REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN...

24
1 REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN MENCARI ALTERNATIF BENTUK PERAN TEPAT UMAT ISLAM INDONESIA DI ABAD XXI Oleh Nurcholish Madjid Sejalan dengan “musim”-nya sekarang, bahasan ini menyangkut masalah bagaimana kita menyongsong abad XXI. Sesungguhnya, jika dipikirkan kembali, abad XXI tidak akan banyak berbeda dari abad sekarang. Apalagi, dalam hitungan tahun, abad XXI itu hanya beberapa tahun lagi. Secara sederhana dapat dipertanyakan: Apakah dalam jangka waktu beberapa tahun ini bakal terjadi peristiwa per- ubahan sedemikian besar dan mendasarnya, sehingga abad XXI harus dihadapi dengan penuh persiapan? Walaupun begitu, ada beberapa alasan untuk memberi perha- tian yang sungguh-sungguh kepada kurun waktu setelah ber- akhirnya abad XX ini. Yang pertama-tama barangkali bersifat psi- kologis. Bagaimanapun, peralihan dari satu abad ke abad yang lain mempunyai dampak kejiwaan tersendiri bagi kebanyakan kita. Dan adanya dampak kejiwaan itu tentunya akan berpengaruh kepada persepsi kita terhadap abad XXI itu. Kenyataan ini sudah tercermin dalam ramainya pembicaraan serius sekitar masalah menghadapi abad itu di seluruh dunia. Tapi barangkali alasan yang lebih riil untuk menyiapkan diri menghadapi abad mendatang dengan penuh kesungguhan ialah kenyataan tentang adanya banyak perubahan besar dan funda-

Transcript of REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN...

Page 1: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

1

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

REOREINTASIWAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

MENCARI ALTERNATIF BENTUK PERAN TEPATUMAT ISLAM INDONESIA DI ABAD XXI

Oleh Nurcholish Madjid

Sejalan dengan “musim”-nya sekarang, bahasan ini menyangkut masalah ba gaimana kita menyongsong abad XXI. Sesungguhnya, jika dipikirkan kembali, abad XXI tidak akan banyak berbeda dari abad se karang. Apalagi, dalam hitungan tahun, abad XXI itu ha nya beberapa tahun lagi. Secara sederhana dapat dipertanyakan: Apakah dalam jang ka waktu beberapa tahun ini bakal ter jadi peristiwa per-ubahan sedemikian besar dan mendasarnya, se hingga abad XXI harus dihadapi de ngan penuh persiapan? Walaupun begitu, ada beberapa alasan untuk memberi perha-tian yang sungguh-sungguh kepada kurun waktu setelah ber-akhir nya abad XX ini. Yang pertama-tama barangkali bersifat psi-kologis. Bagaimanapun, peralihan dari satu abad ke abad yang lain mempunyai dampak kejiwaan ter sendiri bagi kebanyakan kita. Dan adanya dampak kejiwaan itu tentunya akan berpengaruh ke pada per sepsi kita terhadap abad XXI itu. Kenyataan ini sudah tercermin dalam ramainya pem bi caraan se rius sekitar masalah menghadapi abad itu di seluruh dunia. Tapi barangkali alasan yang lebih riil untuk menyiapkan diri menghadapi abad mendatang dengan penuh kesungguhan ialah kenyataan tentang adanya banyak perubahan besar dan funda-

Page 2: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

2

NURCHOLISH MADJID

men tal pada dua dasawarsa terakhir ini. Keruntuhan dramatis sistem komunis di Eropa Timur ada lah salah satunya yang paling menonjol. Bersamaan dengan itu ialah tampilnya Barat sebagai pi hak “pemenang”, dengan Amerika yang muncul sebagai negara adikuasa yang tak tertandingi. Kita sekarang sedang menyaksikan, apakah Amerika yang adidaya itu akan tampil secara dewasa, dan dengan bi jak menggunakan kemampuannya untuk meningkatkan nilai-nilai positif kemanusiaan sejagad (yang nota be né konon meru-pakan cita-cita konstitusionalnya sendiri)? Ataukah akan tampil menjadi “adigang-adigung-adiguna” dan tum buh menjadi kekuatan imperialis (baru)? Pro ses pertumbuhan Eropa menjadi sebuah ne gara serikat juga tidak dapat diremehkan dari segi dam pak globalnya. Sudah banyak terdengar suara-suara yang mengkhawatirkan Eropa yang bersatu akan memberi stimulasi bagi bangkitnya proteksionisme ekonomi, berhadapan dengan Ame rika Se rikat (yang juga dalam proses penyatuan dengan Kanada dan Meksiko), serta Jepang dan Asia Ti mur pada umumnya. Asia Timur, selain Jepang, barangkali memang belum tampil sepenuhnya sebagai padanan Barat, baik Eropa maupun Amerika Utara. Tetapi dengan tampilnya Negara-negara Industri Baru (Newly Industrializing Countries — NIC’s) seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singa pura (yang oleh pers Barat biasa di-sebut negeri-negeri “Little Dra gons”), yang kamudian konon akan segera disusul oleh Th ailand, Ma laysia, dan Indonesia (yang oleh ma jalah TIME disebut “Th e Super Seven”, atau “Th e Seven Dragons of East Asia”),1 maka tidak mus tahil sama sekali bahwa kawasan ini akan men jadi “hot pot” pe ru bah an global yang lebih pen ting lagi, mengingat potensi sumber daya manusia nya yang demikian be sar. Lebih-lebih jika kepa da ne geri-negeri “Th e Super Seven” itu di tambahkan RRC, se buah negeri de ngan laju pertumbuhan eko no-mi yang juga cukup menge san kan, yang ba rangkali da pat disebut

1 TIME International, 14 September 1992, No. 37

Page 3: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

3

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

se bagai “Th e Giant Dragon”. De ngan kemampuan teknologinya yang an ta ra lain di buk tikan dalam ke cang gihan persenjataan peluru kendali Silkworm dan roket-roket pe luncur sa te litnya Long March (yang dalam pa saran dunia ternyata sangat kom petitif ), RRC be-nar-benar ha rus diperhitungkan. Menyebut RRC sebagai sumber ancaman dari utara barangkali tidak terlalu re levan sekarang ini. Tetapi jika gap tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi menjadi lebar antara RRC dan negeri-negeri tetangganya, khususnya Indonesia, maka suatu tingkat tertentu kewas pa daan kiranya perlu dipertimbangkan.

Perubahan Bidang Sosial-Keagamaan

Kita harus juga berbicara tentang perubahan-perubahan mondial di bidang agama. Disebut oleh sebagian pemikir sebagai “abad ke-ruhanian”, abad XXI agaknya akan menyaksikan tingkat kega irah-an baru umat manusia dalam meyakini dan mengamalkan agama. Kecenderungan kembali ke agama ini bagi banyak orang mendu-kung kebenaran pandangan keseimbangan hidup manusia antara yang material dan yang spiritual. Seolah-olah sebuah pendulum yang sedang ber ayun ke arah lain dari gejala umum kehidupan modern yang serba-material, yaitu berayun ke arah yang lebih spi ri-tual, kecenderungan kehidupan manusia abad XXI sedang menuju kepada keseimbangan yang telah lama didambakan. Indikasi ke arah itu su dah banyak terlihat, dalam bentuk “bang kit”-nya agama-agama: Pro testan, Katolik Roma, Kato lik Ortodoks, Yahudi, Islam, Hindu, Budha, bahkan agama-agama Je pang (Tenrikyo, misalnya). Tetapi bang kitnya agama-agama itu, kita ketahui, membawa serta ek sesnya ma sing-masing, seperti funda men talisme Moral Majority di Amerika, kekerasan konfl ik Katolik-Protestan di Irlandia Utara, reaksi-reaksi fanatik dan penuh kebencian kepada para pekerja tamu (yang kebanyakan Muslim) di Eropa (yang sering menyatu dengan gerakan-gerakan Neo-

Page 4: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

4

NURCHOLISH MADJID

Nazi atau semacam itu), ke ke rasan kaum Yahudi fundamentalis dan te kad mereka untuk men di rikan “Th e Th ird Temple” (de ngan kemungkinan merobohkan monumen-monumen Islam dan Kris-ten di Yerusalem atau Bait Maq dis) di Israel, kecenderungan radikal dan re vo lu sioner pada sebagian kelompok Islam di Timur Te ngah, fanatisme kaum Hindu dari Partai Ja na ta serta radi kal is me kaum Sikh dan Islam di India, si kap-sikap ingin saling menghancurkan an tara kaum Hindu (Ta mil) dan kaum Bu dhis (Sinhala) di Sri Lanka, bentrok-bentrok sengit etnis dan keagamaan (Bu dhisme terhadap Is lam) di Myanmar, sisa-sisa hubungan sulit antara minoritas-minoritas Mus lim de ngan peme rin tahan yang Budhis di Th ai land dan dengan yang Katolik di Pili pina, dan se te rusnya. Dari semuanya itu, perubahan yang terjadi di kalangan bangsa-bangsa Muslim tampaknya muncul dalam skala yang lebih besar dan dimensi yang lebih mendasar daripada yang terjadi di ka langan lain. Disebabkan oleh hubungan dengan bangsa-bangsa (Kristen) Barat yang hampir ti dak pernah sepi dari rasa permusuhan sepanjang sejarah, bangsa-bangsa Muslim memandang do mi nasi Barat ter-hadap dunia sekarang ini dengan tingkat kepahitan yang lebih menggigit daripada pan dangan bangsa-bangsa lain. Ini menjadi salah satu sebab bahwa bangsa-bangsa Muslim praktis me rupakan “pen-datang paling akhir” dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, menyusul kaum Hin du (India), Budhis-Taois-Konfusianis (Jepang dan NIC’s), Konfusianis-Komunis (Cina), Ya hu di (Israel), Katolik Ortodoks (Eropa Timur), Ka to lik Roma (Ero pa Selatan), dan Pro-testan (Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru). Jadi dalam sains dan teknologi, bangsa-bangsa Muslim praktis meru pakan papan bawah du nia. De ngan per kataan lain, tidak satu pun umat agama non-Islam yang dalam sains dan tek no logi le bih rendah da ripada umat Islam. Umat Islam adalah yang terendah dari semuanya. Dalam bidang kemakmuran ekonomi, beberapa negeri Muslim jauh berada di atas banyak negeri-negeri non-Muslim, hampir se mata-mata karena rahmat Allah, melalui kekayaan minyak.

Page 5: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

5

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

Sebagian dari negeri-negeri petro-dollar ini berusaha memanfaatkan kekayaan yang melimpah un tuk menopang program-program investasi sumber daya manusia melalui pendidikan seperti, mi sal-nya, yang dilakukan oleh almarhum Raja Faisal di Saudi Arabia. Beberapa negeri Teluk lain se per ti Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Oman juga tampak mampu dengan bijaksana memanfaatkan kekayaan minyak yang melimpah itu untuk mendorong proses-proses modernisasi bangsanya da lam cara yang lebih bermakna. Walaupun begitu, kemakmuran yang tinggi (yang antara lain membuat mereka punya kemu dahan lebih besar untuk mengenal dunia luar) yang tidak diimbangi oleh human development yang memadai (ka re na investasi sumber daya manusianya belum selu-ruhnya menghasilkan, me ng ingat jangka wak tu pelaksanaannya yang relatif masih singkat), telah menunjukkan akibat-aki bat nya yang kurang menguntungkan, berupa krisis-krisis sosial-politik yang gawat. Peristiwa pendu dukan dan penyanderaan Masjid Haram di Makkah oleh suatu kelompok Islam radikal beberapa tahun yang lalu, juga kecenderungan semakin banyaknya kelompok-kelompok Islam radikal di ber bagai negeri Muslim di Timur Tengah dapat dipandang dan dinilai antara lain dari sudut pandang an ini. Ke-sen jangan tersebut akhirnya tidak hanya dirasakan oleh kalangan penduduk negeri besangkutan saja (misalnya, intern Saudi Arabia saja), tapi merambah ke seluruh kawasan Timur Tengah. Krisis Irak-Kuwait dan ba gai ma na dunia Arab memberi reaksi kepadanya meru pa kan salah satu konsekuensi dari situasi hu bungan antar-negara Arab yang penuh ke sen jangan itu.

Perubahan di Kalangan Umat Islam Indonesia

Perubahan di dunia Islam secara keseluruhan di atas itu sudah tentu berpengaruh dan mendorong kepada perubahan-perubahan di kalangan umat Islam Indonesia. Pada abad yang lalu telah terjadi bahwa Haji Miskin dan rombongannya berkenalan dan menye rap

Page 6: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

6

NURCHOLISH MADJID

ide-ide pembaruan dan pemurnian pemahaman Islam di Tanah Suci, kemudian membawanya ke Sumatera Barat yang kemudian berpengaruh luar biasa besarnya ke seluruh tanah air. Maka demi-kian pula sekarang, per kenalan, pengenalan, dan penyerapan pi-kiran-pikiran pembaruan, pemurnian, dan reorientasi pe mikiran Islam di seluruh dunia yang sangat dipermudah oleh adanya teknik pencetakan buku dan terbitan berkala, media komunikasi dan transportasi, tentu akan, dan memang sedang dan sudah, berpe-ngaruh kepada keadaan umat Islam Indonesia. Kita tidak mungkin mengingkari ini semua. Sementara itu, dinamika perkembangan negara kita sendiri juga sedemikian dahsyatnya sehingga mau tidak mau juga berpengaruh kepada keadaan umat Islam Indonesia. Apalagi jika di ingat bahwa umat Islam merupakan bagian terbesar rakyat (hampir 90%), dan bahwa pem ba ngunan itu pun adalah untuk kepentingan rakyat, maka pengaruh dan dampak dinamika perkem bang an nasional itu kepada umat Islam adalah identik dengan pengaruh dan dampak-nya kepada rakyat Indonesia. Karena itu tidak berlebihan jika kita katakan bahwa berbicara tentang umat Is lam Indonesia adalah identik atau 90% sama dengan berbicara tentang bangsa Indonesia, sehingga setiap pe mi kiran tentang umat Islam adalah sebenarnya sekaligus pemikiran tentang bangsa. Berkaitan dengan itu, di sini kita harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan te kad bangsa kita, melalui para pemimpin yang berwenang, untuk terus melaksanakan pembangunan na sio-nal dan memasuki tinggal landas. Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT II) se nan tiasa dicanangkan dalam kaitannya dengan tekad nasional itu. Kita wajib bersyukur kepada Allah swt atas kemajuan bangsa yang telah tercapai se ka rang ini, yang secara mudahnya dapat disebut sebagai bernilai berpuluh kali lipat daripada ke ada an kita sekitar 30 tahun yang lalu (1965). Bahkan, menurut Prof. BJ Habibie dalam ce ra mahnya di sidang pleno Dewan Pers di Solo, 22 Januari yang lalu, dalam jangka waktu 1965 sam pai 1989, bangsa Indonesia

Page 7: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

7

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

praktis mengalami kemajuan dengan laju pertumbuhan yang lebih ting gi dari pa da negara-negara mana pun di Asia Timur, kecuali Korea Selatan dan Singapura (yang berturut-turut mengalami ratio kemajuan 4,4 % dan 147 % [!] lebih tinggi daripada Indonesia. Ke nyataan itu, menurut Prof. Habibie, menjadi landasan untuk penuh optimisme bagi masa depan bang sa kita, asalkan disertai usaha-usaha yang tepat dalam pengembangan sumber daya manu-sia nya. Tentunya setiap warga Indonesia menyertai Prof. Habibie dalam optimismenya itu, dan ingin me lihat pro yek sinya tentang pengembangan sumber daya manusia tersebut akan menjadi kenya-taan, guna mempertahankan laju pertumbuhan yang tetap tinggi di masa datang. Demikian itu tadi adalah tinjauan dalam angka-angka nisbi. Sedangkan dalam angka-ang ka mu t lak, kita harus melihat kenya-taan bahwa Indonesia masih merupakan “buntut” dari “Th e Su per Seven”, dengan pendapatan perkepala (income percapita) yang hanya seperlima dari Ma lay sia atau kurang dari seperduapuluh dari Singapura, misalnya. Dan untuk mengejar keter ting galan yang masih amat jauh itu agaknya bangsa kita masih akan memerlukan pengerahan dana dan daya yang besar di masa mendatang, untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung per tum buh an yang lebih tinggi ber li pat ganda daripada negara-negara tetangga. Inilah tampaknya yang menjadi salah satu logika yang mendasari tekad untuk terus membangun, menuju Era Tinggal Landas. Jika tujuan itu tidak berhasil, maka dapat terjadi kemungkinan negara kita dalam keadaan rawan di tengah-tengah dunia yang semakin maju dan khususnya Asia Timur yang berkembang pesat.

Kemungkinan Peran Tepat Umat Islam

Oleh karena umat dan rakyat adalah identik, maka suatu pemikiran tentang peranan yang tepat dari umat Islam dengan sendirinya berarti juga peranan rakyat. Dikaitkan dengan tidak ada nya pilihan

Page 8: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

8

NURCHOLISH MADJID

lain dari bangsa Indonesia kecuali mesti mengembangkan dirinya menjadi negara maju itu, maka peran tepat rakyat ialah mendukung dan berpartisipasi dalam segenap usaha pem ba ngunan bangsa. Jika ungkapan itu terdengar seperti klisé dan stereotipikal, kita hanya harus ingat betapa kita tidak mungkin membiarkan diri atau — lebih-lebih lagi — memilih menjadi negara ter ke be la kang atau ketinggalan oleh dunia pada umumnya, Asia Timur pada khususnya. Dan jika kita kem balikan lagi kepada kenyataan bahwa bangsa Indonesia sebagian besar beragama Islam (se hingga benar-benar absah disebut “bangsa Muslim” [Muslim Nation], mes kipun bukan “Negara Is lam” [Islamic State]), maka maju atau mundurnya bangsa ini tentu akan mempunyai dampak positif atau negatif kepada Islam dan umat Islam. Kemajuan bangsa Indonesia akan berdampak “kredit” kepada umat Islam Indonesia (yang akan berpengaruh positif kepada situasi dakwah yang lebih luas), dan kemunduran bangsa Indonesia akan berdampak “diskredit” kepada umat Islam Indonesia (yang juga akan berpengaruh negatif kepada situasi dakwah). Jadi bagi umat Islam, yang identik dengan rakyat itu, tidak ada pilihan lain kecuali berpartisipasi dan mendukung pembangun-an nasional. Ini menyangkut pemikiran tentang suatu peran yang tepat bagi umat Islam Indonesia, yang kurang lebih berpusat kepada tiga hal:

(1) Dukungan kepada negara nasional, yaitu Republik Indonesia. Ungkapan ini cukup sederhana, dan hampir-hampir dapat di pandang secara “taken for granted”, tapi akan se gera tampak serius jika kita ingat bahwa mendukung negara nasional Republik Indonesia ber arti memandang prinsip-prinsip kene-garaan Republik Indonesia, khususnya segi fi lsafat da sarnya, yaitu Pancasila, dan konstitusionalnya, yaitu UUD 45, sebagai telah sah (legi ti mate) sepenuhnya dan “fi nal” (me nurut ung-kap an almarhum K. H. Ahmad Shiddiq, Ra’is Am NU). Dari sudut pan dangan Islam, Pancasila dapat dinilai, melalui kias atau ana lo gi, sebagai “kalimat persa ma an” (ka līmah sawā’) yang

Page 9: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

9

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

Allah, melalui teladan Nabi-Nya, meme rin tahkan umat Is lam untuk mengajak go longan-golongan lain menuju ke padanya (Q 3:64). Se dangkan Pancasila itu sendiri bersama UUD 45 dapat dipandang sebagai “social con tract” atau, menurut al-Mawardi, ‘aqd yang mengikat seluruh masyarakat untuk mendirikan sebuah negara.2

(2) Mengembangkan pemahaman agama Islam sebagai sumber kesadaran makna hi dup yang tangguh bagi masyarakat yang sedang mengalami perubahan pesat dan men ja di industriil. Perubahan dari masyarakat agraris yang berpola hubungan paguyuban (ge mein schaft) menuju kepada masyarakat industriil yang berpola hubungan patembayan (ge sell schaft) pasti akan menimbulkan krisis yang tidak kecil, dan ini memerlukan pe-nang gu langan yang tidak mudah.

(3) Mengembangkan prasarana sosio-kultural guna mendukung proses pembangunan menuju ma sya rakat industriil yang maju. Suatu pemahaman keagamaan Islam yang akan datang mau tidak mau akan di ha dapkan kepada tantangan ini, yang jika tan tangan itu ber hasil dijawab maka secara tim bal-balik akan meng hasilkan proses saling menguatkan an tara agama dan masyarakat.

Kita mencoba membahas masing-masing dari tiga tantangan itu secara lebih rinci.

(1) Pancasila sebagai Kalīmah Sawā’

Perkara kalimat persamaan atau common platform bangsa ini, yaitu Pancasila dengan kelengkapan konstitusionalnya kiranya sekarang

2 Al-Mawardi, al-Ahkām al-Sulthānīyah (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 5. Dalam bab pertama pembahasannya tentang teori politik dalam Islam ini al-Mawardi memulai dengan mengetengahkan pendapat keharusan mendirikan negara dan menegakkan sistem pemerintahan dari dua sudut pandang: rasional dan agama. Dalam keduanya masalah ‘aqd, yaitu “kontrak sosial”-nya Rousseau, adalah titik-tolak pendirian sebuah negara atau pemerintahan.

Page 10: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

10

NURCHOLISH MADJID

sudah tidak ada masalah, antara lain berkat sikap-sikap yang tepat dari berbagai organisasi keislaman semisal NU dan Muhammadiyah. Hanya perlu kita ingat kembali bahwa masalahnya sekarang adalah bagaimana mengisi dan menjalankan nilai-nilai Pancasila dan UUD 45 itu secara lebih baik dan konsisten (istiqāmah). Mengingat bah-wa Pancasila adalah sebuah ideologi terbuka (sebagaimana pernah dinyatakan oleh Presiden dan Wakil Presiden), maka berarti terbuka lebar kesempatan untuk semua kelompok sosial guna me ngambil bagian secara positif dalam pengisian dan pelaksanaannya. Maka para pemuka Islam pun harus tanggap kepada masalah ini.

(2) Masalah Makna Hidup

Perkara makna hidup sendiri pun sesungguhnya tidak ada masalah. Setiap orang, dan se tiap kelompok (melalui pribadi-pribadi para anggotanya) tentu mempunyai kesadaran akan makna hi dup ter-tentu. Kesadaran itulah yang membuat mereka “betah” hidup, yaitu karena adanya du kung an harapan-harapan yang bersumber kepada makna hidup itu. Karena memang adanya ha rapan itulah yang membuat kita kuat dan tangguh menempuh berbagai tantangan hidup, seperti kata pe patah Arab mengatakan, “Alang kah sempitnya hidup ini seandainya tidak karena lapangnya harap an-harapan”. Tetapi belum tentu suatu keinsafan makna hidup pada masyara-kat dengan pola hubungan sosial paguyuban akan bertahan dalam masyarakat dengan pola hubungan sosial patembayan. Ma ka me nyongsong dan menghadapi masyarakat industriil maju yang kita hendak tuju, kita ditantang untuk mengembangkan suatu pe mahaman dan orientasi keagamaan yang responsif terhadap peru bahan sosial itu. Ini sama sekali bukanlah suatu klaim orisinal. Sejarah Islam yang telah berjalan se lama hampir 15 abad ini penuh dengan contoh-contoh pengembangan pemikiran yang le bih res ponsif kepada tuntutan zaman, lepas dari persoalan apakah sese orang setuju atau tidak setuju kepada suatu hasil ijtihad me-responsi tantangan zaman itu. Ini dengan mudah dapat dilihat

Page 11: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

11

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

pada tampilnya tokoh-tokoh seperti Umar ibn Abd al-Aziz, Ja’far al-Shadiq, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam al-Syafi ‘i, Imam Ahmad ibn Hanbal, Abu al-Hasan al-Asy’ari, Imam al-Gha zali, Ibn Taimiyah, dan seterusnya. Walaupun demikian, mereka itu semuanya bertemu dalam suatu garis lurus atau benang me rah yang membuat mereka pada prinsipnya adalah sama saja, yaitu sama-sama orang yang tun duk patuh kepada Allah dan berkehendak untuk menegakkan ajaran-Nya. Mereka adalah semuanya orang-orang Muslim, yaitu orang-orang yang melakukan dan mempraktikkan Islam. Sebab Islam itulah inti hidup keagamaan, yaitu sikap tunduk (dīn, dari kata kerja dāna—yadīnu) kepada Allah swt yang menghasilkan salām (damai) dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia, dan alam se ke-lilingnya. Maka Islam menghasilkan salāmah (selamat), sejahtera dan sentosa. Karena itu dalam menghadapi dan memasuki masyarakat de-ngan pola patembayan itu menjadi lebih penting lagi memahami dan menghayati asal-usul makna keagamaan dan intinya se panjang sejarah agama Allah sejak dari Nabi pertama sampai ke Nabi Muhammad saw. Seperti di te gas kan Nabi sendiri, Islam adalah dīn, dan tidak ada dīn tanpa Islam, sebagaimana, menurut Ibn Taimiyah, dijelaskan Nabi saw.:

Sesungguhnya “al-Islām” ialah “al-dīn” (dari dāna — yadīnu — dīn, yang artinya ialah tunduk-patuh) seba gai mana dijelaskan Nabi saw., hendaknya seseorang memasrahkan diri dan kalbunya kepada Allah, dan me mur nikan sikap tunduk-patuh hanya kepada Allah itulah “Islam”. Ini tidak cukup hanya dengan sikap mem benarkan [tashdīq], sebab Islam tersebut adalah jenis amalan kalbu, sedangkan tashdīq adalah jenis pe ngetahuan kalbu.3

3 Lihat Ibn Taimiyah, al-Īmān, editing oleh Dr. Muhammad Khalil Harras (Kairo: Dar al Th iba‘ah al-Muhammadiyah, t.th.), h. 320.

Page 12: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

12

NURCHOLISH MADJID

Dalam hadis Jibril yang sangat terkenal, disebutkan dan dijelas kan tentang islām, īmān, dan ihsān. Banyak pembahasan ten tang ke tiga nilai keagamaan itu mengemukakan tentang adanya semacam “jenjang” naik-turun: ihsān sebagai tingkat tertinggi dengan sen dirinya mencakup īmān dan islām, dan īmān sebagai yang perte ngahan mencakup islām tapi mungkin tanpa ihsān, dan islām seba gai tingkat paling rendah tidak dengan sendirinya mencakup īmān, apalagi ihsān. Hal ini, misalnya, diterangkan oleh Ibn Taimiyah sebagai berikut:

Maka yang benar dalam hal ini ialah yang dijelaskan Nabi dalam hadis Jibril, yang menjadikan agama dan para pemeluknya tiga tingkat: yang pertama islâm, yang tengah īmān, dan yang tertinggi ihsān. Jika orang mencapai tingkat yang lebih tinggi maka ia juga telah mencapai tingkat di bawahnya: seorang muhsin (pelaku ihsān] adalah mu’min (pelaku īmān), dan seorang mu’min adalah muslim (pelaku islâm), tapi se orang muslim belum tentu seorang mu’min.4

Ka rena itu dalam al-Qur’an disebutkan tentang adanya orang-orang Arab Badui yang mengaku telah ber-īmān (beriman) tapi Nabi diperintah Allah untuk mengatakan bahwa mereka itu baru dalam tahap “ber-islâm”, sebab īmān belum masuk ke dalam hati mereka (Q 49:14). Tetapi Ibn Taimiyah juga mengingatkan kita bahwa yang tersebutkan dalam al-Qur’an ialah “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah al-islâm,” (Q 3:19 ), dan tidak ada sama sekali se butan “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah al-īmān”.5 Karena itu Ibn Taimiyah me nga takan bahwa perkataan “islâm”, jika disebut sendirian (bi al-tajrīd), pengertiannya mencakup īmān dan ihsān, tetapi jika disebut bersama dengan yang lain itu (bi al-iqtirān),

4 Ibid., h. 309.5 Ibid., h. 227.

Page 13: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

13

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

maka pengertiannya menjadi khusus “islâm” seperti semangat hadis Jibril.6 Ditegaskan oleh Ibn Taimiyah,

Kata benda (ism [mashdar]) “al-islâm” juga mencakup pangkal al-īmān yaitu sikap membenarkan (tash dīq), dan mencakup pangkal thā‘ah (ketaatan), sebab semuanya itu adalah istislâm (sikap memasrah kan diri atau tunduk, dalam hal ini kepada Allah).7

Berdasarkan pokok-pokok pengertian itu, maka menurut Ibn Taimiyah hakikat se benar nya dari agama ialah Islam, yaitu sikap tunduk dan pasrah kepada Allah dengan tulus, dan tidak ada agama yang bakal diterima oleh Allah, Tuhan Yang Mahaesa, kecuali Islam dalam pengertian ini. Tunduk dan patuh dengan tulus kepada Allah dalam semangat penuh pasrah dan tawakal serta percaya itulah inti makna hidup kita. Karena pentingnya masalah ini untuk kita hayati kembali se bagai sikap keagamaan yang benar sepanjang sejarah, dan karena itu juga pasti benar dalam za man modern dengan ilmu dan teknologinya serta pola ekonomi industiilnya, maka patut sekali kita me ma hami lebih mendalam masalah ini, dengan memeriksa keterangan para pemegang otoritas di kalangan kaum ulama, seperti Ibn Taimiyyah. Tentang hakikat agama itu, Ibn Taimiyah menje las-kan cukup panjang demikian:

Sebenarnya, hakikat agama, yaitu agama Tuhan Seru sekalian alam, ialah apa (inti ajaran) yang di se pa kati (ajaran yang sama) antara para Nabi dan Rasul, sekalipun bagi setiap Nabi dan Ra sul itu ada syir‘ah dan minhāj (tersendiri). Syir‘ah adalah syariat; fi rman Allah Ta‘ālā: “Untuk setiap (kelompok) da ri antara kamu sekalian telah Kami tetapkan syir‘ah dan minhāj,” (Q 5:48). Dan Allah berfi rman, “Kemu dian Kami tetapkan engkau (Muhammad) di atas sebuah syariat dari perkara (agama) itu, maka ikutilah dia dan janganlah engkau

6 Ibid., h. 211. Perhatikan juga catatan kaki oleh Dr. Khalil Harras.7 Ibid., h. 312.

Page 14: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

14

NURCHOLISH MADJID

mengikuti keinginan me re ka yang ti dak mengerti. Mereka itu tidak akan membu at mu lepas dari (azab) Allah sedikit pun, dan se sung guh-nya orang-orang yang zalim itu menjadi pelindung se sama mereka sendiri, dan Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang bertakwa,” (Q 45:18). Dan “minhāj” arti nya adalah “tharīq”, seperti fi rman Allah, “Kalau saja me reka itu teguh berjalan di atas ‘tha rīqah’ maka pasti bakal Kami limpahkan pada mereka air (rah mat) yang melimpah ru ah, agar Kami uji mereka berkenaan dengan rahmat itu. Barangsiapa ber paling dari peringatan Tuhannya, maka Dia akan men do rong nya ke azab yang berat,” (Q 72:16). Syir‘ah adalah sebanding dengan syarī‘ah (air meng a lir) pada su ngai, dan minhāj adalah jalan yang dilalui oleh air itu. Se dangkan tujuan yang hendak dicapai itu lah hakikat aga ma, ya itu penyembahan (ibadat) ha nya ke pada Allah se-ma ta, tanpa sekutu. Itulah ha ki kat Islam, yaitu hendaknya se orang ham ba berpasrah diri (yastaslimu) hanya ke pada Allah Seru seka lian alam, dan tidak berpa srah diri kepada yang lain. Barang siapa pasrah kepada yang lain maka ia adalah orang musyrik. Dan Allah tidak meng ampuni jika Dia diper sekutukan. Ba rang siapa tidak pasrah kepada Allah, bahkan ia menjadi som bong dari beribadat kepada-Nya, maka ia termasuk yang difi rmankan Allah, “Sesung guhnya me reka yang sombong dari beribadat ke pada-Ku, mereka akan masuk jahanam dalam keadaan terhina,” (Q 40:60). Agama Islam adalah agama orang-orang terdahulu dari kalangan para Nabi dan Rasul, dan fi rman Allah, “Barangsiapa menganut selain Islam sebagai dīn maka ia tidak akan diterima”, adalah bersifat umum untuk segala zaman dan tempat. Maka Nuh, Ibrahim, Ya‘qub, al-asbāth (para Nabi dari suku-suku Bani Israil), Musa, Isa, kaum Hawārîyūn (para Sahabat Nabi Isa) semua mereka itu, agama mereka adalah al-Islâm, yaitu ibadat kepada Allah semata tanpa sekutu bagi-Nya. Tentang Nuh Allah berfi rman, “Wahai kaumku! Jika terasa berat atas kamu kedudukanku dan peringatanku tentang ayat-ayat Allah ini maka aku hanya bertawakal kepada Allah. Karena itu kumpulkanlah kekuatanmu...,” (Q 10:71). Firman Allah lagi, “Tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim ke cu ali orang yang membodohi dirinya sendiri.

Page 15: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

15

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

Dan Kami telah memilihnya di dunia, dan di akhirat pas tilah dia termasuk orang-orang saleh. Ke ti ka Tuhannya bersabda kepadanya, ‘Pas rahlah engkau (aslim)!’ Ia menjawab, ‘Aku pasrah (aslamtu) kepada Tu han Seru sekalian alam.’ Dengan ajaran itu Ibrahim dan Ya‘qub berpesan kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memi lihkan agama untukmu sekalian. Maka ja nganlah kamu sampai mati kecuali sebagai orang-orang yang pasrah (melakukan islâm, muslimūn,’” (Q 2:130). Juga fi rman Allah, “Musa berkata kepada kaumnya, ‘Wahai kaumku, jika be nar-benar beriman kepada Allah maka bertawakallah kepada-Nya, kalau kamu memang orang-orang yang pasrah (muslimūn) kepada-Nya’,” (Q 10:84). Para ahli sihir (musuh Nabi Musa di Mesir, yang kemu dian beriman) ber-kata, “Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kepada kami ketabahan, dan wafatkanlah kami sebagai orang-orang yang pasrah (muslim),” (Q 7:126). Yusuf as berkata, “(Ya Tuhan), Wafatkanlah aku sebagai orang yang pasrah (muslim-an) (kepada Eng kau), dan pertemu kan lah aku dengan orang-orang yang saleh,” (Q 12:101). Bilqis (Ratu Saba’) berkata, “Bersama Su laiman aku pasrah kepada Tuhan seru sekalian alam,” (Q 27:44). Allah berfi rman (tentang kitab Taurat), “Dengan dia (Taurat) itu para Nabi yang pasrah (aslamū) untuk mereka yang beragama Ya hudi, begitu pula para pendeta dan para sarjana (Yahudi),” (Q 5:44). Kaum Hawārîyūn ber kata, “Ka mi beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang pasrah (muslimūn),” (Q 3:52). Jadi agama para Nabi adalah satu, meskipun syariatnya berbeda-beda, sebagaimana disebutkan dalam hadis shahîhayn (Bukhari-Muslim), dari Nabi saw “Sesungguhnya kami para Nabi, agama kami adalah satu.” Allah berfi rman, “Dia (Allah) mensyariatkan bagi kamu, tentang agama, apa yang dipesankan ke pada Nuh, dan yang Kami wahyukan kepada engkau (Muhammad), dan yang Kami pesankan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu, tegakkanlah olehmu semua aga ma itu, dan janganlah kamu berpecah-belah m e ngenainya. Terasa berat bagi kaum musyrik apa yang engkau (Muhammad) serukan ini,” (Q 42:13). Dan Allah ber fi rman, “Wahai para Rasul, makanlah

Page 16: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

16

NURCHOLISH MADJID

rezeki yang baik-baik, dan berbuatlah kebajikan. Sesungguhnya Aku mengetahui segala sesuatu yang ka mu kerjakan. Dan ini (semua) umatmu adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu sekalian, maka bertakwalah kamu kepada-Ku. Kemudian mereka (para pengikut para Rasul itu) ter pecah-belah menjadi berbagai golongan, setiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka,” (Q 23:53).8

Jadi para Nabi itu semuanya, beserta para pengikut mereka, tanpa kecuali disebutkan oleh Allah Ta‘ālā bahwa mereka itu adalah orang-orang yang pasrah (muslimūn). Ini merupakan penjelasan bah wa fi r man Allah, “Dan barangsiapa menganut selain al-Islâm sebagai agama maka tidak akan diterima dari pa da nya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi,” (Q 3:58), dan fi rman Allah, “Sesung guhnya aga ma di sisi Allah ialah al-Islâm,” (Q 3:19), (semuanya itu) tidaklah khusus untuk (golongan) manusia yang Nabi Muhammad saw diutus kepada mereka, melainkan hal itu merupakan hukum umum tentang golongan yang terdahulu dan yang kemudian. Karena itulah Allah berfi rman, “Dan siapalah yang lebih baik da lam hal agama daripada orang yang memasrahkan (asalama) dirinya kepada Allah dan dia itu berbuat baik, serta me ng-ikuti agama Ibrahim secara hanīf (mengikuti naluri kesucian). Allah mengangkat Ibrahim itu sebagai ka wan dekat (khalīl),” (Q 4:125). Allah juga berfi rman, “Mereka berkata, tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani. Katakan (Mu hammad), ‘Berikan buktimu kalau kamu memang benar.’ Sung guh orang yang memasrahkan (aslama) dirinya kepada Allah dan dia itu berbuat baik, maka ia mendapat pa ha lanya di sisi Tuhannya, dan tiada takut pada mereka [yang seperti itu] dan tidak pula mereka khawatir,” (Q 2:111-112).9

8 Ibn Taimîyah, al-Furqân bayna Awliyâ’ al-Rahmân wa Awliyâ’ al-Syaythân (Riyadl: Idarat al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Da‘wah wa al-Irsyâd, t.th.), h. 97-99.

9 Ibn Taimîyah, al-Jawâb al-Shahîh li man Baddala Dîn al-Masîh, 4 jilid (Jeddah: Mathabi’ al-Majd al-Tijariyah, t.th.), jil. 1, h. 228-229.

Page 17: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

17

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

Karena itulah Nabi saw bersabda dalam hadis sahih, “Kami, go-longan para Nabi, agama kami adalah sa tu, dan para Nabi adalah saudara tunggal ibu, dan bahwa yang paling berhak atas (Isa) Putra Maryam ada lah aku, dan sesungguhnya tidak ada Nabi antara dia dan aku.”10

... Banyak orang bertikai pendapat tentang golongan terdahulu dari kalangan umat Nabi Musa dan Nabi Isa, apakah mereka itu orang-orang muslim? Ini adalah pertikaian segi lafal (nizā‘ lafzhī) saja. Sebab “Islam khusus” (al-Islâm al-khāshsh) yang untuk membawanya Allah telah mengutus Nabi Muham mad saw, dan yang mencakup syariat al-Qur’an tidaklah berlaku kecuali untuk umat Nabi Muhammad saw. “Is lam” pada hari ini secara mutlak ada dalam pengertian itu. Se dangkan “Islam umum” (al-Islâm al-‘āmm) yang meli puti setiap syariat yang oleh Allah diutus seorang Nabi, maka mencakup Islamnya setiap umat yang mengikuti seorang Nabi mana pun dari kalangan para Nabi itu. Dan pangkal Islam (baik yang khusus maupun yang umum) ialah persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Tuhan Yang Sebenarnya, Satu-satunya yang boleh dan harus disembah), dan dengan persaksian itulah semua Rasul dibangkitkan, seba gai mana fi rman Allah: “Sungguh Kami (Allah) telah bangkitkan dalam setiap umat seorang Rasul, (untuk me nye rukan), ‘Hen dak nya kamu semua hanya menyembah Allah, dan hindarkanlah keku atan jahat (thāghūt),’” (Q 16:36), dan fi rman-Nya: “Dan Kami (Allah) tidak pernah meng-utus sebelum engkau (Mu hammad) seorang Rasul pun melainkan Kami wahyukan kepada mereka bah wasanya tidak ada Tuhan selain Aku, maka sem bahlah olehmu sekalian akan Aku saja,” (Q 21:25).11

.... Akan tetapi Nabi Muhammad saw dilebihkan oleh Allah atas segala para Nabi, dan umatnya dile bihkan atas sekalian umat, tanpa

10 Ibn Taimîyah, al-Risâlah al-Tadammurîyah (Kairo: al-Mathba‘ah al-Salafi yah, 1387 H), h. 53.

11 Ibid., h. 55.

Page 18: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

18

NURCHOLISH MADJID

sikap mencela kepada seorang pun dari para Nabi itu, tidak juga kepada umat-umat yang me ng ikuti mereka.12

Begitulah beberapa kutipan tentang makna Islâm sebagai ha-kikat dīn-u ’l-Lāh. Kiranya keterangan itu mempertegas untuk kita apa makna dan tujuan hidup kita dengan Islam itu, yaitu Allah, demi perkenan dan rida-Nya. Dalam rangka usaha me nu ju kepada kehidupan beragama yang lebih mendalam, prinsipil, dan esensial, pengertian-pengertian itu agaknya sangat perlu dire nung-kan dan diresapkan kembali. Ini sejalan dengan “gugatan” dalam al-Qur’an, “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk menjadi khusyū‘ hati mereka dengan ingat (dzikr) kepada Allah, dan (untuk merenungkan) kebenaran yang telah tu run?!” (Q 57:16).

(3) Prasarana Sosio-Kultural

Pembangunan bangsa kita untuk menuju kepada taraf hidup yang lebih tinggi dan maju di segala bidang memerlukan prasarana so sial dan kultural tertentu yang bakal menopang terja min nya keber ha silan proses-proses pembangunan itu sendiri. Prasarana itu juga harus bersifat men dukung pola-pola hubungan sosial yang menjadi akibat logis masyarakat industrial, yaitu pola hu bungan patembayan (gesellschaft). Ekses-ekses negatif pola hubungan sosial serupa sudah sering dibicarakan, seperti, misalnya, mengendornya “gotong royong” dan meningkatnya “individual is me.” Tetapi karena merupakan sesuatu yang tidak mungkin dihindari, maka hubungan sosial ter se but justru harus diusahakan pengarahannya begitu rupa sehingga ekses negatifnya dapat dimini mal kan dan segi positifnya dapat dikembangkan. Di sini akan dibuat tinjauan singkat tentang apa yang kiranya dapat dilakukan oleh umat Islam dan para pemukanya berkenaan dengan partisipasi mereka dalam menciptakan prasarana sosio-kultural yang dikehendaki itu.

12 Ibn Taimiyah, al-Îmân, h. 298.

Page 19: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

19

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

a. Pengembangan Kesadaran Hukum Tidak ada bangsa yang maju tanpa kesadaran hukum yang ting-

gi dari seluruh warganya. Berkenaan dengan ini, ada semacam optimisme pada bangsa kita, berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bangsa kita adalah Muslim. Sebab Islam adalah agama yang sejak dari semula me ng ajarkan taat kepada hukum, dengan berpangkal dari ketaatan kepada hukum keagamaan, dan ketaatan kepada hukum dari Allah adalah bagian dari sikap pasrah (Islâm) kepada-Nya. Se ma ngat ajaran yang menaati hukum itu dapat dikembangkan secara modern, sehingga men-cocoki tuntutan zaman sekarang.

Harapan dalam hal ini menjadi semakin besar karena para tokoh ahli hukum kita seperti Dr. Baharuddin Lopa, Prof. Bustanul Arifi n, Bismar Siregar, Ismail Saleh (ketika itu sebagai Menteri Kehakiman), Padmo Wah yo no (almarhum) pernah dalam caranya masing-masing menyatakan bahwa pembangunan hukum nasional Indonesia harus memperhatikan aspirasi kehukuman yang hidup dalam masyarakat luas, dan itu berarti aspirasi hukum Islam. Dr. Baharuddin Lopa, misalnya, pernah menyatakan bahwa KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) nasional yang akan datang akan berdasarkan unsur-unsur hukum Islam sebanyak 70 persen.13 Dan kedudukan Pengadilan Agama yang diper baiki, kemudian usa ha kompilasi hukum Islam yang dilakukan pemerintah kita, dan pendidikan para ahli hukum Islam yang terus ditingkatkan, merupakan titik-titik perkembangan ke arah terwu judnya suatu kesadaran hukum di kalangan masyarakat luas, yang kesadaran itu akan menjadi lebih mendalam dan tulus daripada yang ada sekarang.

13 Lihat berita di koran berbahasa Inggris, Jakarta Post, 5 Oktober 1987, dengan judul “Future Penal Court Mostly Based on Islamic Tenets” (Hukum pidana yang akan datang sebagian be¬sar akan berdasarkan ajaran-ajaran Islam).

Page 20: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

20

NURCHOLISH MADJID

Untuk memperoleh orientasi hukum yang lebih sesuai de-ngan tuntutan zaman namun tetap setia kepada semangat asasi ajarannya, umat Islam perlu menggali kembali perbendaharaan inte lektual Islam di bidang hukum itu untuk kemudian dijadi-kan bahan penyusunan hukum yang lebih relevan terhadap zaman dan bersifat nasional. Hal itu dapat dilakukan dengan mempelajari segi dinamis perbendaharaan hukum itu, yaitu segi yang melatarbelakangi dan melandasi prinsip berpikir dan metodologinya dalam pendekatan kepada masalah-masalah kehukuman itu, yang dahulu telah dirintis oleh para mujtahid besar seperti Imam Syafi ‘i dengan idenya tentang ushūl al-fi qh (prinsip-prinsip yurisprudensi) dalam Islam. Maka sungguh relevan dengan masalah ini ide Syuriah NU dalam pertemuan di Tambakberas, Jombang, beberapa waktu yang lalu, yang hendak mengem bang kan penganutan suatu mazhab yang tidak lagi menitikberatkan kepada qawl (pendapat ad hoc), melainkan lebih menekankan segi metodologis (manhaj) yang dinamis. Melalui pendekatan ushul fi qih maka proses abstraksi dan generalisasi bahan-bahan spesifi k hukum Islam dapat dilakukan sehingga mencapai tingkat yang tinggi, dan dengan begitu juga menjadi universal (dalam arti dapat berlaku dan bermanfaat untuk semua orang dan semua kelompok, tanpa memandang perbedaan agama mereka). Contoh untuk ini ialah ajaran atau hukum musyawarah, yang sekalipun merupakan ajaran atau hukum yang berasal dari Islam namun kini diterima sebagai nilai nasional yang tinggi dan memberi manfaat kepada semua warga negara tanpa peduli agama yang dianutnya.

Dalam soal kajian hukum Islam atau fi qih, masalah manhaj adalah dengan sendi rinya masalah ushul fi qih. Suatu temuan yang benar-benar kreatif dan orisinal, ushul fi qih dapat di-kembangkan menjadi dasar teori tindakan praktis dan realistis. Berpikir dan bertindak de ngan menuruti garis fi lsafat hukum seperti terumuskan dalam kaedah-kaedah ushul fi qih akan membuat umat Islam, khususnya para ahli hukumnya, menjadi

Page 21: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

21

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

dinamis dan progresif, serta senan tiasa mampu menemukan jalan pemecahan bagi masalah-masalah sesulit apa pun. Sudah tentu masalah ini adalah kompleks sekali dan menyangkut pe-mahaman yang mendalam. Namun demikian, jika kita coba telaah secara serius, rumusan ushul fi qih yang menjadi fi lsafat pembentukan fi qih ternyata memiliki relevansi yang amat tinggi dengan tuntutan kehidupan di zaman modern.14

b. Pengembangan Etos Kerja Banyak sudah pembahasan mengenai etos kerja di negeri kita

ini yang cenderung bernada memprihatinkan. Berbagai ilustrasi dikemukakan orang tentang rendahnya etos kerja bangsa kita secara keseluruhan. Tentu saja banyak teori ten tang etos kerja ini, dan perbedaan pendapat tentang masalah itu juga sering muncul. Tampaknya me mang masalah ini tidaklah sederhana. Tetapi di antara kita yang merasa ikut memikul beban tanggung jawab dalam masalah ini secara moral dituntut untuk berbuat sesuatu dalam me nyum bang mencari pemecahannya.

Barangkali kita dapat memulai pembicaraan dengan me negaskan kembali apa yang sudah kita ketahui bersama, yaitu bahwa Islam adalah agama amal atau kerja (praxis). Intinya ialah ajaran bahwa hamba mendekati dan berusaha memperoleh rida Allah melalui kerja baik atau amal saleh, dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya (Q 18:110). Berkaitan dengan itu adalah penegasan tentang adanya tanggung jawab pribadi yang mutlak kelak di akhi rat tanpa ada kemungkinan pelimpahan “pahala” atau “dosa” kepada orang lain, dan berda sarkan apa yang telah diperbuat oleh diri perorangan yang bersangkutan sendiri. Firman Allah, “Belumkah di sampaikan berita tentang apa yang ada dalam

14 Kaedah-kaedah ushul fi qih yang memiliki relevansi yang sangat tinggi di zaman modern ini bisa dilihat dalam al-Syaikh Ahmad ibn al-Syaikh Muhammad al-Zarqâ’, Syarh al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah (Damaskus: Dar al Qalam, 1989 M/1409 H).

Page 22: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

22

NURCHOLISH MADJID

lembaran-lembaran suci Musa, dan Ibrahim yang se tia? Yaitu bahwa tidak seorang pun yang berdosa bakal menanggung dosa orang lain, dan bahwa ti dak lah seseorang mendapatkan sesuatu apa pun kecuali yang ia sendiri usahakan,” (Q 53:38). Jadi, dalam jargon modern, Islam adalah “achievement-oriented”. Tetapi, berlawanan dengan itu semua, se ring dikemukakan penilaian negatif bahwa umat Islam menderita penyakit fatalisme atau paham nasib. Jelas sekali bahwa membuat generalisasi penilaian serupa itu untuk seluruh umat Islam ti daklah dapat dibenarkan. Hanya saja, dalam rangka polemik klasik antara paham “jabariyah” dan “qadariyah” yang di banyak kalangan Islam masih berlangsung sampai sekarang, sikap-sikap yang mengarah kepada jabariyah memang sering diketemukan.15 Akan tetapi di kalangan kaum Sunni, para pengikut mazhab Hanbali menunjukkan kecen derungan lebih “qadari”.16

Dari berbagai literatur yang banyak dikenal dalam kitab-kitab menunjukkan bahwa dalam masyarakat kita terdapat suatu po ten si fatalisme, sebagaimana juga tersedia bahan yang dapat digunakan untuk menghapus potensi itu. Sudah tentu akan merupakan kesimpulan yang gegabah jika kita katakan bahwa karena adanya bahan-bahan tersebut maka masyarakat kita bersifat fatalis. Seringkali terdapat kesenjangan antara ajaran yang tercantum dalam teks dan kenyataan sosial. Maka sekalipun teks menyatakan hal-hal yang fatalistis itu, namun tidak mustahil masyarakat tetap aktif, tidak terpengaruh oleh doktrin yang membuat orang menjadi pasif itu. Dan harus ditambahkan kepada kenyataan ini adanya berbagai tafsiran terhadap teks serupa itu, yang tasiran itu kemudian

15 Ibrahim al-Laqqani, Jawharat aliTawhîd (dengan terjemah dan syarah dalam bahasa Jawa oleh K.H. Muhammad Shalih ibn Umar Samarani), tanpa data penerbitan, h. 149-150.

16 Ibn Taimiyah, dikutip oleh ‘Abd al-Salâm Hasyim Hafi zh, al-Imâm Ibn Taimiyah (Kairo: al-Halabi, 1969 M/1389 H), h. 15.

Page 23: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

23

REORIENTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMAN

menghasilkan pandangan hi dup yang lebih aktif dan kurang fatalis.17

Para pemuka Islam, dalam rangka reorientasi wawasan pe mi kiran keislaman yang lebih responsif kepada tantangan zaman, dituntut untuk mampu mene mu kan, mengemukakan, dan mengembangkan tafsiran-tafsiran dinamis serupa itu.

c. Menanggulangi Ekses Perubahan Sosial Indonesia adalah negeri yang sedang mengalami perubahan

sosial yang amat cepat, bahkan dengan laju perkembangan yang lebih cepat daripada negara-negara tetangganya, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Habibie yang telah dikutip di atas. Dan perubahan sosial di Indonesia da pat juga dipandang se bagai tidak lain dari kelanjutan perubahan yang melanda dunia, akibat glo balisasi. Perubahan ini akan berlangsung terus, bahkan dengan laju yang mungkin semakin cepat dan ukuran atau sekala yang semakin besar.

Setiap perubahan sosial dengan laju dan skala yang besar tentu akan mengakibatkan krisis yang besar pula. Krisis itu antara lain bersumber dari goyahnya sistem nilai yang selama ini dite rima dan dihayati sebagai dengan sendirinya absah dan tidak perlu dipersoalkan lagi (misalnya, nilai-nilai masyarakat agraris yang paguyuban). Kegoyahan itu terjadi karena sistem nilai itu dira sakan tidak lagi relevan atau responsif terhadap keadaan yang telah berubah (misalnya, ter ha dap pola hubungan sosial masyarakat industrial yang sudah menjadi patembayan, dengan ciri-ciri hu bungan zaklijk atau business like).

Di negeri-negeri Barat krisis-krisis itu mendorong terjadinya arus pencarian makna hidup yang lebih spiritualistik, sehingga tumbuh bermacam-macam “aliran kepercayaan”, sebagian dari hal itu ialah apa yang disebut “Go East”, mencari pola-pola peng-hayaan spiritual yang Indic. Karena watak Islam yang berbeda

17 Ibid., h. 319-320.

Page 24: REOREINTASI WAWASAN PEMIKIRAN KEISLAMANnurcholishmadjid.org/wp-content/.../2017/06/...Pemikiran-Keislaman.pdf · sejarah, bangsa-bangsa Muslim ... Dalam bidang kemakmuran ekonomi,

24

NURCHOLISH MADJID

dari agama-agama di sana, maka mungkin dapat diharap bahwa gelombang “Go East” itu tidak akan terjadi di Indonesia. Namun tidak berarti bahwa keperluan semakin banyak orang Muslim ke arah penghayatan keagamaan yang lebih esoterik itu tidak ada. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya orang yang tertarik kepada ajaran-ajaran tasawuf. Karena itu ajaran-ajaran yang lebih esoterik ini sekarang harus diberi porsi perhatian yang lebih besar, sehingga dapat diharapkan akan menjadi faktor pengimbang bagi pola kehidupan masyarakat industrial mo dern yang serba-materialistik.

Sebagai catatan terakhir perlu kiranya kita tegaskan kembali beberapa hal yang menjadi orientasi wawasan pemikiran ke-islaman sebagai suatu upaya mencari kemungkinan bentuk peran tepat — terutama — bagi umat Islam Indonesia di abad XXI yang beberapa tahun lagi akan tiba. [ ]