburan dilaksanakan sesuai dengan tingkat sosialnya, misalnya golongan Ma’dika dilaksanakan dengan tingakatan upacara (dipelima sundun), Tetapi otomoatis kehormatan dan kebanggan diyakini tidak sempurna apabila upacara mangngaro belum terlakasanakan kerena mangngaro merupakan bagian tersendiri tetapi merupakan rangkaian Aluk Rambu Solo’ dan menjadi penentu arwah menuju”puya”.

Tolak ukur orang Kristen, sehingga masih tetap melestarikan budaya mangngaro sampai sekarang, dengan alasan karena dalam upacara pesta penguburan mereka dapat memenuhi, menggenapi dan melaksanakan tuntutan Aluk Rambu Solo (tentang jumlah korban yang diharuskan sesuai dengan tingkatan sosial) sedangkan dalam upacara mangngaro hanya menyediakan seekor kerbau yang masih menyusu, dan seekor babi yang baru berumur tiga hari sebagai persyaratannya, artinya dalam pelaksanaannya korban yang disediakan disesuaikan dengan kemampuan mereka.

Ritual budaya mangngaro, merupakan budaya dari masyarakat Nosu yang menjadi orientasi bahwa suatu saat, melalui mangngaro manusia menampakkan suatu hubungan yang tidak dipisahkan oleh kematian, melainkan manusia dikumpulkan bersama sama untuk mengenang dan menyatakan bukti kasih sayang kepada orang tua, saudara dan keluarga yang telah mengasihi mereka semasa mereka hidup, wujud kasih sayang jenasah keluarganya dinyatakan dengan mengganti kain pembungkus mayat, dan meratapi mayat.

BAB V

KESIMPULAN

Sebagai bagian terakhir dari tesis ini, diuraikan beberapa bagian dari kesimpulan yang menjadi inti dan tujuan dari penulisan yaitu:

1. Pendekatan Alkitab mengenai manusia ialah suatu pendekatan yang bersifat religius, artinya bahwa manusia menurut kesaksian Alkitab adalah makhluk ciptaan Tuhan karena itu ia adalah sepenuhnya milik dari Tuhan. Dengan demikian manusia bergantung secara mutlak kepada Allah Penciptanya, menurut Alkitab hakekat manusia adalah menjadi sekutu Allah. manusia dijadikan menurut

39

Page 40: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

gambar dan rupa Allah harus berada dalam hubungan baik bertanggungjawab baik dengan Allah maupun sesama. Ungkapan menurut gambar dan rupa Allah menjelaskan bahwa manusia harus mencerminkan kehendak Ilahi dalam hidupnya. Hal itu dapat terwujud apabila manusia tetap berada di dalam hubungan persekutuan yang benar diwarnai dengan ketaatan dan kesetiaan berdasarkan kasih kepada segala perintah Allah. Hakikat manusia menurut Alkitab berbeda dengan pemahaman dan perilaku agama suku aluk todolo, yang memandang manusia pada hakekatnya sama dengan dewa-dewa yang dapat memberkati dan menolong. Anggapan mereka bahwa manusia yang hidup adalah penjelmaan dari tokoh-tokoh ilahi dan manusia yang mati akan hidup dan menjadi bagian dari dewa apabila upacara penguburan tuntas sampai pada upacara mangngaro.

2. Gereja Toraja Mamasa khususnya wilayah klasis Nosu, yang lahir dari hasil pekabaran injil tenaga Zending Cristelijke Gereformeerde Kerken melarang masyarakat Kristen Nosu untuk melaksanakan upacara mangngaro. Karena inti dari pelaksaannya adalah penyembahan kepada arwah orang-orang mati. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen. Sesudah GTM berdiri sendiri justru upacara mangngaro akhirnya diterima oleh gereja. kesaksian Alkitab menyatakan bahwa berkat, pertolongan dan pengharapan hanya bersumber dari Tuhan melalui karya penyelamatanNya di dalam Kristus, berkat tidak berasal dari arwah orang-orang mati seperti paham aluk todolo dan proses peralihan arwah orang-orang mati tidak di tentukan oleh ritus-ritus upacara dan banyaknya kurban yang di potong pada upacara penguburan melainkan manusia itu sendiri. Manusia tidak punya hak mendoakan bahkan mengupayakan agar arwah orang mati itu selamat, melainkan keselamatan manusia itu tergantung pada keputusan kasih Allah.

3. Kehidupan bersama dengan Kristus sesudah mati sangat erat dengan kehidupan kita di dunia ini artinya bahwa kehidupan kita kelak sangat ditentukan oleh kualitas iman atau ketaatan kita kepada Allah didalam Kristus. Relasi antara manusia dengan Tuhannya tidak dapat dipisahkan oleh kuasa apapun termasuk kuasa maut. dalam Timotius 6:16 Paulus mengatakan bahwa Allahlah satu-satunya, yang tidak takluk kepada maut dan bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri. akan tetapi, Allah sendirilah yang menjadikan jiwa manusia hidup terus, juga sesudah kematian orang itu. itulah kehidupan kekal yang di anugrahkan, sedangkan Allah memiliki kehidupan itu dari dirinya sendiri.106

4. Landasan teologi Gereja Toraja Mamasa dalam melaksanakan ibadah pada ritual mangngaro, yaitu Kej 50:25-26 sangat berbeda dengan konteks pemindahan tulang-tulang Yusuf yang berintikan kesetiaan Yusuf menanti akan janji Tuhan kepada bangsa Israel melalui Abraham, Ishak dan Yakub untuk masuk ke tanah Kanaan. Sedangkan upacara mangngaro mayat yang telah di kubur dikeluarkan untuk di upacarakan secara khusus lalu dikembalikan ketempatnya semula. Pelayanan Gereja dalam ibadah mangngaro secara tidak lansung gereja hanya mau memperlihatkan kemudahan-kemudahan menarik dan mempengaruhi agar semakin banyak orang-orang menganut agama Kristen tidak meninggalkan gereja sebagai organisasi. tetapi jika gereja benar-benar bertanggungjawab terhadap Alkitab maka seharusnya gereja menolak pelayanan ibadah mangngaro dan bagaimana gereja memberi dan mengajar anggota jemaat untuk memahami kehendak Tuhan dalam kebudayaan.

106Boersma, dkk, Berteologi Abad XXI, 866

40

Page 41: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab (Jakarta: LAI, 2007).Abmeno J.L.Dh, Apa kata Alkitab /seri gereja dan teologi 2 (Jakarta: BPK GUnung

Mulia 1981).Adams, Daniel J, TeologiLintas Budaya Refleksi Baratdi Asia (Jakarta: BPK Gunung

Mulia 1996).Altholf, Michael Rush Philip, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta PT. Raja Grafindo

Persada).Bakker SJ, JWM., Filsafat Kebudayaan, sebuah pengata (Yogyakarta: Kanisius,

1984).Barth, Chifford Green (peny.), Karl: Teolog Kemerdekaan (Kumpulan Cuplikan

Karya Karl Barth) (Jakarta: BPK-GM, 1998).

41

Page 42: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Barth, C., Teologi Perjanjian Lama 1 ( Jakarta : BPK-GM, 2006).Berkhof Louis, Teologi Sistematika: Dokrin Akhir Zaman (Surabaya:

Momentum,2008).Berger, Peter L, Langit Suci: Agama sebagai realitas Sosial (Jakarta: LP3ES, 1991)Bevans, Stephen B., Model-model Teologi Kontekstual, terj: Yosef Maria Florisan,

(Maumere: Ledalero, 2002).Boland, G.C.Van Niftrik. B.J, Dokmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia

1967).………………………………, Dogmatika masa kini cetakan ke IV (Jakarta: BPK Gunung

Mulia 1987).Boersema, Jan A, dkk, Berteologi Abad XXI ,(Literatur Perkantas, 2015).Carson, D. A., Kristus dan Kebudayaan Sebuah Kacian Baru (Surabaya: Momentum

2018).Chan, Simon, Spiritual Theology, Sistematika Tentang Kehidupan Kristen

(Yogyakarta: ANDI, 1998).Darmaputera, Eka “Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia”, dalam J.B.

Banawiratma, ddk, Konteks Berteologi Di Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 1997).

Eilers, Franz Josef, SVD., Berkomunikasi Antara Budaya ( Flores-NTT- Indonesia: Penerbit Nusa Indah, 1995).

End, Th Van Den, sumber Zending tentang gereja toraja 1901-1961 (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1994).

Farrugia,SJ, Gerald O’Colins,SJ & Edward G., terj. Suharyo,Pr, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996).

Graham, Billy, Menghadapi Kematian dan Kehidupan Sesudahnya (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2001).

Haviland, William A., Anthropology, diterjemahkan R. G. Soekadijo, Antropologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993).

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1988).Hunt, Gladys, Pandangan Kristen Tentang Kematian (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1987).H. Soekahar, Satanisme Dalam Pelayanan Pastoral (Malang: Gandum Mas, 1986).Hesselgrave, David J,. Communicating Christ Cross-Culturally (Mengkomunikasikan

Kristus Secara Lintas Budaya) (Malang, Literatur SAAT, 2004).

Keene, Michael, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta : Kanisius, 2006).

KBBIPB (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Universitas indonesia, 1966)……………….., Pengantar Antropologi (Jakarta: Aksara, 1962). …………………,Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia,1982).Komisi Liturgi MAWI, Bina Liturgia I: Inkulturasi (Jakarta: Obor, 1985).Lumbantobing, Andar, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak (Jakarta: BPK-

GM, 1996).Lempp, Walter, Tafsiran Kejadian 44:50 bagian 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia

1977).Lofland, John Lofland dan & Lyn H., analyzing social setting: A Guide to Qualitative

Observation and, Analiys (Belmont, Cal.: Wads wort Publishing Copany,

42

Page 43: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

1984), 47 in Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2010).

Martasudjita, “Inkulturasi Ekaristi dan Devosi Ekaristi” dalam Prasetyantha, Ed., Ekaristi dalam Hidup Kita (Yogyakarta: Kanisius, 2008).

Martin, Band, F. Davidson.R.P., Tafsiran Alkitab Masa kini (Jakarta BPK Gunung Mulia 1983).

Min, Suh Sung, Injil dan Penyembahan Nenek Moyang (Yogyakarta: Media Presindo, 2001).

Muda, Hubertus, Inkulturasi (Ende – Flores: Pustaka Misionalia Candraditya, 1992).

Mulyana, Deddy, Komunikasi Antar budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003).M.D, Raymond A. Moody, JR., , Hidup Sesudah Mati (Jakarta: Gramedia, 1987).Neibuhr, H. Richard, Kristus dan Kebudayaan ( Jakarta Pusat: Petra Jaya, tt).Prime Derek, Tanya Jawab Tentang Iman Kristen n(Jakarta: Yayasan Komunikasih

Bina Kasih / OMF, 2001Prier, Karl-Edmund, Inkulturasi Musik Liturgi (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi,

1999).Rommen, David J. Heselgrave dan E. kontekstualisai (Jakarta: BPK Gunung Mulia

1996)Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D

(Bandung: Alfabeta 2012).Schreiter , Robert J,c. PP. S, Rencana Bangun Teologi Lokal (Jakarta: Gunung Mulia,

2006).Schreiter, Robert J., Rancang Bangun Teologi Lokal, terj: Stephen Suleman, (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2011).schreiner, Lothar. telah ku dengar dari ayahku perjumpaan adat dengan iman

Kriten di tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1965).Schreiner, Lothar, Telah Kudengar Dari Ayahku, Perjumpaan Adat dengan Iman

Kristen di tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia).Singgih, E.Gerrit, Dunia yang bermakna Kumpulan Karangan Tafsir Perjanjian Lama

(Jakarta: BPK Gunung Mulia 1999)……………….., Berteologi Dalam Konteks (Yogyakarta: Kanisius, 2000),Sukanto, Soerjono, Sosiologi suatu pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003). Soemardi, Selo Soemardjan dan Soelaeman, Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta:

Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1964).Timoer Soenarto, Mitos Ura-Bhaya Cerita Rakyat Sebagai Sumber Penelitian

Surabaya (Jakarta:Balai Pustaka, 1983).Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Budaya, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).Tomatala, Yakob., D. Mis, Teologi Kontekstualisasi, Suatu Pengantar (Malang:

Penerbit Gandum Mas, 1993).Tomatala, Yakob, Penginjilan Masa Kini Jilid 1 (Malang: Gandum Mas, 1998).Tong, Stephen, Dosa dan Kebudayaan (Jakarta: Institud Reeformed, 2004), 9Verkuyl. Aku percaya ( Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996).Verkuyl, Etika Kristen dan kebudayaan ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1966).

43

Page 44: repo.sttsetia.ac.idrepo.sttsetia.ac.id/186/1/EDISON.docx · Web viewAluk todolo telah membangun konsep berkat keberhasilan, keselamatan, melalui pelaksanaan pemujaan dan penyembahan

Veen, J. Tammu., H. Van Der. Kamus Bahasa Toraja-Indonesia (Rantepao: Penerbit yayasan Perguruan Tinggi Toraja).

WEBAnonim,TeoriTeoriKebudayaan.dihttp://tentangkomputerkita.blogspot.com/

2010/01/bab-2.html (diakses 27 maret 2019).https://www.kompasiana.com/.../rambu-solo-upacara-adat-kematian-di-toraja-

sulawesi.. (diakses: 26 Maret 2019).http://mamasatempodoeloe.blogspot.com/2012/03/sejarah-gtm.html (Diakses,

20 April 2019)jkpthj/jkpthj/s2/m.th/2015/jkpthj-is-s2-2015-2111010309-5-peraturan_pernikahan-chapter2.pdf, (diakses, 30 Maret 2019)http://id.wikipedia.org/wiki/ Kebudayaan (diakses, 11 oktober 2018).https://yanuirdianto.wordpress.com. (diakses ,04 oktober 2018).https://kbbi.web.id/fundamental (Diakses, 2 September 2018).https://www.google.com (diakses, 5 oktober 2018).https://kbbi.web.id/folklor (Diakses, 12April 2019).https://id.wikipedia.org/wiki/Mitos (Diakses. 29 Oktober 2018). https://id.wikipedia.org/wiki/Berpikir_kritis (diakses, 11 april 2019). https://kbbi.web.id/karya (diakses, 11 April 2019).

RESPONDENAmbe Ice, Tokoh Adat (wawancara, Salulomban, 23 Agustus 2018).Ambe Jepi, Tokoh Adat (wawancara, Nosu, 28 Agustus 2018).Ambe Piter, Tokoh Adat (wawancara, Nosu, 26 Agustus 2018 ).Itung, Mantan Camat Nosu (Wawancara, Nosu, 10 Januari 2019)Basso’ Kepala Desa Minanga (Wawancara, Nosu, 9 Januari 2019). Ettang, Kepala Sekolah SD Batu Papan, (Wawancara, Nosu 8 Januari 2019).

44