REKONSTRUKSI METODOLOGI KRITIK TAFSIR:...

of 51 /51
REKONSTRUKSI METODOLOGI KRITIK TAFSIR: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa> yed (1936-1999 M) Oleh: Muhammad Ulinnuha NIM: 10.3.00.1.05.08.0025 Promotor: Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawwar, MA. Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Embed Size (px)

Transcript of REKONSTRUKSI METODOLOGI KRITIK TAFSIR:...

  • i

    REKONSTRUKSI

    METODOLOGI KRITIK TAFSIR: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa>yed (1936-1999 M)

    Oleh:

    Muhammad Ulinnuha

    NIM: 10.3.00.1.05.08.0025

    Promotor:

    Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawwar, MA.

    Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA.

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1436 H/2015 M

  • ii

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Alh}amdulilla>h, puji syukur ke hadirat Allah Swt. Karena berkat ‘ina>yah, rahmat dan hidayah-Nya, penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak luput penulis curahkan keharibaan sang penafsir

    sekaligus ‘kritikus’ tafsir Al-Qur’an, Nabi Muhammad Saw, beserta para

    keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

    Jamak diketahui bahwa Al-Qur’an telah melahirkan sejumlah teks

    turunan yang luar biasa. Teks turunan ini dikenal dengan literatur tafsir.

    Kitab-kitab tafsir tersebut tidak sekadar jumlahnya yang banyak, tapi juga

    corak, pendekatan dan bentuk metode yang dipakai penulisnya pun beragam

    dan berbeda-beda.

    Keberagaman karya tafsir ini di satu sisi sangat membanggakan, tapi

    di sisi lain memprihatinkan. Membanggakan, karena dibanding kitab suci

    lain, hanya Al-Qur’an-lah yang memiliki tafsiran paling banyak dan

    beraneka macam. Memprihatinkan, sebab diantara sejumlah karya tersebut,

    penafsirannya banyak yang dibangun di atas pondasi kepentingan mufasir.

    Mulai dari kepentingan ideologis, ekonomi, politik, sains dan seterusnya.

    Universalitas dan komprehensifitas Al-Qur’an, ketika didekati dan

    ditafsiri dengan basis kepentingan-kepentingan subjektif mufasir, tentu akan

    tercerabut dan pada tahap tertentu akan hilang. Kekhawatiran akan

    tercerabutnya universalitas dan komprehensivitas Al-Qur’an ini, coba

    dijawab oleh sebagian intelektual dengan mengetengahkan metode kritik

    tafsir Al-Qur’an. Salah satu yang menawarkan metode kritis tersebut adalah

    ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed dengan teori kritik tafsir infiltratif (al-dakhi>l)-nya. Hanya saja, tawaran metode kritis Fa>yed ini masih menyisakan

    permasalahan, terutama pada sisi sistematika dan struktur metodisnya.

    Karena itu, penulis tertarik untuk meneliti, menyelami dan menghirup

    aroma kritis Fa>yed itu dengan pisau analisis dan pendekatan ilmu-ilmu

    kontemporer, terutama teori kritik hadis, kritik sastra dan hermeneutika

    objektif. Walhasil, penelitian dengan tajuk ‚Rekonstruksi Metodologi Kritik Tafsir‛ ini pun berhasil dipersembahkan ke hadapan sidang pembaca yang

    budiman.

    Dalam penyelesaian penulisan disertasi ini, tentu tidak lepas dari

    bantuan dan kontribusi banyak pihak. Untuk itu sudah selayaknya penulis

    menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada

    semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian disertasi ini,

    baik secara moril maupun materil, langsung maupun tidak langsung.

    Wabilkhusus, untaian terimakasih dan penghargaan tersebut penulis sampaikan kepada:

  • iv

    Pertama, Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawwar, MA. dan Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA., selaku Promotor, yang telah memberikan arahan dan

    bimbingan yang sangat berharga bagi penulis. Di sela-sela kesibukan beliau

    berdua yang sangat padat, tak sedikit pun mengurangi keseriusan dan

    kesungguhan dalam melakukan koreksi dan pengarahan untuk penulisan

    disertasi ini.

    Kedua, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang telah menyuntikkan beragam kebijakan baru

    menuju pencapaian riset yang berkualitas.

    Ketiga, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., (Rektor UIN Jakarta Periode 2010-2014), dan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (Rektor UIN Jakarta

    Periode 2015-2019) yang telah memberikan warna dan iklim akademik yang

    kondusif bagi pembentukan kajian keislaman dan wawasan global, melalui

    berbagai kebijakan strategis yang diambil.

    Keempat, Deputi Sekolah Pascasarjana, Prof. Dr. Suwito, MA., dan Dr. Yusuf Rahman, MA., beserta seluruh staf administrasi, umum dan

    pustaka, khususnya Bu Imah, Bang Adam dan segenap staf SPs UIN Jakarta,

    yang telah memberikan layanan, bantuan dan dukungan dalam komitmen

    profesionalitas akademik yang tinggi.

    Ketujuh, segenap Guru Besar dan dosen SPs UIN Jakarta yang dengan tulus ikhlas telah mengajar, mencurahkan ilmu dan ide-ide kritisnya

    kepada penulis. Wabilkhusus, Prof. Yunan Yusuf, MA., Prof. Zainun Kamal, MA., Prof. Nazarudin Umar, MA., Prof. Ahmad Thib Raya, MA., Prof.

    Salman Harun, MA., Prof. Dr. M. Ishom Yusqi, MA., Prof. Dr. Atho

    Muzhor, MA., Prof. Abdul Mujib, MA., Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dr.

    Suparto, MA. dan segenap dosen Pascasarjana yang telah memberikan

    curahan ilmu dan gagasan yang sangat brilian sehingga berhasil

    mengantarkan penulis menyelesaikan studi doktoral ini.

    Kedelapan, Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta Periode 2009-2014, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA., dan Rektor IIQ Jakarta

    Periode 2014-2018, Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA., serta segenap

    jajaran pimpinan kampus yang telah memberikan izin dan dukungan kepada

    penulis untuk menyelesaikan program doktor di SPs UIN Jakarta. Juga

    kepada segenap karyawan, dosen dan civitas akademika IIQ Jakarta yang

    telah memberikan suntikan doa dan support kepada penulis.

    Kesembilan, tak lupa, penulis sampaikan terima kasih juga kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Kementerian Agama Republik

    Indonesia yang telah memberikan fasilitas Beasiswa Studi (BS-2010),

    sehingga penulis dapat menyelesaikan program ini, walau agak sedikit

    molor dari jadual yang ditetapkan. Selanjutnya, ucapan terimakasih juga

    penulis sampaikan kepada teman-teman BS-10, Kang Suprapto, Kang Nurul

    Huda, Keh Musholly Ready, Pak Ali Mursyid, Kang Nurjannah, Pak Eva

  • v

    Nugraha, Pak Arifullah dan semua teman yang tidak mungkin disebutkan

    namanya satu persatu. Kalian semua adalah sahabat-sahabat terbaik, semoga

    kebersamaan kita dalam mengasah ketajaman intelektual terus berlanjut dan

    mendatangkan manfaat untuk bangsa ini.

    Teman-teman alumni Pesantren Tarbiyatut Tholabah di Jakarta

    yang tergabung dalam WASIAT Jakarta, teman-teman diskusi di Al-Ghazali

    Center (almarhum), teman-teman seperjuangan di STAINU Jakarta, teman-

    teman diskusi di PSPP, teman-teman Pendidikan Kader Mufasir (PKM)

    Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), khususnya angkatan 2010 dan jama’ah

    pengajian Nurul Hasanah PBR. Juga kepada Kang Dr. Sahiron Syamsuddin

    yang secara ikhlas telah memberikan masukan dan membagi file buku-buku

    tentang hermeneutika secara gratis. Mas brow Hamam Faizin yang telah membantu nge-proof beberapa bagian dari tulisan ini. Doa, dorongan dan support Bapak/Ibu/Sdr/i semua adalah obat paling mujarab sekaligus motivasi luar biasa bagi penulis dalam proses penyelesaian disertasi ini.

    Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis juga menyampaikan

    sungkem ta‘z}i>m dan terima kasih yang seagung-agungnya kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Husnan Utsman dan Ibunda Musyariah, yang

    tak henti-hentinya berdoa dan memberikan motivasi serta dukungan kepada

    penulis. Semoga di usia beliau yang sudah senja, beliau berdua senantiasa

    diberikan kesehatan dan keberkahan hidup oleh Allah Swt. Kepada Bapak

    dan Ibu Mertua penulis, M. Yasin (alm) dan Siti Maryam, juga kepada

    istriku tercinta, Yulianti, M.Si., yang telah memberikan dukungan, doa dan

    cinta kasihnya. Terimaksih sayang atas pengertian, pengorbanan, dan support yang selalu engkau berikan. Engkau telah memancarkan energi positif di saat aku kehabisan semangat untuk merampungkan penulisan

    disertasi ini.

    Kepada kedua putra/putriku, Kaisa Fadhlillah (Icha) dan M. Zidny

    Atho’illah (Zidny), kalian adalah permata hati ayah. Waktu ayah untuk

    kalian banyak tersita demi penyelesaian disertasi ini. Pedih rasanya nak, tapi itulah kehidupan. Ada hal yang harus ‘dikorbankan’ sementara waktu, demi

    menggapai kebahagiaan selanjutnya. Namun, percayalah wahai anak-

    anakku, dari relung hati yang paling dalam, ayah selalu berdoa untuk kalian,

    semoga apa yang ayah lakukan ini dapat memacu kalian untuk menimba

    ilmu sedalam dan setinggi mungkin. Yang lebih penting dari itu semua,

    semoga kemudahan dan keberkahan hidup selalu menyelimuti kalian semua

    anak-anaku sayang.

    Tak lupa kepada adik-adikku, Lailatul Fawaidah, M. Asy’ari dan

    istrinya, Zahra, beserta putrinya, Aisyah Aqela, juga kepada adik-adik

    iparku, Ita dan suaminya, Cecep beserta kedua putrinya, serta Jamal, Dede,

    dan Moyya Tahra. Semoga doa dan dukungan adik-adik sekalian dibalas

  • vi

    oleh Allah Swt dengan pahala yang agung, dan capaian penulis ini menjadi

    pemantik semangat kalian untuk menggapai cita-cita yang lebih tinggi.

    Akhirnya, untaian terima kasih juga penulis sampaikan kepada

    semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu namanya

    dalam lembaran kertas yang terbatas ini. Penulis hanya dapat meyampaikan

    doa; Jaza>kumulla>h Ah}san al-Jaza>’. Semoga Allah membalas amal baik kita semua dengan balasan yang jauh lebih baik.

    Terakhir, kendatipun penulisan disertasi ini telah dilakukan dengan

    proses yang hati-hati dan teliti serta melibatkan berbagai pihak, baik dalam

    maupun luar negeri, namun penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak akan

    luput dari kesalahan dan kekuarangan. Karena itu, penulis selalu terbuka

    menerima masukan dan saran konstruktif dari pembaca, demi perbaikan dan

    penyempurnaan disertasi ini ke depan. Akhirnya, penulis berharap semoga

    Allah Swt senantiasa melimpahkan keberkahan dan kemanfaatan atas

    disertasi ini. Amin.

    Di penghujung malam tahun baru

    Puri Bintaro Residence, Serua Indah

    Ciputat, 1 Desember 2015

    Ttd.

    Muhammad Ulinnuha

  • vii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Muhammad Ulinnuha

    NIM : 10.3.00.1.05.08.0025

    Tempat Tugas : Fak. Ushuluddin, Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

    Alamat : Puri Bintaro Residence I Blok D-27 Rt. 007/004 Serua

    Indah, Ciputat, Tangerang Selatan 15414.

    menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi dengan judul ‚Metodologi

    Kritik Tafsir: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa>yed (1936-1999 M)‛ adalah hasil karya penulis pribadi, bukan hasil plagiasi, kecuali kutipan-kutipan

    yang disebutkan sumbernya atau atas petunjuk para pembimbing. Jika di

    kemudian hari terbukti tidak benar, maka sepenuhnya akan menjadi

    tanggungjawab penulis dan bersedia gelar akademiknya dibatalkan sesuai

    dengan peraturan yang berlaku.

    Ciputat, 30 Januari 2015

    Muhammad Ulinnuha

  • viii

  • ix

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Setelah diadakan pembimbingan dan melalui rangkaian Ujian Works in Progress (WIP) serta Ujian Pendahuluan dan perbaikan sesuai dengan saran Pembimbing dan Tim Penguji, maka disertasi dengan judul ‚Metodologi Kritik

    Tafsir: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa>yed (1936-1999 M)‛ yang disusun oleh:

    Nama : Muhammad Ulinnuha

    NIM: : 10.3.00.1.05.08.0025

    Konsenterasi : Tafsir Hadis

    telah disetujui untuk diajukan pada Ujian Terbuka (Promosi) di Sekolah

    Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Januari 2015

    Promotor,

    Prof. Dr. Said Agil Husin al-Muanawwar, M.A.

  • x

  • xi

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Setelah diadakan pembimbingan dan melalui rangkaian Ujian Works in Progress (WIP) serta Ujian Pendahuluan dan perbaikan sesuai dengan saran Pembimbing dan Tim Penguji, maka disertasi dengan judul ‚Metodologi Kritik

    Tafsir: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa>yed (1936-1999 M)‛ yang disusun oleh:

    Nama : Muhammad Ulinnuha

    NIM: : 10.3.00.1.05.08.0025

    Konsenterasi : Tafsir Hadis

    telah disetujui untuk diajukan pada Ujian Terbuka (Promosi) di Sekolah

    Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Januari 2015

    Promotor,

    Prof. Dr. Hamdani Anwar, M.A.

  • xii

  • xiii

    PERSETUJUAN TIM PENGUJI

    Setelah diadakan pembimbingan dan melalui rangkaian Ujian Works in Progress (WIP), Ujian Pendahuluan serta perbaikan sesuai dengan saran Pembimbing dan Tim Penguji, maka disertasi dengan judul ‚Metodologi Kritik

    Tafsir: Studi Buku al-Dakhi>l Karya Fa>yed (1936-1999 M)‛ yang disusun oleh Sdr. Muhammad Ulinnuha (NIM: 10.3.00.1.05.08.0025), telah disetujui untuk

    diajukan pada Ujian Terbuka (Promosi) di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Januari 2015

    TIM PENGUJI:

    1. Prof. Dr. SUWITO, MA (………………………………)

    (Ketua Sidang/merangkap Penguji) Tanggal:

    2. Prof. Dr. AHMAD THIB RAYA, MA (………………………………)

    (Penguji 1) Tanggal:

    3. Prof. Dr. SALMAN HARUN, MA (………………………………)

    (Penguji 2) Tanggal:

    4. Prof. Dr. M. ISHOM YUSQI, MA (………………………………)

    (Penguji 3) Tanggal:

    5. Prof.Dr.SAID AGIL AL-MUNAWAR, MA (………………………………)

    (Pembimbing/merangkap Penguji 1) Tanggal:

    6. Prof. Dr. HAMDANI ANWAR, MA (………………………………)

    (Pembimbing/merangkap Penguji 2) Tanggal:

  • xiv

  • xv

    ABSTRAK

    Disertasi ini menunjukkan bahwa kritik evaluatif-rekonstruktif atas

    tafsir dapat merevitalisasi objektivitas pemahaman terhadap kitab suci (Al-

    Qur’an). Maka, rekonstruksi dan strukturisasi metodologi kritik tafsir sangat

    urgen dilakukan, agar produk-produk penafsiran dapat dianalisis secara

    akademis, sistematis dan ‘objektif’. Disertasi ini pun menawarkan kaidah al-naqd li al-taqyi>m wa i‘a>dat al-bina>’ la> li al-tah}ki>k wa al-ifna>’ (kritik evaluatif-rekonstruktif, bukan dekonstruktif-destruktif).

    Disertasi ini sependapat dengan teori kritik inh}ira>f al-Dhahabi> (1915-1977 M). Bedanya, jika dalam penelitian ini mengupas secara luas tentang

    desain dan prinsip-prinsip metodologi kritik ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed (1936-1999

    M) dan proses rekonstruksinya, maka dalam buku al-Dhahabi> secara spesifik

    mengkritisi berbagai penyelewangan (inh}ira>fa>t) penafsiran yang dilakukan beberapa sekte dan aliran Islam. Disertasi ini juga sama dengan teori

    hermeneutika objektifnya Schleiermacher (1768–1834 M) yang menekankan

    pencarian makna asal teks. Sehingga perlu disusun metodologi kritik agar

    makna tersebut tetap terjaga orisinalitasnya. Penelitian ini juga mendukung

    teori kritik sastra Ami>n al-Khu>li> (1895-1966 M). Hanya saja al-Khu>li> lebih

    spesifik mengkaji tentang kritisisme penafsiran dengan pendekatan sastra.

    Sementara disertasi ini berupaya merekonstruksi, merestrukturisasi dan

    melengkapi penelitian yang digagas Fa>yed dengan menambah variabel

    metodologi kritik yaitu kritisisme terhadap penafsir (al-mufassir), metodologi dan produk (content) penafsiran. Tawaran metodologis ini peneliti sebut dengan teori kritik tafsir evaluatif-rekonstruktif.

    Penelitian ini berbeda dengan teori hermeneutika Gadamer (1900–2002

    M) yang memperlakukan teks sebagai barang mati, sehingga harus dibaca dan

    dipahami dengan memproduksi makna baru yang sejalan dengan keinginan

    pembaca. Disertasi ini juga berseberangan dengan Nas}r H{a>mid Abu> Zayd

    (1943-2010) yang berasumsi bahwa Al-Qur’an adalah produk budaya (muntaj al-thaqa>fah), sehingga ia harus ditafsiri sesuai ruang dan waktu di mana sang mufasir itu hidup.

    Adapun sumber primer penelitian ini adalah buku al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m Karya ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed (1936-1999 M). Sedangkan pambacaan terhadap sumber dilakukan dengan metode content analysis yang diadaptasi dari Klaus Krippendorff (l. 1932 M). Agar mendapatkan sebuah gambaran serta hasil yang ilmiah dan komprehensif

    mengenai bangunan metodologi kritik tafsir rekonstruktif, maka penelitian ini

    memakai pendekatan sejarah (historical approaches), fenomonologis, psikologis, kritik sastra, kritik hadis dan hermeneutika objektif.

  • xvi

    ABSTRACT

    This dissertation results that evaluative-reconstructive critics on

    qur’anic the interpretation (tafsir) can revitalize the ‘objectivity’ of

    understanding Qur'an. Therefore, the reconstruction and structuring on tafsir

    methodology criticism is a must to analyze tafsirs academically, systematically

    and 'objectively'. In this context, this disertation offers principle al-naqd li al-taqyi>m wa i'a>dat al-bina>' la> li al-tah}ki>k wa al-ifna>' (evaluative-reconstructive criticism, not deconstructive-destructive one).

    This dissertation is similar to the theory inh}ira>f of al-Dhahabi> (1915-1977 AD) in his book, al-Ittija>ha>t al-Munh}arifah. But, in this research examines widely on the design and principles of methodology criticism, and its

    reconstruction process of 'Abd al-Wahha>b Fa>yed (1936-1999 AD). While al-

    Dhahabi> specifically criticized various known aberration (inh}ira>fa>t) of interpretations of some Islamic sects and mazhabs. This dissertation is also in

    line with the theory of objective hermeneutic’s Schleiermacher (1768-1834

    AD) that emphasized searching the the original meaning of texts. According to

    him, it is necessary to arrange the criticism of methodology to maintain the

    originality of meaning. This dissertation is also in line with the theory of

    literary criticism’s Ami>n al-Khu>li> (1895-1966 AD). Al-Khu>li> examined more

    interpretation by the literary approach. While this disertation tries to

    reconstruct and complete Fa>yed’s idea by adding the variable of methodology

    criticism that is criticism of the interpreter (al-mufassir) and the methodology and product interpretation (al-tafsi>r). This methodological offering is called as the criticism of reconstructive interpretation.

    This dissertation differs from Gadamer (1900-2002 AD) theory of

    hermeneutics that deal with the text as dead thing, so that the text must be read

    and understood by producing new meanings that are in line with the interests of

    readers. It also differs from Nas}r H{a>mid Abu> Zayd (1943-2010 AD)

    methodology of interpretation stating that the Qur'an is a cultural product

    (muntaj al-thaqa>fah) so it must to be interpreted according to the space and the time of the mufasirs.

    The primary sources of this dissertation is al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur'a>n al-Kuri>m by 'Abd al-Wahha>b 'Abd al-Wahha>b Fa>yed (1936-1999 AD). While analysis on resources will be done by the method content analysis that was

    adapted from Klaus Krippendorff (b. 1932 AD). To get a clearer portrait, comprehensive and scientific results of reconstructive criticism of

    interpretation, then this research implies historical, fenomenologic, literary,

    psychological, hadith criticisms and also objective hermeneutics.

  • xvii

    ملخع البحح

    ن الوكد الجكّّمُ خبجت ًذى الرصالة ا

    الجكٍِمُ للجفشّر ِمنن ثوطّؿ الفٌم المٍؽٍغُ للن جاب وان)

    ثحلّو الجفشّر ثحلّال للدارصّن لذا، فإغادة بواء موٌرّة الوكد للجفشّر مٌم زدا هُ ِشٌو . (الكرا

    هادِمّا وموٌرّا و ن ". مٍؽٍغّا"ا

    ا ِؾا مبدا

    ـروحة ثكّدم ا

    الوكد للجكّّم وإغادة البواء، ل "وًذى ال

    ".للجحنّم واإلفواء

    ـروحة مماخلة لوظرِة هكد فُ ه جابي ( م1977-1915)الجُ لدمٌا حشّن الذًبُ " الهحراف"وًذى ال

    ن ًذى الدراصة ثبحح غن هفاق موٌرّة الثراًات الموحرفة فَ الجفشّر، بحّح ن الخالف ِكع فُ ا

    اوإغادة الوظر فٌّا، بّوما وزي ه جاب الذًبُ ( م1999-1936)ومبادئ هكد الجفشّر غود غبد الًٍاب فاِد

    ـروحة مع هظرِة . اهجكاداثي لجفشّر بػؼ الفٍائ ف والجّارات اإلصالمّة وفُ هفس الٍلت اثفكت ًذى ال

    غلُ ( م1834-1768)الٌرموٍّـّكا المٍؽٍغّة ل طالِرماخر ًمّة البحح غن المػوَ ال

    الذي ِؤهد غلَ ا

    غالجي لّف موٌذ الوكد للحفاظ غلَ ا

    ِؾا موشرم مع . للوع، هما ِحح غلَ ؽرورة ثا

    وًذى الدراصة ا

    مّن الخٍلَ دبُ ل

    ل ه دّرا إلَ دراصة الجفشّر من موظٍر الوكد ( م1966-1895)هظرِة الوكد ال

    الذي ا

    ـروحة إلَ إغادة بواء هظرِة هكد الدخّو الذي ـرحٌا غبد الًٍاب فاِد، دبُ، بّوما ثشػَ ًذى ال

    ال

    . إؽافة موٌا إلَ ثكدِم ـرِكة الوكد من زٌة المفشر ومن زٌة موٌرّجي ومن زٌة مؾمٍن ثفشّرى

    وِو الذاثُ ل غادامّر الذي ِػامو الوع هطُء ( م2002-1900)وثخجلف ًذى الدراصة من هظرِة الجا

    و المفشر فٌم من خالل إهجاج مػوَ زدِد ِجفق مع رغبات الكارئ ا ُِ و

    كرا ُِ ن

    . زامد ومّت، لذلم ِرب ا

    بٍ زِد ِؾا هظرِة هػر حامد ا

    ن ًٍ موجذ خكافُ، ف ال بد لي ( م2010-1943)هما غاِرت ا

    ن الكرا

    الكائو با

    ثفشّرا ِجواصب مع المنان والزمان الذي هان ِػّض فّي المفشر بغؼ الوظر غن خلفّة من ثفشّرى .الوزول وغػر الوبٍة ولدصّة الن جاب

    صاصُ لٌذا البحح فٌٍ ه جاب ما المػدر ال

    ن النرِم"وا

    لػبد الًٍاب غبد " الدخّو فُ ثفشّر الكرا

    ًذا الن جاب بفرِكة ثحلّو المحجٍى المكجبس من هالوس( م1999-1936)الًٍاب فاِد ، بحّح ِكرا

    وللحػٍل غلَ هظرة غامة فؾال غن هجائذ المػلٍمات الػلمّة وظاملة غلَ . ( م1932. و)هرِفودورف ، (الظاًراثّة)إغادة بواء موٌرّة هكد الجفشّر، اصجخدم ًذا البحح الموٌذ الجارِخُ، والفّوٍمّوٍلٍزّا

    دبُ، وهكد الحدِح والٌرموٍّـّكا المٍؽٍغّة للمكاربة .وغلم الوفس الفشٍّلٍزُ، والوكد ال

  • xviii

  • xix

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    A.Konsonan

    b = ب

    t = ت

    th = ث

    j = ج

    h{{{{ = ح

    kh = خ

    d = د

    dh = ذ

    r = ر

    z = ز

    s = س

    sh = ش

    s} = ص

    d{ = ض

    t{ = ط

    z{ = ظ

    ع = ‘

    gh = غ

    f = ف

    q = ق

    k = ك

    l = ل

    m = م

    n = ن

    h = ه

    w = و

    ء = ’

    y = ي

    B. Vokal

    1. Vokal Tunggal

    Tanda Nama Huruf Latin Nama

    fath}ah a A ـــَـ

    kasrah i I ــــِـ

    ُـ d}ammah u U ــــ

    2. Vokal Rangkap

    Tanda Nama Gabungan Huruf Nama

    ى َ... fath}ah dan ya>’ Ay a dan y

    و َ... fath}ah dan wawu Aw a dan w

    Contoh: َسين ل H{usayn : حُـ H{awl : َحوْـ

  • xx

    C. Panjang (Madd)

    Tanda Nama Huruf Latin Nama

    fath}ah dan alif a> a dan garis di atas ـــَـا

    kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas ــــِـي

    d}ammah dan wawu ū u dan garis di atas ــــُـو

    D. Ta>’ Marbu>t}ah ( ( ت ) dan Mabsu>t}ah ( ة

    Transliterasi ta>’ marbu>t}ah ditulis dengan ‚h‛ baik dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak. Contoh: مرأة : mar’ah, مدرسة : madrasah,

    المنورة المدينة : al-Madi>nah al-Munawwarah. Adapun ta>’ mabsu>t}ah ditulis dengan ‚t‛ baik dirangkai dengan kata

    sesudahnya maupun tidak, contoh التأويل آليات : aliya>t al-ta’wi>l, مسلمات : muslima>t.

    E. Shaddah

    Shaddah atau tashdi>d, dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah tersebut.

    Contoh: ربـّـنا : rabbana> ل َدة ,nazzal : نزّـ sayyidah : َسيِّSedangkan khusus huruf ya>’ yang ditashdi>d dan huruf sebelumnya

    berharakat kasrah, maka dilambangkan dengan huruf ‚ i> ‛ panjang dan diikuti huruf ‚ ya>’ ‚.

    Contoh يَّة يَّة ,al-mis}ri>yah : المصرِـ qad}i>yah : قضِـ

    F. Kata Sandang ‚ ال ‚

    Semua kata sandang ‚الـ ‛ dilambangkan dengan ‚al‛ baik diikuti huruf shamsi>yah maupun diikuti huruf qamari>yah.

    Contoh الشمس : al-Shams القلم : al-Qalam

    Khusus untuk kata الحديث ,السنة ,القرآن dan nama-nama surat Al-Qur’an akan ditulis sesuai standar baku, yaitu: القرآن : Al-Qur’an, السنة : Sunnah, Al-Baqarah, kecuali bila ia adalah transliterasi dari : البقرة ,Hadis : الحديثjudul buku atau tulisan, seperti الكريم القرآن تفسير : Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m,

    الحديث كتب : Kutub al-H{adi>ts, المطهرة السنة : al-Sunnah al-Mut}ahharah.

    G. Pengecualian Transliterasi

    Pengecualian transliterasi adalah kata-kata bahasa arab yang telah

    lazim digunakan di dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam

    bahasa Indonesia, seperti lafal هللا (Allah), هللا رسول (Rasulullah), هللا عبد (‘Abdullah), الرحمن عبد (‘Abdurrah}ma>n), سورة (surat), asma’ul h}usna> dan ibn, kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan

    konsistensi dalam penulisan.

  • xxi

    DAFTAR ISI

    COVER DALAM ~ i

    KATA PENGANTAR ~ iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ~ vii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ~ ix

    PERSETUJUAN TIM PENGUJI ~ xiii

    ABSTRAK ~ xvii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ~ xix

    DAFTAR ISI ~ xxi

    DAFTAR TABEL DAN BAGAN ~ xxiii

    BAB I: PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ~ 1

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ~ 14

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ~ 15

    D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ~ 16

    E. Metodologi Penelitian ~ 20

    F. Teknik dan Sistematika Penulisan ~ 26

    BAB II: DISKURSUS METODOLOGI KRITIK TAFSIR

    A. Epistema Metodologi Kritik Tafsir ~ 29

    1. Hakekat Metodologi Kritik Tafsir ~ 29

    2. Historisitas Kritisisme ~ 36

    3. Bentuk dan Tujuan Kritik ~ 41

    4. Landasan Hukum Kritik Penafsiran ~ 42

    5. Prinsip dan Parameter Kritik Tafsir ~ 46

    B. Berbagai Metodologi dan Pendekatan Kritik Tafsir ~ 59

    1. Kritik Sejarah ~ 60

    2. Kritik Sastra ~ 64

    3. Hermeneutika ~ 66

    4. Kritik al-Inh}ira>f ~ 70

    5. Kritik al-Dakhi

  • xxii

    BAB III: POTRET AL-DAKHI

  • xxiii

    DAFTAR TABEL DAN BAGAN

    Table 1 : Klasifikasi al-Dakhi>l ~ 105

    Table 2 : Sumber-sumber Otentik Tafsir Al-Qur’an ~ 129

    Tabel 3 : Konstruksi Baru Metodologi Kritik Tafsir Al-Qur’an ~ 219

    Tabel 4 : Struktur Baru Metode Kritik Evaluatif-Rekonstruktif ~220

    Bagan 1 : Konstruksi Metode Kritik Tafsir Infiltratif (al-Dakhi>l) ~ 158

    Bagan 2 : Karakter Objektivitas dan Subjektivitas ~ 165

    Bagan 3 : Komponen Karakter ~ 194

    Bagan 4 : Alur Kritik Personalitas Mufasir ~ 199

    Bagan 5 : Aspek Kritik Metodologis Tafsir Al-Qur’an ~ 212

    Bagan 6 : Alur Kritik Produk Penafsiran ~ 218

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Secara metodologis, penafsiran Al-Qur’an dapat dilakukan melalui

    dua pendekatan yaitu tekstual dan kontekstual.1 Namun dua pendekatan ini

    dinilai al-Dhahabi> (1915-1977 M) telah terjerembab pada kesalahan

    metodis. Pendekatan pertama terjatuh pada penghambaan mutlak pada teks

    sehingga kerap mengabaikan tiga variabel utama penafsiran yaitu pengarang

    (al-mutakallim bih/author), kepada siapa teks itu disampaikan (mukha>t}ab) dan konteks pembicaraan (siya>q al-kala>m). Sementara pendekatan kedua terseret pada pendewaan konteks sehingga acapkali teks diseret dan

    ditundukkan sesuai selera penafsir dengan dalih kontekstualisasi dan

    penyesuaian dengan tuntutan zaman.2

    Hal senada disampaikan Nas}r H{a>mid Abu> Zayd (1943-2010 M),

    menurutnya kedua model pendekatan tafsir ini masing-masing

    mempresentasikan sudut pandang yang berbeda atas hubungan mufasir

    dengan teks. Pendekatan tekstualis cenderung mangabaikan dan

    memarginalkan eksistensi mufasir, lantaran membela teks dan berbagai

    1 Abdullah Saeed membagi tipologi penafsiran Al-Qur’an kontemporer

    menjadi tiga yaitu; tekstualis, semi-tekstualis, dan kontekstualis. Kelompok tekstualis

    meyakini bahwa makna Al-Qur’an itu sudah fixed dan harus diaplikasikan secara universal. Kelompok salafi termasuk penganut tipologi ini. Sedangkan semi-tekstualis

    beruasaha membela makna literal Al-Qur’an dengan cara memakai idiom-idiom modern

    dan argumentasi rasional. Termasuk tipologi ini adalah kelompok al-Ikhwan al-

    Muslimun di Mesir dan Jama’at Islamiah di India. Sementara kelompok kontekstualis

    memahami Al-Qur’an dengan tidak menyampingkan konteks politik, sosial, historis,

    budaya, dan ekonomi di mana Al-Qur’an diturunkan, dipahami, dan diaplikasikan.

    Tipologi inilah yang diikuti oleh misalnya Fazlur Rahman, Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, dan

    juga Abdullah Saeed sendiri. Lihat selengkapnya pada Abdullah Saeed, Interpreting the Qur'an: Towards a Contemporary Approach (London and New York: Routledge, 2005).

    2 Muhammad H{usayn al-Dhahabi>, al-Ittija>ha>t al-Munh}arifah fi> Tafsi>r al-Qur’a>n

    al-Kari>m: Dawa>fi‘uha> wa Daf‘uha> (Kairo: Maktabah Wahbah, 1986), Cet. III, 20. Lihat juga Ayman A. El-Desouky, ‚Between Hermeneutic Provenance and Textuality: The

    Qur'an and the Question of Method in Approaches to World Literature‛, Journal of Qur'anic Studies, Volume 16, Issue 3, October 2014, Edinburgh University Press, 11-38.

  • 2

    fakta historis dan kebahasaannya. Sementara pendekatan tektualis tidak

    melupakan hubungan semacam ini, tetapi menegaskan dengan tingkat

    penegasan dan aktifitas yang berlainan antar berbagai kelompok dan

    kecenderungan yang menformulasikan sudut ini.3

    Contoh pendekatan tekstualis tersebut misalnya, penafsiran ‘Adi> ibn

    H>>{a>tim (w.67 H/688 M)4 terhadap kata al-khayt} al-abyad} dan al-khayt} al-aswad ayat 187 surat al-Baqarah,5 penafsiran sebagian sahabat terhadap kata al-z}ulm pada ayat 82 surat al-An‘a>m,6 dan penafsiran ‘Abdullah ibn al-Zab‘ari> terhadap ayat 98 surat al-Anbiya>’.7 Penafsiran tektualis seperti ini

    3 Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Ishka>li>ya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l (Bayru>t: al-

    Markaz al-Thaqa>fi> al-‘Arabi>, 2005), Cet.V, 15-16. 4 Ia adalah Abu> T{ari>f ‘Adi> ibn H{a>tim al-T{a>’i>, datang kepada Nabi Saw dan

    memeluk Islam tahun 9 H. Ia melihat pembukaan kota Iraq dan tinggal di Kufah sampai

    meninggal pada tahun 67 H. Lihat Ibn Sa‘d, al-T{abaqa>t al-Kubra> (Kairo: Da>r al-Tah{ri>r, 1388 H), Juz 6, 13.

    5 Dalam Sah}ih} al-Bukha>ri> dijelaskan, ketika QS. Al-Baqarah [2]:178

    diturunkan, ‘Adi> ibn H {a>tim memahaminya secara literal-tekstual, ia mengambil dua tali

    berwarna hitam dan putih. Kedua tali itu ditaruh di atas kepalanya, lalu ia lihat

    sepanjang hari tapi ketika malam tiba, warna tali tersebut tidak terlihat jelas, maka

    keesokan harinya, ia datang kepada Nabi Saw dan menceritakan kejadian tersebut lalu

    Nabi Saw bersabda: ‚Jika demikian berarti bantalmu cukup lebar.‛ Lalu Rasul meluruskan pemahaman ‘Ady seraya bersabda: ‚Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah gelapnya malam dan terangnya siang.‛ Lihat Abu > ‘Abd Alla>h Muh{ammad ibn ‘Abd Alla>h ibn Isma‘i>l al-Bukha>ri>, al-Ja>mi‘ al-S{ah}ih}, Kita>b al-Tafsi>r (Istanbul: al-Maktabah al-Isla>mi>yah, 1979), Juz 5, 156.

    6 Diceritakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘Abd Alla >h ibn

    Mas‘u>d, dia berkata bahwa ketika ayat 82 surat Al-An’am diturunkan, para sahabat

    terkejut dan bertanya kepada Rasul Saw: ‚Wahai Rasul, siapa diantara kami yang tidak

    berbuat dhalim?‛ Rasul menjawab: ‚Tidak seperti yang kalian pahami, yang dimaksud

    wa lam yalbasu> i>ma>nahum bi z}ulmin adalah menyekutukan tuhan. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada anaknya: ‚Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sungguh menyekutuan Allah (syirik) itu adalah kez}aliman yang sangat besar.‛ (QS. Luqma>n [31]: 13). Lihat cerita selengkapnya pada Imam Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 4, 112; Abu H{asan Muslim ibn al-H{ajja>j al-Qushairi>, S{ah}ih} Muslim (Istanbul: al-Maktabah al-Isla>miyah, t.th.), Juz 1, 114.

    7 Ibn al-Zab’ary menafsirkan kata ma> pada ayat 98 surat al-Anbiya>’ secara

    literal-tekstual, sehingga ia memahaminya sebagai kata yang bersifat umum (‘a>m). Karenanya ia beraggapan bahwa ia bersama kaum kafir dan sesembahannya –termasuk

    di dalamnya malaikat, Uzair dan ‘Isa ibn Maryam- akan menjadi bahan bakar neraka.

    Tak heran bila penafsiran seperti ini kemudian dikritik habis oleh Rasul. Lihat cerita

    selengkapnya pada misalnya, Abu al-Fida>’ Isma’i>l ibn Kathi>r al-Dimashqi>, (selanjutnya

    disebut Ibn Kathi>r) Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m (Kairo: Da>r al-Sya‘b, 2000), Juz 2, 198-199; Ibrahi>m ‘Abd al-Rah}ma>n Muh}ammad Khali>fah, (selanjutnya disebut Ibrahi>m

    Khali>fah), al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1996), 42-47.

  • 3

    dikritik oleh Rasul Saw karena tidak sesuai dengan konteks ayat dan

    relasinya dengan ayat lain.

    Sementara penganut kontekstualis misalnya, menafsirkan kata rajul pada QS. Al-Qas}as} ayat 20 sebagai Mirza Ghulam Ah}mad (1835-1908 M).8

    Penafsiran ini berangkat dari prakonsepsi sang mufasir yang meyakini

    bahwa Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid sekaligus nabi yang datang

    dari ujung negeri (min aqs}a> al-madi>nah).9 Dengan dalih kontekstualisasi, sekte Baha>’iyah10 juga menafsirkan ayat 4 surat Yu>suf dengan penafsiran yang fantastis. Mirza ‘Ali> Muh}ammad (1819-1850 M), mengatakan bahwa

    kata Yu>suf pada ayat tersebut adalah H{usayn –cucu Nabi Saw-, kata al-Shams berarti Fa>t}imah, al-Qamar adalah Muhammad Saw, dan al-Kawa>kib berarti imam-imam mereka.11

    Berangkat dari fenomena penafsiran seperti di atas kemudian

    muncullah beberapa kelompok kritikus yang mencoba menganalisis dan

    mengevaluasi kualitas penafsiran. Kendati harus diakui bahwa metodologi

    dan pendekatan yang digunakan berbeda antara satu dengan lainnya.

    Muh}ammad ‘Abduh (1849-1905 M) misalnya, lebih condong menggunakan

    pendekatan kritik modernisme Islam,12 Ami>n al-Khu>li> (1895-1966 M)

    8 Mirza Ghulam Ahmad adalah pendiri Jemaat Ahmadiyah Qadyan, lahir di

    Qadyan-India pada 13 Februari 1835 dan meninggal di Lahore pada 26 Mei 1908, tapi

    para pengikutnya membawa jenazahnya ke Qadyan. Jemaat Ahmadiyah memiliki kitab

    tafsir lengkap dengan nama Tafsi>r al-S{aghi>r, dikarang oleh Bashi>r al-Di>n Mah}mu>d (1889-1965 M), putra Mirza Ghulam Ah}mad dan khalifah kedua Jemaat Ahmadiyah.

    Tafsir ini menggunakan pendekatan kontekstualis namun sarat dengan nuansa

    ideologis, karenanya banyak mendapat kritikan dari berbagai kalangan. Lihat Tim

    Penulis, Kami Orang Islam, Buku Putih Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (T.t., t.p., 1981), Cet. II, 20 & 29; Susmojo Djojosugito, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Bukan Nabi Hakiki (Yogyakarta: PB GAI, 1984), 7-8.

    9 Lihat Bashi>r al-Di>n Mah}mu>d, Tafsi>r S{aghi>r (terj.) Al-Qur’an dengan

    Terjemahan dan Tafsir Singkat dengan Restu Hadrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifat al-Masih} IV (Jakarta: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1987), Edisi II, 104.

    10 Baha>’iyah adalah sekte sempalan Syi’ah yang muncul pada abad ke-19 M di

    Iran. Didirikan oleh seorang yang bernama Mirza Ali Muhammad al-Shairazy yang

    bergelar al-Ba>b. Lihat ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Mat}ba’ah al-H}ad}arah al-‘Arabi>yah, 1980), Juz 2, 193.

    11 Muh}ammad H{usayn al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo: Da>r al-

    Kutub al-H{adi>thah, 1998), Juz 2, 265. 12

    Andrew Rippin menilai, landasan utama penafsiran Al-Qur’an di kalangan

    modernis Islam terdiri dari tiga agenda utama, yakni pertama, menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas dibandingkan periwayatan. Kedua, berupaya melakukan pemurnian Al-Qur’an terhadap seluruh mitos-mitos, hikayat dan cerita rakyat, magis,

    tahayul dan khurafat. Alat yang digunakan kalangan modernis adalah melakukan

  • 4

    memilih pendekatan kritik sastra,13 sementara Fazlur Rah}ma>n (1919-1988

    M) memilih neo-modernisme, Mohammad Arkoun (1928-2010 M) lebih

    suka menggunakan post-strukturalis, Nasr H{a>mid Abu> Zayd (1943-2010 M)

    memakai metode hermeneutika dan H{asan H{anafi> (l. 1935 M) menggunakan

    pendekatan pembaharuan kala>m,14

    Terlepas dari heterogenitas metodologi dan pendekatan kritik

    tersebut, ‘Abd al-Sala>m (2008) menilai, dengan menggunakan pendekatan

    historis, bahwa tradisi kritik tafsir sejatinya telah dimulai sejak masa Nabi

    Saw. Hal ini terbukti dengan respon kritis Nabi Saw terhadap beberapa

    kasus penafsiran sahabat yang salah terhadap ayat Al-Qur’an.15

    Tradisi ini dilanjutkan oleh sahabat, tabi‘in dan generasi setelahnya.

    Hanya saja tradisi kritik tafsir pada masa dua generasi awal ini masih

    bersifat sederhana, sebab penafsiran kala itu jumlahnya belum terlalu

    banyak.16 Kemudian pada era pertengahan Islam, kritisisme terhadap tafsir

    semakin menemukan bentuknya.17 Banyak karya dihasilkan terkait dengan

    penafsiran simbolik. Ketiga, merasionalisasikan doktrin yang ditemukan dalam Al-Qur’an atau dijustifikasi dengan merujuk kepada Al-Qur’an. Diskusi lebih dalam dapat

    dilihat pada Andrew Rippin, ‚Tafsir‛ dalam Mercia Eliade (ed.), The Encyclopedia of Religion Vol. 13 (New York: MacMillan Library Reference, 1995), 242.

    13 Lihat misalnya tulisan David Damrosch, ‚Foreword: Literary Criticism and

    the Qur'an‛, Journal of Qur'anic Studies, Volume 16, Issue 3, October 2014, Edinburgh University Press, 4-10.

    14 Lihat Richard C. Martin, ‚Imagining Islam and Modernity: The

    Reappropriation of Rationalism by Muslim Modernists and Postmodernists‛, Draft Prepared for Precirculation Among Participants in the Conference on Islam and Society in Southeast Asia, Jakarta, Indonesia, May, 1995, 1-31.

    15 ‘Abd al-Sala>m ibn Salih} ibn Sulaima>n, Naqd al-Sah}abah wa al-Tabi‘i>n li al-

    Tafsi>r: Dira>sah Naz}ariyah Tat}bi>qiyah (Riyad}: Da>r al-Tadmu>ri>yah, 2008), 42. 16

    Ada dua arus utama dalam menilai kuantitas penafsiran pada masa Nabi

    Saw. Di satu sisi, Ibn Taymiah berkeyakinan, semua isi Al-Qur’an telah ditafsirkan dan

    karenanya penafsiran telah berakhir pada masa Rasulullah Saw, sebab salah satu misi

    utama Rasul adalah sebagai penjelas/penafsir Al-Qur’an. Namun di sisi lain, al-Suyut}i

    menilai bahwa Rasul Saw tidak menjelaskan seluruh isi Al-Qur’an tapi hanya sebagian

    kecil saja, sehingga umatnya dikemudian hari dapat melanjutkan proses penafsiran

    tersebut. Diskursus hangat ini dapat dilihat secara lengkap pada Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i,

    al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Turath al-‘Arabi>, 2000), 83. Bandingkan dengan H. Birkeland, Old Muslim Opposition Against the Interpretation of the Koran (Oslo: Norske Videnskaps Academy, 1955).

    17 Kritisisme penafsiran di era ini dilakukan misalnya oleh al-T{u>si> (w. 460 H)

    yang sangat keras mengkritisi model penafsiran bernuansa linguistik seperti yang

    dilakukan al-Farra>’, al-Zajja>j dan semacamnya. Kemudian Abu> H{ayya>n al-Andalu>si> (w.

    745 H) juga mengkritisi model penafsiran bernuansa gramatik, fikih, usul fikih dan

  • 5

    diskursus ini.18 Kendati harus diakui bahwa karya kritik penafsiran pada

    masa ini masih miskin metodologi, bersifat apologetik dan bernuansa

    ideologis.

    Pada era modern, geliat kritisisme terhadap penafsiran semakin

    menguat seiring dengan maraknya penafsiran sektarian yang subjektif dan

    mengabaikan nilai-nilai universalitas Al-Qur’an. Ami>n al-Khu>li> (1895-1966

    M) misalnya, dalam karyanya, al-Tafsi>r: Nash’atuh, Tadarrujuh, Tat}awwuruh, mengkritik habis berbagai penafsiran yang berbau ideologis, sektarian dan saintifik. Kemudian ia mengusulkan kritisisme penafsiran dan

    menyusun proyek tafsir baru dengan pendekatan sastra.19 Dalam konteks ini

    al-Khu>li> menyuguhkan dua prinsip metodologis. Pertama, studi terhadap apa yang mengitari teks Al-Qur’an (dira>sa>t ma> h}awl al-qur’a>n). Kedua, studi teks Al-Qur’an itu sendiri (dira>sah ma> fi> al-qur’a>n nafsih).20

    Muh}ammad H{usayn T{aba>t}aba>’i> (1903-1981 M) juga mengkritisi

    penafsiran Al-Qur’an yang bernuansa dan berbasis pada kailmuan mufasir

    semata, seperti tafsir linguistik, sufistik, filosofis, historis, kalam, fikih, usul

    ushuluddin. Sementara S{adr al-Di>n al-Shayra>zi> (w. 1050 H) lebih fokus mengkritisi

    tafsir yang bernuansa sufistik, kalam dan filosofis. Tak ketinggalan, al-Sayyid al-Khu>’i>

    (w. 1413 H) juga mengkritisi tafsir-tafsir yang bernuansa sastrawi, linguistik, folosofis

    dan saintifik. Lihat lebih dalam misalnya pada Jawwa>d ‘Ali> Kassa>r, Fahm al-Qur’a>n: Dira>sah Sha>milah fi> Ru’a> al-Ima>m al-Khumayni> al-Manhaji>yah fi> Fahm wa Tafsi>r al-Qur’a>n (Bayru>t: Markaz al-H{ad}a>rah li Tanmiyat al-Fikr al-Isla>mi>, 2008), Juz 1, 148-151.

    18 Beberapa karya kritisisme tafsir era ini misalnya, Abu> al-‘Abba>s Ah}mad ibn

    Muh}ammad yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Muni>r (w.683 H) menulis karya al-Ins}a>f min al-Kashsha>f; Abu> ‘Ali ‘Umar ibn Muh}ammad ibn H{amd al-Suku>ni> (w.717 H) menulis karya at-Tamyi>z li ma> Auda‘ahu al-Zamakhshari min al-I‘tiza>la>t fi> Tafsi>r al-Kita>b al-‘Azi>z.

    19 Lihat Ami>n al-Khu>li>, al-Tafsi>r: Nash’atuh, Tadarrujuh, Tat }awwuruh

    (Bayru>t: Da>r al-Kita>b al-Lubna>ni>, 1982), 54-65. 20

    Studi pertama diarahkan untuk melakukan investigasi terhadap latar

    belakang Al-Qur’an, sejak proses pewahyuan, perkembangan dan sirkulasinya dalam

    masyarakat Arab sebagai obyek wahyu, serta kodifikasi dan variasi cara bacaannya.

    Kajian ini juga difokuskan pada aspek sosial-historis Al-Qur’an, termasuk situasi

    mental, kultural, dan geografis masyarakat Arab abad ke-7, saat Al-Qur’an diturunkan.

    Kajian ini menitikberatkan pentingnya aspek-aspek historis, kultural, dan antropologis

    wahyu, dan kondisi masyarakat Arab abad ke-7 sebagai objek langsung teks wahyu itu.

    Studi kedua dimulai dengan penafsiran makna kata-kata tunggal (mufrada>t) yang digunakan saat ia diwahyukan, perkembangan, dan cara pemakaiannya di dalam Al-

    Qur’an. Cara ini dilanjutkan dengan pengamatan terhadap kata-kata jamak (murakkab) plus analisis tentang pengetahuan gramatikal Arab (al-bala>ghah). Lihat Ami>n al-Khu>li>, al-Tafsi>r: Ma’a>lim H}aya>tihi Manhajuhu al-Yawma (Kairo: Da>r al-Ma’rifah, 1962), 46.

  • 6

    fikih dan tafsir yang berdimensi keilmuan lainnya. Baginya, penafsiran

    semacam itu telah terjerembab kepada pendewaan atas disiplin ilmu

    tertentu. Sehingga yang sering terjadi adalah, mufasir memaksa ayat agar

    sejalan dengan pemahaman dan disiplin ilmunya, padahal konteks ayat sama

    sekali tidak berbicara tentang persoalan tersebut. Produk penafsiran yang

    berbasis pada disiplin keilmuan semacam ini disebut oleh T{aba>t}aba>’i

    sebagai tat}bi>q (implementasi) bukan tafsi>r (penjelasan) ayat.21 Karenaya, ia harus dikritisi dan dianalisis secara mendalam agar universalitas Al-Qur’an

    tetap terjaga.

    H{usayn al-Dhahabi> (1915-1977 M) bahkan menulis dua karya

    monumental yang khusus dipersembahkan untuk kritik tafsir yaitu, al-Isra>’iliya>t fi > al-Tafsi>r wa al-H{adi>th dan al-Ittija>ha>t al-Munh}arifah fi> Tafsi>r al-Qur’a>n. Dalam karya yang pertama, al-Dhahabi> menguraikan beragam penafsiran yang berasal dari Ahli Kitab yang notabene bertentangan dengan

    pendapat mayoritas muslim. Karenanya ia mengkritik habis berbagai

    penafsiran yang tidak bersumber dari ajaran Islam.22 Pada buku kedua, al-

    Dhahabi> menguraikan dan sekaligus mengkritisi beragam penafsiran

    sektarian yang bernuansa ideologis dan subjektif. Baginya, penafsiran

    seperti itu akan menjadikan Al-Qur’an terseret pada kepentingan sang

    mufasir yang subjektif dan parsialistik, sehingga nilai universal Al-Qur’an

    akan tercerabut.23 Maka kritisisme terhadap penafsiran menjadi mega

    proyek yang harus didukung oleh semua pihak.

    Mengamini al-Dhahabi>, Abu> Syahbah (1914-1983 M) dalam

    karyanya, al-Isra>’ili>ya>t wa al-Maudhu>‘a>t fi> Kutub al-Tafsi>r, menilai bahwa masuknya berbagai penafsiran isra>’ili>ya>t dan maud}u >‘a>t dalam kitab tafsir

    21

    Al-T{aba>t}aba>’i> membedakan antara terminologi tafsi>r dan tat}bi>q. Tafsi>r merupakan kegiatan mencari hakekat, maqas}id dan makna Al-Qur’an dari dalam diri Al-Qur’an sendiri. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui proses berfikir dan bertadabbur

    secara mendalam dengan menggunakan metodologi tafsir al-Qur’a>n bi al-Qur’a>n. Sementara tat}bi>q adalah analisis ilmiah yang berbasis dan menggunakan pendekatan ilmu tertentu, seperti ilmu filsafat, fikih dan semacamnya. Hasil analisis terhadap ayat-

    ayat Al-Qur’an diarahkan untuk mendukung disiplin ilmu tersebut. Dengan demikian,

    yang pertama diarahkan untuk menjawab pertanyaan, ‚apa yang dikatakan Al-

    Qur’an?‛, sementara yang kedua menjawab pertanyaan, ‚ke mana Al-Qur’an harus kita

    bawa?‛. Lihat Muh}ammad H{usayn al-T{aba>t}aba>’i>, al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n (Bayru>t: Manshu>ra>t Mu’asasah al-A‘lami> li al-Mat}bu‘a>t, 1997), Juz 1, 6 & 11.

    22 Diskursus ini dapat dilihat secara lebih mendalam pada Muh}ammad Husayn

    al-Dhahabi>, al-Isra>’ili>ya>t fi> al-Tafsi>r wa al-H{adi>th (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), Cet. IV.

    23 Selengkapnya dapat dibaca pada Muhammad Husayn al-Dhahabi>, al-Ittija>ha>t

    al-Munh}arifah fi> Tafsi>r al-Qur’a>n (Kairo: Maktabah Wahbah, 1986), 7-8.

  • 7

    akan menciderai wajah Al-Qur’an yang suci dan komprehensif. Baginya,

    kritik atas penafsiran isra>’ili>ya>t dan maud}u>‘a>t adalah sebuah usaha yang niscaya, kendati harus diakui bahwa kerja seperti itu tidaklah mudah.24

    Sementara Fazlur Rah}ma>n (1919-1988 M) mengkritik

    kecenderungan penafsir yang memperlakukan ayat-ayat Al-Qur’an secara

    tidak menentu (piecemeal and ad-hoc), yang hingga kini masih terus berlanjut. Dengan perubahan sosial dan masuknya ide-ide baru dari Barat,

    beberapa pemikir muslim cenderung mencari-cari dan menggunakan ayat

    Al-Qur’an yang dapat menjustifikasi posisi mereka. Bagi pemikir berdarah

    Pakistan ini, pembonsaian ayat-ayat atas nama kepentingan apapun -

    termasuk agama- dapat memporandakan objektivitas pembacaan Al-

    Qur’an.25

    Muhammad Arkoun (1928-2010 M) juga mengajak melakukan kritik

    penafsiran sebab penafsiran klasik telah mengalpakan analisis kritis

    terhadap teks. Tafsir klasik dinilai telah melupakan epistemologi pembacaan

    modern yang kontekstual. Bahkan Arkoun menilai bahwa saat ini aturan dan

    batasan penafsiran telah hilang, dan semua orang bebas menjadi penafsir

    (Al-Qur’an). Hal ini terjadi karena adanya trend ideologi kebebasan yang

    merebak sejak beberapa dasawarsa terakhir. Tentu penafsiran seperti ini

    menyebabkan terberangusnya tugas pertama dan utama wahyu (Al-

    Qur’an).26

    Lebih lanjut, Arkoun berseloroh, ‚Penafsiran teks suci dihantui dua

    persoalan mendasar. Di satu sisi, para mufasir klasik kerap menafsirkan (Al-

    Qur’an) sesuai dengan praktek keagamaan yang mereka lakukan. Di sisi

    lain, para aktifis pergerakan Islam acapkali meninggalkan tanda-tanda

    ketuhanan dan pra-syarat penafsiran yang jelas-jelas diketahuinya dalam

    proses penafsiran.‛27 Karenanya, Arkoun mempropagandakan urgensi

    kritisisme terhadap konstruksi pemikiran –termasuk di dalamnya

    penafsiran- yang sudah terbangun dan mengalami kristalisasi sekian lama.28

    24

    Diskusi lebih mendalam tentang hal ini dapat dilihat pada Muhammad ibn

    Muhammad Abu> Shahbah, al-Isra>’ili>ya>t wa al-Maud}u>‘a>t fi> Kutub al-Tafsi>r (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 2006), Cet. II, 5-9.

    25 Fazlur Rahman, Islam and Modernity (Chicago & London: University of

    Chicago Press, 1982), 2-3. 26

    Mohammad Arkoun, al-Fikr al-Isla>mi>; Naqd wa Ijtiha>d (Aljazair: al-Mu’assasah al-Wat}ani>yah li al-Kita>b, 1988), 90.

    27 Mohammad Arkoun, al-Fikr al-Isla>mi>, 91.

    28 Bagi Arkoun, kritisisme tidak selamanya berarti negatif, yakni dengan

    melakukan dekonstruksi terhadap ajaran Islam yang h}ani>f sebagaimana dipahami sebagian kalangan. Namun yang dimaksud kritik di sini adalah kritik terhadap

  • 8

    Kritisisme ini penting bagi Arkoun karena ia melihat hegemoni

    kaum fuqaha sudah berjalan sekian lama namun umat Islam tetap dalam

    kemunduran. Fuqaha –kata Arkoun- adalah kelompok yang mengklaim

    dirinya paling mampu memahami dan menjelaskan makna Al-Qur’an,

    kemudian menjadikannya sebagai undang-undang agama yang harus diikuti

    dan ditaati. Berdasarkan hal di atas, maka wacana kritik nalar muslim29

    menjadi mega proyek yang harus segera dilakukan.30

    Dengan nalar kritisnya, Nas}r H{a>mid Abu> Zayd (1943-2010 M)

    melalui buku naqd al-khit}a>b al-di>ni> mengkritisi tiga kelompok utama yang memiliki andil besar dalam penafsiran dan pembacaan Al-Qur’an.31 Tiga

    kelompok tersebut adalah kelompok lembaga keagamaan yang diwakili Al-

    Azhar, kelompok kiri Islam (al-yasa>r al-isla>mi>) dan kelompok sekuler. Menurut Abu> Zayd, tiga kelompok ini memiliki metodologi dan cara baca

    yang berbeda-beda terhadap teks. Konsekuensi logisnya, model penafsiran

    ketiganya pun berbeda.32

    pemahaman dan praktek keagamaan yang terkristalisasi oleh sejarah. Karena ada

    perbedaan yang sangat mendasar antara wahyu yang transenden dengan pemahaman

    terahadap wahyu yang imanen dan menyejarah. Lihat Mohammad Arkoun, Min al-Ijtiha>d Ila> Naqd al-‘Aql al-Isla>mi> (Bayru>t: Da>r al-Sa>qi>, 1991), Cet. I, 7-8.

    29 Menurut Arkoun, nalar Islam (al-‘aql al-isla>mi>), bukanlah nalar yang

    memiliki kekhususan tersendiri yang dapat membedakannya dengan akal non Islam.

    Namun yang dimaksud dengan ‚nalar‛ di sini adalah nalar secara universal yang

    dimiliki setiap insan, muslim atau non muslim. Yang menjadi pembeda antara nalar

    Islam dengan non Islam adalah pada kata sifatnya yaitu al-isla>mi>. Parameter yang dapat membedakan nalar Islam dengan nalar lain adalah sejauhmana pemahaman seseorang

    terhadap Al-Qur’an. Lihat Mohammad Arkoun, Min al-Ijtiha>d Ila> Naqd al-‘Aql al-Isla>mi>, 18.

    30 Mohammad Arkoun, Min al-Ijtiha>d Ila> Naqd al-‘Aql al-Isla>mi>, 16-17.

    31 Selain buku tersebut, Abu> Zayd juga berhasil menulis beberapa buku

    bernuansa kritik yang sangat fenomenal. Untuk menyebut contoh misalnya, Mafhu>m al-Nas}: Dira>sah fi> `Ulu>m al-Qur’a>n (Konsep Teks: Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an), Isyka>liyya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l (Problem Pembacaan dan Metode Interpretasi), Falsafah al-Ta’wi>l: Dira>sah fi> Ta’wi>l al-Qur’a>n ‘inda Ibn ‘Arabi> (Filsafat Hermeneutika: Studi Hermeneutika Al-Qur’an menurut Ibn ‘Arabi), al-Ima>m al-Sha>fi‘i> wa Ta’si>s al-Aydu>lu>ji>yah al-Wasat}i>yah (Imam Syafi’i dan Pembasisan Ideologi Moderatisme), al-Ittija>h al-‘Aqli> fi> al-Tafsi>r (Rasionalisme dalam Tafsir). Karya-karyanya juga terbit dalam bahasa Inggris seperti Reformation of Islamic Thought: a Critical Historical Analysis; Rethinking the Qur’an: Towards a Humanistic Hermeneutics; dan Voice of an Exile: Reflections on Islam. Karya-karyanya sebagian telah diterjemahkan ke bahasa Jerman, Perancis, Indonesia, Itali, Persia, dan Turki.

    32 Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Naqd al-Khit}a>b al-Di>ni> (Kairo: Saina>’ li al-Nashr,

    1994), Cet. II, 61-64.

  • 9

    Bacaan dan kritikan Abu> Zayd ini diaplikasikan dalam dua buku

    monumentalnya yaitu Ishka>li>ya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l dan Mafhu>m al-Nas}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Dalam buku yang pertama Abu> Zayd menawarkan metodologi hermeneutika inklusif untuk membaca dan

    menafsirkan Al-Qur’an. Sementara buku kedua merupakan aplikasi

    metodologis terhadap tema-tema ulumul Qur’an.33

    Senada dengan para pendahulunya, ‘Ali > H{{arb (l. 1941 M), pemikir

    asal Lebanon ini menilai bahwa kritik penafsiran perlu dilakukan karena

    penafsir tidak bisa merepresentasikan realitas teks. Dalam arti, teks, setelah

    muncul ke alam wujud berubah menjadi satu kesatuan (kaynu>nah al-nas}}). Teks memiliki ruang epistemologis tersendiri (al-mayda>n al-ma‘rafi>). Jika demikian, ia tak bisa disangkutkan dengan realitas luar dan akan terpisah

    dari penulisnya (author/al-mu’allif). Konsekuensinya, kritik teks (tafsir) bukan saja membawa pembacaan lain yang terus diperbaharui, melainkan

    akan merubah cara pandang pembacanya terhadap teks itu sendiri. Hakekat

    itu merupakan potensi-potensi yang akan memunculkan makna lain dari

    sebuah teks melalui kacamata dekonstruksi. Potensi yang demikian itu

    kemudian diistilahkan dengan ‚strategi teks‛ (istira>ti>ji>yat al-nas}).34

    33

    Selengkapnya lihat Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Mafhu>m al-Nas}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Bayru>t: al-Markaz al-Thaqa>fi> al-‘Arabi>, 1994), Cet. II; Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Ishka>li>ya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l (Bayru>t: al-Markaz al-Thaqa>fi> al-‘Arabi>, 2005), Cet.V. Sementara untuk memahami lebih jelas kerangka pemikiran Abu>

    Zayd dalam Mafhûm al-Nash, Hirschkind menyatakan, ‚Titik tolak argumentasi Abu> Zayd adalah gagasan bahwa setelah diturunkan kepada Muhammad, Al-Qur’an masuk

    ke dalam dimensi sejarah dan menjadi tunduk pada hukum-hukum yang bersifat historis

    dan sosiologis. Teks Al-Qur’an kemudian menjadi manusiawi (humanized/muta’annas), memasukkan relung-relung budaya yang partikular, kondisi politik, dan unsur-unsur

    ideologis masyarakat Arab abad ketujuh‛. Dikatakan manusiawi sebab Al-Qur’an turun

    melalui media bahasa manusia agar dapat dipahami penerimanya. Juga karena Al-

    Qur’an telah bermetamorfosis dari ‚teks Ilahi‛ menjadi ‚teks yang ditafsiri secara

    manusiawi‛. Diskursus ini dapat dilihat pada Charles Hirschkind, Heresy or Hermeneutics, the Case of Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Volume V, Issue 1, Contested Polities Updated, February 26, 1996. Lihat juga Nur Zainatul Nadra Zainol, Latifah

    Abd Majid & Muhd Najib Abdul Kadir, ‚Nasr Hamid Abu> Zayd as a Modern Muslim

    Thinker‛, International Journal of Islamic Thought, Vol. 5, The National University of Malaysia, 2014, 61-70.

    34 Bagi ‘Ali H{arb, kritik teks tidak berarti menggugurkan pendapat atau

    sekadar mengoreksi, namun di atas itu semua, kritik adalah pembacaan terhadap apa

    yang belum terbaca (qira>’ah ma> lam yuqra’). Lihat Ali H{arb, Naqd al-Nash} (Bayru>t: al-Markaz al-Thaqa>}fi> al-‘Arabi>, 2005), Cet. IV, 11-20. Karya H{arb yang terkait dengan

    kritisisme termuat dalam trilogi al-Nas} wa al-H{aqi>qah (teks dan kebenaran) yakni: naqd al-nas} (kritik teks), naqd al-h}aqi>qah (kritik kebenaran), dan al-mamnu>‘ wa al-mumtani‘ (yang dilarang dan yang terlarang).

  • 10

    Kritisisme penafsiran juga dilakukan oleh sarjana Barat. Sebut saja

    misalnya, Jane Dammen McAuliffe (l. 1944 M). Melalui tulisannya yang

    bertajuk Qur’anic Hermeneutics: The View of al-T{abari> and Ibn Kathi>r, ia mengkritisi tafsir al-T{abari> dan Ibn Kathi>r dengan melihat horizon

    sosialnya.35 Azim Nanji membahas tentang teori takwil dalam tradisi ilmuan

    Isma’ili> yang banyak membantu dalam kritik sastra dan tafsir.36 Arthur

    Jeffery (1893-1959 M) berpendapat bahwa belum ada satupun dari para

    mufasir muslim yang menafsirkan Al-Qur’an secara kritis. Ia mengharapkan

    agar tafsir kritis terhadap Al-Qur’an bisa diwujudkan dengan cara

    mengaplikasikan metode ilmiah modern.37

    Pada pertengahan abad ke-20, John Wansbrough (1928-2002)

    menerapkan literary criticism (kritik sastra) dan form criticism (kritik bentuk) ke dalam studi Al-Qur’an. Melalui kritik ini ia menyimpulkan teks

    yang diterima dan selama ini diyakini oleh kaum muslimin sebenarnya

    adalah fiksi yang belakangan direkayasa kaum muslimin.38 Kemudian pada

    tahun 2001, Cristoph Luxenberg melakukan kritisisme terhadap Al-Qur’an

    dengan menggunakan metode ilmiah filologi (the scientific method of philology). Menurutnya, sebagian besar Al-Qur’an tidak benar secara tata bahasa dan Al-Qur’an ditulis dalam dua bahasa Aramaik dan Arab.39

    Secara metodologis, para kritikus di atas, selain al-Dhahabi>, Abu>

    Shahbah dan al-T{aba>t}aba>’i>, menggunakan metodologi kritik bibel (biblical criticism) dan sastra yang tumbuh subur di Barat. Sehingga mayoritas umat belum dapat menerima sepenuhnya tawaran metodologi kritik tersebut.

    Padahal ide-ide yang diusung para pemikir ini sangat inspiratif, tranformatif

    dan menarik untuk diaplikasikan. Di sisi lain, kesadaran dan gairah umat

    Islam –tepatnya para cendekiawan muslim- untuk melakukan kritisisme

    35

    Lihat Jane Dammen McAuliffe, ‚Qur’anic Hermeneutics: The View of al-

    T{abari> and Ibn Kathir‛ dalam Andrew Rippin (ed.), Approaches to the History of the Quran (Oxford: Clarendon, 1988), 46-62.

    36 Azim Nanji, ‚Toword a Hermeneutic of Quranic and Other Narratives of

    Isma’ili Thoght‛ dalam Richard C. Martin (ed.), Approaces to Islam in Religious Studies (Tucson: The University of Arizona Press), 164-174.

    37 Arthur Jeffery, The Qur’an as Scripture (New York: Russell F. Moore

    Companya, 1952), 89-90. 38

    Lihat John Wansbrough, Quranic Studies; Sources and Methods of Scriptural Interpretation (Oxford: Oxford University Press, 1970), ix.

    39 Robert R. Phenix Jr. & Cornelia B. Horn, Cristoph Luxenberg, ‚Die syro-

    aramaische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschusselung der Qur’ansprache‛,

    dalam Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an; Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 60-61.

  • 11

    terhadap penafsiran Al-Qur’an sejatinya sangat besar, namun harus diakui

    belum ada internal methodology yang bersumber dari rumpun kajian Islam yang dianggap cukup mumpuni untuk dijadikan pisau analisis terhadap

    kritisisme tafsir Al-Qur’an. Doktrin ideologi yang telah mengkristal

    berabad-abad dalam alam ide dan alam nyata umat Islam telah

    menumpulkan dan bahkan mematikan daya kreatifitas dan potensi kritis

    mereka.

    Salah satu tokoh yang mencoba untuk menjawab kesenjangan di atas

    adalah ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed (1355-1420 H/1936-1999

    M),40 seorang tokoh, pemikir, penyair dan aktifis Islam yang mengabdikan

    dirinya untuk kebangkitan Islam di Mesir. Fa>yed adalah seorang sastrawan,

    intelektual sekaligus revivalis Islam yang hidup di masa pemerintahan

    presiden Gama>l ‘Abd al-Nasser (1918-1970 M). Kompleksitas masa ketika

    ia hidup mendorong Fa>yed berjuang tidak hanya dengan menggunakan pena

    namun juga mengimplementasikannya dalam sebuah gerakan. Selain aktif

    sebagai pengajar di Universitas Al-Azhar, ia juga terjun dalam gerakan

    Ikhwan Muslimin, Ans}a>r al-Sunnah, Perkumpulan Penyair Arab, Ikatan

    Sastrawan Modern, Majma’ Fiqh Mekah dan masih banyak lagi.41

    40

    Nama lengkapnya ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Mabru>k Fa>yed,

    (selanjutnya ditulis Fa>yed), dilahirkan di desa Damnakah, Dasouq, Delta Mesir pada

    tahun 1355 H/1936 M dan meninggal di Kota Kairo pada tahun 1420 H/1999 M.

    Menghafal Al-Qur’an di sebuah Kuttab (pesantren) yang ada di kampungnya, kemudian

    melanjutkan sekolah di Madrasah Keagamaan al-Dasouq hingga lulus SLTA. Lalu

    melanjutkan studi ke Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar; S-1 lulus tahun 1963,

    S2 lulus tahun 1967 dan S3 lulus tahun 1971. Karir intelektualnya semakin naik, ia pun

    dipercaya sebagai Dekan Fak. Ushuluddin, kemudian dipercaya menjadi Korps

    Universitas Al-Azhar hingga diangkat menjadi Guru Besar pada tahun 1981. Selain di

    Universitas Al-Azhar Mesir, Fa>yed juga menjadi dosen luar biasa di beberapa

    universitas antara lain: Universitas Benghazi, Libya (1973-1977), Universitas Ummu

    Durman, Sudan (1981), Universitas Ummul Qura>, Mekah (1981-1999). Kepiawaian dan

    dedikasinya dalam bidang keilmuan Islam dan sastra membuatnya memperoleh

    penghargaan ‚Kemerdekaan Intelektual‛ (‘I>d al-‘Ilm) dari presiden Gamal Abd al-Nasser pada tahun 1963. Lihat ‚Abd al-Wahab Fa>yed‛ dalam Mu’jam al-Ba>bat}i>n li Shu’ara>’ al-‘Arabiyah fi al-Qarnayn al-Tasi’ al-‘Ashar wa al-‘Ishri>n, http://www.almoajam.org/poet_details.php?id=4548 (diakses pada tanggal 15 Januari

    2012). 41

    Lihat Harian al-Akhba>r, (Kairo: 1 Oktober 1999); Wawancara Mah}mu>d Khali>l bersama salah satu putra Fa>yed dan S}a>bir ‘Abd al-Daym di Kairo tahun 2003;

    lihat pula pada ‚’Abd al-Wahha>b Fa>yed‛ dalam Mu‘jam al-Ba>bat}i>n li Shu‘ara>’ al-‘Arabiyah fi al-Qarnayn al-Ta>si‘ al-‘Ashar wa al-‘Ishri>n, http://www.almoajam.org/poet_details.php?id=4548 (diakses pada tanggal 15 Januari

    2012).

  • 12

    Dari sisi pergerakan dan wacana intelektual, Fa>yed memiliki andil

    cukup besar terutama dalam konteks perintisan tradisi kritisisme baik

    kepada pemerintah maupun wacana keagamaan. Dalam konteks penafsiran,

    Fa>yed sangat geram dengan munculnya beragam penafsiran sektarian yang

    sangat subjektif dan hanya berdasar pada kemauan ideologi mufasir, tanpa

    mengindahkan variabel-variabel penafsiran yang ada. Dalam kondisi

    perjuangan intelektual inilah buku al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m lahir.42

    Dalam buku al-Dakhi>l, Fa>yed mengajak kepada para pengkaji Al-Qur’an untuk melakukan kritik penafsiran. Baginya, manusia –siapa dan

    sepandai apapun dia- adalah makhluk biasa yang berpotensi untuk

    melakukan kesalahan, termasuk kesalahan dalam menafsirkan Al-Qur’an.

    Lebih jauh, ia menekankan pentingnya melakukan kritik tafsir, terutama

    kepada tafsir kaum bathini, tafsir sektarian (maz}habi), riwayat isra>‘ili>ya>t,

    hadis dha’i>f dan maudhu >’.43

    Buku al-Dakhi>l fi Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m menunjukkan secara elaboratif tentang metodologi kritik tafsir. Di dalamnya juga diuraikan

    langkah sekaligus aplikasi kritik tafsir Al-Qur’an. Dengan bahasa yang

    lugas, tegas dan sistematis, mantan Guru Besar Fakultas Ushuluddin

    Universitas Al-Azahar Kairo ini mampu meyakinkan pembacanya tentang

    urgensi kritisisme terhadap tafsir. Karena kritisisme Fa>yed dibangun di atas

    pondasi ilmu-ilmu keislaman, maka kelompok mayoritas Islam –khususnya

    ulama Al-Azhar- tidak banyak melakukan perlawanan, bahkan banyak yang

    mendukung dan menulis karya kritisisme lanjutan.44 Dalam buku ini, Fa>yed

    42

    Buku ini terdiri dari dua juz; juz I diterbitkan pada tanggal 19 Februari 1978

    M/12 Rabi’ al-Awwal 1398 H, sementara juz II diterbitkan pada 21 November 1980

    M/13 Muharram 1401 H. Sesungguhnya Fa>yed berkeinginan keras untuk melengkapi

    buku al-Dakhi>l ini menjadi tiga jilid. Namun sampai ajal menjemput, cita-cita untuk menuliskan jilid ke-3 itu belum tercapai. Padahal dalam bagian penutup juz 2, terlihat

    jelas ungkapan Fa>yed tentang niatnya untuk meneruskan proyek kritisisme penafsiran

    menjadi tiga jilid. Lihat ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Mat}ba’ah al-H{ad}a>rah al-‘Arabiyah, 1980), Jilid II, 234.

    43 ‘Abd al-Wahha>b ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed (selanjutnya ditulis Fa>yed), al-

    Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Mat}ba‘ah al-H{ad}a>rah al-‘Arabi>yah, 1978), Jilid I, 102-108.

    44 Diantara yang menulis metode yang serupa dengan Fa>yed antara lain;

    Ibrahi>m Abd al-Rah}ma>n Muh}ammad Khali>fah, al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r, (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1996); ‘Abd al-Ghafur Mahmud Mus}t}afa> Ja’far, al-As}i>l wa a-Dakhi>l fi Tafsi>r al-Qur’a>n wa Ta’wi>lih: Riwa>yah wa Dira>yah, (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1995); H{usayn Muh}ammad Ibra>hi>m Muh}ammad ‘Umar, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, (Kairo: Universitas Al-Azhar, 2005); Jama>l Mus}t}afa ‘Abd al-Hamid

  • 13

    berhasil mengelaborasi dua pendekatan penafsiran sekaligus yaitu

    pendekatan tekstual dan kontekstual. Tak ayal, daya kritisisme Fa>yed pun

    mendapat sambutan yang baik dari mayoritas pengkaji Al-Qur’an di Mesir.

    Namun berdasarkan pembacaan peneliti, bangunan metodologi kritik

    yang dirintis Fa>yed dalam al-Dakhi>l fi> Tafsi>r belum sistematis dan masih bersifat repetitif terhadap pendapat ulama pendahulu. Karena itulah,

    penelitian yang berorientasi untuk menyempurnakan bangunan metodologi

    kritik Fa>yed menemukan titik fitalnya. Terlebih bila penelitian tersebut

    mampu merekonstruksi konsep dan desain kriritk al-dakhi>l dengan mengelaborasi teori-teori modern, seperti kritik sastra, hermeneutika dan

    termasuk kritik hadis.

    Urgensi penelitian ini setidaknya terbangun atas empat alasan utama

    yaitu; pertama, belum ada –sepanjang pengetahuan peneliti- karya ilmiah, baik berupa buku, tesis, disertasi atau lainnya, yang secara khusus dan

    komprehensif mengkaji dan mengkritisi buku al-Dakhi>l karya Fa>yed ini. Kedua, dewasa ini, banyak berkembang penafsiran yang tidak ‚sejalan‛ dengan ruh Al-Qur’an sehingga nilai-nilai transendental dan universalitas

    Al-Qur’an kerap tergores, terlukai bahkan tak jarang ternodai. Ketiga, trend kritik penafsiran Al-Qur’an yang berkembang di Indonesia –khususnya di

    dunia kampus- belum berpijak pada metodologi kritik yang terkonstruksi

    dari nilai-nilai atau kaidah-kaidah kritik yang berkembang di dunia Timur-

    Islam, tapi lebih banyak mengadopsi dari teori dan budaya Barat yang

    notabene terkontaminasi oleh budaya kritik Bibel (biblical criticism).45 Padahal jika dikaji secara mendalam dan komprehensif, khazanah keislaman

    ‘Abd al-Wahha>b al-Najja>r, Us}u>l al-Dakhi>l fi> Tafsir Al (Kairo: Universitas Al-Azhar, 2009), Cet. IV.

    45 Para sarjana Barat, orientalis dan Islamolog sudah mulai menerapkan metode

    biblical criticism (kritik Bibel) ke dalam studi Al-Qur’an sejak abad ke-19 M. Diantaranya seperti yang dilakukan oleh Abraham Geiger (1810-1874), Gustav Weil

    (1808-1889), William Muir (1819-1905), Theodor Noldeke (1836-1930), Friederich

    Schwally (m.1919), Edward Sell (1839-1932), Hartwig Hirschfeld (1854-1934), David

    S. Margoliouth (1858-1940), W.St. Clair-Tisdall (1859-1928), Louis Cheikho (1859-

    1927), Paul Casanova (1861-1926), Julius Wellhausen (1844-1918), Charles Cutley

    Torrey (1863-1959), Leone Caentani (1869-1935), Joseph Horovitz (1874-1931),

    Richard Bell (1876-1953), Alphonse Mingana (1881-1937), Israel Scha-piro (1882-

    1957), Siegmund Fraenkel (1885-1925), Tor Andrae (1885-1947), Arthur Jeffery (1893-

    1959), Regis Blachere (1900-1973), W. Montgomery Watt, Kenneth Cragg, John

    Wansbrough (1928-2002), dan yang masih hidup seperti Andrew Rippin, Christoph

    Luxemberg, Daniel A. Madigan, Harald Motzki dan masih banyak lagi. Lihat Adnin

    Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an: Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 47-48.

  • 14

    sejatinya cukup kaya akan metodologi kritik (manhaj al-naqd) semacam ini. Keempat, dalam disiplin ilmu hadis telah dikenal tradisi kritisisme melalui dua jalur yaitu: kritik sanad dan kritik matan,46 sementara dalam displin

    ilmu tafsir belum ditemukan tradisi yang sama.

    Karena beberapa alasan itulah, penelitian disertasi ini

    dikonsentrasikan untuk mengurai dan menganalisa metodologi kritik tafsir

    yang dirumuskan ‘Abd al-Wahha>b Fa>yed dalam kitabnya, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. Kemudian merekonstruksi dan menstrukturisasi metodologi tersebut dengan mengelaborasi dan menggunakan pendekatan

    teori-teori modern yang sedang berkembang dewasa ini, terutama teori

    kritik hadis, kritik sastra, kritik historis, psikologis dan hermeneutika

    objektif.

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. Identifikasi Masalah

    Dari penjelasan di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi

    seputar wacana metodologi kritik tafsir adalah:

    a. Bagaimana tradisi kritisisme penafsiran di dunia Islam dan Barat;

    b. Bagaimana teori-teori dan pendekatan-pendekatan kritik tafsir;

    c. Apa urgensi mengungkap makna Al-Qur’an secara objektif;

    d. Apa saja usaha para sarjana muslim –dengan segala macam aliran dan idiologinya- dalam mengungkapkan makna objektif ayat-ayat Al-

    Qur’an;

    46

    Tradisi kritisisme dalam disiplin ilmu hadis ini telah melahirkan banyak

    karya intelektual. Untuk menyebut di antaranya misalnya, al-Ra>mahurmuzi> (w.360 H.)

    dengan al-Muh}addith al-Fa>s}il bayna al-Ra>wi> wa al-Wa‘yi-nya, Ibn al-Qayyim (w. 751 H./1350 M.) dengan buku al-Manna>r al-Muni>f-nya, S{alah} ad-Di>n ibn Ah}mad al-Adlabi> dengan Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulama>’ al-H{adith al-Nabawi>-nya (1403 H/1983 M), Musfir Azmullah al-Da>mini> dengan Maqa>yis Naqd Mutu>n al-Sunnah-nya (1404 H/1984 M). Lihat juga misalnya tulisan Jonathan A. C. Brown ‚Criticism of The

    Proto-Hadith Canon: al-Da>raqut}ni>’s Adjustment of The S{ah}i>h}yn‛, Journal of Islamic Studies, Vol. 15, No. 1, Oxford Centre for Islamic Studies, 2004, 1–37. Mahdi Jalāli & Muh}ammad H{asan Shāteri Ahmadābādi, ‚A Study of the Validity of the Hadith‛,

    Hadith Studies A Journal of University of Ka>sha>n, Vol. 0, No. 11, 2014, 139-158.

    Kamaruddin Amin, ‚The Reliability of The Traditional Science of H{adi>th: A Critical

    Reconsideration‛, Al-Ja>mi‘ah: Journal of Islamic Studies, Vol 43, No. 2, 2005, 256-281.

  • 15

    e. Kapan muncul dan berkembangnya ‚penyelewengan‛ penafsiran Al-

    Qur’an dari masa ke masa;

    f. Apa penyebab terjadinya ‚penyelewengan‛ penafsiran Al-Qur’an;

    g. Apa urgensi kritik terhadap mufasir dan hasil penafsiran;

    h. Bagaimana teori dan prosedur kritik inh}ira>f dalam tafsir Al-Qur’an;

    i. Seperti apa perkembangan wacana al-dakhi>l dalam tafsir Al-Qur’an;

    j. Bagaimana prinsip-prinsip, prosedur dan aplikasi metode kritik tafsir

    Al-Qur’an dalam kitab al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m;

    k. Bagaimana bentuk metodologi kritik tafsir pasca strukturisasi dan rekonstruksi dengan pendekatan kritik sastra, hermeneutika objektif

    dan kritik hadis.

    2. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan

    dikaji pada penelitian ini dibatasi pada poin j dan k yaitu tentang prinsip

    dan prosedur kritik tafsir al-dakhi>l; dan bentuk metodologi kritik tafsir pasca strukturisasi dan rekonstruksi dengan pendekatan kritik sastra,

    hermeneutika objektif dan kritik hadis.

    3. Perumusan Masalah

    Beranjak dari pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan

    penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: ‚Bagaimana rumusan dan

    bangunan metodologi kritik tafsir Al-Qur’an yang konstruktif, sistematis

    dan aplikatif?‛

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan pada permasalahan yang telah dipaparkan dalam

    rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis,

    merekonstruksi dan merumuskan metodologi kritik tafsir Al-Qur’an yang

    sistematis, praktis dan aplikatif dengan menggunakan pendekatan kritik

    hadis, kritik sastra dan hermeneutika objektif.

    2. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapakan memberikan kontribusi positif, baik

    secara teoritis, praktis maupun teologis.

  • 16

    a. Manfaat secara teoritis

    1) Memahami secara mendalam basis keilmuan dan episteme yang membentuk pemikiran dan gagasan kritisisme Fa>yed terhadap

    penafsiran Al-Qur’an.

    2) Memberikan pengetahuan baru tentang tradisi kritik tafsir Al-

    Qur’an dalam bentangan sejarah umat Islam dan Barat;

    3) Memberikan penjelasan tentang metodologi kritik tafsir Al-Qur’an

    dalam buku al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m;

    4) Memberikan rumusan metodologis tentang model dan langkah-langkah kritik tafsir yang mampu memotret teks Al-Qur’an secara

    holistik sehingga dapat menangkap –atau setidaknya- mendekati

    ‘objektivitas’ makna mura>d.

    b. Manfaat secara praktis

    1) Dapat digunakan sebagai masukan untuk mereformulasi dan mengembangkan sistem pembelajaran metodologi kritik tafsir Al-

    Qur’an;

    2) Dapat digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran mata kuliah al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n (fenomena penafsiran infiltratif terhadap Al-Qur’an);

    3) Dapat digunakan sebagai instrumen untuk menyusun kitab tafsir yang ‘objektif’ dan aktual.

    c. Manfaat secara teologis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi umat Islam

    secara umum, agar keyakinan mereka tentang orisinalitas dan kesucian

    Al-Qur’an semakin kuat. Dengan kritisisme, di samping mengandung

    sistem nilai dan way of live, hasil penafsiran Al-Qur’an juga tidak akan mengalami distorsi ataupun ‘penyelewengan’ pemahaman, sehingga

    mereka tetap menempatkan dan menjadikan Al-Qur’an sebagai media

    terbaik untuk berinteraksi dengan Tuhan.

    D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

    Kajian mengenai tafsir memang telah banyak dilakukan, baik dalam

    kitab-kitab klasik, buku-buku ilmiah maupun hasil penelitian dewasa ini.

    Namun sejauh penelaahan peneliti belum ditemukan pembahasan khusus

    dan komprehensif tentang metodologi kritik tafsir Al-Qur’an, khususnya

    yang mengkaji pemikiran ‘Abd al-Wahab Fa>yed.

  • 17

    Dalam buku-buku ‘Ulu>m al-Qur’a>n klasik, seperti al-Burha>n fi>

    ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya al-Zarkashi> (745-794 H),47 al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya al-Suyu>t}i> (w. 911 H)48 dan Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya al-Zarqa>ni (w. 1367 H),49 di dalamnya memang dibahas tentang karakter tafsir yang terpuji (mah}mu>d) dan tercela (madhmu>m), juga syarat-syarat mufasir dan parameter diterima atau ditolaknya sebuah

    penafsiran. Akan tetapi sistem penjabarannya sangat singkat dan belum

    tersusun secara sistematis laiknya sebuah metodologi kritik pada umumnya.

    Adapun dalam bentuk buku-buku ilmiah yang peneliti bisa dapatkan,

    antara lain, al-Ittija>ha>t al-Munh}arifah fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (1966) karya Muh}ammad H}usayn al-Dhahabi>, al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r (1996) karya Ibrahi>m ‘Abd al-Rah}ma>n Muh}ammad Khali>fah, al-As}i>l wa a-Dakhi>l fi Tafsi>r al-Qur’a>n wa Ta’wi>lih: Riwa>yah wa Dira>yah (1995) karya ‘Abd al-Ghafu>r

    47

    Nama lengkapnya Abu ‘Abd Alla>h Badr al-Di>n Muh}ammad ibn Baha>dir ibn

    ‘Abd Alla>h al-Zarkashi> al-Mas}ri>. Lahir di Kairo, Mesir pada tahun 745 H dan

    meninggal di kota yang sama tahun 794 H. Ahli dalam berbagai bidang ilmu agama,

    antara lain: fikih, hadis dan ‘ulu>m al-Qur’a>n. Di antara guru-gurunya adalah Sira>j ad-

    Di>n al-Bulqi>ni>, Jama>l al-Di>n Isnawi>, Ibn Quda>mah al-Maqdisi>, Abu> al-Fida>’ ibn Kathi>r,

    Shiha>b al-Di>n Adhru’i>. Di antara karya-karyanya, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (ulumul qur’an), al-Bah}r al-Muh}i>t} (ushul fikih), al-Tadhkirah fi> al-Ah}a>di>th al-Mushtaharah (ilmu hadis), al-Nukat ‘Ala> ‘Umdat al-Ah}ka>m (fikih), dll. Biografi secara lengkap dapat dilihat pada: ‚al-Ima>m Badr al-Di>n al-Zarkashi>‛, Da>r al-Ifta>’ al-Mas}ri>yah, http://www.dar-alifta.org/ViewScientist.aspx?ID=90 lihat pula al-Maktabah al-Sha>milah, http://shamela.ws/index.php/author/93 (diakses pada tanggal 18 Mei 2010).

    48 Nama lengkapnya ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr ibn Muh}ammad ibn Sa>biq

    al-Di>n ibn al-Fakhr ‘Uthma>n ibn Nas}i>r al-Di>n Muh}ammad ibn Sayf al-Di>n Khad}ari> ibn

    Najm al-Di>n Abi> al-S{ala>h} Ayyu>b ibn Nas}ir al-Di>n Muh}ammad ibn al-Shaykh Hamma>m

    al-Di>n al-Hamma>n al-Khad}ari> al-Suyu>t}i>. Lahir ba‘da Maghrib, pada hari Ahad, bulan

    Rajab tahun 849 H di Mesir dan wafat pada hari Jum’at, 19 Jumad al-U 911 H di

    umurnya yang ke-61 tahun 10 bulan 18 hari. Dikuburkan di pemakaman Qaus}u>n atau

    Qaisun, di luar pintu gerbang Qarra>fah, atau yang terkenal dengan sebutan Bawwa>bah

    al-Sayyidah ‘An fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ad-Durr al-Manthu>r fi> al-Tafsi>r al-Ma’thu>r, ‘Ain al-Is}a>bah fi> Ma’rifat al-S{ah}a}bah, dan masih banyak lagi. Lihat: Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi> Sharh} Taqri>b al-Nawawi>, yang di-tah}qi>q oleh Ahmad Umar Ha>shim, (Bayru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, t.th.), 2-17.

    49 Nama lengkapnya Muh}ammad ibn ‘Abd al-‘Az}i>m al-Zarqa>ni>. Keturunan dari

    keluarga Ja’fariyah yang berdomisili di daerah propinsi al-Gharbiyah, Mesir. Sementara

    Zarqa>n (atau Zurqa>n) adalah nama kampung kelahirannya di daerah Manu>fiyah, Mesir.

    Ia dilahirkan pada awal abad ke-14 H dan meninggal pada tahun 1363 H. Lihat ‘Abd al-

    Rah}ma>n al-Shahri>, ‚Istifsa>r ‘an Kita>b Mana>hil al-‘Irfa>n‛, Multaqa> Ahl al-Tafsi>r, http://www.tafsir.net/vb/archive/index.php/t-38.html, (diakses pada tanggal 18 Mei

    2010).

    http://www.dar-alifta.org/ViewScientist.aspx?ID=90http://www.tafsir.net/vb/archive/index.php/t-38.html

  • 18

    Mah}mu>d Mus}t}afa> Ja‘far, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (2005) karya H{usayn Muhammad Ibra>hi>m Muhammad ‘Umar, Us}u>l al-Dakhi>l fi> Tafsi>r Al (2009) karya Jama>l Mus}t}afa ‘Abd al-H{ami>d ‘Abd al-Wahha>b al-Najja>r,50 memang ditemukan penjelasan mengenai pentingnya

    melakukan kritik tafsir Al-Qur’an, namun penjabaran kritik dalam buku-

    buku tersebut masih bersifat informatif-deskriptif dengan menyajikan secara

    random berbagai contoh bentuk penyelewengan penafsiran dari beberapa

    kelompok Islam, seperti Muktazilah, kelompok Sufi, Syi’ah, Khawa>rij, dan

    Ba>t}i>ni>yah.51

    Dalam bentuk buku-buku metodologi ilmiah berbahasa Indonesia

    yang berhasil peneliti temukan, di antaranya Metodologi Studi Al-Qur’an karya Ulil Abshar Abdalah, Abdul Muqsith Ghazali dan Lutfi Syaukani

    (2010), dan buku Metodologi Penelitian Tafsir Hadis karya Hamka Hasan. Dalam dua buku ini memang disebutkan metodologi studi tafsir, terutama

    yang terkait dengan tema-tema dalam disiplin ‘ulum Al-Qur’an, tapi

    penyajiannya terkesan sambil lalu sehingga terlihat kurang terfokus. Adapun

    buku Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer karya Abdul Mustaqim (Nun Pustaka, 2003), terlihat bahwa penulisnya mencoba melakukan pemetaan dan kategorisasi

    terhadap produk-produk penafsiran Al-Qur’an mulai dari periode klasik

    hingga modern-kontemporer yang memang memiliki corak dan karakteristik

    berbeda-beda. Dosen Jurusan Tafsir-Hadis IAIN Sunan Kalijaga ini

    mengkombinasikan antara pendekatan historis-periodik dengan pendekatan

    filosofis konseptual dalam memotret perkembangan tafsir.

    Terkait dengan buku-buku kritik yang dapat penulis temukan,

    diantaranya, Ami>n al-Khu>li>, al-Tafsi>r: Ma’a>lim H}aya>tihi Manhajuhu al-Yawma (1962) dan al-Tafsi>r: Nash’atuh, Tadarrujuh, Tat }awwuruh (1982); Fazlur Rahman, Islam and Modernity (1982); Nas}r H{a>mid Abu> Zayd, Naqd al-Khit}a>b al-Di>ni> (1994) dan Mafhu>m al-Nas}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (1994) serta Ishka>liyya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l (2005); Mohammad Arkoun, Min al-Ijtiha>d Ila> Naqd al-‘Aql al-Isla>mi> (1991) dan al-Fikr al-

    50

    Ia adalah Dosen penulis (peneliti) pada Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-

    Azhar Kairo, tahun 2004-2005, pengampu mata kuliah al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r. 51

    Lihat Muh}ammad H{usayn al-Dhahabi>, al-Ittija>ha>t al-Munharifah fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Maktabah Wahbah, 1989), Cet.II; Ibrahi>m ‘Abd ar-Rah}ma>n Muh}ammad Khali>fah, al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1996); ‘Abd al-Ghafur Mahmud Mus}t}afa> Ja’far, al-As}i>l wa a-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n wa Ta’wi>lih: Riwa>yah wa Dira>yah (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1995); H{usayn Muh}ammad Ibra>hi>m Muh}ammad ‘Umar, al-Dakhi>l fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Universitas Al-Azhar, 2005); Jama>l Mus}t}afa ‘Abd al-H{amid ‘Abd al-Wahha>b al-Najja>r, Us}u>l al-Dakhi>l fi> Tafsi>r Al (Kairo: Universitas Al-Azhar, 2009), Cet. IV.

  • 19

    Isla>mi>; Naqd wa Ijtiha>d (1988); ‘Ali H{arb, Naqd al-Nash} (2005) dan Naqd al-Haqiqah. Buku-buku ini berbicara tentang urgensi kritisisme penafsiran namun berbasis pada teori-teori biblical criticism.52 Kendatipun gagasan dan bangunan metodologi yang ada dalam buku tersebut cukup memukau dan

    inspiratif, namun dalam konteks kritisisme penafsiran Al-Qur’an, kelompok

    mayoritas masih belum dapat menerimanya, sehingga patut diteliti dan

    diadaptasi sedemikian r