RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

220
TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS GUSTI NYOMAN AYU SUKERTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

TESIS

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

GUSTI NYOMAN AYU SUKERTI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

TESIS

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

GUSTI NYOMAN AYU SUKERTI NIM 119016014

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

GUSTI NYOMAN AYU SUKERTI NIM 119016014

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 1 OKTOBER 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum. NIP 19561024 198303 1 002 NIP 19710318 199403 2 001

Mengetahui, Ketua Program Magister Linguistik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP 19620310 198503 1 005 NIP 19590215 198510 2 001

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 1 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No 1873/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 1 Oktober 2013 Ketua : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum. 2. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. 3. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. 4. Dr. I Putu Sutama, M.S.

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Gusti Nyoman Ayu Sukerti

Nim : 1190161014

Judul tesis : Relasi Gramatikal Bahasa Kodi : Kajian Tipologi Sintaksis

Menyatakan bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17 tahun 2010 dan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 3 Oktober 3013

Gusti Nyoman Ayu Sukerti

NIM 1190161014

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

yang telah membukakan jalan dan memberikan petunjuk bagi penulis sehingga

dapat merealisasikan cita-cita menuntut ilmu linguistik di jenjang Magister.

Keberhasilan penulis dalam memasuki dan akhirnya merampungkan jenjang ini

dibangun atas uluran tangan dan peranan krusial beberapa pihak. Tesis ini

didedikasikan untuk Alm. Bapak, I Gusti Nyoman Wartha dan Alm. Mamak,

Gusti Ketut Ayu yang kehadirannya senatiasa penulis rasakan selama masa-masa

perjuangan meraih gelar Magister. Kedua mendiang orang tua telah menjaga,

melindungi, dan menginspirasi penulis untuk tetap kuat dan fokus hingga pada

akhirnya mencapai titik akhir di jenjang ini.

Penulis ingin menyampaikan penghargaan mendalam kepada Dr. Yazid

Basthomi, M.A. yang telah menanamkan kepercayaan dan dukungan agar penulis

tidak berhenti mengejar strata ilmu yang lebih tinggi. Penghargaan mendalam

juga disampaikan kepada kedua pembimbing tesis yang penulis hormati, yaitu

Prof. Drs. I Ketut Artawa, Ph.D. dan Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum. yang

tidak hanya memberi arahan maksimal di bidang akademis, tetapi juga memberi

dukungan moral berupa semangat dan solusi bagi penulis ketika menghadapi

tantangan dalam proses merampungkan tesis. Rasa hormat dan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Kadek Yogi Susana karena telah menjadi partner yang

mendampingi, menguatkan, dan tidak kenal lelah mengingatkan penulis untuk

tetap bertanggung jawab dan berkomitmen menyelesaikan tahap penulisan tesis

dengan baik. Selanjutnya, penulis juga ingin mengucapkan penghargaan untuk

beberapa pihak yang telah banyak membantu perjalanan penulis selama

menempuh studi.

1. Rektor Universitas Udayana dan Direktur Pascasarjana Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum, Prof. Dr. Aron Meko Mbete, dan Dr.

Anak Agung Putra, M.Hum atas motivasi dan dukungannya selama penulis

mengadakan penelitian lapangan dan menyelesaikan proses penyusunan tesis.

3. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., Prof. Dr. I Ketut Dharma Laksana,

M.Hum., dan Dr. I Putu Sutama, M.S selaku tim penguji tesis yang telah

memberikan saran bagi peningkatan kualitas tesis penulis.

4. Para dosen pengampu mata kuliah mikro dan makro linguistik di program

Magister Linguistik Murni yang telah memberikan ilmu serta menempa lewat

tuntunan selama masa perkuliahan.

5. Pihak Dirjen Pendidikan Tinggi Pemerintah Indonesia karena telah memberi

bantuan melalui program Beasiswa Unggulan sehingga melancarkan jalan

penulis untuk meraih gelar Magister.

6. Keluarga besar penulis termasuk di antaranya Iwa, Kak Cu, Kak Mo, Mbok

Ima, Nyoman, Bli Tut dan Mbok Eka yang telah memberi restu, mendukung

secara moral dan mendoakan setiap keputusan serta langkah yang penulis

ambil di bidang akademis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk

para anggota keluarga yang lain karena telah memberikan kasih dan perhatian

selama penulis menempuh studi.

7. Truly Almendo Pasaribu, sahabat terbaik penulis karena telah berbagi suka

duka dan dengan tulus mendengarkan serta memberi pertimbangan atas

tantangan yang penulis hadapi selama studi. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih untuk Om Marulak Pasaribu, Tante Maryati

Leander dan Adik Sahat Yehosua Pasaribu di Solo karena tidak putus

mengirimkan doa untuk kemudahan dan kelapangan jalan penulis.

8. Kurnianing Mahardini dan Febrina Natalia sebagai sahabat-sahabat setia

yang tetap mentransfer semangat dan limpahan dorongan meskipun terpisah

jarak yang jauh.

9. Keluarga terkasih di Kodi Balagar, Bhapa monno Inya-nggu la Humba,

Bapak John dan Mama Yanche yang memberi tempat berlindung serta

dukungan selama penulis melakukan penelitian lapangan di Desa

Waimakaha. Bapak John selaku narasumber inti telah memberi bantuan besar

bagi kelancaran penulis selama mengumpulkan dan menganalisis data.

Terima kasih mendalam penulis ucapkan atas kesediaan waktu Bapak untuk

duduk selama berjam-jam menjawab pertanyaan yang penulis ajukan serta

mendampingi proses transkripsi data yang menguras energi dan konsentrasi.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih atas perhatian dan kasih sayang

Mama yang tulus sehingga penulis tidak merasa berada di tempat asing,

tetapi seperti berada di tengah-tengah keluarga sendiri.

10. Kak Yustinus Ghanggo Ate yang telah memberi uluran tangan dan semangat

yang tak pernah putus sejak penulis memulai tahap observasi awal hingga

tahap penulisan tesis. Adik Marcelinus Mahemba, Anton Mahemba, Daud,

Maria, Njaka dan keluarga besar di Kodi serta Waikabubak atas kehangatan

kasih dan dengan tangan terbuka membantu penulis selama berada di Sumba.

11. Bapak Hugo Warami, S.S, M.Hum yang telah memberi masukan bagi penulis

sejak tahap awal penyusunan proposal dan menyediakan waktu untuk

mendiskusikan aspek-aspek yang berkaitan dengan penelitian dan bidang

ilmu sintaksis.

12. Para staf di jurusan S2 Linguistik : Bu Agung, Bu Komang, Pak Ebuh, Pak

Sadra, dan Pak Ida Bagus yang telah dengan ramah dan sabar membantu

aspek administrasi perkuliahan.

13. Staf perpustakaan Linguistik : Bu Sumitri dan Bu Sukartini atas bantuan

dan pelayanan yang baik.

14. Teman-teman seangkatan di kelas Linguistik Murni 2011: Eka dan Reland

(rekan seperjuangan di Kodi dan tim sukses ujian), Sukadana sebagai Korti

yang telah membantu kelancaran proses informasi akademik, Pak Kadek,

Bang Oce, Putu, Gumana, NW, Uni Enzi, Bu Diah, Bu Luhur, Mbok Ayu,

Kikin, Nana, Denik dan Lanny. Terima kasih karena telah berbagi perjalanan

yang menyenangkan dan penuh cerita.

ABSTRAK

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

Bahasa Kodi merupakan salah satu bahasa daerah yang hidup di wilayah

Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Teori yang digunakan dalam menelaah fenomena kebahasaan bahasa Kodi (BK) dalam penelitian ini mencakup dua teori yang berbeda, yaitu teori tipologi oleh Dixon dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan oleh Van Valin, Jr. Salah satu ciri menonjol BK adalah termasuk ke dalam kelompok bahasa berpemarkah inti yang menggunakan acuan silang berupa klitik pronominal untuk memarkahi argumen pada verba. Tipe kasus yang dimarkahi oleh klitik pronominal bahasa Kodi meliputi kasus nominatif, akusatif, datif, dan genitif. Pronomina dan frasa nomina takrif yang diacu silang oleh klitik pronominal bersifat opsional karena kehadirannya berfungsi sebagai penekanan dan untuk menghindari ambiguitas.

Bahasa Kodi memiliki klitik pronominal keaspekan yang muncul dalam konstruksi keaspekan perfektif, imperfektif dan habitual. Klitik pronominal keaspekan bersesuaian dengan tipe serta jumlah argumen pengisi slot subjek. BK juga memiliki pemarkah multifungsi pa-, pemarkah antikausatif ma-, dan pemarkah penegas –ka. Argumen S pada klausa nonverbal dimarkahi dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif dan datif (PRED nominal), kasus nominatif (PRED adjektival), kasus datif dan genitif (PRED numeralia), dan tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. Dilihat dari pola pemarkahan argumen inti, secara umum BK memiliki pemetaan argumen inti bertipe prototipikal. Argumen S, A, dan O dimarkahi dengan klitik pronominal yang memarkahi kasus morfologis. Argumen predikat juga dapat dimarkahi oleh kluster klitik dengan tipe kasus morfologis datif-datif pada klausa transitif berargumen tiga dan genitif-datif pada klausa bermakna kepemilikan.

Pola pemarkahan argumen inti BK menunjukkan relasi gramatikal bertipologi akusatif. Argumen S dalam klausa intransitif verbal dimarkahi oleh klitik pronominal yang sama dengan argumen A pada klausa verba transitif yaitu klitik pronominal pemarkah kasus nominatif. Namun, terdapat konstruksi minor berupa konstruksi imperatif yang memperlihatkan pola pemarkahan ergatif dimana S dimarkahi sama dengan O. Konstruksi imperatif memarkahi pronomina persona kedua dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif. Argumen S dalam BK dimarkahi oleh klitik pronominal pemarkah kasus nominatif, akusatif, datif, dan genitif. Argumen A dimarkahi oleh klitik pronominal pemarkah kasus nominatif, akusatif, dan genitif. Argumen O diacu silang oleh klitik pronominal pemarkah kasus akusatif, datif, dan pemarkahan kosong. Pola pemarkahan argumen inti BK dipengaruhi faktor sintaktik berupa konstruksi keaspekan dan imperatif, serta faktor semantik berupa tipe semantik verba.

Kata kunci : bahasa Kodi, bahasa berpemarkah inti, relasi gramatikal.

ABSTRACT

GRAMMATICAL RELATION OF KODI LANGUAGE: A STUDY OF SYNTACTIC TYPOLOGY

Kodi language is one of local languages that lives in the area of Sumba

Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. There are two major theories applied in this study, i.e., theory of typology by Dixon and Role and Reference Grammar by Van Valin, Jr. As a typical head-marking language, Kodi language (referred to as KL hereafter) has extensive agreement or cross-referencing on heads such as verbs and nouns marked to agree with grammatical properties of their arguments including type and number of person. KL has pronominal clitic marking morphological cases including nominative, accusative, genitive and dative. Overt subject and object either in the form of pronomina or noun phrase can be omitted and the sentence is still perfectly grammatical, because the bound pronominals alone serve to indicate both a subject and an object. Overt subject and object are optional as they function to emphasize statement and to avoid ambiguity. KL has aspectual pronominal clitic found in perfective, imperfective, and habitual aspect constructions. KL has other syntactic markers including multifunctional marker pa-, anticausative marker ma-, and emphasizing markers –ka. Predicate in nonverbal clauses are constructed by noun, adjective, numeral and prepositional phrase. S argument in nonverbal clause is marked by pronominal clitic marking accusative and dative case (PRED nominal), nominative case (PRED adjectival), dative and genitive (PRED numeral), and zero marking for PRED of prepositional phrase. KL shows a prototypical mapping in marking the core arguments. S, A, and O are marked by pronominal clitic with particular morphological cases. Arguments can be cross-referenced by clitic cluster including dative-dative cases for three-argument-clauses and genitive-dative cases for clauses with predicate of possession. The patterns of core argument marking in KL shows that typologically, KL belongs to accusative language. S argument in intransitive verb and A argument in transitive verb are marked by pronominal clitic marking nominative case. However, there exists a minor construction showing ergative marking in which S is marked the same way as O. This marking is found in imperative construction where agent is marked by pronominal clitic marking accusative case. S argument is marked by pronominal clitis with four different case markings including nominative, accusative, genitive, and dative. A argument is marked by pronominal clitic marking nominative, accusative and genitive cases. O argument is cross-referenced by pronominal clitic marking accusative, dative and zero marking. This variation is due to synctactic factors including aspectual and imperative construction and semantic factor determined by semantic type of verbs. Keywords : Kodi language, head-marking language, grammatical relation.

DAFTAR ISI Halaman

SAMPUL DALAM…………………………………………………………………

PRASYARAT GELAR……………………………………………………………..

LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………..

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………………..

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………………..

UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………………..

ABSTRAK …………………………………………………………………………

ABSTRACT………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………......

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..

DAFTAR LAMBANG……………………………………………………………..

DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………...

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………

i

ii

iii

iv

v

vi

x

xi

xii

xvi

xviii

xix

xx

xxii

1

1

7

8

9

1.4.1 Manfaat Teoretis…………………………………………………………...…

1.4.2 Manfaat Praktis ………………………………………………………………

1.5 Ruang Lingkup…………………………………………………………………

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN………………………………………………………………………

2.1 Kajian Pustaka ………………………………………………………………….

2.2 Konsep………………………………………………………………………….

2.2.1 Linguistik Tipologi…………………………………………………………...

2.2.2 Bahasa Kodi…………………………………………………………………..

2.2.3 Keintian……………………………………………………………………….

2.2.4 Klitik………………………………………………………………………….

2.2.5 Argumen Inti………………………………………………………………….

2.2.6 Relasi Gramatikal …………………………………………………………….

2.3 Landasan Teori …………………………………………………………………

2.3.1 Teori Tipologi Bahasa ………………………………………………………

2.3.2 Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan ………………………………………… 2.4 Model Penelitian ……………………………………………………………….

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………..

3.1 Pendekatan Penelitian …………………………………………………………

3.2 Lokasi Penelitian ……………………………………………………………….

9

10

10

12

12

20

20

20

21

21

22

22

23

24

29

40

41

41

41

3.3 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………………..

3.4 Instrumen Penelitian ………………………………………………………….

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……………………………………..

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data……………………………………………

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data…………………………..

BAB IV STRUKTUR KLAUSA DASAR BAHASA KODI………………….

4.1 Pengantar ………………………………………………………………………

4.2 Sistem Pemarkah Bahasa Kodi ……………………………………………..

4.2.1 Klitik Pronomina ……………………………………………………………

4.2.2 Pemarkah Keaspekan ……………………………………………………..

4.2.2.1 Keaspekan Perfektif ……………………………………………………. 4.2.2.2 Keaspekan Imperfektif …………………………………………………. 4.2.2.2.1 Keaspekan Imperfektif Progresif ……………………………………… 4.2.2.2.2 Keaspekan Imperfektif Habitual ……………………………………… 4.2.3 Pemarkah pa- ……………………………………………………………. 4.2.4 Pemarkah ma- …………………………………………………………….

4.2.5 Pemarkah ka- ………………………………………………………………..

4.3 Konstruksi Klausa Dasar Bahasa Kodi ……………………………………...

4.3.1 Klausa Berpredikat Nonverbal …………………………………………….

4.3.1.1 Klausa Berpredikat Nominal ……………………………………………

4.3.1.2 Klausa Berpredikat Adjektival ………………………………………..

42

45

46

48

53

55

55

56

58

75

77

82

82

87

93

105

106

109

113

113

118

4.3.1.3 Klausa Berpredikat Numeralia ………………………………………….

4. 3.1.4 Klausa Berpredikat Frasa Preposisional ……………………………….…

4.3.2 Klausa Berpredikat Verbal ………………………………………………..

4.3.2.1 Klausa Intransitif ……………………………………………………….

4.3.2.2 Klausa Transitif …………………………………………………………

BAB V RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI ………………………….. 5.1 Pengantar …………………………………………………………………..

5.2 Argumen Inti Bahasa Kodi…………………………………………………

5.3 Kelas {Subjek, Agen} Bahasa Kodi ……………………………………….

5.4 Objek Bahasa Kodi ……………………………………………………….

5.5 Pola Acuan Koreferensial Argumen Inti dalam Bahasa Kodi ………….

5.6 Bahasa Kodi sebagai Bahasa Bertipologi Akusatif ……………………

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 6.1 Simpulan …………………………………………………………………… 6.2 Saran ………………………………………………………………………. Daftar Pustaka …………………………………………………………………. Daftar Lampiran …………………………………………………………………

122

124

126

126

127

133

133

134

135

142

159

169

178

178

181

182

185

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti …………………………………………..

2.2 Pola Pemarkahan Terpilah …………………………………………………..

2.3 Herarki Nominal …………………………………………………………

2.4 Organisasi Role and Reference Grammar ………………………………

2.5 Oposisi Universal Struktur Klausa ……………………………………….

2.6 Komponen Struktur Lapis Klausa ………………………………………

2.7 Representasi Formal Struktur Lapis Klausa ………………………………….

2.8 Struktur Lapis Klausa dengan Proyeksi Konstituen dan Operator ………

3.1a Struktur Data (3.1a) …………………………………………………..

3.1b Struktur Data (3.1b) ……………………………………………………

4.1 Representasi Formal Data (4.21a) ………………………………………

4.2 Representasi Formal Data (4.21b) ………………………………………..

4.3 Representasi Formal Data (4.23a) ………………………………………….

4.4 Representasi Formal data (4.26)………………………………………….

4.5 Representasi Formal Data (4.30) ………………………………………..

4.6 Representasi Formal Data (4.34) ………………………………………..

4.7 Representasi Formal Data (4.37) ……………………………………………

4.8 Representasi Formal Data (4.41) ………………………………………..

4.9 Representasi Formal Data (4.78) ………………………………………..

4.10 Representasi Formal Data (4.81) ………………………………………..

26

27

28

30

31

32

33

36

50

50

69

70

73

78

80

84

86

88

111

114

4.11 Representasi Formal Data (4.87)………………………………………..

4.12 Representasi Formal (4.89) …………………………………………….

4.13 Representasi Formal Data (4.106) ……………………………………..

4.14 Representasi Formal Data (4.113) ……………………………………..

4.15 Representasi Formal Data (4.118) ………………………………………

4.16 Representasi Formal Data (4.122) ………………………………………

117

120

123

125

128

130

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Unit Semantik yang Mendasari Unit Sintaktik pada Struktur

Berlapis Klausa ………………………………………………………….

4.1 Relasi Sintaksis antara Inti dan Argumen Terikatnya (Tallerman, 2011:123) …………………………………………………. 4.2 Daftar Pronomina Bahasa Kodi …………………………………………. 4.3 Paradigma dan Kasus Klitik Pronominal Bahasa Kodi ………………….. 4.4 Daftar Klitik Keaspekan Bahasa Kodi …………………………………..

4.5 Pola Pemarkahan ArgumenS dalam Konstruksi Keaspekan …………….

4.6 Representasi Struktur Lapis Klausa Data (4.94)…………………………

5.1 Argumen S dalam Klausa Intransitif Berpredikat Nonverbal BK ………

5.2 Argumen S dalam Klausa Intransitif Berpredikat Verbal BK ………….

5.3 Argumen S dalam Verba Transitif BK …………………………………

32

56

59

61

76

92

111

175

175

176

DAFTAR LAMBANG

[…] : tanda pengapit bunyi fonetik

* : struktur yang tidak berterima

‘ ‘ : terjemahan bahasa Indonesia

Ø : pemarkah kosong

DAFTAR SINGKATAN

1T : Pronomina Persona Pertama Tunggal

2T : Pronomina Persona Kedua Tunggal

3J : Pronomina Persona Ketiga Jamak

ADV : Adverbia

Ak : Akusatif

ANTIKAUS : Anti Kausatif

AP : Adposisi

ARG : Argumen

ART : Artikel

Asp.1T : Klitik Aspek Orang Pertama Tunggal

Asp. 1Jink : Klitik Aspek Orang Pertama Inklusif

Asp.3T : Klitik Aspek Orang Ketiga Tunggal

BEN : Benefaktif

CLF : Classifier

DEM : Demonstrativa

DET : Determiner

DO : Diatesis Objektif

FN : Frasa nominal

FP : Frasa preposisional

HAB : Habitual

IMPERF : Imperfektif

KAUS : Kausatif

KONJ : Konjungsi

Nm : Nominatif

NUK : Nukleus

P.def : Pemarkah definit

Pen : Penegas

PERF : Perfektif

PRED : Predikat

Prep : Preposisi

PRO : Pronomina

PROG : Progresif

REF : Reflektif

REL : Relatif

RESIP : Resiprokal

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Korpus Data …………………………………………………….. 185

Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian …………………………………………. 203

Lampiran 3 Peta Pengelompokan Rumpun Bahasa Melayu Polinesia ……… 204

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian Lapangan ……………………………... 205

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa Kodi (selanjutnya disebut BK) merupakan salah satu bahasa yang

hidup di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur dan memegang

fungsi sosial religius yang penting dalam tataran kehidupan guyub tuturnya. BK

tergolong bahasa praaksara, yaitu bahasa lisan yang belum memiliki sistem

ortografi. Penggunaan BK secara tertulis hanya mencakup sebagian kecil

kepustakaan seperti cerita rakyat yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia. Dilihat dari aspek rumpun bahasa, BK termasuk ke dalam rumpun

bahasa Melayu Polinesia Tengah-Timur (Shibatani, 2005:2) dan digunakan oleh

penutur yang bermukim di empat kecamatan di Sumba Barat Daya, yaitu

Kecamatan Kodi, Kodi Utara, Kodi Bangedo, dan Kodi Balagar. Selain itu, BK

juga merupakan bagian dari subkelompok bahasa Bima-Sumba. Syamsudin

(1996) menyatakan bahwa bahasa Bima-Sumba terdiri atas tripilah subkelompok

yang meliputi (a) bahasa Bima dan Komodo, (b) bahasa Manggarai, Ngada, yang

terdiri atas Manggarai dan Ngada-Lio, dan (c) bahasa Sumba dan Sawu.

Berdasarkan sudut pandang pengelompokan bahasa, beberapa penelitian

dalam bidang linguistik historis komparatif ada yang mengelompokkan BK

sebagai sebuah dialek dari bahasa Sumba dan ada pula yang menyebutnya sebagai

sebuah bahasa yang berbeda. Penelitian tersebut meliputi penelitian yang

dilakukan oleh Syamsudin (1996), Djawa (2000), Budasi (2007), dan Putra

(2007). Namun, merujuk pada penelitan Budasi (2007), bahasa Kodi dalam

penelitian ini dipandang sebagai sebuah bahasa tersendiri. Budasi menyimpulkan

bahwa ketujuh isolek Sumba yang dibandingkan dalam penelitiannya ternyata

masing-masing berstatus sebagai bahasa berkerabat yang berbeda. Garis silsilah

kekerabatan bahasa-bahasa Sumba memperlihatkan bahasa-bahasa di Sumba

membentuk satu kelompok bahasa, yaitu kelompok Sumba yang dipertalikan pada

persentase kognat sebesar 58%. Selain itu, berdasarkan observasi lapangan yang

telah dilakukan peneliti, tidak muncul adanya saling kesepahaman (mutual

intelligibility) ketika penutur BK berkomunikasi dengan penutur dari daerah lain.

Penelitian ini mengangkat bahasa Kodi yang digunakan sehari-hari sebagai

objek penelitian. Topik berupa tipologi relasi gramatikal dipilih karena sejauh ini

penelitian sintaksis dengan objek data BK dalam ruang lingkup yang sama belum

dilakukan. Dilihat dari tataran tipologi bahasa, bahasa Kodi beserta beberapa

bahasa lain yang hidup di kawasan timur Indonesia telah dipetakan oleh Shibatani

(2008) dalam sebuah proyek penelitian mencakup pemetaan konstruksi perelatifan

dan sistem fokus. Penelitian tersebut memberikan gambaran yang signifikan

mengenai konstruksi sintaksis bahasa Kodi dan memicu ketertarikan peneliti

untuk menggali secara terperinci relasi gramatikal1 yang dimiliki BK dengan

pendekatan kajian tipologi bahasa. Oleh sebab itu, peneliti mengangkat secara

khusus salah satu lingkup gramatika yang dimiliki BK, yaitu berupa relasi

1 Istilah relasi gramatikal mengacu pada Dixon (1994 dan 2010). Beberapa linguis yang lain

mengacunya dengan istilah ‘fungsi sintaktik’ (Falk, 2006) atau ‘peran sintaktik’ (Croft, 2001)

gramatikal sebagai topik penelitian untuk menjabarkannya secara lebih mendalam

dan tuntas.

Beberapa penelitian lain yang mengangkat BK sebagai objek analisisnya

meliputi penelitian di bidang antropologi oleh Hoskins (1993) dalam buku

berjudul The Play of Time: Kodi Perspectives on Calendars, History and

Exchange. Pada tahun berikutnya Hoskins kembali menerbitkan buku berjudul

Biographical Objects: How Things Tell the Stories of People’s Lives yang

didasarkan pada disertasinya. Penelitian-penelitian terdahulu dengan objek kajian

BK belum menyentuh aspek gramatika secara khusus sehingga menekankan

perlunya diadakan penelitian di bidang tata bahasa agar BK memiliki dokumentasi

yang nantinya akan dapat dijadikan rujukan untuk lingkup penelitian yang sama,

yaitu bidang sintaksis. Selain itu, juga membantu melestarikan dan mencegah

ketergerusan BK di tengah desakan bahasa-bahasa lain.

BK memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan bahasa

daerah lainnya. Salah satu ciri yang menonjol adalah BK termasuk ke dalam

kelompok bahasa berpemarkah inti (head marking language). Bahasa yang

tergolong pemarkah inti kaya akan bentuk klitik pronomina yang dimarkahi pada

inti klausa atau verba dan memiliki sedikit pemarkah kasus pada frasa nomina

(FN). Pada bahasa berkategori bahasa berpemarkah inti, acuan silang

(crossreferen) digunakan untuk memarkahi argumen inti predikat. Verba

(ditambah dengan pemarkah pronominalnya) biasanya mewakili sebuah kalimat

yang utuh. Pola ‘pemarkah inti’ dinyatakan sebagai pola yang banyak muncul

pada bahasa Amerindian dan menurut Van Valin, Jr. (1987:329) pemarkah inti

merupakan pola dominan bahasa di Amerika Utara dan Selatan dan sub-Sahara

Amerika. Di samping itu, juga ditemukan pada bahasa di Eropa, Australia, dan

New Guinea. Persamaan karakteristik yang dimiliki oleh bahasa-bahasa tersebut

menekankan bahwa secara struktural, bahasa memiliki unsur universal yang dapat

ditemukan pada lintas bahasa.

Shibatani (2005: 8) menyatakan bahwa terdapat sebuah pola umum dalam

perkembangan bahasa dari wilayah barat hingga timur Indonesia. Bahasa yang

hidup di wilayah timur cenderung memiliki sistem klitik yang lebih kaya.

Fenomena kebahasaan ini juga dapat ditemukan dalam struktur BK. Argumen inti

dari predikat BK dimarkahi oleh klitik pronomina dalam bentuk proklitik dan

enklitik. Klitik pronomina memarkahi argumen predikat, baik pada klausa

intransitif maupun transitif. Kehadiran klitik pronomina ini dipengaruhi oleh frasa

nomina yang diacunya. Klitik dalam bahasa Kodi termasuk ke dalam pronomina

terikat (dependent pronouns) yang memiliki karakteristik seperti pronomina,

tetapi tidak dapat muncul sebagai satuan lingual yang bebas. Frasa nomina yang

lengkap disertakan untuk fungsi penekanan acuan silang dan menghindari

interpretasi yang bersifat ambigu. Selain bersesuaian dengan tipe dan jumlah

persona argumen inti, klitik pronomina BK juga membawa informasi kasus

morfologis, yaitu kasus nominatif, akusatif, genitif, dan datif yang menekankan

peran tematik argumen inti. Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif hadir

dalam bentuk proklitik, sedangkan ketiga kasus yang lainnya hadir dalam bentuk

enklitik. Contoh acuan silang yang memperlihatkan penggunaan klitik pronomina

berupa proklitik ku- dan na- serta enklitik -ya dalam konstruksi BK ditampilkan

dalam pemerian berikut ini.

(1.1) Yayo ku-opi-ya a kapabalo 1T 1TN-hapus-3TA ART papan ‘Saya menghapus papan’ (1.2) Dhiyo na-roho-ya a ghurro 3T 3TN-gosok-3TA ART periuk ‘Dia menggosok periuk’

Klausa transitif BK pada contoh (1.1--1.2) menunjukkan bahwa verba

BK dimarkahi oleh klitik pronomina sebagai pemarkah argumen yang berbeda

tergantung pada jenis dan jumlah persona berupa subjek serta objek argumen

verbanya. Kasus morfologis yang memarkahi klitik pronomina dilambangkan

dengan glos berformat subskrip nominatif (N) dan akusatif (A). Klitik pronomina

ini memiliki tata urutan yang fleksibel sehingga tidak selalu melekat langsung

pada induk (host). Klitik pronomina ini dapat disisipi atau muncul sebelum

pemarkah lain, misalnya pemarkah kausatif pa- seperti pada contoh (1.3--1.4).

(1.3) Ahetu a-pa-beleko-ni a lara 3J 3JN-KAUS-lebar-3TD ART jalan

‘Mereka memperlebar jalan ’

(1.4) Dhiyo na-pa-katappa-ni a kahihi 2T 2TN-KAUS-kecil-3TD ART baju ‘Dia memperkecil baju ’

Pola pemarkahan argumen inti BK juga menunjukkan pola nonkanonis

seperti yang terlihat pada data (1.3--1.4). Satu-satunya argumen objek dalam

konstruksi yang dibangun oleh predikat kausatif tidak diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif, tetapi diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus datif. Pola pemarkahan ini menunjukkan bahwa BK memiliki

variasi pemarkahan objek yang menarik untuk ditelaah. Jika dilihat dari tipe

predikatnya, BK memiliki klausa nonverbal yang terdiri atas klausa berpredikat

nominal, adjektival, numeralia, dan frasa preposisional. Argumen subjek (S) pada

klausa nonverbal dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif dan

datif (PRED nominal), berkasus nominatif (adjektival), berkasus datif dan genitif

(numeralia), dan tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa

preposisional.

(1.5) Dhiyo guru-ya 3T guru-3TA ‘Dia seorang guru’

(1.6) Iyiya bangga na-bokolo DEM anjing 3TN-besar ‘Anjing ini besar’

(1.7) Ana-na iha-ni

Anak-3TG satu-3TD

‘Anaknya satu’ (1.8) A bangga la kambu karohi ART anjing PREP bawah kursi ‘Anjing itu di bawah kursi’

Predikat dalam bahasa Kodi juga disusun oleh unsur verbal dan dibedakan

menjadi klausa intransitif dan transitif yang dijabarkan menjadi klausa berpredikat

verba ekatransitif dan ditransitif.

(1.9) Dhiyo na-halako 3T 3TN-jalan ‘Dia berjalan’ (1.10) Yayo ku-kalete-ya a ndara 1T 3JN-tunggang-3TA ART kuda ‘Mereka menunggang kuda’

(1.11) Inya na-kahi-ngga yayo kahihi bayo Ibu 3TN-beli-1TD 1T baju baru ‘Ibu membelikan saya baju baru’

Paradigma klitik pronomina pemarkah kasus morfologis yang mengacu silang

kepada argumen inti subjek, agen dan objek dalam konstruksi klausa intransitif

dan transitif BK menunjukkan pola pemarkahan argumen inti bertipe prototipikal.

Fenomena ini menarik untuk ditelaah lebih dalam untuk melihat perilaku

pemarkahan tersebut sehingga ditemukan tipologi relasi gramatikal BK.

Mengingat aspek sintaksis bahasa Kodi belum diteliti secara mendalam oleh

peneliti lain, telaah mengenai karakteristik sintaksis berupa relasi gramatikal dapat

menunjukkan kekhasan BK jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di nusantara.

Dengan demikian, profil gramatikal BK kemudian dapat dijadikan acuan untuk

mengkaji tataran linguistik lain terutama dalam lingkup tata bahasa. Berdasarkan

pendapat Dixon (1994:74), fungsi esensial sebuah bahasa adalah untuk

menyampaikan makna; tata bahasa hadir untuk mengkodekan makna. Penelitian

di bidang tata bahasa ini bertujuan untuk memetakan secara khusus tipologi relasi

gramatikal bahasa Kodi serta menelaah motivasi sintaksis dan semantis yang

melatarbelakanginya.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian yang telah disajikan pada latar belakang menggambarkan bahwa

fenomena kebahasaan bahasa Kodi terutama pola pemarkahan argumen inti

menarik untuk diteliti. Berdasarkan fenomena tersebut, permasalahan dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimanakah sistem pemarkah dalam bahasa Kodi?

2) Bagaimanakah konstruksi klausa dasar bahasa Kodi?

3) Bagaimanakah tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini berkaitan dengan

tujuan yang berpijak pada dimensi teori, sedangkan tujuan khusus mencakup

tataran bahasa yang diangkat sebagai objek penelitian. Tujuan umum penelitian

ini adalah memperkaya wawasan kajian sintaksis bahasa Kodi dengan membahas

fenomena kebahasaan dari segi tipologi relasi gramatikal. Pembahasan ini

diharapkan dapat memberikan pemetaan yang komprehensif mengenai sistem

gramatika BK sebagai salah satu bahasa rumpun Melayu Polinesia Tengah-Timur

yang hidup di wilayah timur Indonesia.

Dilihat dari segi teoretis, tujuan umum penelitian ini adalah memaparkan

penerapan teori tipologi oleh Dixon (2010) dalam menelaah tipologi relasi

gramatikal BK dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan oleh Van Valin, Jr (2005)

dalam menjelaskan konstruksi struktur lapis klausa BK sebagai bahasa yang

tergolong bahasa berpemarkah inti. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk

memberikan sumbangan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Penelitian yang

berfokus pada bidang sintaksis BK ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan kajian BK ini ke arah yang berbeda atau

menggali tataran linguistik lain yang tidak tercakup dalam ruang lingkup

penelitian ini. Tujuan khusus yang ingin dicapai dirancang sejalan dengan

rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini meliputi beberapa hal berikut.

1) Menganalisis sistem pemarkah bahasa Kodi

2) Menganalisis konstruksi klausa dasar bahasa Kodi

3) Menganalisis tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat

praktis yang masing-masing diharapkan dapat diterapkan secara maksimal. Kedua

manfaat tersebut diuraikan dalam penjelasan berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan

acuan dasar dalam usaha memeroleh pengetahuan dan pemahaman yang

berhubungan dengan tipologi bahasa khususnya relasi gramatikal. Hasil penelitian

ini dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan fenomena khas yang muncul pada BK

dan membandingkan kedudukan BK pada tataran sintaksis dengan bahasa-bahasa

daerah lain terutama yang termasuk dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia

Tengah-Timur. Di samping itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai deskripsi

penerapan teori tipologi dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan dalam menelaah

relasi gramatikal bahasa nusantara khususnya bahasa dengan karakteristik seperti

bahasa Kodi.

1.4.2 Manfaat Praktis Ditinjau dari tataran manfaat praktis, penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu sarana dokumentasi aspek tata bahasa BK sehingga dapat

memberikan acuan bagi para pihak yang tertarik untuk mendalami sintaksis BK

dengan topik penelitian yang berbeda. Dalam ranah pendidikan dan pengajaran,

penelitian ini juga dapat dimanfaatkan secara intensif untuk menyusun bahan ajar

muatan lokal karena BK belum memiliki dokumen gramatika tertulis yang

lengkap dan komprehensif. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan

rangsangan positif bagi para penutur BK dalam usaha mempertahankan bahasanya

sehingga dapat memiliki kedudukan yang sejajar dengan bahasa-bahasa daerah

lain di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Bahasa yang diangkat sebagai data yang dianalisis dalam penelitian ini

adalah bahasa yang digunakan oleh penutur asli bahasa Kodi dalam kehidupan

sehari-hari. Bahasa Kodi memiliki aspek mikrolinguistik dan makrolinguistik

yang menarik untuk digali, tetapi penelitian ini menekankan aspek mikrolinguistik

berupa tata bahasa. Secara umum, setiap bahasa memiliki karakteristik gramatika

yang berbeda dan memiliki tingkat kompleksitas yang juga khas. Pada tataran

sintaksis, bahasa Kodi memiliki aspek yang kompleks serta cakupan yang luas.

Untuk menghasilkan analisis yang mendalam dan tuntas, ruang lingkup penelitian

ini dibatasi pada aspek sintaksis bahasa Kodi yang meliputi (1) sistem pemarkah

bahasa Kodi, (2) konstruksi klausa dasar bahasa Kodi, dan (3) tipologi relasi

gramatikal bahasa Kodi.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka Aspek tata bahasa berupa tipologi relasi gramatikal diangkat sebagai topik

penelitian karena sejauh ini penelitian dengan data utama berupa bahasa Kodi

berfokus pada kajian antropologi budaya yang menganalisis teks ritual, sedangkan

kajian di bidang sintaksis masih berada pada tahap pemetaan awal. Dengan kata

lain, penelitian di bidang sintaksis bahasa Kodi sejauh ini masih belum diangkat

oleh peneliti lain secara khusus. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kajian

pustaka yang dipaparkan dalam subbab ini mencakup tiga hal utama. Pertama,

mencakup penelitian sintaksis berupa pemetaan awal dalam lingkup tipologi

mengenai bahasa Kodi dan beberapa bahasa lain di wilayah timur Indonesia.

Kedua, mencakup penelitian dengan objek data bahasa yang hidup di wilayah

timur Indonesia (khususnya rumpun Melayu Polinesia) yang meliputi bahasa

Bima dialek Mbojo di Sumbawa, bahasa Sabu di Sabu Raijua, bahasa Kambera di

Sumba Timur, dan bahasa Wewewa di Sumba Barat Daya. Ketiga, kajian pustaka

ini juga mencakup penelitian yang berkaitan dengan relasi gramatikal khususnya

penelitian relasi gramatikal yang mengangkat objek penelitian berupa bahasa di

wilayah Nusa Tenggara Timur.

Hasil penelitian berkaitan dengan kajian sintaksis yang mengangkat data

bahasa rumpun Melayu Polinesia dipaparkan sebagai berikut. Penelitian mengenai

bahasa Kodi sebagai sebuah pemetaan awal dilakukan oleh Shibatani (2008)

melalui dua penelitan tipologi yang mencakup aspek perelatifan serta sistem fokus

bahasa-bahasa Austronesia dengan perspektif fenomena pada bahasa di Nusa

Tenggara. Penelitian yang pertama berjudul “Austronesian Relativization : A

View from the Field in Eastern Indonesia”. Selain penelitian yang mencakup

fenomena perelatifan, Shibatani juga mengangkat fenomena tataran sintaksis lain

dengan judul “Focus Constructions without Focus Morphology in the AN

Languages of Nusa Tenggara”. Berbeda dengan asumsi yang dihasilkan dari

penelitian terdahulu mengenai bahasa Sasak dan Sumbawa, Shibatani menyatakan

bahwa terdapat perbedaan antara konstruksi fokus aktor dan pasien meskipun

tidak ditemukan adanya fokus morfologis. Hal lain yang ditekankan adalah bahwa

topik dan subjek pada bahasa Sasak dan Sumbawa merupakan relasi gramatikal

yang berbeda; topik berfungsi sebagai pivot dalam konstruksi perelatifan.

Temuan tersebut memberikan implikasi yang signifikan terhadap status

sintaktik topik dalam bahasa Austronesia dan kesemestaan perelatifan yang

diajukan oleh Keenan dan Comrie (1977) terutama berkaitan dengan istilah subjek

dan objek. Melalui dua penelitian tipologi tersebut, Shibatani menarik dua

simpulan sementara. Simpulan pertama menyatakan bahwa proses perelatifan

pada dialek Sasak dan Sumbawa menunjukkan bahwa hanya frasa nomina topik

yang dapat direlatifkan meskipun tidak memiliki fokus morfologi. Simpulan ini

bertentangan dengan penelitian bahasa Sasak yang pernah dilakukan oleh Austin

(1998). Melalui simpulan kedua, Shibatani menekankan bahwa pada bahasa Sasak

dan Sumbawa terdapat relasi gramatikal topik dan subjek/objek yang terlihat pada

proses ikatan refleksif, perelatifan, penaikan, dan pelesapan koordinasi.

Penelitian Shibatani memberikan konstribusi bagi penelitian ini karena

memaparkan gambaran awal tipologi bahasa Kodi. Disebut sebagai gambaran

awal karena bahasa Kodi secara umum dipaparkan untuk kemudian dibandingkan

dengan bahasa-bahasa Austronesia lain terutama bahasa di Nusa Tenggara.

Perbedaan mendasar antara penelitian Shibatani dan penelitian ini terletak pada

cakupan pembahasan serta teori yang digunakan sebagai kerangka kerja dalam

menganalisis data. Kajian pustaka lain yang juga digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian bidang sintaksis dengan objek bahasa rumpun Melayu-Polinesia

yang dipaparkan sebagai berikut.

Satyawati (2009) menulis disertasi mengenai valensi dan relasi sintaksis

bahasa Bima dialek Mbojo (BBm). Penelitian yang menggunakan teori Tata

Bahasa Peran dan Acuan ini mengungkapkan bahwa verba, nomina, adjektiva,

numeralia, dan adverbia dapat menempati posisi nukleus dalam struktur klausa

BBm. Berkaitan dengan valensi, dalam BBm ditemukan penaikan valensi

(pengkausatifan dan pengaplikatifan) dan penurunan valensi (peresultatifan).

Satyawati juga menemukan bahwa BBm memiliki kekhasan yang ditandai dengan

adanya pemarkah-pemarkah berupa pemarkah gramatikal (klitik) yang berfungsi

untuk menyatakan informasi mengenai operator, khususnya mengenai aspek dan

pemarkah gramatikal yang menandai diatesis. Penelitian Satyawati memiliki

kemiripan dengan penelitian ini jika dilihat dari segi pendekatan kualitatif

deskriptif-analitik serta kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis data,

yaitu teori TPA. Perbedaan yang mendasar terletak pada objek kajian serta ruang

lingkup atau topik penelitian. Satyawati mengangkat bahasa Bima di Sumbawa

sebagai objek kajian dengan topik berupa valensi dan relasi sintaksis, sedangkan

penelitian ini mengangkat bahasa Kodi di Sumba dengan analisis yang berpusat

pada tipologi relasi gramatikal.

Sukendra (2012) melakukan penelitian di bidang tipologi bahasa dalam

disertasinya yang berjudul “Klausa Bahasa Sabu : Kajian Tipologi Sintaksis”.

Penelitian Sukendra menghasilkan beberapa temuan, di antaranya adalah bahwa

bahasa Sabu (BS) merupakan bahasa bertipologi akusatif yang minim afiks, BS

memiliki tata urutan kanonik SVO dengan alternasi OVS, dan memiliki diatesis

aktif-pasif yang dimarkahi dengan preposisi ri dan diatesis medial (morfologis,

perifrastik, dan leksikal). Selain itu, dilihat dari aspek struktur informasinya, BS

diidentifikasi sebagai bahasa yang menonjolkan subjek-predikat dengan alasan

bahwa secara gramatikal struktur dasar klausa BS adalah konstruksi subjek-

predikat. Penelitian Sukendra memiliki perbedaan mendasar dengan penelitian ini,

baik dari segi topik, objek penelitian, maupun kerangka teori yang digunakan.

Penelitian Sukendra mengangkat tipologi bahasa Sabu dengan pendekatan teori

tipologi Comrie, sedangkan penelitian ini secara khusus mengangkat relasi

gramatikal bahasa Kodi dengan pendekatan tipologi Dixon dan teori Tata Bahasa

Peran dan Acuan sebagai langkah kerja dalam menganalisis struktur klausa BK

yang tergolong ke dalam tipe bahasa berpemarkah inti.

Penelitian Klamer (1994) berjudul “Kambera: A Language of Eastern

Indonesia” berfokus pada aspek tata bahasa yang meliputi aspek fonologi,

morfologi, dan morfosintaksis. Ditinjau dari tataran fonologi, bahasa Kambera

memiliki sejumlah konsonan “kompleks” yang terdiri atas tiga konsonan implosif,

satu afrikat, dan lima segmen prenasal (stop, afrikat, semivokal) (Klamer,

1994:12). Selain itu, Klamer juga menyebutkan bahwa bahasa Kambera tidak

memiliki konsonan stop bersuara yang murni dan hanya memiliki satu bunyi

kontinuan [h]. Klamer juga menjabarkan paradigma, kasus, serta fungsi umum

klitik pronomina, kelas kata verba, nomina, dan adverbial berdasarkan bukti

struktural dan fungsional. Berkaitan dengan bahasa Kambera, bahasa Kambera

pada tataran makrolinguistik diteliti oleh Simpen (2008) dengan ruang lingkup

sosiolinguistik berupa kesantunan berbahasa pada penutur Bahasa Kambera di

Sumba Timur.

Mengingat bahasa Kambera di Sumba Timur tergolong satu rumpun

dengan bahasa Kodi sebagai rumpun bahasa Melayu Polinesia Tengah-Timur,

maka penelitian Klamer ini memberikan dasar penting sebagai pembanding umum

dan rujukan bagi temuan penelitian ini. Sementara itu, penelitian Simpen

memberikan kontribusi dalam memberikan gambaran mengenai aspek pemakaian

bahasa dan kaitannya dengan lingkup sosial budaya masyarakat Sumba.

Berbeda dengan Klamer yang mengangkat bahasa di Sumba Timur, Kasni

(2012) mengangkat aspek sintaksis salah satu bahasa di wilayah Sumba Barat

Daya dalam disertasinya yang berjudul “Strategi Penggabungan Klausa Bahasa

Sumba Dialek Waijewa”. Penelitian Kasni memberikan kontribusi bagi penelitian

ini karena secara khusus menganalisis sintaksis salah satu bahasa yang juga

digunakan oleh penutur di daerah Sumba Barat Daya. Jika ditinjau dari tataran

struktur bahasa, maka bahasa yang termasuk dalam kategori serumpun dan

digunakan di wilayah yang berdekatan cenderung akan memiliki struktur yang

mirip meskipun berbeda tingkat kompleksitasnya. Penelitian Kasni memberikan

gambaran sistem tata bahasa yang juga dapat dijadikan dasar perbandingan

temuan dan analisis.

Dalam penelitiannya, Kasni merujuk pada pengklasifikasian bahwa bahasa

di Sumba terbagi atas beberapa dialek termasuk Dialek Waijewa, sedangkan

dalam penelitian ini BK dipandang sebagai sebuah bahasa tersendiri yang hidup di

daerah Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Meskipun terdapat perbedaan,

hal ini tidak menjadi masalah yang krusial karena penelitian ini memfokuskan

perhatian pada kajian sintaksis khususnya tipologi relasi gramatikal. Penelitian

Kasni mengungkap bahwa bahasa Wewewa (dirujuk sebagai bahasa Sumba

Dialek Waijewa dalam penelitian Kasni) memiliki seperangkat sistem pemarkah

termasuk klitik pronomina, aspek, kedefinitan, dan fokus. Penelitian relasi

gramatikal BK ini memiliki kemiripan dengan penelitian Kasni karena mengkaji

tataran sintaksis bahasa di Sumba Barat Daya, tetapi berbeda dari segi objek,

topik, serta pendekatan teori yang digunakan. Kasni meneliti bahasa Wewewa dari

segi strategi penggabungan klausa dengan menggunakan pendekatan tipologi

bahasa oleh Dixon (1994 dan 2010) dan Comrie (1983), sedangkan penelitian ini

meneliti relasi gramatikal bahasa Kodi dengan pendekatan tipologi oleh Dixon

(2010) dan kerangka kerja analisis struktur klausa berupa teori Tata Bahasa Peran

dan Acuan oleh Van Valin, Jr (2005).

Berkaitan dengan relasi gramatikal bahasa daerah di bagian Indonesia

timur khususnya daerah Nusa Tenggara Timur, peneliti belum menemukan kajian

yang secara khusus menelaah tipologi relasi gramatikal BK. Meskipun demikian,

telah terdapat beberapa penelitian yang memberikan gambaran mengenai

pemetaan relasi gramatikal bahasa-bahasa yang hidup di Nusa Tenggara Timur.

Suciati (2000) dengan tesisnya berjudul ‘Aliansi Gramatikal dan Diatesis Bahasa

Tetun Dialek Fehan: Sebuah Analisis Leksikal Fungsional’ mengungkapkan

bahwa bahasa Tetun Dialek Fehan memiliki kecenderungan bahasa bertipe

akusatif karena argumen AGENT (A) pada verba transitif dimarkahi sama dengan

satu-satunya argumen (S) pada verba intransitif. Argumen inti dalam bahasa

Tetun dialek Fehan tidak dimarkahi dengan pemarkah tertentu (misalnya

preposisi). Di samping itu, Suciati juga mengungkapkan dua kelompok verba

yang terdapat dalam bahasa Tetun dialek Fehan, yaitu kelompok verba yang

bersesuaian dengan subjek dan kelompok verba yang tidak bersesuaian dengan

subjek. Suciati menambahkan bahwa bahasa Tetun dialek Fehan memiliki tata

urutan kanonis yang tidak bermarkah dengan urutan agen, verba, pasien dengan

alternasi pasien, dan agen verba dalam struktur yang bermarkah.

Yudha (2000) mengangkat fungsi gramatikal argumen inti dalam sistem

terpilah bahasa Kolana. Bahasa Kolana merupakan salah satu bahasa daerah di

Kabupaten Alor, NTT yang digunakan oleh suku Kolana di Kecamatan Alor

Timur. Penelitian tersebut merupakan penelitian sintaksis khususnya mengenai

argumen inti. Tujuannya untuk mendeskripsikan perilaku sintaksis bahasa Kolana

yang mencakup argumen inti dan sistem terpilah bahasa Kolana, fungsi

gramatikal, serta pemetaan fungsi gramatikal dengan peran semantis. Penelitian

ini diawali dengan pembahasan argumen inti dan keterpilahan pemarkahannya

yang mencakup pemarkahan dalam klausa intransitif dan transitif yang meliputi

monotransitif, ditransitif, dan transitif kompleks. Pembicaraan selanjutnya

mencakup fungsi gramatikal dalam sistem terpilah yang meliputi fungsi

gramatikal argumen inti subjek, posisi kanonis subjek, penyisipan adverbial,

salinan pronomina yang terdiri atas kalimat tanya, kontrol, pivot, dan perelatifan.

Ditinjau dari tipologi, bahasa Kolana termasuk bahasa yang bertipe S-terpilah

(Split-S).

Penelitian berkaitan dengan relasi gramatikal yang juga diacu sebagai

kajian pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian Budiarta (2009). Penelitian

Budiarta mengangkat aliansi gramatikal bahasa Dawan dengan pendekatan

tipologi dan teori tata bahasa relasional. Bahasa Dawan juga merupakan salah satu

bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur dan digunakan oleh suku Dawan yang

tersebar di wilayah daratan Timor. Ketiga penelitian yang mengangkat relasi

gramatikal bahasa di Nusa Tenggara Timur yang dipaparkan di atas memiliki

perbedaan mendasar dengan penelitian ini karena meneliti objek bahasa serta

menggunakan pendekatan teori yang berbeda. Meskipun demikian, ketiga

penelitian tersebut dimasukkan sebagai bagian dalam kajian pustaka penelitian ini

karena memiliki cakupan pembahasan yang sama, yaitu tipologi relasi gramatikal

bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur sehingga temuannya juga dapat

digunakan sebagai pembanding.

2.2 Konsep

Pada subbab ini dijelaskan beberapa konsep mencakup batasan mengenai

terminologi teknis yang digunakan dalam penelitian. Konsep dipaparkan dengan

tujuan untuk menyatukan sudut pandang dan pemahaman sehingga pembaca

mendapat gambaran yang jelas mengenai arah penelitian ini. Konsep-konsep yang

digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Linguistik Tipologi Kajian linguistik yang mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan sifat-

perilaku (property) struktural bahasa disebut linguistik tipologi. Tujuan utamanya

adalah menjawab pertanyaan seperti apakah bahasa X itu? (Dixon, 2010).

Tipologi sintaksis menekankan pola umum yang ditemukan secara lintas bahasa

dilihat dari aspek struktur sintaksisnya.

2.2.2 Bahasa Kodi Bahasa Kodi adalah bahasa yang termasuk rumpun Melayu Polinesia

Tengah-Timur (Shibatani, 2005: 2) dan merupakan bagian dari subkelompok

bahasa Bima-Sumba. Bahasa Kodi digunakan oleh penutur di wilayah Kabupaten

Sumba Barat Daya dan meliputi empat kecamatan.

2.2.3 Keintian

Inti merupakan bagian terpenting dalam sebuah frasa karena membawa

informasi semantis yang krusial dan menentukan makna frasa secara keseluruhan

(Tallerman, 2011:108). Berdasarkan tipe pemarkahan inti, bahasa digolongkan

menjadi dua tipe yaitu bahasa berpemarkah argumen terikat (dependent-marking

language) dan bahasa berpermarkah inti (head-marking language). Bahasa

berpemarkah argumen terikat memiliki sistem kasus yang kompleks; argumen

terikat dimarkahi untuk menunjukkan relasi gramatikalnya dengan verba inti atau

preposisi. Sementara itu, bahasa yang tergolong bahasa berpemarkah inti

menunjukkan adanya acuan silang (cross-reference) dalam bentuk pemarkah

berupa afiks atau klitik pada inti yang memarkahi properti gramatikal argumen.

2.2.4 Klitik

Klitik adalah elemen pada struktur lahir yang memiliki karakteristik yang

berbeda dengan kata dan afiks (Dixon, 2010: 221). Berbeda dengan afiks yang

melekat pada akar kata dan secara keseluruhan berfungsi sebagai sebuah kata

gramatikal, klitik merupakan elemen gramatikal yang terpisah. Afiks memiliki

keterbatasan dalam pengaplikasiannya sehingga kadang hanya membentuk satu

atau dua jenis kelas kata tertentu, sedangkan klitik dapat ditambahkan pada kelas

kata yang luas.

2.2.5 Argumen Inti Argumen inti adalah unsur yang diperlukan oleh sebuah verba yang

umumnya berkorelasi dengan partisipan pada suatu kejadian atau keadaan yang

dinyatakan oleh predikatnya. Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan membedakan

antara unsur yang merupakan argumen predikat dan yang bukan dengan cara

membedakan antara inti klausa (predikat + argumennya) dan periferi (unsur yang

bukan merupakan argumen predikat). Peran tematik argumen inti yang mengacu

pada tipe semantik verba dalam sebuah klausa juga menentukan pola

pemarkahannya. Istilah peran tematik dan tipe semantik verba dalam tesis ini

diacu menggunakan istilah bahasa asing dengan format tulisan capital, seperti

AGENT, PATIENT, BENEFICIARY, GIVING, dan ATTENTION. Hal ini dilakukan

untuk mempertahankan kandungan makna dan menjaga konsistensi pemilihan

istilah sesuai dengan teori yang dijadikan bahan rujukan.

2.2.4 Relasi Gramatikal Kecenderungan persekutuan gramatikal yang ada dalam suatu bahasa secara

tipologis; apakah berupa S=A, S=O, Sa=A, So=O, atau yang lainnya. Dixon

(2010:119) menyatakan bahwa fungsi argumen A dan O terdapat pada konstruksi

klausa transitif, sedangkan fungsi S pada konstruksi klausa intransitif. Sistem

yang paling umum adalah A dan S dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan

O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan

adalah S dan O dimarkahi sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda

(kasus ergatif). Namun, terdapat beberapa jenis bahasa tertentu yang

mengombinasikan tipe pemarkahan tersebut berdasarkan berbagai parameter

semantik dan sintaktik sehingga muncul tipologi bahasa split-S (S-terpilah) dan

fluid-S (S-alir).

2.3 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam menelaah fenomena kebahasaan BK dalam

penelitian ini mencakup dua teori yang saling melengkapi, yaitu teori tipologi oleh

Dixon dan teori Role and Reference Grammar (RRG). RRG pada penelitian

Kardana (2004) dan Satyawati (2009) diterjemahkan menjadi Teori Peran dan

Acuan, sedangkan Sedeng (2007) menggunakan istilah Teori Tata Bahasa Peran

dan Acuan. Teori RRG dalam penelitian ini diacu dengan istilah Teori Tata

Bahasa Peran dan Acuan (selanjutnya disebut TPA) dan digunakan sebagai

langkah kerja dalam menelaah sistem pemarkah dan struktur klausa bahasa Kodi.

Teori tipologi yang diajukan oleh Dixon digunakan untuk menelaah tipologi relasi

gramatikal yang menjadi topik penelitian tesis ini.

Adapun pertimbangan yang mendasari pemilihan kedua teori tersebut

dijabarkan sebagai berikut. TPA memiliki fitur-fitur berupa langkah kerja yang

tepat digunakan untuk menelaah fenomena kebahasaan BK karena dibangun

berdasarkan asumsi kerangka dasar berbagai tipe bahasa termasuk kategori bahasa

berpemarkah inti seperti BK. Oleh sebab itu, TPA dapat memberikan penjabaran

dan kategorisasi yang jelas terhadap struktur sintaksis BK. Namun, berdasarkan

fenomena pemarkahan argumen inti BK, analisis relasi gramatikal dianalisis

dengan pendekatan tipologi bahasa oleh Dixon. Hal ini disebabkan karena TPA

tidak memandang relasi gramatikal sebagai sebuah karakteristik universal sebuah

bahasa. TPA juga tidak memiliki konsep objek langsung dan tidak langsung

(hanya mengacu pada dua peran semantik utama berupa actor dan undergoer).

Berbeda dengan teori TPA, teori tipologi Dixon menekankan konsep primitif

universal berupa subjek (S), agen (A) dan objek (O) yang dapat menjabarkan pola

pemarkahan argumen BK secara tuntas. Teori tipologi Dixon juga menjabarkan

faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya variasi pola pemarkahan argumen

inti secara lintas bahasa sehingga memperkaya jangkauan analisis dan temuan

penelitian tesis ini. Namun, teori tipologi Dixon memiliki kelemahan karena tidak

memberikan langkah kerja untuk menelaah struktur dan kategorisasi satuan

lingual penyusun klausa dalam tipe bahasa berpemarkah inti. Jika ditinjau dari

aspek oposisi biner, titik temu kedua teori ini berada pada langkah kerja serta

konsep pola pemarkahan argumen yang sama-sama bertolak dari konsiderasi

tipologi dan elemen struktur dalam. Kedua teori yang digunakan dalam penelitian

ini memiliki hubungan tidak langsung dan bersifat saling melengkapi sehingga

perpaduannya dapat digunakan untuk menjawab ketiga rumusan masalah

penelitian secara tuntas dan menyeluruh. Penjelasan mengenai gambaran umum

dan mekanisme kerja kedua teori tersebut diuraikan pada subbab berikut.

2.3.1 Teori Tipologi Bahasa Tujuan pendekatan tipologis adalah untuk mengklasifikasikan bahasa

berdasarkan ciri-ciri struktural, yaitu untuk menjawab pertanyaan seperti apakah

bahasa X bila dilihat dari segi strukturnya. Pendekatan tipologis sintaksis

mempunyai dua asumsi, yaitu (a) bahasa yang satu bisa dibandingkan dengan

yang lainnya dan (b) ada perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya.

Dixon (2010:116) menyatakan bahwa terdapat dua struktur klausa utama secara

lintas bahasa di dunia, yaitu klausa intransitif dengan satu argumen dan klausa

transitif dengan dua argumen seperti yang dipaparkan dalam klasifikasi berikut

ini.

TIPE KLAUSA PREDIKAT ARGUMEN INTI

Intransitif Intransitif S (subjek intransitif)

Transitif Transitif A (subjek transitif) dan O (objek transitif)

Selain itu, terdapat juga argumen periferal yang bersifat opsional dan secara

umum dapat menjadi argumen dari kedua tipe klausa. Argumen periferal meliputi

instrumen, benefesiari, penanda keterangan waktu dan tempat.

Satu-satunya argumen dalam klausa intransitif diidentifikasi berada pada

fungsi S. Penetapan fungsi A dan O sebagai dua argumen inti dalam konstruksi

klausa transitif memiliki dasar semantis. Argumen yang referennya cenderung

relevan dikaitkan dengan proses terjadinya sebuah aktivitas diidentifikasikan

sebagai A. Sebuah argumen A biasanya memiliki referen bersifat animate

(bernyawa) sehingga argumen tersebut dapat memulai atau mengontrol aktivitas.

Sementara itu, argumen yang cenderung menerima efek dari sebuah aktivitas

memiliki fungsi O. Lebih lanjut, Dixon (2010:118) menyatakan bahwa hampir

setiap bahasa memiliki beberapa mekanisme gramatikal struktur lahir untuk

memarkahi argumen inti dan periferal sehingga kedua argumen tersebut dapat

diidentifikasi dan wacana dapat dipahami oleh lawan tutur. Berdasarkan pendapat

Dixon, fungsi argumen dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

(i) Melalui pemarkahan pada frasa nomina (FN) yang merealisasikan

sebuah argumen – dengan pilihan bentuk pemarkah berupa sistem

infleksi pemarkah kasus atau dengan adposisi.

(ii) Dengan bentuk pronomina terikat yang merealisasikan sebuah argumen;

bentuk ini dapat melekat pada predikat atau pada konstituen klausa yang

lainnya.

(iii) Dengan urutan konstituen, seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris.

Argumen dengan fungsi A dan O muncul dalam konstruksi klausa

transitif, sedangkan argumen dengan fungsi S muncul dalam konstruksi klausa

intransitif. Dixon (2010:119) menyatakan terdapat dua pola yang sering

ditemukan, yaitu S dimarkahi seperti A dan S dimarkahi seperti O. Kemungkinan

pola pemarkahan ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

I

II =

III =

Gambar 2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti (Dixon, 2010:119)

Baris I menunjukkan bahwa A, S, dan O dimarkahi berbeda. Pola dengan

sistem tripartite seperti ini jarang diaplikasikan dalam sebuah tata bahasa

meskipun dapat menjadi bagian dari sistem pemarkahan campuran. Sistem yang

paling umum ditemukan adalah yang ditunjukkan pada baris II, yaitu A dan S

diperlakukan atau dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi

berbeda (kasus akusatif). Sistem yang lebih jarang ditemukan, tetapi tetap

dijumpai pada sekitar seperempat bahasa di dunia adalah pola pada baris III, yaitu

S dan O diperlakukan atau memiliki pemarkah yang sama (kasus absolutif),

sedangkan A dimarkahi berbeda (ergatif). Dalam hal ini, ‘S’ digunakan sebagai

patokan sehingga penentuan tipologi bahasa dapat dilakukan dengan pengetesan

morfologis dan sintaksis, yaitu dengan meneliti apakah A atau O yang

A O S

A (nominatif)

S (nominatif)

O (akusatif)

A (ergatif)

S (absolutif)

O (absolutif)

diperlakukan sama dengan ‘S’. Di samping itu, terdapat juga bahasa yang

mencampur jenis nominatif-akusatif dan absolutif-ergatif dalam pemarkahan

intraklausa dan digolongkan sebagai bahasa dengan sistem terpilah. Skema

alternatif ini mengindikasikan bahwa S dimarkahi sama seperti A (dilambangkan

dengan Sa) untuk beberapa tipe verba tertentu dalam konstruksi klausa intransitif

dan dimarkahi seperti O untuk tipe verba yang lainnya.

IV = =

Gambar 2.2 Pola Pemarkahan Terpilah (Dixon, 2010:120)

Umumnya sebuah verba intransitif dengan argumen S yang memiliki ciri

volisional dimarkahi seperti A (Sa) sementara argumen S yang referennya

memiliki tingkat kontrol yang lemah terhadap sebuah aktivitas dimarkahi seperti

O (So). Tipe bahasa seperti ini diberikan istilah bahasa berpemarkah split-S (S-

terpilah). Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi pola yang berbeda dari

skema IV. Argumen S dari verba intransitif dapat dimarkahi, baik seperti A (Sa)

maupun seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba dalam

penggunaannya dalam sebuah konstruksi klausa. Sistem ini diberikan istilah

sistem fluid-S (S-alir). Dixon (2010: 137) menyebutkan bahwa sistem

pemarkahan kasus yang terpilah dipengaruhi oleh herarki nominal seperti yang

ditunjukkan oleh gambar 2.3.

A So O Sa

Common Nouns 1st person 2nd person 3rd person Proper Demonstrative Noun Human Animate Inanimate

More likely to be in A than in O function

Gambar 2.3 Herarki Nominal (Dixon, 2010:137)

Partisipan yang berada pada slot sebelah kiri dari herarki nominal

memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi inisiator atau pengontrol

sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik A. Sebaliknya, partisipan

yang berada pada slot sebelah kanan cenderung menerima akibat sebuah aktivitas

sehingga memiliki fungsi sintaktik O (Dixon, 2010:139). Hal ini berlaku untuk

konstruksi klausa intransitif. Klausa intransitif memiliki argumen tunggal yang

berada pada fungsi S. Basis semantik untuk pemarkahan terpilah Sa/So

menunjukkan variasi pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi

relasi gramatikal satu bahasa dengan bahasa yang lain.

2.3.2 Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan Penelitian ini menggunakan langkah kerja sintaksis berupa teori Tata

Bahasa Peran dan Acuan (TPA). TPA pertama kali diusulkan oleh Foley dan Van

Valin, Jr (lihat Van Valin, Jr dan Foley, 1980; Foley dan Van Valin, Jr, 1984) dan

dikembangkan meluas oleh Van Valin, Jr bersama koleganya. TPA kemudian

menjadi sebuah teori yang dikembangkan oleh Van Valin, Jr (1993b), Van Valin,

Jr dan LaPolla (1997), serta Van Valin, Jr (2005). Nama teori TPA berasal dari

dua sistem utama dalam tata bahasa (grammar) level klausa, yaitu (1)

berhubungan dengan struktur peran semantis (kasus) klausa dan (2) berhubungan

dengan acuan atau properti pragmatik frasa nomina (FN) dalam klausa (Kardana,

2004:58). Kedua sistem itu merupakan bagian universal grammar (UG) meskipun

tidak bisa direalisasikan dalam semua bahasa.

Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (Van Valin, Jr, 1993a, 2005; Van

Valin, Jr dan LaPolla, 1997) muncul untuk menjawab dua pertanyaan dasar.

Pertama, bagaimanakah bentuk teori linguistik jika tidak dibuat berdasarkan

analisis terhadap bahasa Inggris, tetapi terhadap bahasa dengan struktur beragam

seperti Lakhota, Tagalog, Dyirbal, dan Barai?. Kedua, bagaimanakah interaksi

antara sintaksis, semantik, dan pragmatik dalam sistem gramatikal yang berbeda

dapat digambarkan dan dijelaskan dengan tepat. TPA merupakan teori yang tepat

digunakan untuk penelitian ini karena memberikan pemaparan mengenai struktur

lapis klausa pada tipe bahasa berpemarkah inti. TPA memandang bahasa sebagai

sebuah sistem aktivitas sosial yang komunikatif sehingga proses menganalisis

fungsi komunikatif dari struktur gramatika memegang peranan penting dalam

deskripsi gramatikal dan teori. Teori yang diaplikasikan adalah monostratal

dengan memosisikan satu level representasi sintaktis berupa bentuk kalimat yang

sebenarnya. Organisasi teori dalam TPA dapat dilihat dalam Gambar 2.4.

REPRESENTASI SINTAKSIS

HUBUNGAN ALGORITMA

REPRESENTASI SEMANTIK

Gambar 2.4 Organisasi Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (Van Valin, Jr, 2005:131)

Perbedaan TPA dibandingkan dengan teori sintaksis lainnya ditunjukkan

oleh fitur-fitur istilah teknis yang digunakan. Teori ini memostulatkan dua lapisan

struktur, yaitu (i) struktur logis dan (ii) struktur morfosintaksis aktual. Di samping

itu, mengenal adanya kaidah sintaksis yang tergolong dalam kelompok

transformasi tradisional, proses perpindahan, atau kaidah perubahan relasi

gramatikal. Level sintaksis yang dipaparkan dalam TPA sesuai dengan bentuk

struktural ungkapan yang sebenarnya dan terkait langsung dengan representasi

semantik. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.4, TPA mengaplikasikan

representasi ikatan algoritma dalam pemetaan sintaksis, semantik, dan pragmatik

dengan tidak menganut salah satu dari bentuk dasar sintaktik abstrak, tetapi

mengandung penjelasan mengenai hubungan antara ketiga unsur linguistik

tersebut.

WacanaPrag matik

SKEMA KONSTRUKSIONAL

Inventori Sintaktik

Leksikon

Parser

Interpretasi struktur klausa dalam teori TPA dibuat berdasarkan dua

kontras pada tataran semantik. Pertama, terdapat perbedaan antara unsur predikat

dan nonpredikat. Kedua, perbedaan antara argumen predikat berupa frasa nomina

dan frasa adposisi (preposisi dan posposisi) dengan unsur lain yang tidak

termasuk dalam argumen predikat. Kontras antara kedua hal ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.5 Oposisi Universal Struktur Klausa (Van Valin, Jr, 2005: 4)

Predikat mengacu pada unsur yang mengisi posisi predikat, seperti verba,

adjektiva, atau nomina. Predikat memengaruhi unit sintaktik pada struktur klausa,

yaitu nukleus. Pada klausa yang terdiri atas sejumlah frasa nomina (dan frasa

preposisi), beberapa argumen berperan sebagai argumen semantik dari predikat.

Oleh sebab itu, perlu dibedakan antara unsur yang merupakan argumen predikat

dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +

argumennya) dan periferi (unsur yang bukan merupakan argumen predikat).

Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa (layered structure of the

clause atau LSC) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Predikat Argumen + Nonargumen

KLAUSA

KLAUSA

NUKLEUS Gambar 2.6 Komponen Struktur Lapis Klausa (Van Valin, Jr, 2005: 4)

Inti tersusun atas nukleus ditambah dengan argumen predikat. Argumen

inti merupakan bagian dari representasi semantik verba. Argumen verba muncul

pada posisi khusus di luar inti yang disebut dengan istilah “posisi prainti”,

sedangkan nonargumen biasanya disebut dengan istilah ajung (adjunct).

Perbedaan antara nukleus dan inti serta antara inti dan periferi bersifat universal

karena ditemukan bukti di tataran lintas linguistik pada tataran sintaksis klausa

internal dan kalimat kompleks. Hubungan antara unit semantik dan sintaktik pada

struktur lapis klausa dapat dilihat pada tabel 2.1.

NUKLEUS PERIFERI

INTI

ARGUMEN INTI AJUNG PERIFERI

saw Dana Pat Yesterday in the library

Tabel 2.1 Unit Semantik yang Mendasari Unit Sintaktik pada Struktur Lapis Klausa (Van Valin, Jr, 2005:5)

Unsur Semantik Unit Sintaktik

Predikat Nukleus Argumen pada representasi semantik predikat

Argumen inti

Nonargumen Periferi Predikat + Argumen Inti Predikat + Argumen + Nonargumen Klausa (=Inti+Periferi)

TPA memberikan konsep bahwa klausa terdiri atas inti dan argumennya,

kemudian terdapat nukleus yang disusun oleh predikat. Skema abstrak dari

struktur lapis klausa dalam TPA ditunjukkan pada gambar 2.7. Pada bagian bawah

terdapat kategori sintaktik aktual yang merepresentasikan unit penyusun klausa.

Pada diagram pohon tidak terdapat FV (frasa verba) karena bukan merupakan

konsep yang memegang peran langsung pada struktur klausa. Periferi

direpresentasikan pada bagian margin dan tanda panah menunjukkan bahwa

periferi merupakan sebuah ajung, yaitu argumen opsional inti.

KALIMAT

KLAUSA

INTI PERIFERI

(ARG) (ARG) NUKLEUS

PRED

XP XP X(P) XP/ADV

Gambar 2.7 Representasi Formal Struktur Lapis Klausa (Van Valin, Jr, 2005:14)

Representasi abstrak dari klausa yang mengandung posisi pra dan posinti

serta posisi lepas dapat dilihat pada Gambar 2.7; unsur periferi dihilangkan untuk

menyederhanakan representasi formal. Perbedaan antara aspek universal terlihat

pada aspek yang memengaruhi kemunculannya. Aspek universal dipengaruhi oleh

unsur semantik, sedangkan aspek nonuniversal dipengaruhi oleh unsur pragmatik.

Semakin besar pengaruh semantik pada sebuah fenomena linguistik pada tataran

sintaksis, maka semakin sedikit variasi lintas linguistik yang ditemukan.

Sebaliknya, semakin besar peran pragmatik yang muncul pada suatu fenomena,

maka variasi lintas linguistik terlihat semakin jelas.

KALIMAT

(PLKi) KLAUSA ( PLKa) (PPrI) INTI (PPoI) XP XP XP (XP) NUKLEUS XP XP PRED

V

NUKLEUS Aspek NUKLEUS Negasi

NUKLEUS/ INTI Direksional

INTI Modalitas

INTI Negasi (internal)

KLAUSA Status

KLAUSA Kala

KLAUSA Evidensial

KLAUSA Daya Ilokusi

KALIMAT

KALIMAT

KLAUSA

INTI

NUKLEUS

PRED

V

NUKLEUS

INTI

KLAUSA

KALIMAT

Gambar 2.8 Struktur Lapis Klausa dengan Proyeksi Konstituen dan Operator dalam (Van Valin, Jr, 2005:12)

Unsur-unsur pembentuk struktur klausa berada pada domain tersendiri karena

merepresentasikan kategori gramatikal yang secara kualitatif berbeda dengan

predikat dan argumennya. Kategori ini disebut dengan operator dan berfungsi

untuk memodifikasi klausa (Van Valin, Jr dan LaPolla, 1997: 40--43). TPA

mengategorikan operator ke dalam beberapa jenis sebagai berikut.

1. Kala : kategori yang mengekspresikan hubungan temporal antara waktu

terjadinya peristiwa yang dideskripsikan dan beberapa rujukan waktu lain yang

jika tidak dimarkahi, berarti menandakan kala waktu saat terjadinya ujaran.

2. Aspek : berkaitan dengan waktu temporal dan tidak mengekspresikan relasi

Aspek Negasi Direksional

Status Kala Evidensial Daya Ilokusi

Direksional Kuant. Kejadian Modalitas Negasi

temporal antara waktu terjadinya peristiwa dan waktu ujaran diucapkan. Aspek

menandakan struktur temporal internal.

3. Negasi : menandakan bentuk penyangkalan atau oposisi.

4. Modalitas : meliputi penanda keharusan tingkat tinggi (must atau have to),

kemampuan (can atau be able to), izin (may), dan keharusan tingkat rendah

(ought atau should). Modalitas berkaitan dengan hubungan antara referen

subjek FN dan tindakan.

5. Status : modalitas epistemik, negasi eksternal, dan kategori seperti realis

dan irrealis.

6. Daya ilokusi : salah satu operator yang penting dan universal serta

mengindikasikan apakah sebuah ujaran merupakan penonjolan, pertanyaan,

perintah, atau menyatakan ungkapan harapan.

7. Direksional : penanda yang mengindikasikan arah, baik dalam bentuk aksi

maupun arah gerakan salah satu argumen inti.

8. Evidensial : mengacu pada sumber informasi yang menjadi dasar ujaran yang

diucapkan.

Operator yang berbeda memodifikasi lapisan klausa yang berbeda, ada

jenis operator tertentu yang hanya memodifikasi nukleus atau inti dan ada juga

yang memodifikasi keseluruhan klausa. Sebagai contoh, aspek adalah modifikator

nukleus karena memberikan informasi mengenai struktur temporal internal dari

suatu peristiwa tanpa mengacu pada hal yang lainnya. Beberapa jenis operator

direksional adalah modifikator nukleus karena mengindikasikan arah sebuah aksi

tanpa mengacu pada partisipan yang terlibat, sedangkan operator direksional yang

lain merupakan modifikator inti karena mengindikasikan arah dari suatu gerakan

salah satu argumen inti (Van Valin, Jr dan LaPolla, 1997:45). Teori TPA dan

Functional Grammar (FG) sama-sama menerapkan konsep struktur lapis klausa.

Perbedaannya adalah konsep FG (Hengeveld, 1989) sebagian besar cenderung

menekankan unsur semantik, sedangkan versi TPA mencakup unsur sintaktik dan

semantik. Proyeksi operator dalam TPA disebut juga ‘proyeksi konstituen’ seperti

yang terlihat dalam gambar Gambar 2.8. Periferi dihilangkan pada proyeksi ini

karena dapat muncul pada posisi yang berbeda-beda. Operator secara teknis bukan

merupakan bagian dari nukleus, inti, atau periferi, melainkan merupakan pewatas

(modifier) dari unit-unit dan kombinasinya sehingga operator diwujudkan secara

terpisah dari predikat dan argumen yang diterangkan.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan teori tipologi oleh Dixon (2010) dan teori Tata

Bahasa Peran dan Acuan (TPA) oleh Van Valin, Jr (2005) untuk menganalisis

korpus data dan menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan di bagian

pendahuluan. Rumusan masalah pertama dan kedua ditelaah dengan kerangka

kerja teori TPA, sementara rumusan masalah ketiga digali dengan teori tipologi

Dixon mengenai relasi gramatikal. Kedua teori ini diterapkan untuk

mengungkapkan kategori sistem permarkah, struktur dasar klausa, dan menelaah

tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi. Dengan menggunakan pendekatan

kualitatif dengan langkah kerja berupa teori tipologi dan teori TPA, ketiga

rumusan masalah dalam penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif analitik

sehingga menghasilkan temuan.

Pada jenis penelitian kualitatif, rumusan masalah memandu peneliti untuk

mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang diteliti secara menyeluruh, luas,

dan mendalam. Rumusan pertanyaan penelitian kualitatif dirancang untuk

memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in

context). Rumusan masalah yang telah dirancang berdasarkan observasi awal di

lapangan membantu proses pengumpulan data lebih lanjut karena memberikan

panduan bagi peneliti dalam melihat fenomena kebahasaan berdasarkan topik dan

ruang lingkup yang telah ditetapkan. Penjabaran analisis data disesuaikan dengan

ruang lingkup masing-masing subbab dimana data tersebut ditampilkan. Data

dianalisis menggunakan dua pendekatan teori yang bersifat saling melengkapi

yaitu teori TPA oleh Van Valin, Jr. dan teori tipologi oleh Dixon. Hasil analisis

dan temuan yang dipaparkan dalam penelitian kemudian disimpulkan serta

menjadi dasar dalam memberikan saran bagi para peneliti lain yang ingin

mendalami profil gramatikal BK dan mengangkat BK sebagai objek penelitian

Model penelitian tesis ini digambarkan sebagai berikut.

KETERANGAN :

= Hubungan Langsung ke Bawah

= Hubungan Timbal Balik Langsung

= Hubungan Timbal Balik tak Langsung

KONSTRUKSI KLAUSA DASAR BK

METODE ANALISIS DESKRIPTIF ANALITIK

TEMUAN PENELITIAN

BAHASA KODI

TIPOLOGI RELASI GRAMATIKAL BK

SISTEM PEMARKAH BK

SIMPULAN DAN SARAN

KLAUSA BAHASA KODI

TEORI TATA BAHASA PERAN DAN ACUAN

VAN VALIN, Jr

TEORI TIPOLOGI DIXON

KORPUS DATA LISAN DAN TERTULIS

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang

bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena kebahasaan BK

khususnya mengenai tipologi relasi gramatikal. Pendeskripsian data melalui

pemaparan realitas fenomena bahasa seperti apa adanya mencirikan penelitian ini

sebagai penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif, eksplanatoris, dan sinkronis.

Pendeskripsian data didukung oleh pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan

deduktif didasarkan pada kerangka teori dan pengetahuan teori yang bersifat

universal dan diterapkan untuk menelaah data alamiah BK. Sementara itu,

pendekatan induktif diterapkan dengan memilah serta membandingkan fakta satu

dengan yang lainnya sebagai bagian dari karakteristik khusus BK sehingga

diperoleh suatu rumusan dan simpulan.

3.2 Lokasi Penelitian

Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Nusa Tenggara Timur yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat

dan dibentuk berdasarkan UU No. 16, Tahun 2007 (Sumba Barat Daya dalam

Angka, 2011). Wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya terdiri atas sembilan

kecamatan, yaitu Kecamatan Kodi, Kodi Bangedo, Kodi Utara, Kodi Balagar,

Loura, Wewewa Barat, Wewewa Selatan, Wewewa Timur, dan Wewewa Utara.

Penelitian ini berlokasi di Desa Waimakaha, Kecamatan Kodi Balagar,

Kabupaten Sumba Barat Daya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam

buku Sumba Barat Daya dalam Angka, Kecamatan Kodi Balagar memiliki luas

wilayah 146,47 km2. Kecamatan Kodi Balagar berbatasan dengan Wewewa

Selatan dan Kodi Bangedo di bagian utara, berbatasan dengan Samudra Indonesia

di bagian selatan, di bagian barat berbatasan dengan Kodi Bangedo, sedangkan di

bagian timur berbatasan dengan Wewewa Selatan dan Lamboya Barat. Jumlah

penduduk Kecamatan Kodi Balagar adalah 17.978 jiwa. Desa Waimakaha dipilih

sebagai lokasi penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya (i)

penutur BK di Desa Waimakaha memiliki dan menggunakan ragam standar BK,

(ii) pendamping peneliti yang berperan sebagai mediator awal antara peneliti dan

narasumber bahasa memiliki relasi yang kuat dengan para penduduk asli Desa

Waimakaha sehingga memudahkan akses peneliti untuk menjaring data di daerah

tersebut.

3.3 Jenis dan Sumber Data

1) Jenis Data Penelitian mengenai relasi gramatikal BK ini merupakan penelitian

deskriptif yang bersifat kualitatif. Oleh sebab itu, data yang diperlukan adalah

berupa data kualitatif dalam bentuk data lisan dan data tertulis yang dikumpulkan

dalam bentuk daftar pertanyaan sintaksis dan DCT (Discourse Compeletion Test)

yang dirancang peneliti. Kasper dan Dahl (1991) mendefinisikan DCT sebagai

kuesioner tertulis berisi deskripsi singkat mengenai situasi tuturan yang dirancang

untuk menjaring pola tuturan yang digunakan oleh narasumber bahasa

berdasarkan situasi yang diberikan. Tipe DCT yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tipe campuran DCT format klasik dan versi DCT terbaru yang

dikembangkan oleh Billmyer dan Varghese (2000). Tipe ini merupakan

modifikasi dari tipe verbal respons terbuka dengan pemaparan situasi percakapan

yang diberikan secara lebih terperinci dan disertai pancingan ujaran lawan tutur.

Kuesioner DCT ini digunakan untuk menjaring pola tuturan langsung (respons

verbal) yang muncul pada situasi rekaan percakapan yang berbeda-beda. Data

tertulis yang dijaring menggunakan kuesioner DCT ini digunakan untuk

mendukung korpus data lisan dan sebagai dasar pengecekan ulang satuan lingual

yang muncul dalam tuturan lisan.

Bentuk data lisan meliputi klausa sederhana dan kalimat kompleks

berdasarkan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penutur BK. Data berhenti

dikumpulkan jika sudah mengalami kejenuhan (redundansi), yaitu ketika tidak

lagi ditemukan pola-pola kalimat baru sehingga data yang dikumpulkan telah

memadai untuk digunakan sebagai korpus data yang akan dianalisis untuk

menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.

2) Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat yang digunakan

oleh penutur asli BK. Penelitian ini menggunakan data primer yang terdiri atas

data lisan dan tertulis serta data sekunder. Data primer meliputi data yang

diperoleh dari narasumber bahasa, sedangkan data tulis diperoleh dari cerita

rakyat yang dibukukan dan doa. Jumlah narasumber bahasa yang digunakan untuk

mendapatkan data lisan dilakukan melalui proses pemilihan sampel berdasarkan

ciri-ciri penutur yang telah ditetapkan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan

satu orang narasumber bahasa inti serta dua orang narasumber bahasa

pendamping. Narasumber bahasa inti berfungsi sebagai sumber utama dalam

proses pengecekan ulang terhadap korpus data dan untuk membantu menjaga

kesahihan data yang telah dikumpulkan. Narasumber bahasa yang digunakan

sebagai sumber data dipilih dengan cara sengaja atau purposive sampling

(Bungin, 2003:52) tidak bersifat manasuka, tetapi dibuat berdasarkan beberapa

syarat dan ketentuan. Beberapa syarat yang termasuk dalam penentuan

narasumber bahasa adalah sebagai berikut.

(1) Penutur asli BK dewasa berusia antara 20--70 dengan pertimbangan bahwa

orang yang lebih dewasa dianggap lebih memahami struktur gramatika BK

serta memahami dengan baik unsur kebudayaan termasuk juga aspek sosial

budaya.

(2) Waras, cakap, cerdas, dan mempunyai kemampuan berbahasa yang baik.

(3) Memiliki waktu yang memadai.

(4) Mempunyai kesiapan dari sisi mental untuk digunakan sebagai narasumber

bahasa.

(5) Memiliki alat artikulasi yang baik sehingga dapat memberikan data lisan yang

jelas dan sahih.

Tersedianya narasumber bahasa yang telah memenuhi persyaratan di atas disertai

dengan penggunaan metode yang tepat dapat menghasilkan data alamiah yang

representatif dan mendukung kebutuhan analisis relasi gramatikal BK. Di samping

itu, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip

korespondensi surat elektronik antara Prof. Masayoshi Shibatani (Department of

Linguistics, Rice University) dan Yustinus Ghanggo Ate yang juga berperan

sebagai pendamping peneliti dalam tahap awal observasi lapangan. Arsip

korespondensi pada Juli 2012 tersebut berisi pemaparan singkat beserta contoh

data mengenai aspek umum struktur sintaksis bahasa Kodi.

3.4 Instrumen Penelitian Kualitas penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas

instrumen, sedangkan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan cara-cara

yang digunakan untuk mengumpulkan data (Sugiyono, 2005:59). Instrumen yang

digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner

berisi daftar pertanyaan sintaksis dalam bentuk terjemahan serta DCT (Discourse

Completion Test). Kuesioner terjemahan digunakan untuk menjaring data

kebahasaan pada tataran sintaksis secara umum, sedangkan pertanyaan dalam

DCT dielisitasi untuk mendapatkan data tuturan yang muncul dalam percakapan

lisan dengan konteks yang berbeda-beda. Jumlah pertanyaan yang diajukan dalam

DCT dibatasi sebanyak 15--20 pertanyaan untuk menjaga agar narasumber bahasa

tidak jenuh sehingga tetap dapat memberikan jawaban yang valid dan alami.

Pertanyaan yang dimasukkan ke DCT adalah pertanyaan yang diharapkan dapat

memberikan gambaran spesifik mengenai variasi struktur yang muncul pada

situasi tutur yang beragam. Model instrumen daftar tanyaan sintaksis dan DCT

yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini dapat dilihat pada

bagian lampiran.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data dikumpulkan pada kondisi yang alamiah dengan

menggunakan metode penelitian linguistik lapangan dan metode kepustakaan

(dokumenter). Penelitian linguistik lapangan yang melibatkan partisipasi

narasumber bahasa secara langsung dilakukan dengan metode khusus, yaitu

metode simak dan metode cakap. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik

simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik cakap. Teknik SBLC

digunakan dengan pertimbangan karena peneliti bukan merupakan penutur asli

BK. Berkaitan dengan metode cakap, teknik dasar yang digunakan adalah teknik

elisitasi langsung yang didukung oleh teknik cakap semuka dan teknik catat.

Dalam pelaksanaan teknik pancing (elisitasi), peneliti menggunakan

teknik elisitasi terjemahan dalam bentuk daftar pertanyaan sintaksis serta

kuesioner DCT (Discourse Completion Test). Elisitasi terjemahan ini dilakukan

dengan cara mengumpulkan data bahasa yang diteliti dengan prosedur yang

diawali dengan menyiapkan daftar pertanyaan berupa sejumlah kalimat sederhana

dalam bahasa Indonesia, kemudian narasumber bahasa diminta untuk

mengalihbahasakan klausa dan kalimat yang telah disiapkan ke dalam bahasa

Kodi sesuai dengan struktur dalam konteks tuturan asli yang biasa digunakan

sehari-hari. Proses penerjemahan dilakukan dengan menerjemahkan kata per kata

sehingga menghasilkan kalimat dengan konstruksi yang jelas seperti susunan

bahasa Indonesia “Kami pergi ke ladang” diterjemahkan menjadi Yamma ma-otu

la marada.

Teknik perekaman dilakukan untuk merekam tuturan langsung yang dibuat

narasumber bahasa. Setelah data terkumpul, dilakukan proses transkripsi sekaligus

pengecekan ulang korpus data secara menyeluruh dengan bantuan narasumber

bahasa inti. Teknik lain yang juga digunakan dalam proses pengumpulan data

adalah teknik pengecekan elisitasi atau elisitasi korektif. Teknik ini bertujuan

untuk memastikan beberapa unit lingual yang dipandang masih meragukan

dengan cara membuat beberapa klausa atau kalimat kemudian menanyakannya

kepada narasumber bahasa mengenai tingkat gramatikalitas dari ekspresi tersebut.

Selain itu, dilakukan juga pengecekan apakah ada konstruksi lain yang dapat

digunakan untuk menyampaikan makna dan informasi yang sama melalui cara

parafrasa. Metode lain yang digunakan adalah metode kepustakaan (dokumenter).

Metode ini digunakan untuk menunjang data lisan dengan mengumpulkan data

dalam bentuk korpus teks kepustakaan. Metode ini diterapkan dengan cara

mengambil sejumlah data berupa klausa/kalimat BK dari sumber data berupa

cerita rakyat dan doa.

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu

(Sugiyono, 2005: 246). Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis

terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang dianalisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap

tertentu sehingga diperoleh data yang kredibel. Pendekatan yang diterapkan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif-analitik.

Aspek deskriptif diterapkan dalam menjelaskan data apa adanya, sedangkan aspek

analitik diterapkan dengan penerapan analisis terkait dengan kemungkinan tingkat

keberterimaan hasil analisis data melalui beberapa tes.

Metode utama yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode

agih. Metode agih adalah metode yang alat bantunya merupakan bagian dari

bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:31). Penerapan metode agih ini dibantu

dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung serta teknik lanjutan

berupa teknik lesap, teknik sisip, teknik ganti, dan teknik balik. Berikut ini adalah

penjabaran penerapan teknik analisis pada beberapa contoh data bahasa Kodi.

Teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung diterapkan dengan

membagi satuan lingual yang terdapat pada struktur klausa bahasa Kodi dan

digunakan untuk menentukan argumen inti dan noninti dalam klausa. TPA

menetapkan bahwa sebuah klausa terdiri atas unsur yang merupakan argumen

predikat dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +

argumennya) dan periferi (unsur yang bukan merupakan argumen predikat).

Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa. Sebagai contoh, klitik

pronomina menduduki unsur inti karena inti sendiri (klitik pronomina+predikat)

sudah mewakili satu unit utuh, sedangkan FN berada pada posisi di luar inti, tetapi

sebagai bagian dari klausa. Status dari frasa nomina independen adalah untuk

menekankan referen dari argumen pronominal yang mendeskripsikan mengenai

jenis dan jumlah persona.

(3.1a) Ahetu a-kahi-ya kalogho 3J 3JN-beli-3TA pisang ‘Mereka membeli pisang’

(3.1b) A-kahi-ya 3JN-beli-3TA ‘Mereka membeli itu/sesuatu

Van Valin, Jr (2005:17) menyatakan bahwa berkaitan dengan klausa yang

terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti, argumen inti dari klausa tersusun dari

pronomina dalam bentuk klitik yang memarkahi predikat, bukan leksikal berupa

frasa nomina dan pronomina independen yang opsional. Representasi formal dari

contoh data BK di atas dapat dilihat sebagai berikut.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

FN PRO NUK PRO FN

PRED

V

Ahetu a- kahi -ya kalogho

Gambar 3.1a Struktur Data (3.1a)

KALIMAT

KLAUSA INTI

PRO NUK PRO

PRED

V

a- kahi ya

Gambar 3.1b Struktur Data (3.1b)

Teknik lesap digunakan untuk mengetahui kadar keintian satuan lingual

yang dilesapkan. Sebagai contoh, teknik ini diterapkan dalam menentukan apakah

BK tergolong bahasa ‘pro-drop’ atau ‘NP-drop’ dengan melesapkan FN yang

berkoreferensi silang dengan klitik pronomina subjek seperti yang terlihat pada

contoh (3.2--3.4).

(3.2) Inya na-padende-ya ha-watara 3T 3TN-masak-3JA J-jagung ‘Ibu memasak semua jagung’

(3.3) Na-padende-hi ha-watara 3TN-masak-3JA J-jagung ‘Dia memasak semua jagung’ (3.4) * Dhiyo padende-hi ha-watara 3T masak-3JA J-jagung ‘Dia memasak semua jagung’

Pelesapan klitik pronomina na- yang mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’

pada contoh (3.4) menghasilkan konstruksi yang tidak berterima. Hal ini

menunjukkan bahwa BK termasuk bahasa yang tergolong bahasa FN-lesap (NP-

drop language). Klitik merupakan argumen predikat yang berada pada poros inti

dan FN bersifat opsional. Kehadiran FN yang lengkap biasanya digunakan untuk

menghindari ambiguitas atau menunjukkan penekanan.

Teknik sisip dapat digunakan untuk mengetahui kadar keeratan sebuah

unsur. Sebagai contoh, klitik pronomina BK dapat disisipi oleh pemarkah kausatif

{pa-}, tetapi tidak dapat disisipi oleh pemarkah keaspekan tengera ‘sedang’.

Dengan kata lain, klitik pronomina dapat muncul sebelum pemarkah kausatif dan

resiprokal {pa-} sehingga tidak langsung melekat pada verba induk (host).

(3.5) Ari-nggu na-londo Adik-1TG 3TN-duduk ‘Adikku duduk’

(3.6) Yayo ku-pa-londo-ni a ari 1T 1TN-KAUS-duduk-3TD ART adik ‘Saya mendudukkan adik’ (3.7) *Ari-nggu na tengera londo Adik-1TG 3TN IMPER duduk ‘Adik saya sedang duduk’

Dalam analisis data penelitian ini, teknik ganti digunakan untuk

menentukan keberterimaan suatu konstituen terhadap suatu unsur dalam kalimat.

Kegunaan teknik ini dalam bidang sintaksis adalah untuk mengetahui kadar

kesamaan kelas atau kategori terganti dengan unsur pengganti. Apabila unsur-

unsur tersebut dapat saling menggantikan, kedua unsur tersebut memiliki kategori

yang sama. Sebagai contoh, dalam penelitian ini, teknik ganti digunakan untuk

mengetahui pola klitik pronomina BK (berupa proklitik dan enklitik) dengan

mengganti FN yang menduduki posisi subjek dan objek.

(3.8) Yayo ku-tanda-ya a mbola 1T 1TN-tendang-3TA ART bola ‘Saya menendang sebuah bola’ (3.9) Yamma ma-tanda-hi etetu ha-mbola 1J 1JN-tendang-3JA DEM J-bola ‘Kami menendang semua bola itu’

Selain itu, teknik balik juga digunakan untuk mengidentifikasi pola pemarkahan

pada konstruksi klausa intransitif dengan PRED berupa satuan lingual nonverbal

dan verbal. Acuan silang yang ditunjukkan oleh pola pemarkahan klitik

pronomina serta kasus morfologis yang dimarkahinya akan menunjukkan perilaku

argumen inti berupa S, A, dan O. Istilah kasus morfologis yang digunakan untuk

mengacu pada jenis kasus yang dimarkahi oleh klitik pronomina merupakan

istilah kasus menurut pandangan tradisional.

(3.11) Dhiyo polihi-ya 3T polisi-3TA ‘Dia seorang polisi’ (3.12) Dhiyo na-hadhu 3T 3TN-sakit ‘Dia sakit’ (3.13) Dhiyo na-manduru 3T 3TN-tidur ‘Dia tidur’

Melalui penerapan teknik ganti, pola pemarkahan argumen inti dalam

bahasa Kodi dapat diidentifikasi. Konstruksi sederhana klausa intransitif pada

contoh (3.11--3.13) menunjukkan bahwa satu-satunya argumen (S) pada klausa

intransitif dengan PRED yang dibangun oleh nomina dimarkahi sama seperti O,

sedangkan untuk PRED berupa adjektiva dan verba, S dimarkahi sama seperti A.

Teknik terakhir yang digunakan untuk mengalisis data adalah teknik balik

yang dipakai untuk mengetahui kadar ketegaran letak suatu unsur dalam susunan

berurutan. Teknik ini digunakan untuk mengetes alternasi kalimat, yaitu dengan

menukar urutan bagian kalimat untuk mengidentifikasi struktur dasar dan alternasi

struktur. Selanjutnya, teknik balik juga dapat menunjukkan tingkat keberterimaan

pola urutan konstituen.

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah dilakukan analisis terhadap data yang terkumpul, maka diperoleh

hasil berupa kaidah-kaidah serta deskripsi yang disajikan dengan metode

informal. Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis dengan

menggunakan kata-kata biasa. Metode formal juga digunakan dalam penelitian ini

di mana hasil analisis data disajikan dengan menggunakan tanda atau lambang-

lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda bintang, tanda kurung kurawal,

lambang huruf sebagai singkatan, dan diagram (Sudaryanto, 1993:145). Format

singkatan banyak digunakan dalam memberikan glos pada data. Dengan

menggunakan dua metode penyajian tersebut diharapkan pembaca dapat

memahami hasil analisis penelitian ini dengan baik.

BAB IV

SISTEM PEMARKAH DAN KONSTRUKSI KLAUSA DASAR

BAHASA KODI

4.1 Pengantar

Bab IV mencakup subbab yang memaparkan jawaban atas rumusan

masalah pertama dan kedua penelitian ini, yaitu sistem pemarkah dan konstruksi

klausa dasar bahasa Kodi. Tiap-tiap subbab tersebut dipaparkan untuk

menggambarkan profil gramatikal bahasa Kodi sehingga dapat dijadikan dasar

mengidentifikasi pola pemarkahan argumen inti yang menentukan tipologi relasi

gramatikal bahasa Kodi pada Bab V. Sistem pemarkah dijabarkan untuk

menunjukkan paradigma, fungsi, dan kondisi yang memengaruhi pola

pemarkahan argumen pada tataran sintaktik klausa. Penjabaran pemarkah yang

dimiliki bahasa Kodi menunjukkan representasi argumen inti, tata urutan

pemarkah, dan tipe konstituen yang dimarkahinya.

Bertolak dari hasil penjabaran sistem pemarkah, konstruksi klausa dasar

bahasa Kodi dianalisis berdasarkan kategori klausa intransitif dan transitif untuk

memetakan satuan lingual yang dapat mengisi slot predikat atau PRED. Selain itu,

pola pemarkahan argumen inti berupa subjek (S), agen (A), dan objek (O) yang

terlihat dalam konstruksi klausa dasar bahasa Kodi digunakan sebagai dasar dalam

menggali lebih dalam tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi pada Bab V.

4.2 Sistem Pemarkah Bahasa Kodi

Bahasa Kodi tergolong sebagai bahasa dengan predikat yang kaya akan

pemarkah. Salah satu bentuk pemarkah yang dimiliki BK adalah klitik pronomina

yang mengacu silang kepada argumen inti berupa subjek, objek langsung, dan

objek tidak langsung. Selain itu, terdapat juga jenis pemarkah lain, seperti klitik

pronomina keaspekan, pemarkah multifungsi (kausatif, resiprokal, perelatif

objek), pemarkah antikausatif dan pemarkah penegas. Jenis-jenis pemarkah

tersebut memarkahi argumen inti atau predikat. Menurut Tallerman (2011:108),

inti merupakan bagian terpenting dalam sebuah frasa karena membawa informasi

semantis yang krusial dan menentukan makna frasa secara keseluruhan. Inti

memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik argumen terikat. Tabel

4.1 berikut menunjukkan relasi sintaksis antara inti dan argumen terikatnya.

Tabel 4.1 Relasi Sintaksis antara Inti dan Argumen Terikatnya (Tallerman, 2011:123) Inti Argumen terikat i Posposisi/preposisi Objek FN ii Verba Argumen verba (seperti subjek,

objek) iii FN (possessed) Possessor FN iv Nomina Adjektiva

Pola pemarkahan argumen terikat menunjukkan variasi pada tataran

sintaksis secara lintas bahasa. Bahasa yang tergolong ke dalam bahasa

berpemarkah argumen terikat memiliki sistem kasus yang kompleks; argumen

terikat dimarkahi untuk menunjukkan relasi gramatikalnya dengan verba inti atau

preposisi. Subjek dan objek dalam bahasa berpemarkah argumen terikat dapat

hadir dalam bentuk khusus untuk mempresentasikan relasi gramatikal seperti yang

ditemukan dalam bahasa Jepang. Sementara itu, bahasa yang tergolong bahasa

berpemarkah inti memiliki inti yang dimarkahi oleh acuan silang (cross-

reference) yang bersesuaian dengan properti gramatikal argumen.

Fenomena pola pemarkahan pada bahasa Kodi menunjukkan bahwa inti

berupa verba selalu memiliki pronomina terikat dalam bentuk klitik pronomina

yang menunjukkan persona, jumlah, dan relasi gramatikal. Istilah klitik

pronomina dipilih karena klitik ini berfungsi sebagai pronomina yang

menggantikan posisi subjek, objek dan objek tidak langsung. Strategi acuan silang

terhadap argumen predikat merupakan ciri yang ditunjukkan oleh tipe bahasa

berpemarkah inti (head-marking language). Pemarkah argumen inti berupa klitik

pronomina dalam bahasa Kodi memiliki paradigma dan fungsi yang berbeda

dengan tipe bahasa berpemarkah argumen terikat (dependent-marking language).

Bahasa berpemarkah inti, termasuk di dalamnya bahasa Kodi menunjukkan pola

pemarkahan pada inti yang mengindikasikan argumen terikat berupa subjek dan

objek sehingga argumen terikat dapat dihilangkan tanpa memengaruhi tingkat

gramatikalitas unit klausa.

Dalam penelitian ini, pemarkah argumen inti dalam bahasa Kodi

digolongkan sebagai kategori klitik, bukan afiks, berdasarkan beberapa ciri

pembeda yang diajukan oleh Dixon. Klitik adalah elemen pada struktur lahir yang

memiliki karakteristik yang berbeda dengan kata dan afiks (Dixon, 2010: 221).

Lebih lanjut, Dixon menjabarkan beberapa kriteria yang membedakan klitik

dengan afiks. Berbeda dengan afiks yang melekat pada akar kata dan kemudian

secara keseluruhan berfungsi sebagai sebuah kata gramatikal, klitik merupakan

elemen gramatikal yang terpisah, biasanya digolongkan sebagai kata gramatikal

yang independen. Klitik tidak dapat berdiri sendiri sehingga tidak dapat

membentuk kata fonologis. Oleh sebab itu, klitik harus melekat pada sebuah kata

utuh yang berfungsi sebagai induknya. Hal ini dapat dilihat pada proses

penggabungan klausa yang tidak mengijinkan adanya penggabungan klitik.

Afiks merupakan bagian integral dari kata yang dilekatinya dengan fungsi

penekanan stres, sedangkan klitik hanya melekat pada induknya dan cenderung

tidak berperan dalam penempatan stres dan penerapan kaidah fonologis. Afiks

memiliki keterbatasan dalam pengaplikasiannya sehingga terkadang hanya

membentuk satu atau dua jenis kelas kata tertentu, sedangkan klitik lebih bersifat

‘omni-locatable’ dan dapat ditambahkan pada kelas kata yang luas. Penjabaran

mengenai sistem pemarkah bahasa Kodi diawali dengan uraian mengenai

paradigma klitik pronomina dan kaitannya dengan perilaku sintaktik dan semantis

informasi kasus morfologis yang dimarkahinya.

4.2.1 Klitik pronomina Pronomina dalam bahasa Kodi memiliki acuan silang dengan klitik

pronomina yang memarkahi predikat. Klitik pronomina BK secara morfologis

digunakan untuk menunjukkan hubungan antara konstituen sintaktik, seperti

hubungan antara verba dan argumennya atau nomina dan posesornya. Dalam

bahasa Kodi, argumen verba dimarkahi pada predikat untuk menunjukkan tipe

dan jumlah persona serta kasus morfologis yang dimarkahinya. Klitik pronomina

memiliki sebuah paradigma yang membentuk pola beraturan (pola kanonis atau

tidak bermarkah). Namun, pola ini juga menunjukkan bentuk nonkanonis atau

bermarkah ketika muncul dalam konstruksi bermakna keaspekan dan ketika

memarkahi argumen verba dengan tipe semantik tertentu. Klitik pronomina yang

terdapat dalam bahasa Kodi juga berfungsi sebagai pemarkah kasus morfologis

yang memberikan gambaran atas peran semantis argumen yang diacunya.

Sebelum dibahas lebih lanjut mengenai paradigma dan kasus morfologis yang

dimarkahi oleh klitik pronomina, berikut ini disajikan daftar pronomina yang

dimiliki oleh bahasa Kodi.

Tabel 4.2 Daftar Pronomina Bahasa Kodi

Tipe Persona Pronomina Bahasa Kodi 1T Saya Yayo 2T Kamu Yoyo 3T Dia Dhiyo (laki-laki dan perempuan) 1Jink Kita Yicca 1Jeks Kami Yamma 2J Kalian Yemmi 3J Mereka Ehetu

Van Valin (2005:16) menyatakan bahwa pada jenis bahasa berpemarkah

argumen terikat, hubungan antarfrasa nomina dalam kalimat dengan verba

ditunjukkan dalam bentuk kasus pada frasa nomina. Di dalam bahasa

berpemarkah inti seperti bahasa Kodi, hubungan antara frasa nomina dan verba

dimarkahi pada verba. Tidak terdapat pemarkah pada frasa nomina terikat untuk

mengindikasikan relasinya dengan verba. Verba sebagai inti mengandung

morfem yang mengindikasikan jumlah argumennya. Perbedaan ini menyebabkan

munculnya kontras dalam tataran sintaktik yang signifikan. Klitik pronomina

merupakan kaidah morfologis dalam mengungkapkan relasi antara konstituen

sintaktik dan dimarkahi pada verba.

Dalam pola bahasa berpemarkah inti, inti dimarkahi oleh pemarkah yang

mengindikasikan argumen terikatnya, sehingga argumen terikat dapat dihilangkan

tanpa memengaruhi tingkat gramatikalitas kalimat karena inti sendiri sudah

mewakili satu unit yang utuh. Klitik pronomina dalam bahasa Kodi merupakan

pronomina dependen karena dapat hadir tanpa dipengaruhi sepenuhnya oleh

kehadiran pronomina yang utuh. Dengan kata lain, klitik pronomina memiliki

karakteristik yang mirip dengan pronomina. Akan tetapi, tidak seperti pronomina,

klitik tidak dapat berfungsi sebagai sebuah kata bebas. Daftar klitik pronomina

bahasa Kodi beserta kasus morfologis yang dimarkahinya ditunjukkan pada tabel

4.3.

Tabel 4.3 Daftar Klitik pronomina dan Pemarkahan Kasus Morfologis Bahasa Kodi NOMINATIF GENITIF AKUSATIF DATIF

1T ku- -nggu -gha ya -ngga 2T - -mu -ghu -nggu 3T na- -na -ya -ni 1J (inklusif) ta- -nda -ta -nda 1J (eksklusif) ma- -ma -ma -nggama 2J mi- -mi -mi -nggumi 3J a- -dha -hi -dhi

Pemarkah klitik pronomina dalam bahasa Kodi memarkahi tipe dan

jumlah persona serta membawa informasi kasus morfologis (nominatif, akusatif,

datif, genitif). Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif hadir sebelum predikat

dalam bentuk proklitik, sedangkan ketiga tipe kasus yang lain hadir setelah

predikat atau konstituen yang dimarkahinya dalam bentuk enklitik. Label kasus

morfologis yang dilekatkan pada empat paradigma klitik mengaitkan klitik

dengan fungsi sintaktik dan peran tematik argumen predikat. Klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif mengacu silang kepada argumen subjek, klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif mengacu silang kepada argumen objek

langsung, klitik pronomina pemarkah kasus datif mengacu silang kepada argumen

objek tidak langsung dan klitik pronomina pemarkah kasus genitif mengacu silang

kepada konstituen POSSESSOR berupa pronomina atau frasa nomina. Konstruksi

klausa pada contoh (4.1--4.2) menunjukkan klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif ku- dan a- yang memarkahi subjek dengan peran tematik AGENT dan

klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya- memarkahi objek langsung dengan

peran tematik PATIENT.

(4.1) Yayo ku-teba-ya a ghayo 1T 1TN-potong-3JA ART kayu ‘Saya memotong sebilah kayu’

(4.2) Ehetu a-kodo-ya enetu sumuro 3J 3JN-gali-3TA DEM sumur ‘Mereka menggali sumur itu’

Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ku- dan a- mengacu silang

kepada subjek yaitu yayo ‘saya’ (4.1) dan ehetu ‘mereka’ (4.2). Klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif ya- yang membawa peran tematik PATIENT mengacu

silang kepada frasa nomina pengisi slot objek langsung. Klitik pronomina ya-

pada dua contoh tersebut mengacu silang kepada objek langsung a ghayo ‘sebilah

kayu’ (4.1) dan enetu sumuro ‘sumur itu’ (4.2). Data (4.2) adalah salah satu

contoh yang menunjukkan bahwa bahasa Kodi menyerap leksikon bahasa

Indonesia dengan beberapa penyesuaian fonologis seperti yang terlihat pada kata

sumuro (4.2) yang diserap dari kata bahasa Indonesia ‘sumur’. Kata ‘sumur’

kemudian mengalami penambahan bunyi vokal [o] di akhir kata karena leksikon

yang terkumpul dalam korpus data menunjukkan bahwa bahasa Kodi tergolong ke

dalam bahasa dengan suku kata terbuka. Bentuk klitik pronomina ya- pada kedua

data tersebut memiliki bentuk jamak hi-. Bentuk klitik pronomina jamak ini

muncul sebelum penanda jamak ha seperti yang terlihat pada data berikut.

(4.3) Enetu lakedha minye na-iriho-ya a poyo DEM anak perempuan 3TN-iris-3TA ART mangga ‘Anak perempuan itu mengiris sebuah mangga’

(4.4) Inya-nggu na-irihu-hi ha poyo Ibu-1TG 3TN-iris-3JA J mangga ‘Ibu saya mengiris beberapa mangga’

(4.5) Dhiyo na-ngandi-ya a karohi 3T 3TN-bawa-3JA ART kursi ‘Dia membawa sebuah kursi’

(4.6) Dhiyo na-ngandi-hi ha-karohi 3T 3TN-bawa-3JA J-kursi ‘Dia membawa semua kursi’

Subjek pada data (4.3) diisi oleh frasa nomina takrif berupa enetu lakedha

minye ‘anak perempuan itu’ yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah

kasus nominatif na- pada verba iriho ‘iris’. Objek langsung takrif a ghayo ‘sebuah

mangga’ diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya-. Klitik

pronomina na- (4.4) juga mengacu silang subjek kepada inya-nggu ‘ibu saya’,

tetapi klitik pronomina hi- digunakan sebagai pengganti klitik ya- karena

bersesuaian dengan jumlah objek langsung jamak yang diacunya, yaitu ha poyo

‘beberapa mangga’. Cuplikan data (4.3--4.5) juga memperlihatkan contoh

leksikon bahasa Indonesia yang diadaptasi ke dalam bahasa Kodi, yaitu iriho dari

kata ‘iris’ dan karohi dari kata ‘kursi’. Bahasa Kodi tidak mengenal bunyi [s]

sehingga kata-kata dengan bunyi [s] kemudian diadaptasi melalui proses

fonologis. Putra (2007:145) mengungkapkan bahwa di daerah Sumba, konsonan

[h] bervariasi teratur dengan konsonan [s] dan [z]. Realisasi konsonan [h]

ditemukan di titik pengamatan Kodi. Dua contoh leksikon tersebut menunjukkan

proses fonologis yang terjadi pada bunyi vokal [s] pada kata bahasa Indonesia

menjadi bunyi [h] ditambah bunyi dengan fitur [+vokal].

Klitik pronomina dalam bahasa Kodi memiliki induk berupa kategori kata

yang luas, seperti verba, nomina, adjektiva, numeralia dan preposisi. Klitik

pronomina mengacu silang kepada pronomina dan frasa nomina yang menempati

posisi subjek, objek, dan objek tidak langsung seperti yang terlihat pada data

berikut.

(4.6) Robi monno Rinus a-walungo noppo (verba) Nama dan Nama 3JN-gulung tikar ‘Robi dan Rinus menggulung tikar’ (4.7) Dhiyo polihi-ya (nomina) 3T polisi-3TA ‘Dia polisi’ (4.8) Rehi na-huha (adjektiva) Nama 3TN-sedih ‘Rehi sedih’ (4.9) Tallu-ya ana-na Heri a-bokolo (numeralia) Tiga-3TA anak-3TG Nama 3JN-gemuk

‘Ketiga anak Heri gemuk’

(4.10) Inya na-pupu kalogho dhawa tagu-na ari (preposisi) Ibu 3TN-petik pepaya untuk-3TG adik ‘Ibu memetik pepaya untuk adik’

Data (4.5 dan 4.7) menunjukkan penggunaan klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif untuk mengacu silang kepada subjek, data (4.6) menunjukkan pola

acuan silang argumen subjek dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif,

dan data (4.9 dan 4.10) menunjukkan objek tidak langsung yang diacu silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus genitif.

Ditinjau dari tata urutannya dalam konstruksi klausa, klitik pronomina BK

tidak selalu melekat pada induk (host) yang menduduki fungsi sebagai predikat.

Klitik pronomina dapat disisipi oleh pemarkah kausatif pa-, tetapi tidak dapat

disisipi oleh pemarkah keaspekan imperfektif progresif tengera ‘sedang’. Contoh

data berikut menunjukkan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dapat

muncul sebelum pemarkah kausatif pa- sehingga tidak langsung melekat pada

induk berupa verba.

(4.11) Ari-nggu na-londo Adik-1TG 3TN-duduk ‘Adikku duduk’

(4.12) Yayo ku-pa-londo-ni a ari 1T 1TN-KAUS-duduk-3TD ART adik ‘Saya mendudukkan adik’ (4.13) *Ari-nggu na tengera londo Adik-1TG 3TN PROG duduk ‘Adik saya sedang duduk’

Pada jenis bahasa yang memiliki sistem acuan silang seperti bahasa Kodi,

FN beraposisi dengan pemarkah pronominal pada verba. FN bersifat opsional

karena verba dan pemarkah berupa klitik pronomina sudah mewakili sebuah

klausa yang lengkap. Hubungan antara inti dan dependennya bersifat unilateral.

FN independen memerlukan pemarkah berupa klitik pronomina pada inti

sementara inti dan pemarkah pronominal dapat muncul tanpa FN yang

independen.

(4.14) Dhiyo na-tingu-hi ha-watu 3T 3TN-tarik-3JA J-batu ‘Dia menarik semua batu’

(4.15) Na-tingu-hi ha-watu 3TN-tarik-3JA J-batu ‘Dia menarik semua batu’ (4.16) *Dhiyo tingu-hi ha-watu 3T tarik-3JA J-batu ‘Dia menarik semua batu’

Pelesapan klitik pronomina dhiyo ‘dia’ pada data (4.16) menghasilkan

konstruksi yang tidak berterima. Hal ini menunjukkan bahwa BK merupakan

bahasa yang tergolong bahasa FN-lesap di mana klitik merupakan argumen inti,

sedangkan FN bersifat opsional. Kehadiran FN yang lengkap digunakan untuk

menghindari ambiguitas atau menunjukkan penekanan acuan silang argumen

terikat dan klitik pronominanya. Contoh berikut menunjukkan bahwa pronomina

bisa mengalami proses penggabungan seperti frasa nomina, sedangkan klitik

tidak.

(4.17) A ghagha monno Njaka ART kakak konj Nama ‘Kakak dan Njaka’

(4.18) Yayo monno dhiyo 1T konj 3T ‘Saya dan dia’ (4.19) *ku monno na 1TN konj 3TN

Klitik pronomina memiliki status argumen (dimarkahi dengan peran tematik),

dan membawa informasi berupa kasus morfologis. Klitik selalu memiliki acuan

yang takrif atau dengan kata lain argumen predikat yang takrif selalu memiliki

acuan silang dengan klitik (seperti yang terlihat pada tabel 4.2). Secara inheren,

pronomina dan klitik pronomina bersifat takrif. Jika terdapat frasa nomina yang

mengacu silang kepada klitik, maka kehadiran frasa nomina bersifat opsional.

Klitik pronomina tidak berada dalam distribusi komplementer dengan frasa

nomina yang diacunya; kedua-duanya dapat hadir dalam satu konstruksi klausa

yang sama. Oleh sebab itu, frasa nomina bersifat opsional, sedangkan klitik

bersifat obligatori jika acuannya bersifat takrif.

Klitik pronomina pemarkah subjek biasanya memarkahi subjek yang

bersifat ‘topikal’, merupakan informasi lama, atau dapat dikenali dari konteks

sehingga frasa nomina yang menempati slot subjek dapat dilesapkan. Sebuah frasa

nomina bersifat takrif jika didahului oleh artikel penanda tunggal a, jamak ha atau

penanda demonstrativa seperti enetu ‘itu’ dan iyiya ‘ini’ . Klitik objek langsung

hanya mengacu silang kepada frasa nomina takrif. Jika argumen objek bersifat tak

takrif, maka argumen tersebut hadir dalam bentuk frasa nomina tak takrif (tanpa

artikel) dan tidak diacu silang oleh klitik pronomina.

(4.20) A ghagha na-dheke-ya a tobbo ART kakak 3TN-ambil-3TA ART piring ‘Kakak mengambil sebuah piring’ (4.21) A ghagha na-dheke tobbo ART kakak 3TN-ambil piring ‘Kakak mengambil piring’

Konstruksi pada data (4.20) memiliki objek takrif berupa frasa nomina a

tobbo ‘sebuah piring’ ditandai dengan penggunaan artikel sehingga diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya. Kasus morfologis yang

dimarkahi oleh klitik pronomina menghubungkan fungsi sintaktik (subjek, objek

langsung, objek tak langsung) dengan peran tematiknya (AGENT, PATIENT,

BENEFICIARY, dan yang lainnya). Dengan kata lain, klitik pronomina melekat

pada inti yaitu predikat dan memarkahi relasi antara peran tematik dari argumen

predikat dan peran sintaktiknya.

Berkaitan dengan konsep keintian, teori Tata Bahasa Peran dan Acuan

memiliki pandangan tersendiri mengenai perilaku sintaksis seperti yang

ditunjukkan oleh klitik pronomina bahasa Kodi. Tata Bahasa Peran dan Acuan

menetapkan bahwa sebuah klausa terdiri atas unsur yang merupakan argumen

predikat dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +

argumennya) dan periferi (unsur yang bukan merupakan argumen predikat).

Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa. Klitik pronomina

menduduki unsur inti karena inti sendiri (klitik pronomina + predikat) sudah

mewakili satu unit utuh, sedangkan persona atau frasa nomina yang mengisi slot

subjek berada pada posisi di luar inti, tetapi sebagai bagian dari klausa. Status

frasa nomina independen dalam konstruksi klausa tersebut adalah untuk

menekankan referen dari argumen pronominal yang mendeskripsikan jenis dan

jumlah persona yang diacu silang oleh klitik pronomina.

Contoh:

(4.21a) Ehetu a-kahi-ya a kahihi 3J 3JN-beli-3TA ART baju ‘Mereka membeli sebuah baju’ (4.21b) A-kahi-ya 3JN-beli-3TA ‘Mereka membeli itu/sesuatu’ (4.21c) *Ehetu kahi a kahihi

Data (4.21a) menggambarkan konstruksi klausa dengan pronomina subjek dan

frasa nomina objek yang lengkap. Jika kedua argumen verba tersebut dihilangkan,

maka dihasilkan struktur seperti (4.21b) yang merupakan konstruksi berterima

secara gramatikal dan semantik. Dengan kata lain, klitik pronomina bahasa Kodi

dapat berfungsi sebagai subjek (atau objek). Jika klitik pronomina dan frasa

nomina sama-sama hadir dalam konstruksi sebuah klausa seperti data (4.21a),

maka klitik pronomina adalah subjek atau objek ‘sebenarnya’ karena pronomina

ehetu ‘mereka’ dan frasa nomina a kahihi ‘sebuah baju’ dapat dimengerti dari

konteks sehingga bersifat opsional. Namun, jika objek yang diacu bersifat tidak

takrif, maka kehadiran objek tidak langsung bersifat obligatori karena tidak diacu

silang oleh klitik pronomina. Representasi formal dari contoh data (4.21a) dapat

dilihat sebagai berikut.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG PRO NUK PRO ARG

PRED

V

Ehetu a- kahi -ya a kahihi Gambar 4.1 Representasi Formal Data (4.21a)

Van Valin, Jr (2005: 17) menyatakan bahwa secara semantis, fungsi dari

argumen subjek berupa pronomina persona ketiga jamak ehetu ‘mereka’ dan

argumen objek berupa frasa nomina a kahihi ‘sebuah baju’ seperti yang terlihat

pada contoh di atas adalah untuk memberikan spesifikasi terhadap acuan klitik

pronomina yang hanya memberi informasi mengenai tipe dan jumlah argumen.

Dilihat dari tataran sintaktik, kedua argumen tersebut merupakan bagian internal

klausa. Oleh sebab itu, kedua argumen tersebut berada dalam lingkup operator

daya ilokusi sehingga bisa ditonjolkan, ditanyakan, atau disangkal. Argumen

tersebut tidak menempati slot periferi klausa karena bukan merupakan oblik

seperti ajung periferi.

Representasi formal untuk klausa yang tersusun atas verba dan klitik

pronomina pemarkah subjek dan objek terlihat pada gambar 4.2. Klausa terdiri

atas nukleus yang tersusun oleh predikat berupa verba dan pronomina dalam

bentuk klitik yang mengacu silang kepada subjek berupa ehetu ‘mereka’ dan

objek berupa frasa nomina a kahihi ‘baju itu’.

KALIMAT KLAUSA INTI PRO NUK PRO PRED V a- kahi ya Gambar 4.2 Representasi Formal Data (4.21b)

Berkaitan dengan klausa yang terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti,

Van Valin, Jr (2005:17) menyatakan bahwa argumen inti klausa tersusun dari

pronomina pada verba, bukan terdiri dari leksikal berupa frasa nomina dan

pronomina independen yang opsional. Dalam bahasa Kodi, relasi antara inti dan

argumen terikatnya bersifat unilateral dalam arti bahwa frasa nomina terikat

memerlukan pemarkah pronominal pada inti, tetapi inti dan pemarkah pronominal

dapat muncul tanpa kehadiran frasa nomina terikat. Hal ini disebabkan oleh inti

dan pronomina (dalam bentuk acuan silang klitik pronomina) sudah membentuk

sebuah klausa utuh yang bermakna. Oleh sebab itu, konstruksi klausa transitif

pada contoh (4.21c) menghasilkan konstruksi yang tidak berterima karena verba

sebagai inti klausa tidak mengandung informasi mengenai argumen subjek dan

objek. Hal ini menekankan bukti bahwa kehadiran subjek dan objek takrif dalam

bahasa Kodi bersifat opsional. Fenomena ini berbeda dengan paradigma yang

ditemukan pada bahasa Manggarai2 di Flores. Pada bahasa Manggarai, frasa

nomina bebas atau klitik pronomina dapat mengisi posisi subjek sehingga

keduanya tidak bersifat opsional (Arka dan Kosmas, 2002: 4) seperti yang terlihat

pada data berikut (glos dan format cetak tebal diadopsi berdasarkan cuplikan data

asli).

(4.22a) Hia ongga aku 3s hit 1s (4.22b) Ongga aku-i Hit 1s-3s (4.22c) *Ongga aku ‘(S)he hit me’

Data pada contoh (4.22b) menunjukkan kehadiran klitik pronomina –i yang

mengacu silang kepada pronomina persona ketiga tunggal hia ‘dia (laki-laki atau

2 Bahasa Manggarai adalah bahasa yang tergolong subgrup Melayu Polinesia Tengah dari rumpun bahasa Austronesia dengan jumlah penutur 400.000 di wilayah barat dan utara Flores (Blust, 1978)

perempuan)’. Data (4.22a) menunjukkan konstruksi dengan pronomina hia yang

mengisi slot subjek dan aku pada slot objek tanpa kehadiran klitik pronomina

pada verba, sedangkan data (4.22c) merupakan konstruksi yang tidak berterima

karena subjek berupa persona hia dan klitik –i sama-sama tidak muncul. Hal ini

menekankan bahwa tidak seperti bahasa Kodi, relasi antara konstituen yang

mengisi slot subjek dan objek dengan klitik pronomina dalam bahasa Manggarai

tidak bersifat gramatikal.

Di samping karakteristik yang telah dijabarkan sebelumnya, klitik

pronomina dalam bahasa Kodi juga menunjukkan pola pemarkahan nonkanonis.

Contoh data berikut ini menunjukkan argumen subjek yang dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus datif dan argumen objek dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif.

(4.23a) Iyiya karimboyo do-nggu-ni yayo DEM kerbau milik-1TG-3TD 1T ‘Kerbau ini milik saya’ lit. ‘Ini kerbau milik saya’ (4.23b) Iyiya karimboyo do-dha-ndi ehetu DEM kerbau milik-3TG-3JD 3J ‘Kerbau-kerbau ini milik mereka’ lit. ‘Ini kerbau-kerbau milik mereka’ (4.23c) Iyiya karimboyo do-mu-ndi yoyo DEM kerbau milik-2TG-3JD 2T ‘Kerbau-kerbau ini milik kamu’ lit. ‘Ini kerbau-kerbau milik kamu’

Konstruksi klausa di atas memperlihatkan konstruksi yang menggunakan

kluster klitik berupa klitik pronomina pemarkah kasus genitif-datif. Klitik

pronomina pemarkah kasus genitif mengacu silang kepada objek tiap-tiap klausa,

-nggu (4.23a) mengacu silang kepada pronomina persona pertama tunggal yayo

‘saya’, -nda (4.23b) mengacu silang kepada pronomina persona ketiga jamak

ehetu ‘mereka’, dan -mu (4.23c) mengacu silang kepada pronomina persona

kedua tunggal yoyo ‘kamu’. Subjek pada tiap-tiap kalimat dimarkahi dengan klitik

pronomina pemarkah kasus datif. Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif

yang memarkahi subjek pada struktur kanonis pada kalimat aktif tidak muncul

pada verba sehingga menghasilkan konstruksi bermarkah. Tipe konstruksi ini

dijelaskan lebih lanjut pada bab V yang membahas tipologi relasi gramatikal

dengan penekanan pola pemarkahan argumen inti predikat. Representasi formal

kalimat (4.23a) dapat digambarkan sebagai berikut.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUK PRO PRO ARG

PRED

FN V FN

Iyiya karimboyo do -nggu -ni yayo

Gambar 4.3 Representasi Formal Data (4.23a)

Konstruksi (4.23a--4.23c) juga menunjukkan bahwa klitik pronomina

dapat berfungsi sebagai pronomina anaforik. Anteseden yang diacu oleh klitik

pronomina pada (4.23a--4.23c) masih berada pada tataran satu klausa. Relasi

anaforik ditunjukkan oleh penggunaan klitik pronomina pemarkah kasus datif -ni

(4.23a) mengacu pada anteseden takrif berupa frasa nomina berjumlah tunggal

iyiya karimboyo ‘kerbau ini’, sedangkan pada klausa (4.23b--4.23c) iyiya

karimboyo mengacu pada jumlah jamak ‘kerbau-kerbau ini’ sehingga diacu oleh

klitik –dha. Fenomena fungsi anaforik dari klitik juga ditemukan pada bahasa

Manggarai dalam tulisan Arka dan Kosmas (1993:3) seperti yang terlihat pada

data klausa intransitif berikut (cuplikan data disadur seperti aslinya).

(4.24) Hia pa’u etu mai bubung mbaru hitu=i 3s fall above from top.roof house that=3s ‘(S)he fell down from the roof top of the house’ (4.25) Hi Kode ka’eng wa tana=i ART monkey stay down ground=3s ‘The monkey lives on the ground’

Pada konstruksi (4.24), klitik -i (orang ketiga tunggal) bersesuaian dengan

hia dan bersesuaian dengan hi Kode pada konstruksi (4.25). Fitur yang

membedakan konstruksi anaforik bahasa Kodi dan bahasa Manggarai terdapat

pada kelas kata yang dimarkahi oleh klitik anaforik. Sebagai bahasa berpemarkah

inti, klitik anaforik pada bahasa Kodi merupakan bentuk argumen terikat pada inti

klausa atau predikat (dalam hal ini verba do ‘milik’). Selain verba, klitik

pronomina juga melekat pada nomina, penanda keaspekan, dan preposisi.

Sementara itu, klitik anaforik pada bahasa Manggarai melekat pada unsur noninti

berupa bentuk demonstratif hitu (4.24) dan nomina tana (4.25).

Selain pemarkah berupa klitik pronomina yang mengacu silang kepada

argumen predikat, bahasa Kodi juga memiliki tipe pemarkah lain. Pemarkah

tersebut meliputi klitik pronomina keaspekan, pemarkah kausatif, pemarkah

resiprokal, pemarkah perelatif, pemarkah anti kausatif, dan pemarkah penegas.

4.2.2 Pemarkah Keaspekan

Konstruksi keapekan dalam bahasa Kodi ditandai oleh pemarkah leksikal

dan klitik pronomina keaspekan yang mengacu silang kepada subjek kalimat.

Chung dan Timberlake (1985:213) menyatakan bahwa aspek menggambarkan

relasi sebuah predikat dengan interval waktu ketika peristiwa terjadi. Predikat

dalam konstruksi klausa mendeskripsikan suatu keadaan atau situasi yang dapat

bersifat konstan atau berubah. Sebuah kejadian terdiri atas predikat dan interval

waktu (bingkai kejadian) yang dipilih oleh penutur. Bahasa Kodi menunjukkan

konstruksi keaspekan perfektif dengan menggunakan pemarkah leksikal

keaspekan perfektif mengeka ‘sudah’; pemarkah keaspekan imperfektif tengera

‘sedang’; dan pemarkah keaspekan habitual enga ‘sering’. Dalam konstruksi

keaspekan bahasa Kodi, muncul bentuk klitik pronomina khusus yaitu klitik

pronomina keaspekan. Istilah tersebut dipilih untuk digunakan dalam penelitian

ini karena klitik pronomina keaspekan berperilaku seperti klitik pronomina, tetapi

hanya muncul dalam konstruksi keaspekan. Berikut ini adalah daftar klitik

pronomina keaspekan dalam bahasa Kodi.

Tabel 4.4 Daftar Klitik pronomina Keaspekan Bahasa Kodi Tipe Persona Pronomina Bahasa Kodi Klitik pronomina

Keaspekan Bahasa Kodi 1T Yayo Bhaku 2T Yoyo Bhu 3T Dhiyo Bhana 1Jink Yicca Bhata 1Jeks Yamma Bhama 2J Yemmi Bhi 3J Ehetu Bha

Klitik pronomina keaspekan di atas memiliki perilaku mirip seperti klitik

pronomina karena juga mengacu silang dengan argumen predikat berupa subjek.

Klitik pronomina keaspekan bersesuaian dengan jenis dan jumlah pronomina atau

frasa nomina yang diacu silang. Perbedaan antara tipe klitik pronomina dan klitik

pronomina keaspekan terletak pada ruang lingkup kemunculan klitik pronomina

keaspekan yang lebih terbatas dan tidak berfungsi sebagai bentuk acuan silang

dengan argumen lain selain argumen subjek dalam konstruksi keaspekan. Dalam

sebuah konstruksi bermakna keaspekan, klitik pronomina keaspekan dapat

muncul dalam tata urutan yang berbeda, berfungsi menggantikan klitik pronomina

dan juga dapat muncul bersama dengan klitik pronomina dalam satu konstruksi

yang sama.

4.2.2.1 Keaspekan Perfektif

Beberapa linguis termasuk Comrie (1976) menjabarkan perbedaan

fundamental antara aspek perfektif dan imperfektif. Aspek perfektif menyatakan

suatu kejadian sebagai sebuah kesatuan utuh tanpa memerhatikan tahapan-tahapan

yang menyusun kejadian tersebut. Aspek perfektif dalam bahasa Kodi dinyatakan

dengan pemarkah leksikal mengeka ‘sudah’. Sistem pemarkahan argumen dalam

konstruksi keapekan perfektif menunjukkan dua pola yang berbeda.

Berikut ini dipaparkan pola pemarkahan yang muncul pada konstruksi

keaspekan perfektif BK jika verba dasarnya disusun oleh verba intransitif.

(4.26) Yayo ku-mengeka paghili la mango 1T 1TN-PERF kerja prep kebun ‘Saya sudah bekerja di kebun’

(4.27) Yayo mengeka bhaku-paghili la mango 1T PERF Asp.1T-kerja prep kebun ‘Saya sudah bekerja di kebun’ (4.28) * Yayo ku-mengeka bhaku-paghili la mango 1T 1TN- PERF Asp.1T-kerja prep kebun ‘Saya sudah bekerja di kebun’

Pola pemarkahan pada kedua data di atas menunjukkan bahwa argumen subjek

dalam konstruksi keaspekan perfektif dapat diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif ku- (4.26) dan klitik pronomina keaspekan bhaku-

(4.27). Klitik pronomina dan klitik keaspekan bersesuaian dengan tipe serta

jumlah argumen yang mengisi slot subjek yaitu pronomina persona pertama

tunggal yayo ‘saya’. Argumen subjek tidak dapat menerima pemarkahan ganda

sehingga konstruksi klausa (4.28) merupakan konstruksi yang tidak berterima

karena subjek diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah nominatif dan klitik

keaspekan. Berdasarkan tata urutan argumen verba intransitif, subjek tetap

menempati slot di awal klausa dan diikuti oleh penanda leksikal keaspekan

perfektif mengeka ‘sudah’. Argumen subjek berupa pronomina persona atau frasa

nomina takrif dapat dilesapkan tanpa memengaruhi tingkat gramatikalitas klausa.

Dilihat dari representasi formalnya, kedudukan pemarkah leksikal keaspekan

dalam konstruksi pada contoh (4.26) terlihat pada gambar 4.4.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUKLEUS

PRO PRED PP

V

Yayo ku-mengeka paghili la mango

V

ASP NUKLEUS

Gambar 4.4 Representasi Formal Data (4.26)

Teori TPA memandang kategori gramatikal seperti aspek, kala, dan

modalitas sebagai operator yang memodifikasi lapisan klausa yang berbeda.

Masing-masing level klausa dapat dimodifikasi oleh satu operator atau lebih.

Operator nuklear memiliki lingkup yang mencakup bagian nukelus; berfungsi

memodifikasi aksi, kejadian atau keadaan tanpa acuan dengan partisipan (Van

Valin, Jr, 2005: 8). Representasi formal pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa

pemarkah leksikal keaspekan mengeka ‘sudah’ dalam bahasa Kodi merupakan

operator yang memodifikasi bagian nukleus dan muncul setelah klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif ku-. Salah satu klaim utama yang diajukan oleh teori

TPA berkaitan dengan operator adalah bahwa relasi antara verba dan tata urutan

morfem yang mengekspresikan operator dapat mengindikasikan ruang lingkup

fungsi operator. Dengan menentukan nukleus sebagai titik referensi, morfem yang

menunjukkan operator nuklear berada lebih dekat dengan nukleus dibandingkan

dengan operator inti, dan operator yang memanifestasikan operator klausal

seharusnya berada di luar operator nukleus dan inti (Van Valin, Jr, 2005:11).

Pola pemarkahan argumen pada konstruksi keaspekan perfektif yang

dibangun dari verba transitif ditunjukkan oleh data berikut.

(4.29) Dhiyo na-mengeka ndeke-ya a kieto 3T 3TN-PERF ambil-3TA ART pisau ‘Dia sudah mengambil pisau’ (4.30) Ehetu mengeka bha-ndakuro-hi ha-wawi 3J PERF Asp.3J-tikam-3JA J-babi ‘Mereka sudah menikam semua babi’ Pola pemarkahan argumen untuk konstruksi keaspekan perfektif yang dibangun

oleh verba transitif memiliki pola yang sama dengan konstruksi verba intransitif

yang telah dijabarkan sebelumnya. Subjek tidak dapat dimarkahi ganda oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif dan klitik pronomina keaspekan. Klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif na- mengacu silang kepada subjek

pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ (4.29) sedangkan klitik pronomina

keaspekan bha- mengacu silang kepada subjek pronomina persona ketiga jamak

ehetu ‘mereka’ (4.30). Objek pada masing-masing klausa diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif yang bersesuaian dengan tipe dan jumlah

argumen pengisi slot objek. Representasi formal data (4.30) ditunjukkan oleh

gambar 4.5.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUKLEUS ARG

PRO PRED PRO

V

Ehetu mengeka bha- ndakuro -hi ha-wawi

V ASP NUKLEUS

Gambar 4.5 Representasi Formal Data (4.30)

Representasi formal untuk konstruksi data (4.30) menunjukkan bahwa inti

tersusun atas argumen subjek berupa pronomina persona ketiga jamak ehetu

‘mereka’ dan objek berupa frasa nomina ha wawi ‘semua babi’. Inti juga disusun

oleh nukleus yang terdiri atas klitik pronomina keaspekan bha-, PRED berupa

verba ndakuro ‘tikam’, dan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –hi.

Pemarkah leksikal mengeka sebagai operator penanda keaspekan berfungsi

memodifikasi nukleus.

Pola pemarkahan argumen predikat berupa objek langsung (klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif) dan objek tidak langsung (klitik pronomina

pemarkah kasus datif) mengikuti kaidah pemarkahan sistem klitik pronomina

yang telah dijabarkan pada subbab 4.2.1. Data berikut ini menunjukkan pola

pemarkahan argumen objek pada konstruksi keaspekan perfektif.

(4.31) Loghe na-mengeka turoho-ngga-ni yayo a huroto Nama 1TN-PERF tulis-1TD-3TD 1T ART surat ‘Loghe sudah menulis surat untuk saya’

(4.32) Yayo mengeka bhaku-ngandi-ya a galla tagu-na bhapa 1T PERF-1TG Asp.1T-bawa-3TD ART gelas prep-3TG Bapak ‘Saya sudah membawa gelas untuk bapak’

Data (4.31-4.32) menunjukkan objek tidak langsung yang diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus datif dengan tata urutan yang berbeda. Dilihat dari

tata urutan data (4.31), objek tidak langsung dapat muncul sebelum objek

langsung. Objek langsung juga dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus

datif sehingga membentuk kluster klitik datif-datif. Selain itu, objek tidak

langsung juga dapat muncul setelah objek langsung sebagai oblik dalam bentuk

frasa preposisional (4.32).

4.2.2.2 Keaspekan Imperfektif

Aspek imperfektif menekankan ‘struktur internal’ suatu kejadian termasuk

proses yang terlibat di dalamnya. Comrie menyatakan bahwa terdapat dua tipe

aspek imperfektif yang utama: progresif seperti dalam contoh John was working

(when I entered); dan habitual seperti John used to work here. Tipe lain dari aspek

imperfektif adalah iteratif (repetitif) yang digunakan dalam beberapa bahasa untuk

mengacu pada kejadian yang terjadi berulang kali (keep on X-ing). Bentuk yang

menyatakan aspek iteratif biasanya diekspresikan dalam Bahasa Inggris dengan

menggunakan frasa seperti over and over, more and more, here and there.

4.2.2.2.1 Keaspekan Imperfektif Progresif

Aspek imperfektif progresif dalam bahasa Kodi dimarkahi dengan

penggunaan pemarkah tengera ‘sedang’. Pemarkah leksikal keaspekan imperfektif

progresif tengera memiliki urutan yang bervariasi dalam struktur sebuah klausa.

Tata urutan dan pola pemarkahan argumen untuk konstruksi keaspekan

imperfektif menunjukkan pola yang berbeda jika dibandingkan dengan pola

pemarkahan yang telah dijabarkan pada subbab mengenai konstruksi keaspekan

perfektif. Pola pemarkahan untuk konstruksi keaspekan imperfektif progresif yang

dibangun oleh verba intransitif adalah sebagai berikut.

(4.33) Bhapa tengera-na bhana-paghili la mango Bapak PROG-3TG Asp.3T-kerja prep kebun ‘Bapak sedang bekerja di kebun’ (4.34) A ari-nggu tengera bhana-hoyo ART adik-1TG PROG Asp.3T-tangis ‘Adikku sedang menangis’ (4.35) Ehetu tengera-dha halako la hakola 3J PROG-3JG jalan prep sekolah ‘Mereka sedang berjalan ke sekolah’

(4.36) *Yayo ku-tengera londo

1T 1TN-PROG duduk ‘Saya sedang duduk’

Dilihat dari tata urutan argumen verba intransitif, subjek tetap menempati slot

di awal klausa dan diikuti oleh penanda leksikal keaspekan perfektif progresif

tengera ‘sedang’. Subjek dapat menerima pemarkahan ganda yaitu berupa klitik

pronomina pemarkah kasus genitif –na dan klitik pronomina keaspekan bhana-

(data 4.33), diacu silang oleh klitik pronomina keaspekan bhana- (4.34), dan

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –dha (4.35). Berbeda

dengan pola pemarkahan pada konstruksi keaspekan perfektif, subjek pada

konstruksi keaspekan imperfektif progresif tidak dapat diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif sehingga konstruksi (4.36) merupakan

konstruksi yang tidak gramatikal. Namun, subjek dapat dimarkahi ganda oleh

klitik pronomina pemarkah kasus genitif dan klitik pronomina keaspekan.

Meskipun argumen subjek menerima pola pemarkahan yang bervariasi, klitik

pronomina datif dan akusatif tidak digunakan untuk memarkahi argumen subjek

pada konstruksi keaspekan dengan verba dasar intransitif baik pada konstruksi

keaspekan perfektif maupun imperfektif. Penanda leksikal keaspekan tengera

‘sedang’ berfungsi sebagai operator nukleus seperti yang terlihat pada representasi

formal data (4.34) pada gambar 4.6.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUKLEUS

PRO PRED

V

A ari-nggu tengera bhana hoyo

V

ASP NUKLEUS

Gambar 4.6 Representasi Formal Data (4.34)

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa teori TPA menempatkan aspek sebagai

salah satu unsur pembentuk struktur yang berada pada domain tersendiri karena

merepresentasikan kategori gramatikal yang secara kualitatif berbeda dengan

predikat dan argumen predikat. Operator secara teknis bukan bagian dari nukleus,

inti, atau periferi, melainkan merupakan pewatas (modifier) dari unit-unit dan

kombinasinya sehingga operator ini diwujudkan secara terpisah dari predikat dan

argumen yang diterangkan (Van Valin, Jr., 2005:9). Dalam teori TPA, aspek

adalah modifikator nukleus karena memberikan informasi mengenai struktur

temporal internal dari suatu peristiwa tanpa mengacu pada hal yang lainnya

sehingga pemarkah leksikal keaspekan tengera pada gambar 4.36 diproyeksikan

pada nukleus bersama PRED hoyo ‘menangis’. Subjek berupa a ari-nggu

‘adikku’ berada di luar inti sedangkan argumen PRED berupa klitik pronomina

keaspekan bhana merupakan bagian nukleus yang membangun inti klausa.

Selanjutnya, tata urutan konstituen dan pola pemarkahan argumen pada

konstruksi keaspekan imperfektif progresif yang dibangun oleh verba transitif

digambarkan sebagai berikut.

(4.37) A ghagha tengera-na bhana-dhangi watara ART kakak PROG-3TG Asp.3T-jemur jagung ‘Kakak sedang menjemur jagung’ (4.38) Ehetu tengera bha-pandende-ya a wawi 3J PROG Asp.3J-masak-3JA ART babi ‘Mereka sedang memasak babi’ (4.39) Yayo tengera-nggu hapu-ya a koro 1T 1TN-PROG sapu-3TA ART kamar ‘Saya sedang menyapu kamar’ Subjek sebagai argumen PRED dapat dimarkahi ganda oleh klitik pronomina

pemarkah kasus genitif –na dan klitik pronomina keaspekan bhana- (4.37), diacu

silang oleh klitik pronomina keaspekan bha- (4.38), dan diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif –nggu (4.39). Argumen objek berupa frasa

nomina takrif a wawi ‘babi’ dan a koro ‘kamar’ diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif, sedangkan frasa nomina tak takrif berupa

watara ‘jagung’ tidak diacu silang.

Data (4.37) menunjukkan penggunaan klitik pronomina pemarkah kasus

genitif –na pada pemarkah keaspekan imperfektif progresif tengera dan klitik

pronomina keaspekan bhana- yang mengacu silang kepada subjek a ghagha

‘kakak’ yang muncul secara eksplisit pada awal kalimat. Objek tak takrif watara

‘jagung’ tidak diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif karena

bersifat generik.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUKLEUS ARG

PRO PRO PRED

V

A ghagha tengera-na bhana- dhangi watara V ASP NUKLEUS Gambar 4.7 Representasi Formal Data (4.37) Representasi formal pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa nukleus terdiri

atas tiga unsur penyusun, yaitu klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na-

dan klitik pronomina keaspekan bhana yang sama-sama mengacu silang kepada

subjek a ghagha ‘kakak’, dan predikat berupa verba dhangi ‘jemur’. Argumen inti

tersusun atas pronomina persona pertama tunggal a ghagha ‘kakak’ dan nomina

watara ‘jagung’ yang mengisi slot objek.

4.2.2.2.2 Keaspekan Imperfektif Habitual

Bahasa Kodi juga memiliki pemarkah keaspekan imperfektif habitual untuk

menggambarkan suatu aktifitas yang sering dilakukan yaitu berupa pemarkah

leksikal enga ‘sering’ atau ‘biasa’. Sama halnya seperti pemarkah leksikal

keaspekan perfektif mengeka dan pemarkah leksikal keaspekan imperfektif

progresif tengera, pemarkah leksikal keaspekan imperfektif habitual enga juga

memiliki tata urutan yang fleksibel dalam sebuah klausa seperti yang ditunjukkan

oleh konstruksi yang dibangun oleh verba intransitif halako ‘pergi’ berikut.

(4.41) Yayo enga-nggu bhaku-halako la paranggango 1T 1TN-HAB Asp.1T-jalan prep pasar ‘Saya sering berjalan ke pasar’ (4.42) A ari-nggu enga bhana-halako la paranggango ART adik-1TG HAB Asp.3T-jalan prep pasar ‘Adikku sering berjalan ke pasar’

(4.43) Enetu ha-lakedha enga-dha halako la paranggango DEM J-anak HAB-3JG jalan prep pasar ‘Anak-anak itu sering berjalan ke pasar’

Pola pemarkahan dan tata urutan argumen pada konstruksi keaspekan imperfektif

habitual menunjukkan pola yang sama seperti konstruksi keaspekan imperfektif

progresif. Pada contoh data di atas, penggunaan verba yang sama untuk tipe

konstruksi yang berbeda penulis tampilkan untuk menunjukkan bahwa pola

pemarkahan dan tata urutan tersebut tidak dipengaruhi oleh tipe semantik verba

sehingga dapat diisi oleh verba intransitif yang sama. Subjek pada konstruksi

keaspekan imperfektif habitual memiliki pola pemarkahan yang sama seperti yang

ditunjukkan oleh konstruksi keaspekan imperfektif progresif. Representasi formal

untuk data (4.41) diilustrasikan oleh gambar 4.8.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUKLEUS

PRO PRO PRED PP

V

Yayo enga-nggu bhaku- halako la paranggango

V

ASP NUKLEUS

Gambar 4.8 Representasi Formal Data (4.41)

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nukleus terdiri atas tiga unsur penyusun,

yaitu klitik pronomina pemarkah kasus genitif na- dan klitik pronomina

keaspekan bhana yang sama-sama mengacu silang kepada subjek Bhapa ‘Bapak’,

dan predikat berupa verba halako ‘jalan’. Frasa preposisional la paranggango ‘ke

pasar’ menempati unsur di luar inti yaitu sebagai bagian periferi. Pemarkah

leksikal keaspekan imperfektif habitual enga berfungsi sebagai operator nukleus.

Konstruksi keaspekan imperfektif habitual yang disusun oleh verba

transitif menunjukkan pola pemarkahan subjek yang dimarkahi ganda oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif dan klitik pronomina keaspekan (4.44), diacu

silang oleh klitik pronomina keaspekan (4.45), dan diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif (4.46) seperti yang terlihat pada data berikut.

(4.44) Inya enga-na bhana-bhayo pare iha kapahudho-iha kapahudho Ibu 3TN-HAB Asp.3T-tumbuk padi tiap pagi tiap pagi ‘Ibu biasa menumbuk pagi setiap pagi’ (4.45) Ehetu enga dha-bhayo pare iha kapahudho-iha kapahudho 3J HAB Asp.3J-tumbuk padi tiap pagi tiap pagi ‘Mereka biasa menumbuk pagi setiap pagi’ (4.46) Yayo enga-nggu bhayo pare iha kapahudho-iha kapahudho

1T HAB-1TG tumbuk padi tiap pagi tiap pagi ‘Saya biasa menumbuk pagi setiap pagi’ Konstruksi keaspekan imperfektif habitual pada data (4.44--4.46) memperlihatkan

tambahan argumen non-inti berupa keterangan waktu iha kapahudho-iha

kapahudho ‘setiap pagi’.

Konstruksi keaspekan juga ditemukan pada bahasa Kambera di Sumba

Timur dan bahasa Wewewa di Sumba Barat Daya. Perbedaan signifikan terdapat

pada fungsi kluster klitik genitif dan datif yang digunakan untuk menunjukkan

konstruksi klausa dengan aspek kontinuatif pada bahasa Kambera (Klamer,

1994:67) dan pemarkah leksikal sebagai pemarkah keaspekan pada bahasa

Wewewa (Kasni, 2012:112). Kehadiran klitik pronomina keaspekan merupakan

fitur distingtif yang dimiliki oleh bahasa Kodi karena tidak ditemukan pada

bahasa Sumba serumpun yaitu bahasa Kambera dan bahasa Wewewa.

Penanda keaspekan kontinuatif pada bahasa Kambera dimarkahi oleh

kluster klitik genitif dan datif seperti yang terlihat pada data berikut.

(4.47) ‘Laku -nggu-nya ina,’ wà-na Go -1sG+3sD mother, say-3sG ‘I am going mother,’ he said (lit. ‘it (is) my going,’ he said)

Klitik genitif memarkahi persona dan jumlah subjek, sedangkan klitik datif selalu

berbentuk pronomina persona orang ketiga tunggal dan tidak bermakna. Kluster

klitik tersebut digunakan untuk memarkahi satu verbal argumen, yaitu subjek

intransitif ‘pronomina persona pertama tunggal’. Klamer (1994:68) mengajukan

argumen bahwa klitik datif dalam konstruksi tersebut tidak memiliki ‘makna’

tetapi kehadirannya tetap diperlukan karena tanpa klitik datif, klausa tersebut akan

menjadi klausa nominal dengan properti dan fungsi yang berbeda dari konstruksi

aspek kontinuatif.

Konstruksi keaspekan dalam bahasa Kambera memiliki perbedaan

signifikan dengan konstruksi keaspekan yang ditemukan dalam bahasa Kodi

karena dibentuk oleh pemarkah yang berbeda. Konstruksi keaspekan dalam

bahasa Kambera ditandai dengan munculnya kluster klitik pemarkah kasus

genitif-datif, sedangkan dalam bahasa Kodi muncul pemarkah leksikal keaspekan

dan klitik pronomina keaspekan. Pola pemarkahan kluster klitik juga muncul

dalam konstruksi sintaksis bahasa Kodi, tetapi tidak berfungsi sebagai pemarkah

keaspekan. Fungsi kluster klitik tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam subbab

4.3.2.2 yang menjabarkan konstruksi klausa berpredikat verbal.

Sementara itu, strategi yang berbeda pada konstruksi keaspekan

ditunjukkan oleh bahasa Wewewa. Kasni (2012:112) menyatakan bahwa aspek

dalam BSDW3 dinyatakan dengan pemarkah leksikal, dan pemarkah leksikal

tersebut diungkapkan dengan adverbial yang menyatakan waktu. Konstruksi

keaspekan perfektif dimarkahi oleh pemarkah leksikal ‘babana/bana’/ba,

3 Kasni dalam disertasinya mengacu bahasa Wewewa sebagai Bahasa Sumba Dialek Waijewa (BSDW)

konstruksi keaspekan imperfektif duratif atau progresif dimarkahi oleh pemarkah

leksikal ne’e, imperfektif habitual oleh pemarkah leksikal pakita/patirri/ia lodo ia

lodo, dan futur oleh pemarkah leksikal koka. Contoh data yang disadur dari

disertasi Kasni berikut ini, menunjukkan penggunaan pemarkah leksikal

keaspekan imperfektif progresif ne’e ‘sedang’ dan pemarkah leksikal keaspekan

perfektif bana ‘telah’.

(4.48) Nati lakawa ne’e- na nga’a DEM anak ASP-3TAk makan ‘Anak itu sedang makan’ (Kasni, 2012:112)

(4.49) Agustin na-nandodo bana Agustin 3TNm-nyanyi ASP ‘Agustin telah menyanyi’ (Kasni, 2012:113) Pada kedua cuplikan data tersebut terlihat bahwa konstruksi keaspekan

dalam bahasa Wewewa hanya memiliki pemarkah leksikal keaspekan tanpa klitik

pronomina keaspekan seperti yang ditemukan pada bahasa Kodi. Argumen inti

berupa subjek pada masing-masing klausa diacu silang oleh klitik yang membawa

kasus akusatif –na (4.48) dan kasus nominatif na- (4.49).

Pemaparan mengenai konstruksi keaspekan dalam bahasa Kodi

menunjukkan perubahan paradigma sistem pemarkahan klitik pronomina yang

dipengaruhi oleh tipe konstruksi keaspekan. Pada konstruksi keaspekan perfektif,

imperfektif progresif dan imperfektif habitual, argumen inti subjek dapat diacu

silang dengan beberapa pola pemarkahan klitik pronomina seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Pola Pemarkahan Argumen S dalam Konstruksi Keaspekan BK Tipe Predikat dan Keaspekan Pemarkahan Argumen S

Verba intransitif - Keaspekan Perfektif

- Keaspekan Imperfektif Progresif dan Habitual

- klitik pronomina pemarkah kasus nominatif - klitik pronomina keaspekan

- klitik pronomina pemarkah kasus genitif dan klitik pronomina keaspekan

- klitik pronomina keaspekan - klitik pronomina pemarkah kasus genitif

Verba Transitif

- Keaspekan Perfektif

- Keaspekan Imperfektif Progresif dan Habitual

- klitik pronomina pemarkah kasus nominatif - klitik pronomina keaspekan

- klitik pronomina pemarkah kasus genitif dan klitik pronomina keaspekan

- klitik pronomina keaspekan - klitik pronomina pemarkah kasus genitif

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa pola pemarkahan nonkanonis klitik

pronomina dipengaruhi oleh faktor sintaksis karena menunjukkan paradigma yang

berbeda ketika berada dalam konstruksi keaspekan yang berbeda. Pola

pemarkahan argumen subjek pada konstruksi keaspekan perfektif (diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif) berbeda dengan pola

pemarkahan subjek pada konstruksi keaspekan imperfektif dan habitual (diacu

silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif). Dilihat dari tata urutannya,

klitik pronomina juga menunjukkan pola nonkanonis karena dapat melekat pada

konstituen lain selain predikat (induk), yaitu berupa pemarkah leksikal keaspekan.

Meskipun menunjukkan variasi acuan silang, klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif tetap hadir sebagai proklitik dan klitik pronomina pemarkah genitif

sebagai enklitik. Pola pemarkahan argumen subjek, objek langsung dan objek

tidak langsung dipaparkan lebih lanjut pada bab V yang membahas mengenai

tipologi relasi gramatikal BK.

Selain bentuk pemarkah berupa klitik pronomina dan klitik pronomina

keaspekan yang berfungsi untuk memarkahi argumen predikat, bahasa Kodi juga

memiliki pemarkah yang berperan dalam mengubah struktur sintaksis klausa

seperti proses penaikan dan penurunan valensi yang dibahas pada subbab berikut.

4.2.3 Pemarkah Pa-

Pemarkah pa- dalam bahasa Kodi tergolong ke dalam tipe pemarkah

multifungsi. Salah satu fungsi pemarkah pa- adalah sebagai pemarkah kausatif

yang muncul setelah klitik pronomina pemarkah kasus nominatif. Sebagai bentuk

pemarkah kausatif, pa- mengubah relasi tematik dari argumen leksikal yang

menduduki fungsi kata dasar. Proses ini dilakukan dengan menambahkan causer

‘penyebab’ baru dengan peran AGENT ke struktur tematik verba. Verba turunan

kausatif yang paling sering muncul adalah proses yang melibatkan kata dasar

berupa verba intransitif. Jika kata dasarnya berupa verba intransitif, satu-satunya

argumen verba kemudian menjadi objek ‘causee’ verba kausatif. Contoh klausa

berikut menunjukkan proses perubahan kaka ‘putih’ menjadi pa-kaka ‘membuat

putih atau memutihkan’. Subjek pada data (4.47a) menjadi objek ‘causee’ dari

verba kausatif pada kalimat (4.47b--4.47c).

(4.47a) [A handa watu umma-na]i dhiyo na-kaka-ngoi ART dinding baru rumah-3TG 3T 3TN-putih-Pen ‘Dinding rumahnya putih’

(4.47b) Yayo ku-pa-kaka-ni-kaj a [handa watu umma-na]j

1T 1TN-KAUS-putih-3TD-Pen ART dinding batu rumah-3TG ‘Saya memutihkan dinding rumahnya’ (4.47c) Yayo mengeka bhaku-pa-kaka-ni-kaj enetu [A-handa watu] j 1T PERF Asp.1T-KAUS-putih-3TD-Pen DEM ART-dinding batu ‘Saya sudah memutihkan dinding itu’ Lit. ‘Dinding itu sudah saya putihkan’

Data (4.47a) menunjukkan penambahan argumen verbal yayo ‘saya’

sebagai causer atau penyebab. Pada konstruksi tersebut muncul pemarkah

penegas –ka yang mengacu pada objek handa watu umma-nya ‘dinding

rumahnya’. Pemarkah penegas –ka bersifat anaforik dan kataforik karena dapat

digunakan untuk menegaskan satuan lingual yang berada sebelum atau sesudah

artikel tersebut seperti yang terlihat pada data (4.47b dan 4.47c). Konstruksi

(4.47c) menekankan aspek perfektif dengan pemarkah keaspekan mengeka

‘sudah’. Pada konstruksi ini muncul klitik pronomina keaspekan bhaku yang

mengacu silang dengan pronomina persona pertama tunggal yayo ‘saya’.

Data yang terkumpul di lapangan menunjukkan bahwa derivasi dengan pa-

sangat produktif dengan verba intransitif di mana argumen dari verba dasar

menjadi ‘causee’ dari verba turunannya. Contoh lain dengan verba dasar hingiro

‘bersih’ menjadi pa-hingiro ‘membersihkan’ menunjukkan tata urutan pemarkah

yang sama seperti contoh sebelumnya. Pemarkah kausatif pa- menyisip diantara

klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dan predikat hingiro ‘bersih’.

(4.48a) A umma-na na-hingiro ART rumah-3TG 3TN-bersih ‘Rumahnya bersih’ (4.48b) Inya na-pa-hingiro-ni a umma-na Ibu 3TN-KAUS-bersih-3TD ART rumah-3TG ‘Ibu membersihkan rumah’

Data (4.48b) menunjukkan bahwa klitik pronomina yang mengacu silang dengan

argumen objek a umma-na ‘sebuah rumah’ memarkahi kasus datif. Pola

pemarkahan objek ini menunjukkan pola yang bermarkah karena objek tidak

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif.

Fenomena menarik yang ditunjukkan oleh konstruksi kausatif bahasa Kodi

adalah terdapat pemarkah ha- yang juga berfungsi untuk membentuk verba

kausatif. Contoh pembentukan konstruksi kausatif dengan pemarkah ha- terlihat

pada data berikut.

(4.49a) Waiyo bhanaho Air panas ‘Air panas’ (4.49b) Inya na-ha-bhanaho waiyo

Ibu 3TN-KAUS-panas air ‘Ibu memanaskan air’ Pemarkah ha- pada verba keadaan bhanaho ‘panas’ merupakan pemarkah kausatif

yang sudah tidak produktif lagi digunakan oleh penutur bahasa Kodi dan hanya

muncul pada konstruksi yang terbatas. Verba yang telah dimarkahi oleh pemarkah

ini juga dapat mengalami proses kausatifisasi dengan penambahan pemarkah

kausatif pa- seperti yang terlihat pada data (4.50a—4.50b) sehingga terlihat

seperti konstruksi kausatif dengan pemarkah kausatif ganda.

(4.50a) Pa-ha-gallaro-hi ha-mango KAUS-lebar-3JA J-kebun ‘Perlebar semua kebun’

(4.51b) Dhiyo na-pa-ha-gallaro-ni enetu mango 3T 3TN-KAUS-besar-3TD DEM kebun ‘Dia memperbesar kebun itu’ (4.51b’) *Dhiyo na-pa-gallaro-ni enetu mango 3T 3TN-KAUS-besar-3TD DEM kebun ‘Dia memperbesar kebun itu’

(4.52c) Dhiyo na-pa-ha-bokolo-ni a koro 3T 3TN-KAUS-besar-3TD itu kamar ‘Dia memperbesar sebuah kamar ’ (4.52c’) *Dhiyo na-pa-bokolo-ni a koro 3T 3TN-KAUS-besar-3TD itu kamar ‘Dia memperbesar sebuah kamar’

Ketika dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-, pemarkah ha- pada verba

keadaan gallaro ‘lebar’ dan bokolo ‘besar’ kehilangan fungsi sintaktiknya.

Meskipun demikian, jika pemarkah ha- tersebut tidak dimunculkan, maka akan

menghasilkan konstruksi yang tidak berterima (4.51b’) dan (4.52c’). Data yang

dipaparkan pada contoh tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola

pemarkahan argumen objek langsung karena tidak lagi dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif, tetapi dimarkahi oleh klitik pronomina

pemarkah kasus datif. Korpus data menunjukkan bahwa verba intransitif yang

menjadi dasar untuk derivasi kausatif biasanya berupa verba yang

mengungkapkan keadaan dibandingkan dengan verba aksi. Bentukan verba

kausatif yang berasal dari kata dasar verba intransitif dapat dilihat pada data

berikut.

Madeta tinggi pa-madeta (x) membuat (y) menjadi tinggi Maloyo panjang pa-malayo (x) membuat (y) menjadi panjang Katudilo pendek pa-katudilo (x) membuat (y) menjadi pendek Katappa kecil pa-katappa (x) membuat (y) menjadi kecil Di samping itu, verba intransitif yang menjadi kata dasar untuk proses

pembentukan konstruksi kausatif juga dapat diisi oleh tipe verba yang

mengekspresikan kejadian seperti yang terlihat pada data berikut.

(4.53a) Ambu ta-kanabu NEG 1JinkN jatuh ‘Kita jangan sampai jatuh’

(4.53b) Dhiyo na-pa-kanabu-ngga la ghayo

3T 3TN-KAUS-jatuh-1TD prep pohon ‘Dia membuat saya jatuh dari pohon’

(4.53c) A-meja enene na-kanabu ART-meja DEM 3TN-jatuh ‘Meja itu jatuh’

(4.53d) A ghagha na-pa-kanabu-ni-kaj [a meja enene]j ART kakak 3TN-KAUS-jatuh-3TD-Pen ART meja DEM ‘Kakak menjatuhkan meja itu’

Konstruksi kalimat (4.53a dan 4.53c) adalah konstruksi kalimat intransitif

dengan predikat yang diisi oleh verba keadaan kanabu ‘jatuh’. Verba tersebut

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ta- yang mengacu

silang kepada pronomina pronomina persona pertama eksklusif yicca ‘kita’ yang

tidak muncul secara eksplisit pada konstruksi kalimat. Pada konstruksi kalimat

(4.53c), frasa nomina takrif tunggal a meja enene ‘meja itu’ di posisi subjek diacu

silang oleh klitik pronomina na- pada verba. Kedua bentuk konstruksi kalimat

intransitif tersebut mengalami penambahan valensi dalam bentuk argumen

penyebab, yaitu dhiyo ‘dia’ (4.53b) dan a ghagha ‘kakak’ (4.53d) melalui

kehadiran pemarkah kausatif pa-.

Objek pada tiap-tiap konstruksi kausatif (4.53b dan 4.53d) dimarkahi oleh

klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga dan –ni yang mengacu silang

kepada objek berupa pronomina yayo ‘saya’ dan frasa nomina a meja enene ‘meja

itu’. Konstruksi kalimat (4.53d) menunjukkan penggunaan pemarkah penegas –ka

yang mengacu silang kepada frasa nomina a meja enene ‘meja itu’ dan berfungsi

menekankan bahwa benda yang dijatuhkan oleh AGENT dalam kalimat tersebut

adalah sebuah meja yang berada jauh dari penutur.

Pemarkah pa- pada konstruksi kausatif bahasa Kodi juga menegaskan

makna manipulatif ‘membuat (x) melakukan sesuatu’. Contoh konstruksi dengan

verba dasar kaneka ‘belajar’ (4.54) dalam bahasa Kodi membentuk makna

‘membuat (x) belajar (y)’ (4.55) setelah dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-

yang kemudian membentuk verba kausatif pa-kaneka.

(4.54) A lakedha tengera-na bhana-kaneka paneghe dhawa ART anak PROG-3TG Asp.3T-belajar bahasa asing ‘Anak itu sedang belajar bahasa asing’

(4.55) Yayo tengera-nggu bhaku-pa-kaneka-nij/*k [paneghe dhawa]k [a lakedha]j

1T PROG-1TG Asp.1T KAUS-belajar-3TD bahasa asing ART anak ‘Saya sedang mengajar bahasa asing pada anak itu’ lit. ‘Saya sedang membuat anak itu belajar bahasa asing.’

(4.56 ) A ari manduru ART adik tidur ‘Adik tidur’ (4.57) Inya na-pa-manduru-ni a ari Ibu 3TN-KAUS-tidur-3TD ART adik ‘Ibu menidurkan adik’

Dua data (4.73--4.74) menunjukkan konstruksi kausatif dengan aspek

imperfektif progresif tengera ‘sedang’. Pada konstruksi data (4.55), prefiks pa-

menyebabkan verba dasar kaneka ‘belajar’ membawa makna manipulatif

‘membuat (x) belajar (y)’. Proses kausatif ini menyebabkan penambahan argumen

penyebab berupa yayo ‘saya’ sebagai penyebab. Pronomina yayo diacu silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu pada pemarkah leksikal

keaspekan imperfektif progresif tengera dan juga diacu silang oleh klitik

pronomina aspek bhaku pada posisi sebelum verba. Berbeda dengan konstruksi

(4.54), verba kausatif dengan makna ‘mengajar’ dimarkahi oleh klitik pronomina

pemarkah kasus datif –ni yang mengacu silang kepada objek tidak langsung a

lakedha ‘anak itu’. Contoh lain pada data (4.57) menunjukkan pembentukan

konstruksi kausatif dengan verba intransitif manduru ‘tidur’ menjadi pa-manduru

dengan makna ‘membuat (x) tidur’. Verba kausatif dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek

Inya ‘Ibu’, sedangkan klitik pronomina pemarkah kasus datif ni- mengacu silang

kepada objek a ari ‘adik’.

Proses kausatif dengan pemarkah pa- juga dapat dibentuk dari verba transitif.

Verba transitif kaderi ‘menonton’ dapat dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-

dan membentuk makna kausatif ‘membuat (x) menonton (y)’. Selain melalui

proses penambahan pemarkah pa-, konstruksi kausatif dalam bahasa Kodi juga

memiliki tipe kausatif leksikal yang dibentuk dengan kata patumba ‘menyuruh’

seperti yang terlihat pada data (4.58b).

(4.58a) A ari na-kaderi-ya a TV ART adik 3TN-tonton-3TA ART TV ‘Adik menonton TV’ (4.58b) Inya na-patumba-ni a ari kaderi TV Ibu 3TN-suruh-3TD ART adik tonton TV ‘Ibu menyuruh adik menonton TV’

(4.58c) Inya na-pa-kaderi-ni a ari TV Ibu 3TN-KAUS-tonton-3TD ART adik TV ‘Ibu menyuruh adik menonton TV’

Konstruksi kausatif (4.58b) dan (4.58c) menyebabkan penambahan argumen

penyebab berupa Inya ‘Ibu’ di posisi subjek. Klitik pronomina pemarkah kasus

datif ni- pada kedua konstruksi tersebut mengacu silang kepada objek ari ‘adik’.

Pemaparan data berkaitan dengan konstruksi kausatif menunjukkan bahwa terjadi

pola perubahan pemarkahan pada argumen inti. Argumen objek langsung pada

konstruksi kausatif dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif. Pada

konstruksi kausatif yang diturunkan dari klausa transitif seperti (4.58c), argumen

penyebab ‘causer’ berfungsi sebagai AGENT (A) sedangkan A pada klausa asal

menduduki fungsi sebagai OBJEK (O). Secara umum, struktur logis konstruksi

kausatif yang dibangun oleh pemarkah kausatif pa- adalah [do’(x,y)]

menyebabkan [menjadi PRED’ (y)]. Argumen x melakukan sesuatu terhadap

argumen y sehingga menyebabkan argumen y menjadi seperti yang dinyatakan

PRED. Selain sebagai pemarkah kausatif, pemarkah pa- pada kata dasar transitif

juga menimbulkan interpretasi resiprokal (4.59b dan 4.60b). Sebaliknya,

pemarkah pa- pada kata dasar intransitif hanya menghasilkan verba kausatif.

(4.59a) Dhiyo na-kawulo-ngga yayo 3T 3TN-panggil-1TD 1T ‘Dia memanggil saya’ (4.59b) A-pa-kawulo wu-dha 3JN-RESIP-panggil REF-3JG ‘Mereka saling panggil’

(4.60a) Dhiyo na-tanda-ya Andi 3T 3TN-tendang-3TA Nama

‘Dia menendang Andi’

(4.60b) Ari monno ole-na a-pa-tanda wu-dha Adik dan teman-3TG 3JN-RESIP-tendang REF-3JG ‘Adik dan temannya saling menendang’

Konstruksi pada kalimat (4.59b) menunjukkan pelesapan pronomina ketiga

jamak ehetu ‘mereka’ dengan acuan silang klitik pronomina a- yang kemudian

diikuti oleh pemarkah pa- sebagai penanda resiprokal. Verba kawulo diikuti oleh

penanda reflektif wu- yang dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus

genitif –dha. Konstruksi dengan penggunaan pemarkah yang sama juga

ditemukan pada data kalimat (4.60b). Perbedaan terlihat pada data (4.59a) dan

(4.60a) karena menghadirkan klitik pronomina pemarkah objek dengan kasus

yang berbeda. Pada konstruksi (4.59a), klitik pronomina pemarkah kasus datif

mengacu pada satu-satunya argumen objek yang terdapat pada kalimat (hal ini

dipaparkan lebih dalam di bab V yang membahas pola pemarkahan argumen inti

BK), sedangkan penggunaan penanda reflektif dalam bahasa Kodi selalu diikuti

oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif yang mengacu silang kepada

subjek. Data berikut menunjukkan contoh penggunaan penanda reflektif wu dalam

klausa sederhana.

(4.61) Dhiyo na-ndakuro menge(ka) wu-na 3T 3TN-tikam habis REF-3TG ‘Dia bunuh diri’ lit. ‘Dia menikam dirinya sendiri’

Data di atas menunjukkan pemarkah reflektif pada konstruksi non-resiprokal yang

dimarkahi klitik pronomina pemarkah kasus genitif. Klitik pronomina ini

mengacu silang kepada pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’. Selain

pemarkah pa-, bahasa Kodi juga menggunakan pemarkah ha- untuk menandai

makna resiprokal.

(4.62a) Ari monno ole-na a-ha-palu wu-dha Adik dan teman-3TG 3TN-RESIP-pukul REF-3JG ‘Adik dan temannya saling berpukulan’

(4.62b) Dhika nja-pangupongoka na-ha-mati wu-na tutu tana

Sebab neg-pernah ada REL-RESIP-mati REF-3TG tentang tanah ‘Sebab belum ada yang baku bunuh masalah tanah’

Kalimat (4.62a) menunjukkan penggunaan ha- sebagai pemarkah resiprokal

pada verba palu ‘pukul’. Subjek jamak berupa ari ‘adik’ dan ole-na ‘temannya’

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif a-. Pada konstruksi

tersebut, juga muncul pemarkah reflektif wu diikuti oleh klitik pronomina

pemarkah kasus genitif –dha yang mengacu silang kepada subjek jamak.

Konstruksi pada data (4.62b) menunjukkan penggunaan pemarkah ha- diikuti juga

oleh pemarkah reflektif wu- dan klitik pronomina pemarkah kasus genitif –na

yang mengacu silang kepada subjek lesap berupa pronomina persona ketiga

tunggal. Selain sebagai pemarkah kausatif dan resiprokal, pemarkah pa- dalam

bahasa Kodi juga dapat berfungsi sebagai pemarkah perelatif objek, sedangkan

pemarkah perelatif na- merupakan pemarkah perelatif subjek.

(4.63) A-kabhani henene na-ica-ghu yayo a ghagha-na Helu ART-laki-laki sekarang REL-lihat-1TA 1T ART kakak-POSS Helu ‘Laki-laki yang sekarang melihat saya adalah kakaknya Helu’ (4.64) Ari tengera-na bhana-hadhiyo a koro tagu kulla na-mayo

Adik PROG-3TG Asp.3TN-siap ART kamar untuk tamu REL-datang mimadhuru menginap ‘Adik menyiapkan kamar untuk tamu yang datang menginap’

Pemarkah perelatif na- pada kedua konstruksi tersebut melekat pada verba ica

‘lihat’ dan mayo ‘datang’. Klitik akusatif -ghu pada (4.63) mengacu silang kepada

pronomina persona pertama tunggal yayo ‘saya’. Konstruksi perelatif objek

dengan pemarkah pa- terlihat pada contoh berikut.

(4.65) A lakedhai pa-kawulo-na dhiyo na-pala(yo)-kai

ART anak REL-panggil-3TG 3T 3TN-lari-Pen ‘Anak yang dia panggil itu berlari’ Konstruksi perelatif objek di atas menunjukkan pola yang bermarkah karena

argumen yang semula menduduki posisi subjek berupa dhiyo ‘dia’ dimarkahi

dengan klitik pronomina pemarkah kasus genitif. Contoh lain yang menunjukkan

pola pemarkahan yang sama terlihat pada data berikut.

(4.66) Enetu ari pa-ica-nggu yayo na-manduru ART adik REL-lihat-1TG 1T 3TN-tidur ‘Adik yang saya lihat itu tidur’ Klausa perelatif di atas disusun dari dua buah klausa yaitu : (4.67) Enetu ari na-manduru DEM adik 3TN-tidur ‘Adik itu tidur’ (4.68) Yayo ku-ica-ya enetu ari 1T 1TN-lihat-3TA DEM adik ‘Saya melihat anak itu’

Kedua klausa menunjukkan bahwa subjek enetu ari ‘anak itu’ dan yayo ‘saya’

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- dan ku-. Subjek

klausa kedua mengalami perubahan pola pemarkahan pada konstruksi perelatif

objek dan dimarkahi silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu.

Pemaparan subbab yang menjelaskan pemarkah pa- pada bahasa Kodi

menggarisbawahi bahwa pemarkah pa- merupakan pemarkah yang bersifat

multifungsi. Pemarkah multifungsi ini berfungsi sebagai pemarkah kausatif,

pemarkah perelatif, dan pemarkah resiprokal. Fenomena ini juga ditemukan pada

bahasa lain di Sumba, yaitu bahasa Kambera (Klamer, 1998) dan bahasa Wewewa

(Kasni, 2012). Pemarkah pa- pada bahasa Kambera dan Wewewa juga dapat

berfungsi sebagai pemarkah kausatif dan perelatif.

4.2.4 Pemarkah ma-

Pemarkah ma- dalam bahasa Kodi berfungsi sebagai pemarkah antikausatif

yang hadir setelah klitik pronomina pemarkah kasus nominatif. Pemarkah

antikausatif ma- dan pemarkah kausatif pa- memiliki tata urutan yang sama dalam

konstruksi kalimat karena dapat menyisip diantara klitik pronomina yang

mengacu kepada argumen subjek dan predikat. Pemarkah antikausatif ini

menyebabkan terjadinya penurunan valensi karena melesapkan kehadiran

argumen penyebab ‘causer’ yang mengisi slot subjek pada klausa transitif.

(4.69a) Yayo ku-bughero-ya binna iyiya 1T 1TN-buka-3TA pintu DEM ‘Saya membuka pintu ini’

(4.69b) Binna iyiya na-ma-bughero Pintu DEM 3TN-ANTIKAUS-buka ‘Pintu ini terbuka’ (4.70a) Dhiyo na-todhi-ya ndele iyiya 3T 3TN-tutup-3TA jendela DEM ‘Dia menutup jendela ini’ (4.70b) Ndele iyiya na-ma-todhi Jendela DEM 3TN-ANTIKAUS-tutup ‘Jendela ini tertutup’

Konstruksi pada (4.69a) merupakan konstruksi kalimat transitif dengan dua

argumen berupa subjek yayo ‘saya’ yang diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif na- dan objek binna iyiya ‘pintu ini’ yang diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya-. Pada konstruksi kalimat

(4.69b), posisi subjek diisi oleh objek pada kalimat transitif (4.69a), sedangkan

subjek penyebab yayo ‘saya’ tidak muncul. Dalam hal ini, pemarkah ma-

menghasilkan verba yang membawa makna kejadian yang terjadi secara tiba-tiba

atau tak terduga. Subjek dari verba yang diturunkan dari prefiks ma- tidak pernah

berfungsi sebagai AGENT dan selalu bersifat nonvolisional. Oleh sebab itu,

biasanya tergolong ke dalam kategori inanimate (tak bernyawa).

4.2.5 Pemarkah –ka

Pemarkah –ka dalam bahasa Kodi berfungsi sebagai pemarkah penegas

yang dapat mengacu silang pada anteseden di depan (anaforik) atau di

belakangnya (kataforik). Pemilihan acuan ini tidak ditentukan oleh faktor

sintaktik, tetapi dipengaruhi oleh faktor pragmatik. Ketika data yang mengandung

pemarkah –ka dicek silang dengan narasumber bahasa, narasumber menyatakan

bahwa pilihan referen yang ditegaskan oleh penutur dipengaruhi oleh faktor

wacana di mana ujaran tersebut diucapkan. Berikut adalah data yang

menunjukkan penggunaan pemarkah –ka dalam beberapa jenis konstruksi

sintaktik yang berbeda.

(4.71) Yayo ku-wo-ni-ka a lakheda enetu dhingi 1T 1TN-beri-3TD-Pen ART anak DEM uang ‘Saya memberikan anak itu uang’ (4.72) A-ghagha na-pa-kanabu-ni-ka a meja enene ART-kakak 3TN-KAUS-jatuh-3TD-Pen ART meja DEM ‘Kakak menjatuhkan meja’ Kedua data di atas menunjukkan bahwa pemarkah –ka mengacu pada

referen takrif berupa a lakedha ‘anak itu’ (4.71) dan a meja enene ‘meja itu’

(4.72) yang mengikutinya. Dilihat dari tata urutannya, pemarkah penegas ini

muncul setelah klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen objek.

Tidak seperti pemarkah pa- dan ma- yang dapat menyisip diantara klitik

pronomina pemarkah argumen subjek dan predikat, pemarkah ka- hadir setelah

klitik pronomina pemarkah argumen objek. Pola yang terlihat pada korpus data

menunjukkan bahwa enklitik (klitik pronomina pemarkah kasus akusatif, datif,

dan genitif) dalam bahasa Kodi tidak dapat disisipi oleh pemarkah penegas. Hal

ini menekankan bahwa pemarkah penegas bersifat opsional dan kemunculannya

dipicu oleh konteks pembicaraan, bukan ditentukan oleh operasi sintaktik. Oleh

sebab itu, tidak dapat menyisip diantara predikat dan argumen inti predikat. Pada

konstruksi kompleks seperti pada data (4.73--4.74), pemarkah penegas –ka dapat

muncul sebagai pemarkah argumen verba yang berada pada posisi eksternal

klausa (4.74).

(4.73) Enetu Marta, yayo njaku peghe pa-ndaha-ni-ka DEM Nama, 1T NEG-1TN tahu KAUS-baik- 3TD-Pen Martha, aku belum mengenalnya dengan baik (4.74) Na-wa-ni-ka katoppo, na-tebha-ya a-kabhani 3TN-pakai-3TD-Pen parang, 3TN-tebas-3TA ART-laki-laki ‘Dengan memakai sebilah parang, dia menebas lelaki itu’

Pada data (4.73) objek ‘Enetu Marta’ mengalami penopikalan sehingga

muncul pada bagian awal kalimat. Pemarkah –ka muncul pada konstruksi

kausatif yang dibentuk oleh pemarkah kausatif pa- dan adjektiva ndaha ‘baik’.

Pada konstruksi ini, pemarkah –ka mengacu pada referen yang berada pada posisi

eksternal klausa yaitu ‘Enetu Marta’. Data (4.74) menunjukkan bahwa pemarkah

penegas –ka berada pada posisi eksternal klausa. Pemarkah -ka mengacu silang

kepada subjek berupa pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ yang muncul

dalam bentuk klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na-.

Pada konstruksi penggabungan klausa dengan konjungsi monno ‘dan’,

pemarkah –ka mengacu kepada referen objek yang muncul pada klausa pertama.

(4.75) Enetu lakarra na-ica-ya buku la perpuho monno na-kreya DEM gadis 3TN-lihat-Pen buku prep perpustakaan dan 3TN-pinjam- cunduni-ka sementara-Pen ‘Gadis itu melihat buku di perpustakaan dan meminjamnya’

Pada konstruksi serialisasi verba, pemarkah –ka dapat melekat pada V1 (verba

pertama) dan V2 (verba kedua) dengan mengacu pada referen yang hadir

setelahnya.

(4.76) Yayo ku-wa-ni-ka a kieto iriho wa-ni-ka a poyo 1T 1TN-pakai-3TD-Pen ART pisau iris pakai-Pen ART mangga ‘Saya mengiris mangga dengan pisau’ lit. Saya pakai pisau pakai mengiris mangga’ (4.77) Yayo tengera-nggu bhaku-pa-kaneka-ni-ka a lakedha paneghe 1T PROG-1TG Asp.1T-KAUS-belajar-3TD-Pen DEM anak bahasa dhawa asing ‘Saya sedang mengajari anak itu bahasa Inggris’

Pemarkah –ka juga dapat muncul pada konstruksi keaspekan imperfektif

progresif (4.77). Pada data tersebut, pemarkah –ka mengacu pada referen objek

langsung paneghe dhawa ‘bahasa asing’. Penutur bahasa Kodi secara umum

mengacu pada bahasa di luar bahasa ibu mereka dengan acuan umum berupa

paneghe dhawa ‘bahasa asing’. Pada data (4.77), bahasa yang dimaksud dalam

ujaran tersebut adalah bahasa Inggris, tetapi penutur bahasa Kodi tidak lazim

mengacunya dengan sebutan paneghe Inggris.

4.3 Konstruksi Klausa Dasar Bahasa Kodi

Dryer (1997:246) menjabarkan bahwa tipe klausa dapat dilihat dari empat

pendekatan yang berbeda. Pendekatan pertama berkaitan dengan perbedaan antara

tipe kalimat deklaratif, interogratif, dan imperatif. Selain itu, tipe klausa juga

dapat digolongkan berdasarkan perbedaan antara klausa utama dan klausa

subordinat serta beberapa tipe klausa subordinat. Pendekatan ketiga menekankan

perbedaan sudut pandang dalam menyatakan suatu kejadian atau situasi yang

sama. Pendekatan keempat yang dibahas dalam subbab ini melibatkan perbedaan

tipe klausa berhubungan dengan struktur internal klausa itu sendiri, terutama

berhubungan dengan perbedaan tipe predikat.

Teori TPA memandang struktur klausa sebagai unit sintaksis yang

dibangun oleh konstituen-konstituen dasar berupa unit sintaksis inti dan periferi.

Unit sintaksis inti diisi oleh elemen semantis PRED, argumen PRED, dan periferi

diisi oleh nonargumen PRED. Struktur klausa bahasa Kodi seperti yang

digambarkan dalam data (4.78) merupakan struktur klausa yang terdiri atas inti

dan periferi.

(4.78) A ari na-mengeka pa-hingiro-ni a koro yiwayo kapahudho ART adik 3TN-PERF KAUS-bersih-3TD ART kamar tadi pagi ‘Adik sudah membersihkan kamar tadi pagi’

Unsur inti dinyatakan dengan konstituen na-mengeka bhana-pa-hingiro-ni

‘Adik sudah membersihkannya’ dan periferi dinyatakan dengan konstituen

adverbia penanda waktu yiwayo kapahudho ‘tadi pagi’. Setiap unit sintaksis

dinyatakan dengan elemen semantis berupa nukleus dan argumen inti. Nukleus

dinyatakan dengan PRED yang disusun oleh verba kausatif pa-hingiro ‘membuat

jadi bersih atau membersihkan’. Argumen inti dinyatakan dengan argumen dalam

representasi semantik PRED, yaitu berupa klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek a ari ‘adik’ dan klitik

pronomina pemarkah kasus datif -ni yang mengacu silang kepada objek a koro

‘kamar’.

na-mengeka pa-hingiro-ni

Dalam konstruksi bahasa Kodi yang termasuk ke dalam bahasa

berpemarkah inti, frasa nomina subjek dan objek merupakan bagian dari klausa,

tetapi berada di luar inti dan kehadirannya dapat dilesapkan tanpa menyebabkan

konstruksi tersebut menjadi tidak berterima. Hal ini ditekankan oleh Van Valin, Jr

(2005:16) yang menyatakan bahwa pada pola bahasa berpemarkah inti, inti

mengandung morfem yang mengindikasikan argumen terikatnya. Argumen ini

dapat dihilangkan tanpa memengaruhi tingkat gramatikalitas unit frasa; inti

sendiri dapat mewakili keseluruhan unit. Periferi dinyatakan dengan elemen

semantis berupa non-argumen PRED yaitu yiwayo kapahudho ‘tadi pagi’. Tabel

4.6 menunjukkan unsur penyusun klausa (4.78).

Tabel 4.6 Representasi Struktur Lapis Klausa Data (4.78)

KLAUSA

INTI

A ari a koro

3TN-PERF KAUS-bersih-3TD

PERIFERI

yiwayo kapahudho

tadi pagi

NUKLEUS

Van Valin, Jr (2005:17) juga menegaskan bahwa berkaitan dengan klausa

yang terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti, argumen inti klausa tersusun

atas klitik pronomina pada verba, bukan tersusun atas leksikal berupa frasa

nomina dan pronomina independen yang bersifat opsional. Respresentasi formal

dari konstruksi (4.78) ditunjukkan oleh gambar 4.9.

KALIMAT

KLAUSA

INTI PERIFERI

ARG NUK ARG

FN PRED FN ADV

PRO V PRO

A ari na-mengeka pa-hingiro -ni a koro yiwayo kapahudho V ASP NUKLEUS

Gambar 4.9 Representasi Formal Data (4.78)

Representasi formal data 4.78 menunjukkan bahwa argumen berupa frasa

nomina yang mengisi slot subjek dan objek merupakan bagian dari klausa, tetapi

berada di luar inti. Nukleus tersusun atas PRED berupa verba kausatif. Selain itu,

nukleus juga tersusun atas klitik pronomina, pemarkah keaspekan perfektif

mengeka, dan klitik pronomina keaspekan. Klitik pronomina dalam bahasa Kodi

menduduki unsur inti karena inti sendiri (klitik pronomina+predikat) sudah

mewakili satu unit utuh, sedangkan FN berada pada posisi di luar inti, tetapi

sebagai bagian dari klausa.

Berkaitan dengan nukleus, Van Valin, Jr (2005:4) menyatakan bahwa

representasi optimal struktur klausa dan teori TPA merefleksikan dua perbedaan

universal bahasa dalam hubungan nonrelasional, termasuk penyebutan elemen

semantis berupa predikat (PRED). PRED mengacu pada unsur yang mengisi

posisi predikat, seperti verba, adjektiva, atau nomina. Predikat memengaruhi unit

sintaktik pada struktur klausa, yaitu nukleus. Pada subbab ini, tipe klausa yang

berbeda dijabarkan berdasarkan perbedaan kelas kata yang menduduki posisi

predikat berupa klausa berpredikat nonverbal dan verbal. Klausa berpredikat

verbal juga dibedakan berdasarkan struktur argumen verba, meliputi perbedaan

antara klausa intransitif dan transitif. Pada subbab 4.3.1 pembahasan difokuskan

terlebih dahulu untuk tipe klausa berpredikat nonverbal kemudian subbab 4.3.2

menjabarkan klausa berpredikat verbal.

4.3.1 Klausa Berpredikat Nonverbal

Sebagai bahasa berpemarkah inti, klausa inti bahasa Kodi berfungsi sebagai

unit sintaktik. Predikat klausa nonverbal dalam bahasa Kodi dapat diisi oleh kelas

kata nomina, adjektiva, numeralia dan frasa preposisional. Argumen predikat

dimarkahi oleh klitik pronomina yang membawa informasi mengenai kasus

morfologis. Argumen predikat merupakan argumen terikat dan seperti yang telah

dijabarkan pada subbab mengenai sistem pemarkah dalam bahasa Kodi, argumen

predikat dimarkahi oleh klitik pronomina yang bersesuaian dengan tipe, jumlah

dan peran tematik argumen. Penjabaran tiap-tiap tipe klausa berpredikat nonverbal

dijelaskan pada subbab berikut ini.

4.3.1.1 Klausa Berpredikat Nominal

Klausa yang predikatnya diisi oleh kategori nomina disebut klausa

nominal yang sering juga disebut sebagai klausa ekuasional atau klausa

identifikasional (Verhaar, 1996:179). Klausa berpredikat nominal dalam bahasa

Kodi disusun oleh nomina dan dapat juga dibangun oleh konstruksi nominal yang

dibentuk dengan menggunakan penominal subjek na-. Subjek pada konstruksi ini

dapat dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif dan datif yang

muncul di posisi akhir verba.

(4.79) Yayo kabhani-gha 1T laki-laki-1TA ‘Saya seorang laki-laki’

(4.80) A kabhani guru-ya ART laki-laki guru-3TA ‘Laki-laki itu seorang guru’ (4.81) Dhiyo guru-ya 3T guru-3TA ‘Dia seorang guru’

Konstruksi klausa pada contoh (4.79--4.81) memiliki PRED yang disusun

oleh unsur berkategori nominal berupa a kabhani ‘laki-laki’ (4.79) dan guru

‘guru’ (4.80 dan 4.81). Unsur-unsur yang mengisi PRED pada data tersebut

memiliki ciri sebagai entitas yang bernyawa, konkret, dan bersifat human.

Predikat yang mengekspresikan situasi inheren seperti identitas tergolong

nominal. Di samping itu, bahasa Kodi tidak memiliki verba kopula sehingga

argumen pada konstruksi klausa berpredikat nomina dimarkahi klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif. Predikat dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif –gha yang mengacu silang dengan subjek yayo ‘saya’ dan klitik

pronomina –ya yang memarkahi subjek a kabhani dan dhiyo (4.80 dan 4.81).

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUK PRO

PRED

FN N

Dhiyo guru -ya

Gambar 4.10 Representasi Formal Data (4.81)

Representasi formal pada gambar 4.10 menunjukkan bahwa klausa memiliki inti

yang tersusun atas pronomina dhiyo ‘dia’ dan nukleus berupa predikat nomina

guru ‘guru’ diikuti oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya yang

mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’. Frasa nomina independen dalam

bentuk pronomina persona ketiga tunggal dhiyo merupakan bagian dari inti karena

berfungsi sebagai argumen tunggal predikat. Selain klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif, klausa berpredikat nominal dalam bahasa Kodi juga dimarkahi

oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif yang mengacu silang kepada subjek

klausa.

(5.82) Yayo bhapa-mu-ngga 1T bapak-2TG-1TD ‘Saya adalah ayah kamu’

(5.83) Dhiyo ana-nggu-ni 3T anak-1TG-3TD ‘Dia anak saya’

(5.84) Dhiyo ana-nggu-ni yayo 3T anak-1TG-3TD 1T ‘Dia anak saya’

(5.85) *Dhiyo ana-nggu yayo ya

Keempat data di atas menunjukkan bahwa argumen subjek dari klausa

berpredikat nomina kepemilikan dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus

datif berupa –ngga yang mengacu silang kepada argumen subjek yayo ‘saya’, -

nggu yang memarkahi yoyo ‘kamu’, dan –ni yang memarkahi dhiyo ‘dia’. Pada

konstruksi (5.84), kehadiran yayo ‘saya’ yang diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus genitif –nggu tetap menghasilkan konstruksi yang berterima,

tetapi kehadirannya bersifat opsional karena hanya berfungsi sebagai penekanan.

Klitik pronomina pemarkah kasus akusatif yang digunakan untuk memarkahi

subjek pada klausa berpredikat nominal seperti konstruksi lain pada contoh (5.85)

menghasilkan konstruksi yang tidak berterima. Kehadiran klitik pronomina

pemarkah kasus datif pada konstruksi (5.82—5.84) menegaskan bahwa klitik ini

tidak secara eksklusif melekat pada verba karena dapat muncul setelah klitik

pronomina berkasus genitif. Berikut disajikan dua data lain yang menunjukkan

pola kluster klitik genitif-datif.

(4.86) Yoyoj ole-ma-ngguj 2T teman-1TeksG-2TD

‘Kamu teman kami’

(4.87) [Enetu waricoyo]j ari waiyo-nggu-nij DEM perempuan istri-1TG-3TD ‘Perempuan itu istri saya’

Data (4.86) memiliki predikat berupa nomina ole dan dimarkahi oleh kluster

klitik pronomina pemarkah kasus genitif dan datif. Klitik pronomina pemarkah

kasus genitif –ma sebagai penanda posesif mengacu pada nomina ole ‘teman’

yang dimiliki oleh POSSESSOR yamma ‘kami’, sedangkan subjek berupa

pronomina persona kedua tunggal yoyo ‘kamu’ diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus datif -nggu. Konstruksi yang sama juga terlihat pada data (4.87).

Klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu melekat pada predikat nonverbal

berupa nomina ari waiyo ‘istri’ yang mengacu silang kepada POSSESSOR yayo

‘saya’, sedangkan subjek berupa enetu waricoyo ‘anak perempuan itu’ pada

konstruksi tersebut diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif ni-.

Representasi formal yang menunjukkan posisi kluster klitik genitif-datif pada

kontruksi (4.87) ditunjukkan oleh gambar 4.11.

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUK PRO PRO

PRED

FN N

Dhiyo ana warcoyo -nggu -ni

Gambar 4.11 Representasi Formal Data (4.87)

Kluster klitik pronomina pemarkah kasus genitif-datif bersama nukleus

berupa PRED ana warcoyo ‘anak perempuan’ sama-sama menyusun inti,

sedangkan subjek berupa pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ berada di

luar inti. Dalam bahasa Kodi, konstruksi klausa dengan PRED berupa nominal

membentuk konstruksi bermarkah karena subjek diacu silang oleh klitik yang

secara kanonis memarkahi objek, yaitu klitik pronomina pemarkah kasus akusatif

dan klitik pronomina pemarkah kasus datif. Pembahasan mengenai pola

pemarkahan subjek dan argumen inti klausa ini dijabarkan lebih lanjut pada bab V

yang membahas mengenai tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi. Jika

dibandingkan dengan bahasa serumpun, fenomena yang sama juga ditemukan

pada bahasa Kambera di Sumba Timur (Klamer, 1994) seperti yang terlihat pada

data (4.88).

(4.88) [Nda [mbapa -nggu]NP ] -nya NEG husband -1sG -3sD ‘He/it is not my husband’ Pada bahasa Kambera, klausa yang tersusun atas predikat nonverbal berupa

nominal juga dimarkahi oleh kluster klitik berupa klitik pronomina pemarkah

kasus genitif dan datif. Pada konstruksi tersebut, klitik pronomina pemarkah kasus

genitif memarkahi predikat dari klausa nonverbal berupa mbapa ‘suami’. Klitik

pronomina pemarkah kasus datif –nya pada (4.88) mengacu silang kepada subjek

pronomina persona ketiga tunggal he ‘dia’.

4.3.1.2 Klausa Berpredikat Adjektival

Klausa berpredikat adjektival dalam bahasa Kodi dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada subjek klausa.

Adjektiva dalam bahasa Kodi juga dapat diterangkan oleh adverbia berupa heke

dan langatakka ‘sangat’ yang menggambarkan intensitas atau tingkatan.

(4.89) Iyiya bangga na-bokolo DEM anjing 3TN-besar ‘Anjing ini besar’ (4.90) A lima-nggu na-bokolo

ART tangan-1TG 3TN-besar ‘Tangan saya besar’

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG PRO NUK

PRED Adj Iyiya bangga na bokolo Gambar 4.12 Representasi Formal Data (4.89)

Representasi formal pada gambar 4.12 memperlihatkan frasa nomina iyiya

bangga ‘anjing ini’ berada sebagai bagian dari inti bersama dengan nukleus

berupa predikat adjektiva bokolo ‘besar’. Predikat dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek.

Frasa nomina independen pada konstruksi tersebut merupakan bagian dari inti

karena berfungsi sebagai argumen tunggal yaitu subjek PRED. Contoh data

berikut menunjukkan penggunaan adverbia penanda langatakka dan heke dalam

konstruksi klausa berpredikat adjektival.

(4.91) Ihi-na na-malaka langatakka Badan-3TG 3TN-kurus sangat ‘Badannya sangat kurus’

(4.92) Yayo langatakka malaka-nggu 1T sangat kurus-1TG ‘Saya sangat kurus’ (4.93) *Yayo malaka langatakka-nggu 1T kurus sangat-1TG ‘Saya sangat kurus’ (4.94) Ihi-na heke malaka-na Badan-3TG sangat kurus-3TG ‘Badannya sangat kurus’

(4.95) *Yayo ku-malaka heke 1T 1TN-kurus sangat ‘Saya sangat kurus’ Adverbia penanda intensitas langatakka dan heke memiliki tata urutan yang

berbeda. Langatakka dapat muncul sesudah atau sebelum adjektiva yang

diterangkan, sedangkan heke hanya dapat muncul sebelum adjektiva. Subjek yang

mengisi klausa dengan konstruksi berpola Adv-Adj (4.92 dan 4.94) diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu yang mengacu silang kepada

subjek yayo ‘saya’ dan –na yang mengacu silang kepada ihi-na ‘badannya’.

Sementara itu, subjek dengan konstruksi Adj-Adv (4.91) diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif na-. Klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif juga ditemukan pada kontruksi klausa berpredikat adjektival yang

memiliki penanda negasi nja ‘tidak’ seperti di bawah ini.

(4.96) Yayo nja-ku-boleto 1T NEG-1TN-bohong ‘Saya tidak bohong’ (4.97) Enetu ana lakedha na-bokolo monno nja-na hadhu DEM anak laki-laki 3TN-besar dan NEG-3TN sehat ‘Anak laki-laki itu gemuk dan sehat’ Subjek yayo ‘saya’ pada data (4.96) diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif ku- yang hadir setelah penanda negasi nja- ‘tidak’.

Data (4.97) juga menunjukkan pola yang sama, yaitu penggunaan klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif untuk mengacu silang kepada subjek enetu

ana lakedha ‘anak laki-laki itu’. Pola pemarkahan klitik pronomina pada

konstruksi klausa berpredikat adjektival menunjukkan bahwa subjek dapat diacu

silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dan genitif. Konstruksi

klausa berpredikat adjektival pada bahasa Wewewa (Kasni:2012) juga

menunjukkan struktur yang sama dengan bahasa Kodi. Predikat berupa adjektiva

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif seperti yang terlihat

pada data berikut.

(4.98) Nati kabanii nai- kaweda ART laki-laki 3TNm tua ‘Laki-laki itu tua’ (4.99) Nyai nai- kareba 3T 3TNm- lapar ‘Dia lapar’ Di samping konstruksi dengan tata urutan yang telah dipaparkan tersebut,

adjektiva dalam bahasa Kodi dapat muncul pada posisi awal kalimat dan

dimarkahi oleh pemarkah penegas –ngo dan diikuti oleh nomina yang

diterangkan.

(4.100) A kahihi-mu kaka ART baju-2TG putih ‘Bajumu putih’ (4.101) A-kaka-ngo kahihi-nggu ART-putih-Pen baju 1TG ‘Bajuku putih’

(4.102) Dhiyo longge-na mete 3T rambut-3TG hitam ‘Rambutnya hitam’

(4.103) Dhiyo na-mete-ngo a longge-na 3T 3TN-hitam-Pen ART rambut-3TG ‘Rambutnya hitam’

Pemarkah –ngo pada konstruksi di atas bersifat opsional karena berfungsi sebagai

pemarkah penegas yang dipengaruhi oleh situasi atau konteks tuturan. Oleh sebab

itu, konstruksi (4.100) dan (4.102) tetap merupakan konstruksi yang gramatikal

meskipun kehadiran pemarkah penegas dihilangkan. Pemarkah –ngo memiliki

fungsi yang mirip dengan pemarkah –ka, tetapi pemarkah –ka adalah pemarkah

penegas yang lebih sering ditemukan dalam konstruksi klausa bahasa Kodi.

4.3.1.3 Klausa Berpredikat Numeralia

Selain memiliki konstruksi klausa berpredikat nominal dan adjektival,

bahasa Kodi juga memiliki klausa berpredikat numeralia. Klausa berpredikat

numeralia memiliki sistem pemarkahan subjek yang mirip dengan klausa

berpredikat nominal karena sama-sama diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus datif. Namun, ketika jumlah yang diacu merupakan jumlah

jamak, klitik pronomina yang digunakan untuk mengacu pada subjek adalah klitik

pronomina pemarkah kasus genitif.

(4.104) Heri iha-ni ana-na Nama satu-3TD anak-3TG ‘Anak Heri satu’

(4.105) Ana-na iha-ni Anak-3TG satu-3TD

‘Anaknya satu’

(4.106) Yayo lima-nda punihilo-nggu 1T lima-3TG pensil-1TG ‘Pensil saya lima’

(4.107) Anguleba -nggu lima-nda Sepupu-1TG lima-3TG ‘Sepupu saya lima’

Data di atas menunjukkan bahwa klitik pronomina pemarkah kasus datif

yang mengacu silang kepada subjek klausa memiliki persesuaian dengan jumlah

yang diacunya. Subjek ana-na ‘anaknya’ pada data (4.105) diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus datif berjumlah tunggal –ni karena numeralia yang

mengisi PRED menunjukkan jumlah tunggal, yaitu iha ‘satu’. Sementara itu,

klitik pronomina pemarkah kasus genitif -nda pada PRED berupa numeralia lima

‘lima’ pada data (4.106 dan 4.107) mengacu silang kepada subjek anguleba-nggu

‘sepupu saya’. Data (4.104 dan 4.106) menunjukkan kemunculan POSSESSOR

Heri (4.104) dan yayo ‘saya’ (4.106) yang masing-masing diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif –na dan –nggu. Gambar 4.13 menunjukkan

representasi formal data (4.106).

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUK PRO ARG

PRED

FN Num

Yayo lima -nda punihilo-nggu

Gambar 4.13 Representasi Formal Data (4.106)

Representasi formal di atas memperlihatkan bahwa inti tersusun atas nukleus

berupa PRED numeralia lima ‘lima’, klitik pronomina pemarkah kasus genitif –

nda, dan argumen berupa frasa nomina punihilo-nggu ‘pensil saya’. Yayo ‘saya’

merupakan konstituen yang kehadirannya bersifat opsional seperti yang terlihat

pada pengetesan konstruksi (4.108 dan 4.109).

(4.108) Lima-nda punihilo-nggu Lima-3TG pensil-1TG ‘Pensil saya lima’

(4.109) *Yayo lima-nda punihilo 1T lima-3TG pensil ‘Pensil saya lima’

Konstruksi (4.109) merupakan konstruksi yang tidak berterima karena nomina

yang dimiliki yaitu punihilo ‘pensil’ sebagai argumen PRED tidak diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu.

4. 3.1.4 Klausa Berpredikat Frasa Preposisional

Tipe predikat nonverbal dalam bahasa Kodi yang lain adalah predikat yang

disusun oleh preposisi atau frasa preposisional. Tipe klausa ini terdiri atas klausa

yang disusun oleh preposisi seperti la yang bermakna ‘di’, wali ‘dari’, dan tagu

‘untuk’. Preposisi la digunakan jika mengacu pada benda yang langsung bisa

dilihat oleh partisipan yang terlibat dalam percakapan.

(4.110) Enene huroto la panu meja DEM surat PREP atas meja ‘Surat itu di atas meja’

(4.111) A bangga la kambu karohi ART anjing PREP bawah kursi ‘Anjing itu di bawah kursi’ (4.112) Yayo wali Humba 1T PREP Sumba ‘Saya dari Sumba’ (4.113) Enene umma tagu-na ana kabhani-nggu DEM rumah PREP-3TG anak laki-laki-1TG ‘Rumah itu untuk anak laki-laki saya’ Konstruksi klausa berpredikat preposisi atau frasa preposisional pada data

(4.110--4.112) diisi oleh PRED la ‘di’ dan wali ‘dari’ kemudian diikuti oleh

adverbia berupa keterangan tempat. Konstruksi yang berbeda ditunjukkan oleh

data (4.113) karena preposisi berupa tagu ‘untuk’ dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus genitif yang mengacu silang kepada argumen

dengan peran tematik RECIPIENT ana kabhani-nggu ‘anak laki-laki saya’.

Gambar 4.14 menunjukkan representasi formal data (4.113).

KALIMAT

KLAUSA

INTI

ARG NUK ARG

PRED PRO

FN FP FN

Enene umma tagu na ana kabhani-nggu

Gambar 4.14 Representasi Formal Data (4.113) Representasi formal pada gambar 4.14 memperlihatkan frasa nomina enene

huroto ‘surat ini’ merupakan bagian dari inti bersama dengan nukleus berupa

PRED tagu ‘untuk’ dan argumen predikat lainnya berupa frasa nomina ana

kabhani-nggu ‘anak laki-laki saya’.

4.3.2 Klausa Berpredikat Verbal

Subbab ini membahas konstruksi klausa berpredikat verbal dalam bahasa

Kodi dan dibedakan berdasarkan jumlah argumen yang terlibat. Dryer (2007:250)

menyatakan bahwa klausa berpredikat nonverbal mengandung beberapa

pengecualian dan biasanya lebih jarang digunakan jika dibandingkan dengan

klausa berpredikat verbal pada semua jenis bahasa. Perbedaan mendasar antara

klausa berpredikat verbal terletak pada perbedaan antara predikat intransitif dan

transitif. Predikat intransitif melibatkan argumen tunggal, sedangkan predikat

transitif melibatkan dua argumen atau lebih (Dryer, 1997:250).

4.3.2.1 Klausa Intransitif

Klausa intransitif merupakan klausa dengan PRED yang membutuhkan satu

argumen inti sehingga konstruksi klausa intransitif tersusun atas dua konstituen

bersifat obligatori, yaitu nukleus yang dinyatakan oleh PRED dan satu argumen

subjek. Dalam bahasa Kodi, subjek di klausa intransitif dapat diacu silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus nominatif.

(4.114) Yayo ku-palayo 1T 1TN-lari ‘Saya berlari’ (4.115) Dhiyo na-halako 3T 3TN-jalan ‘Dia berjalan’ (4.116) A ana waricoyo-nggu na-mayo ART anak perempuan-1TG 3TN-datang ‘Anak perempuan saya datang’ Ketiga data yang disajikan di atas menunjukkan bahwa klitik ku- memarkahi

satu-satunya argumen PRED palayo ‘lari’, yaitu pronomina persona pertama

tunggal yayo ‘saya’. Data (4.115 dan 4.116) memperlihatkan subjek yang diacu

silang oleh klitik pronomina na- pada PRED berupa verba intransitif halako

‘jalan’ dan mayo ‘datang’.

4.3.2.2 Klausa Transitif

Pada subbab ini, klausa transitif dalam bahasa Kodi dibedakan menjadi

klausa ekatransitif dan ditransitif (extended transitive). PRED pada klausa

ekatransitif memiliki dua argumen berupa subjek dan objek, sedangkan klausa

extended transitive4 tersusun oleh PRED yang terdiri atas verba yang mengikat

tiga argumen inti. Berikut adalah contoh data dengan PRED berupa verba

ekatransitif.

(4.117) Yayo ku-kalete-ya a ndara 1T 3JN-tunggang-3TA ART kuda ‘Mereka menunggang kuda’

(4.118) Dhiyo na-tingu-hi ha-watu 3T 3TN-tarik-3JA J-batu ‘Dia menarik semua batu’

Pada konstruksi klausa ekatransitif yang pertama, argumen PRED berupa

verba kalete ‘tunggang’ mengikat dua argumen, yaitu subjek yayo ‘saya’ yang

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ku- dan objek a

ndara ‘kuda’ yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif -

ya. Klausa kedua menunjukkan hadirnya pemarkah jamak ha- yang memarkahi

argumen PRED tingu ‘tarik’ berupa objek watu ‘batu’. Objek jamak tersebut

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –hi, sedangkan subjek

dhiyo ‘dia’ diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na-.

Klitik pronomina pemarkah subjek dan objek pada kedua klausa di atas bersifat

obligatori (bagian dari inti) sedangkan pronomina serta frasa nomina yang diacu

bersifat opsional. Representasi formal data (4.118) ditunjukkan pada gambar 4.15.

4 Istilah klausa extended transitive digunakan dalam bab ini untuk menjaga konsistensi dengan penggunaan istilah yang digunakan di bab V

KALIMAT

KLAUSA

INTI

FN PRO NUK PRO FN

PRED

V

Dhiyo na- tingu - hi ha watu Gambar 4.15 Representasi Formal Data (4.118) Tipe verba extended transitive dalam bahasa Kodi yang mengikat tiga

argumen ditemukan dalam konstruksi yang dibangun oleh verba woyo ‘beri’

(mengalami pelesapan silabel akhir –yo) seperti yang ditunjukkan oleh contoh

berikut.

(4.119) Yayo ku-wo-nij dhingi [enetu lakedha]j 1T 3TN-beri-3TD uang DEM anak ‘Saya memberi uang anak itu’

(4.120) Mbapa na-wo-nggaj [yayo]j kahihi iyiya Ayah 3TN-beri-1TD 1T baju DEM ‘Ayah memberi saya baju ini’ (4.121) *Mbapa na-wo-ya kahihi

Data (4.119) dan (4.120) memiliki tata urutan kemunculan objek tidak langsung

yang berbeda. Meskipun demikian, klitik pronomina pemarkah kasus datif ni-

(119) dan ngga- (120) sama-sama mengacu pada argumen objek tidak langsung

berupa enetu lakedha ‘anak itu’ dan pronomina persona pertama tunggal yayo

‘saya’. Objek langsung takrif kahihi iyiya ‘baju ini’ tidak dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus ya-. Struktur yang tidak berterima pada data (4.121)

menunjukkan bahwa verba woyo ‘beli’ mengharuskan kehadiran tiga argumen.

Konstruksi extended transitive pada contoh (4.120) juga dapat muncul

dengan pola pemarkahan yang berbeda. Pola ini mengijinkan munculnya deretan

atau kluster klitik yang mengacu silang kepada argumen objek langsung dan tidak

langsung. Objek langsung dalam konstruksi verba ini dapat dimarkahi silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus datif dalam bentuk kluster klitik sebagai berikut.

(4.122) Bhapa na-wo-ngga-ni yayo kahihi iyiya Ayah 3TN-beri-1TD-3TD 1T baju DEM ‘Ayah memberi saya baju ini’ Kluster klitik yang terdiri atas klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga dan –

ni masing-masing mengacu silang kepada argumen objek tidak langsung yayo

‘saya’ dan objek langsung kahihi iyiya ‘baju ini’. Kluster klitik ini dapat muncul

pada konstruksi klausa yang mengikat tiga argumen, tetapi memiliki batasan

kaidah baik dari segi tipe dan jumlah argumen yang diacu klitik pronomina serta

tata urutan konstituen yang dimarkahinya. Batasan kaidah ini telah dijabarkan

sebelumnya di subbab 4.2.1 mengenai klitik pronomina. Representasi formal

untuk data (4.122) ditunjukkan pada gambar 4.16.

KALIMAT

KLAUSA

INTI ARG PRO NUK PRO PRO ARG ARG

PRED

FN V FN FN

Bhapa na- wo -ngga -ni yayo kahihi iyiya Gambar 4.16 Representasi Formal Data (4.122) Inti tersusun atas nukleus yaitu PRED berupa verba wo(yo) ‘beri’, klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif na-, dan kluster klitik pemarkah kasus datif

ngga- dan ni-. Argumen subjek Bhapa ‘Bapak’, objek tak langsung yayo ‘saya’

dan objek langsung kahihi iyiya ‘baju’ berada di luar inti dan dapat dilesapkan

tanpa mengubah tingkat gramatikalitas struktur klausa.

Pemaparan analisis data pada bab IV yang mencakup sistem pemarkah dan

tipe konstruksi klausa dasar bahasa Kodi memberi gambaran dasar mengenai pola

pemarkahan argumen inti. Argumen inti dalam bahasa Kodi diacu silang oleh

klitik pronomina yang menduduki slot nukleus karena klitik pronomina dan

predikat sudah dapat membentuk sebuah klausa utuh yang bermakna. Klitik

pronomina membawa informasi mengenai tipe, jumlah serta kasus morfologis

yang menerangkan properti argumen predikat. Secara kanonis, argumen subjek

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dalam bentuk

proklitik, sedangkan argumen objek dimarkahi oleh enklitik berupa klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif dan datif. Klitik pronomina tidak selamanya

melekat langsung pada predikat sebagai induknya karena dapat disisipi oleh

pemarkah lain seperti pemarkah kausatif pa- dan pemarkah antikausatif ma-. Pola

pemarkahan klitik pronomina juga menunjukkan pola nonkanonis. Pola ini

dipengaruhi oleh faktor sintaktik berupa konstruksi keaspekan dan faktor

semantik berupa tipe semantik verba. Tipe semantik verba tidak hanya

memengaruhi pola pemarkahan objek, tetapi juga memicu munculnya bentuk

kluster klitik datif-datif seperti yang terlihat pada konstruksi extended transitive.

Mengacu pada temuan pada bab ini, argumen subjek (S) bahasa Kodi dapat

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif, akusatif, genitif,

datif; argumen agen (A) dimarkahi silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif, akusatif dan genitif; sementara argumen objek (O) dimarkahi oleh

klitik pronomina pemarkah kasus akusatif, datif, dan dimarkahi kosong.

Penjelasan mengenai sistem pemarkahan ini dijabarkan lebih dalam di bab V

dalam kaitannya dengan tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi.

BAB V

TIPOLOGI RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI

5.1 Pengantar Pemaparan mengenai tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi dielaborasi

berdasarkan hasil analisis mengenai sistem pemarkah dan konstruksi klausa dasar

bahasa Kodi yang telah disajikan pada bab IV. Nichols (1986) mengajukan

kontras tipologi yang fundamental berdasarkan cara relasi sintaktik antara inti dan

argumen terikatnya dimarkahi secara morfologis. Kontras ini memiliki

konsekuensi sintaktik yang penting karena pada pola bahasa berpemarkah inti, inti

dimarkahi morfem yang mengindikasikan argumen terikatnya sehingga argumen

terikat dapat dihilangkan tanpa memengaruhi tingkat gramatikalitas unit frasa.

Pada bahasa Kodi, inti memiliki pemarkah berupa klitik pronomina yang

membawa informasi berupa kasus morfologis dan inti sudah dapat mewakili unit

frasa secara keseluruhan (pembahasan ini muncul pada subbab 4.2). Pemarkah ini

memiliki acuan silang dengan argumen verba berupa subjek (berupa proklitik

pemarkah kasus nominatif), objek langsung (berupa enklitik pemarkah kasus

akusatif), dan objek tak langsung (berupa enklitik pemarkah kasus datif). Bab V

menggali tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi berdasarkan temuan yang telah

dipaparkan pada subbab 4.3 mengenai konstruksi klausa dasar bahasa Kodi. Pola

pemarkahan pada klausa intransitif dan transitif dipaparkan lebih lanjut dengan

pendekatan tipologi oleh Dixon untuk menemukan tipologi relasi gramatikal

bahasa Kodi. Bab V ini menjabarkan pola pemarkahan argumen inti dalam

konstruksi klausa bahasa Kodi sehingga dihasilkan temuan berupa tipologi relasi

gramatikal serta faktor yang memotivasi munculnya pola pemarkahan argumen

inti baik dari tataran sintaksis maupun semantik.

5.2 Argumen Inti Bahasa Kodi

Pembahasan dalam subbab ini menjabarkan struktur sintaktik yang

menjabarkan hubungan subjek (S), agen (A), dan objek (O) sehingga menekankan

perbedaan antara relasi gramatikal ‘subjek’ dan ‘objek’. Relasi A dan O memiliki

dasar semantis yang berkaitan dengan makna verba pada klausa. Peran tematik

pada relasi sintaktik A adalah yang memiliki kecenderungan relevan dengan

proses terjadinya sebuah aktivitas (Dixon, 2010:8). Oleh sebab itu, peran A

biasanya diisi oleh argumen berupa orang dan hal ini sejalan dengan kriteria

Dixon (2010:52) yang menyatakan bahwa argumen A ‘dapat memulai atau

mengontrol aktivitas’. Pada klausa transitif di mana verba hanya memiliki dua

argumen, argumen yang tidak dipetakan ke dalam A akan dipetakan ke dalam

relasi sintaktik O. Argumen tunggal dari klausa intransitif berupa subjek, selalu

dipetakan ke dalam relasi S. Berkaitan dengan definisi subjek, Artawa (1998:68)

menyatakan bahwa secara tradisional subjek sebuah kalimat merupakan unsur

yang mengkhususkan tentang apa kalimat itu. Sebelum menelaah pola

pemarkahan argumen inti yang menunjukkan tipologi relasi gramatikal, berikut

dijabarkan identifikasi argumen inti dalam bahasa Kodi. Identifikasi ini memiliki

keterkaitan erat dengan pembahasan pada subbab 4.2 dan 4.3 di Bab IV.

5.3 Kelas {Subjek, Agen} Bahasa Kodi

Dixon (1994:39) menyatakan bahwa setiap bahasa memiliki klausa

intransitif dengan sebuah predikat dan satu argumen inti (disebut S) dan klausa

transitif dengan sebuah predikat dan dua argumen inti (A dan O). Tiap-tiap bahasa

memiliki cara tersendiri untuk membedakan argumen A dan O. Sehubungan

dengan argumen Subjek dan Agen, Dixon menyatakan sebagai berikut.

“On the basis of the universal functions S, A, and O, subject is classified as the class {S, A}. Crucially, subject is defined as a category belonging to the level of underlying structure. This implies that every language has a certain degree of accusativity at this level and every clause has a subject (Dixon 1994: 129).”

Kutipan di atas menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi S, A, dan O, Dixon

mendefinisikan subjek tergolong ke dalam kategori kelas {S, A}. Dixon

menyatakan bahwa secara mendasar, subjek didefinisikan sebagai sebuah kategori

yang tergolong ke dalam level struktur dalam. Hal ini mengimplikasikan bahwa

setiap bahasa memiliki derajat keakusatifan dan setiap klausa memiliki sebuah

subjek. Pendefinisian subjek memegang peranan penting dalam menentukan relasi

gramatikal sebuah bahasa karena membantu pendefinisian pola pemarkahan

argumen inti lainnya. Dixon menekankan bahwa identifikasi universal dari S dan

A dilatarbelakangi oleh unsur semantis.

Lebih lanjut, Dixon juga menjabarkan bahwa beberapa jenis bahasa

membedakan kedua argumen S dan A tersebut melalui tata urutan konstituen

seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Bahasa yang lain menggunakan

sistem kasus, partikel, atau adposisi, dan beberapa di antaranya mengaplikasikan

acuan silang pronomina pada verba (terdapat juga beberapa tipe bahasa yang

mengombinasikan strategi-strategi tersebut). Pola acuan silang dengan

pemarkahan kasus pada klitik pronomina bahasa Kodi (dibahas pada subbab

4.2.1) pada induk berupa PRED merupakan bukti akusatif intraklausal. Contoh

pola pemarkahan argumen inti dalam klausa sederhana bahasa Kodi terlihat pada

contoh berikut.

(5.1) Ku-manduru la koro 1TN-tidur prep kamar ‘Saya tidur di kamar’ (5.2) Na-manduru la koro 3TN-tidur prep kamar ‘Dia tidur di kamar’ (5.3) Ku-ica-ya dhiyo 1TN-lihat-3TA 3T ‘Saya melihat dia’

(5.4) Na-ica-gha ehetu 3TN-lihat-3JA 3J ‘Dia melihat mereka’

Contoh tersebut menunjukkan paradigma klitik pronomina dalam bahasa Kodi

menunjukkan pola sebagai berikut.

S/A O

Saya ku- gha ya Dia na- ya

Paradigma tersebut memperlihatkan bahwa satu bentuk klitik pronomina

dapat digunakan untuk mengacu silang argumen S/A, sedangkan bentuk yang

berbeda digunakan untuk mengacu silang argumen O dan bentuk klitik pronomina

tersebut memiliki persesuaian dengan jumlah serta tipe pronomina persona atau

frasa nomina yang diacunya. Paradigma klitik pronomina tersebut membentuk

pola ‘akusatif’ dengan perbedaan posisi klitik pada PRED yang dimarkahinya.

Klitik pronomina terikat yang mengacu silang kepada argumen S atau A muncul

di bagian awal (sebagai proklitik), sedangkan enklitik digunakan untuk mengacu

silang kepada argumen O.

Berkaitan dengan karakteristik argumen S, posisi kanonis argumen inti

dalam bahasa Kodi adalah di posisi awal klausa. Pada tataran klausa, argumen S

dapat hadir dalam bentuk pronomina atau frasa nomina bersama dengan bentuk

klitik pronomina yang mengacu silang kepada subjek klausa. Argumen S juga

dapat hadir hanya dala bentuk klitik pronomina karena bahasa Kodi tergolong ke

dalam bahasa berpemarkah inti sehingga klitik pronomina merupakan argumen

inti, sedangkan pronomina atau frasa nomina independen berfungsi sebagai

penegas acuan silang. Van Valin (1977,1985, 1987) menyebutkan bahwa

berkaitan dengan klausa pada bahasa berpemarkah inti, afiks pronominal pada

verba merupakan argumen inti klausa, bukan leksikal frasa nomina dan

pronomina independen yang bersifat opsional.

Jika dilihat dari pola pemarkahannya, salah satu contoh bentuk pola

pemarkahan nonkanonis subjek terlihat pada konstruksi klausa dengan unsur

keaspekan imperfektif progresif. S pada konstruksi keaspekan imperfektif

progresif hadir dalam bentuk enklitik yaitu klitik pronomina yang muncul setelah

pemarkah leksikal keaspekan imperfektif progresif tengera ‘sedang’ dan

dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus genitif seperti yang terlihat

pada data (5.6).

(5.5) Inya na-pa-ndaha-ni a kobha watu Ibu 3TN-KAUS-baik-3TD ART gelas batu ‘Ibu memperbaiki gelas batu’

(5.6) Tengera-na bhana-pa-ndaha-ni a ndara bahi-na PROG-3TG Asp-3T-KAUS-baik-3TD ART kuda besi-3TG ‘Dia sedang memperbaiki sepedanya’ Kedua contoh di atas menunjukkan pola pemarkahan S yang berbeda karena pada

data (5.5), argumen S yaitu Inya ‘Ibu’ diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus nominatif na- sedangkan pada data (5.6), argumen S yaitu dhiyo

‘dia’ yang tidak muncul secara eksplisit diacu silang oleh klitik pronomina

pemarkah kasus genitif –na.

Salah satu bentuk pengetesan kadar keintian argumen S adalah melalui

penyisipan adverbial seperti pada contoh di bawah ini. Argumen S dalam bahasa

Kodi berada di awal klausa dan dapat disisipi adverbial berupa keterangan waktu

yang muncul sebelum predikat.

(5.7) Bhapa na-paghili la mango Bapak 3TN-kerja prep kebun ‘Bapak bekerja di kebun’ (5.8) Bhapa wali weimalo na-paghili la mango Bapak sejak kemarin 3TN-kerja prep kebun ‘Bapak sejak kemarin bekerja di kebun’ (5.9) Inya itaya kapuhudho na-kahi wu munde Ibu tadi pagi 3TN-beli buah jeruk ‘Ibu tadi pagi membeli jeruk’

Subjek bahasa Kodi dapat direlatifkan dengan menggunakan pemarkah

perelatif na- pada PRED. Pemarkah ini memiliki bentuk serta perilaku sintaktik

yang mirip dengan klitik pronomina yang mengacu silang kepada pronomina

persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ karena muncul di depan PRED.

(5.10) A-kabhani [na-kawulo-ngga yayo]S a ghagha-na Helu ART-laki-laki REL-panggil-1TD 1T ART kakak-3TG Helu ‘Laki-laki yang memanggil saya adalah kakaknya Helu’

(5.11) Enetu lakedha [na-bughero-ya a-binna enene]S a ari-nggu DEM laki-laki REL-buka-3TA ART-pintu DEM ART adik-1TG ‘Laki-laki yang membuka pintu itu adik saya’ (5.12) A lakedha [na-halako la paranggango]S a ole-nggu ART laki-laki REL-jalan prep pasar ART teman-1TG ‘Laki-laki yang berjalan ke pasar itu adalah teman saya’

Subjek dalam bahasa Kodi juga dapat disisipi oleh kuantifier ngarakehe

‘semua’ yang dapat muncul sebelum subjek di bagian awal kalimat, muncul di

antara subjek dan verba, dan berada setelah verba.

(5.13a) [Ngarakehe]j [ha-toyo]j a-mayo la kalimbatu Semua J-orang 3JN-datang prep kampung ‘Semua orang datang ke kampung’

(5.13b) [Ha-toyo]j [ngarakehe]j a-mayo la kalimbatu J-orang semua 3JN-datang prep kampung ‘Semua orang datang ke kampung’

(5.13c) A-mayo [ngarakehe]j [ha-toyo]j la kalimbatu 3JN-datang semua J-orang prep kampung ‘Semua orang datang ke kampung’ Kehadiran kuantifier yang dapat muncul dalam urutan yang fleksibel dalam

sebuah konstruksi klausa dikenal dengan istilah floating quantifier. Kuantifier ini

dapat digunakan untuk pengetesan tingkat keintian argumen karena meskipun

kuantifier tersebut letaknya dapat dipindahkan, tetapi tetap menerangkan argumen

inti yang sama, yaitu subjek ha toyo ‘orang-orang’ yang diacu silang dengan klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif a- pada verba mayo ‘datang’.

Seperti yang telah dipaparkan di awal bagian subbab ini, fungsi A dan S

dikelompokkan sebagai ‘subjek’. Status A, S dan O merupakan kategori yang

diacu Dixon dengan istilah universal primitif. Beberapa linguis yang lain

menggunakan simbol S1 atau S2 atau TS dan IS sebagai pengganti istilah A dan

S. Dixon (1994:129) menyatakan bahwa ‘subjek’ merupakan kategori pertama

yang harus dipetakan dan kemudian dapat dibedakan menjadi subklasifikasi

variasi transitif dan intransitif sesuai dengan tipe klausa dimana argumen subjek

muncul.

Berkaitan dengan tipe frasa nomina yang menduduki argumen A (agen)

dalam sebuah konstruksi kalimat, Dixon (1994: 117) menekankan mengenai

persepsi manusia dalam memandang dunia melalui berbagai macam aktivitas.

Kejadian-kejadian ini kemudian direalisasikan dalam bentuk klasifikasi

gramatikal dalam bentuk klausa intransitif dan transitif. Klausa intransitif

mengandung sebuah argumen inti, yaitu frasa nomina yang berfungsi sebagai

subjek (S), sedangkan klausa transitif memiliki dua argumen berupa frasa nomina

obligatoris dengan fungsi sebagai agen (A) dan objek (O). Frasa nomina A

mengacu pada ‘agen’ aktual atau potensial yang dapat memulai dan mengontrol

aktivitas (Dixon, 1994:117). Karakteristik frasa nomina A dalam bahasa Kodi

menunjukkan bahwa slot A dapat diisi oleh frasa nomina bersifat bernyawa

(animate) dan tak bernyawa (inanimate).

(5.14) A ari-nggu na-bughero-ya a binna enene ART adik-1TG 3TN-buka-3TA ART pintu DEM ‘Adik saya membuka pintu itu’ (5.15) A paringi na-bughero-ya a binna enene ART angin 3TN-buka-3TA ART pintu DEM ‘Angin membuka pintu itu’

Konstruksi klausa (5.14) dan (5.15) menunjukkan dua tipe frasa nomina

yang mengisi slot dengan fungsi AGENT, yaitu a ari-nggu ‘adik saya’

[+bernyawa] dan a paringi ‘angin’ [-bernyawa]. Hal yang sama juga ditemukan

dalam konstruksi klausa transitif bahasa Inggris dalam ekspresi The wind closed

the door. Makna sentral verba bughero ‘membuka’ dan closed ‘menutup’

membutuhkan kehadiran AGENT bernyawa. Akan tetapi, tindakan fisik dari a

paringi dan the wind ‘angin’ dapat menciptakan kesan yang sama seperti AGENT

bernyawa sehingga kedua frasa nomina pengisi slot di awal klausa tersebut

dianggap sebagai frasa nomina dengan fungsi sebagai A. Dixon (2010:128)

menyebutkan bahwa secara prinsipal, peran yang cenderung berkaitan dengan

keberhasilan terjadinya sebuah aktivitas ditempatkan sebagai argumen berfungsi

A. Sebagai contoh, argumen ini memiliki peran tematik AGENT untuk tipe verba

AFFECT, peran tematik DONOR untuk tipe verba GIVING, dan PERCEIVER untuk

verba ATTENTION seperti pada contoh berikut.

(5.16) MahembaAGENT na-teba-ya a ghayoTARGET Nama 3TN-potong-3TA ART kayu ‘Mahemba memotong kayu itu’ ( 5.17) Inya-ngguPERCEIVER na-ica-ya HeriIMPRESSION Inya-1TG 3TN-lihat-3TA Nama ‘Ibuku melihat Heri’ (5.18) YayoDONOR ku-wo-ni dhingiGIFT a [lakedha enetu]RECIPIENT 1T 3TN-beri-3TD uang ART anak DEM ‘Saya memberikan uang pada anak itu’

Data di atas menunjukkan argumen A dengan berbagai peran tematik

(ditandai dengan format huruf kapital subskrip) sesuai dengan tipe verba yang

menduduki slot predikat. Untuk tipe verba yang memiliki dua peran tematik

seperti verba tipe ATTENTION, maka argumen yang tidak dipetakan ke dalam

fungsi A, akan dipetakan sebagai O. Verba pada data (5.16) dapat memiliki peran

tematik tambahan, yaitu benda yang digunakan untuk memukul dan verba pada

data (5.17) memiliki argumen dengan peran tematik DONOR, GIFT, dan

RECIPIENT. Dixon (2010:130) menyatakan bahwa argumen yang berkaitan

dengan fungsi O pada konstruksi klausa didefinisikan dalam bentuk negasi, yaitu

sebagai partisipan yang cenderung tidak berperan dalam menentukan keberhasilan

terjadinya sebuah aktivitas. Argumen dengan fungsi objek ini dijabarkan pada

subbab selanjutnya.

5.4 Objek Bahasa Kodi

Berkaitan dengan kriteria lain dari argumen inti, yaitu berupa argumen

objek, Dixon (2010:137) mengklaim bahwa dalam setiap bahasa terdapat

beberapa tipe tes yang dapat digunakan untuk membedakan fungsi argumen O

dari argumen yang lainnya. Verba transitif kanonis memiliki dua argumen inti,

frasa nomina yang tidak dipetakan sebagai A akan dipetakan sebagai relasi

sintaktik O. Namun, selain dua tipe struktur klausa utama, yaitu klausa intransitif

dan transitif, Dixon (2010) menjabarkan tipe konstruksi transitivitas minor, yaitu

extended intransitive (dengan dua argumen inti S dan E(xtension to the core) dan

extended transitive 5(dengan tiga argumen inti A, O, dan E yang sering diacu

dengan istilah ‘ditransitif’). Dixon mengajukan tipe transitivitas minor (extended

intransitive dan transitive) untuk mengakomodasi argumen semantik yang tidak

memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kategori S, A, atau O. Salah satu

contoh yang digunakan oleh Dixon (2010:117) dalam menguraikan pola ini adalah

berupa kalimat bahasa Tongan yang memiliki pola sistem kasus absolutif-ergatif. 5 Konstruksi ini telah diperkenalkan dan diacu dengan istilah klausa ditransitif pada subbab 4.3.2.2, penggunaan extended transitive dipilih dengan pertimbangan selaras dengan istilah dan simbol (E) yang digunakan Dixon

Bahasa Kodi menunjukkan pola yang serupa dengan bahasa Tongan karena

memiliki konstruksi extended intransitive yang juga dimarkahi dengan klitik

pronomina pemarkah kasus datif.

(5.20) Intransitif : [A lakedha minye]S na-mayo ART anak perempuan 3TN-datang ‘Anak perempuan (S) itu datang’ (5.21) Extended : [A lakedha minye]S na-manewaro-ngga [yayo]E Intransitive ART anak perempuan 3TN-cinta-1TD 1T ‘Anak perempuan (S) itu mencintai saya (E)’ (5.22) Transitif : [A lakedha minye]A na-kahi-ya [kalogho]O

ART anak perempuan 3TN-beli-3TA pisang ‘Anak perempuan itu (A) membeli pisang (O)’

Data di atas menunjukkan bahwa bahasa Kodi memiliki sistem

pemarkahan kasus nominatif-akusatif. Fungsi S dan A ditunjukkan oleh kasus

nominatif (ditandai dengan klitik pronomina na-) dan fungsi O dengan kasus

akusatif (ditandai dengan klitik pronomina –ya). Frasa nomina yang mengacu

pada argumen inti tiap-tiap tipe klausa memiliki tata urutan yang beraturan.

Fungsi S dan A yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif muncul pada posisi praverba, sedangkan fungsi O muncul pada posisi

posverba setelah klitik pronomina pemarkah kasus akusatif pada verba.

Penjabaran profil argumen untuk ketiga tipe klausa serta kebermarkahan kasusnya

adalah sebagai berikut.

TIPE KLAUSA/PREDIKAT ARGUMEN INTI

Intransitif S (nominatif) Extended intransitive A (nominatif) E (datif) Transitif A (nominatif) O (akusatif)

Tipe klausa extended intransitive dan transitif melibatkan dua argumen inti

yang diidentifikasi dalam bentuk A dan E (data 5.21) dan A dan O (data 5.22).

Peran EXPERIENCER ‘anak perempuan’ pada data (5.21) menunjukkan properti

gramatikal subjek dan diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif yang sama seperti argumen S dan A ‘anak perempuan’ pada tipe klausa

intransitif dan transitif. Jika dibandingkan dengan bahasa Wewewa yang

tergolong dalam rumpun yang sama dengan bahasa Kodi, pola pemarkahan untuk

verba mbei ‘suka’ menunjukkan pola yang berbeda seperti yang terlihat pada data

berikut.

(5.23) Wo’u mu-mbei nya 2T 2Tnm-suka 3T ‘Kamu suka dia’

Data bahasa Wewewa di atas menunjukkan verba dimarkahi dengan klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada subjek wo’u

‘kamu’, sedangkan argumen nya ‘dia’ dimarkahi sama seperti argumen objek

pada klausa transitif. Dalam bahasa Kodi, verba dengan tipe semantik LIKING

tersebut membentuk konstruksi extended intransitive seperti pada data (5.21) yang

memarkahi argumen selain S dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif.

Dengan kata lain, objek dalam konstruksi extended intransitive bahasa Kodi tidak

dimarkahi sama seperti objek pada konstruksi transitif.

Selain konstruksi extended intransitive, Dixon (2010) menyebutkan bahwa

bahasa tertentu memiliki tipe extended transitive yang digunakan untuk

mengakomodasi argumen semantik yang tidak bisa dipetakan pada fungsi S, A,

dan O seperti yang ditunjukkan pada kutipan berikut.

“In some languages we find a small number of verbs for which three semantic roles must be stated (or understood). That is, they occur in an extended transitive syntactic frame (Dixon 2010: 134).”

Kutipan tersebut menjabarkan bahwa dalam beberapa bahasa, ditemukan sejumlah

verba yang mengharuskan munculnya tiga peran semantik. Oleh sebab itu, tipe

verba tersebut muncul dalam bentuk kerangka sintaktik extended transitive. Untuk

menguraikan contoh konstruksi dengan verba berargumen tiga ini, Dixon

(2010:117) menjabarkan konstruksi bahasa Tongan sebagai berikut.

(5.24) na’e ‘oange [a e tohi]O [e he fefine]A PAST give ABSOLUTIVE ART book ERGATIVE ART woman [ki he tangatá]E

DATIVE ART man ‘The woman gave a book to the man’

Argumen ketiga dalam konstruksi kalimat bahasa Tongan di atas diberikan

fungsi E untuk menggambarkan peran semantik selain A dan O yang muncul

dalam konstruksi klausa. Fungsi argumen E ini secara umum diacu sebagai objek

tak langsung yang dalam konstruksi tersebut membawa peran semantik

RECIPIENT. Ketiga argumen dalam contoh bahasa Tongan di atas dimarkahi

dengan partikel kasus yang berbeda dan muncul secara eksplisit. Secara lintas

bahasa, verba GIVING mengharuskan kehadiran tiga peran semantik dalam

kerangka sintaktik extended transitive. Contoh dalam bahasa Inggris berikut

dikutip dari Dixon (2010:134).

(5.25) JohnDONOR:A gave [his old coat]GIFT:O [to a beggar] RECIPIENT:E (5.26) JohnDONOR:A gave [the winner]RECIPIENT:O [a prize]GIFT:E

Jika salah satu argumen dalam konstruksi tersebut dihilangkan, maka akan

menghasilkan konstruksi yang tidak berterima dalam konteks netral : *John gave

his old coat atau *John gave a coat meskipun pada beberapa konteks percakapan,

kehadiran argumen yang lesap tersebut dapat disimpulkan tanpa harus dinyatakan

secara eksplisit. Bahasa Kodi memiliki strategi yang berbeda untuk

mengekspresikan arugmen verba woyo ‘memberi’ seperti yang terlihat pada data

berikut.

(5.27) Dhiyo na wo-nii-ka [olekedha-na]i buku 3T 3TN-beri-Pen teman-3TG buku ‘Dia memberi temannya buku’ (5.28) Yayo ku-wo-nii-ka pamagunana [a ari-nggu]i 1T 1TN-beri-3TD-Pen mainan adik-1TG ‘Saya memberi adik saya mainan’

Kedua data menunjukkan urutan objek langsung yang berbeda. Pada data

(5.27) objek langsung buku ‘buku’ dengan peran tematik GIFT muncul setelah

argumen olekedha-na ‘temannya’ dengan peran tematik RECIPIENT. Sementara

itu, pada data (5.28) peran semantik GIFT yang dalam bentuk argumen

pamagunana ‘mainan’ muncul sebelum peran semantik RECIPIENT. Meskipun

memiliki urutan yang berbeda, sistem pemarkahan argumen pada poros inti, yaitu

verba woyo yang mengalami pelesapan silabel akhir menjadi wo tetap mengacu

pada argumen yang sama yaitu objek tidak langsung (E). Verba dimarkahi oleh

klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada

argumen berfungsi A (peran tematik DONOR), yaitu dhiyo ‘dia’ dan klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif ku- untuk argumen yayo ‘saya’. Argumen O

berupa objek langsung tidak dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus

akusatif, tetapi menerima pemarkahan dalam bentuk pemarkah penegas –ka yang

bersifat opsional. Argumen berupa objek tidak langsung dengan peran tematik

RECIPIENT diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif –ni.

Argumen O dalam konstruksi extended transitive dapat diacu silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus kasus datif sehingga membentuk kluster klitik

dengan kondisi jika argumen dengan peran tematik RECIPIENT mengacu kepada

pronomina persona pertama atau kedua.

(5.29) Dhiyo na-wo-ngga-ni yayo buku 3T 3TN-beri-1TD-3TD 1T buku ‘Dia memberi saya buku’

Pada konstruksi (5.29) tersebut, argumen O dimarkahi dengan klitik

pronomina pemarkah kasus datif ni- sehingga membentuk kluster klitik yang

berterima dalam bahasa Kodi. Jika dijabarkan dalam sebuah skema singkat, maka

pola pemarkahan argumen yang terlibat dalam konstruksi verba woyo ‘memberi’

dapat dipetakan seperti di bawah ini.

Peran Tematik DONOR GIFT RECIPIENT Fungsi Sintaktik A O objek tak langsung Pemarkahan (i) nominatif Ø datif

(ii) nominatif datif datif

Skema di atas menunjukkan adanya dua alternatif pemarkahan. Pertama,

peran semantik GIFT berada dalam fungsi O, sedangkan RECIPIENT dimarkahi

dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif. Pada konstruksi klausa transitif,

argumen dengan fungsi O secara kanonis dimarkahi dengan klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif sehingga pola pada konstruksi verba GIVING alternatif

(i) ini menunjukkan pola pemarkahan nonkanonis karena argumen O tidak

dimarkahi. Alternatif (ii) memiliki persamaan pola pemarkahan O seperti

alternatif (i) karena argumen dengan fungsi O dimarkahi secara nonkanonis

dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif sesuai dengan kaidah yang

disyaratkan oleh pola kluster klitik bahasa Kodi. Jika dibandingkan dengan bahasa

Kodi, bahasa serumpun berupa bahasa Wewewa di Sumba Barat Daya

menunjukkan strategi yang berbeda untuk memarkahi argumen dalam konstruksi

verba GIVING. Berikut ini cuplikan data yang disadur dari penelitian Kasni

(2012).

(5.30) Youwa ku-ya-wi kalowo nati lakawa 1T 1Tnm-beri-BEN pisang DEM anak ‘Saya memberikan anak itu pisang’

(Kasni, 2012:109)

Klausa pada data (5.30) memiliki tiga argumen inti, yaitu A, O, dan Pi atau

perluasan inti. Predikat ku-ya-wi ‘memberikan’ dibentuk oleh klitik ku-, verba

transitif ya ‘beri,’ dan klitik wi- yang berfungsi sebagai pemarkah benefaktif.

Kalowo ‘pisang’ berfungsi sebagai Pi dan nati lakawa ‘anak itu’ berfungsi sebagai

O. Konstruksi klausa dwitransitif dalam bahasa Wewewa juga dibentuk oleh

adposisi mbarra ‘kepada’ untuk memarkahi argumen nati lakawa ‘anak itu’.

(5.31) Ali na-ya-wi nati riti mbarra nati lakawa Ali 3Tnm-beri-BEN DEM uang AP DEM anak ‘Ali memberi uang itu kepada anak itu’

(Kasni, 2012:379)

Dua data tersebut menunjukkan bahwa argumen dengan peran tematik

RECIPIENT dalam bahasa Wewewa dimarkahi dengan klitik wi- dan dapat muncul

dalam bentuk frasa adposisional setelah adposisi mbarra ‘kepada’, sedangkan

argumen dengan peran tematik GIFT tidak dimarkahi. Berbeda dengan bahasa

Wewewa, bahasa Kambera di Sumba Timur menunjukkan pola pemarkahan yang

mirip dengan bahasa Kodi dalam konstruksi verba GIVING seperti yang terlihat

pada data berikut.

(5.32) Na wua -nja na njara 3sN- give to -1sD ART horse ‘He gives me the horse’ (5.33) I ama na-wua-njak [na heu na njara]j ART father 3sN- give -3pD ART one.CLF ART horse ‘Father gives them one horse’

(Klamer, 1998:203)

Klitik pronomina pada verba wua ‘memberi’ pada bahasa Kambera dimarkahi

oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada

argumen A yang berperan sebagai DONOR, sedangkan argumen RECIPIENT

dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif dan argumen dengan

peran semantik GIFT tidak dimarkahi pada verba. Berdasarkan pemaparan di atas,

diketahui bahwa pola pemarkahan yang dimiliki oleh bahasa Kodi dalam

menunjukkan argumen dengan fungsi O pada konstruksi verba LIKING

memperlihatkan pola pemarkahan nonkanonis dengan pemarkahan kosong dan

klitik pronomina pemarkah kasus datif. Berkaitan dengan pemarkahan fungsi

argumen inti, Dixon (2009:87) menjelaskan melalui kutipan berikut.

“Whether a semantic argument is in one of the three core functions S, A, or O, or is an E(xtension) can be generally recognized by surface coding (e.g. case marking). Surface coding, however, is only an indicator. Thus, apart from canonically marked functions, a language may also have non-canonically marked S, A, and O functions.” Kutipan tersebut menekankan bahwa argumen semantik yang merupakan

bagian dari tiga fungsi inti S, A, atau O atau argumen tambahan E(xtension) dapat

diidentifikasi secara umum melalui pola pemarkahan yang terlihat pada struktur

lahir seperti pemarkahan kasus. Namun, pemarkahan pada struktur lahir hanya

merupakan sebuah indikator. Oleh sebab itu, selain fungsi yang dimarkahi secara

kanonis, sebuah bahasa termasuk bahasa Kodi dapat memiliki fungsi S, A, dan O

dengan pola pemarkahan nonkanonis.

Selain tipe verba LIKING dan ATTENTION, pola pemarkahan objek

nonkanonis dalam bahasa Kodi juga menunjukkan pola pemarkahan A

(nominatif) dan E (datif) pada beberapa jenis verba yang lain. Pola pemarkahan

ini terlihat pada konstruksi kausatif yang dibentuk oleh pemarkah kausatif pa-.

(5.34) Yayo ku-pa-halako-ni a motoro 1T 1TN-KAUS-jalan-3TD itu motor ‘Saya menjalankan motor itu’ (5.35) *Yayo ku-pa-halako-ya a motoro

(5.36) Yayo ku-pa-londo-ni dhiyo la karohi 1T 1TN-KAUS-duduk-3TD 3T di kursi ‘Kami mendudukkan dia di atas kursi’ (5.37) *Yayo ku-pa-londo-ya dhiyo la karohi

Konstruksi kausatif menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi argumen

yang semula berada pada slot subjek kemudian menduduki slot objek. Objek pada

konstruksi kausatif tidak menerima pola pemarkahan kanonis (klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif) karena menekankan bahwa objek tersebut menerima

pengaruh yang kuat dari aktifitas verba kausatif dan memiliki kontrol penolakan

yang rendah terhadap efek yang diterima. Pola pemarkahan ini berlaku baik untuk

objek dengan karakteristik bernyawa dan tidak bernyawa. Selain itu, pola

pemarkahan objek dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif juga muncul

pada klausa yang dibangun oleh verba bermuatan semantis yang menekankan

objek [+affected]. Pemarkahan pada argumen objek dipengaruhi oleh makna verba

dalam konteks tuturan seperti yang terlihat pada contoh berikut.

(5.38) A-lakedha na-nggeha-ni a-manu la lara ART-anak 3TN-kejar-3TD ART-ayam prep jalan ‘Seorang anak mengejar seekor ayam di jalan’ (5.39) *A-lakedha na-nggeha-ya a-manu la lara

(5.40) Yayo ku-letongo-ni kotorona 1T 1TN-buang-3TD sampah ‘Saya membuang sampah’

Pola pemarkahan seperti contoh data (5.38 dan 5.40) menunjukkan bahwa

pola pemarkahan argumen objek dalam bahasa Kodi juga didasari oleh faktor

semantik. Satu-satunya argumen objek dimarkahi dengan klitik pronomina

pemarkah kasus datif pada konstruksi dimana objek menerima dampak langsung

dari aktifitas yang diekspresikan oleh verba. Dengan kata lain, objek memiliki

karakteristik [+affected] jika dibandingkan dengan tipe objek lain yang dimarkahi

oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif. Oleh sebab itu, objek yang diacu

silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif pada konstruksi (5.39)

menghasilkan struktur yang tidak berterima. Namun, karakteristik objek ini tidak

dapat dinegasikan dengan bentuk pernyataan bahwa klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif mengacu silang pada objek dengan karakteristik [-affected].

Konstruksi dengan pola pemarkahan seperti data (5.38) dan (5.40) merupakan

bentuk konstruksi minor.

Disamping itu, klitik pronomina pemarkah kasus datif juga memarkahi

argumen objek dalam konstruksi aplikatif. Argumen objek yang dimaksud dapat

memiliki peran tematik INSTRUMENTAL, LOCATION, dan BENEFICIARY seperti

yang terlihat pada uraian contoh data berikut.

(5.41) Yayo ku-gheghu-ya a tobho wango watu 1T 1TN-lempar-3TA ART piring pakai batu ‘Saya melempari piring dengan batu’ lit. ‘Saya melempar piring pakai batu’

(5.42) Yayo ku-gheghu-ni a tobho la handa watu

1T 1TN-lempar-3TD ART piring prep dinding batu ‘Saya melempar piring ke dinding’

Data (5.41) menunjukkan objek a tobho ‘piring’ diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif. Dalam konteks tersebut, agen berupa

pronomina persona pertama yayo ‘saya’ melempari piring dengan menggunakan

batu sehingga argumen objek dalam konteks tersebut memiliki peran tematik

PATIENT. Pada data tersebut, kehadiran instrumen dapat dilesapkan dan penutur

tetap dapat menyimpulkan bahwa a tobho ‘piring’ dilempari dengan sesuatu

benda. Data (5.42) menunjukkan argumen objek yang dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus datif. Pada konteks tersebut, objek memiliki peran

tematik INSTRUMENTAL. Selain itu, klitik pronomina pemarkah kasus datif juga

memarkahi objek aplikatif LOCATION seperti pada contoh berikut

(5.43) Yayo ku-tondo kalogho la mango 1T 1TN-tanam pisang prep kebun ‘Saya menanam pisang di kebun’ (5.44) Yayo ku-tondo-ni a mango wango kalogho 1T 1TN-tanam-3TD ART kebun dengan pisang ‘Saya menamami kebun dengan pisang’

Argumen yang semula menempati slot frasa preposisional yang menerangkan

lokasi mengalami perubahan fungsi sebagai objek dalam konstruksi aplikatif.

Objek a mango ‘kebun’ dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif.

Contoh berikut juga menunjukkan pola pemarkahan yang sama.

(5.45) Dhiyo na -londo la karohi 3T 3TN-duduk prep kursi ‘Dia duduk di kursi’ (5.46) Dhiyo na-londo-ni a karohi 3T 3TN-duduk-3TD ART kursi ‘Dia menduduki kursi itu’

Argumen objek pada data (5.46) juga tidak dapat dimarkahi oleh klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif karena tidak berfungsi sebagai PATIENT, melainkan

membawa peran tematik yang berbeda melalui proses aplikatif LOCATION.

Klitik pronomina pemarkah kasus datif juga menandai konstruksi aplikatif dengan

tipe argumen yang memiliki peran tematik BENEFICIARY seperti yang terlihat

pada data berikut.

(5.47) Bhapa na-ngandi-nik [a kahihi]j

Bapak 3TN-bawa-3TD ART baju ‘Bapak membawakan dia baju’

(5.48) Dhiyo na-ngandi-nij a kahihi [a ari-na]j 3T 3TN-bawa-3TA ART baju ART adik-3TG ‘Dia membawakan adiknya baju’ Objek dengan peran tematik BENEFICIARY pada data (5.47) mengacu pada

pronomina persona ketiga dhiyo ‘dia’ yang tidak muncul secara implisit namun

dapat ditelusuri dari tipe klitik pronomina pemarkah kasus datif –ni yang muncul

setelah verba. Sementara itu, objek dengan peran tematik yang sama pada data

(5.48) menerima pemarkahan klitik pronomina pemarkah kasus datif yang

mengacu silang kepada a ari-na ‘adiknya’.

(4.49a) Na-ngandi-ya a buku 3TN-bawa-3TA ART buku ‘Dia membawa buku’ (4.49b) Na-ngandi-ni a buku a ole-na 3TN-bawa-3TD ART buku ART teman-3TG ‘Dia membawakan temannya buku’ lit. ‘Dia membawa buku untuk temannya’ (4.49c) A ghagha na-ngandi -ngga -ni ART kakak 3TN-bawa -1TD -3TD ‘Kakak membawakannya kepada saya’

Data (4.49a) menunjukkan bahwa objek langsung dimarkahi oleh klitik –ya

dan mengacu silang kepada a buku ‘sebuah buku’. Objek tidak langsung pada data

(4.49b) ditandai dengan klitik –ni yang mengacu silang kepada frasa nomina a

ole-na sedangkan objek langsung yang secara kanonis dimarkahi dengan klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif, pada konstruksi (4.49b) tidak dimarkahi.

Data (4.49c) menunjukkan kluster klitik yang mengacu silang kepada kedua objek

klausa yang dilesapkan. Klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga yang

mengacu kepada objek tidak langsung yayo ‘saya’ mendahului klitik pronomina

pemarkah kasus datif –ni yang mengacu silang kepada objek langsung a buku

‘sebuah buku’. Dalam konstruksi yang melibatkan kluster klitik ini, objek

langsung dan tidak langsung sama-sama dimarkahi dengan klitik pronomina

pemarkah kasus datif. Hal ini disebabkan oleh kaidah kluster atau deretan klitik

dalam bahasa Kodi mengharuskan kedua slot klitik posverbal diisi oleh klitik

pronomina berkasus datif. Oleh sebab itu, contoh data berikut merupakan

konstruksi yang tidak berterima karena urutan klitik pronomina berkasus datif

tidak sesuai dengan kaidah.

(4.50) * A ghagha na-ngandi –ni -ngga (a karohi) ART kakak 3TN-bawa-3TD 1TD ART kursi ‘Kakak membawakannya (sebuah kursi) untuk dia’ (4.51) *A ghagha na-ngandi -ndi – ndi (ha manu) ART kakak 3TN-bawa -3JD -3JD J ayam ‘Kakak membawakannya (beberapa ekor ayam) untuk mereka’ (4.52) *Ngandi –nggama -nggu Bawa 1eksD 2TD ‘Antar kami ke dia’ lit. ‘Bawa aku ke dia’ Kaidah kemunculan kluster klitik dalam bahasa Kodi mengharuskan

kemunculan objek tidak langsung yang mendahului objek langsung. Dua klitik

pronomina pemarkah objek hanya bisa muncul secara beruntun jika klitik

pronomina yang pertama (klitik pronomina pemarkah objek tidak langsung)

merupakan klitik pronomina yang mengacu pada pronomina persona pertama dan

kedua, sedangkan klitik pronomina yang kedua (klitik pronominal pemarkah

objek langsung) merupakan klitik pronomina untuk pronomina persona ketiga.

Pola pemarkahan yang berbeda untuk objek pada konstruksi aplikatif

menunjukkan bahwa klitik pronomina pemarkah kasus akusatif memarkahi objek

yang memiliki peran tematik PATIENT, sedangkan tipe objek yang lain dimarkahi

oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif.

Contoh kluster klitik dalam konstruksi aplikatif yang digunakan untuk

mengacu silang argumen dengan fungsi objek langsung dan objek tidak langsung

juga terlihat pada data (5.30--5.31). Predikat pada data berikut juga dibangun oleh

predikat berupa verba kahi ‘beli’.

(5.53) Bhapa na-kahi-yaj [a motoro na-baru]j Bapak 3TN-beli-3TA ART motor 3TN-baru ‘Bapak membeli sebuah motor baru’

(5.54) Bhapa na-kahi-nik [a motoro na-baru]j

Bapak 3TN-beli-3TD ART motor 3TN-baru ‘Bapak membeli sebuah motor baru untuk dia’

(5.55) *Bhapa na-kahi -ya -ni Bapak 3TN-beli -3TA 3TD ‘Bapak membeli itu untuk dia’

(5.56) *Bhapa na-kahi -ni -ni Bapak 3TN-beli -3TD 3TD ‘Bapak membeli itu untuk dia’

Data (5.53) menggunakan verba dasar transitif kahi ‘beli’ dan objek

dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya, sementara data

(5.54) verba turunan aplikatif memiliki klitik pemarkah objek tidak langsung

dengan kasus datif –ni. Data (5.55) menunjukkan konstruksi yang tidak berterima

karena verba tidak dapat dimarkahi oleh kluster klitik yang memarkahi kasus

akusatif-datif. Data (5.56) juga tidak berterima karena urutan kluster klitik yang

pertama hanya dapat diisi oleh klitik pronomina yang mengacu silang kepada

pronomina persona pertama atau kedua, bukan pronomina persona ketiga.

Berbeda dengan konstruksi extended transitive, bahasa Kodi memiliki tiga

pola pemarkahan konstruksi aplikatif untuk verba berargumen tiga. Pertama,

pemarkahan kosong untuk argumen berupa objek langsung sementara objek tidak

langsung dengan peran tematik BENEFICIARY dimarkahi silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus datif. Kedua, pemarkahan dengan klitik pronomina

pemarkah kasus datif untuk argumen objek langsung dan tidak langsung,

sedangkan A tetap diacu dengan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif.

Ketiga, objek langsung dimarkahi klitik pronomina pemarkah kasus akusatif

sedangkan objek tidak langsung dalam bahasa Kodi juga dapat muncul dalam

bentuk oblik setelah preposisi tagu ‘untuk’ dan la mbara ‘pada’ seperti yang

terlihat di dua data berikut.

(5.57) [Ghagha]A na-kahi-ya [kahihi na-baru]O [tagu-na ariwei(yo)-na]OBL Kakak 3TN-beli-3TA baju 3TN-baru untuk-3TG istri-3TG ‘Kakak membeli baju baru untuk istrinya’ (5.58) [Tende]A na-kahewa-ya [motoro]O [la mbara-nggu yayo]OBL Nama 3TN-sewa-3TA motor pada-1TG 1T ‘Tende menyewakan motor pada saya’

Kedua konstruksi tersebut menunjukkan fungsi objek tak langsung berada

pada posisi oblik setelah preposisi. Preposisi dalam bahasa Kodi dimarkahi klitik

pronomina pemarkah kasus genitif na- dan nggu- yang mengacu silang kepada

tipe persona dan jumlah argumen objek tidak langsung ariweiyo-na ‘istrinya’ dan

yayo ‘saya’. Pola pemarkahan untuk verba berargumen tiga dalam konstruksi

aplikatif BK dapat dilihat pada skema berikut.

Peran Tematik AGENT THEME BENEFICIARY Fungsi Sintaktik A O objek tak langsung Pemarkahan (i) nominatif Ø datif

(ii) nominatif datif datif (iii) nominatif akusatif preposisi+genitif

Perluasan klausa transitif secara lintas bahasa dimarkahi dengan strategi

yang berbeda. Dalam bahasa Kodi, frasa nomina dengan fungsi A secara umum

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif (pemarkahan fungsi S

pada verba intransitif) dan fungsi O dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif. Namun, terdapat konstruksi dimana satu-satunya argumen objek

dimarkahi oleh klitik pronomina berkasus datif, yaitu pada konstruksi dengan

objek berkarateristik [+affected] seperti pada konstruksi kausatif dan verba

dengan muatan semantik tertentu seperti verba nggeha ‘kejar’. Selain itu, klitik

pronomina pemarkah kasus datif juga memarkahi argumen dengan peran tematik

INSTRUMENTAL, LOCATION, dan BENEFICIARY pada konstruksi aplikatif.

5.5 Pola Acuan Koreferensial Argumen Inti dalam Bahasa Kodi

Setiap bahasa memiliki kaidah pemarkahan morfologis (atau urutan

konstituen) yang pada umumnya menyebabkan penutur dapat langsung mengenali

fungsi inti (A, O, atau S) frasa nomina manakah yang berada dalam struktur asal

atau turunan (Dixon, 1994:153). Dalam bahasa Kodi, argumen dengan fungsi S

dan A baik dalam bentuk nomina maupun pronomina diacu silang oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif, sedangkan argumen dengan fungsi O diacu

silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif. Dixon (2010:157)

menyatakan bahwa operasi sintaktik dalam konstruksi koordinasi dan subordinasi

yang membentuk kalimat kompleks (multiklausal) selalu beroperasi pada level

struktur turunan. Berbagai bahasa memiliki strategi yang bervariasi dalam

konstruksi sintaksis penggabungan klausa di antaranya adalah strategi

pemarkahan switch-reference dan pivot6.

Tipe pemarkahan pivot merupakan strategi yang paling umum ditemukan.

Kategori subjek dibedakan dengan kategori pivot karena tidak seperti subjek,

6 Istilah pivot pertama kali dikenalkan oleh Dixon (1979) dan sekarang secara luas digunakan seperti dalam Foley dan Van Valin (1984)

pivot bukan merupakan kategori universal sebuah bahasa. Pivot merupakan

sebuah kategori spesifik yang beroperasi pada level struktur turunan. Secara

umum, pivot mengacu pada pengelompokan fungsi universal S, A, dan O dengan

menentukan pelesapan konstituen koreferensial dalam konstruksi penggabungan

klausa, seperti koordinasi, subordinasi, atau perelatifan.

Berbeda dengan subjek, pivot menggambarkan pengelompokan fungsi {S,

A} atau {S, O}. Dixon menyatakan bahwa hanya beberapa bahasa yang

beroperasi dengan mengaplikasikan pivot. Di samping itu, bahasa-bahasa yang

lain tidak memiliki batasan apapun pada level struktur turunan. Beberapa tipe

bahasa tertentu menerapkan kedua tipe pivot utama (akusatif dan ergatif) seperti

bahasa Yidiny (Dixon 1994: 220). Secara singkat, pendekatan Dixon terhadap

relasi gramatikal dibangun berdasarkan tiga fungsi sintaktik universal S, A, dan O.

Kaidah sintaktik dalam setiap bahasa dibentuk dalam kerangka ketiga fungsi

argumen dasar tersebut. Beberapa kaidah sintaktik secara universal mengacu pada

S dan A (pengelompokan ini diacu sebagai ‘subjek’). Proses sintaktik yang lain

dapat mengacu, baik pada fungsi {S, A} maupun {S,O}; dalam hal ini, masing-

masing mengacu pada pivot akusatif atau ergatif. Dixon (1994:154) menyebutkan

bahwa pada dasarnya terdapat dua variasi pivot; beberapa bahasa mengacu pada

satu tipe saja dan terdapat bahasa yang menggabungkan keduanya.

(1) Pivot S/A – frasa nomina koreferensial harus berada dalam fungsi

turunan S atau A pada tiap-tiap konstruksi gabungan klausa

(2) Pivot S/O – frasa nomina koreferensial harus berada dalam fungsi turunan

S atau O pada tiap-tiap konstruksi gabungan klausa

Batasan pivot muncul ketika dua klausa digabung bersama untuk

membentuk kalimat kompleks. Penggabungan ini akan melibatkan pengondisian

pada fungsi sintaktik dari frasa nomina pada kedua klausa, yaitu frasa nomina

pada satu klausa yang berkoreferensi dengan frasa nomina pada klausa lainnya.

Contoh dalam bahasa Inggris dengan pivot S/A dan bahasa Dyirbal dengan pivot

S/O berikut ini dikutip dari Dixon (1994:155).

(5.59) [MotherA saw fatherO ] and [ØS returned]

(5.60) [umaO yabu-guA buran] [ØS banaganyu] Father+ABS mother+ERG saw returned Mother saw father and he returned

Pada kedua konstruksi klausa koordinasi tersebut, subjek verba intransitif

pada klausa kedua dihilangkan. Penutur bahasa Inggris menerapkan pola pivot

S/A dengan melesapkan frasa nomina S untuk verba returned hanya jika frasa

nomina tersebut berkoreferensi dengan frasa nomina S/A dari klausa sebelumnya.

Lawan tutur kemudian menggunakan kaidah gramatikal untuk ‘memunculkan’

kembali frasa nomina yang dihilangkan, yaitu mother yang merupakan subjek

verba returned. Jika penutur ingin menyatakan father sebagai subjek verba

returned, maka harus menghadirkan pronomina pada slot S pada klausa kedua

sehingga menjadi Mary saw father and he returned.

Berbeda dengan konstruksi bahasa Inggris, penutur bahasa Dyirbal

menggunakan pivot S/O. Frasa nomina S hanya dapat dihilangkan kemudian

dimunculkan kembali oleh lawan tutur jika berkoreferensi dengan frasa nomina

dengan fungsi S atau O pada klausa sebelumnya. Jika penutur bahasa Dyirbal

ingin menyatakan ‘Mother saw father and returned’, maka strategi sintaktik

tertentu harus diaplikasikan untuk menyatakan frasa nomina dengan fungsi A

pada klausa pertama ke dalam fungsi turunan S atau O, misalnya melalui strategi

mengubah klausa pertama ke dalam bentuk antipasif.

Bahasa Kodi sebagai tipe bahasa berpemarkah inti menerapkan strategi

pemarkahan yang berbeda dibandingkan dengan bahasa Inggris dan Dyirbal yang

menerapkan pivot S/A dan S/O karena subjek berupa frasa nomina atau

pronomina pada klausa kedua dapat dilesapkan tanpa menimbulkan ambiguitas.

Hal ini disebabkan karena pola pemarkahan argumen inti ditunjukkan melalui

klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen inti berupa S, A, dan O.

Pada kedua klausa yang membangun konstruksi koordinatif, kehadiran klitik

pronomina bersifat obligatori, sedangkan frasa nomina yang diacu bersifat

opsional. Verba pada klausa kedua dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah

kasus nominatif yang berkoreferensi silang dengan argumen S/A pada klausa

pertama seperti pada data berikut.

(5.61) [Enetu ha-lakedha]i ai-ica-ya a manuj monno ai-nggeha-ni-kaj DEM J-anak 3JN-lihat-3TA ART ayam konj 3JN-kejar-3TD-ArtPen ‘Anak-anak itu melihat seekor ayam dan mengejarnya’

Konstruksi penggabungan klausa koordinatif di atas menggunakan konjungsi

monno ‘dan’ untuk menghubungkan dua konstruksi klausa transitif. Argumen A

pada klausa kedua ditandai oleh klitik pronomina a- yang mengacu silang kepada

argumen A pada klausa pertama, yaitu enetu ha lakedha ‘anak-anak itu’. Selain

itu, verba pada klausa kedua juga dimarkahi oleh pemarkah penegas –ka yang

merujuk pada argumen O pada klausa pertama, yaitu manu ‘ayam’. Meskipun

argumen A pada klausa kedua tidak muncul secara eksplisit, konstruksi tersebut

tidak dapat dikatakan melesapkan argumen A karena sebagai bahasa berpemarkah

inti, predikat (dalam hal ini berupa verba nggeha ‘mengejar’ ditambah klitik

pronomina berkasus nominatif a- yang mengacu silang kepada argumen A dan

klitik pronomina pemarkah kasus datif ni- yang mengacu silang kepada argumen

O telah membentuk sebuah klausa utuh. Contoh konstruksi lain yang

menunjukkan strategi pola pemarkahan yang berbeda dapat dilihat pada data

(5.62). Argumen S pada klausa pertama berkoreferensi dengan argumen O pada

klausa kedua dan ditandai dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif pada

verba.

(5.62) [Dhiyo]i na-tambabhara a manugha-naj monno ngandi-yai-kaj la umma hadhu 3T 3TN-terbuka ART luka-3TG konj bawa-3TA-Pen prep rumah sakit ‘Dia terbuka lukanya dan dibawa ke rumah sakit’ lit. ‘Dia terluka parah dan (seseorang) membawanya ke rumah sakit’

Verba ngandi ‘bawa’ pada klausa kedua dimarkahi oleh klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif –ya yang mengacu silang kepada argumen S pada klausa

pertama yaitu pronomina persona ketiga dhiyo ‘dia’. Argumen S yang semula

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif pada klausa

pertama, kemudian diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif

pada klausa kedua karena beralih fungsi menjadi argumen O. Sejalan dengan

konstruksi sebelumnya, lawan tutur pada konstruksi di atas tidak harus

‘memunculkan’ kembali acuan yang lesap, yaitu berupa subjek dhiyo ‘dia’ yang

menduduki fungsi sebagai objek (O) dari verba ngandi ‘bawa’ karena telah

dimarkahi dengan acuan silang berupa klitik pronomina pemarkah kasus –ya.

Selain itu, verba dimarkahi oleh pemarkah penegas –ka yang merujuk pada frasa

nomina a-manugha-na ‘lukanya’. Dua data yang disajikan di bawah ini

menegaskan bahwa fungsi argumen inti pada klausa kedua dimarkahi oleh klitik

pronomina pemarkah kasus nominatif jika berfungsi sebagai argumen S atau A,

dan dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif jika berfungsi

sebagai argumen O.

(5.63) [Inya]i na-palu-ya a bhangga monno nai-palayo Ibu 3TN-pukul-3TA ART anjing dan 3TN-lari ‘Ibu memukul seekor anjing dan berlari’

(5.64) Inya na-ica-ya [a bhangga]i monno na-palu-yai Ibu 3TN-lihat-3TA ART anjing dan 3TN-pukul-3TA ‘Ibu melihat seekor anjing dan dipukul’ lit. ‘Ibu melihat seekor anjing dan ibu memukulnya’

Konstruksi koordinatif (5.63) disusun klausa transitif dan intransitif.

Argumen dengan fungsi A berupa Inya ‘Ibu’ pada klausa pertama diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- untuk memarkahi S pada

klausa kedua. Sementara itu, data (5.64) menunjukkan argumen dengan fungsi O

berupa a bhangga ‘seekor anjing’ pada klausa transitif pertama muncul pada

klausa transitif kedua dalam bentuk acuan silang klitik pronomina pemarkah kasus

akusatif –ya sebagai pemarkah argumen dengan fungsi objek. Pola pemarkahan

argumen pada contoh tersebut menunjukkan pola kanonis karena subjek dan objek

tetap diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dan akusatif.

Hal ini disebabkan karena tidak terdapat perubahan fungsi argumen dari klausa

pertama dan kedua.

Bahasa Kodi menunjukkan pola pemarkahan argumen yang bersifat

prototipikal (didasarkan pada tataran sintaksis), sehingga relasi S, A, dan O

merupakan dasar bagi operasi penggabungan klausa. Pola pemarkahan argumen

seperti yang terlihat pada dua contoh tersebut menunjukkan klitik pronomina

mengindikasikan apakah subjek (S atau A) pada klausa kedua memiliki acuan

yang sama dengan subjek klausa pertama. Jika argumen O pada klausa pertama

berubah menduduki fungsi S pada klausa kedua, konstruksi yang digunakan oleh

penutur bahasa Kodi adalah sebagai berikut.

(5.65) Yayo ku-palu-ya a arii monno nai-ho(yo)-ka

1T 1TN-pukul-3TA ART adik dan 3TN-tangis-Pen ‘Saya memukul adik dan dia menangis’

Argumen dengan fungsi objek dalam konstruksi transitif pada klausa pertama

menduduki fungsi subjek dalam konstruksi intransitif pada klausa kedua.

Argumen objek a ari ‘adik’ muncul dalam bentuk klitik pronomina pemarkah

kasus nominatif pada klausa kedua. Verba intransitif hoyo ‘menangis’ dimarkahi

oleh pemarkah penegas –ka. Silabel ‘yo’ pada verba hoyo ditulis dalam tanda

kurung karena dalam percakapan, silabel tersebut biasanya dilesapkan. Konstruksi

tersebut menunjukkan bahwa perubahan fungsi argumen O menjadi S

menyebabkan terjadinya peralihan pemarkahan dari klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif menjadi klitik pronomina pemarkah kasus nominatif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Kodi tidak

menerapkan pivot S/A atau S/O dalam pola pemarkahan argumen inti dalam

konstruksi koordinatif. Hal yang mendasarinya adalah karakteristik bahasa Kodi

sebagai bahasa berpemarkah inti yang mengharuskan hadirnya klitik pronomina

dengan acuan silang pada argumen inti predikat. Dengan kata lain, predikat

sebagai inti telah memiliki penanda yang menyatakan jenis, jumlah, dan peran

semantis argumen terikatnya dalam bentuk klitik pronomina. Argumen yang

berbeda mengenai pola pemarkahan konstruksi koordinatif pada bahasa

berpemarkah inti diajukan oleh Kasni (2012) dengan objek kajian bahasa

Wewewa7. Meskipun tidak menyatakan dengan eksplisit, pemaparan Kasni

menunjukkan bahwa bahasa Wewewa memiliki pivot S/A. Dua data beserta

pemberian glos berikut disadur dari cuplikan data hasil penelitian Kasni (2012).

(5.66) Nya nai-deke bubu-na monno na-ta’i-wi 3T 3TNm-ambil rokok-3TGEN KONJ 3TNm-taruh-P.def asbak AP ‘Dia mengambil rokok dan menaruhnya di asbak’ (Kasni, 2012:229) (5.67) Meryi nai-karodukka monno Meryi a-pa-mbeika-wai pandou deta Mery 3TNm-sakit KONJ Mery DO-KAUS-baring-P.def tempat tidur ‘Mery sakit dan dibaringkan di tempat tidur’ Kasni (2012:233)

Berdasarkan konstruksi pada dua data tersebut, Kasni menyatakan bahwa

argumen A yang dilesapkan pada klausa pertama berkoferensi dengan argumen A

pada konstruksi transitif di klausa kedua. Pelesapan yang terjadi bersifat anaforis

dalam arti bahwa unsur yang lesap tersebut dapat ditemukan kembali pada klausa

sebelumnya (Kasni, 2012:229). Dalam pembahasannya, Kasni mengajukan bahwa

pada klausa kedua slot argumen dengan fungsi A tidak diisi oleh argumen inti,

sedangkan dalam temuannya Kasni juga mencantumkan bahwa bahasa Wewewa

tergolong ke dalam bahasa berpemarkah inti. Pada bahasa berpemarkah inti, klitik

pronomina pada verba merupakan bagian dari inti dan pronomina bersifat

opsional. Contoh (5.67) menekankan ‘pelesapan’ argumen S klausa pertama yang

menduduki fungsi turunan O pada klausa kedua. Pada konstruksi di atas, argumen 7 Dalam disertasinya, Kasni merujuk objek kajiannya sebagai bahasa Sumba dialek Waijewa.

Bahasa ini digunakan oleh penutur di empat kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kecamatan Waijewa Selatan berbatasan dengan lokasi penelitian bahasa Kodi yang diangkat dalam tesis ini sehingga memiliki leksikal kognat yang cukup kaya.

O yang dilesapkan merupakan argumen O pada struktur diatesis objektif.

Berdasarkan argumen yang diajukan Kasni, bahasa Wewewa beroperasi dengan

menggunakan strategi pivot dalam proses penggabungan klausa.

Meskipun menunjukkan tata urutan konstituen yang mirip dengan bahasa

Wewewa, pola pemarkahan acuan koreferensial yang dimiliki bahasa Kodi

cenderung mengacu pada strategi yang disebut Dixon (1994) dengan istilah

switch-reference marking. Pada strategi ini, verba dimarkahi oleh pemarkahan

yang berbeda untuk tiap-tiap jenis klausa bawahan. Jenis pemarkahan yang

pertama mengindikasikan bahwa frasa nomina koreferensial berada pada fungsi

(turunan) S/A, sedangkan jenis pemarkahan yang kedua diaplikasikan untuk tipe

klausa lainnya. Kehadiran frasa nomina pada klausa kedua dapat dengan bebas

dilesapkan tanpa menimbulkan ambiguitas. Pola pemarkahan seperti ini

ditemukan juga pada bahasa Diyari di South Australia yang menggunakan bentuk

infleksi verbal untuk memarkahi argumen. Fenomena acuan koreferensial ini

memiliki kaitan erat dengan parameter tipologis. Dixon (1999) menyebutkan

bahwa bahasa dengan pola acuan silang pada verba atau bahasa berpemarkah inti

memiliki batasan sintaktik pada pembentukan kalimat kompleks dan pelesapan

frasa nomina. Hal ini disebabkan karena terdapat cukup informasi mengenai

argumen pada inti sehingga frasa nomina dapat dilesapkan tanpa menyebabkan

timbulnya ambiguitas. Oleh sebab itu, sebagian besar bahasa yang menggunakan

strategi pivot tergolong ke dalam tipe bahasa berpemarkah argumen terikat

dimana fungsi sintaktik dimarkahi pada frasa nomina.

5.6 Bahasa Kodi sebagai Bahasa Bertipologi Akusatif

Dixon (1994: 23) menekankan strategi yang digunakan oleh sebuah bahasa

untuk memarkahi ‘who is doing what to who’, yaitu (1) alternatif berbasis

sintaksis ‘prototipikal’ dan (2) alternatif berbasis semantik ‘langsung’. Untuk tipe

ini, Dixon menjabarkan bahwa setiap verba memiliki makna prototipikal dan

pemarkahan gramatikal diberikan pada argumen verba berdasarkan fungsinya

dalam konstruksi tersebut. Dixon juga menyebutkan bahwa label, seperti

nominatif, akusatif, absolutif, dan ergatif diaplikasikan untuk bahasa-bahasa yang

tergolong ke dalam tipe pertama.

Berkaitan dengan tipologi relasi gramatikal, Dixon (2010:119)

menyatakan bahwa fungsi argumen A dan O terdapat pada konstruksi klausa

transitif dan fungsi S pada konstruksi klausa intransitif. Sistem yang paling umum

adalah A dan S dimarkahi sama (kasus nominatif) dan O dimarkahi berbeda

(kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan adalah S dan O

dimarkahi sama (kasus absolutif) dan A dimarkahi berbeda (kasus ergatif).

Argumen S dalam konstruksi intransitif yang memiliki tingkat volisionalitas akan

dimarkahi seperti A (Sa), sedangkan argumen S yang referennya cenderung tidak

memiliki kontrol terhadap aktivitas yang diekspresikan oleh verba dimarkahi

seperti O (So). Tipe bahasa seperti ini dikatakan memiliki tipe pemarkahan S-

terpilah (split-S). Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi dari pola

terpilah karena argumen S verba intransitif dapat dimarkahi seperti A (Sa) atau

seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba yang digunakan pada

tipe konstruksi tertentu. Pemarkahan Sa digunakan jika aktivitas dapat dikontrol

oleh referen argumen S, sedangkan pemarkahan So digunakan pada situasi

lainnya.

Pola pemarkahan argumen yang terdapat dalam bahasa Kodi menunjukkan

pola relasi gramatikal bertipe akusatif di mana S dimarkahi sama seperti A dan

berbeda dengan O. Argumen S pada verba intransitif bahasa Kodi dimarkahi sama

seperti A, yaitu dengan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif tanpa adanya

pemilahan yang membedakan pengaruh tingkat volisionalitas atau kontrol dan

karakteristik semantik verba. Konstruksi dengan verba intransitif yang memarkahi

S sama seperti A tampak pada contoh konstruksi yang terdiri atas verba statif

hadhu ‘sakit’, verba aktivitas muyo ‘makan’, verba direksional mayo ‘datang’,

verba kejadian hoyo ‘menangis’ berikut ini.

(5.68) Yayo ku-hadhu 1T 1TN-sakit ‘Saya sakit’

(5.69) Yamma ma-muyo 1Jeks 1JeksN-makan ‘Kami makan’

(5.70) Dhiyo na-mayo 3T 3TN-datang ‘Dia datang’

(5.71) A-ari na-hoyo

ART-adik 3TN-menangis ‘Adik menangis’

Subjek pada klausa intransitif dengan predikat verbal di atas diacu silang oleh

klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ku- yang mengacu silang kepada

subjek yayo ‘saya’, na- yang mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’ (5.68 dan

5.70) dan a ari ‘adik’ (4.71), dan ma- yang mengacu silang kepada subjek yamma

‘kami’ (5.69). Dalam bahasa Kodi, S pada verba intransitif dimarkahi sama

dengan A, yaitu dengan menggunakan klitik pronomina pemarkah kasus

nominatif. Pola bermarkah ditunjukkan ketika S berada dalam konstruksi sintaksis

yang mengandung makna keaspekan. Argumen S pada konstruksi keaspekan

perfektif tetap dimarkahi sama dengan A yaitu dengan klitik pronomina pemarkah

kasus nominatif, tetapi S pada konstruksi keaspekan imperfektif dan habitual

mengalami perubahan pola karena dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah

kasus genitif (pola ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bab IV). Pola pemarkahan

ini menunjukkan bahwa pemarkahan argumen inti dalam BK mengalami

keterpilahan yang dipengaruhi oleh faktor keaspekan. Meskipun mengalami

keterpilahan, tetapi argumen S tetap menunjukkan pola pemarkahan bertipologi

akusatif (S=A) pada konstruksi keaspekan perfektif. Pola pemarkahan bertipologi

ergatif (S=O) tidak ditemukan karena argumen S pada dua konstruksi keaspekan

lainnya dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif, bukan klitik

pronomina pemarkah kasus akusatif. Berkaitan dengan keterpilahan dalam

konstruksi keaspekan, Dixon (1999: 101) menyatakan bahwa secara umum

pemarkahan ergatif cenderung lebih banyak ditemukan pada klausa yang

mendeskripsikan hasil pasti dalam konstruksi kala lampau atau aspek perfektif.

Pola keterpilahan pemarkahan argumen dalam BK menekankan bahwa relasi

gramatikal BK memiliki derajat keakusatifan yang tinggi karena S tidak

dimarkahi sama seperti O pada konstruksi keaspekan.

Namun, terdapat konstruksi minor dalam BK dimana argumen S juga

dapat dimarkahi seperti O. Fenomena ini ditemukan pada klausa berpredikat

verbal ketika situasi yang diekspresikan oleh verba menjadi fokus utama,

sedangkan argumen yang terlibat dalam situasi tersebut tidak ditekankan atau

bersifat eksplisit. Situasi seperti ini ditemukan pada konstruksi klausa imperatif

karena ‘pelaku’ selalu merupakan pronomina persona kedua dan dalam klausa

imperatif penekanan berada pada akitivitas yang harus dilakukan dibandingkan

dengan pelaku. S dan O pada konstruksi imperatif dimarkahi sama, yaitu dengan

klitik pronomina pemarkah kasus akusatif sementara A selalu dilesapkan.

(5.72) Pa-ha-gallaro-hi ha-mango KAUS-lebar-3JA J-kebun ‘Perlebar semua kebun’

(5.73) Ndeke-hi ha-kalogho enetu! Ambil-3JA J-pisang DEM ‘Ambil semua pisang itu! (5.74) Malewaro mandhuru-ghu! Cepat tidur-2TA ‘Cepatlah kamu tidur!’

Berkaitan dengan pemarkahan argumen pada konstruksi imperatif, Dixon

(1999:131) menyatakan bahwa konstruksi imperatif di semua bahasa memiliki

pronomina persona kedua (dinyatakan atau dimengerti dari konteks) dengan

fungsi sebagai frasa nomina S atau A. Hal ini menyebabkan konstruksi imperatif

tidak dapat digunakan sebagai dasar penentuan tipologi akusatif atau ergatif suatu

bahasa karena bahasa dengan perilaku ergatif akan tetap memberi perlakuan yang

sama terhadap S dan A pada konstruksi imperatif. Namun, selain pola

pemarkahan universal ini, Dixon (1999:133) menyatakan bahwa terdapat

beberapa bahasa tertentu yang memperlakukan S pada konstruksi imperatif sama

dengan O. Pada tipe bahasa ini, afiks verbal yang mengacu silang kepada argumen

A dapat dilesapkan ketika mengacu pada pronomina persona kedua, namun afiks

verbal yang mengacu silang dengan S/O bersifat obligatori.

Pola ini juga ditemukan dalam konstruksi klausa imperatif bahasa Kodi

seperti yang ditunjukkan pada data ( 5.71 dan 5.72) karena klitik pronomina yang

mengacu silang kepada argumen A bersifat opsional sehingga dapat dilesapkan,

tetapi klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen S dan O bersifat

obligatori. Argumen A dari verba transitif yang secara kanonis ditunjukkan oleh

pemarkahan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif selalu dilesapkan.

Argumen A dari verba kausatif pa-gallaro ‘perlebar’ dan verba transitif ndeke

‘ambil’ tidak muncul pada konstruksi tersebut. Namun, S dari verba intransitif

mandhuru ‘tidur’ pada data (5.73) dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah

kasus akusatif sehingga S identik dengan O. Konstruksi (5.73) menekankan

bahwa orang yang diberi perintah seolah-olah tidak memiliki kontrol terhadap

aktivitas yang diekspresikan oleh verba. Argumen O pada konstruksi tersebut juga

tetap dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif penanda jamak

–hi yang mengacu silang pada ha-mango ‘semua kebun’ dan ha-kalogho enetu

‘semua pisang itu’. Konstruksi yang menunjukkan bahwa S dimarkahi dengan

klitik pronomina pemarkah kasus akusatif merupakan konstruksi yang

bermarkah. Hal ini disebabkan karena konstruksi tersebut memiliki frekuensi

kemunculan yang kecil dan pemarkahannya dipengaruhi oleh konteks tertentu

terutama berkaitan dengan penekanan situasi yang diekspresikan oleh verba.

Apabila dibandingkan dengan bahasa yang serumpun, bahasa Kambera

(Klamer,1998) menunjukkan pola pemarkahan berupa pola keterpilahan

akusatif/absolutif. Pada bahasa Kambera, tipe predikat nonverbal dimarkahi

dengan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif, sedangkan predikat verbal

memiliki variasi pemarkahan nominatif/absolutif. Fenomena yang berbeda

ditemukan dalam bahasa Kodi. Argumen S pada tipe predikat nonverbal memiliki

variasi dalam pola pemarkahannya karena dapat dimarkahi dengan empat tipe

kasus yang berbeda, sedangkan tipe predikat verbal memiliki pola pemarkahan

dengan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif (S=A).

Argumen inti dalam BK memiliki pola pemarkahan dan paradigma klitik

pronomina seperti yang ditunjukkan oleh tabel 5.1-5.3. Tabel-tabel tersebut juga

menunjukkan terdapat variasi hubungan antara peran tematik, relasi gramatikal,

dan kasus morfologis. Oleh sebab itu, pola pemarkahan menunjukkan juga pola

klitik pronomina nonkanonis yang dipengaruhi oleh faktor tipe konstruksi

sintaksis dan tipe semantik verba yang menduduki slot predikat. Pola pemarkahan

ini menekankan bahwa sistem pemarkahan argumen dalam bahasa Kodi

dipengaruhi oleh faktor sintaksis dan semant

Tabel 5.1 Argumen S dalam Klausa Intransitif Berpredikat Nonverbal BK Peran Tematik Relasi

Gramatikal Kasus Morfologis Konstruksi Sintaksis

THEME S Nominatif PRED adjektival Akusatif PRED nominal

PRED adjektival pada konstruksi pelepasan kiri

Genitif PRED numeralia Datif PRED numeralia

PRED nominal POSSESSOR

Tabel 5.2 Argumen S dalam Klausa Intransitif Berpredikat Verbal BK Peran Tematik Relasi

Gramatikal Kasus Morfologis Konstruksi Sintaksis

AGENT/THEME S Nominatif Klausa intransitif kanonis Klausa keaspekan perfektif

Akusatif Genitif

Klausa Imperatif Klausa keaspekan imperfektif dan habitual

Tabel 5.3 Argumen S dalam Verba Transitif BK

Peran Tematik

Relasi Gramatikal Kasus Morfologis Konstruksi Sintaktik

AGENT A Nominatif

Genitif

Klausa Ekatransif dan Ditransitif Klausa keaspekan perfektif Klausa keaspekan imperfektif dan habitual

PATIENT

TARGET

IMPRESSION

GIFT THEME STIMULUS

O (objek langsung)

Akusatif

Akusatif

Akusatif

Ø, Datif

Akusatif,Ø, Datif Datif

Klausa ekatransitif Konstruksi verba AFFECT Konstruksi verba ATTENTION Konstruksi verba GIVING Konstruksi aplikatif BENEFICIARY Konstruksi verba LIKING Konstruksi aplikatif

BENEFICIARY RECIPIENT BENEFICIARY

O (objek tidak langsung

Datif Genitif

Klausa ditransitif Konstruksi aplikatif berargumen tiga

Nosi volisionalitas/kontrol tidak memegang peranan dalam menentukan

tipe pemarkahan argumen S dalam bahasa Kodi. Tipe verba yang berbeda, seperti

verba statif, keadaan, kejadian, direksional yang menekankan bahwa argumen S

memiliki kontrol yang lemah terhadap situasi yang diekspresikan oleh verba,

diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus yang identik dengan acuan

silang argumen A yaitu klitik pronomina pemarkah kasus nominatif. Pola

pemarkahan ergatif dalam bahasa Kodi hanya ditemukan dalam konstruksi minor

yaitu konstruksi imperatif yang memarkahi argumen A sama seperti O yaitu

dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif.

Fenomena kehadiran konstruksi ergatif minor ini ditegaskan oleh Dixon

(1994) yang menyatakan bahwa tidak ada satu bahasa yang benar-benar murni

tergolong bahasa bertipologi akusatif atau ergatif. Witzlack (2010:50) juga

menegaskan klaim Dixon dengan menyatakan daftar representatif bahasa-bahasa

yang berasal dari area geografis yang berbeda menunjukkan bahwa pola

keterpilahan merupakan fenomena yang seringkali dijumpai. Creissels (2008)

lebih lanjut menggarisbawahi kenyataan bahwa linguis mengalami bias. Bahasa

dengan pola pemetaan ergatif dinyatakan memiliki pola keterpilahan jika

mempunyai kelas verba minor yang menunjukkan deviasi ciri dengan kelompok

leksikon verbal yang lain (seperti yang ditemukan dalam bahasa Basque atau

Nepali). Sementara itu, untuk bahasa dengan tipologi akusatif yang dominan

(contohnya bahasa Rusia atau Jerman), peneliti umumnya enggan menganalisis

perilaku kelas verba berargumen satu berkaitan dengan kemungkinan terjadinya

keterpilahan.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Subbab simpulan ini mencakup beberapa temuan berdasarkan hasil

analisis terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian. Simpulan dibagi ke

dalam bagian-bagian yang mencakup temuan sesuai dengan alur pembahasan

yang telah dipaparkan pada bab IV dan V. Berikut adalah pemaparan simpulan

penelitian tesis ini.

1) Sebagai bahasa berpemarkah inti, bahasa Kodi memiliki sistem pemarkahan

berupa klitik pronomina yang mengacu silang pada argumen inti predikat.

Klitik pronomina yang digunakan oleh penutur bahasa Kodi untuk mengacu

silang dengan argumen inti. Klitik pronomina membawa informasi mengenai

morfologis meliputi kasus nominatif, genitif, akusatif, dan datif. Konstruksi

yang mengandung makna keaspekan dalam bahasa Kodi memunculkan tipe

klitik lain yang berperilaku mirip dengan klitik pronomina. Klitik ini (diacu

sebagai klitik pronomina keaspekan dengan glos Asp) dikatakan mirip dengan

klitik pronomina karena mengacu silang kepada subjek pada tiap-tiap

konstruksi keaspekan, baik berupa keaspekan perfektif, imperfektif progresif

dan habitual. Argumen subjek dalam konstruksi keaspekan perfektif diacu

silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif, tetapi diacu silang

oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif pada konstruksi keaspekan

imperfektif progresif dan habitual. Klitik pronomina keaspekan membawa

informasi mengenai tipe dan jumlah pronomina dan frasa nomina pengisi slot

subjek. Selain pemarkah berupa klitik pronomina dan klitik pronomina

keaspekan, bahasa Kodi juga memiliki pemarkah pa- yang memiliki beberapa

fungsi berbeda sehingga dalam penelitian ini disebut sebagai pemarkah

multifungsi. Pemarkah pa- berperan sebagai pemarkah kausatif, resiprokal dan

perelatif objek. Pemarkah lain yang dimiliki bahasa Kodi adalah pemarkah

ma- yang berfungsi sebagai pemarkah antikausatif yang menurunkan valensi

verba. Pemarkah –ka berfungsi sebagai pemarkah penegas yang kehadirannya

dipengaruhi faktor wacana.

2) Berdasarkan tipe kelas kata yang dapat mengisi predikat, bahasa Kodi

memiliki klausa yang berpredikat nonverbal dan verbal. Predikat dalam klausa

nonverbal terdiri atas nominal, adjektival, numeralia, dan frasa preposisional.

Argumen S pada klausa nonverbal dimarkahi dengan klitik pronomina

pemarkah kasus akusatif dan (PRED nominal), kasus nominatif (PRED

adjektival), kasus datif dan genitif (PRED numeralia), dan tidak dimarkahi

pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. PRED dalam bahasa Kodi

juga disusun oleh unsur verbal yang dibedakan menjadi klausa intransitif dan

transitif. Kluster klitik pronomina pemarkah kasus genitif-datif ditemukan

pada konstruksi dengan PRED kepemilikan, sedangkan kluster klitik

pronomina pemarkah kasus datif-datif ditemukan pada konstruksi aplikatif dan

extended transitive.

3) Dilihat dari pola pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi

relasi gramatikal, BK memiliki pemetaan bertipe prototipikal dalam

memarkahi argumen inti. Bahasa Kodi memiliki konstruksi extended

intransitive melibatkan argumen inti dengan fungsi S dan E. Fungsi E

dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif untuk verba LIKING,

seperti manewaro ‘cinta’, beni ‘suka’ dan verba ATTENTION seperti kawulo

‘panggil’. Selain itu, BK memiliki konstruksi extended transitive dengan dua

tipe strategi pola pemarkahan nonkanonis, yaitu pelesapan atau zero marking

untuk argumen O dan perubahan pola pemarkahan kluster klitik menjadi klitik

pronomina pemarkah kasus datif-datif. Klitik pronomina berkasus datif juga

memarkahi objek dengan properti [+affected] seperti pada konstruksi kausatif

dan memarkahi argumen dengan peran tematik INSTRUMENTAL,

LOCATION, dan BENEFICIARY pada konstruksi aplikatif. Bahasa Kodi

memiliki pola switch-reference marking dalam pemarkahan koreferensial

argumen inti. Secara umum, pola pemarkahan argumen inti BK menunjukkan

pola pemarkahan bertipologi akusatif dimana S diperlakukan sama seperti A,

tetapi terdapat konstruksi minor yang memperlihatkan pola pemarkahan

ergatif dimana S dimarkahi sama dengan O. Argumen S dan O pada

konstruksi imperatif bahasa Kodi diperlakukan sama, yaitu dimarkahi dengan

klitik pronomina pemarkah kasus akusatif.

6.2 Saran

Saran yang diajukan dalam penelitian ini mencakup saran yang berkaitan

dengan aspek linguistik lain yang dapat digali oleh peneliti yang ingin

mengangkat bahasa Kodi sebagai objek kajian. Aspek morfosintaksis bahasa Kodi

menarik untuk diteliti lebih lanjut misalnya konstruksi pemarkahan klausa

kompleks. Bahasa Kodi juga menunjukkan sistem bunyi yang menarik untuk

digali karena memiliki beberapa leksikon yang diserap dari bahasa Indonesia

kemudian diadaptasi melalui beberapa kaidah fonologis. Selain aspek fonologis,

aspek semantik dalam kaitannya dengan bahasa adat dan ritual juga menarik

untuk diangkat sebagai kajian yang khusus karena mengandung banyak metafora

dengan muatan filosofis yang dalam mengenai ideologi orang Kodi. Jika ditinjau

dari segi makro linguistik, bahasa Kodi juga menarik untuk diteliti terutama

melalui pendekatan linguistik kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arka, I Wayan dan Kosmas, J. 2002. “Passive without passive morphology?

Evidence from Manggarai”, in I Wayan Arka and Malcolm Ross (ed.), The many faces of Austronesian voice systems: some new empirical studies, Pacific Linguistics, RPAS, Australian National University, Canberra.

Artawa, I Ketut. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar:

CV Bali Media Adhikarsa. Budasi, I Gede. 2007. “Relasi Kekerabatan Genetis Kuantitatif Isolek-Isolek

Sumba di NTT: Sebuah Kajian Historis Komparatif”. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.

Budiarta, I Wayan. 2009. “Aliansi Gramatikal Bahasa Dawan”. Tesis. Universitas Udayana Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Billmyer, K. and Varghese, M. 2000. “Investigating Instrument-Based Pragmatic

Variability: Effects of Enhancing Discourse Completion Tests”. Applied Linguistics, 21/4, 517--552.

Creissels, Denis. 2008. Remarks on split intransitivity and fluid intransitivity. In Empirical Issues in Formal Syntax and Semantics 7, ed. Olivier Bonami and Patricia Cabredo Hofherr, 139–168. Croft, William. 2001. Radical Construction Grammar: Syntactic Theory in Typological Perspective. Oxford: Oxford University Press. Dixon, R.M.W. 1994. Ergativity. Cambridge: Cambridge University Press. Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory, Volume 2: Grammatical Topics. Oxford: Oxford University Press. Djawa, Alex. 2000. “Rekonstruksi Protobahasa Kambera-Loli-Kodi-Lamboya di

Sumba, Provinsi NTT”. Tesis. Universitas Udayana. Dryer, Matthew S. (1997). Are grammatical relations universal? In Joan Bybee,

John Haiman and Sandra A. Thompson (eds), Essays on language function and language type. Dedicated to T. Givón. Amsterdam: John Benjamins.

Falk, Yehuda N. 2006. Subjects and Universal Grammar: An Explanatory Theory. Cambridge: Cambridge University Press. Foley, William dan Robert. D. Van Valin, Jr. 1986. Information Packaging in the

Clause. Language Typology and Syntactic Descriptions (Ed.) Timothy Shopen. Cambridge: Cambridge University Press.

Hoskins, Janet. 1993. The Play of Time: Kodi Perspectives on Calendars, History,

and Exchange. California: University of California Press Berkeley and Los Angeles.

Hoskins, Janet. 1994. Biographical Objects: How Things Tell the Stories of

People’s Lives. New York: Routledge.

Kasni, Ni Wayan. 2012. “Strategi Penggabungan Klausa Bahasa Sumba Dialek Waijewa”. Disertasi. Universitas Udayana.

Kasper, G. and Dahl, M. 1991. “Research Methods in Interlanguage Pragmatics.”

Studies in Second Language Acquisition, 18/21, 49--69. Klamer, Margaretha Anna Flora. 1994. “Kambera: A Language of Eastern

Indonesia.” Unpublished Dissertation. Netherland: Vrije Universiteit. Klamer, Marian. 1998. “A Grammar of Kambera”. New York: Mouton de

Gruyter. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Putra, Anak Agung Putu. 2007. “Segmentasi Dialektikal Bahasa Sumba di Pulau Sumba: Suatu Kajian Dialektologi”. Disertasi. Universitas Udayana.

Satyawati, Sri. 2009. “Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima.” Disertasi. Universitas Udayana.

Sedeng, I Nyoman. 2007. “Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran: Analisis Tata Bahasa Peran dan Acuan”. Disertasi. Universitas Udayana. Shibatani, Masayoshi. 2005. “The Attrition of the Austronesian Focus

System.” Proceedings of the Taiwan-Japan Joint Workshop on Austronesian Languages (2005) : 1--18.

Shibatani, Masayoshi. 2008a. “Focus Constructions without Focus Morphology.” Slide di 2008 LSA Annual Meeting.

Shibatani, Masayoshi. 2008b. “Austronesian Relativization: A View from the Field in Eastern Indonesia”. Language And Linguistics 9.4:865--916.

Suciati, Ni Luh Gede. 2000. “Aliansi Gramatikal dan Diatesis Bahasa Tetun Dialek Fehan: Sebuah Analisis Leksikal Fungsional”. Tesis. Universitas Udayana. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:

Dutawacana University Press. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA. Sukendra, I Nyoman. 2012. “Klausa Bahasa Sabu: Kajian Tipologi Sintaksis”. Disertasi. Universitas Udayana. Syamsudin, A.R. 1996. “Kelompok Bahasa Bima-Sumba : Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Tallerman, Maggie. 2011. Understanding Syntax: Third Edition. London: Hodder Education Van Valin, Jr dan La Polla. 1997. Syntax: Structure, Meaning and Function. United Kingdom: Cambridge University Press. Van Valin, Jr. 2005. Exploring the Syntax-Semantics Interface. New York: Cambridge University Press. Witzlack-Makarevich, Alena. 2010. “Typological Variation in Grammatical Relations.” Dissertation. Leipzig University. Yudha, I Wayan. 2000. “Fungsi Gramatikal Argumen Inti dalam Sistem Terpilah Bahasa Kolana”. Tesis. Universitas Udayana.

Lampiran 1 Korpus Data

TRANSKRIPSI REKAMAN TUTURAN LANGSUNG 26/03/13

Partisipan: A : Bapak Yohanes Ambu Milla (AM) B : Bapak Rangga Raya (RY) C : Bapak Soleman Holo (SH)

AM : Pirimbuya hekto a tana-mi Berapa hektar art tanah-2JG ‘Berapa hektar tanah kamu?’

RY : Njamapegheni andangana a tana mengewuma njaha Neg-1JN-tahu-3TD NUM-banyak-3TG ART tanah ref-milik-1JG NEG ndakapango bhama ukuro-ya pernah ProAsp.1Jeks ukur-3TA ‘Kami tidak tahu banyaknya tanah kami belum pernah kami mengukurnya’

SH : Yawadhi njakupeghe tana dhanga langatakka tagu kanehanggu yayo

Saya juga neg-1TN-tahu tanah banyak sangat untuk sendiri-1TG 1T ‘Saya juga tidak tahu banyaknya tanah, untuk saya sendiri banyak sekali’

AM : Dhika bhanengo to(yo)heka napaghili orona bhanjana pegheni Jika ada orang lain 3TN-kerja karena neg-3TN tahu-3TD bhatanangguni rehi njaha pagheghu-ngo-ka kalau-tanah-1TG-3TD lebih baik perang-resip-artpen ‘Jika ada orang lain yang kerja karena tidak tahu tanah milik saya lebih baik kita perang saja’

RY : Bhana manero iloloka enge pagheghungoka ato Asp.3T menyiang langsung pasti perang-resip-artpen atau hamate wungoka

resip-mati-ref-artpen ‘Kalau dia langsung kerja, akan perang atau terjadi saling membunuh’

SH : Njana mbarani mbapa orona bhainda donani

NEG-3TN berani bapak karena kalau-neg milik-3TG-3TD

njapapeghe dhawangoya bhanengo na-paghili eme pahadapango neg-rel- tahu nanti kalau-ada rel-kerja yang akan datang ‘Tidak berani, bapak karena bukan miliknya tidak tahu yang kita hadapi kalau ada yang langsung kerja’

AM : Dhika njapangupongoka nahamati wu-na tutu tana Sebab neg-pernah ada rel-resip-mati saling-3TG tentang tanah papeghema rel-tahu- 1JN ‘sebab belum ada yang baku bunuh masalah tanah yang kami tahu’

RY : A anikadhiyo omo lato(yo)heka tapi yamma njapapungoka wali art Entah lagi pada prep orang lain tetapi kami neg-rel-ada dari wongana

dulu ‘Entah lagi pada orang lain, tetapi kami belum ada dari dulu’

SH : Dhiyaka yinawo bhaku katapa-pongoka a ede

Entah lagi masa lalu ProAsp.1T kecil-masih art (orang ede) na-manero la bataho tana mbapa pagheghungo monno njango 3TN- menyiang prep batas tanah bapak resip-lempar dan neg-ada na-mate rel-mati ‘Hanya dulu waktu saya masih kecil orang Ede yang kerja bagian perbatasan tanah timbul peperangan dan tidak ada yang meninggal’

AM : A anikadhika anatu njapangungoka tutu tana ato ART entah lagi yang lalu neg-ada tentang tanah atau njangonapa-konggoro tutana neg-ada-3TN-rel-ganggu tentang tanah ‘Entah lagi yang lalu belum ada masalah tentang tanah atau belum ada juga yang mengganggu tentang tanah’

RY : Nengoka anatu wula pahamate wungo monno inda-dukipongo Ada yang lalu bulan rel-resip-mati saling dan neg-sampai pageghungo

peperangan ‘Sudah ada masalah tanah hampir baku bunuh dan belum terjadi peperangan’

DATA Discourse Completion Test (DCT) 1. Anda sedang duduk di depan rumah pada sore hari, kemudian saudara sepupu

Anda melintas di depan rumah. Dia baru saja selesai memotong padi di ladang. Sepupu Anda tersebut ingin mengetahui kapan kira-kira anda akan mulai panen. Sawah Anda baru akan dipanen dua bulan lagi karena waktu tanam sempat mundur.

A : Pirika bhu-nguti-ya a-pare-mu? Kapan Asp.2T-panen-3TA ART-padi-2TG ‘Kapan padimu bisa dipanen?’ B : Wulla pato tanggala hakabulu orona baku tondo tanggala Bulan empat tanggal sepuluh karena waktu tanam tanggal hakabulu wulla hakabulu duyo sepuluh bulan sepuluh dua ‘Bulan empat tanggal sepuluh karena waktu tanam tanggal sepuluh bulan dua belas’

A : Wemyalo bhaku-nguti ndimoka hodhi

Kemarin Asp.1T-potong hanya sedikit ‘Kemarin saya potong padi, tetapi hanya sedikit’

2. Anda sedang bersiap-siap pergi ke kota untuk mengundang saudara dari pihak

istri untuk datang pada acara gali tulang yang akan Anda adakan. Ketika hendak berangkat, tetangga Anda datang untuk meminjam sepeda motor.

A : Gepa-ndo-la-mu yoyo?

Kemana-tempat-pergi-2TG 2T Mau pergi ke mana?

B : Ku-halako la Loli 1TN-Pergi prep Loli ‘Saya pergi ke Loli’

Kemudian Anda bertanya ada keperluan apa dia datang ke rumah. B : Pena bhaomo-nggu mbapa? Paka-paperelu-mu? Monno geka-palamu Kenapa datang-1T bapak? Apa-perlu-2TN Dan kemana-mau bapak? mbapa?

‘Mengapa Bapak datang? Apa yang kamu butuh? Dan Bapak mau ke mana?

Jawaban apa yang kira-kira akan diberikan oleh tetangga Anda? A : Mi-kareya-nggu-ni motoru-mu mbapa Datang-minta-1TG-3TD motor-2TG bapak ‘Saya datang pinjam motornya bapak’

Ku-halako la paranggango Wewulla la-kahi wawi tanggu-nda 1TN-Pergi prep pasar Nama prep-beli babi untuk-1JD humba-nggu menantu-1TG ‘Saya pergi ke pasar Wewula beli babi untuk menantu saya’ 3. Anda ingin pergi mengantarkan ibu Anda yang sedang sakit untuk berobat ke

rumah sakit yang letaknya jauh di kota. Akan tetapi karena motor rusak, Anda harus meminjam motor ke tetangga. Di depan halaman, Anda berpapasan dengan Anak anda yang baru datang dari ladang. Dia bertanya, “Bapak mau pergi ke mana?” Bagaimana Anda menjawabnya? Ku-halako la-kare motoro la-habunga-umma, ngandi-wani inyamu la 1TN-pergi pinjam motor di sebelah rumah membawa- ibu-2TG prep umma hadhu orona bhanahohihi itayo rumah sakit karena demam tadi

‘Saya pergi pinjam motor di rumah sebelah untuk mengantar mamamu ke rumah sakit karena mamamu tadi demam’ 4. Anda baru sampai di rumah dan mendengar suara babi ribut di kandang

belakang rumah. Istri Anda saat itu sedang sibuk memasak di dapur. Bagaimana anda bertanya pada istri Anda?

B : Pena inya inja-tapandi ha-wawi bhakeka langatakka? Bagaimana Ibu belum-beri makan J- babi ribut sangat ‘Bagaimana Ibu, belum diberikan makan babi sehingga mereka ribut? Ndeke balimbandika rokalogho inya monno ta-tundu dondi Ambil sementara daun pisang Ibu dan berikan makan henene sekarang ‘Ambil dulu daun pisang, mama supaya berikan makan sementara sekarang’

Istri Anda mengatakan kalau babi peliharaan Anda ribut karena terlambat diberikan makan. Orang yang biasanya bertugas mencari daun keladi untuk

makanan babi masih pergi mencari kayu bakar dan belum kembali. Kira-kira bagaimana istri Anda menjawabnya?

A : Wawi pakaragha yoyo akeka orona indatapandi Babi peliharaan kamu ribut karena belum-dikasi makan mu-dha. makanan-3JG

Itaya a toyo na-engena a-tandi na-halako na-kandabba tadi ART-orang rel-selalu kasi makan 3TN-pergi 3TN-mencari rohuli tagu mu wawi tengera bhana halako daun keladi untuk makanan babi PROG Asp.3T pergi na-kandabba ghami ate monno nja-na mbali paya 3TN- mencari kayu api dan NEG-3TN kembali ‘Babi peliharaan Anda ribut karena terlambat diberikan makan. Orang yang

biasanya bertugas mencari daun keladi untuk makanan babi masih pergi mencari kayu bakar dan belum kembali.’

5. Keluarga Anda mendapat undangan untuk menghadiri acara gali tulang dari

saudara ipar Anda. Anak Anda bertanya, “hewan apa yang akan kita bawa nanti?” A : Payaka pa-ngandi henene, wawi ato karimboyo? Apa KAUS-bawa sekarang, babi atau kerbau ‘Apa yang kita bawa sekarang, babi atau kerbau?’

Anda berencana untuk membawa seekor babi besar sebagai balasan atas hewan yang dulu pernah diberikan ketika keluarga Anda membuat acara yang sama tahun lalu. Bagaimana Anda menjawab pertanyaan anak Anda tersebut? B: rehijaha ngandi mbalibhaka wawi hodongo ngandi karimboyo malla lebih baik bawa dulu babi tidak usah bawa kerbau sebab ba-nja-ngo NEG-ada ‘Lebih baik kita membawa saja dulu babi, kita mau membawa kerbau sebab tidak ada’

6. Anda ingin meminta bantuan pada salah satu keponakan Anda untuk membantu menanam jagung di ladang. Istri Anda bertanya siapa yang akhirnya Anda minta untuk mengurus ladang.

A : Siapa yang bapak suruh untuk menanam jagung? Garanika papatumba-mu mbapa na-tondo-ndi watara? ‘Siapa suruh-2TN bapak 3TN-tanam-3JD jagung B : Ana kambinye-mu Rehi Pati la kalimbatu ba-nja-ndo-ngo Keponakan -2TG nama prep kampung NEG-jika-ada na- paghili 3TN-kerja ‘Keponakanmu Rehi Pati di kampung kalau tidak ada yang dia kerja’

7. Teman Anda yang ibunya terkena demam tinggi bertanya di mana Anda

biasanya pergi mencari tanaman obat untuk menurunkan demam. A : Gepa pandonda hamoro kalegge? Di mana tempat obat nama ‘Di mana tempatnya obat pahit?’

Bagaimana Anda menjawabnya? B : La kandaghu cokko pandonda-ndi hamoro kalega Prep hutan cokko tempat- 3JD obat nama ndendekanehongo berdiri-tunggal/sendiri ‘Hutan Cokko tempatnya obat pahit yang pohonnya tunggal’

8. Saudara Anda yang tinggal di desa lain bertanya di mana penduduk di desa ini

melakukan pemilihan gubernur? Bagaimana anda menjawabnya? B : La umma-na kepala dehe Wailangira Prep rumah-3TG kepala desa Wailangira ‘Di rumahnya Kepala Desa Wailangira’

9. Anak perempuan Anda akan menikah dengan anak kepala desa dan

dijadwalkan akan dipinang minggu depan. Saudara Anda bertanya kira-kira berapa banyak belis yang akan dibawa oleh pihak lelaki nanti?

A : Piriya awallina ana-mu? Berapa belis anak-2TG ‘Berapa belis anakmu?’

Bagaimana Anda menjawabnya? B : Ndukambolu tallu-ya, hakambulu iha-ya karimboyo monno hakambulu Dua puluh tiga-NUM, sebelas kerbau dan dua belas duya a ndara art kuda ‘Dua puluh tiga, sebelas kerbau, dua belas kuda’

10. Anak babi yang Anda pelihara baru melahirkan lima ekor anak babi yang

sangat gemuk. Di antara lima ekor anak babi, empat ekor adalah babi jantan. Saudara Anda yang datang ke rumah bertanya bagaimana keadaan anak babi yang baru lahir itu.

A : Pendaka ana wawi-mu bhu-ndandi-nda mbapa? Bagaimana anak babi-2TG baru- lahir-3JD bapak? ‘Bagaimana keadaan anak babi yang baru lahir?’

Bagaimana Anda menjawabnya? B : A ndandi njaha monno heke-bokolo-nda halighicoya ghobo ART lahir baik dan sangat-besar-1JD empat laki-laki hawuniarara satu ekor betina ‘Lahir dengan baik dan sangat gemuk, empat ekor jantan, satu ekor betina’

11. Anak anda akan meminang seorang perempuan yang berasal dari kampung sebelah. Calon menantu Anda adalah anak seorang guru SMA, lulusan ilmu keguruan Jurusan Bahasa Indonesia. Adik Anda bertanya, ‘siapa calon menantumu?’ A : Garanika a-mayi-mu pakambu-ate-mu? Siapa ART-menantu-2TG keinginan-hati-2TG ‘Siapa calon menantumu?’ Bagaimana Anda menjawabnya? B : Ibu Yuli ana guru SMA enene kalimbatu pandona mbapa-na, Ibu Yuli anak guru SMA DEM kampung tempat bapak-3TG, luluho hakola guru paneghe dhawa lulus sekolah guru bahasa Indonesia ‘Ibu Yuli anak guru SMA, di sana kampung tempat bapaknya, lulusan ilmu keguruan Jurusan Bahasa Indonesia’

12. Anda ditugasi untuk menangani pembangunan kembali rumah adat yang sempat terbakar enam bulan yang lalu. Salah satu keponakan yang sudah lama merantau ke luar Pulau Sumba bertanya mengenai proses pembuatan rumah adat tersebut.

A : A-paghayo hika pa-wami? apa kayu jenis REL-pakai ‘Jenis kayu apa yang dipakai?’ B : mbu-tallu-ngara-hi ha-ghayo pakole-nggu halinghicoya/pato kubikko Baru-tiga-nama-3JD J-kayu dapat-1TG empat kubik mahoni, duambuya kubikko jati, haleyo tallumbuyo kubikko monno dua kubik nama, tiga kubik dan perelu- ngoka tallumbu pongo kubikko apatutu perlu- masih tiga lagi kubik baru cukup ‘Baru tiga jenis kayu yang kami dapat, yaitu empat kubik mahoni, dua kubik jati, tiga kubik kayu elo dan masih butuh tiga kubik baru cukup’

A : Gepa pandopa kandamba iyiya ghayo? Dimana tempat cari DEM kayu ‘Di mana tempat dicari kayu ini?’ B : La kandaghu Cokko pandondandi haghayo waiyo, haleyo Prep hutan Cokko tempat cari jambu air pohon elo ‘Di hutan Cokko tempat carinya jambu air dan pohon elo’

A : Piriya andanga-na ndingi pa-handina? Berapa banyak-3TG uang REL-siap ‘Berapa banyak uang yang harus disiapkan?’ B : Ndika nja-na bokolo a umma ndujuta pindomoka ndingi Jika neg-3TG besar ART rumah dua juta hanya uang ‘Jika rumah tidak besar, hanya dua juta saja uang yang disiapkan’

DATA ELISITASI DAFTAR PERTANYAAN SINTAKSIS

Yayo ku-palayo 1T 1TN-lari ‘Saya berlari’

Yoyo palayo 2T lari ‘Kamu berlari’

Dhiyo na-palayo 3T 3TN-lari ‘Dia berlari’

Yamma ma-palayo 1J.eks 1J.eksN-lari ‘Kami berlari’

Ahetu a-palayo 3J 3JN-lari ‘Mereka berlari’ Yayo ku-bhanaho 1T 1TN-panas ‘Saya kepanasan’ Yayo heke bokolo-nggu 1T sangat besar-1TG ‘Saya sangat gemuk’ Iyiyo bangga na-bokolo DEM anjing-3TG besar ‘Anjing ini besar’ Iyiyo ha-lakeda a-katappa pangoko DEM J-anak-anak 3JN-kecil masih ‘Anak-anak ini masih kecil’ A ari-nggu na-manewaro-ni dhiyo ART adik-1TG 3TN-cinta-3TD 3T ‘Adikku mencintai dia’ A ari-na na-manewaro-nggu yoyo ART adik-3TG 3TN-cinta-2TD 2T ‘Adiknya mencintai kamu’ A ari-na na-manewaro-ngga yayo ART adik-3TG 3TN-cinta-1TD 1T ‘Adiknya mencintai saya’ Dhiyo guru-ya 3T guru-3TA ‘Dia seorang guru’ Yayo bhapa-mu-ngga 1T bapak-2TG-1TD ‘Saya adalah ayah kamu’ Andi na-mengeka bhana palayo

Nama PERF ProAsp.3T lari ‘Andi sudah selesai berlari’

Andi na-mengeka palayo Nama 3TN-PERF lari ‘Andi sudah selesai berlari’ Heri na-palu-ya a lakedha Nama 3TN-pukul-3TA ART anak ‘Heri memukuli anak itu’ Heri na-ica-ya a ghayo Nama 3TN-lihat-3TA ART pohon ‘Heri melihat pohon itu’ Dhiyo na-pa-kabutuku-ni a tobbo 3T 3TN-KAUS-jatuh-3TD ART piring ‘Dia menjatuhkan piring itu’ A-ari na-hoyo ART-adik 3TN-menangis ‘Adik menangis’ Ghagha na-kogoru-ni ari-na na-hoyo Kakak 3TN-buat-3TD adik-3TG 3TN-tangis ‘Kakak membuat adik menangis’

A-ari na-turoho-ni huroto tagu-na a-inya-na ART-adik 3TN-tulis-3TD surat untuk-3TN ART-ibu-3TG ‘Adik menulis surat untuk ibunya’ A bhapa na-patumbha-ni a ari turoho huroto tagu-na inya-na ART bapak 3TN-suruh-3TD ART adik tulis surat untuk-3TG Ibu-3TG ‘Ayah menyuruh adik menulis surat untuk ibunya’ Ari-na na-huha Adik-3TG 3TN-sedih ‘Adik sedih’ Ghagha-na na-kogoru-ni ari-na na-huha Kakak-3TG 3TN-buat-3TD adik-POSS 3TN-sedih ‘Kakak membuat adik sedih’

A-meja enene na-kanabu ART-meja DEM 3TN-jatuh ‘Meja itu jatuh’ A-paghagha na-pa-kanabu-ni-ka a meja enene ART- kakak 3TN-KAUS-jatuh-3TD-Pen ART meja DEM ‘Kakak menjatuhkan meja itu’ A ghagha na-kahi buku ART-kakak 3TN-beli buku ‘Kakak membeli buku’ A ghagha na-kahi buku tagu-na ari ART kakak 3TN-beli buku untuk-3TN adik ‘Kakak membeli buku untuk adik’ Inya na-patumba-ni ghagha kahi buku tagu-na ari Ibu 3TN-suruh-3TD kakak beli buku untuk-3TN adik ‘Ibu menyuruh kakak membeli buku untuk adik’ A-handa enene na-papa ART-dinding DEM 3TN-roboh ‘Dinding itu roboh’ Bhapa na-papa-ya a-handa enene Bapak 3TN-roboh-3TA ART-dinding DEM ‘Ayah merobohkan dinding itu’ A-lakedha na-nggeha-ni a-manu (la) lara ART-anak 3TN-kejar-3TD ART-ayam prep jalan ‘Seorang anak mengejar seekor ayam di jalan’ Dhiyo na -londo la k(a)rohi 3T 3TN-duduk prep kursi ‘Dia duduk di kursi’ Dhiyo na-londo-ni a karohi 3T 3TN-duduk-3TD ART Kursi ‘Dia menduduki kursi itu’ Dhangi-ya a-kahihi enene! Kering-3TA ART-baju DEM ‘Keringkan baju itu!

Waiyo na-bhanaho Air 3TN-panas ‘Air panas’ Inya na-ha-bhanaho weiyo Ibu 3TN-KAUS-panas air ‘Ibu memanaskan air’ A-koro-na na-ndaha ART-kamar-3TG 3TN-rapi ‘Kamarnya rapi’ A-ghagha na-pa-ndaha-ni a koro-na ART-kakak 3TN-KAUS-rapi-3TD ART kamar-3TG ‘Kakak merapikan kamarnya’

CERITA RAKYAT

LINGO KYANDILO (GUA KYANDILO)

Yinawo notu mopiro Pati Mone monno Ra Mone la Parona Wai’ndimu. dulu zaman hidup nama dan nama prep kampung nama ‘Pada zaman dahulu hidup Pati Mone dan Ra Mone di kampung Wai’ndimu’ Pati Mone monno Ra Mone apadungokabungo. Ayiyo a kawungo en-ni a Nama dan nama bersaudara DEM ART awal ada-3T ART Parona Wai’ndimu. kampung nama ‘Pati Mone dan Ra Mone bersaudara kandung.’ ‘Inilah awal berdirinya Kampung Wai’ndimu’ Pati Mone manga kawuyo ndoka. Nama punya pancing emas ‘Pati Mone mempunyai pancing emas’ Atu iha lodho Ra Mone na-kareyo a kawuyo ndoka do-na Pada satu hari nama 3TN-minta ART pancing emas milik-3TG Pati Mone. nama ‘Pada suatu hari Ra Mone meminta pancing emas milik Ra Mone’ Pati Mone nja-na wawa-ni a kawuyo. Ra Mone enge na-kareyo Nama NEG-3TN mau-3TD ART pancing. Nama tetap 3TN-minta a kawuyo. ART pancing ‘Pati Mone tidak mau memberikan pancing itu. Ra Mone tetap meminta pancing itu’ Mengeka we-na Pati Mone bhana bunga a kawuyo a pena? Sesudah kata-3TG nama ProAsp.3T hilang ART pancing ART bagaimana Setelah itu Pati Mone berkata “bagaimana kalau pancing itu hilang?” Nja-na bunga wena Ra Mone. Oro(na) henya Pati Mone na-woya NEG-3TN hilang kata-3TG nama. Karena begitu nama 3TN-beri

la Ra Mone. prep nama ‘Tidak akan hilang kata Ra Mone. Oleh karena itu, Pati Mone memberikan pada Ra Mone.’ Mengeka dhiyo na-kawuyo la lorro. Hawuni a lodho, nja-ngo igha Setelah 3T 3TN-pancing prep laut. Satu hari, neg-ada ikan pa-kolengo. REL-dapat ‘Setelah itu dia memancing ke laut. Sepanjang hari itu, tidak ada ikan yang didapatnya’ Orona inja kolengo igha, Ra Mone bali la mananga. Karena neg dapat ikan, nama pulang prep muara ‘Karena tidak dapat ikan, Ra Mone pulang ke muara.’ Duki la mananga, dhiyo na-weghoro a kawuyo la weyyo. Tiba prep muara, 3T 3TN-buang ART pancing prep air ‘Sesampainya di muara, dia membuang pancing itu ke dalam air.’ Dhiyo na-tingu-ya a kalorro kawuyo. 3T 3TN-tarik-3TA art tali pancing ‘Dia menarik tali pancing itu’ Oro bokolo langataka a igha, maka na-bohoko a kalorro monno bunga a Karena besar sekali art ikan, maka putus art tali dan hilang art kawuyo ndoka. pancing emas ‘Karena ikan itu besar sekali, maka putuslah tali pancing itu dan hilang pancing emas itu’ Oro(na) bunga a kawuyo ndoka, maka njango kingo kawuyo ndoka donna Karena hilang art pancing emas, maka neg ada lagi pancing emas milik- Pati Mone. 3TG nama

‘Karena pancing emas itu telah hilang, maka Pati Mone tidak mempunyai pancing emas lagi’ We-na Pati Mone barra ari-na, henene yoyo palu-ghu wali yayo. Kata-3TG nama dekat adik-3TG, sekarang 2T pukul-2TD dari 1T ‘Sekarang saya pukul kamu, kata Pati Mone pada adiknya’ Kabohingo ghenne palu, dhiyo na-deke-ya a tena monno dhiyo Takut dapat pukul, 3T 3TN- ambil-3TA art sampan dan 3T itu na-bohe a tena la paduyo lorro 3TN- dayung ART sampan prep tengah laut ‘Karena takut dipukul, dia mengambil dan mendayung sampan itu ke tengah la Bhu etu la paduyo lorro, nja padango, dhiyo ndoli duki la ana Baru ada prep tengah laut, neg rasa, 3T sudah tiba prep satu kalembu tana, nja peghengo gundukan tanah, tidak tahu ‘Sementara ada di tengah laut, tanpa terasa dia sudah tiba di sebuah daratan yang asing baginya’ Anyene dhiyo na-tobboko-hi ha-rawicoyo a tengera hoke-dha Disitu 3T 3TN-bertemu-3JA J-perempuan itu prog timba-3JG waiyo air ‘Di situ dia bertemu semua perempuan yang sedang menimba air’ Dhiyo na-we-na la waricoyo payeka yemmi henene dukka mi-hoke 3T 3TN-kata-3TG prep perempuan kenapa 2J saat ini hanya 2JN- timba waiyo air ‘Dia berkata kepada perempuan ada peristiwa apa sehingga kamu hanya menimba air’ We-dha ha waricoyo, haddu a ana-na tokko. Kata-3JG J-perempuan, sakit art anak-3TG raja ‘Kata perempuan-perempuan itu, karena anak Raja itu sakit’

Paya a haddu-na Tambokero nga’nda we-dha ha-waricoyo. Apa art sakit-3TG kerongkongan mulut kata-3TG J-perempuan ‘Sakit di bagian kerongkongan kata mereka!’ Wena Ra Mone, onno a haddu-na yayo dadi bha ku-tayo moro. Kata-3TG Ra Mone, disana itu sakit-3TG 1T bisa jika 1TN-taruh obat ‘Saya bisa mengobati penyakit itu kata Ra Mone.’ Otu pinjapangu, na-ice-ya kawuyo ndoka nengoka lamahatingo la nga’nda-na Pergi betul, 3TN-lihat-3TA pancing emas saja terkait prep mulut-3TG ‘Setelah pergi, terlihatlah pancing emas yang terkait pada mulutnya itu.’ Dhiyo ndaha ate-na, monno bhana halini a kawuyo ndoka la nga’dha a ana-na tokko. 3T senang hati-3TG, dan keluar art pancing emas prep mulut art anak-3TG raja. ‘Dia senang hatinya, lalu keluarkan pancing itu dari kerongkongan anak Raja itu’ Oro handha dhahana, dhiyo awo-ni waricoyo, tana na-ariwengo wango Karena sifat baik-3TG , dia beri-3TD perempuan, sebagai 3TN-isteri dengan a ana maghale na tengo ndoka ART ayam jantan REL memberakkan emas ‘Karena jasanya, dia diberikan seorang anak perempuan, sebagai istrinya dengan seekor ayam jantan yang memberakkan emas’ A waricoyo monno a maghale Ra Mone ngandihi la Wai’ndimu. ART perempuan dan art ayam jantan Ra Mone bawa-3JA prep Wai’ndimu ‘Perempuan dan ayam jantan itu Ra Mone membawa semua ke Wai’ndimu’ Oro adanga hangandi dhiyo na-patana-ya a manu la lingo monno ehetu Karena banyak J-bawa 3T 3TN-ikat-3TA art ayam prep gua dan 3J a-detengo la parona wango tena 3JN- naik prep kampung dengan sampan ‘Karena barang banyak dia mengikat ayam itu ke dalam gua dan mereka naik ke bukit tempat kampung itu dengan sampan’

Yila oro, na-tenya a manu na-panu-ya a lingo ndoka Di belakang, 3TN-berak art ayam 3TN-penuh-3TA art gua emas ‘Di belakang, ayam itu memberakkan emas sampai memenuhi gua itu’ Oro pannu ndoka, maka podi a lingo lappa henene. Karena penuh emas, maka tutup itu gua sampai sekarang ‘Karena penuh dengan emas, maka tutup itu gua sampai sekarang’ Oro hennya a dadinya maka Ra Mone wo-ni ngara a lingo “Lingo Karena begitu itu jadinya maka Ra Mone beri-3TD nama ART gua “Gua Kyandilo” mere ngara ariwenya Kyandilo Kyandilo” sama nama istrinya Kyandilo ‘Karena demikian jadinya maka Ra Mone memberikan nama “Gua Kyandilo” sesuai dengan nama istrinya Kyandilo.

Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian

PETA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PETA SUMBA PETA SUMBA BARAT DAYA

Lampiran 3 Peta Pengelompokan Rumpun Bahasa Melayu Polinesia

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian Lapangan

Foto 1. Kampung Besar Wainyapu Foto 2. Kegiatan Menenun

Foto 3. Acara Pasola di Wainyapu Foto 4. Tahap Observasi Awal di Kampung Rangga Baki

Foto 5. Pakaian Adat Wanita Sumba Foto 6. Foto Narasumber dan Penulis

Foto 7. Proses Transkripsi Data Foto 8. Proses Pengecekan Korpus Data

�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������