Ferementasi Subtrat Cair: Nata De Coco_Ferdyanto Juwono_12.70.0099_F2
REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG … · DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN...
Transcript of REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG … · DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN...
REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
NORIHIKO ZIKRIE
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KECAMATAN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Maret 2012 NORIHIKO ZIKRIE C54070045
RINGKASAN
NORIHIKO ZIKRIE. Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di Gosong Pramuka, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan BEGINER SUBHAN. Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Secara umum, kondisi terumbu karang di dunia, termasuk di kepulauan Seribu berada dalam kondisi rusak. Pemulihan terumbu karang di alam ditandai dengan kemunculan koloni-koloni karang muda dengan ukuran koloni relatif kecil dimana proses penempelan hingga tumbuhnya larva karang disebut sebagai rekrutmen karang. Karang rekrut yang menempel pada substrat batu diamati untuk mengetahui ukuran, genus, dan bentuk pertumbuhannya. Substrat batu yang berada di perairan Gosong Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia karena substrat terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari variasi ukuran, bentuk pertumbuhan dan kekayaan generik serta kepadatan karang rekrut yang ada di substrat batu struktur pemecah ombak di Gosong Pramuka. Karang yang ditemukan pada substrat batu difoto dengan kamera underwater untuk pengukuran dan identifikasi. Karang rekrut yang ditemukan dari seluruh stasiun berjumlah 270 koloni dimana jumlah koloni karang terbanyak yaitu pada STP I dengan jumlah 210 koloni. Genus yang paling dominan baik di STP maupun STL adalah Acropora. Ditemukan 5 genera pada STP yaitu Acropora, Porites, Montipora, Pavona, Goniastrea dan 4 genera pada STL yaitu Acropora, Porites, Montipora, Favia.
Bentuk pertumbuhan yang dominan untuk karang Acropora di STP adalah Acropora branching, sedangkan di STL yang dominan adalah Acropora tabulate. Bentuk pertumbuhan untuk karang non Acropora yang dominan di STL adalah encrusting dan massive, sedangkan dan di stasiun terpapar bentuk yang dominan adalah encrusting saja. Kisaran luasan karang terbanyak di STP adalah pada kisaran 0 – 25 cm2, sedangkan di STL adalah 25 – 50 cm2. Stasiun terpapar didominasi oleh karang dengan kisaran diameter 6 – 9 cm, dan pada STL didominasi oleh kisaran 6 – 9 cm dan 12 – 15 cm.
Kepadatan yang didapat untuk STP I adalah 1,3697 koloni/m2, pada STP II didapatkan 0,0513 koloni/m2, di STL I kepadatannya adalah 0,2266 koloni/m2 dan di STL II adalah 0,0251 koloni/m2. Seluruh nilai kepadatan yang didapat termasuk dalam kategori rendah. Selain itu, terdapat juga biota lain yang menempel pada substrat diantaranya adalah bulu babi, Padina sp., Caulerpa sp., tunikata, spons, Cypraea sp., dan anemon pasir.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memeprbanyak sebagian / seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KECAMATAN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Oleh
NORIHIKO ZIKRIE C54070045
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SKRIPSI
Judul Skripsi : REKRUITMEN KARANG PADA SUBSTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Nama Mahasiswa : Norihiko Zikrie Nomor Pokok : C54070045 Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Ujian:
Utama
Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA NIP. 19460218 197301 1 001
Anggota
Beginer Subhan, S.Pi. M.Si NIP. 19800118 200501 1 003
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan
pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, bantuan dana
penelitian serta kesabaran dalam membimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan baik.
2. Bapak Beginer Subhan, S.Pi. M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah bersabar dalam memberikan arahan serta masukan dan informasi kepada
penulis hingga penyelesaian penelitian dan skripsi.
3. Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi sebagai dosen penguji ujian skripsi
4. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T sebagai ketua komisi pendidikan Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
5. Staf dosen dan Tata Usaha Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
6. Dondi Arafat, S.Pi. M.Si atas arahan dan bimbingan pada saat penelitian
7. Kornel Aditya Warman, S.Ik sebagai rekan kerja ketika pelaksanaan penelitian
8. Retno Wulandari, Amandangi W.H., Agus M., teman-teman ITK 44 serta
sahabat-sahabat atas dukungan dan kerja sama selama masa perkuliahan
hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skipsi.
9. Rosalia Kundarudinny S, S.Pd dan keluarga atas doa dan motivasi yang
diberikan selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi
10. Keluarga tercinta, Mustika Maya Kencana sebagai Ibu yang selalu memberi
dukungan yang penuh, adik serta saudara-saudara yang telah memberikan doa,
kasih sayang, dukungan dan motivasi sampai saat ini.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ............................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii
1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Tujuan ......................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3 2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian ............................................ 3
2.2. Terumbu Karang ........................................................................ 3 2.2.1. Ekosistem teumbu Karang ................................................ 3 2.2.2. Biologi Karang ................................................................... 4 2.2.3. Faktor Pembatas ................................................................. 5 2.2.4. Bentuk Pertumbuhan karang .............................................. 6
2.3. Reproduksi dan Rekrutmen ........................................................... 6
3. METODE PENELITIAN ................................................................ 10 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 10 3.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 11 3.3. Prosedur Penelitian ...................................................................... 12
3.3.1. Pengamatan Karang Rekrut dan Biota Penempel Lainnya . 14 3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan .................................... 15 3.3.3. Pengolahan Data ............................................................... 17
3.4. Analisis Data ............................................................................... 18 3.4.1. Kepadatan Karang Rekrut ................................................. 18 3.4.2. Analisis Statistik ............................................................... 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 20
4.1. Kondisi Wilayah Penelitian ......................................................... 20 4.1.1. Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian ........................ 20 4.1.2. Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian ...................... 21
4.2. Karang Rekrut ............................................................................. 22 4.2.1. Rekrutmen Berdasarkan Genus ......................................... 23 4.2.2. Rekrutmen Berdasarkan pertumbuhan .............................. 25 4.2.2.1. Acropora .............................................................. 25 4.2.2.2. Non Acropora ...................................................... 27
4.2.3. Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter .................... 28 4.3. Kesehatan Karang ....................................................................... 30 4.4. Kepadatan Karang ....................................................................... 31 4.5. Analisis Statistik ......................................................................... 32
4.5.1. Analisis Korespondensi .................................................... 32
ix
4.5.2. Korelasi ............................................................................. 33 4.6. Biota Penempel Lainnya ............................................................. 34
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 36 5.2. Saran ......................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 38
LAMPIRAN ......................................................................................... 40
RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 58
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian .............................. 12
2. Parameter fisika kimia perairan beserta alat yang digunakan ............. 16
3. Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011 . 21
4. Kondisi kimia perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011 22
5. Tabel luasan karang rekrut di seluruh stasiun ...................................... 29
6. Tabel diameter karang rekrut di seluruh stasiun ................................. 29
7. Tabel kepadatan karang di seluruh stasiun .......................................... 32
8. Variabel korelasi antara genus karang, diameter karang, dan stasiun .. 33
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu .............................................................................................. 10
2. Substrat batu (breakwater) di Gosong Pramuka .............................. 11
3. Diagram alir tahapan penelitian ...................................................... 13
4. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto ................................ 15
5. Contoh tampilan penentuan skala pada Software Image J ................ 17
6. Contoh tampilan hasil pengukuran luas dan diameter
Software Image J ............................................................................. 18
7. Histogram Populasi Koloni Karang Rekrut .................................... 23
8. Histogram Sebaran Genus Karang Rekrut ...................................... 23
9. Histogram Sebaran Bentuk Pertumbuhan Karang Acropora di seluruh stasiun .............................................................................. 26
10. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Non Acropora di seluruh stasiun .............................................................................................. 27
11. Histogram luasan karang rekrut ...................................................... 30
12. Analisis korespondensi antara stasiun, diameter karang, dan genus karang .................................................................................... 33
13. Biota penempel lainnya : A. Caulerpa sp.; B.Cyprea sp.; C. Heteractis malu.; D. Tunicate.; E. Bulu babi.; F. Padina sp.; G. Spons Hitam ............................................................................... 35
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembar kerja penelitian ..................................................................... 40
2. Grafik pasang surut tahun 2007-2011 ................................................. 54
3. Gambar karang dan bentuk pertumbuhan ........................................... 56
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat
sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kondisi dinamis
terumbu karang ditandai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
komunitas serta adanya interaksi yang kuat antara biota karang dan biota penghuni
terumbu lainnya serta kondisi abiotis lingkungan. Terumbu karang memiliki
fungsi ekologis, sosisal ekonomis, dan budaya yang sangat penting bagi
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil seperti di kepulauan Seribu yang mata
pencahariannya bergantung pada perikanan laut dangkal. Secara umum, kondisi
terumbu karang di dunia, termasuk di Kepulauan Seribu berada dalam kondisi
rusak.
Kerusakan ekosistem terumbu karang akan menurunkan fungsi-fungsi
ekologisnya yang dapat berdampak hingga ketidakseimbangan lingkungan. Pada
dasarnya, ekosistem terumbu karang dapat memperbaiki kondisinya sendiri jika
terjadi kerusakan apabila diberi perlindungan, hanya saja waktu pemulihannya
membutuhkan waktu yang lama. Secara alami respon terumbu karang terhadap
perubahan dan tekanan lingkungan adalah berusaha untuk bertahan (resistency)
dan menunjukan gejala pemulihan (recovery) sampai terbentuknya komunitas
yang stabil (resiliency) kembali setelah mengalami kerusakan (Obura dan
Grimsditch 2009).
Pemulihan terumbu karang dapat dilihat dari peningkatan tutupan koloni
biota karang hidup pembentuk terumbu (reef building corals) sebagai komponen
2
utama pembentuk terumbu. Di alam pemulihan terumbu karang ditandai dengan
kemunculan koloni-koloni karang muda (juvenil) dengan ukuran koloni relatif
kecil (Babcok dan Mundy 1996). Substrat batu yang berada di perairan Gosong
Pramuka termasuk dalam karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang
scleractinia karena substrat terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai
permukaan yang kompleks. Pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton
dan armoflex pernah diteliti oleh Clark dan Edwards (1995) di Maldives dimana
karang rekrut sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia
lebih dari 10 bulan. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi
orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan
perumputan.
Dengan pendataan rekrutmen karang, dapat dilihat karang yang dapat
tumbuh (dalam hal ini secara alami) beserta distribusi dan kelimpahan dari spesies
terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, in Soong et al. 2003). Rekrutmen
karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang dapat dilihat
mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari
keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran, bentuk
pertumbuhan dan genus serta kepadatan karang rekrut yang ada di bagian
terlindung dan bagian yang tidak terlindung.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu terdiri atas mata rantai 105
pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah
utara yang merupakan pulau terjauh dari pantai utara. Kepulauan Seribu terletak
pada 106o 20’ 00” BT hingga 106 o 57’ 00” BT dan 5 o 10’ 00” LS hingga 5 o 57’
00” LS. Kepulauan Seribu terbagi menjadi dua kecamatan dan enam kelurahan
yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ( Kelurahan P. Harapan, Kel. P. Kelapa,
dan Kel. P. Panggang) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Kel. P. Tidung,
Kel. P. Pari, dan Kel. P. Untung Jawa) (Estradivari 2007).
Kedalaman perairan sangat bervariasi, namun umunya Kepulauan Seribu
memiliki kedalaman 30 meter dan hampir setiap pulau memiliki paparan karang
yang luasnya 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan. Kepulauan Seribu
memiliki perairan yang terlindung dan aman dari badai dan gelombang laut yang
tinggi . Suhu air dan salinitas di Kepulauan Seribu tidak berfluktuasi nyata. Suhu
tercatat antara 28,5 – 30 oC pada musim barat dan 28,5 - 31 oC pada musim timur.
Sedangkan untuk salinitas berkisar antara 30 – 34 ppt (Estradivari 2007).
2.2. Terumbu karang
2.2.1 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang terbentuk melalui proses yang lama dan
kompleks. Proses ini diawali dengan penempelan berbagai biota penghasil kapur
pada substrat keras, seperti karang batu dan alga berkapur (Suharsono 2008).
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran yang
4
dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi yang
mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
Terumbu didefinisikan sebagai endapan-endapan massif yang penting dari
kalsium karbonat (CaCO3) yang terutamadihasilkan oleh hewan karang (filum
Cnidaria, Kelas Anthozoa, ordo Scleractinia), dengan sedikit tambahan dari alga
berkapur dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat
(Nybakken 1982). Terumbu adalah salah suatu ekosistem laut yang dibentuk di
daerah tropis oleh hewan karang penghasil kapur, khususnya jenis karang batu
dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di laut
(Sukarno 1994).
2.2.2 Biologi Karang
Karang merupakan hewan yang termasuk sederhana dimana karang
memiliki bentuk sepertai tabung dengan mulut yang berfungsi sebagai anus dan
terletak di bagian atas (Suharsono 1996). Tentakelnya terdapat disekeliling mulut
dan berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut terhubung dengan rongga perut
atau disebut gastrovaskuler melalui tenggorokan yang pendek. Didalam rongga
perut tersebut terdapat usus yang disebut messentri filament yang berfungsi
sebagai alat pencerna (Castro dan Huber 2005).
Individu hewan karang dapat hidup berkoloni maupun soliter (Nybakken
1982). Polip-polip karang yang berkoloni biasanya mempunyai diameter antara 1
hingga 3 mm, sedangkan diameter polip yang soliter atau menyendiri dapat
berkembang jauh lebih besar (Barnes 1987). Pada bagian endoderma terdapat sel
algae (dinoflagellata) yang menjadi simbion karang (Suharsono 2008). Organ
reproduksi karang berkembang diantara messentri filament. Jenis-jenis karang
5
yang hidup di daerah tropis, organ reproduksinya dapat ditemukan sepanjang
tahun mengikuti siklus reproduksinya (Suharsono 2008). Dalam satu polip bisa
terdapat organ betina saja atau organ jantan saja ataupun dapat keduanya, namun
karang hermaprodit jarang memiliki tingkat kematangan gonad secara bersamaan
(Suharsono 2008).
2.2.3 Faktor Pembatas
Terumbu karang merupakan ekosistem khas laut tropis yang terbuka dan
kompleks dimana struktur, fungsi, keragaman hayati, dan resiliensinya rentan
terhadap perubahan kualitas air dan biogeokimia serta aliran hidrologi (Hughes
1992). Terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan,
dimana pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan kualitas air yang alami
(pristine) dan lingkungan yang miskin nutrien (oligotrofik) (Veron 1995). Arus
bermanfaat untuk distribusi nutrient, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan
kotoran dan sampah. Karakteristik pasang surut di perairan kepulauan Seribu
termasuk jenis campuran atau mix tide cenderung diurnal dengan kisaran pasang
surut sampai 80 cm, sedangkan arah arus secara umun dominan dari Timur Laut
sampai Tenggara (Retraubun dan Atmini 2004).
Dalam kondisi perairan tertentu, zooxanthellae dapat keluar dari karang
misalnya sebagai akibat dari tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang
menimpa karang tersebut dan menyebabkan karang menjadi putih atau yang biasa
disebut coral bleaching (Barnes dan Hughes 1999). Penyebab stress pada terumbu
karang dapat berupa nutrient, sedimen, suhu, salinitas, dan polutan lainnya
(hidrokarbon, logam, pestisida, klorin) (Hawker dan Connel 1992). Terjadi
peningkatan dalam penambahan materi organik dan anorganik terutama dari
6
daratan (Dupra 2002, in Paonganan 2008). Total fosfat yang masuk ke Teluk
Jakarta mencapai 6741 ton per tahun, adapun silikat mencapai 52417 ton per
tahun (Damar 2003, in Paonganan 2008).
2.2.4 Bentuk Pertumbuhan Karang
Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas
berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di
permukaan rangka. Pertumbuhan karang dapat berbentuk seperti piring (plate-
like), foliaceous (seperti daun), encrusting, massive, branching, columnar, dan
free living (soliter) (Castro dan Huber 2005).
Khusus untuk Acropora, bentuk percabangan dan bentuk radial koralit
dibedakan menjadi : arboresen (arborescent), kapitosa (caepitose), kapito-
korimbosa (caepito-corymbosa), arboresen meja (arborescent table), digitata
(digitate), dan meja (table) (Suharsono 2008).
2.3 Reproduksi dan Rekrutmen
Karang memiliki bentuk reproduksi secara seksual dan aseksual.
Reproduksi secara aseksual dapat berlangsung dengan fragmentasi dan pertunasan
atau pembelahan polip (Richmond dan Hunter 1990, in Rudi 2006). Reproduksi
seksual menghasilkan larva planula yang berenang bebas, dan bila larva tersebut
menemukan substrat menempel yang cocok maka akan berkembang menjadi
koloni baru. Untuk memungkinkan pelekatan larva planula dan pembentukan
koloni baru, diperlukan substrat yang kuat dan bersih dari lumpur yang
memungkinkan larva karang batu melekatkan diri. Karang yang hidup di daerah
tropis dapat bereproduksi sepanjang tahun, berbeda dengan karang didaerah
7
subtropis yang organ reproduksinya dapat menghilang pada saat saat tertentu
(Suharsono 2008).
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran
yang dapat dilihat mata telanjang adalah proses penting dari dinamika populasi
yang mendasari keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005).
Karena larva yang baru menempel dan metamorfosis belum dapat dilihat
(disensus) dengan mata telanjang, maka pada tahap ini belum terjadi rekruitmen,
melainkan penempelan (settlement) larva. Tahapan rekruitmen terjadi setelah
rekruit dapat disensus, yaitu setelah berusia beberapa minggu dengan pengamatan
mikroskop atau berusia lebih dari 10 bulan (Harrison dan Wallace 1990).
Berdasarkan pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex di
Maldives dan waktu pemijahan, Clark dan Edwards (1995) melaporkan bahwa
rekruit sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih
dari 10 bulan. Wallace (1985) menelaah karakteristik substrat yang baik untuk
rekruitmen karang scleractinia. Ia mendapatkan bahwa substrat yang disukai oleh
larva planula adalah yang terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai
permukaan yang kompleks. Permukaan substrat yang kompleks memberikan
variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan
dan perumputan.
Secara umum rekruitmen karang sangat bervariasi secara spasial dan
temporal. Rekruitmen karang di terumbu dekat pulau (inshore reef, fringing reef)
berbeda dengan di terumbu yang jauh dari pulau (midshelf reef, offshore reef)
(Sammarco 1991). Tranplantasi rekruit dari terumbu tepi atau dekat pulau ke
terumbu yang jauh dari pulau tidak meningkatkan mortalitas rekruit, tetapi
8
transplantasi sebaliknya meningkatkan mortalitas rekruit (Sammarco 1991).
Variasi temporal rekruitmen karang banyak tergantung dari musim pemijahan
karang. Karang yang memijah sepanjang tahun, misalnya Pocilloporidae, tidak
mengalami banyak perbedaan rekruitmen antar waktu.
Penempelan larva planula dapat terhambat jika substrat tertutupi oleh
sedimen. Pada kondisi tutupan sedimen sebanyak 95%, telah menghalangi
penempelan larva karang Pocillopora damicornis secara total (Hodgson 1990).
Sedangkan penurunan tutupan sedimen dari 90% ke 50% tidak memberikan
perbedaan jumlah penempelan larva. Babcock dan Davies (1991) juga melaporkan
sedimentasi setinggi 3,1 mg/cm2 per hari dapat menurunkan jumlah planula
karang Acropora millepora yang menempel di substrat.
Faktor – faktor yang menjadi pembatas bagi rekrutmen karang diantaranya
adalah sedimentasi, grazing, keterbatasan ruang dan biota lain yang menghambat
pertumbuhan karang rekrut. Sedimentasi selain dapat menghambat penempelan
larva juga dapat menurunkan kelulushidupan rekrut. Bulu babi dan ikan jenis
Achanturidae dapat menjadi predator karang rekrut. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput (grazer) dapat
memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulushidupan rekruit
(Harrison and Wallace 1990). Perumputan yang sangat intensif dapat
menghancurkan rekruit di antara alga yang ada. Tutupan alga yang lebat bisa
menghambat penempelan larva atau menurunkan kelulushidupan rekruit karena
kompetisi terhadap ruang. Percobaan Sammarco (1991) juga menunjukkan bahwa
karang rekrut di terumbu dekat pulau mengalami kematian yang tinggi disebabkan
kompetisi terhadap ruang. Tutupan alga yang lebat bisa menghambat penempelan
9
larva atau menurunkan kelulushidupan rekruit karena kompetisi terhadap ruang
(Harrison and Wallace 1990).
10
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember
2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan
koordinat 5,736526 LS – 5,738623 LS dan 106,60856 BT – 106,09267 BT
(Gambar 1). Lokasi penelitian dibagi kedalam empat stasiun yang berbeda yaitu
stasiun terpapar I (STP I) dan terpapar II (STP II), dan stasiun terlindung I (STL
I) dan terlindung II (STL II). Perbedaan antara bagian terpapar dengan terlindung
adalah bagian terpapar merupakan bagian permukaan substrat batu yang secara
langsung terkena ombak sedangkan bagian terlindung tidak. Substrat batu
tersebut merupakan batu pemecah ombak yang mengelilingi Nusa Resto.
Gambar 1. Peta lokasi wilayah penelitian Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu
STP I
STL I
STP II
STL II
11
Data yang diambil mencakup pengukuran beberapa parameter kualitas
perairan beserta karang rekrut yang ada pada substrat batu yang berfungsi sebagai
breakwater dimana substrat batu tersebut ada yang dibuat pada tahun 2007 dan
2008. Bentuk substrat yang menjadi tempat rekrut karang dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Substrat batu (breakwater) berukuran 50x50x50cm di Gosong
Pramuka
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
alat dasar selam untuk mempermudah aktivitas didalam air, kamera underwater
untuk mengambil foto dari karang rekrut yang ada ditambah dengan penggaris
sebagai acuan ukuran karang. Selain itu, untuk mengetahui kondisi kimia
digunakan botol sampel guna mengambil air yang akan dianalisa di laboratorium
Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Parameter suhu
diukur secara insitu dengan termometer, sedangkan untuk salinitas digunakan
12
refraktometer. Secara keseluruhan, alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan Bahan Keterangan
Alat dasar selam Alat bantu selam
Global Positioning System Penentu titik lokasi pengambilan stasiun
Kamera underwater Dokumentasi
Meteran dan penggaris Alat ukur
Botol sampel Untuk mengambil sampel air
Kertas newtop Menulis data pengamatan
Alat tulis Menulis data pengamatan
Termometer Pengukur suhu
Refraktometer Pengukur salinitas
Sampel Termubu karang yang terdapat disana
Coral Watch Untuk mengetahui kesehatan karang
Floating Drodge Mengukur arus
3.3. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu
pengamatan karang rekrut, pengukuran kualitas fisik dan kimia perairan, dan
pengolahan data. Pengamatan karang rekrut meliputi identifikasi lifeform dan
genus serta kesehatan karang dengan menggunakan coralwatch. Pengukuran
kualitas fisik dan kimia perairan meliputi pengukuran suhu (oC), kedalaman (cm),
kecerahan (%), arus, salinitas (ppt), kandungan amonia (mg/l), nitrat (mg/l),
orthofosfat (mg/l) dan pH. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan untuk mencari
nilai luasan dan diameter karang rekrut dari foto dengan software Image J serta
menampilkan data dalam grafik dengan software Microsoft Excel 2007. Tahapan
kegiatan penelitian dapat dilihat pada skema yang disajikan pada Gambar 3.
13
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian
Salinitas
Kesehatan Karang Coral Watch
Mulai
Parameter Kimia
Arus
Suhu
Nitrat
Orthofosfat
Kecerahan
Kedalaman
pH
Amonia
Luasan Permukaan
Batu
Pasang Surut
Identifikasi
Luas
Diameter
Lifeform
Genus
Digitasi dengan
Software Image J
Parameter Fisik
Karang Rekrut
Pengolahan dalam
Software Mike21
Grafik Pasang Surut
14
3.3.1. Pengamatan Karang Rekrut dan Biota Penempel Lainnya
Tahap pertama adalah pengamatan karang rekrut yang ditemukan di lokasi
penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati tiap substrat batu dari
awal hingga ujung dan dicatat tiap karang ataupun biota lain yang ditemukan.
Setiap karang rekrut yang polipnya terlihat secara kasat mata dihitung dan difoto
dengan menggunakan kamera underwater dengan pengaturan macro beserta
penggaris sebagai acuan ukuran, selanjutnya akan diidentifikasi hingga tingkat
genus dan juga lifeform-nya.
Data kesehatan karang diperoleh dengan menggunakan coral watch (grafik
kesehatan karang) yang akan dicocokan dengan warna karang sebagai indikator
kesehatan karang. Grafik kesehatan karang merupakan kartu referensi warna
karang (Gambar 4) yang murah, mudah digunakan siapa saja dalam ruang lingkup
yang luas dan dapat diaplikasikan pada banyak karang untuk menduga kondisi
kesehatan karang, baik karang batu maupun karang lunak (Siebeck et al., 2006
dalam Siebeck et al., 2008). Foto karang rekrut digunakan untuk pengolahan
luasan dan diameter karang dengan menggunakan software Image J. Teknik foto
yang digunakan adalah karang difoto secara tegak lurus bersamaan dengan
penggaris disampingnya sebagai acuan serta coralwatch yang dapat dilihat pada
Gambar 4. Jarak penempelan karang dari dasar perairan diukur dengan meteran
gulung.
15
Gambar 4. Pengukuran koloni karang dengan teknik foto
Luasan permukaan substrat yang merupakan tempat menempel karang
diukur dengan menggunakan meteran. Bentuk substrat yang berupa batuan beton
padat berbentuk kubus diukur panjang, dan lebarnya dengan ulangan sebanyak
sepuluh kali.
3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur adalah parameter fisika dan kimia
dilakukan secara insitu dan pengamatan melalui analisis laboratorium. Prosedur
pengambilan data fisik seperti suhu, kecerahan , kedalaman, dan kecepatan arus
dilakukan ditempat penelitian secara insitu. Suhu perairan diperoleh dengan cara
memasukkan termometer ke air laut lalu membacanya, pengulangan pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan di tiap stasiun. Kedalaman diukur dengan
menggunakan meteran gulung dengan tiga kali pengulangan pengukuran tiap
stasiunnya. Kecerahan diukur dengan menggunakan sechidisk yang
ditenggelamkan di tempat penelitian. Kecepatan arus didapatkan dari selang
16
waktu floating drodge menempuh jarak hingga tali meregang lalu digunakan
kompas bidik untuk melihat arah arus.
Pengambilan parameter kimia seperti salinitas dilakukan secara langsung
di tempat penelitian. Sedangkan untuk pH (derajat keasaman), orthofosfat, nitrat,
dan amonia dilakukan di laboratorium dengan membawa contoh air laut dari
tempat penelitian. Air contoh yang telah diambil disimpan dalam suhu dingin dan
terlindung dari cahaya matahari agar tidak rusak saat sampai di laboratorium.
Parameter yang diamati baik fisik dan kimia dapat dilihat secara keseluruhan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Parameter fisika kimia perairan beserta alat yang digunakan
No Parameter Fisika Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Suhu oC Insitu Termometer
2 Kecerahan Meter Insitu Sechidisk
3 Kedalaman Meter Insitu Floating drauge
4 Kecepatan Arus m/detik Insitu Meteran
No Parameter Kimia Satuan Pengukuran Alat / Metode
1 Salinitas Ppt Insitu Refraktometer
2 Derajat Keasaman
(pH)
Laboratorium pH meter
3 Orthofosfat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
4 Nitrat mg/l Laboratorium Spektrofotometer
5 Amonia mg/l Laboratorium Spektrofotometer
Salinitas didapatkan dengan meneteskan contoh air laut ke kaca
refraktometer lalu dilihat nilai salinitas dari perairan tersebut. Derajat keasaman
diperoleh dengan menggunakan pH meter di laboratorium yang dicelupkan ke air
contoh dari tempat penelitian. Parameter kimia lainnya seperti orthofosfat, nitrat,
dan amonia diperoleh dengan analisis laboratorium menggunakan
17
spektrofotometer untuk melihat nilai absorbansi yang nantinya akan digunakan
untuk menghitung nilai akhir.
3.3.3. Pengolahan Data
Tahap terakhir adalah melakukan pengolahan data foto dengan
menggunakan software Image J , sedangkan untuk pengolahan data berupa
tampilan grafik digunakan software Microsoft Excel 2007. Pengolahan foto
karang pada software Image J dilakukan untuk mendapatkan nilai luasan area
karang rekrut beserta diameter nya. Untuk mendapatkannya, dilakukan penentuan
skala (Tool Bar Set Scale) pada foto karang yang telah dibuka dalam software
Image J sesuai dengan acuan ukuran yang ada (Gambar 5). Setelah itu dilakukan
proses digitasi dengan memilih Polygon Selections pada Tool Bar kemudian buka
Set Measurements lalu pilih Area dan Feret’s Diameter nya. Langkah terakhir
adalah mengukur hasil digitasi dengan memilih Measure pada Tool Bar. Hasil
pengukuran akan ditampilkan pada Results secara otomatis (Gambar 6).
Gambar 5. Contoh tampilan penentuan skala pada Software Image J
18
Gambar 6. Contoh Tampilan Hasil Pengukuran Luas dan Diameter Software Image J
3.4. Analisis Data
3.4.1. Kepadatan Karang Rekrut
Kepadatan karang di substrat batu (breakwater) diperoleh dari
penghitungan koloni karang hidup pada permukaan batu breakwater disetiap
stasiun dengan rumus (modifikasi dari English et al. 1997)
ni N =
a
Keterangan :
N = Kepadatan jenis karang (koloni/cm2)
ni = Jumlah koloni karang ke-i
a = Luas permukaan batu breakwater (cm2)
19
3.4.2. Analisis statistik
Analisa statistiknya dilakukan dengan analisa statistik deskriptif yaitu
dengan grafik dan tabulasi dan dengan analisis korespondensi dan korelasi.
Adapun data-data yang akan diolah dalam bentuk grafik dan tabulasi diantaranya
data banyaknya genus, lifeform, luasan dan diameter koloni karang, serta
membandingkan kepadatan antara bagian yang terpapar arus dan yang terlindung
dari arus. Data hasil observasi lapang akan dibandingkan dengan data pada waktu
pertama kali subtrat batu dibuat yaitu tahun 2007 dan 2008 (dianggap nol untuk
semua data karang).
20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Wilayah Penelitian
Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan
Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan
sekitar dapat dipengaruhi oleh aktivitas dari tempat tempat tersebut. Pengamatan
kondisi fisik kimia perairan dilakukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda
yaitu pada hari Kamis tanggal 22 September 2011 dan hari Sabtu tanggal 24
September 2011 di keempat stasiun. Parameter-parameter tersebut mempengaruhi
biota yang ada didaerah tersebut termasuk karang yang menjadi topik utama dari
penelitian ini. Kondisi fisika kimia perairan Gosong Pramuka secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
4.1.1. Kondisi Fisik Perairan Wilayah Penelitian
Pasang surut mengakibatkan adanya fluktuasi kedalaman perairan yang
mengakibatkan perbedaan penetrasi cahaya matahari bagi karang. Pasang surut di
perairan ini tidak mengalami anomali selama 5 tahun terakhir (Lampiran 2)
dengan kisaran pasang tertingginya adalah 57 cm di atas mean sea level (tinggi
muka air rata-rata) dan surut terendahnya adalah 50,5 cm di bawah mean sea
level.
Nilai kecerahan di seluruh stasiun penelitian memiliki nilai yang sama
yaitu 100%. Hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang terlihat jelas.
Nilai kecerahan 100% dapat diakibatkan kedalaman yang relatif dangkal yaitu
antara 70 – 99 cm sehingga penetrasi cahaya matahari masih dapat menembus
hingga dasar perairan. Kecerahan dapat mempengaruhi masuknya cahaya pada
wilayah perairan, dimana cahaya yang masuk dapat digunakan untuk proses
21
fotosintesis bagi karang. Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk dalam
kolom perairan mengakibatan semakin rendah laju fotosintesis.
Kondisi arus di stasiun terlindung cenderung stagnan atau statis, kondisi
tersebut biasanya kurang disukai oleh karang yang membutuhkan arus yang cukup
untuk distribusi nutrien, larva dan sedimen, juga untuk membersihkan kotoran dan
sampah (Veron 1995).
Tabel 3. Kondisi fisik perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011
22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep
STP 1 30 30 80 - 99 80 - 99 100% 100%STL 1 31 31 88 88 100% 100%STP 2 30 30 70 - 88 70 - 88 100% 100%STL 2 32 32 85 85 100% 100%
StasiunSuhu (°C) Kedalaman (cm) Kecerahan (%)
Keterangan : STP = Stasiun Terpapar ; STL = Stasiun Terlindung Suhu di keempat stasiun berkisar antara 30 – 32oC dimana suhu pada
bagian terlindung I dan II memiliki suhu lebih tinggi dari kisaran suhu optimum
bagi pertumbuhan karang yaitu 28 - 30 oC (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
2004). Suhu perairan sangat penting bagi pertumbuhan karang, efek perubahan
suhu pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi rata-
rata reproduksi, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Dubinsky 1990).
4.1.2. Kondisi Kimia Perairan Wilayah Penelitian
Parameter pH menunjukkan nilai yang berada pada kisaran yang masih
cukup aman untuk kelangsungan hidup biota. Berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup tahun 2004, kisaran pH yang optimal adalah 7 – 8,5.
Kandungan nitrat pada stasiun penelitian berkisar antara 0,112 – 0,440 mg/l, nilai
tersebut berada di atas kisaran baku mutu yaitu 0,008 mg/l. Nilai orthofosfat yang
diperoleh adalah berkisar antara 0,020 – 0,856 mg/l, nilai tersebut berada di atas
22
kisaran baku mutu. Kadar amonia yang optimal bagi pertumbuhan karang adalah
0,3 mg/l, hal ini berarti kadar amonia yang di stasiun penelitian masih berada
dibawah kisaran baku mutu. Salinitas di lokasi penelitian berkisar dari 30 – 33 ppt
, hali ini berarti nilai tersebut masih berada dalam batas toleransi karang untuk
hidup.
Tabel 4. Kondisi Kimia Perairan Gosong Pramuka 22 dan 24 September 2011
22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep 22-Sep 24-Sep
STP 1 0,2321 0,3551 0,229 0,0215 0,1261 0,1950 7,92 8,13 33 30STL 1 0,2948 0,1767 0,035 0,0363 0,2144 0,1583 8,07 8,13 32 30STP 2 0,4395 0,1911 0,081 0,1502 0,0768 0,1055 8,01 8,11 32 30STL 2 0,1116 0,3141 0,856 0,0198 0,0894 0,1697 8,07 8,11 32 30
Salinitas (ppt)Nitrat (mg/l) Orthofosfat (mg/l) Amonia (mg/l) pHStasiun
4.2. Karang Rekrut
Karang rekrut ditemukan di empat stasiun dengan total 260 koloni karang.
Ditemukan 210 koloni karang pada Stasiun Terpapar I (STP I) yang merupakan
stasiun dengan koloni karang terbanyak yang ditemukan. Stasiun terlindung I
(STL I) memiliki 37 koloni karang rekrut, pada Stasiun Terpapar II (STP II)
ditemukan 9 koloni karang rekrut dan Stasiun Terlindung II (STL II) memiliki 4
koloni karang rekrut. Jumlah koloni karang rekrut secara keseluruhan dapat dilihat
pada Gambar 7.
Rekrutmen karang dalam arti penempelan larva dan pertumbuhan ukuran
koloni adalah proses penting dari dinamika populasi yang mendasari
keberlanjutan eksistensi terumbu karang (Moulding 2005). Pendataan rekrutmen
karang untuk melihat karang yang dapat tumbuh secara alami beserta distribusi
dan kelimpahan dari spesies terumbu karang yang ada (Connel et al. 1997, dalam
Sorong et al. 2003).
23
Gambar 7. Histogram populasi koloni karang rekrut
4.2.1 Rekrutmen Berdasarkan Genus
Tahap identifikasi karang dilakukan hingga tahap genus. Identifikasi
karang dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi Veron. Genus yang
ditemukan adalah Acropora, Montipora, Porites, Pavona, Favia, dan Goniastrea
dari keempat stasiun yang ada. Grafik sebaran karang berdasarkan genus secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Histogram sebaran genus karang rekrut
24
Karang dengan genus Acropora merupakan yang paling banyak ditemukan
dan tersebar di seluruh stasiun penelitian yang ada. Genus ini dicirikan dengan
adanya koralit yang terbagi menjadi axial dan radial. Sebanyak 179 koloni karang
Acropora ditemukan di STP I dimana jumlah ini merupakan jumlah terbesar
dibandingkan dengan stasiun yang lain dimana di STL I ditemukan 30 koloni
karang, STP II ditemukan 4 koloni karang dan STL II hanya 1 koloni karang.
Karang genus Porites merupakan kedua terbanyak yang ditemukan di
seluruh stasiun setelah Acropora. Stasiun Terpapar I memiliki 23 koloni karang
genus ini dimana jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan
stasiun yang lainnya yaitu 2 koloni karang Porites pada STL I, pada STP II
ditemukan 3 koloni karang dan pada STP II ditemukan sebanyak 2 koloni karang.
Terdapat perbedaan jumlah yang besar antara karang genus Porites di STP I
dengan stasiun lainnya.
Karang genus Montipora hanya ditemukan di tiga stasiun yaitu pada STP I
ditemukan sebanyak 5 koloni karang, pada STL I ditemukan sebanyak 1 koloni
karang, dan pada STP II ditemukan 1 koloni karang. Tidak ditemukan karang
genus Montipora di STL II.
Karang genus Pavona hanya ditemukan di STP I yaitu sebanyak 3 koloni
karang. Selain genus Pavona, terdapat karang genus Favia dan Goniastrea yang
masing-masing juga hanya ditemukan pada salah satu stasiun penelitian. Karang
genus Favia hanya ditemukan di STP II yaitu 1 koloni karang, sedangkan karang
dengan genus Goniastrea hanya ditemukan pada STL II dengan jumlah 1 koloni
karang.
25
4.2.2. Rekrutmen Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan
Rangka karang hampir membentuk seluruh koloni dan dapat terdiri atas
berbagai bentuk. Jaringan hidup karang yang sebenarnya hanyalah lapisan tipis di
permukaan rangka (Castro dan Huber 2005). Adapun bentuk pertumbuhan karang
menurut English et al. (1997) yaitu terbagi atas karang Acropora dan non
Acropora. Untuk karang non Acropora dibagi menjadi digitate, branching,
encrusting, submassive, massive, foliose, mushroom, karang api, dan karang biru.
Khusus untuk Acropora, bentuk pertumbuhannya dibagi menjadi digitate,
branching, encrusting, tabulate dan submassive (Veron 1995).
4.2.2.1. Acropora
Bentuk pertumbuhan pada karang genus Acropora yang ditemukan di
stasiun penelitian diantaranya adalah tabulate, branching, encrusting, dan
digitate. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora dapat dilihat pada
Gambar 9. Karang dengan bentuk pertumbuhan tabulate ditemukan dengan
jumlah total 56 koloni. Sebanyak 45 koloni karang ditemukan di STP I, di STL I
ditemukan 6 koloni karang, 4 koloni pada STP II, dan STL II ditemukan 1 koloni
karang.
Acropora digitate ditemukan di STP I sebanyak 2 koloni, sedangkan di
ketiga stasiun lainnya tidak ditemukan. Bentuk tersebut merupakan bentuk
pertumbuhan yang yang paling sedikit dan juga hanya ditemukan di stasiun
terpapar I.
26
Gambar 9. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Acropora di seluruh stasiun
Bentuk pertumbuhan branching ditemukan di STP I dan STL I. Stasiun
Terpapar I memiliki 98 koloni karang Acropora yang berbentuk branching,
sedangkan pada STL I terdapat 25 koloni karang.
Karang encrusting merupakan bentuk awal pertumbuhan karang Acropora
dimana nantinya bentuk tersebut dapat berubah. Ditemukan 36 koloni karang
dengan bentuk ini STP I dan 3 koloni karang di STL I sedangkan pada STP II dan
STL II tidak ditemukan.
Bentuk pertumbuhan yang dapat ditemui di seluruh stasiun adalah tabulate
dimana jumlah terbanyak terdapat pada stasiun terpapar I yatu 45 koloni karang.
Sementara itu, bentuk pertumbuhan yang jumlahnya paling banyak adalah
branching dengan total 123 koloni karang walaupun tidak ditemukan diseluruh
stasiun.
27
4.2.2.2. Non Acropora
Bentuk pertumbuhan pada karang non Acropora yang ditemukan adalah
massive, encrusting dan sub massive, namun yang ditemukan di seluruh stasiun
hanya bentuk massive dan encrusting. Grafik sebaran bentuk pertumbuhan karang
non Acropora dapat dilihat pada Gambar 10. Bentuk pertumbuhan massive pada
STP I adalah 11 koloni karang, pada STL I terdapat 2 koloni karang, di STP II
terdapat 1 koloni karang, dan di STL II terdapat 1 koloni karang. Total jumlah
karang non Acropora dengan bentuk massive dari seluruh stasiun adalah 14
koloni.
Gambar 10. Histogram sebaran bentuk pertumbuhan karang Non Acropora di seluruh stasiun
Bentuk pertumbuhan encrusting merupakan yang paling banyak bagi
karang non Acropora. Total jumlah karang berbentuk encrusting adalah 22 koloni
karang. Pada STP I ditemukan 17 koloni karang, di STL I ditemukan 1 koloni
karang, di STP II ditemukan 2 koloni karang dan di STL I ditemukan 2 koloni
karang.
28
Bentuk pertumbuhan sub massive hanya ditemukan di 2 stasiun yaitu STP
I dan II. Stasiun terpapar I memiliki 1 koloni karang dengan bentuk tersebut, dan
STP II memliki 2 koloni karang. Bentuk ini merupakan yang paling sedikit
jumlahnya jika dibandingkan dengan bentuk lainnya.
4.2.3. Rekrutmen Berdasarkan Luas dan Diameter
Karang rekrut yang telah diketahui nilai luasannya dikelompokkan
berdasarkan rentang nilai seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5. Secara
kesuluruhan, rentang nilai luasan yang paling banyak adalah pada kisaran 0 – 25
cm2 dengan jumlah 93 koloni karang sedangkan yang paling sedikit adalah pada
kisaran luas 150 – 175 cm2 dengan jumlah 5 koloni karang. Pada STP I kisaran
luas yang memiliki jumlah terbanyak adalah 0 – 25 cm2 yang artinya mayoritas
karang di stasiun tersebut masih dalam ukuran yang kecil. Kisaran luas yang
dominan di STL I adalah 50 – 75 cm2 dengan jumlah karang 12 koloni. Kisaran
luas yang dominan di STP II adalah 50 – 75 cm2 dengan jumlah 3 koloni karang.
Stasiun terlindung II didominasi oleh karang berukuran 50 – 75 cm2 dengan
jumlah 2 koloni karang.
Karang rekrut juga dikelompokkan berdasarkan tiap genusnya agar terlihat
perbandingan rataan luasan koloni karang (Gambar 11). Untuk genus Acropora,
rataan luas koloni yang terbesar terdapat pada STP I, untuk genus Montipora dan
Porites rataan luasan terbesarnya terdapat di STL I dan STP II.
Selain luasan, diukur pula diameter karang sebagai pembanding. Karang
rekrut yang telah diukur diameternya dikelompokkan berdasarkan rentang nilai
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun pengkelasan diameter karang
rekrut menurut Loch (2002) adalah 0 – 1 cm, >1 – 2 cm, >2 – 4 cm, dan lebih dari
29
4 – 8 cm. Kisaran diameter yang dominan pada STP I adalah 6 – 9 cm, kisaran ini
masuk kedalam ukuran karang rekrut yang kecil (Engelhardt 2000). Stasiun
Terlindung I didominasi oleh karang berdiameter 6 – 9 cm dan 12 – 15 cm,
masing-masing memiliki 8 koloni karang. Kisaran diameter yang dominan pada
STP II adalah 9 -12 cm dengan jumlah 3 koloni karang. Pada STP II, kisaran yang
dominan adalah 9 - 12 cm dengan jumlah 3 koloni karang.
Tabel 5. Tabel luasan karang rekrut di seluruh stasiun
Acropora Montipora Porites Pavona Acropora Montipora Porites Acropora Montipora Porites Favia Acropora Porites Goniastrea0 - 25 76 0 4 1 10 0 1 0 0 0 0 0 0 1 9325 - 50 49 1 5 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5750 - 75 17 0 2 1 12 0 0 0 0 2 1 0 2 0 3775- 100 10 0 1 0 4 0 0 2 0 0 0 1 0 0 18100 - 125 12 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15125 - 150 1 1 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6150 - 175 2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5175 - 200 0 0 1 0 2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 6>200 12 3 1 0 4 1 0 1 1 0 0 0 0 0 23
JumlahLuas (cm²)Terpapar IITerpapar I Terlindung IITerlindung I
Tabel 6. Tabel diameter karang rekrut di seluruh stasiun
Acropora Pavona Montipora Porites Acropora Montipora Porites Acropora Favia Montipora Porites Acropora Goniastrea Porites0 - 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23 � 6 53 1 0 2 6 0 0 0 0 0 0 0 1 0 636 � 9 69 1 0 9 7 0 1 0 0 0 0 0 0 0 879 – 12 17 0 0 0 5 0 0 0 1 0 2 1 0 2 2812 � 15 18 0 1 5 8 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3415 - 18 7 1 0 6 4 0 1 1 0 0 1 0 0 0 2118 - 21 4 0 0 1 4 1 0 1 0 1 0 0 0 0 12>21 9 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12
JumlahDiameter (cm)Terpapar I Terlindung I Terpapar II Terlindung II
30
Gambar 11. Histogram luasan karang rekrut
Secara keseluruhan, kisaran diameter yang paling dominan dari semua
stasiun adalah 6 – 9 cm dengan jumlah 87 koloni karang. Kisaran diameter
tersebut merupakan ukuran karang yang terbilang kecil dan dapat disimpulkan
bahwa karang tersebut didominasi oleh karang yang masih terbilang muda.
4.3. Kesehatan Karang
Rata-rata kesehatan fragmen karang beraada di nilai lima. Nilai maksimum
hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari
skala nol sampai enam. Nilai enam dan lima dari pengukuran menggunakan skala
warna menunjukan bahwa fragmen karang tersebut dalam kondisi sehat. Nilai
empat dan tiga menunjukan kondisi karang yang kurang sehat, sedangkan nilai
dua hingga nol berarti kritis dan mulai terjadi bleaching (Seabeck et al 2006).
Kondisi kesehatan karang di stasiun terpapar I terbilang baik karena rata-
rata berada dalam kisaran 5-6, namun adapula karang yang berada pada kisaran 2
dan 3 dengan total jumlah 17 koloni yang berarti terdapat karang yang kurang
31
sehat dan berpotensi terjadi bleaching di stasiun ini. Data kesehatan karang
seluruh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kondisi kesehatan pada stasiun terlindung I berada pada kisaran 5-6 yang
berarti berada dalam kondisi sehat. Karang yang berada di stasiun terpapar II
berada dalam kisaran 5-6, hal ini berarti karang berada dalam kondisi yang sehat.
Kondisi karang pada stasiun terlindung II berada dalam kisaran 5-6 yang berarti
berada dalam kondisi sehat, namun ada satu karang dengan warna yang berada di
angka 3.
4.4. Kepadatan Karang
Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai standar untuk
mengukur tingkat rekrutmen karang pada suatu tempat. Nilai kepadatan pada STP
I adalah 1,3697 koloni/m2, di STP I nilainya 0,2266 koloni /m2, di STP II nilainya
0,0513 koloni /m2, dan di STL II nilainya adalah 0,0251 koloni /m2 (Tabel 7).
Nilai kepadatan karang di stasiun terpapar I adalah yang paling besar
dibandingkan ketiga stasiun lainnya, namun nilai tersebut masih terbilang rendah
untuk kepadatan karang (Engelhardt 2000), sedangkan kepadatan yang paling
rendah adalah pada stasiun terlindung II. Adapun penelitian tentang kepadatan
karang yang dilakukan oleh Abrar (2011) di Pulau Pari menyatakan bahwa
kepadatan karang yang didapat sebesar 7,3 koloni/m2. Nilai kepadatan yang
rendah tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat rekrutmen diseluruh stasiun,
namun permukaan substrat yang masih luas dapat membuat tingkat rekrutmen
naik. Terdapat korelasi positif antara jumlah karang rekrut dengan luas permukaan
substrat yang kosong dan tersedia (Connel, Hughes dan Wallace 1997).
32
Tabel 7. Tabel kepadatan karang di seluruh stasiun Keterangan STP I STL I STP II STL II
Jumlah Batu 262 279 300 272
Luas Permukaan
Batu (m2)
0,5852 ±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05 0,5852±0,05
Luas Permukaan
Total (m2)
153,3224 163,2708 175,5600 159,1744
Kepadatan (koloni
/m2)
1,3697 0,2266 0,0513 0,0251
4.5. Analisis Statistik
4.5.1. Analisis Korespondensi
Data dari genus, diameter, dan stasiun diplotkan (Gambar 12) sehingga
terlihat bahwa genus Goniastrea terdapat pada STL II, sedangkan STP II
didominasi oleh genus Favia dan Montipora. Genus Acropora dan Pavona lebih
dekat ke STP I yang dominan oleh karang berdiameter kurang dari 9 cm. Genus
Porites lebih dekat dengan STL I yang dominan oleh karang berdiameter lebih
dari 9 cm. Dimensi 1 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 52,896% dan
dimensi 2 dapat menjelaskan keragaman data sebesar 49,869%. STP I dan STL I
memiliki hubungan yang relatif sangat dekat.
33
Gambar 12. Analisis korespondensi antara stasiun, diameter karang, dan genus karang 4.5.2. Korelasi
Hubungan antara genus dengan stasiun lebih kuat dibandingkan dengan
hubungan antara genus dengan diameter. Korelasi antara stasiun dengan genus
sebesar 0,428 . kuatnya hubungan antara genus dengan stasiun lebih besar dari
hubungan antara stasiun dengan diameter karena korelasi antara stasiun dengan
diameter sebesar 0,259 , sedangkan diameter dengan genus memiliki korelasi
paling kecil yaitu sebesar 0,170 (Tabel 8).
Tabel 8. Variabel korelasi antara genus karang, diameter karang, dan stasiun Stasiun Genus Diameter
Stasiun 1,000 0,428 0,259
Genus 0,428 1,000 0,170
Diameter 0,259 0,170 1,000
Dimensi 1
34
4.6. Biota Penempel Lainnya
Permukaan batu yang menjadi tempat menempel karang tidak hanya
ditempeli oleh karang saja namun terdapat biota lain yang menempel dan dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup karang. Biota penempel lain yang ditemukan
adalah bulu babi (Diadema sp.), alga Padina sp. dan Caulerpa sp., tunikata,
spons, anemon pasir (Heteractis malu), dan Cypraea sp (Gambar 13).
Tutupan alga atau tunikata dapat menghambat penempelan larva karang
atau menurunkan kelulusan hidup karang rekrut karena kompetisi ruang. Adanya
hewan perumput (grazer) menyebabkan keberadaan alga tidak menjadi pembatas.
Penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput seperti
bulu babi dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulusan
hidup rekrut (Harrison and Wallace 1990). Namun, perumputan yang intensif
dapat menghancurkan karang rekrut yang hidup di antara alga tersebut. Karang
rekrut juga mengalami kerusakan dan terluka akibat pemangsaan oleh ikan dan
bulu babi (Engelhardt 2000).
35
Gambar 13. Biota penempel lainnya : A. Caulerpa sp.; B. Cypraea sp.; C. Heteractis malu; D. Tunikata; E. Bulu babi (Diadema sp.); F. Padina sp.; G. Spons Hitam
36
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Banyaknya koloni karang rekrut pada STP I mungkin dikarenakan terjadi
perputaran arus pada daerah tersebut. Genus yang paling dominan baik di stasiun
terpapar maupun stasiun terlindung adalah Acropora. Ditemukan 5 genera pada
stasiun terpapar yaitu Acropora, Porites, Montipora, Pavona, Goniastrea, dan 4
genera pada stasiun terlindung yaitu Acropora, Porites, Montipora, Favia
sehingga dapat dikatakan bahwa stok populasi karang rekrut di lokasi penelitian
normal. Ukuran dan jumlah koloni karang rekrut di lokasi tersebut dipengaruhi
oleh perkembangan usia karang selama kurang lebih 4 tahun sejak substrat
diletakkan.
Bentuk pertumbuhan karang Acropora tabulate maupun branching tidak
mempengaruhi keberadaan pada dua lokasi terpapar dan terlindung. Bentuk
pertumbuhan untuk karang non Acropora yang dominan di STL adalah encrusting
dan massive, sedangkan untuk STP hanya encrusting saja. Bentuk encrusting
dapat tumbuh baik di STP maupun STL sedangkan bentuk massive tumbuh lebih
baik di STL.
Karang berdiameter kurang dari 9 cm dominan pada STP, sedangkan yang
berdiameter lebih dari 9 cm dominan pada STL. Seluruh nilai kepadatan yang
didapat termasuk dalam kategori rendah, kecuali pada STP I lebih tinggi dari yang
lainnya yaitu 1,3697 koloni/m2.
37
5.2. Saran
Terkait dengan kondisi kimia fisik lingkungan yang terpengaruh oleh
adanya karamba dan industri yang berada di dekatnya, perlu dilakukan
pengamatan pertumbuhan, mortalitas, dan karang rekrut baru secara berkala.
38
DAFTAR PUSTAKA
Babcok R, Mundy C. 1996. Coral Recruitment: Consequences of Settlement Choice for Early Growth and Survivorship in Two Scleractinians. J Exp Mar Biol Ecol 206:179-200.
Barnes RSK, Hughes RN. 1999. An Introduction to Marine Ecology. 3rd ed.
London: Blackwell Science Ltd.
Castro P, Huber ME. 2005. Marine Biology. 5th ed. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Clark, S. and Edwards, A.J. (1995). Coral Transplantation as an Aid to Reef
Rehabilitation: Evaluation of a Case Study in the Maldives Islands. Coral Reef 14(4):201-213.
Connell, J.H., Hughes, T.P., Wallace, C.C., 1997. A 30-years Study of Coral Abundance, Recruitment, and Disturbances at Several Scales in Space and Time. Ecol. Monograph. 67(4), 461-488.
Dubinsky, Z. 1990. Ecosystem of the World 25. Coral Reefs. Elseiver. Amsterdam. p 209-252.
Engelhardt, U. 2000. Fine-scale Survey of Selected Ecological Characteristics of Benthic Communities on Seychelles Coral Reefs One Year After the 1998 Mass Coral Bleaching Event. Reefcare International Technical Report to WWF Sweden. p 66.
English S, Wilkinson C, Baker VJ. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. Australian Institute of Marine Science. p 368
Harrison, P.L. and Wallace, C.C. (1990). Reproduction, dispersal and recruitment
of scleractinian corals. In : Dubinzky, Z. (ed.) Coral Reefs. Elsevier Science Publishers. Amsterdam. pp. 133-207.
Hawker DW, Connell DW. 1992. Standards and criteria for pollution control in
coral reef areas. pp: 169-191. didalam: Connel DW, Hawker DW, ed. Pollution in Tropical Aquatic System. CRC Press Inc.
Loch, K, W Loch, H Scumacher, dan Wolf R. See. 2002. Coral Recruitment and
Regeneration on a Maldivian Reef 21 Months After the Coral Bleaching Event of 1998. Marine Ecology. Vol 23(3):219-236.
39
Moulding AL. 2005. Coral recruitment patterns in the Florida Keys. Revista de Biologia Tropical V. 53 supl. 1 San Jose mayo 2005. ISSN 0034-7744
Nybakken JP. 1982. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 245 hal Obura D and G. Grimsditch. 2009. Resilience Assessment of Coral Reefs : Rapid
Assessment Protocol for Coral Reefs, Focussing on Coral Bleaching and Thermal Stress. IUCN. Gland. Switzerland. p 70
Paonganan Y. 2008. Analisis Invasi Makroalga ke Koloni Karang Hidup
Kaitannya dengan Konsentrasi Nutrien dan Laju Sedimentasi di Pulau Bokor, Pulau Pari, dan Pulau Payung DKI Jakarta [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Retraubun ASW, Atmini S, editor. 2004. Profil pulau-pulau kecil di Indonesia.
Jilid 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rudi E. 2006. Rekrutmen Karang (Skleraktinia) di Ekosistem Terumbu Karang
Kepulauan Seribu DKI Jakarta [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sammarco, P.W. 1991. Geographically Specific Recruitment and Postsettlement Mortality as Influences on Coral Communities: The cross-continental shelf transplant experiment. Limnol. Oceanogr. 36(3):496-514.
Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: LIPI Press Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia.
Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Sukarno. 1994. Mengenal Ekosistem Terumbu Karang dalam Materi Khusus Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Soong K, Chen M, Chen C, Dai C, Fan T, Li J, Fan H, Kuo K, Hsieh H. 2003. Spatial and temporal variation of coral recruitment in Taiwan. Journal of Coral Reefs Volume 22 No. 3: p224-228
Veron JEN. 1995. Corals in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
Scleractinian. Townsville: Australian Institut of Marine Science.
Wallace, C.C. (1985). Seasonal peak and annual fluctuations in recruitment of juvenile scleractinian corals. Mar. Ecol. Prog. Ser. 21:280-298.
LAMPIRAN 1 Lembar Kerja Hasil Penelitian 1. Stasiun Terpapar 1
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
49 Acropora Branching Tepi 15 Cm 6,24 17,280 Bulu Babi + Makroalga D4
61 Acropora Encrusting Tengah 16 Cm 8,232 36,126 C6 D5
63 Acropora Encrusting Tengah 17 Cm 5,685 23,162 B5 E4
Acropora Encrusting Tengah 16,5 Cm 6,41 23,442 C6
Acropora Encrusting Tengah 15 Cm 6,262 20,440 C6
Acropora Encrusting Tengah 16,5 Cm 7,343 23,770 C6
67 Acropora Encrusting Tengah 13,5 Cm 7,706 37,394 C6
Acropora Encrusting Tengah 8 Cm 7,906 43,911 C6
68 Acropora Encrusting Tengah 18 Cm 5,482 19,296 C5
Acropora Branching Tengah 16 Cm 8,895 48,339 D6 D5
Acropora Encrusting Tengah 16 Cm 3,446 9,410 D5
69 Acropora Encrusting Tengah 13 Cm 4,1 8,289 D5
Tengah 12 Cm Karang mati
70 Acropora Branching Tengah 13 Cm 7,762 32,749 C6 C4
Acropora Encrusting Tengah 16 Cm 6,352 19,076 E5
Acropora Encrusting Tengah 18 Cm 4,743 11,747 D5
Acropora Encrusting Tengah 15 Cm 7,507 22,561 C6
71 Acropora Branching Tengah 15,5 Cm 6,458 22,857 D6 D3
72 Acropora Encrusting Tengah 28 Cm 6,443 20,965 C6 C5
73 Acropora Encrusting Tengah 22 Cm 5,211 19,905 C6
Acropora Encrusting Tepi 20,5 Cm 4,4 8,525 C6
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
74 Acropora Encrusting Tengah 23 Cm 3,728 8,981 D5
Acropora Encrusting Tengah 14 Cm 8,685 44,691 C6
78 Acropora Branching Tengah 9 Cm 9,511 33,684 C6
92 Acropora Encrusting Tengah 24 Cm 4,433 11,738 C6 C5
94 Acropora Encrusting Tepi 6 Cm 9,525 64,19 C6
95 Acropora Encrusting Tengah 26,5 3,916 10,276 D6 D5
Acropora Encrusting Tengah 11,5 6,419 29,91 D6
Tengah 17 Karang mati
99 Acropora Encrusting Tengah 23 Cm 6,084 29,025 C6
100 Porites Encrusting Tepi Kiri 22 Cm 8,122 48,031 C6
Acropora Encrusting Tengah 19 Cm 3,746 8,374 D3 D2
101 Acropora Branching Tengah 20 Cm 7,568 33,807 C6
Porites Submassive Tepi 19 Cm 12,686 114,852 C6
103 Acropora Branching Tepi Kiri 19,5 Cm 5,499 22,457 C6
Acropora Encrusting Tengah Atas 22 Cm 3,728 9,573 D5
122 Acropora Branching Tengah Atas 36 Cm 5,085 26,955 C5
Acropora Encrusting Bawah Kanan 6,5 Cm 9,978 79,625 D6
123
124 Acropora Encrusting Tengah 40 Cm 7,914 28,52 C6
Pavona Encrusting Tengah Bawah 40 Cm 16,321 134,622 C6
124 Acropora Branching Tengah 5,5 Cm 5,035 14,219 D5
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
125 Acropora Branching Sudut Atas Kiri 40 Cm 6,495 27,441 D5
Acropora Branching Tengah 28.5 Cm 5,531 24,115 C6
Acropora Branching Tengah 12,5 Cm 4,67 10,745 E5
126 Acropora Branching Tengah 24 Cm 3,703 7,575 E5
128 Acropora Encrusting Tengah 4 Cm 7,432 25,393 D5
140 Acropora Branching Tengah 23 3,758 9,291 E4
Acropora Branching Sudut Atas Kanan 36 3,224 7,119 E4
Acropora Branching Tengah 34 3,918 10,232 C6
141 Acropora Branching Tengah 36 3,247 10,169 E5
Acropora Branching Tengah 30 3,443 7,834 C6
Acropora Branching Tengah 34 5,842 14,61 E5
Batas 2007
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
155 Acropora Branching Tepi Sudut 40 3,76 7,127 C5
156 Acropora Branching Tengah 35 15,43 100,328 C4
Acropora Branching Tengah 5 6,596 50,212 D5
157 Acropora Branching Tengah 16 8,25 38,329 C6 E4
Acropora Digitate Tengah 20 3,31 5,695 D4
Acropora Branching Tengah 4 8,316 33,852 C4
158 Acropora Branching Tengah 12,5 8,331 30,009 C5
159 Acropora Branching Tengah 4 7,2 35,907 C4
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Branching Tengah 5 7,871 44,124 C5 D2
164 Acropora Branching Tepi 12,5 6,194 12,903 D3
165 Acropora Branching Tengah 4,5 6,989 28,091 Bulu Babi C5 C3
166 Acropora Branching Tengah 23 7,784 33,556 C3
Acropora Branching Tengah 12 3,51 7,357 E4
167 Acropora Branching Tepi 12 4,517 11,907 Bulu Babi E4
Acropora Branching Tengah Atas 18 10,623 47,038 Bulu Babi E5
168 Acropora Encrusting Tengah 5 3,571 9,4 Bulu Babi C4
170 Acropora Encrusting Tengah 20,5 3,674 7,593 D4
171 Pavona Encrusting Tengah 12 3,923 8,77 D6 D3
173 Acropora Encrusting Tengah 5 1,501 7,136 D6
Acropora Encrusting Tengah 24 3,449 9,336 D5
179 Acropora Branching Tengah 12 5,157 12,923 D4
Acropora Branching Tengah 8 6,283 23,968 D6 D4
180 Acropora Branching Tengah 20 6,588 19,424 D3
183 Acropora Branching Tengah 5 13,908 94,822 E5
Acropora Branching Tengah 35 7,804 36,295 C6 C5
187 Acropora Branching Tengah 21 1,915 6,762 C5
Acropora Branching Tengah 8 5,02 17,804 C6
188 Acropora Branching Tengah 5 6,334 23,087 E4
191 Acropora Branching Tengah 12 5,615 9,721 C4
Acropora Branching Tengah 8 6,339 22,425 C6
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Porites Encrusting Tengah 8 6,842 32,347 E5
Porites Encrusting Tengah 18 5,289 18,798 E5
193 35 Karang mati
38 Karang mati
194 Acropora Branching Tengah 12 5,166 11,568 D5
195 Acropora Branching Tengah 5 4,871 13,908 C5
Acropora Branching Tengah 36 13,554 106,927 D6
Acropora Branching Tengah 21 6,503 31,05 C6
196 Acropora Tabulate Tengah 37 13,389 96,633 C5
197 Porites Encrusting Tengah 37 7,825 39,682 E5
Porites Massive Tengah 17 8,747 65,427 E5
198 Porites Encrusting Tengah 4 7,547 26,498 E4
199 Porites Encrusting Tengah 6 8,923 52,263 E5
200 Acropora Branching Tengah 50 8,648 33,637 C5
202 Acropora Digitate Tengah 30 3,986 10,633 D3
Porites Encrusting Tengah 30 5,411 16,187
203 Acropora Branching Tengah 10,5 5,533 14,95 E5
Acropora Branching Tengah 16 4,113 11,175 C5
4 Karang mati
204 Pavona Encrusting Tepi 7 8,993 52,257 C6
Tengah 27 Karang mati
Tengah 34 Karang mati
207 Acropora Branching Tengah 7 7,149 28,816 E5
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Montipora Encrusting Tengah 40 9,685 35,196 D5
Acropora Branching Tengah 10 14,175 110,865 D5
208 Acropora Tabulate Tengah 23 14,07 104,883 C5
210 Porites Encrusting Tengah 32 7,244 21,204 E5
213 Acropora Tabulate Tengah 7 13,329 109,202 C6
Nusa Resto
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
214 Porites Massive Sudut 46 18,099 207,706 E5
Porites Massive Sudut 23 12,714 82,289 C5
Porites Massive Tengah 33 16,24 143,64 E4
Porites Massive Tengah 19 17,864 170,935 E4
Acropora Branching Tengah 39 8,169 31,888 D5
215 Acropora Branching Sudut 40 12,699 60,548 D5
216 Acropora Branching Tepi 45 4,517 9,496 D4
Acropora Branching Tepi 40 5,3 12,149 D4
Acropora Branching Tengah 11 11,23 41,863 D4
218 Acropora Branching Tengah 20 8,089 26,687 E3
Montipora Encrusting Tengah 10 25,954 353,052 D4
219 Acropora Branching Tepi 45 10,87 46,556 D3
Acropora Branching Tepi 46 13,519 105,656 D4
Acropora Branching Tengah 18 8,135 32,271 D4
Montipora Encrusting Tengah 0 21,327 271,794
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
220 Acropora Tabulate Tengah 36 15,112 105,025 D5
Acropora Tabulate Tengah 16 14,293 73,462 E5
Acropora Tabulate Tengah 38 5,719 21,153 E4
221 Porites Massive Tengah 8 14,876 135,243 E5
222 Acropora Branching Tengah 36 13,944 75,589 C4
Acropora Branching Tengah 33 6,778 22,218 D2
Acropora Branching Tengah 29 6,353 32,764 D2
Acropora Branching Tengah 8 8,227 31,489 B4
Acropora Branching Sudut Kanan 47 10,941 53,72 D2
224 Acropora Branching Tengah 31 16,57 57,713 D4
225 Acropora Branching Tepi 34 15,604 116,603 E4
Acropora Branching Tengah 50 4,806 16,045 D4
Acropora Branching Tengah 12 5,254 15,044 E4
226 Acropora Tabulate Tepi 50 30,567 645,977 C5
Acropora Tabulate Tepi 48 13,439 62,06 Tertutup Karang C6
Acropora Branching Tengah 19 7,15 12,958
Porites Encrusting Tengah 16 6,858 23,059 B3
Acropora Branching Tepi 16 8,174 37,33 E4
Porites Massive Tengah Kanan Tepi 10 8,688 31,674 E5
227 Acropora Tabulate Tengah 21 10,306 56,925 C5
Tengah 22 Karang mati
228 Acropora Tabulate Sudut 40 8,077 39,346 C4
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Sudut 40 Karang mati
Acropora Branching Tengah 40 5,739 16,279 E4
Acropora Branching Tengah 42 3,889 10,732 D4
Acropora Branching Tengah 42 4,446 11,35 E4
229 Acropora Encrusting Tengah 10 6,643 28,004 E5
Acropora Branching Tengah 50 7,159 42,184 E5
Montipora Encrusting Sudut Kiri Bawah 15 14,621 132,214 E4
Acropora Branching Tengah 52 6,595 29,635 E5
231 Montipora Encrusting Sudut 4 30,176 430,265 E4
232 Acropora Branching Tengah 50 8,365 60,858 C6 C5
Acropora Branching Tepi 53 7,559 24,562 E4
Acropora Branching Tengah 58 5,819 17,143 C2
233 Acropora Tabulate Tengah 38 15,14 132,963 C5
Acropora Tabulate Sudut 54 12,629 80,398 C5
234 Acropora Tabulate Tengah 30 7,658 25,916 E4
Acropora Branching Tengah 33 6,99 24,812 D4
Acropora Branching Sudut 46 5,459 14,014
Acropora Branching Tepi Bawah 46 6,984 32,092 D4
235 Acropora Branching Tengah 51 7,555 24,366 E4
236 Acropora Tabulate Tengah 40 11,463 98,998 C4
Acropora Tabulate Tengah 17 5,677 16,537 C5
Acropora Branching Tengah 18 5,753 15,799 C3
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Encrusting Sudut 53 6,324 17,367
237 Acropora Tabulate Sudut 48 21,482 238,867 E4
238 Acropora Tabulate Tengah 28 6,012 25,413 D4
Acropora Tabulate Tengah 17 11,492 98,541 D5
Acropora Tabulate Tengah 13 11,145 77,214 E4
239 Acropora Tabulate Tepi 35 26,739 399,527 C4
240 Acropora Tabulate Sudut Kiri 28 10,33 53,477 C5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 18 12,513 89,051 C6
Acropora Tabulate Sudut 50 22,009 222,898 C5
241 Acropora Branching Sudut Kiri 43 20,54 164,069 D5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 31 13,937 112,729 C5
Acropora Branching Sudut Kanan 50 10,796 66,109 D4
242 Acropora Branching Sudut Kiri 13 4,962 15,511 E5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 14 35,392 723,029 C5
243 Acropora Branching Sudut Kiri 18 7,813 26,059
Porites Encrusting Sudut Kiri 7 15,442 143,096 C6
Porites Encrusting Sudut Kanan 5 14,233 101,992 D5
244 Acropora Tabulate Sudut Kiri 50 12,1 210,739 Bulu Babi C5
245 Acropora Branching Sudut Kiri 5 8,69 30,54 D6
Acropora Branching Sudut Kanan 45 6,899 26,351 E4
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Tabulate Tengah 25 7,184 22,937 C2
Acropora Branching Sudut Kiri 50 6,637 24,139 D3
246 Acropora Tabulate Tengah 10 13,131 116,22 C6
Acropora Tabulate Sudut Kiri 13 24,224 328,621 D4
Acropora Tabulate Sudut Kanan 48 19,286 155,522 D5
247 Acropora Tabulate Tengah 50 21,403 265,666 D6
248 Acropora Branching Sudut Kiri 45 8,465 46,913 C3
249 Porites Massive Tengah 45 17,018 152,674 Ungu
Acropora Branching Tengah 17 14,246 80,869 C5
Acropora Branching Tengah 50 6,327 18,821 C6
Acropora Branching Sudut Kiri 55 4,737 10,054 D4
250 Acropora Tabulate Tengah 28 19,513 230,462 D2
Acropora Tabulate Tengah 30 10,296 68,252 D5
Acropora Tabulate Tengah 20 7,998 52,897 D5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 35 8,503 51,032 D5
251 Porites Massive Sudut Kiri 40 15,223 172,014 Ungu
Acropora Branching Tengah 52 8,494 35,892 E4
252 Acropora Tabulate Sudut Kiri 20 19,004 222,825 C5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 42 33,835 288,633 D5
Acropora Tabulate Sudut Kanan 40 9,115 51,386 D5
255 Acropora Tabulate Sudut Kiri 40 11,307 61,355 C4
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Tabulate Sudut Kiri 46 9,901 42,021 C4
Acropora Branching Sudut Kiri 42 17,226 121,095 D4
256 Porites Massive Sudut Kanan 18,5 16,236 180,281 C6
258 Acropora Tabulate Tengah 33 7,116 29,23 D5
Acropora Tabulate Tengah 25 15,229 124,251 C5
Acropora Tabulate Tengah 31 7,804 31,306 D5
262 Porites Massive Tengah 40 13,629 108,409 C5
Acropora Tabulate Tengah 30 32,084 379,472
Acropora Tabulate Tengah 28 12,221 72,809
2. Stasiun Terlindung 1
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2) Keterangan
Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
136 Acropora Branching Tepi Kiri 12 9,021 46,029 C6
142 Acropora Branching Tepi Kanan 7 8,051 24,37 C5
151 Acropora Branching Tepi Kanan 35 20,174 203,214
Acropora Encrusting Tepi Kiri 35 8,622 50,585 C6
155 Acropora Branching Tepi Kiri 18 8,622 50,585 C6
158 Acropora Branching Tepi Kiri 17 6,802 25,377 E5
159 Acropora Branching Bawah 8 9,616 61,434 C6 D5
173 Acropora Encrusting Tengah Bawah 12 5,245 18,31 C6 C2
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2) Keterangan
Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Branching Sudut Kiri 42 6,177 22,671 C6
174 Acropora Encrusting Tengah Bawah 2 11,499 50,959 C6
180 Porites Massive Tepi Kiri 41 7,005 23,133 E5
188 Acropora Branching Tepi Kiri 7 6,746 12,671 C6
204 Acropora Branching Tepi Kiri 38 11,357 58,419 D5
212 Acropora Branching Tengah 9 13,499 67,563 D5
215 Acropora Branching Tengah 2 4,852 12,158 C6
Acropora Branching Tepi Atas 15 16,012 68,947 D5
Nusa Resto
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2) Keterangan
Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
225 Acropora Branching Sudut Kiri 15 5,731 11,143 C5
Porites Massive Sudut Kiri 20 15,837 185,927 D6
Acropora Branching Tengah 23 6,746 12,671 C6
Sudut Kanan 28 Karang mati
236 Acropora Branching Sudut Kanan 32 20,174 203,214
Acropora Branching Tepi 34 11,357 58,419 D5
237 Acropora Branching Tengah 19,5 13,499 67,563 Bulu Babi D5
238 Acropora Branching Sudut Kanan 25 4,852 12,158 Bulu Babi D6
239 Montipora Encrusting Sudut Kiri 18 20,639 279,496 E5
242 Acropora Branching Sudut Kiri 27 17,541 182,86 Bulu Babi B6
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2) Keterangan
Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
Acropora Branching Sudut Kiri 5 13,725 97,905 Bulu Babi B5
243 Acropora Tabulate Tengah 33 18,31 217,008 Bulu Babi
245 Acropora Branching Sudut Kanan 18 4,852 12,158 C6
Acropora Branching Tengah 29 13,499 67,563 D5
247 Acropora Tabulate Sudut Kanan 30 12,232 81,461 C6
261 Acropora Branching Tengah 24 13,499 67,563 D5
262 Acropora Branching Sudut Kanan 16 4,852 12,158 D6
Acropora Branching Sudut Kanan 25 16,012 68,947 E5
Acropora Tabulate Sudut Kiri 36 12,232 81,461 C6
268 Acropora Tabulate Tengah 26 13,725 97,905 B5
273 Acropora Tabulate Sudut Kiri 28 17,541 182,86 B6
276 Acropora Tabulate Sudut Kiri 24 18,31 215,37
3. Stasiun Terpapar II
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
37 Montipora Encrusting Tepi Kiri 11 20,639 279,496 E6
117 Acropora Tabulate Sudut Kiri 20 13,725 97,905 B5
123 Acropora Tabulate Sudut Kanan 5,5 12,232 81,461 C6
145 Acropora Tabulate Tengah 19 17,541 178,245 B6
Lampiran 1. Lanjutan
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
146 Acropora Tabulate Tengah 23 18,31 215,37 Pink
210 Porites Massive Sudut Kanan 4 15,837 177,921 D6
231 Porites Encrusting Sudut Kanan 4 9,306 60,215 C6
239 Favia Submassive Tepi Kanan 37 10,751 62,458
250 Porites Submassive Tepi Kanan 12 11,366 73,446 C6
4. Stasiun Terlindung 2
No Batu
Genus Lifeform Tempat Menempel Jarak Dari
Dasar (cm) Diameter
(cm) Luas (cm2)
Keterangan Kesehatan Karang
Vertikal Horizontal Darkest Lightest
212 Porites Encrusting Sudut Kanan 4 9,306 60,215 C6
220 Porites Encrusting Sudut Kanan 16,5 11,366 73,446 Bulu Babi C6
234 Goniastrea Massive Sudut Kanan 34,5 5,083 18,467 C5 B3
236 Acropora Tabulate Sudut Kiri 25 11,581 86,949 Bulu Babi C6
265 Sudut Kanan 15 Karang mati
L
A
M
P
LAMPIRAN
Acropora
Montipora
Pavona (ben
N 3 Gambar
ntuk Encrust
genus karan
ting)
ng dan bentu
Por
Go
Fav
uk pertumbuh
rites
oniastrea
via (bentuk S
han
Submassive)
56
)
57
Bentuk Branching Bentuk Tabulate
Bentuk Digitate
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Juni 1989. Penulis adalah
putra dari Almarhum Bapak Arief Rivay dan Ibu Mustika
Maya Kencana. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2007 Penulis menyelesaikan Pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2007
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu dan Teknologi
Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah
menjadi Ketua PORIKAN tahun 2009, Wakil Ketua PORIKAN tahun 2010,
Angota Divisi Litjak Himiteka tahun 2008-2009, Angota Divisi PSDM Himiteka
tahun 2009-2010, dan Anggota Divisi PBOS BEM FPIK 2008-2010. Selain itu
penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Selam Ilmiah tahun
2009 dan Ekologi Laut Tropis 2011.
Untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Rekrutmen Karang pada Substrat Batu di
Gosong Pramuka, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”