Replikasi Dan Pembelahan Sel

18
BAB IV. REPLIKASI DNA DAN PEMBELAHAN SEL Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik, 2. mekanisme replikasi semikonservatif, 3. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini, 4. cara replikasi DNA pada eukariot. 5. pembelahan sel Fungsi DNA sebagai Materi Genetik DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini. 1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini. 2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen. 3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab VIII).

description

http://www.slideshare.net/confirm/NjI0Mzk4Mjc7M2YxZWU3ZGVjMTczNmE5YTQzZGE3YjkxMDFmNTNjYjAzOGU4OGNiYQ==/

Transcript of Replikasi Dan Pembelahan Sel

  • BAB IV. REPLIKASI DNA DAN PEMBELAHAN SEL

    Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada

    organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan

    mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA

    kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel

    Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu

    menjelaskan:

    1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik,

    2. mekanisme replikasi semikonservatif,

    3. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini,

    4. cara replikasi DNA pada eukariot.

    5. pembelahan sel

    Fungsi DNA sebagai Materi Genetik

    DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat

    menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.

    1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat

    meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke

    generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui

    replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini.

    2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik

    harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga

    individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui

    ekspresi gen.

    3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang

    bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

    Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini

    merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab

    VIII).

  • 2

    Mekanisme Replikasi Semikonservatif

    Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif,

    semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA

    awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada

    replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga

    kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap

    dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai

    polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida

    mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida

    yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen

    lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru.

    konservatif semikonservatif dispersif

    Gambar 4.1. Tiga cara teoretis replikasi DNA

    = untai lama = untai baru

  • 3

    Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara

    semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal

    dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium

    density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh

    M.S. Meselson dan F.W. Stahl.

    Replikon, Ori, Garpu Replikasi, dan Termini

    Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal

    dinamakan replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu

    di dalam molekul DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication

    (ori). Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-

    masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan

    diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi

    replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional).

    Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang

    berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Pada eukariot, selain terjadi replikasi

    dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat.

    Replikasi pada kedua untai DNA

    Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang

    terjadi pada salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai

    pengarah (leading strand). Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung

    secara kontinyu dari ujung 5 ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari

    ujung 3 ke ujung 5.

    Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5

    ke ujung 3 atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3 ke ujung

    5. Namun, sintesis DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga

    menghasilkan fragmen terputus-putus, yang masing-masing mempunyai arah 5 3.

    Terjadinya sintesis DNA yang tidak kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim

    DNA polimerase yang hanya dapat menyintesis DNA dari arah 5 ke 3 serta

    ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis DNA.

  • 4

    Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut

    untai tertinggal (lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan

    dari sintesis yang tidak kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama

    penemunya. Fragmen-fragmen Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang

    utuh dengan bantuan enzim DNA ligase.

    fragmen-fragmen untai tertinggal 3 Okazaki 5

    5 3 5 3

    untai pengarah

    Gambar 4.4. Diagram replikasi pada kedua untai DNA

    Replikasi DNA eukariot

    Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk

    memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin

    dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang

    berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel.

    Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang

    diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.

    Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot

    bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA

    harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi

    akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini

    diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada

    kebanyakan mamalia.

    Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami

    inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami

    inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah

    heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini

    mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.

  • 5

    Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan protein

    pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) yang disebut dengan

    protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan

    kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam

    elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh

    RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim

    DNA polimerase . Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian

    segera digantikan oleh DNA polimerase pada untai pengarah dan DNA polimerase

    pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase maupun mempunyai fungsi

    penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase untuk menyintesis DNA yang panjang

    disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell

    nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit holoenzim DNA

    polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam

    sel juga mengalami penggandaan selama fase S.

    Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan

    garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat

    divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang

    bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin

    (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi

    menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.

    Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA

    yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5 untai tertinggal.

    Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini,

    ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif

    sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3 melampaui ujung 5.

    Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya

    komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan

    (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3.

    Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di

    dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan

    pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang

  • 6

    membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga

    sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang

    tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim

    telomerase.

    PEMBELAHAN SEL SEBAGAI PELAKSANAAN PEWARISAN SIFAT

    Setelah berbicara tentang gen sebagai faktor herediter serta cara pewarisannya, pada

    bab ini kita akan melihat perilaku organel intrasel yang terlibat dalam pelaksanaan

    pewarisan sifat. Belasan tahun setelah Mendel mempublikasikan karya penelitiannya, W.

    Roux mengajukan postulat bahwa faktor herediter dibawa oleh suatu struktur di dalam

    nukleus yang dinamakan kromosom (chromo=warna ; soma=badan). Percobaan T.

    Boveri dan W.S. Sutton beberapa tahun kemudian membuktikan bahwa gen terdapat di

    dalam kromosom. Selanjutnya, T.H. Morgan dan koleganya melalui studi pada lalat buah

    Drosophila melanogaster mengajukan teori bahwa gen merupakan satuan-satuan yang

    diskrit (terpisah satu sama lain) di dalam kromosom.

    Perilaku kromosom ternyata sangat berkaitan dengan tahap-tahap pembelahan sel,

    yang merupakan mekanisme dasar bagi pertumbuhan dan reproduksi seksual organisme.

    Pembelahan sel (sitokinesis) selalu didahului oleh pembelahan nukleus (kariokinesis),

    dan justru kariokinesislah yang sesungguhnya lebih berperan dalam mekanisme

    pelaksanaan pewarisan sifat. Bahkan, pembicaraan tentang pembelahan sel pada

    umumnya dititikberatkan pada kariokinesis, yang dengan sendirinya akan melibatkan

    perubahan-perubahan yang terjadi pada kromosom.

    Bahan penyusun kromosom adalah DNA dan protein. Kromosom yang sedang

    mengalami pengandaan terdiri atas dua buah kromatid kembar (sister chromatids) yang

    satu sama lain dihubungkan pada daerah sentromir. Letak sentromir berbeda-beda, dan

    perbedaan letak ini dapat digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi struktur kromosom.

    Pada sentromir terdapat kinetokor, yaitu suatu protein struktural yang berperan dalam

    pergerakan kromosom selama berlangsungnya pembelahan sel. Tiap kromatid membawa

    sebuah molekul DNA yang strukturnya berupa untai ganda sehingga di dalam kedua

    kromatid terdapat dua molekul DNA.

  • 7

    telomir (ujung kromosom) sentromir (konstriksi primer) kinetokor kromatid kembar (sister chromatids) a) b)

    Gambar 3.1. Gambaran umum struktur kromosom yang sedang mengalami penggandaan

    a) kromosom b) molekul DNA

    Daur Sel dan Mitosis

    Faktor yang menentukan pertumbuhan suatu individu organisme, khususnya

    organisme multiseluler, adalah pertambahan jumlah dan volume sel. Pertambahan jumlah

    sel terjadi sebagai akibat pembelahan sel yang menghasilkan sel-sel anakan dengan

    kandungan kromosom dan materi genetik (DNA) yang sama. Peristiwa pembelahan sel

    semacam ini dinamakan mitosis (mitos = benang).

    Sel yang mengalami mitosis selanjutnya akan memasuki tahap-tahap proses lainnya

    yang secara keseluruhan membentuk suatu daur sel. Pada awalnya, sebuah sel diploid

    hasil mitosis, yakni sel dengan kandungan kromosom 2n (lihat Bab VI), mengalami

    peningkatan volume dan aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan persiapan

    penggandaan (replikasi/sintesis) DNA. Tahap ini dinamakan G1. Kemudian, dari tahap G1

    sel segera memasuki tahap S, yang ditandai oleh adanya sintesis DNA serta pembentukan

    kromatid kembar. Selanjutnya, sel memasuki tahap G2, yang merupakan tahap persiapan

    mitosis. Secara keseluruhan tahap G1, S, dan G2 dinamakan tahap istirahat (interfase)

    karena sel tidak memperlihatkan aktivitas pembelahan. Waktu yang diperlukan untuk

    interfase berbeda-beda, bergantung kepada jenis sel dan spesies organismenya. Setelah

    interfase berakhir sel kemudian mengalami mitosis (tahap M), yang akan membagi DNA

    hasil sintesis pada tahap S dan kromatid kembarnya ke dalam kedua sel yang dihasilkan

  • 8

    sehingga masing-masing sel ini akan bersifat diploid seperti sel asalnya. Demikian

    seterusnya, sel hasil mitosis kembali memulai tahap G1.

    Tiap jenis sel menyelesaikan daur selnya dalam waktu yang tidak sama. Sebagai

    contoh, sel-sel epitel pada saluran pernafasan dan pencernaan memiliki masa hidup yang

    pendek dan harus diganti dalam beberapa hari. Bahkan, sel-sel kelenjar memiliki masa

    hidup selama beberapa jam saja. Sel-sel epitel kulit setiap kali rusak akan segera diganti

    sehingga jumlahnya selalu tetap. Sebaliknya, sel-sel pada sistem syaraf pusat manusia

    hanya dibentuk sekali seumur hidup, dan tidak pernah diganti jika mengalami kerusakan.

    Gambar 3.2. Skema daur sel

    Tahap-tahap mitosis

    Mitosis pertama kali dijelaskan oleh W. Flemming pada sel hewan. Dari Gambar

    3.2 dapat dilihat bahwa mitosis membutuhkan waktu yang paling singkat di antara semua

    tahapan daur sel. Meskipun demikian, mitosis masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi

    beberapa tahap, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Biasanya, profase dan

    telofase berlangsung lama, sedangkan metafase dan anafase berlangsung singkat. Tiap

    tahap mitosis ini dicirikan oleh perilaku kromosom yang berbeda-beda.

    Indikasi awal dimulainya mitosis, khususnya pada sel-sel hewan, dapat dilihat di

    dalam sitoplasma ketika interfase hampir berakhir. Suatu daerah di sitoplasma yang

    dinamakan sentrosom, yang terdiri atas sepasang sentriol, mengalami pembelahan

    menjadi dua; mikrotubul, yang terdapat di dalamnya, menonjol keluar membentuk

    struktur aster, tempat asal mula munculnya benang spindel. Pada sel tumbuhan tidak

    G1

    S G2

    M

  • 9

    terdapat sentriol, tetapi ada pusat pengendali spindel yang disebut MTOCs (microtubule

    organizing centers). Namun, struktur MTOCs tidak sejelas sentriol pada sel hewan.

    Profase awal

    Pada tahap ini masing-masing anggota pasangan sentriol bergerak memisah.

    Kromatid kembar yang semula tipis dan tidak berpilin mulai nampak berpilin,

    memendek, dan dapat dilihat lebih jelas. Jumlah pilinan akan menurun sejalan dengan

    meningkatnya diameter masing-masing pilinan. Nukleolus dan dinding nukleus mulai

    menghilang.

    Profase akhir

    Kedua kromatid kembar pada masing-masing kromosom saling melekat pada

    daerah sentromir. Kompleks kinetokor dan sentromir segera berfungsi sebagai tempat

    melekatnya mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol. Oleh karena masing-

    masing sentriol telah bergerak ke kutub sel yang berlawanan, maka benang spindel

    menjadi penghubung kedua kutub sel tersebut melalui sentromir. Pada profase akhir ini

    nukleolus dan dinding nukleus telah benar-benar hilang.

    Metafase

    Kromosom nampak sangat kompak sebagai dua kromatid kembar. Tahap metafase

    merupakan tahap mitosis dengan kenampakan kromosom paling jelas karena kromosom

    terlihat menebal, memendek, dan menempati bidang tengah sel. Pengamatan dan analisis

    kromosom paling mudah dilakukan pada tahap ini.

    Anafase

    Pemendekan benang spindel menyebabkan kromatid kembar pada masing-masing

    kromosom bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Tiap kromatid sekarang

    mempunyai sentromir sendiri dan menjadi sebuah kromosom baru, yang mulai

    memanjang kembali.

    Telofase

    Benang spindel mulai menghilang; sebaliknya, nukleolus dan dinding nukleus mulai

    muncul kembali. Terjadi penyempitan pada sitoplasma dan pembelahan organel-organel

    sitoplasmik, yang mengarah kepada pembentukan dua sel hasil mitosis dengan

  • 10

    kandungan materi genetik yang identik. Pada sel tumbuhan terjadi partisi di antara kedua

    calon sel hasil mitosis. Setelah lamela tengah terbentuk, dinding selulosa segera disintesis

    pada masing-masing sisi.

    interfase profase awal profase akhir

    telofase anafase metafase

    telofase akhir dua sel hasil mitosis

    Gambar 3.3. Diagram skematik pembelahan mitosis pada sel hewan dengan tiga kromosom

  • 11

    Meiosis

    Pada tahun 1883 atau empat tahun setelah mitosis dapat dijelaskan, Edouard van

    Beneden menemukan bahwa telur cacing Ascaris mengandung kromosom hanya separuh

    jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel-sel somatisnya. Ia kemudian dengan tepat

    dapat menginterpretasikan hal itu sebagai akibat terjadinya suatu tipe pembelahan sel

    yang lain, yang disebut meiosis (meioun = pengurangan).

    Meskipun demikian, Beneden salah menyimpulkan bahwa pada pembelahan

    meiosis seluruh kromosom paternal (kromosom dari tetua jantan) akan bergerak ke satu

    kutub sel dan seluruh kromosom maternal (kromosom dari tetua betina) bergerak ke

    kutub sel yang lain. Peristiwa yang benar adalah terjadi percampuran kromosom paternal

    dan maternal membentuk pasangan-pasangan kromosom homolog, yang kemudian

    disebarkan secara acak ke dalam sel-sel hasil meiosis.

    Bila dibandingkan dengan mitosis, meiosis membutuhkan waktu yang jauh lebih

    panjang dengan proses yang lebih rumit. Meiosis dapat dibagi menjadi dua pembelahan

    nukleus (kariokinesis), yaitu meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I terjadi pengurangan

    jumlah kromosom menjadi setengah dari semula sehingga pembelahan ini sering juga

    disebut pembelahan reduksi. Jika sel yang mengalami meiosis adalah sebuah sel

    diploid, maka pada akhir meiosis II akan didapatkan empat buah sel yang masing-masing

    haploid. Hal ini karena kromosom hanya mengalami satu kali penggandaan, tetapi

    kariokinesisnya terjadi dua kali.

    Tahap-tahap meiosis

    Oleh karena meiosis dapat dibagi menjadi meiosis I dan meiosis II, maka tahap-

    tahapnya terdiri atas profase I, metafase I, anafase I, telofase I, profase II, metafase II,

    anafase II, dan telofase II. Tahap-tahap meiosis II (profase II hingga telofase II)

    sebenarnya menyerupai tahap-tahap pada mitosis.

    Profase I

    Di antara tahap-tahap meiosis, profase I membutuhkan waktu paling panjang

    sehingga dapat dibagi lagi menjadi beberapa tahap, yaitu leptonema, zigonema,

    pakinema, diplonema, dan diakinesis.

  • 12

    interfase prameiosis leptonema zigonema

    diakinesis diplonema pakinema

    metafase I anafase I

    telofaseI

    sel hasil meiosis anafase II metafase II profase II

    Gambar 3.4. Diagram skematik pembelahan meiosis dengan dua kromosom dan = krom. paternal dan = krom. maternal

  • 13

    Leptonema (leptoten)

    Seperti halnya pada profase awal mitosis, pada tahap meiosis yang paling awal ini

    tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi kromatid kembar. Namun,

    kenampakan kromosom jika dilihat menggunakan mikroskop cahaya masih seperti

    benang tunggal yang tipis memanjang. Di sepanjang kromosom dijumpai sejumlah

    kromomir, berupa butiran-butiran padat dengan interval yang tidak beraturan.

    Zigonema (zigoten)

    Tiap kromosom homolog (kromosom paternal dan maternal) berpasang-pasangan

    membentuk struktur bivalen. Proses berpasangannya sendiri dinamakan sinapsis. Oleh

    karena tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi dua kromatid kembar,

    maka pada tiap bivalen terdapat empat kromatid kembar. Kompleks empat kromatid ini

    disebut tetrad.

    Pakinema (pakiten)

    Pada pakinema kromosom untuk pertama kalinya dapat dilihat sebagai struktur

    yang telah mengalami penggandaan (bivalen atau tetrad). Peristiwa penting lainnya pada

    tahap ini adalah terjadinya pindah silang (crossing over), yaitu pertukaran materi genetik

    antara kromatid paternal dan kromatid maternal pasangannya.

    Diplonema (diploten)

    Secara visual tempat terjadinya pindah silang dapat dilihat sebagai struktur yang

    dinamakan kiasma (jamak = kiasmata). Kecuali pada daerah-daerah kiasma ini,

    pasangan-pasangan kromatid nampak mulai saling memisah.

    Diakinesis

    Kiasma bergeser ke ujung kromosom sehingga tempat ini sekarang tidak harus

    merupakan tempat terjadinya pindah silang. Tiap kromatid anggota tetrad makin

    memendek, menebal, dan bergerak ke arah bidang tengah sel. Nukleolus dan dinding

    nukleus menghilang. Mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol nampak kian

    memanjang dan akhirnya melekat pada kinetokor.

  • 14

    Metafase I

    Struktur tetrad nampak makin jelas di bidang tengah sel. Di sinilah konfigurasi

    kromosom meiosis paling mudah dibedakan dengan kromosom metafase mitosis. Pada

    metafase mitosis tidak dijumnpai adanya struktur tetrad, tetapi hanya ada biad yang

    terdiri atas dua kromatid kembar.

    Anafase I Anggota tiap pasangan kromosom homolog (yang masing-masing terdiri atas dua

    kromatid kembar) bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Dalam hal ini sentromir

    belum membelah sehingga kedua kromatid kembar masih terikat satu sama lain.

    Telofase I

    Anggota tiap pasangan kromosom homolog telah mencapai kutub sel yang

    berlawanan. Dinding nukleus mulai terbentuk kembali. Kadang-kadang telofase I diikuti

    oleh sitokinesis dan interfase singkat (tanpa penggandaan kromosom), tetapi seringkali

    langsung diteruskan ke meiosis II.

    Meiosis II

    Di atas telah dikatakan bahwa tahap-tahap meiosis II, mulai dari profase II hingga

    telofase II, menyerupai tahap-tahap pada mitosis. Namun, pada meiosis II hanya ada satu

    dari masing-masing pasangan kromosom homolog di dalam setiap nukleus. Jadi, di dalam

    tiap nukleus hanya ada kromosom paternal saja atau kromosom maternal saja untuk tiap

    nomor kromosom. Sebagai contoh, di dalam satu nukleus mungkin terdapat kromosom

    paternal untuk kromosom nomor 1, kromosom maternal untuk kromosom nomor 2,

    kromosom maternal untuk kromosom nomor 3, dan seterusnya. Nukleus lainnya akan

    membawa kombinasi kromosom yang lain pula.

    Telofase II akan diikuti oleh sitokinesis yang menghasilkan empat sel haploid. Di

    dalam nukleus masing-masing sel ini terdapat satu anggota untuk setiap pasangan

    kromosom homolog. Jadi, kalau pada telofase I (dan sebelumnya, anafase I) terjadi

    pemisahan kromosom homolog, pada telofase II (dan anafase II) terjadi pemisahan

    kromatid.

  • 15

    Dari uraian di atas dapat diringkas perbedaan-perbedaan pokok antara pembelahan

    mitosis dan meiosis seperti pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1. Perbedaan pokok antara mitosis dan meiosis

    Mitosis Meiosis Terjadi pada sel somatis Terjadi pada meiosit atau gametogonium,

    yaitu sel-sel somatis khusus yang akan menghasilkan gamet (sel kelamin)

    Berlangsung relatif singkat dan selesai hanya dalam satu kali kariokinesis

    Berlangsung relatif lama dan memerlukan dua kali kariokinesis

    Dari sebuah sel diploid dihasilkan dua buah sel yang masing-masing diploid

    Dari sebuah sel diploid dihasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid

    Kromosom-kromosom homolog tidak mengalami sinapsis sehingga hanya ada struktur monovalen atau kromatid biad pada metafase

    Kromosom-kromosom homolog mengalami sinapsis sehingga akan ada struktur bivalen atau kromatid tetrad pada metafase I

    Tidak ada peristiwa pindah silang Ada peristiwa pindah silang

    Gametogenesis pada hewan

    Dengan berakhirnya meiosis tidak serta-merta dapat dikatakan bahwa gamet telah

    terbentuk. Meiosis hanya menghasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid.

    Sel-sel ini masih memerlukan proses pematangan untuk dapat berkembang menjadi

    gamet. Pembelahan meiosis yang diikuti oleh pematangan sel-sel haploid menjadi gamet

    fungsional dinamakan gametogenesis.

    Pada hewan yang berkembang biak secara seksual dapat dibedakan antara

    gametogenesis pada individu jantan dan gametogenesis pada individu betina. Gamet pada

    individu jantan disebut spermatozoon (jamak = spermatozoa) sehingga proses

    pembentukannya dinamakan spermatogenesis. Demikian pula, karena gamet betina

    disebut ovum (jamak = ova), maka gametogenesis pada jenis kelamin ini dinamakan

    oogenesis.

    Spermatogenesis

    Spermatogenesis dimulai pada saat individu yang bersangkutan mencapai matang

    kelamin (pubertas). Prosesnya berlangsung di dalam testes, tepatnya di dalam suatu

    tabung melengkung yang disebut tubulus seminiferus. Di sekeliling tabung ini terdapat

    spermatogonium (jamak = spermatogonia), yaitu sel-sel somatis khusus yang nantinya

    akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spermatozoa.

  • 16

    Pada awalnya spermatogonium (diploid) memperbanyak diri melalui pembelahan

    mitosis berkali-kali. Pada waktu tertentu mitosis akan terhenti; spermatogonium

    membesar dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer, yang masih diploid juga.

    Spermatosit primer kemudian mengalami meiosis I untuk menghasilkan spermatosit

    sekunder, yang dilanjutkan dengan meiosis II untuk menghasilkan empat buah

    spermatid yang masing-masing haploid. Akhirnya, spermatid berdiferensiasi menjadi

    spermatozoon yang matang.

    Oogenesis

    Bila dibandingkan dengan spermatogenesis, oogenesis relatif agak lebih rumit.

    Proses ini dimulai sejak awal tahap perkembangan embrio ketika sekelompok sel yang

    disebut galur sel germinal (germ cell line) memasuki ovarium yang sedang berkembang.

    Galur sel ini kemudian berkembang menjadi sel-sel somatis khusus yang disebut

    oogonium (jamak = oogonia)..

    Oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan

    mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdiferensiasi menjadi oosit primer, yang masih

    diploid juga. Oosit primer kemudian mengalami meiosis I tetapi tertahan pada tahap

    diplonema hingga saat matang kelamin. Selama kurun waktu ini oosit primer mengalami

    berbagai perubahan sehubungan dengan persiapan penyelesaian meiosis dan fertilisasi,

    serta mengumpulkan sejumlah besar bahan makanan untuk perkembangan awal embrio.

    Untuk melindungi diri dari kerusakan mekanis, oosit primer diselubungi oleh selaput

    yang dinamakan folikel Graaf. Di bawah selaput ini terdapat granula kortikal yang

    membatasi pembuahan hanya oleh satu spermatozoon.

    Oosit primer yang berhasil menyelesaikan meiosis I akan menghasilkan dua buah

    sel haploid, yang masing-masing mengandung satu anggota pasangan kromosom

    homolog dalam keadaan mengganda. Namun, sitokinesis tidak berlangsung simetris

    sehingga kedua sel tersebut sangat berbeda kandungan sitoplasmanya. Sel yang

    mendapatkan hampir seluruh sitoplasma dinamakan oosit sekunder, sedangkan sel

    satunya yang hanya mendapatkan sangat sedikit sitoplasma dinamakan badan polar.

    Oosit sekunder keluar dari folikel Graaf untuk memasuki saluran telur (pada manusia:

    tuba falopi ; pada hewan: oviduktus). Proses pelepasan oosit sekunder dari folikel Graaf

    dinamakan ovulasi.

  • 17

    spermatogonium oogonium

    spermatosit oosit primer primer

    anafase I

    spematosit sekunder badan polar oosit sekunder

    anafase II

    spermatid badan polar

    spermatozoon ovum

    spermatogenesis oogenesis

    Gambar 3.5. Skema gametogenesis pada hewan

    n n n

    n n

    n

    n

    2n 2n

    2n

    2n

    2n

    2n

    n

    n n n n n n n

    n n

    n

    n

  • 18

    Baik oosit sekunder maupun badan polar akan melanjutkan oogenesis ke tahap

    meiosis II. Lagi-lagi, oosit sekunder mengalami sitokinesis yang tidak simetris sehingga

    diperoleh satu sel yang besar (ovum) dan satu sel yang kecil (badan polar). Dengan

    demikian, pada akhir meiosis II dari sebuah oogonium akan diperoleh empat buah sel

    haploid, yang terdiri atas sebuah ovum (sel telur) dan tiga badan polar. Ketiga badan

    polar segera mengalami degenerasi karena hanya mengandung sedikit sekali sitoplasma

    dan organel yang diperlukan untuk melangsungkan metabolisme.

    Meiosis II hanya akan selesai jika terjadi fertilisasi. Ovum yang tidak dibuahi akan

    mengalami degenerasi. Sebaliknya, jika ovum bertemu dengan spermatozoon akan terjadi

    penggabungan dua nukleus haploid sehingga terbentuk zigot diploid, yang kemudian

    turun dari tuba falopi / oviduktus menuju ke uterus.

    REFERENSI

    Susanto, A.H (2004), Bahan Ajar Biologi Molekuler, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto Susanto, A.H (2002), Bahan Ajar Genetika Dasar, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto