RenstraDephut 05-09

70
DEPARTEMEN KEHUTANAN 2006

Transcript of RenstraDephut 05-09

(PENYEMPURNAAN )
 
Diterbitkan oleh:
Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Gd. Manggala Wanabakti, Blok VII, Lantai 5 Jl. Gatot Subroto Jakarta 10270 Telp/Fax: 021-5720216
© Departemen Kehutanan, 2006
 Agus Nurhayat Syaiful Ramadhan
 
 sistem penyangga kehidupan, merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa bagi
 bangsa Indonesia untuk dikelola dengan bijaksana agar mampu memberikan
 manfaat secara optimal dan lestari. Selama ini sumberdaya hutan Indonesia
 telah memberikan manfaatnya sebagai salah satu modal utama pembangunan
 ekonomi nasional, antara lain dalam bentuk pertumbuhan ekonomi,
 penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan wilayah.
 omitmen pengelolaan sumberdaya hutan sesungguhnya telah dilakukan
 mengarah pada kelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Namun
 demikian, pada kenyataanya sampai saat ini masih terdapat kelemahan dalam
 pengelolaan sumberdaya hutan yang menyebabkan penurunan kuantitas dan
 kualitas sumberdaya hutan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan
 lingkungan, kerugian ekonomi dan dampak sosial pada tingkat yang sangat 
 mengkhawatirkan.


 mengelola hutan secara lestari yang dalam jangka pendek diprioritaskan pada
 perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya hutan, untuk sebesar-besarnya
 kemakmuran rakyat yang berkeadilan.
 sumberdaya hutan. Solusi untuk mengatasi tersebut di atas didasarkan atas
 kesepakatan bersama oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
 sumberdaya hutan berasaskan kesetaraan dan keadilan, serta dengan tetap
 mengedepankan kaidah pengelolaan dan norma-norma yang berlaku.
D
 melalui Workshop nasional pada bulan Desember 2005 di Jakarta
 
TENTANG
PENYEMPURNAAN )
KATA PENGANTAR
Memasuki tahun kedua pelaksanaan pembangunan Nasional, sektor  kehutanan sebagaimana sektor-sektor pembangunan lainnya dihadapkan pada kenyataan terjadinya perubahan-perubahan mendasar, baik yang bersifat global seperti kenaikan harga minyak dunia, kenaikan suku bunga, serta fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar. Hal lain seperti disparitas ekonomi antar daerah otonom dan tambahan beban pembangunan akibat ekses terjadinya bencana alam yang terjadi berulang seperti gempa bumi, banjir bandang dan tsunami secara kumulatif sangat berpengaruh nyata pada peluang tercapainya sasaran pertumbuhan ekonomi di level sektoral, regional maupun nasional.
Berbagai kenyataan kondisi tersebut di atas mendorong Departemen Kehutanan untuk meninjau ulang penetapan target dan sasaran strategis sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.04/Menhut-II/2005 tanggal 14 Februari 2005, tentang Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) Departemen Kehutanan
Tahun 2005 - 2009, dalam rangka peningkatan jaminan effektifitas pencapaiannya
Penyempurnaan Renstra-KL Departemen Kehutanan Tahun 2005 – 2009 dilaksanakan dengan proses partisipatif, transparan dan bertanggung jawab serta disusun melalui proses komunikasi dan konsultasi secara terus menerus antar jajaran pimpinan Departemen Kehutanan selama lebih dari 3 (tiga) bulan sejak April 2006. Penyempurnaan Renstra-KL tidak bersifat menyeluruh, tetapi terbatas kepada penajaman sasaran strategis dan kegiatan pokok pembangunan kehutanan.
Renstra-KL Departemen Kehutanan Tahun 2005 – 2009 hasil penyempurnaan ini merupakan acuan umum (guidance) bagi perencanaan kegiatan pembangunan di lingkup Departemen Kehutanan, Kementerian dan Lembaga Pemerintah non Departemen terkait dan Pemerintah Daerah maupun masyarakat termasuk dunia usaha, sehingga tercapai upaya yang sinergis dalam mewujudkan harapan hutan lestari untuk kemakmuran rakyat sampai dengan tahun 2009.
MENTERI KEHUTANAN
2. VISI DAN MISI  A. Visi -------------------------------------------------------------------------- 5 B. Misi ------------------------------------------------------------------------- 6
3. KONDISI SAAT INI  A. Ekologi --------------------------------------------------------------------- 7 B. Sosial ---------------------------------------------------------------------- 9 C. Ekonomi ------------------------------------------------------------------- 9 D. Kelembagaan ------------------------------------------------------------ 13
4. KONDISI YANG DIINGINKAN  A. Kesejahteraan dan Kualitas Hidup --------------------------------- 16 B. Akses Masyarakat------------------------------------------------------- 17 C. Good Governance Sektor Kehutanan------------------------------ 18 D. Peningkatan PDB Kehutanan ---------------------------------------- 19
5. IDENTIFIKASI MASALAH ----------------------------------------------------- 20
6. ANALISA DAN ASUMSI  A. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kendala, tantangan dan
peluang--------------------------------------------------------------------- 22 B. Analisa --------------------------------------------------------------------- 23 C. Asumsi --------------------------------------------------------------------- 25
  i  i
2. Bagan Alur Penyusunan Renstra-KL   ------------------------------------ 3
3. Kebakaran Hutan ---------------------------------------------------------------- 7
4. Lahan Kritis ----------------------------------------------------------------------- 8
6. Realisasi Produksi Kayu Bulat  --------------------------------------------- 10
7. Grafik Perkembangan PNBP Kehutanan  -------------------------------- 10
8. Perkembangan Ijin Pemanfaatan Hutan --------------------------------- 11
9. Hasil Hutan bukan Kayu (Rotan)  ------------------------------------------- 11
10. Rehabilitasi   ----------------------------------------------------------------------- 12
13. Pegawai berdasarkan Pendidikan  ----------------------------------------- 14
14. Pegawai berdasarkan Usia   -------------------------------------------------- 14
15. Pegawai berdasarkan Golongan  ------------------------------------------- 14
16. Pegawai Pusat dan Daerah  -------------------------------------------------- 14
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
iii
Tahun 2005-2009 (Penyempurnaan)   -------------------------------------- 30
iv
Renstra - KL Departemen Kehutanan (Penyempurnaan)  --------------- 42
 
Hutan Indonesia seluas 126,8 juta hektar merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global. Dalam tataran global, keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia sehingga keberadaannyaperludipertahankan.
Selama tiga dekade terakhir, sumberdaya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif  antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. BPS (2000) menunjukkan devisa sektor kehutanan pada Pelita VI /1992 - 1997 tercatat sebesar US$ 16.0 milyar, atau sekitar 3,5% dari PDB nasional (Gambar 1).
Gambar 1. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDB Nasional
Kontribusi sektor kehutanan secara nasional pada tahun 2004 meningkat sebesar 4,17 %. Peningkatan ini didukung oleh adanya kontribusi nilai pemanfaatan hutan yang dibarengi dengan peningkatan industri pengolahannya (kayudan hasil hutan bukan kayu).Nilai hasil pemanfaatan kayu pada tahun 2004 sebesar 21.716,60 milyar rupiah dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebesar 31.382,00 milyar rupiah. Sehingga total nilai pemanfaatan hutan pada tahun 2004 tercatat sebesar 53.098,60 milyar rupiah, meningkat sebesar 2.065,10 milyar rupiah dari tahun 2003 (BPS,2004).
BAB I
Kayu Bulat ,
2. 8 2. 7
2. 4   2. 5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun
     P    e    r   s    e    n
     (     %      )
 
Pemerintah telah berupaya menangani permasalahan di bidang kehutanan antara lain dengan menetapkan kebijakan pemberantasan pencurian dan perdagangan kayu illegal, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasisektor kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber  daya hutan, serta desentralisasi sektor kehutanan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam rencana – rencana teknis dan kinerja Departemen Kehutanan.
Dengan mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 1999, UU No. 25 tahun 2004, UU Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan peraturan lain yang terkait, disusun Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009, yang akan memberi arah pembangunankehutanan periodetersebut.
Renstra-KL ini juga memperhatikan Lima Kebijakan Prioritas pembangunan kehutanan 2005-2009 sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.456/Menhut-VII/2004, yaitu: a) Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu illegal; b) Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan; c) Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan; d) Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan; e) Pemantapan Kawasan Hutan.
B. Maksud Dan Tujuan
Renstra-KL Departemen Kehutanan akan digunakan sebagai arahan kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan dalam menyusun program dankegiatan tahun 2005-2009.
C. Ruang Lingkup
1. Visi danmisi Departemen Kehutanan; 2. Kondisi hutandankehutanansampaidengan tahun 2004; 3. Kondisihutan dankehutananyang diinginkan2005-2009; 4. Identifikasimasalah, analisa danasumsi; 5. KebijakandanprogramDepartemen Kehutanan tahun 2005-2009.
 
D. Proses PenyusunanPenyempurnaan Renstra-KL
 jawab serta disusun melalui proses komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan jajaran pimpinan Departemen Kehutanan selama lebih dari tigabulan sejak bulanApril 2006.
Peyempurnaan Renstra-KL terbatas pada penajaman sasaran strategis dan kegiatan pokok pembangunan kehutanan. Substansi Renstra-KL Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.04/Menhut-II/2005 tanggal 14 Pebruari 2004 yangtidak mengalamiperubahan tetap berlaku.
Format penyempurnaan Renstra-KL tetap mengacu kepada pedoman penyusunan Renstra-KL yang diterbitkan Lembaga Administrasi Negara (LAN), RencanaPembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, serta UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Visi dan misi yang digunakan merupakan mandat yang terdapat dalam UU No. 41 tahun1999 tentang Kehutanandan UUNomor 5 tahun1990 tentang Sumberdaya Alam dan hayati dan Ekosistemnya, dan penetapannya dilakukan melalui proses komunikasi dan konsultasi dengan di berbagai daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Jawa, serta dengan DPR-RI periode 2004-2009 pada bulan Desember  2005.
stakeholders
Gambar 2. Bagan alur penyusunan Renstra-KL
3
Visi
-  Analisa
-  Asumsi
UU. No. 5 tahun 1990
Sasaran Strategi
- Kebijakan, - Program,
- Kegiatan pokok
F. Keluaran (Output)
Keluaran yang ditargetkan pada akhir tahun 2009, diharapkan sejalan dan sinerjis mendukung target pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu, berupa Pertumbuhan Ekonomi 6,6 % per tahun, Orientasi upaya pembangunan yang menggerakkan sektor riel, serta revitalisasi pertanian (Kehutanan dan Perikanan) dan perekonomian pedesaan melalui prioritas- prioritas; penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, peningkatan kesempatankerja, investasidan ekspor, revitalisasi pertanian dan pedesaan serta prioritas penegakan hukum, pemberantasan korupsi yang dicapai melalui runtut sasaransebagaiberikut :
1. Terwujudnya kondisi penutupan hutan dari hulu hingga hilir di 282 DAS prioritas yang cukup yang mendukung fungsi lindung dari resiko bencana dan fungsi daya dukung ketersediaan air dalam menunjang upaya revitalisasi sektor dan lintas sektor serta penumbuh kembangan peluang-peluang usaha dan lapangan kerja di dan lintas pedesaan di sekitarkawasanhutan,baik produksi, lindungmaupunkonservasi.
2. Terberdayakannya keanekaragaman potensi kawasan (sumberdaya) hutan sesuai fungsi dan manfaatnya dalam mendukung diversifikasi ekonomi pedesaan dan menjadikan efek pengganda (
)nyamenjadi sumberdaya produktif alternatif untuk menggerakkan berkembang dan menguatnya ekonomi sektor riel mulai dari pedesaan sekitar hutan.
multiplier  effect 
) yangmenjadi modal awal revitalisasikehutanan.
4. Terbangunnya kebutuhan iklim kondusif dalam pengelolaan kawasan hutan, yang didukung sistem yang berpihak pada pengelolaan hutan sebagai sumber bahan baku dan daya dukung lintas sektor secara efisien, dan sekaligus menekan beragam tindakan yang berakibat negatif pada menurunnya efisiensi upaya optimalisasi fungsi dan manfaat hutan, terkait dengan peningkatan kemakmuran dankesejahteraansecara luas.
reward and punishment 
5. Terwujudnya kebutuhan keberadaan sumberdaya hutan dalam luas yang cukup dan tersebar secara proporsional yang menjadi alternatif  sumber peningkatan PDB yang potensil mendukung dan menjaga pertumbuhan sektor kehutanan 2,1 % pertahun, namun tetap berwawasan/ ramah lingkungan.
4
BAB II  VISI DAN MISI
A. Visi
Sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 3, kondisi hutan dan kehutanan Indonesia serta persetujuan DPR-RI periode 2004- 2009, visi pembangunan kehutanan ditetapkansebagaiberikut :
Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin KelestarianHutandanPeningkatanKemakmuranRakyat 
Berdasarkan visi tersebut, Departemen Kehutanan menyelenggarakan pengurusan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sasaran prioritas pencapaian visi jangka menengah Departemen KehutananTahun (2005-2009), sebagaiberikut:
1. Tercapainya desentralisasi pembangunan kehutanan yang didukung oleh stakeholders dandapat meningkatkankesejahteraan masyarakat serta mendorong pelestarian sumberdayahutan;
2. Pemberantasan pencuriankayu dan perdagangan kayu ilegal ;
3. Penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari antara lain dengan membangun minimal satu unit pegelolaan hutan di setiapprovinsi ;
4. Penambahan pembangunan hutan tanaman sehingga mencapai seluas5 jutahadan rehabilitasihutan dan lahan seluas5 jutaha ;
5. Pembentukan 20unitTamanNasionalmodel ;
6. Revitalisasi dan pengembangan hutan rakyat terutama d iluar pulau Jawa;
7. Revitalisasi282 DAS prioritas agar berfungsisecara optimal ;
 
9. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 3–10% dan pendapatanmasyarakatdidalam dansekitarhutan sebesar3-4%;
10. Pengukuhan kawasan hutan seluas12 jutaha.
B. Misi
Berdasarkan UUNo. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UUNo. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta persetujuan DPR-RI periode 2004-2009 tanggal 1 Desember 2004, misi Departemen Kehutanan dalam pembangunan kehutanan ditetapkan sebagaiberikut :
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yangproporsional;
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan
 jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya danekonomiyangseimbang dan lestari;
3. Meningkatkan daya dukungDaerahAliranSungai (DAS);
4. Mendorongperanserta masyarakat;
6. Memantapkankoordinasi antarapusatdandaerah.
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
Kondisi hutan dan kehutanan di Indonesia sampai dengan tahun 2004 digambarkansebagaiberikut:
A. Ekologi
Sampai dengan tahun 2004, dari kawasan hutan Indonesia seluas 120,35  juta ha telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan seluas 109,9 juta ha. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi seluas 23,24 juta ha, hutan lindung seluas 29,1 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 16,21 juta ha, hutan produksi seluas 27,74 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversiseluas13,67 juta ha.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, hutan dan perairan Indonesia memiliki kekayaan alam hayati yang tinggi, tercermin dengan keanekaragaman
 jenis satwa dan flora; jumlah mamalia 515 jenis (12 % dari jenis mamalia dunia), 511 jenis reptilia (7,3 % dari jenis reptilia dunia), 1531 jenis burung (17 % jenis burung dunia), 270 jenis amphibi, 2.827 jenis binatang tak bertulang,dan38.000 jenis tumbuhan (IBSAP, 2003).
Populasi dan distribusi kekayaan tersebut saat ini mengalami penurunan sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya hutan (SDH) yang kurang bijaksana antara lain: pemanfaatan yang berlebihan (flora/fauna), perubahan peruntukan kawasan hutan (legal dan illegal), bencana alam, dan kebakaran hutan.Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997/1998 tercatat seluas5,2 jutaha (Gambar3).
Gambar 3. Kebakaran hutan
Sampai dengan tahun 2002 tercatat luas kawasan hutan yang terdegradasi seluas59,7 jutahektar, sedangkan lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan tercatat seluas42,1 juta hektar. Sebagian dari lahan tersebut berada pada daerah aliran sungai (DAS) yang diprioritaskan untuk direhabilitasi. Sampai dengan tahun 2004, pemerintah telah memprioritaskan 458 DAS, diantaranya282merupakan prioritas I danII (Gambar4).
Gambar 4.Lahankritis
Pemerintah telah menetapkan perlindungan terhadap 57 jenis tumbuhan dan 236 jenis satwa yang terancam punah dengan Peraturan Pemerintah No.7 tahun1999 tentangPengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam upaya menangani perdagangan tumbuhan dan satwa yang mendekati kepunahan, Indonesia telah menandatangani konvensi CITES dan mendaftarkan sejumlah 1.053 jenis tumbuhan dan sejumlah 1.384 jenis satwadalamappendix I dan II.
Dalam rangka mempertahankan ekosistem dan keanekaragaman hayatinya, sampai dengan tahun 2004 Pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi daratan yaitu: 44 unit Taman Nasional (TN), 104 unit Taman Wisata Alam (TWA),17 unit Taman Hutan Raya (TAHURA), 14 unit Taman Buru (TB),214unitCagarAlam(CA),dan63 unitSuakaMargasatwa (SM). Sedangkan wilayah konservasi laut telah ditetapkan: 6 unit TN,9 unit CA, 6 unitSM, 18unitTWA.(Gambar 5).
Gambar 5. Grafik Perkembangan Luas Kawasan Konservasi
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
Luas KSA
Luas KPA
292
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 20030
50
100
150
200
250
300
350
 
Pada tataranglobal, selainaktif di CITES, Indonesia meratifikasidan terlibat aktif dalam UNCCC, Kyoto Protocol, UNCBD, UNCCD, Konvensi RAMSAR dan World Heritage. Selain itu Indonesia juga berperan aktif dalam committee on forest (COFO)/FAO, ITTO dan UNFF serta kesepakatan- kesepakatan lain yangbersifat globaldan regional.
B. Sosial
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta orang. CIFOR (2004) dan BPS (2000) menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta penduduk tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang diantaranya miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta orang diantaranya bekerjadi sektor swastakehutanan.Secara tradisi, pada umumnya masyarakat tersebut memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan produk-produk hutan, baik kayu maupun bukan kayu (al. rotan,damar, gaharu, lebah madu).
Keadaan pendidikan dan kesehatan penduduk sekitar hutan pada umumnya tidak sebaik di perkotaan. Akses terhadap fasilitas tersebut di atas dapat dikatakan rendah. Seiring dengan kondisi tersebut, sanitasi perumahan dan lingkungan serta fasilitas umum masih kurang memadai. Dengan meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk di dalam dan sekitar kawasan hutan, kondisi kualitas sosial penduduk di sekitar hutan secara umum menurun.
Upaya untuk meningkatkan kondisi sosial masyarakat di dalam dan sekitar  hutan, telah dilakukan pemerintah antara lain melalui: Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) oleh 169 pemegang HPH (di luar jawa), Pengelolaan Hutan BersamaMasyarakat (PHBM)oleh Perum Perhutani (di Jawa), serta Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pada tahun 2003 tercatat pelaksanaan PMDH sebanyak 267 desa (20.542 KK), dan HKm seluas 50.644ha.
Program dicanangkan Presiden 2 Juli 2003 di Palangkaraya. Program ini dimaksudkan memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Sampai saat ini telah dilaksanakan fasilitasi kelembagaan berupa pembentukan kelompok usaha produktif dan penyusunanrencanakegiatan antar sektor pada 7 provinsi.
Social Forestry 
C. Ekonomi
 
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
, .
Sungguhpun demikian masa keemasan industri kehutanan mulai tahun 1990 mengalami penurunan. Hal tersebut digambarkan antara lain dengan penurunan jumlahunit pengusahaan hutan (HPH)dari 560unit (tahun1990) dengan ijin produksi 27 juta m3, menjadi 270 unit HPH (tahun 2002) dengan ijin produksi 23,8 juta m3.
Penurunan berlanjut pada tahun 2003 dengan ijin produksi 6,8 juta m3 dan tahun 2004 dengan ijin produksi 5,8 juta m3. Sedangkan realisasi total produksi kayu bulat dari berbagai sumber produksi dari tahun 1997-2003 sepertipada Gambar 6.
Gambar 6. Realisasi Produksi Kayu Bulat
Penerimaan pemerintah dari pungutan Dana Reboisasi (DR), Bunga Jasa Giro DR, Provisi Sumber Daya hutan (PSDH), Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, Iuran Hak Pengusahaan Hutan, Ekspor Satwa Liar, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan danPungutan Usaha Pariwisata
 Alam dan Iuran Usaha Pariwisata Alam pada tahun 1999 mencapai Rp. 3,33 trilyun, dan pada tahun 2003 menurun menjadi Rp. 2,72 trilyun. (Gambar7)
Gambar 7. Grafik Perkembangan PNBP Kehutanan
29.15
19.03
25.27
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
     V     o      l    u     m     e      (     j    u      t    a     m      3      )
         3   ,
     R     u     p
     i    a     r
Tahun
10
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
Pemanfataan hutan dari tahun 1989 sampai dengan 2003 menunjukkan penurunan baik luasanareal dan jumlahunit pengusahaannya. Jumlahunit pengusahaan hutan pada tahun 2003 tercatat 267 unit atau menurun sebesar 52,1% dibandingkan pada tahun 1989 (Gambar 8).
Jumlah industri pengolahan kayu sampai dengan tahun 2003 tercatat total mencapai 1881 unit dengan rincian: 1.618 unit sawmill dengan kapasitas 11,048 juta m3; 107 unit plymill dengan kapasitas 9,43 juta m3; 6 unit industri pulpmill dengan kapaitas 3,98 juta m3, 78 industri blockboard dengan kapasitas 2,08 juta m3; dan 73 unit industri pengolahan kayu lainnya dengan kapasitas 3,15 juta m3.
Walaupun demikian penurunan kontribusi industri kehutanan diimbangi dengan peningkatan hasil hutan bukan kayu. Kontribusi hasil hutan bukan kayu (rotan, arang dan damar) tahun 1999 tercatat US$ 8,4 juta dan pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 19,74 Juta. Sedangkan kontribusi perdagangan satwa dan tumbuhan pada tahun 1999 sebesar US $ 61,3 ribu,meningkat tajam pada tahun2003menjadi US$ 3,34 juta (Gambar 9).
Gambar 8. Perkembanan IjinPemanfaatan Hutan
Gambar9.Hasil HutanbukanKayu (Rotan)
     4
-35.0
-15.0
5.0
25.0
45.0
65.0
1 98 9 1 99 0 1 99 1 1 99 2 1 99 3 1 99 4 1 99 5 1 99 6 1 99 7 1 99 8 1 99 9 2 00 0 2 00 1 2 00 2 2 00 3 Tahun
     L    u    a    s
     (     j   u     t   a
 
Pelaksanaan reboisasi pada tahun 1999 tercatat seluas 12.102 Ha dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 52,200 Ha. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan)sampaidengan juni2004mencapai 252ribuHa(Gambar 10).
Gambar 10. Rehabilitasi
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) juga menunjukkan angka yang menjanjikan walaupun proses pelaksanaannya relatif lambat. Mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 2003 tercatat sebanyak 96 unit HTI yang diberi ijin areal seluas 5,4 juta ha. Tetapi sampai dengan tahun 2004 realisasi penanaman HTI tercatat hanya mencapai 3,12 juta Ha. (Gambar11)
Gambar 11. Perkembangan HTI
Pada tahun 2000, penyerapan tenaga kerja pada sektor kehutanan mulai dari penanaman, pemanfaatan sampai dengan industri tercatat 3.092.470 orang, dengan rata-rata pendapatan pekerja di HPH sebesar Rp. 7,3
 juta/tahun/orang, dan untuk di industri Rp. 3,3 juta/tahun/orang (BPS, 2000).
Pembangunan kehutanan sejauh ini memiliki kontribusi yang besar  terhadap pembangunan wilayah. Hal ini ditunjukkan dengan terbukanya wilayah-wilayah terpencil melalui ketersedian jalan HPH bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, bertambahnya kesempatan kerja, peningkatan pendapatanpemerintah daerah danmasyarakat.
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
     0  .     1
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
     )
 
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts- II/2001, OrganisasiDepartemen Kehutanan terdiri dari Sekretaris Jenderal, Inspektorat Jenderal, DirektoratJenderal (Ditjen) Bina ProduksiKehutanan, Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Badan Planologi dan Badan Litbang Kehutanan sertadidukungoleh5 StafAhli Menteri (Gambar12).
Sesuai dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Kehutanan didaerah terdiridari :
1. Desentralisasi/pelimpahan wewenang dan tanggung jawab berada di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
2. Dekonsentrasi yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) DepartemenKehutanan;
3. Perbantuan, tugas-tugaspusat dilaksanakan oleh daerah.
Dalam melaksanakan dekonsentrasi Departemen Kehutanan memiliki UPT yang terdiri dari Balai Pengelolaan DAS (31 unit); Balai Pemantapan Kawasan Hutan (11 unit); Balai Konservasi Sumberdaya Alam (32 unit), Balai Taman Nasional (33 unit), Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (17 unit),Balai LitbangTeknologi DAS(2 unit),Balai Litbang HutanTanaman (2 unit), Balai Litbang Kehutanan (8 unit), Balai Persuteraan Alam (1 unit), Balai Teknologi Perbenihan (1 unit), Balai Diklat Kehutanan (7 unit), Balai PerbenihandanTanaman Hutan (6 unit).
Untuk mencapai sinkronisasi-koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kehutanan di pusat dan daerah melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 103/Menhut-II/2004, Departemen kehutanan membentuk Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional di empat regional; masing-masing: Regional I wilayah Sumatra; Regional II wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara; Regional III wilayah Kalimantan, Regional IVwilayahSulawesi,MalukudanPapua.
Gambar 12. Struktur Organisasi Departemen Kehutanan
RENSTRA-KL DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005-2009 (PENYEMPURNAAN)
MENTERI KEHUTANAN
 
Sampai…