RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2018 Grafik. 13 Inflasi Beras Grafik 14. Inflasi dan Harga Beras Panen...
Transcript of RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2018 Grafik. 13 Inflasi Beras Grafik 14. Inflasi dan Harga Beras Panen...
1
Inflasi April Tetap Terkendali
INFLASI IHK
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2018 tetap terkendali dan berada dalam
kisaran sasaran inflasi. Inflasi IHK pada April 2018 tercatat sebesar 0,10% (mtm), melambat dari
bulan lalu sebesar 0,20% (mtm)1 (Tabel 1). Melambatnya inflasi IHK tersebut disebabkan oleh deflasi
kelompok volatile foods dan melambatnya inflasi kelompok inti di tengah meningkatnya inflasi
administered price (Grafik 1). Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan bulan April, inflasi IHK
tercatat sebesar 1,09% (ytd). Secara tahunan inflasi IHK mencapai 3,41% (yoy), relatif sama dengan
bulan lalu sebesar 3,40% (yoy), masih berada dalam kisaran sasaran inflasi (Grafik 2).
Tabel 1. Disagregasi Inflasi April 2018
Grafik 1. Disagregasi Sumbangan Inflasi Bulanan Grafik 2. Disagregasi Inflasi Tahunan
Secara spasial, inflasi bulanan tertinggi terjadi di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Tingginya inflasi KTI terutama didorong oleh tingginya inflasi di wilayah Kalimantan yang sebesar
0,24% (mtm), sementara inflasi Balnusra dan Mapua sejalan dengan nasional yaitu masing-masing
sebesar 0,10% (mtm) dan 0,09% (mtm). Inflasi di kawasan Jawa dan Sumatera tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan nasional, masing-masing sebesar 0,07% (mtm) dan 0,06% (mtm). Inflasi yang
rendah di wilayah Jawa disumbang dari deflasi di Jawa Barat sebesar 0,04% (mtm), inflasi di Jateng
1 Angka tersebut lebih rendah dibandingkan proyeksi sebesar 0,23% (mtm), meski lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
inflasi IHK bulan April empat tahun terakhir yaitu deflasi sebesar 0,01% (mtm).
RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2018 Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP)
2
sebesar 0,004% (mtm), dan inflasi di DKI Jakarta sebesar 0,06% (mtm). Sementara itu, rendahnya
inflasi di wilayah Sumatera didorong oleh deflasi di beberapa wilayah seperti Kepulauan Riau (-0,29%,
mtm), NAD (-0,26%, mtm), dan Lampung (-0,02%, mtm). Secara nasional, provinsi yang mengalami
inflasi tertinggi terjadi di Sulawesi Utara (1,09%, mtm), Sulawesi Tengah (0,76%, mtm), dan Papua
Barat (0,66%, mtm). Sementara itu, deflasi terdalam terjadi di Maluku (-0,69%), (Gambar 1).
Secara tahunan, perkembangan realisasi inflasi April 2018 di berbagai daerah secara agregat
masih dalam rentang sasaran inflasi nasional 2018 sebesar 3,5%±1%. Pada bulan April 2018,
inflasi di KTI tercatat sebesar 2,95% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 3,41% (yoy).
Sementara itu kawasan Jawa dan Sumatera mencatat inflasi lebih tinggi dari nasional, yakni masing-
masing sebesar 3,42% (yoy) dan 3,82% (yoy) (Gambar 2). Gambar 1. Peta Inflasi Daerah, April 2018 (% mtm)
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Nasional: 0,10%
Gambar 2. Peta Inflasi Daerah, April 2018 (% yoy)
Inflasi Nasional: 3,41%
Sumber: BPS, diolah
Gambar 1. Peta Inflasi Daerah Bulanan Gambar 2. Peta Inflasi Daerah Tahunan
Ke depan, inflasi tahun 2018 diperkirakan tetap berada pada sasaran inflasi, yaitu 3,5%±1%.
Dengan perkembangan terkini, inflasi IHK tahun 2018 diperkirakan sebesar 3,5% (yoy)2. Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat, terutama
sebagai antisipasi risiko meningkatnya inflasi volatile food.
INFLASI INTI Terkendalinya inflasi IHK pada April 2018 didukung oleh tetap rendahnya inflasi inti. Secara
bulanan inflasi inti tercatat sebesar 0,15% (mtm)3, melambat dibandingkan bulan lalu sebesar 0,19%
(mtm) (Tabel 1). Melambatnya inflasi inti pada bulan ini disumbang oleh kelompok traded dan non
traded (Grafik 3). Secara tahunan, inflasi inti kembali meningkat secara terbatas, yakni dari 2,67%
(yoy) pada bulan lalu menjadi 2,69% (yoy) yang didorong oleh meningkatnya inflasi kelompok traded.
Terkendalinya inflasi inti hingga April 2018 tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia
dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi inflasi.
Inflasi inti kelompok traded masih melanjutkan tren kenaikan. Secara bulanan inflasi inti traded
menurun dari 0,20% (mtm) menjadi 0,17% (mtm) terutama didorong oleh penurunan inflasi
kelompok non makanan. Perlambatan tersebut sejalan dengan minimalnya tekanan depresiasi pada
April 2018 yang hanya sebesar 0,36% (mtm) dari 1,16% (mtm) pada bulan lalu. Namun demikian,
peningkatan inflasi komoditas emas perhiasan menahan perlambatan laju inflasi inti traded non
makanan lebih lanjut. Komoditas emas perhiasan pada April 2018 mencatat kenaikan inflasi sebesar
2 Proyeksi Bank Indonesia April 2018. 3 Angka tersebut juga sedikit lebih rendah dari rata-rata inflasi inti bulan April empat tahun terakhir sebesar 0,19% (mtm)
maupun proyeksi Bank Indonesia April 2018 sebesar 0,25% (mtm).
3
1,25% (mtm) dari 0,66% (mtm) bulan lalu, searah dengan kenaikan harga komoditas emas global.
Sementara itu, kelompok inflasi inti traded makanan melanjutkan tren peningkatan menjadi 2,5%
(mtm) dari 1,93% (mtm) pada bulan lalu, searah dengan kenaikan indeks harga impor pangan pada
April 2018. Secara tahunan, inflasi inti traded masih melanjutkan tren kenaikan sejak September 2017
menjadi sebesar 2,40% (yoy) seiring perkembangan harga global dan nilai tukar rupiah (Grafik 4).
Depresiasi rupiah meningkat secara tahunan, yakni dari 3,11% (yoy) pada Maret menjadi 3,80% (yoy)
pada April. Begitupula inflasi komoditas global (IHIM) meningkat dari 3,85% (yoy) menjadi 4,26%
(yoy).
Grafik 3. Inflasi Inti Traded – Non Traded (mtm) Grafik 4. Inflasi Inti Traded dan IHIM
Sementara itu, inflasi inti non traded masih melanjutkan tren perlambatan. Inflasi inti non traded
pada bulan ini menurun dari 0,18% (mtm) menjadi 0,14% (mtm) terutama bersumber dari upah
tukang bukan mandor yang melanjutkan perlambatan sejak awal tahun (Grafik 5). Sementara itu,
peningkatan inflasi kontrak rumah pada bulan April 2018 menahan perlambatan inflasi inti nontraded
lebih lanjut. Inflasi kontrak rumah meningkat tajam pada April 2018 sebesar 0,72% (mtm) dari 0,03%
(mtm) bulan lalu, berbeda dengan pola historisnya. Perkembangan ini ditengarai disebabkan oleh
tertahannya kenaikan kontrak rumah sejak awal tahun 2018 (Grafik 6). 4 Secara tahunan, inflasi inti
non traded masih melanjutkan tren perlambatan sejak awal tahun 2017 menjadi sebesar 2,92% (yoy)
karena berlalunya dampak kenaikan inflasi pulsa ponsel dan sewa rumah di awal tahun 2017 (Grafik
7). Perlambatan kelompok non traded tersebut juga sejalan dengan perlambatan inflasi jasa yang
bersumber dari kelompok komunikasi (pulsa ponsel) dan perumahan (sewa rumah) (Grafik 8).
Grafik 5. Inflasi Tukang Bukan
Mandor (mtm) Grafik 6. Inflasi Kontrak Rumah (mtm & ytd)
4 Secara tahunan, kenaikan inflasi kontrak rumah hingga Maret 2017 adalah sebesar 0,66% (ytd), sementara hingga Maret
2018 hanya sebesar 0,03% (ytd). Dengan kenaikan sebesar 0,72% (mtm) pada April 2018, maka secara ytd inflasi kontrak
rumah menjadi sebesar 0,75% (ytd) relatif sama dibandingkan 0,77% (mtm) pada April 2017.
4
Tekanan permintaan domestik terindikasi meningkat secara terbatas. Indikator demand sensitive
to inflation relatif stabil pada bulan ini di tengah berlanjutnya peningkatan indikator core flexible price
sejak September 2017 (Grafik 9).5 Tekanan permintaan yang masih terbatas ini tercermin dari
kenaikan pertumbuhan kredit konsumsi di tengah perlambatan pertumbuhan M2. Pertumbuhan kredit
konsumsi meningkat dari 11,16% (yoy) ke 11,50% (yoy) di bulan Maret 2018, sedangkan
pertumbuhan M2 kembali menurun dari 8,30% (yoy) menjadi 7,50% di bulan Maret 2018.
Grafik 9 Core Flexible Price dan Demand Sensitive to Inflation
Grafik 10. Ekspektasi Inflasi Concensus Forecast, CPI Sticky Price dan Core Sticky Price
Sementara itu, ekspektasi inflasi terindikasi stabil dan terjangkar dalam kisaran sasaran inflasi.
Terjangkarnya ekspektasi inflasi tahun 2018 dalam kisaran sasaran inflasi tercermin pada hasil survei
Consensus Forecast (CF) bulan April 2018 yang menurun dibandingkan hasil survei bulan lalu yakni
menjadi sebesar 3,60% dari 3,70% (average, yoy). Ekspektasi inflasi yang ditunjukkan oleh indikator
core sticky price6 di bulan April 2018 juga terlihat stabil sejak awal tahun 2018 (Grafik 10). Sementara
itu di sektor riil, ekspektasi inflasi 3 dan 6 bulan ke depan dari pedagang eceran dan konsumen terlihat
meningkat mengantisipasi kenaikan permintaan pada Ramadhan dan Idul Fitri 2018 dan kemudian
mengalami koreksi paska Ramadhan dan Idul Fitri (Grafik 11 dan Grafik 12).
Grafik 7. Inflasi Inti Traded dan Non Traded (yoy) Grafik 8. Komponen Inflasi Inti Jasa
5 Indikator demand sensitive to inflation terdiri dari komoditas inti non food pada keranjang IHK. Indikator core flexible price
terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang fluktuatif. Komoditas flexible price
memberikan informasi terkait kondisi perekonomian terkini.
6 Indikator core sticky price terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang stabil atau
cenderung tidak mengalami perubahan harga yang tidak signifikan. Komoditas sticky price lebih memberikan informasi terkait
dengan ekspektasi inflasi sehingga dapat menjadi proxy ekspektasi inflasi ke depan. Mayoritas komoditas sticky price
merupakan komoditas dari sektor manufaktur dan komoditas jasa.
5
Grafik 11. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 12. Ekspektasi Inflasi Konsumen
INFLASI VOLATILE FOOD
Secara bulanan kelompok volatile food mengalami deflasi seiring dengan meningkatnya
pasokan karena panen pada komoditas beras dan aneka cabai. Deflasi volatile food tercatat
sebesar 0,29% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu inflasi 0,15% (mtm), namun tidak
sedalam historisnya sebesar deflasi 1,12% (mtm) (Tabel 1). Deflasi bulan ini terutama bersumber
dari komoditas beras, cabai merah dan cabai rawit. Deflasi lebih dalam tertahan oleh inflasi bawang
merah, daging ayam ras dan telur ayam ras (Tabel 2).
Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food Maret 2018 (mtm)
Komoditas beras kembali mengalami deflasi setelah mengalami inflasi sejak bulan September
2017. Harga beras bulan April 2018 kembali turun yakni sebesar 1,91% (mtm). Deflasi tersebut tidak
sedalam deflasi bulan lalu sebesar 2,34% (mtm). Deflasi beras dalam dua bulan terakhir sejalan
dengan penurunan harga gabah di tingkat petani dan penurunan harga beras di tingkat penggilingan7
seiring berlangsungnya panen raya di hampir seluruh wilayah sentra (Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Sulawesi Selatan). Bulog juga melakukan Operasi Pasar sebesar 4.191 ton di bulan April
2018 sehingga sejak awal tahun Operasi Pasar telah mencapai sekitar 296.115 ton. Dengan
perkembangan tersebut, inflasi beras mencapai 7,41% (yoy) (Grafik 13) dan harga beras rata-rata
mencapai Rp11.851/kg (Grafik 14).
7 Pada bulan April 2018, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 4,22% (mtm) dan di tingkat penggilingan turun 4,16% (mtm). Harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani turun 4,22% (mtm) dan di tingkat penggilingan turun 3,66% (mtm). Harga beras di penggilingan untuk kualitas premium dan medium masing-masing turun 3,72% (mtm) dan 5,89% (mtm).
6
Grafik. 13 Inflasi Beras Grafik 14. Inflasi dan Harga Beras
Panen juga mendorong deflasi aneka cabai. Pada bulan ini, harga cabai merah dan cabai rawit
masing-masing turun sebesar 3,96% (mtm) dan 6,58% (mtm) seiring dengan memasuki masa panen.
Ketersediaan cabai merah pada bulan April 2018 diperkirakan mencapai 101.971 ton, lebih tinggi
dari bulan lalu yaitu 101.855 ton. Sementara itu, untuk cabai rawit, ketersediaan di bulan April
diperkirakan mencapai 78.955 ton, lebih tinggi dari bulan lalu yaitu 78.564 ton. Peningkatan
produksi aneka cabai tersebar di wilayah sentra yaitu di Kabupaten Garut, Cianjur, Magelang,
Temanggung, Wonosobo, Blitar, Lamongan, Tuban, Kediri, Malang, Simalungun, Tanah Datar, Rejang
Lebong, Buleleng dan Lombok Timur. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan, inflasi cabai
merah mencapai 44,18% (yoy) dengan level harga mencapai Rp44.238/kg, sedangkan cabai rawit
mengalami deflasi sebesar 24,31% (yoy) dengan level harga mencapai Rp37.367/kg, (Grafik 15 dan
16).
Grafik 15. Inflasi dan Harga Cabai Merah Grafik 16. Inflasi dan Harga Cabai Rawit
Kenaikan harga bawang putih tertahan setelah bertambahnya pasokan dari impor. Inflasi
bawang putih pada bulan ini mencapai 0,35% (mtm), mulai melambat setelah dua bulan berturut-
turut mengalami inflasi double digit yaitu 19,46% (mtm) pada bulan Februari dan 16,18% (mtm)
pada bulan Maret. Melambatnya inflasi bawang putih tercermin pada pasokan bawang putih di Pasar
Induk Kramat Jati yang terpantau meningkat yaitu sebesar 928 ton, lebih tinggi dari bulan lalu
sebesar 584 ton seiring dengan meningkatnya realisasi impor. Realisasi impor bawang putih dari
Januari hingga Maret 2018 tercatat sebesar 23.347 ton. Realisasi impor tersebut diperkirakan terus
meningkat seiring dengan adanya penambahan ijin impor8. Dengan perkembangan tersebut, secara
8 Pemerintah pada Februari telah memberikan ijin impor tahap pertama untuk 13 perusahaan dengan total kuota impor
sebesar 196 ribu ton. Pada tahap kedua yaitu per 18 April 2018, Pemerintah mengeluarkan ijin impor untuk 13 perusahaan
tambahan dengan kuota sebesar 100 ribu ton.
7
tahunan, bawang putih mengalami deflasi sebesar 14,95% (yoy) dengan level harga mencapai
Rp36.393/kg (Grafik 17).
Grafik 17. Inflasi dan Harga Bawang Putih Grafik 18. Inflasi dan Harga Bawang Merah
Sementara itu, inflasi bawang merah sejak bulan Februari 2018 masih berlanjut hingga bulan
April 2018 disebabkan oleh gangguan pasokan. Inflasi bawang merah bulan ini mencapai 12,92%
(mtm), lebih tinggi dari bulan lalu yaitu 8,69% (mtm), (Grafik 18). Curah hujan yang tinggi
menyebabkan tingginya level harga bawang merah bulan April 2018 yaitu sebesar Rp33.953/kg,
meningkat dibandingkan bulan lalu sebesar Rp28.381/kg. Kenaikan harga tersebut tercermin dari
pasokan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati yang mencapai 2.523 ton, lebih rendah dari
historisnya dalam empat tahun terakhir yaitu sebesar 2.586 ton.
Kenaikan inflasi daging ayam ras dan telur ayam ras seiring dengan meningkatnya
permintaan menjelang Ramadhan dan naiknya harga bibit ayam. Inflasi daging ayam dan telur
masing-masing mencapai 2,44% (mtm) dan 1,28% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan lalu yaitu
deflasi 0,55% (mtm) dan 1,89% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, harga daging ayam
mencapai Rp33.772/kg, di atas harga acuan Rp32.000/kg (Grafik 19). Begitu pula dengan harga telur
yang mencapai Rp22.429/kg, sedikit di atas harga acuan Rp22.000/kg (Grafik 20). Kenaikan harga
daging ayam dan telur selain didorong oleh pola seasonal menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN), juga disebabkan oleh meningkatnya harga bibit ayam (Day Old Chick, DOC). Harga DOC di
wilayah sentra mencapai Rp 5.500 - Rp 5.800/ekor, lebih tinggi dibanding normalnya sekitar Rp
4.500 - Rp 5.000 per ekor.
Grafik 19. Inflasi dan Harga Daging Ayam Ras
Grafik 20. Inflasi dan Harga Telur Ayam Ras
Secara tahunan, inflasi volatile food menunjukkan tren peningkatan sejak awal tahun 2018.
Inflasi volatile food bulan April 2018 mencapai 5,08% (yoy) terus meningkat dari akhir tahun 2017
sebesar 0,71% (yoy). Tren kenaikan inflasi volatile food terutama disumbang oleh komoditas beras dan
8
hortikultura karena keterbatasan pasokan. Tren kenaikan harga volatile food global juga turut
mendorong kenaikan inflasi volatile food domestik. (Grafik 21 dan 22).
Grafik 21. Sumbangan ytd Inflasi Pangan
Grafik 22. Harga Pangan Domestik dan Global
INFLASI ADMINISTERED PRICE
Secara bulanan inflasi kelompok administered prices meningkat yang didorong oleh bensin
dan rokok kretek filter. Kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 0,24% (mtm),
meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,20% (mtm), namun lebih rendah dibandingkan
historisnya sebesar 0,43% (mtm) (Tabel 1). Inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh
kenaikan harga bensin dan rokok kretek filter (Tabel 3). Kenaikan inflasi bensin merupakan dampak
lanjutan dari kenaikan harga Pertalite sebesar Rp200/liter pada bulan sebelumnya yaitu 24 Maret
2018. Kenaikan harga rokok kretek filter didorong oleh kenaikan cukai rokok yang mencapai
10,04%/tahun mulai 1 Januari 2018.
Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Price Maret 2018 (mtm)
Secara tahunan inflasi kelompok administered prices masih melanjutkan tren perlambatan
sejak Juli 2017. Pada April 2018, inflasi kelompok administered prices sebesar 4,04% (yoy), sedikit
melambat dari bulan sebelumnya yaitu 5,11% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong
perlambatan inflasi tarif listrik sejalan dengan berlalunya dampak kenaikan tarif listrik non subsidi
daya 900 VA pada tahun 2017. Di sisi lain, inflasi bensin dan solar mengalami kenaikan yang
bersumber dari bensin dan solar non subsidi seiring masih tingginya harga minyak dunia (Grafik 23
dan 24).
9
Grafik 23. Inflasi Komoditas Strategis AP Grafik 24. Harga BBK dan Minyak Dunia
Jakarta, 2 Mei 2018