Rematik Sendi
-
Upload
gung-citra-pratika -
Category
Documents
-
view
105 -
download
1
description
Transcript of Rematik Sendi
← Rematik Sendi
Rematik Gout →
Rematik JantungPosted by Rematik
Rematik jantung adalah salah satu dari berbagai macam
penyakit jantung yang ada. Penyakit rematik jantung (PJR)
atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease
(RHD) ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan
permanen dari katup-katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
(stenosis katup mitral) yang disebabkan oleh demam
rematik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses
perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam
rematik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema
marginatum.
Pada beberapa pasien
yang mengalami demam rematik akut bisa terjadi kelainan katup
jantung lainnya yang bisa berakibat pada gangguan katup jantung,
gagal jantung (CHF), radang selaput jantung (perikarditis). Di
Amerika Serikat bahkan penyakit rematik jantungini masih
merupakan penyebab dari penyakit jantung yang disebut dengan
mitral stenosis (MS) dan juga penggantian katup jantung pada
pasien dewasa di sana.
Penyebab rematik jantun g ini diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam
reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik
serangan yang berulang. Penyakit ini berhubungan erat dengan
infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang
berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun
disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan
dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit rematik jantung/
Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri
dan juga faktor lingkungan.
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang
tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan hubungan
dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting
pada timbulnya demam reumatik / penyakit reumatik jantung.
Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak
usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi serta pola hidup dan
juga adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan
bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang
kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan
tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak
wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih
besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan
antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.
Penyakit Jantung RematikSeptember 24th, 2013 by JantungSehatLeave a reply »
penyakit jantung rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah salah satu bentuk penyakit yang paling serius dari penyakit jantung
masa kanak-kanak dan remaja. Penyakit jantung rematik disebabkan karena terjadi kerusakan
pada seluruh jantung dan selaput nya. Penyakit jantung rematik adalah komplikasi dari demam
rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik
telah sangat dikurangi dengan meluasnya penggunaan antibiotik yang efektif terhadap bakteri
streptokokus yang menyebabkan demam rematik.
Demam rematik adalah penyakit peradangan (inflamasi) yang dapat timbul sebagai komplikasi
dari infeksi pada tenggorokan (faringitis) yang tidak diobati atau tidak ditangani dengan baik.
Peradangan kemudian dapat terjadi pada sendi, jantung, otak dan kulit. Nah, jika peradangan
terjadi pada jantung inilah yang disebut dengan penyakit jantung rematik. Jika sampai terjadi
penyakit jantung rematik, akan terjadi cacat permanen pada jantung, terutama pada bagian
katup jantung, tetapi dapat juga pada otot jantung itu sendiri. Ini tidak dapat disembuhkan
dengan pemberian obat. Terutama jika yang terkena adalah bagian katup jantung, katup ini
tidak lagi membuka dan menutup dengan baik, sehingga dapat terjadi perubahan pada aliran
darah.
Demam rematik paling sering terjadi pada usia 5 sampai 15 tahun dan sangat jarang terjadi
pada usia di bawah 5 atau di atas 15 tahun, apalagi pada orang dewasa.
Gejala Penyakit Jantung Rematik
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami
gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas,
gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah
kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan,
cepat lelah dan tentu saja demam.
Pencegahan Penyakit Jantung Rematik
Pertahanan terbaik terhadap penyakit jantung rematik adalah mencegah terjadinya demam
rematik dari yang pernah terjadi. Dengan memperlakukan strep throat dengan penisilin atau
antibiotik lainnya, dokter biasanya dapat menghentikan demam rematik akut dari berkembang.
Orang-orang yang sudah terserang demam rematik lebih rentan terhadap serangan yang
berulang dan kerusakan jantung. Itulah sebabnya mereka akan mendapatkan pengobatan
antibiotik terus menerus bulanan atau harian, mungkin seumur hidup. Jika hati mereka telah
rusak oleh demam rematik, mereka juga pada peningkatan risiko untuk mengembangkan
endokarditis infektif (juga dikenal sebagai bakteri endokarditis), infeksi selaput jantung atau
katup.
Penyembuhan Penyakit Jantung Rematik
XAMthone Plus Jus Kulit Manggis
Seperti yang diulas diatas bahwa seseorang yang terkena penyakit jantung rematik rentan akan
infeksi dari bakteri. Disini kami merekomendasikan penyembuhan secara herbal alami dengan
mengkonsumsi jus kulit manggis XAMthone Plus. Didalam kulit manggis terdapat zat Xanthone
yang mempunyai sifat Antioksidan Super dan juga Antibakteri. Ini bisa dibuktikan tidak ada kulit
manggis yang busuk meskipun diletakkan disembarang tempat karena bakteri tidak bisa hidup
di kulit manggis tersebut.
Proses penyembuhan penyakit jantung rematik perlu mengkonsumsi XAMthone Plus 3 kali
sehari 30ml. Setelah sebulan anda bisa kontrol lagi kesehatan jantungnya dan biasanya kalau
sudah sebulan pasti ada perubahan.
http://www.penyakitjantung.net/penyakit-jantung-rematik/
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Penyakit Jantung Rematik (RHD)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung
akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2000).
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan
penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi
streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan
suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme
perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans
akut, Karditis, Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney,
2002).
B. Etiologi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat
dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A
yang pengobatannya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa
RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibodi dari tubuh. Antibodi yang
melawan streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart
Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematikmenunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik
lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data
ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus
beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas
menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi
lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang
rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini
merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.
C. Patofisiologi
Demam rematik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta
hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan
jaringan sub kutan. Gejala demam rematik bermanifestasi kira-kira1-5 minggu setelah terkena
infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling
sering dijumpai (75%) adalah arthritis. Bentuk polyarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat
digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang
penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus HemolyticusGrup A sudah
berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yangpasti belum
diketahui.Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit
autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang
terpenting, diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-
produk tersebut merangsang timbulnya antibody.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-
antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya
dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam rematik, saat kadar antibody
lainnya sudah normal kembali.
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit sistemik
yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik mempengaruhi semua
persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian
yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut tidak mengalami
infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal ini merupakan fenomena
sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus.
Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang
kemudian akan diganti dengan jaringan parut. endokarditis rematik mengakibatkan efek
samping kecacatan permanen. Tepi bilah katup yang meradang menjadi lengket satu sama lain,
mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan lumen katup.
Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna, menaikkan tekanan vena
pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi dan kegagalan.
Fibrilasi atrium sering merupakan komplikasi stenosis mitral akibat valvulitis reumatik.
Penyebab lain fibrilasi atrium ialah penyakit jantung iskemik, tirotoksikosis dan pembedahan
jantung, beberapa kasus idiopatik. Kontraksi atrium yang tidak efektif akan menyebabkan stasis
dan pembentukan trombus dalam atrium, ini merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya
trombo-emboli yang sistemik. Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua
penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih,
setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari
gejala mitral stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas
katup.Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali
pada mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil.Luas normal
orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm2 maka
akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap
normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2.Pada tahap
ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang
normal.Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase
diastolic ventrikel.Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung,
atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui
katup yang menyempit.Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang
tersebut meningkat.Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah.Makin
lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian
ventrikel.Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena
ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.Peningkatan tekanan dan
volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru.Tekanan dalam vena
pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena
yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli.Pada
akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena
pulmonalis yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui
pembuluh paru-paru.Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel
kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban
tekanan ini dengan cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi
ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan
posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup
trikuspidalis. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami
kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan
bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel.Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk
mendorong darah melampaui katup yang menyempit.Karena itu selisih tekanan atau gradien
tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat.Dalam keadaan normal selisih kedua tekanan itu
minimal.
D. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.Keluhan:
Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan padatonsil yang disertai
eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus denganpermulaan
gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat
timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum danmenifesrasi spesifik demam
reumatik/penyakit jantung reumatik. Gejala peradangan umum: Demam yang tinggi, lesu,
anoreksia, lekas tersinggung, berat badan menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa
sakit disekitar sendi, sakit perut.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung/penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala
apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katupjantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap
darah (LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan streptococcus hemolitikus β grup A
F. Penatalaksanaan Medis
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
KelompokKlinis
Tirah baring( minggu )
Mobilisasi bertahap( minggu)
- Karditis ( - )- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )- Gagal jantung (+ ) > 6 > 12
2. Pemberantasan infeksi streptococcus:
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
· Berat badan lebih dari 30 kg : 1,2 juta unit
· Berat badan kurang dari 30 kg : 600.000 - 900.000 unit
· Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengandosis 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih10 hari.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika
ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan
gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100
mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah
prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80
mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3
minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan,
salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison
dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
G. Pengkajian
A. Anamnesa
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2. Keadaan sebelum sakit
Pasien tidak mau ke sekolah karena merasa sakit pada sendi lutut kiri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
Nyeri sendi
Riwayat keluhan utama
2 hari yang lalu pasien merasakan nyeri pada siku kanan. Ayah pasien mengatakan bahwa
pasien demam sejak 2 minggu yang lalu dan nyeri menelan. Akhirnya, pasien dibawa ke
puskesmas dan diperiksa oleh dokter.
3 Riwayat kesehatan keluarga.
Ada riwayat jantung rematik pada ayah pasien.
Pola nutrisi dan metabolik
Pasien tampak mual. Anoreksia dan nyeri pada abdomen.
Pola aktivitas dan latihan
Pasien lemas dan sesak napas. Akral dingin dan pasien palpitasi.
Pola Eliminasi
Haluaran urin tidak adekuat, terjadi oligiria.
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Pasien tampak gelisah dan takut karena tindakan medis yang diberikan kepadanya.
B. ROS (Review of System)
B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan posisi miring ke
kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung
cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi,
edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1 keras murmur sistolik, palpitasi, apical
diastolic murmur
B4 ( Bladder) : Ketidakseimbangan cairan ke ginjal, oliguri
B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
B6 (Bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.
H. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d gangguan volume sekuncup.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/dgangguan aliran arteri
3) Pola nafas, ketidakefektifan b/d hiperventilasi
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
5) Hipertermia b/d penyakit atau infeksi
6) Nyeri akut b/d agen-agens penyebab cedera
7) Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
I. Intervensi dan Rasional Asuhan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d gangguan volume sekuncup.
Tujuan: setelah diberikan perawatan dalam waktu 2-3 hari masalah yang berkaitan dengan
penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
pasien tidak mengalami dispnea
TD 120/80 mmHg
Nadi 80-100 x/mnt
RR 16-24x/mnt
Intervensi dan Rasional:
Intervensi Rasional
Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer Indikator klinis dari keadekuatan curah
jantung. Pemantauan memungkinkan
deteksi dini/tindakan terhadap
dekompensasi.
Pantau irama jantung sesuai indikasi Disritmia atrium paling umum,
berkenaan dengan peningkatan tekanan
dan volume atrium sehingga
abnormalitas konduksi dapat terjadi.
Dorong tirah baring dalam posisi semi-
Fowler
Menurunkan beban kerja jantung,
memaksimalkan curah jantung
Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi
(mis. Berjalan) bila pasien mampu turun
dari tempat tidur
Melakukan kembali aktivitas secara
bertahap mencegah pemaksaan terhadap
cadangan jantung.
Dorong penggunaan teknik manajemen
stres, mis., bimbingan imajinasi, latihan
pernapasan
Perilaku yang bermanfaat untuk
mengontrol ansietas, meningkatkan
relaksasi, menurunkan beban kerja
jantung.
Berikan oksigen suplemen sesuai
indikasi
Memberikan oksigen untuk ambilan
miokard dalam upaya untuk
mengkompensasi peningkatan kebutuhan
oksigen.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi,
mis, antidisritmia, obat inotropik,
vasidilator, diuretik
Pengobatan disritmia atrial dan
ventrikular khususnya mendasari kondisi
dan simptomatologi tetapi ditujukan
pada berlangsungnya atau meningkatnya
efisiensi atau curah jantung. Vasodilator
digunakan untuk menurunkan hipertensi
dengan menurunkan tahanan vaskular
sistemik atau afterload. Penurunan ini
mengembalikan dan menghilangkan
tahanan. Diuretik menurunkan volume
sirkulasi atau reload yang menurunkan
tekanan darah lewat katup yang tidak
berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi
jantung dan menurunkan kongesti vena.
Siapkan untuk intervensi bedah sesuai Penanganan atau perbaikan katup
indikasi mungkin perlu untuk meningkatkan
curah jantung atau mengontrol atau
mengatasi dekompensasi jantung.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d gangguan aliran arteri.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan perifer adekuat.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil
Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
Nadi perifer kuat
Pasien sadar/terorientasi
Intervensi dan Rasional:
Intervensi Rasional
Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya
hemiparalasis, afasia, kejang, muntah,
peningkatan TD
Indikator ynag menunjukkan embolisasi
sistemik pada otak
Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang
disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik dan
sianosis pucat
Emboli arteri. Mempengaruhi jantung dan/ atau
organ vital lain. Dapat terjadi sebagai akibat
dari penyakit katup, dan/atau disritmia kronis.
Kongesti/statis vena dapat menimbulkan
pembentukan trombus di vena dalam dan
embolisasi paru.
Observasi ekstremitas terhadap
pembengkakan, eritema, perhatikan nyeri
tekan/nyeri, tanda Homan positif
Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan
statis vena, meningkatkan resiko pembentukan
trombosis vena.
Observasi hematuria, disertai dengan nyeri
punggung/pinggang, oliguria
Menandakan emboli ginjal.
Perhatikan keluhan nyeri pada abdomen kiri
atas yang menyebar ke bahu kiri, nyeri tekan
lokal, kekakuan abdominal.
Dapat menandakan emboli splenik.
Tingkatkan tirah baring dengan tepat Dapat memabntu mencegah pembentukan atau
migrasi emboli pada pasien dengan
endokarditis. Tirah baring lama (sering
diperlukan untuk pasien dengan endokarditis
dan miokarditis), namun, membawa resikonya
sendiri tentang terjadinya fenomena
tromboemboli.
Dorong latihan aktif/bantu dengan rentang
gerak sesuai toleransi
Meningkatkan sirkulasi perifer daan aliran
balik kerananya menurunkan resiko
pembentukan trombus.Berikan/lepaskan stoking antiembolisme sesuai indikasi
Penggunaan kontroversial, tetapi dapat
meningkatkan sirkulasi vena dan menurunkan
risiko pembentukan trombus vena
superfisial/dalamBerikan antikoagulan, contoh heparin, warfarin (Coumadin)
Heparin dapat digunakan secara profilaksis bila
pasien memrlukan tirah baring
lama,mengalami spesis atau GJK, dan/atau
sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan: Heparin kontraindikasi pada
perikarditis dan temponade jantung. Coumadin
adalah obat pilihan untuk terapi setelah
penggantian katup jangka panjang, atau adanya
trombus perifer.
3. Pola nafas, ketidakefektifan b/d hiperventilasi
Tujuan: pola nafas kembali efektif dalam 3x24 jam.
Kriteria Hasil:
Pasien akan mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal.
Frekuensi pernapasan 16-24x/menit
Intervensi dan Rasional:
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
dan ekspansi dada. Catat upaya
pernapasan.
Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea
dan terjadi peningkatan kerja napas
(pada awal atau hanya tanda embolisme
paru subakut). Kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal
napas.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah
posisi. Bangunkan pasien turun tempat
tidur dan ambulasi sesegera mungkin.
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi
paru dan memudahkan pernapasan.
Penguabahan posisi dan mabulasi
meningkatkan pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga memperbaiki
difusi gas.
Observasi pola batuk dan karakter
sekret
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk
kering/iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan
(infark paru) atau antikoagulan
berlebihan.
Dorong/bantu pasien dalam napas
dalam dan latihan batuk. Penghisapan
per oral nasotrakeal bila diindikasikan.
Dapat menigkatkan/banyaknya sputum
dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya bernapas.
Kolaborasikan pemberian oksigen
tambahan.
Mamksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
Bantu fisioterapi dada (mis,. Drainase
postural dan perkusi area yang tak sakit,
tiupan botol/spirometri insentif)
Memudahkan upaya pernapasan dalam
meningkatkan drainase sekret dari
segmen paru dalam bronkus, di mana
dapat lebih mempercepat pembuangan
dengan batuk/penghisapan
Kolaborasikan persiapan bantu
bronkoskopi.
Kadang-kadang berguna untuk
membuang bekuan darah dan
membersihkan jalan napas.
4. Hipertermia b/d penyakit atau infeksi
Tujuan: hipertermia dapat teratasi dalam waktu 2-3 hari.
Kriteri Hasil:
Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi Rasional
Pantau suhu pasien (derajat dan
pola); perhatikan menggigil/
diaforesis
Suhu 38,90C-410C menunjukan proses
penyakit infeksius akut. Menggigil
sering mendahului puncak suhu.Pantau denyut nadi dan frekuensi
pernapasan
hipertermia karena proses infeksi dapat
disertai denyut nadi dan frekuensi
pernapasan meningkat
Berikan kompres mandi hangat [A1] ;
hindari penggunaan alkohol
Dapat membantu mengurangi
demam,catatan; penggunaan air es
alkohol mungkin menyebabkan
kedinginan, penignktan secara aktual
Gunakan selimut dingin Digunakan untuk mengurangi demam
umumnya lebih besar dari 38,90C-
400C
Ajarkan pasien atau keluarga dalam
mengukur suhu untuk mencegah
dan mengenali secara dini
hipertermia
Pasien perlu memahami cara
mengukur suhu tubuh secara mandiri
Kolaborasikan pemberian obat
antipiretik
Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus,meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme
dan meningkatkan autodestruksi dari
sel-sel yang terinfeksi
5. Nyeri akutb/d agen-agens penyebab cedera.
Tujuan : Dalam waktu 3-4 hari nyeri pada sendi berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
Pasien akan mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada daerah sendi
Pasien memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
Pasien akan melaporkan pola tidur yang baik.
Intervensi dan Rasional:
Intervensi Rasional
Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan
intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa
sakit nonverbal
Membantu dalam menentukan kebutuhan
manjemen nyeri dan keefektifan dan
keefektifan program.
Berikan matras/kasur keras, bantal kecil.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan
Matras yang lembut atau empuk, bantal yang
besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan
stres pada sendi ynag sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan tekanan pada
sendi yang terinflamasi/nyeri
Biarkan pasien mengambil posisi yang
nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi.
Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring
mungkin diperlukan (perbaikan objektif dan
subjektif didapat) untuk membatasi nyeri
atau cedera sendi
Tempatkan atau pantau penggunaan bantal
karung pasir gulungan trokhanter, bebat,
brace
mempertahankan posisi netral. Catatan:
pengguanaan Mengistirahatkan sendi-sendi
yang sakit dan brace dapat menurunkan
nyeri dan mungkin dapat mengurangi
kerusakan pada sendi. Meskipun demikian,
ketidakaktifan lama dapat mengakibatkan
hilangnya mobilitas atau fungsi sendi.
Berikan masase yang lembut Meningkatkan relaksasi/mengurangi
tegangan otot
Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai
untuk situasi individu
Memfokuskan kembali perhatian,
memberikan stimulasi, dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk:
Asetilsalisilat (aspirin)
Memberikan efek farmakologi untuk
mengatasi nyeri.
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
Tujuan : dalam waktu 2-3 hari masalah ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
pasien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Pasien tidak mual dan muntah
Melaporkan tingkat energi yang adekuat
Intervensi dan Rasional:
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor penyebab Penentuan faktor penyebab, akan
menentukan intervensi/ tindakan
selanjutnya
Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup Meningkatkan pengetahuan klien dan
keluarga sehingga klien termotivasi
untuk mengkonsumsi makanan
Anjurkan klien untuk makan dalam
porsi kecil dan sering, jika tidak muntah
teruskan
Menghindari mual dan muntah dan
distensi perut yang berlebihan
Lakukan perawatan mulut yang baik
setelah muntah
Bau yang tidak enak pada mulut
meningkatkan kemungkinan muntah
Ukur BB setiap hari BB merupakan indikator terpenuhi
tidaknya kebutuhan nutrisi
Catat jumlah porsi yang dihabiskan
klien
Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan
nutrisi klien
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim
untuk memberikan makanan yang
Metode makan dan kebutuhan kalori
didasarkan pada situasi/kebutuhan
mudah dicerna, secara nutrisi seimbang,
misalnya nutrisi tambahan oral/selang,
nutrisi parenteral.
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya minimal
pasien/penggunaan energi.
7. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil:
Klien menunjukkan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi di tempat tidur.
Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-24x/menit
TD 120/80 mmHg
Nadi 80-100x/menit
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas
menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi
20 per menit diatas frekuensi istirahat; catat
peningkatan TD, dispnea atau nyeri
dada;kelelahan berat dan
kelemahan;berkeringat;pusing;atau pingsan
Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien
terhadap stres aktivitas dan indikator derajat
pengaruh kelebihan kerja jantung
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri
Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkat aktivitas individual.
3. Anjurkan menghindari peningkatan tekanan
abdomen seperti mengejan saat defekasi
Mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan
vasokonstriksi yang dapat meingkatkanpreload,
tahanan vaskuler sistemis, dam beban jantung.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
aktivitas, contoh bangun dari kursi, bila tidak
ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam
setelah makan.
Aktivitas yang maju memberikan kontrol
jantung, meningkatkan regangan dan mencegah
aktivitas berlebihan.
5. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan Teknik penghematan energi menurunkan
anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
penggunaan energi dan sehingga membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan
kaki klien.
Untuk meningkatkan aliran balik vena.
7. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam
memilih periode aktivitas.
Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan
8. Berikan waktu istirahat diantara waktu
aktivitas.
Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh
dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
9. Pertahankan penambahan oksigen sesuai
instruksi.
Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
J. Discharge Planning
1. Evaluasi kesiapan untuk pulang. Faktor yang dikaji adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan obat yang stabil (memenuhi kebutuhan obat dengan stabil).
b. Masukan nutrisi dan pertumbuhan yang adekuat.
c. Rencana pengobatan medis yang realistik untuk di rumah
Orang tua dan pemberian asuhan lain dapat memberi perawatan di rumah, (memberi pembelajaran
kepada keluarga tentang cara menangani masalah jika di rumah dan merawat pasien di rumah).
Sarana di rumah (menyediakan obat-obat yang perlu).
Istirahat yang pelu (dapat memenuhi pola istirahat dengan baik).
2. beri instruksi pemulangan kepada keluarga yaitu:
a. penjelasan tentang penyakit, (menjelaskan masalah penyakit pasien pada keluarga).
b. Kebutuhan makan (membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan makannya).
c. Kapan harus memanggil dokter, (menjelaskan kepada keluarga jika pasien merasa sakit yang
luar biasa untuk segera menghubungi dokter).
3. Lakukan program tindakan lanjut untuk memantau kebuthan nutrisi, perkembangan, dan
kebutuhan khusus yang lainnya terus-menerus.
a. Bantu keluarga untuk membuat janji kunjungan pemeriksaan tindakan lanjut yang pertama, beri
catatan tertulis tentang kapan janji itu kapan harus dilaksanakan.
b. Buat rujukan untuk kunjungan keprluan di rumah sesuai yang dibutuhkan pasien dan keluarga.
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A.
Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang biasanya timbul setelah suatu
infeksi tenggorok oleh steptokokus beta hemolitikus golongan A, mempunyai kecenderungan
untuk kambuh dan dapat menyebabkan gejala sisa pada jantung khususnya katub.
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus golongan A, sehingga kuman termasuk dianggap
sebagai penyebab demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase laten
(asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik
akut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat
mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus
Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana
diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui
sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau
menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
B. SARAN
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan mengalami demam reumatik,
harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotika, hal ini untuk menghindari
kemungkinanserangan kedua kalinya bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik.
DAFTAR PUSTAKAGuyton & Hall.2007.Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta:ECG.
Muftaqqin,Arif.2012.Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi.Jakarta:Salemba Medika.
Doenges,Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.1999.Jakarta:ECG.
Wilkinson,Judith M dkk.2011.Diagnosis Keperawatan Edisi 9.Jakarta:ECG.
BAB I
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Demam rematik adalah penyebab terpenting penyakit katup jantung yang didapat, baik pada
anak dewasa, terutama, di negara-negara berkembang. Di negara maju insiden penyakit jantung
reumtik mulai menurun, karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan lebih
sempurna.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum
(Lawrence M. Tierney, 2002).
Pada umumnya seseorang yang menderita penyakit demam rematik akut kira-kira 2 minggu
sebelumnya telah menderita sakit tenggorokan. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa
demam rematik terjadi akibat reaksi imunologis antigen-antibodidari tubuh. Antibodi yang
melawan Streptococcus bersifat sebagai antigen. Organ-organ yang sering diserang
yaitu,jantung, sendi-sendi dan otak. Usia anak yang sering mengalami penyakit demam rematik
dan penyakit jantung reumatik adalah sekitar antara 6-15 tahun ( usia sekolah).
B.Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami :
Definisi Penyakit Demam Rematik
Etiologi Demam Rematik
Mekanisme Tanda dan Gejala penyakit Demam Rematik
Pemeriksaan Diagnostik penyakit Demam Rematik
Penatalaksanaan Medis penyakit Demam Rematik
Pengkajian pada pasien penyakit Demam Rematik
Diagnosa Keperawatan penyakit Demam Rematik
Perencanaan dan Rasional Asuhan Keperawatan penyakit Demam Rematik
Discharge Planning untuk klien penyakit Demam Rematik
C.Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah :
STUDI KEPUSTAKAANYaitu dengan mempelajari berbagai sumber berupa buku-buku yang
membahas tentang penyakit dan asuhan keperawatan pada Demam Reumatik.
D.Identifikasi Masalah
1. Jelaskan definisi dari penyakit demam rematik.
2. Jelaskan etiologi dari penyakit demam rematik
3. Jelaskan faktor resikopenyakit demam rematik.
4. Jelaskan patofisiologipenyakit demam rematik.
5. Jelaskan Mekanisme Tanda dan Gejala padapenyakit demam rematik.
6. Jelaskan Pemeriksaan Diagnostik pada penyakit demam rematik
7. Jelaskan Penatalaksanaan Medis pada penyakit demam rematik
8. Tuliskan Pengkajian pasien dengan penyakit demam rematik
9. Tuliskan Diagnosa Keperawatan untuk penyakit demam rematik
10. Bagaimana Perencanaan dan Rasional Asuhan Keperawatan penyakit demam rematik
11. Apa Discharge Planning untuk klien penyakit demam rematik
KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul makalah yang kami buat yaitu “Penyakit Jantung Rematik”. Makalah ini khusus
membahas mengenai bagaimana itu demam rematik, selain itu juga membahas mengenai hal-hal
yang harus diperhatikan pada saat terserang bakteri yang dapat menyebabakan demam rematik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing tutorial Sistem Kardiovaskuler Ibu
Sethiana Dewi Ruben, S.Kep.Ns yang telah membimbing kami selama tutorial serta telah
menuntun dan mengarahkan kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini ke depannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya. AMIN.
Makassar, Juni 2013
Penulis,
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................
B. Tujuan Penulisan .....................................................................................................
C. Metode Penulisan ...................................................................................................
D. Identifikasi Masalah ...............................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Jantung Rematik....................................................................................
B. Etiologi ...................................................................................................................
C. Patofisiologi ............................................................................................................
D. Manifestasi Klinis ...................................................................................................
E. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................
F. Penatalaksanaan Medis .........................................................................................
G. Pengkajian ..............................................................................................................
H. Diagnosa Keperawatan............................................................................................
I. Intervensi dan Rasional Asuhan Keperawatan........................................................
J. Discharge Planning..................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
MAKALAHSISTEM KARDIOVASKULAR
(DEMAM REMATIK/PENYAKIT JANTUNG REMATIK)
OLEH:
KELOMPOK 5
ALCHE JANRILYANI
ERSIKA JUVELINE
RENDIANITA SOMBOLAYUK
GRACE NATALIA MUNDI
VILI TELLY MEA
FEBRIANUS NDURU
BLANDINA KORIYESIN
FRANSISIKA A. RYANDI
WIHELMINA EDIMA SANGGUR
LAOTESA RAMMANG
YOHANES DARWIN DARUT
MARLYN NOYA
PROGRAM : S1 KEPERAWATAN
STIK STELLA MARISMAKASSAR2013
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)Posted by Ngurah Jaya Antara on0
A. DEFINISI
Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney, 2002).
Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali (Arif Mansjoer, 2002).
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A (Sunoto Pratanu, 2000).
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
B. ETIOLOGIDemam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
1. Faktor-faktor pada individu :a. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodimonoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jeniskelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satujenis kelamin.
c. Golongan etnik dan rasData di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkanmerupakan sebab yang sebenarnya.
d. UmurUmur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demamreumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan padaanak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atausetelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksistreptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwapenderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lainKeadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakahmerupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
f. Reaksi autoimunDari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
2. Faktor-faktor lingkungan :a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisiuntuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yangsudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosialekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah denganpenghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobatianak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biayauntuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
b. Iklim dan geografiDemam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkandidaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwadaerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang didugasemula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebihtinggi daripada didataran rendah.
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
C. EPIDEMOLOGIRHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa
setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun
.D. PATHOFISIOLOGI
Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic treptococcus yang menyerang pada pharynx.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 prodak ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk tersebut. Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi silang imun komleks tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen. Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic. Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.
E. GEJALA KLINIS Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endocarditis
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan laboratorium2. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap
darah (LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.3. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.4. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi5. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.6. Hapusan tenggorokan :ditemukan streptococcus hemolitikus β grup A
G. PENATALAKSANAANPenderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir
tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)
A. PENGKAJIANPengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas PasienPada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Data Fokusa. Data Subjektif
Kelelahan, kelemahan, Nyeri abdomen, nafsu makan menurun, gelisah, mual, muntah, batuk, dyspnea, sakit pada dada, nyeri sendi, sesak nafas, sulit menelan, dan jantung berdebar-debar
b. Data ObjektifTakipnea( pernapasan cepat dan dangkal ), bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), Takikardia, disritmia, Friction rub, murmur, edema, penurunan TD, peningkatan suhu tubuh yang tidak terpola, Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO), peningkatan laju endap darah ( LED)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.5. Penurunan cardiac output berhubungan perubahan kontraktilitas6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru - paru
C. INTERVENSI1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntahTujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasiKriteria Hasil :
a. Pasien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.b. Pasien tidak mual dan muntah
Intervensi :a. Kaji faktor-faktor penyebab
Rasional:Penentuan faktor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
b. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskanRasional :Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukupRasional :Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga sehingga pasien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
d. Catat jumlah porsi yang dihabiskanRasional :Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi pasien
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cederaTujuan :
a. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pada sendi berkurang atau hilang
Kriteria hasil :a. Pasien akan mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada daerah sendib. Pasien memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamananc. Pasien akan melaporkan pola tidur yang baik.
Intervensi :a. Catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa
sakit nonverbal
Rasional :
Membantu dalam menentukan kebutuhan manjemen nyeri dan keefektifan dan keefektifan program
b. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Rasional :
Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera
sendi
c. Berikan masase yang lembut
Rasional :
Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasiTujuan :
a. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasiKriteria hasil :
a. klien tidak mudah lelah
b. klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransiIntervensi :
a Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
Rasional :
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
b. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional :
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
c. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan
vasolidator, diuretik, penyekat beta.
Rasional :
Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan
(diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi Kriteria Hasil :
a. Mempertahanakan integritas kulit.Intervensi
a. Kaji tingkat kerusakan kulit
Rasional :
Memberikan pedoman untuk memberikan intervensi yang tepat
b. Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ ekskresi
Rasional :
Terlalu kering dan lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan
c. Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
Rasional :
Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah
d. Berikan bantalan yang lembut pada badan
Rasional :
Mencegah penekanan pada eritema sehingga tidak meluas
e. Kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional :
Mempercepat proses kesembuhan
5. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitasTujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pompa jantung berkurangKriteria Hasil :
a. Menunjukkan TTV yang normalb. Edema ekstermitas bawah berkurang
Intervensi :a. Observasi KU dan TTV
Rasional :Mengetahui keaadaan pasien agar dapat melakukan tindakan selanjutnya
b. Anjurkan pasien untuk berlatih berdiri dan berjalanRasional :agar edema pada ekstremitas bawah pasien berkurang
c. Kolaborasi dalam pemberian obatRasional :mempercepat proses penyembuhan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru – paruTujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien dapat teratasiKriteria Hasil :
a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normalb. Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi pasien.
b. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan
60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk nafas dalam yang efektif
Rasional :
Memberikan rasa nyaman saat pasien menarik nafas
b. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat
hiponia
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai
dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
Dx 1 : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhiDx 2 : Nyeri dapat berkurang / hilangDx 3 : tidak terjadi intoleransi aktivitasDx 4 : Kerusakan integritas kulit dapat teratasiDx 5 : pompa jantung berkurangDx 6 : gangguan pola nafas dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran
EGC,;1995
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGCPrice, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC,
JakartaSmeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi 8
Volume 2. EGC, Jakarta.Karamhamzal. 2012. Reumatic Hearth
Disease( dalam :http://karamhamzal.blogspot.com/2012/07/reumatoid-heart-disease-rhd.html) diakses pada tanggal 23 November 2013, pkl. 19.00 wita.