Reinventing Government

46
REINVENTING GOVERNMENT PENDAHULUAN Tuntutan masyarakat tentang terwujudnya masyarakat yang Civil Society (masyarakat madani) merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia sekarang ini. Tuntutan ini menjadi semakin mendesak setelah pintu tirani kekuasaan terbuka lebar, yang memungkinkan seluruh rakyat Indonesia melihat dengan jelas hakekat kekuasaan. Hakekat kekuasaan negara tersebut adalah kekuasaan yang diperoleh dari rakyat dan pertanggungungjawaban atas kekuasaan tersebut juga kepada rakyat. Sebagai pihak yang telah diberikan kekuasaan oleh rakyat, tentulah pihak pemerintah harus memberikan out put yang terbaik buat rakyat. Sekarang sudah saatnya pemerintah mengembalikan hak-hak politik masyarakat yang selama ini dikekang oleh pemerintah yang berkuasa dengan demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi tahun 1988 adalah masyarakat Indonesia dilanda oleh rasa kecewanya kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelayanan dibidang kesehatan, pendidikan dan sektor lainnya tidak memuaskan masyarakat dan penegakan hukum tidak berjalan dengan semestinya. Aparat birokrat bekerja tidak untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan politik atau penguasa. Hak rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak dimiliki lagi oleh rakyat. Akibatnya rakyat semakin terpinggirkan dalam kehidupan bernegara dan semakin kehilangan kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri (jauhdari masyarakat madani). Birokrasi yang besar dan tidak efektif merupakan salah satu penyebab dari masalah di atas. Prinsip efisiensi dalam penggunaan dana negara tidak terlaksana dengan baik Birokrasi cenderung untuk menghabiskan dana untuk kegiatan-kegiatanyang tidak berguna. Hal ini disebabkan oleh sistem anggaran yang tradisional. Suatu institusi pemerintah harus menghabiskan dalam satu tahun anggaran tertentu, jika tidak institusi birikrasi tersebut akan menerima resiko; pada tahun anggaran berikutnya akan menerima anggaranyang lebih sedikit, mereka dinilai tidak mampu membuat perencanaan anggaran yang baik. Dengan anggaran sistem tradisional ini aparat birokrasi tidak diperkenankan untuk mengalihkan anggaran untuk kegiatan yang tidak tertulis dalam perencanaan anggaran, walaupun kegiatan yang tertulis dalam perencanaan anggaran tersebut sudah tidak efektif menurut waktu maupun kebutuhan masyarakat. Pengalihan anggaran merupakan tindakanyang melanggar peraturan dan harus dihukum menurut sistem tradisional ini. Disamping itu sistem pemerintahan yang sentralistik mengakibatkan lambannya proses penetapan kebijakan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Daerah tidak mau membuat kebijakan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena harus menunggu petunjuk dari pemerintah pusat. Meskipun turun petunjuk dari pemerintah pusat, tetapi hal tersbeut sudah "out of date" sudah tidak cocok dengan kebutuhan. Kondisi ini akan menambah rasa ketidakpuasan masyarakat kepada pemerintah. Bila dikaitkan dengan situasi krisis moneter yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yang mengakibatkan pemerintah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dana untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu pemerintah harus mengefisienkan penggunaan dana bagi kegiatan pemerintahan. Agar pemerintah Indonesia tetap mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki diri. Salah satu caranya adalah dengan mengefisienkan manajeman pemerintahan atau melaksanakan manajemen yang biasanya dilakukan oleh pihak swasta atau yang lebih dikenal dengan "Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government)". Reinventing Governmentadalah

Transcript of Reinventing Government

Page 1: Reinventing Government

REINVENTING GOVERNMENT

 

PENDAHULUAN

 

Tuntutan masyarakat tentang terwujudnya masyarakat yang Civil Society (masyarakat madani) merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia sekarang ini. Tuntutan ini menjadi semakin mendesak setelah pintu tirani kekuasaan terbuka lebar, yang memungkinkan seluruh rakyat Indonesia melihat dengan jelas hakekat kekuasaan. Hakekat kekuasaan negara tersebut adalah kekuasaan yang diperoleh dari rakyat dan pertanggungungjawaban atas kekuasaan tersebut juga kepada rakyat. Sebagai pihak yang telah diberikan kekuasaan oleh rakyat, tentulah pihak pemerintah harus memberikan out put yang terbaik buat rakyat. Sekarang sudah saatnya pemerintah mengembalikan hak-hak politik masyarakat yang selama ini dikekang oleh pemerintah yang berkuasa dengan demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi tahun 1988 adalah masyarakat Indonesia dilanda oleh rasa kecewanya kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelayanan dibidang kesehatan, pendidikan dan sektor lainnya tidak memuaskan masyarakat dan penegakan hukum tidak berjalan dengan semestinya. Aparat birokrat bekerja tidak untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan politik atau penguasa. Hak rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak dimiliki lagi oleh rakyat. Akibatnya rakyat semakin terpinggirkan dalam kehidupan bernegara dan semakin kehilangan kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri (jauhdari masyarakat madani).

Birokrasi yang besar dan tidak efektif merupakan salah satu penyebab dari masalah di atas. Prinsip efisiensi dalam penggunaan dana negara tidak terlaksana dengan baik Birokrasi cenderung untuk menghabiskan dana untuk kegiatan-kegiatanyang tidak berguna. Hal ini disebabkan oleh sistem anggaran yang tradisional. Suatu institusi pemerintah harus menghabiskan dalam satu tahun anggaran tertentu, jika tidak institusi birikrasi tersebut akan menerima resiko; pada tahun anggaran berikutnya akan menerima anggaranyang lebih sedikit, mereka dinilai tidak mampu membuat perencanaan anggaran yang baik. Dengan anggaran sistem tradisional ini aparat birokrasi tidak diperkenankan untuk mengalihkan anggaran untuk kegiatan yang tidak tertulis dalam perencanaan anggaran, walaupun kegiatan yang tertulis dalam perencanaan anggaran tersebut sudah tidak efektif menurut waktu maupun kebutuhan masyarakat. Pengalihan anggaran merupakan tindakanyang melanggar peraturan dan harus dihukum menurut sistem tradisional ini.

Disamping itu sistem pemerintahan yang sentralistik mengakibatkan lambannya proses penetapan kebijakan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Daerah tidak mau membuat kebijakan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena harus menunggu petunjuk dari pemerintah pusat. Meskipun turun petunjuk dari pemerintah pusat, tetapi hal tersbeut sudah "out of date" sudah tidak cocok dengan kebutuhan. Kondisi ini akan menambah rasa ketidakpuasan masyarakat kepada pemerintah.

Bila dikaitkan dengan situasi krisis moneter yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yang mengakibatkan pemerintah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dana untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu pemerintah harus mengefisienkan penggunaan dana bagi kegiatan pemerintahan.

Agar pemerintah Indonesia tetap mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki diri. Salah satu caranya adalah dengan mengefisienkan manajeman pemerintahan atau melaksanakan manajemen yang biasanya dilakukan oleh pihak swasta atau yang lebih dikenal dengan "Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government)". Reinventing Governmentadalah berbagai usaha yang dilakukan oleh pihak birokrasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi suatu kegiatan.

 

KERANGKA TEORI

 

A.     Pengertian Reinventing Government

Kata Reinventing Government (pemerintahan wirausaha) berasal dari kata "wirausaha dan pemerintah". Wirausaha (entrepreneur) tidak sekedar mempunyai arti menjalankan bisnis, oleh J.B Say (1800) diartikan sebagai memindahkan berbagai sumber ekonomidari suatu wilayah yang produktivitasnya rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan hasilnya lebih besar . Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk

Page 2: Reinventing Government

memaksimalkan produktivitas dan efektivitas. Dengan demikian pemerintahan wirausaha adalah pemerintahan yang mempunyai kebiasaan bertindak dengan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk meningkatkan/ mempertinggi efisiensi dan efektifitasnya.

Definisi Say berlaku bagi sektor swasta, pemerintah, dan sukarelawan atau sektor ketiga. Jika dihubungaan dengan kata pemerintah, maka pemerintahan wirausaha berarti usaha-usahayang dilakukan oleh pemerintah mengelola berbagai sumber daya dari cara dengan produktifitas rendah ke cara dengan produktifitas tinggi dengan hasil yang lebih besar.

Pemerintahan yang bersifat wirausaha tersebut mempunyai 10 (sepuluh) karakteristik, yang meliputi :

1.      Pemerintahan Katalis : Mengarahkan Ketimbang Mengayuh.

Pemerintahan katalis memisahkan fungsi pemerintah sebagai pengarah (membuat kebijakan, peraturan, undang-undang) dengan fungsi sebagai pelaksana (penyampai jasa dan penegakan). Disamping itu menggunakan berbagai metode (kontrak, voucher, hadiah, insentif pajak dan sebagainya) untuk membantu organisasi publik mencapai tujuan, memilih metodeyang paling sesuai untuk mencapai efisiensi, efektivitas, persamaan, pertanggungjawaban dan fleksibilitas.

2.      Pemerintahan Milik Masyarakat : Memberi Wewenang Ketimbang Melayani.

Menunjuk pada pemerintahan yang mengalihkan wewenang kontrol yang dimiliki ke tangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, aparatur pemerintahan (pejabat eksekutif dan legislatif) akan memiliki komitmen yang lebih baik dan lebih peduli serta lebih kreatif dalam memecahkan masalah.

3.      Pemerintahan Kompetitif : Menyuntikkan Persaingan Ke Dalam Pemberian Pelayanan.

Pemerintahan semacam ini mensyaratkan persaingan diantara para penyampai jasa atau pelayanan (publik-swasta, swasta-swasta, publik-publik) untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Mereka memahami bahwa kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk memaksa badan pemerintah melakukan perbaikan. Keuntungandari kompetisi ini adalah efisiensi, respon terhadap kebutuhan pelanggan lebih besar, menghargai inovasi dan membangkitkan semangat harga diri dan semangat juang.

4.      Pemerintahan Yang Digerakkan Oleh Misi : Mengubah Organisasi yang Digerakkan oleh Peraturan.

Pemerintahan yang berorentasi misi melakukan deregulasi internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan sistem administrasi, seperti anggaran, kepegawaian dan pengadaan. Pemerintahan seperti ini mensyaratkan setiap badan pemerintah harus mempunyai misiyang jelas, kemudian memberikan kebebasan kepada para manajer untuk menemukan cara terbaik misi tersebut, dalam batas-batas legal. Keunggulan pemerintahan semacam ini adalah lebih efisien, efektif, inovatif, fleksible dan mempunyai semangat lebih tinggi.

5.      Pemerintahan Berorentasi pada Hasil : Membiayai Hasil Bukan Masukan.

Menunjuk pada pemerintahan yang result-oriented dengan mengubah fokus dari input (kepatuhan pada peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai ketetapan) menjadi akuntabilitas pada keluaran atau hasil. Mengukur kinerja badan publik, menetapkan target, memberi imbalan, kepada badan-badanyang mencapai atau melebihi target, dan menggunakan anggaran untuk mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan dalam bentuk besarnya anggaran.

6.      Pemerintahan Berorentasi Pelanggan : Mematuhi Kebutuhan Pelanggan Bukan Birokrasi.

Pemerintah berorentasi pelanggan memperlakukan masyarakat yang dilayani sebagai pelanggan. Oleh karenanya pemerintah melakukan survei pelanggan, menetapkan standart pelayanan, memberi jaminan, dan sebagainya. Dengan masukan itu, pemerintah meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan. Keunggulan dari sistem pemerintahan yang berorentasi pada pelanggan adalah meningkatkan pertanggungjawaban kepada pelanggan, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi lebih banyak pilihan kepada pelanggan, pemborosan dapat ditekan pemasokan sesuai dengan permintaan, mendorong pelanggan untuk membuat pilihan dan berkomitmen, serta menciptakan lebih besar bagi keadilan.

7.      Pemerintahan Wirausaha : Menghasilkan Ketimbang Membelanjakan.

Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar;

Page 3: Reinventing Government

menuntut return on investment. Mereka memanfaatkan insentif seperti dana usaha, dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah berfikir mendapatkan dana operasional.

8.      Pemerintahan Antisipatif : Mencegah Daripada Mengobati.

Menunjuk pada pemerintahan yang berfikir kedepan, mereka mencoba mencegah timbulnya masalah daripada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah. Hal itu ditempuh melalui penggunaan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.

9.      Pemerintahan Desentralisasi : Dari Herarki Menuju Partisipasi dan Tim Kerja.

Adalah pemerintahan yang mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui organisasi atau sistem. Mendorong mereka yang langsung melakukan pelayanan, atau pelaksana untuk lebih berani membuat keputusan. Keunggulan dari desentralisasi adalah lebih responsif dan fleksibel, lebih efektif, lebih inovatif, dan menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi sehingga lebih banyak komitmen dan akhirnya lebih produktif.

10. Pemerintahan Berorentasi Pasars : Mendongkrak Perubahan Melalui Pasar.

Pemerintahan berorentasi pasar sering memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah daripada menggunakan mekanisme administratif, seperti menyampaikan pelayanan atau perintah dan kontrol dengan memanfaatkan peraturan. Pemerintahan semacam ini menciptakan insentif keuangan -insentif pajak, dengan cara itu organisasi swasta atau anggota masyarakat akan berperilaku yang mengarah pada pemecahan masalah sosial.

 

Menurut Imawan, (bahan kuliah Sistem Politik Indonesia) prinsip utama Reinventing Government adalah :

1.      Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktivitas masyarakat)

2.      Empowering ( memberdayakan anggota masyarakat)

3.      Meeting the need of the costumer, not bureaucracy)

4.      Earning

5.      Prevention.

 

B.     Beda Pemerintahan dengan Usaha Bisnis

Pemerintahan dengan bisnis merupakan dua lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintahan bertujuan agar memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga dapat dipilih kembali oleh masyarakat pada periode yang akan datang. Sedangkan bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika suatu organisasi bisnis tidak dapat memperoleh keuntungan maka organisassi tersebut akan mengalami Death Line atau kematian. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan. Jika tidak dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat (tidak favorit bagi masyarakat) maka pemerintahan tersebut pada periode yang akan datang tidak akan dipilih oleh masyarakat dan akan berganti dengan pemerintah yang baru.

Perbedaan tujuan di atas menciptakan motivasi yang berbeda. Pimpinan usaha swasta akan berorientasi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, karena keuntungan merupakan indikator dari keberhasilan mereka. Sedangkan dalam pemerintahan, indikator keberhasilan seorang manajer pemerintah adalah bukan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tetapi apakah mereka dapat menyenangkan para politisi yang terpilih atau tidak. Karena itu kinerja manajer pemerintah sangat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang menang dalam pemilu dalam periode tertentu.

Reinventing Government bukan bertujuan untuk menghilangkan peran pemerintah dalam masyarakat dan menjadikan peran tersebut dijadikan peran swasta. Dengan kata lain Reinventing Government bukan indentik dengan swastanisasi, karena dengan swastanisasi menyeluruh fungsi pemerintah sebagai publik service akan kabur oleh profit oriented pihak swasta.

 

C.    Sistim Politik

Sistim politik dapat diartikan sebagai struktur dan pola interaksi yang terjadi dalam suatu masyarakat menyangkut pembagian nilai atau hak-hak istimewa kepada masyarakat itu, yang membuat sipenerima dipandang syah (legitimate) dan memiliki kewenangan (authority) untuk terlibat dalam proses politik. (Riswandha Imawan, Hand Out kuliah Sistem Politik dan Pemerintahan RI). Jadi dalam sistem politik ada beberapa unsur, yaitu :

Page 4: Reinventing Government

a. Struktur dan pola interaksi, yaitu adanya struktur dan pola interaksi tertentu dalam menjalankan kegiatan politik.

b. Pembagian nilai atau hak-hak istimewa masyarakat, yaitu adanya nilai-nilai atau hak-hak yang dibagi dari masyarakat kepada pemegang kekuasaan

c. Legitimate, yaitu keabsyahan penerima kewenangan (pemegang kekuasaan) dari masyarakat.

d. Proses politik, yaitu proses terjadinya penyerahan kewenangan dari masyarakat kepada penerima kewenangan untuk menjalankan kekuasaan.

Proses politik itu sendiri berkaitan dengan upaya memahami persoalan yang ada dalam masyarakat, penyusunan agenda persoalan sehingga dapat dibentuk serangkaian alternatif mana yang terbaik yang seharusnya dipilih (Riswandha Imawan, Hand Out kuliah Sistem Politik dan Pemerintahan RI).

 

D.    Civil Society

Civil Society atau sering disebut Masyarakat Madani merupakan konsep tentang keberadaan satu masyarakat yang dalam batas-batas tertentu mampu memajukan dirinya sendiri melalui penciptaan aktivitas mandiri, dalam satu ruang gerak yang tidak memungkinkan Negara melakukan intervensi. Penekanan diberikan pada hak-hak dasar individual sebagai manusia maupun warga negara. Penekanan ini yang membuat konsep Civil Society sangat erat terkait dengan demokrasi dan demokratisasi. (Riswandha Imawan, Hand Out kuliah Sistem Politik dan Pemerintahan RI).

Dilihat dari pengertian dari pakar di atas, dapat dipahami bahwa Civil Society menghendaki suatu masarakat yang mampu mengurus dirinya sendiri dengan menciptakan aktivitas sendiri tanpa adanya intervensi dari negara. Pengertian ini bukan berarti rakyat tidak menghendaki adanya pemerintah, tetapi pemerintah dengan rakyat berhubungan secara sejajar dan konsultatif. Pengertian ini juga tidak perlu menimbulkan kecurigaan pemerintah bahwa Civil Society akan menghilangkan fungsi negara, tetapi akan membantu negara melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan memberdayakan rakyat dan otonomi masyarakat untuk mengurus dirinya sendiri.

Selanjutnya Imawan menjelaskan bahwa bila keberadaan Civil Society dipahami oleh negara, maka tugas mereka untuk memelihara ketertiban seraya melayani kepentingan publik akan lebih ringan. Tidak banyak yang dituntut oleh Civil Society dari negara. Hanya ada tiga hal yang diharapkan :

1.     Negara manjamin hak-hak azasi warga negara.

2.     Negara menghormati aksistensi ruang dan wacana publik.

3.     Negara melaksanakan hal-hal yang telah disepakati senbagai batas kewenangan masing-masing.

Dari berbagai uraian di atas dapat dipahami bahwa konsep Civil Society adalah menghendaki kemampuan rakyat untuk mengurus dirinya sendiri atau dengan kata lain pemberdayaan rakyat serta memberikan otonomi kepada rakyat untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan berbagai prinsip-prinsip Reinventing Government.

 

 

PEMBAHASAN

 

Setelah memahami berbagai prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Oshborn dan Gaebler, maka pada hakekatnya reinventing government di Indonesia yang mencakup 5 (lima) hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Imawan. Berdasarkan analisa penulis penerapan kelima prinsip tersebut di Indonesia adalah sebagai berikut :

A.     Steering

Paradigma tradisional tentang birokrasi pemerintahan menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga negara dan masyarakat dari bencana banjir ekonomi maupun politik. Hal ini menyebabkan pemerintah merupakan aktor tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan masyarakat akan semakin tergantung kepada pemerintahnya. Paradigma tradisional ini menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya, karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Mutu pelayanan kepada

Page 5: Reinventing Government

masyarakat tidak bisa ditingkatkan lagi. Untuk itu perlu perubahan paradigma, agar pemerintah tidak lagi sebagai pelaksana tunggal pelayanan kepada masyarakat tetapi bermitra dengan pihak swasta.

Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada masyarakat (NGO -non government organization- atau pihak swasta) atau melaksanakan pelayanan tersebut dengan bermitra dengan masyarakat (sistem koproduksi). Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekrjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta.

Dengan memfokuskan diri kepada pengarahan, maka daya pikir para pembuat kebijakan publik akan meningkat dan cermat, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih produktif dan lebih cermat.

Meskipun banyak mengandung keuntungan dengan menyerahkan urusan kepada pihak swasta atau NGO, namun pemerintah perlu memperhatikan hal-hal yang bersifat urgen sebagai berikut :

a.     Penyerahan wewenang memberikan pelayanan dapat diserahkan kepada pihak swasta sepanjang tidak mencakup urusan-urusan yang tidak urgen dan tidak menggangu ketertiban umum. Dengan kata lain pemerintah tetap akan melaksanakan tugas-tugas pelayanan tertentu yang mencakup tugas-tugas yang vital dan tugas-tugas yang akan menggangu stabilitas masyarakat jika diserahkan kepada swasta.

b.     Penyerahan tugas-tugas pelayanan kepada pihak swasta bukan menyebabkan pemerintah akan lemah, tetapi justru akan meningkatkan kewibawaan pemerintah, karena pemerintah akan dapat mengawasi pelaksanaan pekerjaan pihak swasta dengan objektif dan memberikan pengarahan. Dengan demikian tugas-tugas pelayanan tersebut akan dapat ditingkatkan mutunya.

c.      Penyerahan urusan pemerintah kepada swasta harus meningkatkan asas efisiensi. Jika penyerahan urusan kepada swasta menyebabkan inefisiensi dan atau biaya pelayanan menjadi mahal bagi masyarakat, maka urusan tersebut tidak dapat diserahkaan kepada swasta. Sekarang banyak ditemui beberapa urusan pemerintah yang diserahkan kepada pihak swasta yang menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat lebih mahal daripada dilaksanakan oleh publik sektor.

d.     Penyerahan urusan pemerintah kepada swasta harus meningkatkan asas kompetisi. Dengan adanya penyerahan tersebut akan mengurangi monopoli pemerintah terhadap pelaksanaan suatu kegiatan. Jika tidak terjadi kompetisi, maka sama saja dengan memindahkan monopoli sektor publik kepada pihak swasta. Jika hal ini terjadi maka penyerahan urusan sektor publik kepada pihak swasta tidak dapat dilaksanakan.

Dalam melaksanakan steering diperlukan kedewasaan politik masyarakat. Ketika pemerintah tidak lagi "rowing" mendayung/melaksanakan langsung beberapa program pemerintahan, maka masyarakat harus mampu melaksanakannya, sedangkan pemerintah hanya memberikan petunjuk-petunjuk macro dalam kegiatan/program tertentu. Sekarang timbul pertanyaan mampukah masyarakat melaksanakan program-program tersebut?

Steering akan dapat terlaksana jika telah terwujud Civil Society pada masyarakat. Keberadaan Civil Society akan mampu mendewasakan masyarakat dengan membiasakan masyarakat mengurus dirinya sendiri tanpa terlalu banyak intervensi pemerintah. Dalam kenyataannya Civil Society di Indonesia belum menunjukkan indikator yang signifikan untuk dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sudah dewasa, hanya sebahagian kecil saja dari masyarakat Indonesia yang sudah berpendidikan politik yang tinggi. Bagaimana dengan sebagaian besar masyarakat Indonesia yang lain yang belum mempunyai pendidikan politik yang memadai. Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan Civil Society di Indonesia masih menemui kendala yaitu terbatasnya masyarakat Indonesia yang mempunyai pengetahuan dan atau pendidikan politik yang baik. Hal ini berakibat juga penerapan Steering akan menemui kendala.

 

B.     Empowering

Pada pemerintahan yang menganut sistem otoriter kekuasaan tertinggi berada ditangan penguasa (negara) dan tidak memberikan hak-hak politik kepada rakyat. Pada sistem ini rakyat hanyalah sebagai objek tanpa mempunyai akses untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Rakyat tidak dapat memberikan saran-saran/koreksi terhadap kinerja pemerintah sehingga pemerintah bekerja tanpa terkontrol. Pada perkembangannya sistem ini tidak populer lagi dimata

Page 6: Reinventing Government

masyarakat, apalagi pada sistem ini pemerintah harus melayani seluruh kebutuhan masyarakat tetapi pemerintah tidak mampu melaksanakannya dengan baik.

Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dengan melakukan pemberdayaan kepada rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri.

Dalam pelaksanaan empowering ini ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kemampuan sumber daya manusia. Dengan keterbatasan ini masyarakat belum mampu menterjemahkan berbagai misi pemerintahan. Disini tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan pengetahuan masyarakat agar mampu melakukan berbagai kegiatan dalam pembangunan.

 

C.    Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy

Dalam prinsip reinventing government ini pemerintah harus memenuhi kebutuhan consumer (masyarakat) bukan kebutuhan birokrasi. Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Para bawahan akan berusaha membuat atasan senang agar dia mendapatkan pangkat yang lebih tinggi. Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan, faktor yang utama adalah seorang administrator harus melayani kebutuhan para pejabat.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan merasa terayomi oleh pemerintah, merasa dekat secara emosional dengan pemerintah. Hal ini akan terjadi jika telah terwujud Civil Society dalam masyarakat. Dengan civil society masyarakat akan mempunyai ekses dalam mengawasi pelaksanaan tugas pemerintahan. Jika terjadi pelanggaran, misalnya para birokrat tidak melayani masyarakat dengan baik tetapi melayani birokrat atasannya, maka masyarakat akan meniupkan peluit sebagai tanda peringatan kepada administrator. Dengan demikian penyimpangan akan semakin dikurangi. Dengan kata lain administrator akan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan birokrat.

 

D.    Earning

Sifat pemerintahan yang selama ini ada adalah selalu berusaha untuk menghabiskan dana yang ada, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut. Semakin lama semakin terbatas sumber dana pemerintah, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Disatu sisi pemerintah dapat memungut pajak yang tinggi dari masyarakat untuk membiayai berbagai program pemerintah, tetapi hal tersebut akan menambah beban masyarakat dan pada akhirnya akana mengurangi akuntabilitas pemerintah dimata masyarakat. Disini berarti menaikan sektor pajak merupakan cara yang tidak bijaksana.

Sehubungan dengan hal di atas pemerintah perlu mempertimbangkan pemikiran bahwa instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya. Seorang manajer instansi pemerintah harus mampu melaksanakan tugas sebaagaimanahalnya manajer perusahaan swasta yakni dengan mempertimbangkan in-put dan out-put dari instansinya. Masing-masing instansi pemerintah harus mampu membuat program yang mampu menambah penghasilan instansinya, sebagaimana yang dilaksanakan oleh sektor swasta. Dengan demikian instansi pemerintah dan para birokrat didalamnya akan terbiasa untuk menghemat biaya/anggaran.

Apabila seluruh instansi pemerintah sudah terbiasa untuk menghasilkaan dana sendiri untuk membiayai berbagaaai kegiatannya bahkan sampai bisa menabung/investasi untuk usaha lain, maka beban pemerintah untuk berbagai kegiatan pemerintahan akan semakin berkurang. Dengan demikian konsentrasi pemikiran pemerintah (pembuat kebijakan ) akan tertuju pada masalah-masalah yang penting dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan meningkat.

Hal di atas akan dapat dilaksanakan di Indonesia, jika masing-masing pemerintah daerah sudah mampu membiayai pemerintahannya sendiri. Dan didalam pemerintah daerah tersebut, masing-masing instansi pemerintah daerah mampu menghasilkan dana sendiri dengan tidak selalu memberatkan anggaran pemerintah daerah, misalnya Dinas Pertanian mampu menghasilkan dana sendiri dengan melakukan penelitian dan pengembangan bibit unggul dan hasilnya dijual

Page 7: Reinventing Government

kemasyarakat atau ke daerah lain melalui mekanisme pasar yang sehat. Demikian juga dengan Dinas Perikanan, mampu mengembangkan sektor penelitian dan pengembangan ikan dan hasilnya dujual kepada pasar. Demikian juga dengan dinas-dinas lainnya.

Jika hal di atas dapat diwujudkan, maka nantinya akan kita lihat bahwa daerah-daerah di Indonesia akan merata kemajuannya. Ekonomi masyarakat akan ditunjang dengan perdagangan antar daerah yang berjalan dengan sehat. Hal ini pada akhirnya akan mampu mengeluarkan Indonesia dari krisis ekonomi dan krisis politik ini.

 

E.     Prevention

Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah tersebut timbul atau menjadi masalah besar. Setelah suatu masalah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan mengalami kesulitan besar untuk mengatasinya, baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Misalnya, Masalah wabah penyakit, Apabila di suatu daerah telah terjadi wabah penyakit mutaber, demam berdarah, maka pemerintah akan bekerja ekstra keras dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit tadi.

Akan lain halnya jika pemerintah sudah melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap datangnya penyakit tadi. Misalnya, pemerintah sudah membuat saluran-saluran air yang baik, memberikan penyuluhan tentang hidup sehat kepada masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan penyakit yang mewabah tidak akan terjadi. Dengan demikian pemerintah tidak akan mengeluarkan biayan yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit.

Begitu juga dengan situasi politik nasional dan international. Pemerintah harus sudah paham dengan situasi politik nasional dan internasional. Apa-apa yang diinginkan oleh masyarakat harus mampu dibaca oleh pemerintah. keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Akan terjadi akumulasi ketidakpuasan masyarakat dalam bentuk tindakan anarkhis apabila kebutuhan masyarakat tidak terlayani oleh pemerintah. Jadi dengan memahami kehendak politik rakyata secara dini, maka rakyat akan semakin dekat dengan pemerintahnya, partisipasi politik rakyat akan semakin tinggi dan pemerintah akan melaksanakan pemerintahan dengan tenang.

 

 

KESIMPULAN

 

1.      Paradigma tradisional ini menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya, karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada masyarakat. Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekerjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta.

2.      Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan dengan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat atau pemberdayaan rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri.

3.      Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat.

4.      Sifat pemerintahan yang selalu berusaha untuk menghabiskan dana, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut perlu dirobah. Karena sumber dana pemerintah makin berkurang, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Untuk itu instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya.

5.      Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah menjadi masalah besar. Setelah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan kesulitan untuk

Page 8: Reinventing Government

mengatasi, baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Untuk itu perlu tindakan pencegahan terhadap timbulnya suatu masalah.

6.      Hal-hal di atas akan terlaksana jika di Indonesia telah terwujud Civil society. Civil society menghendaki masyarakat yang sudah dewasa dan mempunyai aktivitas dan kreativitas yang tinggi.

PERSPEKTIF PARADIGMA BARU ADMINISTRASI NEGARA DALAM MENGHADAPI

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

(Suatu Tinjauan Pelaksanaan Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing

Government dalam Pelayanan Publik pada era Otonomi Daerah)

Pendahuluan

Selama ini, Public Administration selalu diterjemahkan dengan Administrasi

Negara. Akibat dari terjemahan seperti itu, selama beberapa dekade di Indonesia,

orientasi administrasi negara adalah bagaimana pelayanan kepada negara, dan

masyarakat harus melayani negara, semuanya serba negara sehingga muncul istilah

“abdi negara”. Apabila segala sesuatu diatasnamakan negara, maka hal tersebut

sudah harus tuntas, dan direlakan; semua orang harus berkorban demi negaranya.

Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk masyarakat umum, terbalik

menjadi pelayanan untuk negara. Padahal konsep awal dari Public

Administration sesuai dengan terjemahannya adalah “Administrasi Publik” yaitu

berorientasi kepada masyarakat. Perkembangan terbaru paradigma administrasi

publik, mengarah kepada masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat serta

berupaya bagaimana strategi melakukan atau melayani masyarakat (publik). Hal ini

sejalan dengan hakekat pelaksanaa era otonomi, yakni peningkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat.

Pada dasarnya masyarakat tidak terlalu peduli dengan more regulated atau less

regulated, less governed atau more governed karena kepedulian utama mereka

terletak pada terselesaikannya beragam masalah yang mereka hadapi. Bagi

administrasi publik, kondisi ini merupakan tantangan besar yang harus dihadapi

mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks sementara sumber daya

dan kapasitas birokrasi yang berkembang tidak sebanding dengan perkembangan

kebutuhan tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berkembang beragam

pendekatan dalam menghadapi tuntutan ini. Isu manajemen publik dan public

Page 9: Reinventing Government

governance(kepemerintahan publik) terus meluas dan menjadi perdebatan

hangat (Khairul Muluk, 2004).

PARADIGMA GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang

dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada

paradigma rule government (pendekatan legalitas). Dalam merumuskan, menyusun dan

menetapkan kebijakan senantiasa didasarkan pada pendekatan prosedur dan

keluaran(out put), serta dalam prosesnya menyandarkan atau berlindung pada

peraturan perundang-undangan atau mendasarkan pada pendekatan legalitas.

Penggunan paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa ini

cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan atas urusan yang dimiliki

(kepentingan pemerintah daerah), dan kurang memperhatikan prosesnya.

Pengertiannya, dalam proses merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan,

kurang optimal melibatkanstakeholder (pemangku kepentingan di lingkungan

birokrasi, maupun masyarakat).

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

publik menurutparadigma good governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan

oleh pemerintah daerah berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau

hanya untuk kepentingan pemeintahan daerah. Paradigma good governance,

mengedepankan proses dan prosedur, dimana dalam proses persiapan, perencanaan,

perumusan dan penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan kebersamaan

dan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Pelibatan elemen pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi sangat penting,

karena merekalah yang memiliki kompetensi untuk mendukung keberhasilan dalam

pelaksanaan kebijakan. Pelibatan masyarakat juga harus dilakukan, dan seharusnya

tidak dilakukan formalitas, penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) tehadap

para pemangku kepentingan dilakukan secara optimal melalui berbagai teknik dan

kegiatan, termasuk di dalam proses perumusan dan penyusunan kebijakan.

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut

keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi

maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah

pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan

harussesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good

governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal

ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan

untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat

setempat,dan meningkatkan pelayanan publik.

Page 10: Reinventing Government

Kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah sangat strategis dalam upaya

mewujudkan kepemerintahan yang baik, dengan demikian pelayanan publik memiliki

nilai strategis dan menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Menjadi pertanyaan, apakah

fungsi pemerintahan yang lainnya tidak strategis dan tidak prioritas? Bukankah dalam

penyelenggaraan pemerintahan juga banyak masalah yang mendesak yang harus

ditangani? Jawabannya tidak sederhana. Tetapi kalau kita memahami essensi

kepemerintahan yang baik dan hubungannya dengan tujuan pemberian otonomi daerah,

maka sebenarnya jelas arahnya, yaitu pemerintah daerah diberi tugas dan fungsi, serta

tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang baik.

Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang

perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci

masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu

pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani

adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan

signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan

publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga

menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan

pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen

pemerintahan yang kurang baik.

Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan berbagai faktor,

antara lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpinan, pimpinan manajerial

atas, menengah dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya untuk

berama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selain itu, kurangnya komitmen

untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatkan kualitas

manajemen kinerja dan kualitas pelayanan publik. Contoh: Banyak Pemerintah Daerah

yang gagal dan/atau tidak optimal melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu

atap, tetapi banyak yang berhasil menerapkan kebijakan pelayanan terpadu satu atap

(seperti; Jembrana, Solok, Sragen dan daerah lainnya)

Meningkatnya kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan

komitmen pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara pemerintahan untuk

menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Perubahan signifikan pelayanan

publik,akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap

meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.

Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya

kinerja manajemen pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir

yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan

perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.

Page 11: Reinventing Government

Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk

menurunkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah

merebak di semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi

dalam pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan

masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur

yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan

pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh

masyarakat luas (masyarakat dan swasta).

Paradigma good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian

besar stakeholder pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat

pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen

pemerintahan daerah, guna meningkatkan kualitas pelayanan publik. Banyak

pemerintah daerah yang telah mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan

kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good

governance.

Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan

publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen

pemerintahan, mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta

membangun kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk

memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.

Desentralisasi dan Reformasi Pelayanan Publik

Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan

perundang-undangan. Dengan otonomi daerah berarti telah dipindahkan sebagian besar

kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat kepada daerah otonom, sehingga

pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan

(perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah

pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diharapkan akan dapat

berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.

Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan

otonomi daerah antara lain pelayanan publik, formasi jabatan, pengawasan keuangan

daerah dan pengawasan independen. Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah

adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang

kondusif, sehingga dapat mendesain standar Pelayanan Publik yang mudah, murah dan

cepat. Pelayanan publik merupakan bagian dari pemerintahan yang baik (good

governance) yang salah satu parameternya adalah cara aparatur pemerintah

Page 12: Reinventing Government

memberikan pelayanan kepada rakyat. Prinsip good governance bisa terwujud jika

pemerintahan diselenggarakan secara transparan, responsif, partisipatif, taat hukum

(rule of law), sesuai konsensus, nondiskriminasi, akuntabel, serta memiliki visi yang

strategis.

Bila kita mengamati lebih dalam praktik negara atau pemerintah kita terkait

dengan pelayanan publik, maka tampak jelas bahwa arah dan kebijakan layanannya

tidak pasti. Masyarakat atau rakyat pada dasarnya memiliki hak-hak dasar, yang harus

menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya atau paling tidak terjamin

pelaksanaannya. Akan tetapi, dalam realitasnya, banyak arah dan kebijakan layanan

publik tidak ditujukan guna peningkatan kesejahteraan publik. Namun sebaliknya,

layanan publik mendorong masyarakat atau rakyat untuk “melayani” elit penguasa.

Pemerintah melahirkan berbagai kebijakan dalam bentuk hukum, perundang-

undangan, peraturan-peraturan dan lainnya bertalian dengan layanan publik. Berbagai

kebijakan itu katanya bermaksud hendak melindungi hak-hak warga negara, meskipun

dalam praktiknya banyak yang melanggar kepentingan warga negara, misalnya

penggusuran lahan rakyat untuk bangunan super market. Pengalihan fungsi lahan

pertanian menjadi lahan perumahan dan industri adalah kebijakan layanan publik yang

melanggar hak-hak warga, khususnya kaum tani. Pelayanan publik yang buruk

merupakan salah satu bentuk penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan

maladministrasi.

Maladministrasi adalah tindakan atau perilaku penyelenggara administrasi

negara dalam pemberian pelayanan publik yang bertentangan dengan kaidah serta

hukum yang berlaku. Atau, menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir)

yang menimbulkan kerugian serta ketidakadilan. Prinsip "kalau bisa dipersulit kenapa

harus dipermudah" salah satunya juga dimotivasi perilaku mencari keuntungan sesaat

kalangan aparatur pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan publik. Masyarakat

yang tidak tahan diperlakukan demikian oleh pemberi pelayanan publik akhirnya

terjebak ikut berbuat tercela dengan memberikan suap kepada aparat selaku pemberi

layanan.

Reformasi pelayanan publik ternyata masih tertinggal dibanding reformasi di

berbagai bidang lainnya. Sistem dan filsafat yang mendasari pelayanan publik di

Indonesia tidak hanya ketinggalan jaman, tetapi juga menghasilkan kinerja dibawah

standar dalam masyarakat yang berubah secara cepat. Kita masih jauh tertinggal

dibanding Filipina, Malaysia dan Thailand dalam indikator-indikator gabungan kualitas

birokrasi, korupsi, dan kondisi sosial ekonomi.

Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar

pelayanan publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah)

kepada rakyat. Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi

Page 13: Reinventing Government

iklim investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai

akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh institusi-

institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai permasalahan; masih terjadinya

diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi yang terkesan

berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor penyebab

buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:

a. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan

sama sekali tidak pro rakyat.

b. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja

dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.

c. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa

adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis

masyarakat yang tumpul.

d. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan

informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan

keuntungan pribadi.

Salah satu faktor penyebab utama dari keterpurukan sektor perekonomian

adalah masih kuatnya prilaku koruptif di dalam berbagai aspek kehidupan, terutama di

sektor birokrasi dengan salah satu fokus utamanya di sektor pelayanan publik.

Konsekuensinya, timbullah biaya ekonomi tinggi yang berdampak kepada rendahnya

daya saing Indonesia dibandingkan negara berkembang lainnya dalam menarik

investasi dan dalam memasarkan komoditinya baik di dalam negeri maupun ke luar

negeri. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat, yang kemudian bermuara

pada stagnannya proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Masih kuatnya perilaku koruptif ini salah satunya dibuktikan dengan dari masih

rendahnya Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2006 yang dikeluarkan

oleh Transparency International Indonesia (TII) , yaitu 2,4 – naik 0,2 point dari CPI tahun

2005. Sensus pegawai negeri yang baru-baru ini dilakukan oleh Badan Kepegawaian

Negara (BKN) menunjukkan bahwa ada Penyelanggaraan Pemerintahan kita melibatkan

3,6 juta pegawai negeri, tetapi anggaran negara menunjukan bahwa jumlahnya hanya

sedikit kurang dari 4 juta. Dengan kata lain, hampir 400 ribu pegawai negeri yang ada

dalam daftar gaji tidak bekerja untuk negara. Kenyataan ini memberikan dasar yang kuat

untuk menelaah kembali anggaran kepegawaian, berbagai posisi dan fungsi

kepegawaian, serta untuk membangun rencana strategis menghadapi berbagai

ketidakwajaran yang ada, yang memperburuk kondisi anggaran dan berpengaruh

terhadap pelayanan publik.

Page 14: Reinventing Government

Pemerintah perlu menyusun Standar Pelayanan bagi setiap institusi di daerah

yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Deregulasi dan

Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta perlu dilakukan

evaluasi secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat. Ada

lima cara perbaikan di sektor pelayanan publik yang patut dipertimbangkan:

Mempercepat terbentuknya UU Pelayanan Publik, Pembentukan pelayanan publik satu

atap (one stop services), Transparansi biaya pengurusan pelayanan publik, Membuat

Standar Operasional Prosedur (SOP), dan reformasi pegawai yang berkecimpung di

pelayanan publik.

Pelaksanaan Otonomi Daerah memungkinkan pelaksanaan tugas umum

Pemerintahan dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta dapat

menjadi sarana perekat Integrasi bangsa. Untuk menjamin agar pelaksanaan otonomi

daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka

segenap lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus

secara terus menerus memantau kinerja Pemda dengan mitranya DPRD agar tidak

disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi, demokratisasi dan

akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan yang Good dan Clean

Government.

Pemerintah memang tidak memiliki paradigma yang jelas dalam soal layanan

publik dan mempertahankan birokrasi yang feodal. Transformasi paradigmatik, disain

ulang sistem dan organisasi layanan publik harus dilakukan agar pemerintah menjadi

handal melakukan kewajiban publiknya. Sejatinya, Excelent Service harus menjadi

acuan dalam mendesain struktur organisasi di pemerintah daerah. Bila semua daerah

otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan demokratis, maka

pemerintah kita secara nasional pada suatu saat nanti akan dapat menjadi birokrasi

yang bersih dan profesional sehingga mampu menjadi negara besar yang diakui dunia.

Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana

terjadi perubahan signifikan dalam kehidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat

dibatasi oleh sekedar batas administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-

penemuan teknologi. Globalisasi dipengaruhi oleh inovasi teknologi di satu sisi dan

persaingan dalam era perdagangan bebas di sisi lain”. Sementara W.W. Rostow (1960)

dengan teorinya tentang 5 tahapan pertumbuhan menunjukkan bahwa suatu komunitas

bangsa tingkatan pertumbuhannya dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi dalam lima

kategori: "It is possible to identify all societies, in their economic dimensions, as lying

within one of five categories: the traditional society, the preconditions for take-off, the

take-off, the drive to maturity, and the age of high mass-consumption".

Sejalan dengan pendapat Rostow, era globalisasi saat ini mengindikasikan

bahwa masyarakat dunia pada umumnya telah memasuki tahapan the age of high

Page 15: Reinventing Government

mass-consumption atau tingkatan kelima. Kondisi dimana terjadi pergeseran pada

sektor-sektor dominan terhadap kebutuhan barang dan jasa sejalan dengan

peningkatan pendapatan masyarakat. Sebagian besar masyarakat telah terpenuhi

kebutuhan dasarnya yakni sandang, pangan dan papan serta berubahnya struktur

angkatan kerja yang meningkat tidak hanya proporsi jumlah penduduk perkotaan

melainkan juga jumlah angkatan kerja yang terampil.

Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan

peranadministrasi negara dan pemerintahan dalam memberikan pelayanan secara

efiktif, efisien dan secara profesional. Tantangan perubahan masyarakat dan tantangan

terhadap kinerja pemerintahan selain menghadapi masyarakat yang semakin cerdas

dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya/variatif serta memenuhi standar

kualitatif sangatlah terbatas, pada akhir kekuasaan Orde Baru pun, birokrasi pernah

dikritik habis-habisan oleh kalangan gerakan pro-reformasi. “Birokrasi dianggap sebagai

salah satu ”penyakit” yang menghambat akselerasi kesejahteraan masyarakat dan

penyelenggaraan pemerintahan yang sehat“ (Edi Siswadi, 2005). Ungkapan klasik dan

kritis seperti “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, misalnya, berkembang

seiring dengan penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyarakat.

Ungkapan itu menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang

berpotensi menyuburkan praktik percaloan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi

inilah yang sebetulnya memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi

pelayanan seperti ini perlu segera direformasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan

kinerja pelayanan publik yang berkualitas.

Menghadapi kondisi ini maka pemerintah sebagai pelayan public perlu

mengupayakan untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan

pelayanan masyarakat dengan kemampuan aparatur pemerintah untuk memenuhinya,

sebab keterbatasan sarana dan prasarana yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai

alasan pembenar tentang rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Kemandirian dan kemampuan yang handal dari pemerintah merupakan syarat tetap

terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah untuk memenuhi segala

kebutuhan pelayanan umumnya.

Dalam kaitan inilah maka pemerintah perlu memiliki semangat kewirausahaan

(entrepreneurship). Ide penataan ulang pemerintahan ini sejalan dengan pemikiran dan

perkembangan administrasi negara yang berusaha melakukan reinventing government

pada awal tahun 1990-an. Salah satu ide pokok dari perubahan administrasi negara

tersebut adalah pentingnya public service sebagai orientasi dari birokrasi pemerintahan.

Perubahan mendasar dalam struktur birokrasi berlangsung sangat cepat.

Semenjak reformasi, pemerintah pusat telah merekonstruksi struktur birokrasi

pemerintah daerah dua kali. Masing-masing melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU

Page 16: Reinventing Government

Nomor 32 Tahun 2004. Penataan birokrasi pemerintah daerah, secara normatif

merupakan bagian dari rekayasa sosial guna mengatasi krisis multidimensi yang

melanda. Dalam skala kecil atau mikro, hal ini dilakukan untuk kepentingan memulihkan

krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dalam skala makro untuk

menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang sehat dan kondusif,

sehingga tingkat kepuasaan masyarakat (customer satisfaction) meningkat dan iklim

investasi menyehat (Edi Siswadi, dalam Pikiran Rakyat, 2005).

Untuk mewujudkan tujuan itu, perlu ada penataan administrasi negara

danbirokrasi pemerintahan dalam rangka membangun kinerja pemerintahan yang

efektif, efisien, dan profesional. Setidaknya, “stempel” yang diberikan masyarakat

mengenai buruk dan berbelit-belitnya birokrasi pada pemerintah baik pusat ataupun di

daerah dapat dikurangi. Peran administrasi negara dan pemerintahan di masa

mendatang dengan melihat beberapa tuntutan masyarakat diatas dengan kondisi

pemerintah sebagai pelayan masyarakat saat ini yaitu : (1) Pemerintahan dengan

system Birokrasi yang lamban dan terpusat; (2) Pemenuhan terhadap ketentuan dan

peraturan (bukannya berorientasi misi);(3) Rantai hierarki/komando yang rigid; maka

pemerintah saat ini harus berupaya merubah perannya untuk masa yang akan datang

yaitu melalui penerapan konsepReinventing Government.

Sebelum membahas lebih dalam topik reinventing government, terlebih dahulu

kita meninjau pengertian dari reinventing. Menurut David Osborne dan Peter

Plastrik(1997) dalam bukunya “Memangkas Birokrasi”, Reinventing Government adalah

“transformasi system dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan

peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk

melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, system insentif,

pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya system dan organisasi

pemerintahan”. Pembaharuan adalah dengan penggantian system yang birokratis

menjadi system yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat

pemerintah siap untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap

masyarakat, menciptakan organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas

dan efisiensi pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.

Dalam rangka mewujudkan konsep reinventing government, tidak ada salahnya

kalau kita mencoba untuk mengetahui bagaimana proses perubahan yang terjadi pada

negara-negara maju seperti: Australia, Selandia baru, Amerika serikat, Kanada, Inggris

dsb yang berhasil melakukan reformasi birokrasi. Di Inggris pembaharuan mulai

dilakukan pada awal tahun 1980 pada saat Margareth Thatcher menjabat sebagai

Perdana Menteri Inggris. Pada masa awal pemerintahannya, ia mengumumkan

penyetopan rekrutmen pegawai dan pemotongan tiga persen dalam tubuh pamong

praja, dan beberapa bulan kemudian menetapkan pemotongan lagi sebesar lima

persen.

Page 17: Reinventing Government

Disamping itu Thatcher juga meminta Darek Rayner yang pada saat itu menjabat

sebagai pimpinan perusahaan ritel terkenal, Marks & Spencer untuk memimpin perang

melawan pemborosan dan inefisiensi. Thatcher juga melakukan perubahan pada serikat

pegawai sektor pemerintah, mendorong reformasi dengan melarang kerja piket

tambahan. Tapi senjata besar Thatcher adalah privatisasi, yang mana dalam 11 tahun

masa kepemimpinannya, pemerintah menjual lebih dari 40 BUMN utama dan banyak

perusahaan kecil yang pada akhir tahun 1987 penjualan ini menghasilkan 5 milyar

Poundsterling pertahunnya (Osborne dan Plastrik, 1997).

Prinsip-prinsip Reinventing Government

1. Mengarahkan Ketimbang Mengayuh (Steering Rather Than Rowing) Berfokus pada pengarahan, bukan pada produksi pelayanan public. •Memisahkan fungsi ”mengarahkan” (kebijaksanaan dan regulasi) dari fungsi ”mengayuh” (pemberian layanan dan compliance). •Peranan pemerintah lebih sebagai fasilitator dari pada langsung melakukan semua kegiatan operasional; •Metode-metode yang digunakan antara lain : privatisasi, lisensi, konsesi, kerjasama operasional, kontrak, voucher, insentif pajak, dll. Pemerintah harus menyediakan (providing) beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Pemerintah memfokuskan pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga. Produksi pelayanan publik oleh Pemerintah harus dijadikan sebagai perkecualian, bukan suatu keharusan. Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan pihak non publik.

2. Pemerintah adalah Milik Masyarakat : Memberdayakan Ketimbang Melayani (Empowering raher than Serving ). •Mendorong mekanisme control atas pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat; •Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat, perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah; •Mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri (community self-help).

3. Pemerintah yang kompetitif : Menyuntikkan persaingan dalam pemberian pelayanan (Injecting Competition into service Delivery) •Pemberian jasa/layanan harus bersaing dalam usaha berdasarkan kinerja dan harga •Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak memberikan pilihan lain yang harus dilakukan oleh organisasi public; •Pelayanan public yang dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat monopoli tetapi harus

Page 18: Reinventing Government

bersaing •Masyarakat dapat memilih pelayanan yang disukainya.Oleh sebab itu pelayanan sebaiknya mempunyai alternative. Kompetisi merupakan satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.

4. Pemerintah Digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan(Transforming Rule-Driven Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven).•Secara internal, dapat dimulai dengan mengeliminasi peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan system administrasi. •Perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah •Misi pemerintah harus jelas dan peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan misi tersebut. Apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah diatur dalam mandatnya. Tujuan Pemerintah bukan mandatnya, tetapi misinya. Contoh: Cara penyusunan APBD. APBD memang harus disusun berdasarkan suatu prosedur yang benar dan baku, tetapi pemenuhan prosedur bukanlah tujuan. Tujuan APBD adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil: Membiayai hasil bukan masukan (Funding outcomes, Not input). a.Berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif: membiayai hasil dan bukan masukan. b.Mengembangkan standar kerja, yang mengukur seberapa baik mampu memecahkan masalah. c.Semakin baik kinerja, semakin banyak dana yang dialokasikan untuk mengganti dana yang dikeluarkan unit kerja.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi (Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy) •Mengidentifikasi pelanggan yang sesungguhnya. •Pelayanan masyarakat harus berdasarkan pada kebutuhan riil, dalam arti apa yang diminta masyarakat •Instansi pemerintah harus responsif terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen; •Perlu dilakukan penelitian untuk mendengarkan pelanggan mereka, •Perlu penetapan standar pelayanan kepada pelanggan •Pemerintah perlu meredesain organisasi mereka untuk memberikan nilai maksimum kepada para pelanggannya. •Menciptakan dual accountability (masyarakat dan bisnis, serta DPRD dan pejabat).

7. Pemerintah wirausaha: Menghasilkan ketimbang membelanjakan (Earning Rather than Spending)•Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya bukan hanya membelanjakan uang (melakukan pengeluaran uang) melainkan memperolehnya. •Dapat diperoleh dari biaya yang dibayarkan pengguna dan biaya dampaknya (impact fees); pendapatan atas investasinya

Page 19: Reinventing Government

dan dapat menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana) •Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan sehingga dapat meringankan beban pemerintah. Contoh pelaksanaan : a.Dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misal : BPS dan Bappeda dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian. b.BUMD menjual barang maupun jasa c.Memberi hak guna usaha, menyertakan modal dan lain-lain.

8. Pemerintah antisipatif (anticipatory government): Mencegah ketimbang Mengobati (Preventon Rather than Cure) •Bersikap proaktif •Menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi daerah. •Visi membantu meraih peluang tidak terduga, menghadapi krisis tidak terduga, tanpa menunggu perintah.

9. Pemerintah desentralisasi (decentralized government): Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja (From Hierarchy to Participation and Teamwork) Dengan melihat beberapa tantangan dari masyarakat, diantaranya : (a) Perkembangan teknologi sudah sangat maju. (b) Kebutuhan masyarakat dan bisnis semakin kompleks. (c) Staf banyak yang berpendidikan tinggi Maka pemerintah perlu untuk : •Menurunkan wewenang melalui organisasi, dengan mendorong mereka yang berurusan langsung dengan pelanggan untuk lebih banyak membuat keputusan (Pengambilan keputusan bergeser kepada masyarakat, asosiasi, pelanggan, LSM.) •Tujuan : Untuk memudahkan partisipasi masyarakat, serta terciptanya suasana kerja Tim. •Pejabat yang langsung berhubungan dengan masyarakat (from-line workers) harus diberi kewenangan yang sesuai. Karena dengan kewenangan yang diberikan akan memeungkikan terjadinya koordinasi “cross functional” antar semua instansi yang terkait.

10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (market oriented government) : Mendongkrak perubahan melalui pasar (Leveraging change throught the Market) Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar ( sistem insentif ) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Mekanisme pasar terbukti yang terbaik di dalam mengalokasi sumberdaya. (a) Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar, tidak memerintah dan mengawasi, tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar tidak merugikan masyarakat. (b) Lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan masalah daripada menggunakan mekanisme administrasi seperti pemberian layanan atau regulasi, komando dan control; (c) Tidak semua pelayanan public harus dilakukan oleh pemerintah sendiri. (d)Kebijaksanaan public

Page 20: Reinventing Government

harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (e) Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan.

Relevansi Reinventing Government dengan Administrasi Publik di Indonesia.

Birokrasi memainkan peranan utama dalam pembangunan dan semakin kuat

menunjukkan kecenderungan yang kurang baik: Sulit ditembus; Sentralistis; Top down;

dan Hierarki sangat panjang. Birokrasi justru menyebabkan kelambanan, terlalu bertele-

tele dan mematikan kreativitas. Birokrasi dianggap mengganggu mekanisme pasar,

karena menciptakan distorsi ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan inefisiensi

organisasi. Era turbulance and uncertainty, teknologi informasi yang canggih,

demanding community, dan persaingan ketat, menjadikan birokrasi tidak dapat bekerja

dengan baik. Era globalisasi dan knowledge based economy, birokrasi perlu melakukan

perubahan menuju profesionalisme birokrasi dan menekankan efisiensi.

Di Indonesia upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai dilakukan sejak

tahun 1983, namun baru menyentuh sektor riil dan moneter, sementara debirokratisasi

belum menyentuh sisi kelembagaan. Krisis sejak pertengahan 1997 telah menyebabkan:

Jumah orang miskin meningkat; Pengangguran meningkat; Kriminalitas meningkat;

danKualitas kesehatan menurun. Praktik Manajemen dan Administrasi Publik di

Indonesiaditandai oleh Public service yang buruk; Ekonomi sangat birokratis; Kebocoran

anggaran; dan Budaya KKN.

Rethinking the government merupakan upaya untuk menjadikan pemerintah lebih

bertorientasi pada strategic thinking, strategic vision, and strategic management. Salah

satu bentuk New Public Management adalah model pemerintahan Osborne and Gaebler

(1992) yang tertuang di dalam konsep “Reinventing Government”.

Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing antara lain:

1. Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa menimbulkan friksi yang justru akan menghambat efisiensi dan efektivitas birokrasi. Sebab prinsip reinventing government sesungguhnya baru mengena pada dimensi normatif, tetapi belum teruji secara empiris.

2. Bagaimana menemukan strategi praktis untuk mengadopsi prinsip reinventing government ke dalam system dan mekanisme pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Penataan Kelembagaan pemerintah melalui reinventing (Sunarno, 2008) antara lain :

1. REORIENTASI. Meredefenisikan visi, misi, peran, strategi, implementasi, dan evaluasi kelembagaan pemerintah.

Page 21: Reinventing Government

2. RESTRUKTURISASI. Menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publik.

3. ALIANSI. Mensinergikan seluruh aktor, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam tim yang solid.

Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk mewujudkan good government yang

didukung oleh penyelenggara Negara yang profesional dan bebas korupsi, kolusi,

nepotisme serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai

pelayanan prima (Sunarno, 2008). Sasaran reformasi birokrasi menurut Sunarno adalah

terwujudnya birokrasi yang profesional, netral dan sejahtera yang mampu menempatkan

dirinya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan

masyarakat yang lebih baik; terwujudnya kelembagaan pemerintah yang profesional,

fleksibel, efisien dan efektif baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah;

terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih cepat, tidak berbelit-belit,

mudah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka bentuk dan peranan pemerintahan di

masa mendatang adalah: Pemerintahan yang mendorong kompetisi antar pemberi jasa;

Memberi wewenang kepada warga; Mengukur kinerja perwakilannya dengan

memusatkan pada hasil, bukan masukan; Digerakkan oleh tujuan/missi, bukan oleh

peraturan; Menempatkan klien sebagai pelanggan dan menawarkan kepada mereka

banyak pilihan; Lebih baik mencegah masalah ketimbang hanya memberi servis

sesudah masalah muncul; Mencurahkan energinya untuk memperoleh uang, tidak

hanya membelanjakan; Mendesentralisasikan wewenang dengan menjalankan

manajemen partisipasi; Lebih menyukai mekanisme pasar ketimbang mekanisme

birokratis; Memfokuskan pada mengkatalisasi semua sector – pemerintah, swasta, dan

lembaga sukarela – kedalam tindakan untuk memecahkan masalah. Seluruh bentuk

peranan pemerintahan yang diharapkan dimasa yang akan datang ini sesuai dengan

Prinsip-prinsip dari Reinventing Government.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan, menyelenggarakan

pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan untuk mengatur dan

mengurusmasyarakatnya, dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban yang

mengayomi dan mensejahterakan masyarakatnya. Penyelenggaraan pelayanan publik

memiliki aspek dimensional, oleh karena itu dalam pembahasan dan menerapkan

strategi pelaksanaannya tidak dapat hanya didasarkan pada satu aspek saja, misalnya

hanya aspek ekonomi atau aspek politik. Pendekatannya harus terintegrasi melingkupi

aspek lainnya, seperti aspek sosial budaya, kondisi geografis dan aspek

hukum/peraturan perundang-undangan.

Page 22: Reinventing Government

Pendekatan penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan pada satu aspek,

hanya akan menghasilkan solusi parsial bagi pembenahan dan peningkatan pelayanan

publik. Aspek hukum/peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan yang mengatur

pelayanan publik menjadi salah satu aspek penting sebagai landasan pijak

penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam konteks good governance, untuk mewujudkan pelayanan publik yang

baik, selain didasarkan pada kriteria atau unsur-unsur kepemerintahan yang

baik, diperlukan kebijakan pemerintahan dalam bentuk berbagai peraturan perundang-

undangan dan kebijakan operasionalnya. Oleh karena itu, aspek hukum dan peraturan

perundang-undangan menjadi dasar pendekatan utama di dalam membahas pelayanan

publik.

Dengan demikian dalam membahas pelayanan publik, seharusnya kita terlebih

dahulu mengetahui dan memahami landasan hukum dan peraturan perundang-

undangan yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk memberikan

tambahan pengetahuan, ada beberapa teori yang menjelaskan peran pemerintah

daerah sebagai penyedia pelayanan publik dan sebagai lembaga politik.

Penyediaan pelayanan publik olehpemerintah daerah harus berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Diantaranya dikemukakan pendapat seorang pakar, yaitu; Steve Leach

dkk, dalam bukunya The Changing Organization And Management Of Local

Government, hal 4,menyatakan “ The most fundamental of these key differences is that

the local authority is not merely a provider of goods services, it is also both a

governmental and a political institution, constituted by local election”

“Local authorities are not only providers of services; they are also political

institutions for local choice and local voice.The key issue for management of local

government is how to achieve an organization that not merely carries out one role but

carries out both roles , not separately but in interaction”. As a services provider the

organization of local authority aims to meet the demands, needs or aspirations of those

for whom the service is provided. But the service has to be provided in accordance with

public policy as determined by the local authority or defined by national legislation.

Pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai

lembaga penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik, pelaksanaan kedua peran

tersebut harus terintegrasi. Dalam memberikan pelayanan publik, Pemerintahan Daerah

harus mengetahui dan memahami kebutuhan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat

pemilihnya. Penyediaan pelayanan, disesuaikan dengan kebijakan publik yang

ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah, artinya penyelenggaraan

pelayanan harus didasarkan pada aturan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Daerah atau Pemerintah.

Page 23: Reinventing Government

Dalam kontek di Indonesia, pengaturan pelayanan publik diatur dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pelaksanaannya diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan Sektoral, diantaranya dengan Undang Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan perubahannya. Pemerintahan Daerah

menurut Undang Undang nomor 32 tahun 2004, adalah Pemerintah Daerah dan DPRD

atau dikenal dengan eksekutif dan legislative, kedua lembaga ini yang memiliki fungsi

menyelenggarakan pelayanan publik dan fungsi sebagai lembaga politik. Pada

hakekatnya, Kepala Daerah adalah lembaga politik yang harus dipahami bahwa

keberadaannya sebagai Top Pimpinan Daerah, adalah karena dipilih oleh masyarakat

(konstituen) melalui proses politik. Dengan pengertian lain, dalam prosesnya diajukan

oleh kereta Partai Politik untuk dipilih oleh masyarakat, melalui proses pemilihan Kepala

Daerah Langsung (PILKADAL).

Oleh karenanya, kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah, dalam

prakteknya dipengaruhi oleh komitmen politik dari Kepala Daerah terhadap partai politik

pengusungnya dan konstituennya.

a. Kebijakan pelayanan publik, saat ini diatur dan tersebar di berbagai

peraturan perundang-undangan antara lain;

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan

peraturan perundang- undangan sektoral dan kebijakan lainnya;

4) Beberapa peraturan perundang-undangan dan pedoman yang

dikeluarkan oleh Pemerintah (kurun waktu 1993-1998) dan berkaitan

dengan kebijakan pelayanan publik antara lain;

a) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan

danPeningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah

kepadaMasyarakat;

b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Izin

Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-undang Gangguan Bagi

Perusahaan Industri;

c) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1994 tentang

Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-

Undang Gangguan Bagi Perusahaan Industri;

Page 24: Reinventing Government

d) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1996 tentang

Penyusunan Buku Petunjuk Pelayanan Perizinan Terpadu;

e) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 1998 tentang

Pelayanan Satu Atap di Daerah;

f) Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Apartur Negara Nomor 81

Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum;

g) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 503/2931/PUOD perihal

PetunjukTeknis Pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor

20 Tahun 1996 tentang Penyusunan Bukuk Petunjuk Pelayanan

Perizinan Terpadu;

h) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 503/125/PUOD perihal

Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perizinan di Daerah, dan

Peraturan perundang-undangan dan pedonan/ petunjuk lainnya yang

dikeluarkan oleh Pemerintah (Departemen, Kementerian, Badan dan

Lembaga yang terkait dengan peningkatan pelayanan publik).

Memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dari pemerintah

tersebut, menunjukan arah kebijakan pelayanan publik adalah untuk mewujudkan

kepemerintahan yang baik. Diharapkan dengan kinerja manajemen pelayanan yang

baik, dapat memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kualitas layanan. Disamping itu,

dapat memperbaiki citra pelayanan publik yang buruk, memperkuat daya saing daerah,

mendorong peningkatan investasi dan pengembangan perekonomian daerah, serta

menciptakan efisiensi dan efektfitas pelayanan umum. Sehingga pada gilirannya mampu

mewujudkan kepemerintahan yang baik dan dpercaya oleh masyarakat. Kebijakan

pemerintah tersebut, mendapat respon positif dari Daerah, dan lebih 100 daerah

Kabupaten dan Kota (s/d tahun 2003), telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

atau Unit Pelayanan Tepadu Satu Atap (UPTSA) atau Unit Pelayanan Satu Pintu.

Dalam perkembangannya, sebagian besar UPT/UPTSA/Unit Pelayanan Satu

Pintu di daerah, mati suri dan bahkan tidak berfungsi, atau berubah kembali ke kegiatan

pelayanan tradisional yang secara fungsional dilaksanakan oleh masing Dinas/Instansi

yang membidangi pelayanan perizinan dan non perizinan. Kondisi tersebut disebabkan

antara lain: memudarnya komitmen top pimpinan dan jajarannya, kurangnya rasa

memiliki dan tanggung jawab bersama untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi,

dan kuatnya ego atau kepentingan unit organisasi tertentu untuk mempertahankan

kewenangan pemberian izin. Disisi lain, masalah legalitas organisasi, regulasi dan

sumber daya manusia serta dukungan biaya operasional dan sarana pendukung yang

tidak memadai, menjadi faktor penyebab lembaga pelayanan terpadu dibeberapa

daerah tidak berfungsi optimal.

Page 25: Reinventing Government

Memperhatikan kondisi tersebut diatas, dengan semangat reformasi dan upaya

melaksanakan kepemerintahan yang baik (good governance), serta untuk mengerakkan

kembali semangat memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan umum, khususnya

pelayanan perizinan, pemerintah memperbaharui kebijakan di bidang pelayanan umum,

dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundangan dan pedoman antara lain:

1) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi.

2) Keputusan MENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman

Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik;

3) Keputusan MENPAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman

Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat

Unit InstansiPelayanan Pemerintah;

4) Keputusan MENPAN Nomor KEP/26/M.PAN/2004 tentang Petunjuk

Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaran

Pelayanan Publik;

5) Peraturan MENPAN Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman

Penyusunan Standar Pelayanan Publik;

6) Peraturan MENDAGRI Nomor 24 Tahu 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik

di Era Otonomi Daerah Konsepsi

Kebijakan Otonomi DaerahKebijakan desentralisasi pada hakekatnya memiliki tujuan utama, yaitu tujuan

politik dan tujuan administratif. Tujuan politik, diarahkan untuk memberi ruang gerak

masyarakat dalam tataran pemgembangan partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan

demokrasi. Disisi lain dari pendekatan aspek pemdemokrasian daerah, memposisikan

Pemerintahan Daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat

lokal. Diharapkan pada saatnya, secara agregat daerah memberikan kontribusi

signifikan tehadap perkembangan pendidikan politik secara nasional, dan

terwujudnya civil society.Sedangkan tujuan administratif, memposisikan Pemerintah

Daerah sebagai unit pelayanan yang dekat dengan masyarakat yang diharapkan dapat

Page 26: Reinventing Government

berfungsi maksimal dalam menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan

ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Berdasarkan tujuan politik dan administratif tersebut diatas, menjadi jelas bahwa

misi utama dari keberadaan Pemerintahan Daerah, adalah bagaimana mensejahterakan

warga dan masyarakatnya melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien

dan ekonomis, dengan cara-cara yang demokratis.

Konsep kebijakan pemberian otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab pada

dasarnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Melalui peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan peran serta masyarakat,

daerah diharapkan mampu mengembangkan kreativitas, inovasi, dan dengan

komitmennya berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pada pada

saatnya, daerah diharapkan mampu mengembangkan potensi unggulannya dan

mendorong peningkatan daya saing daerah, dan pada gilirannya mampu meningkatkan

perkonomian daerah.

Prinsip otonomi yang nyata, adalah memberikan diskresi atau keleluasaan

kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan atau kewenangan bidang

pemerintahan tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, dan urusan yang secara nyata hidup dan berkembang, di masyarakat

daerah yang bersangkutan.Prinsip otonomi yang bertanggung jawab, berkaitan dengan

tugas, fungsi, tanggungjawab dan kewajiban daerah di dalam pelaksanaan

penyelenggaraan otonomi daerah. Artinya Pemerintahan Daerah harus

mempertanggung-jawabkan hak dan kewajibannya kepada masyarakat atas pencapaian

tujuan otonomi daerah. Wujud tanggung jawab tersebut harus tercermin dan dibuktikan

dengan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik

berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan publik, pengembangan demokrasi, keadilan dan

pemerataan bagi masyarakat daerahnya.

Otonomi daerah yang luas, tidak bermakna bahwa daerah semena-mena atau

sebebas-bebasnya melakukan tindakan dan perbuatan hukum berdasarkan selera,

keinginan yang mengedepankan ego daerah. Penyelenggaraan otonomi yang luas,

harus sejalan, selaras dan dilaksanakan bersama-sama dengan prinsip otonomi yang

nyata dan bertanggung jawab, dan memperhatikan keserasian hubungan antar

pemerintahan daerah dan pemerintah nasional. Konsep otonomi daerah yang luas inilah

yang pada umumnya belum dipahami secara utuh di daerah.

KONSEPSI KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH

Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diatur melalui

berbagai macam peraturan perundang-undangan, hakekatnya untuk mewujudkan

kepemerintahan yang baik. Konsep pemberian otonomi kepada daerah dan konsep

Page 27: Reinventing Government

desentralisasi yang telah diuraikan diatas, mengandung pemahaman bahwa kebijakan

pelayanan publik di era otonomi daerah, adalah dalam kerangka terselenggaranya

kepemerintahan yang baik. Perwujudannya, adalah tanggung jawab dan kewajiban

daerah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mensejahterakan masyarakat di

daerahnya.

Otonomi daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat…”. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.

Definisi tersebut dapat diartikan, bahwa otonomi daerah sebenarnya diberikan

kepada kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan guna kepentingan mensejahterakan masyarakatnya sendiri. Pengertian

kesatuan masyarakat hukum dapat diartikan, sekelompok masyarakat yang melembaga

yang memiliki tatanan hubungan, aturan, adat istiadat, kebiasaan dan tata cara untuk

mengatur dan mengurus kehidupannya dalam batas wilayah tertentu. Dalam kontek

Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diberi

hak,wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakatnya adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah dan selanjutnya disebut Daerah.

Dengan demikian, penyelenggara otonomi daerah sebenarnya adalah

perwujudan dari kesatuan masyarakat hukum, dan selanjutnya dalam Undang-undang

Nomor 32/2004 disebut Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah. Disini,

mengandung dua pengertian; yaitu dalam arti institusi adalah Pemerintah Daerah dan

DPRD, dan dalam arti proses adalah kegiatan penyelenggaran pemerintahan daerah.

Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penanggung jawab peyelenggaraan

urusan pemerintahan daerah, dalam pelaksanaannya sesuai dengan fungsinya

seharusnya berorientasi dan/atau didasarkan pendekatan kesejahteraan, untuk

memberikan pelayanan yang prima sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan

masyarakat.

Konsep otonomi daerah telah membuka sekat komunikasi, transparansi,

akuntabilitas dan persamaan hak masyarakat di dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Artinya otonomi daerah, memberikan dan membuka kesempatan

luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan daerah, dan semakin memahami hak-haknya mendapatkan pelayanan

dari pemerintah daerah. Otonomi daerah juga, membuka kesempatan kepada kaum

Page 28: Reinventing Government

perempuan (pengarusutamaan gender) untuk berperan di dalam birokrasi pemerintahan

dan mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.

Masyarakat semakin kritis dan berani untuk menyampaikan aspirasi dan

melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya. Harus

diakui, pelaksanaan otonomi daerah, dengan kekurangan dan kelebihannya

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam proses memberdayakan

masyarakat (empowering) dan memberikan pendidikan politik (demokrasi).

Dilihat dari tujuan pemberian otonomi, kondisi dan perkembangan masyarakat

yang dinamis tersebut, memberikan sinyal peringatan bagi pemerintah daerah, dan

merupakan tantangan tersendiri yang harus disikapi positif oleh para

pemimpin/pengambil kebijakan dan jajaran aparat penyelenggara pelayanan

publik. Konsep kebijakan pelayanan publik yang dikemas melalui produk hukum

dan/atau kebijakan daerah, umumnya masih didasarkan pada pendekatan kekuasaan

atau kewenangan (rule government) yang lebih mengedepankan kepentingan

pemerintah daerah dan/atau birokrasi, dan kurang berorientasi pada kepentingan dan

kebutuhan yang diharapkan masyarakat. Konsep kebijakan pelayanan publik apakah

berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (pelanggan) atau berorientasi

pada kepentingan pemerintah daerah dan/atau aparat birokrasi (PAD = pendapatan asli

daerah atau pendapatan diri sendiri) sangat dipengaruhi dan tergantung dari konsep

manajemen pemerintahan yang digunakan. Penggunaan manajemen

pemerintahan by kekuasaan atau kewenangan dan pendekatan pangreh

praja (kebiasaan dilayani, memerintah dan menyalahkan) seharusnya

sudah ditinggalkan.

Konsep kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi

pelayanan, pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat (pelanggan) dan memberdayakan (empowerment) staf penyelenggara

pelayanan dan masyarakat. Oleh karena itu, bobot orientasi pelayanan publik,

seharusnya untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang kurang mampu atau

miskin, Apapun alasannya, tidak seharusnya pelayanan mengutamakan hak-hak atau

kepentingan kalangan yang berkemampuan atau pengusaha. Diperlukan

keseimbangan pola pikir dari para penyelenggara pelayanan di dalam menyikapi kondisi

nyata di daerah.

Konsep Pembagian Urusan dan Kewenangan Pelayanan Dasar

Esensi dasar dari keberadaan pemerintah, adalah untuk menciptakan ketentraman dan

ketertiban (maintain law and order) serta sebagai instrumen untuk mensejahterakan

rakyat. Dalam kaitan dengan Pemerintah Daerah (Pemda), mengindikasikan bahwa

adanya Pemda adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya yang secara universal

diukur dengan kemampuan untuk meningkatkan pencapaian indeks pembangunan

Page 29: Reinventing Government

manusia (Human Development Index/HDI). Indikator HDI, diantaranya dapat diketahui

dari keadaan dan kondisi kesehatan, pendidikan, pendapatan masyarakat, kondisi

lingkungan dan lainnya.

Untuk mencapai indeks HDI yang lebih tinggi ; Kata kuncinya adalah “pelayanan

publik” (public services), yaitu sejauhmana kemampuan Pemda untuk memberikan

pelayanan publik yang optimal kepada masyarakatnya. Pelayanan publik seyogyanya

sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. 

KONSEKUENSI PEMBERIAN URUSAN DAN KEWENANGAN

Keberadaan Pemda adalah untuk menciptakan keterntraman dan ketertiban

(maintain law and order) serta sebagai instrumen untuk mensejahterakan

rakyat. Dengan demikian, konsekuensi keberadaan Pemerintahan Daerah adalah untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

keberagaman daerah. Konsekuensi dari keberagaman daerah, adalah bahwa urusan

yang dilimpahkan berbeda atau tidak sama persis antara satu daerah dengan daerah

yang lain. Seharusnya urusan yang dilimpahkan disesuaikan dengan perbedaan

karakter geografis, potensi, keunikan sosial budaya dan mata pencaharian utama

penduduknya.

Dengan demikian, jenis dan jumlah urusan dan kewenangan yang diserahkan

kepada daerah seharusnya beragam atau tidak sama. Namun demikian, ada urusan

yang sama dan mutlak harus diselenggarakan oleh semua daerah Kabupaten/Kota,

yaitu urusan atau kewenangan wajib di bidang pelayanan dasar yang menjadi

kebutuhan dasarmasyarakat (basic need), dengan gradasi yang berbeda. Sedangkan

yang membedakan jumlah dan jenis urusan dan kewenangan antara satu daerah

dengan daerah lainnya adalah urusan dan kewenangan pilihan yang menjadi unggulan

daerah (core competence).

Pemberian otonomi daerah, selain menimbulkan konsekuensi adanya

perbedaaan jumlah dan jenis urusan pilihan antara satu daerah dengan daerah yang

lainnya, juga menimbulkan konsekuensi bagi daerah untuk berusaha bagaimana dapat

menghidupi kegiatan pemerintahannya. Ironisnya, konsekuensi tersebut dibebankan

kepada masyarakat, dengan berbagai kebijakan pajak, retribusi dan pungutan lainnya,

seperti biaya pembuatan KTP, Kartu Keluarga, dan biaya perizinan dan non perizinan

yang hakekatnya tidak berkait dengan prinsip pengenaan retribusi. Seharusnya, daerah

dituntut mengembangkan kreativitas, inovasi untuk menciptakan peluang untuk

mengembangkan potensi sumber daya manusia dan daerahnya, dengan membuat

kebijakan-kebijakan yang memberi peluang kepada masyarakat untuk berperan sebagai

subjek pembangunan, mengembangkan dan mengelola potensi daerahnya, serta

meningkatkankualitas pendidikan dan kesehatan. Contoh; Kabupaten Jembrana dan

Sragen, dengan keterbatasan potensi sumber daya alam dan tingkat kesejahteraan

Page 30: Reinventing Government

masyarakat yang relative rendah, mengembangkan kreativitas dan inovasi, melalui

berbagai kebijakannya mampu meningkatkan kinerja manajemen pemerintahannya

yang efesien dan efektif.Kebijakan dan inovasi tersebut, memberikan peluang kepada

masyarakat kurang mampu/miskin untuk mendapatkan kesempatan meningkatkan

kesejahteraannya, melalui kebijakan pendidikan, kesehatan dan kesempatan berusaha.

PELAYANAN YANG DIBUTUHKAN MASYARAKAT

Pada dasarnya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dapat

dikelompokkan kedalam dua hal: (a) Kebutuhan dasar (basic needs) seperti kesehatan,

pendidikan, air, lingkungan, keamanan, sarana dan prasarana perhubungan dan

sebagainya; (b) Kebutuhan pengembangan sektor unggulan (core competence)

masyarakat seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, industri dan sebagainya,

sesuai dengan potensi dan karakter daerahnya masing-masing.

Dalam konteks otonomi, daerah harus mempunyai kewenangan untuk mengatur

dan mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan kedua kelompok kebutuhan

diatas. Kebutuhan dasar (basic needs) adalah hampir sama di seluruh daerah otonom di

Indonesia, hanya gradasi kebutuhannya saja yang berbeda. Sedangkan kebutuhan

pengembangan sektor unggulan dan penduduk, sangat erat kaitannya dengan potensi,

karakter, pola pemanfaatan dan mata pencaharian penduduknya. Dengan demikian,

yang membedakan jumlah, jenis urusan dan kewenangan antara daerah adalah, urusan

pilihan yang berkaitan kewenangan pengembangan sektor unggulan.

ESENSI PEMBERIAN URUSAN DAN KEWENANGAN

Dari uraian diatas, terlihat bahwa esensi dari pemberian urusan dan kewenangan

pemerintahan kepada daerah, berapapun luasnya, harus diterjemahkan menjadi

kewenangan untuk “melayani” sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan

kebutuhan masyarakat adalah pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) dan

kebutuhan pengembanan sector unggulan (core competence). Kewenangan dibutuhkan

daerah untuk menjalankan urusannya, guna memungkinkan daerah mampu

menyediakan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar dan pengembangan sektor

unggulan. Dengan demikian, esensi otonomi riil yang diberikan kepada daerah adalah,

kewenangan untuk memberikan pelayanan yang riil dibutuhkan masyarakat. Kata kunci

otonomi daerah adalah adanya Kewenangan Daerah

untuk “melayani” masyarakatnya agar sejahtera.

DISTRIBUSI URUSAN DAN KEWENANGAN

Menjadi persoalan krusial bagaimana mendistribusikan Urusan dan

Kewenangan.Urusan dan Kewenangan ibarat mata uang logam yang memiliki dua sisi

berbeda dan tidak dapat dipisahkan di dalam pelaksanannya, artinya ada urusan tapi

Page 31: Reinventing Government

tidak punya kewenangan dan atau sebaliknya, sama dengan tidak memiliki urusan dan

kewenangan.

Distribusi urusan dan kewenangan kepada masing-masing pemerintahan yang

ada yaitu: Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, pada hakekatnya untuk menjamin

keberlangsungan pemberian pelayanan publik. Sebagaimana diuraikan sebelumnya,

dalam kontek pemberian otonomi dan desentralisasi, esesensi distribusi urusan dan

kewenangan adalah membagi tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat di daerah

sesuai dengan susunan pemerintahan. Artinya ada bagian urusan yang menjadi

kewenangan pemerintah, pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota atau

kewenangan bersama (concurrent), dan ada yang menjadi kewenangan mutlak

Pemerintah. Kabupaten dan Kota, pada dasarnya hanya memiliki kewenangan yang

terbatas dan berskala lokalitas sesuai batasan dampak eksternalitas dan

tanggungjawabnya, seperti; penyediaan air minum, kebersihan, pertamanan,

pemakaman, saluran limbah (sewage) dan pemadam kebakaran.

Urusan-urusan yang menjadi kewenangan bersama (concurrent function) adalah

urusan yang memiliki keterkaitan langsung antar susunan pemerintahan dan/atau

urusan yang menjadi kewenangan bersama antar susunan pemerintahan yang

pengaturan dan pengurusannya dilakukan bersama. Pengaturan dan pengurusan

urusan tersebut, sesuai dengan pembagiannya, seperti dibidang; pendidikan,

kesehatan, perhubungan, kehutanan, pertambangan, ketenagakerjaan, penanaman

modal dan seterusnya.

Untuk mengatur distribusi kewenangan tersebut, diperlukan ukuran atau kriteria

yang dapat dijadikan dasar dan pedoman pembagian kewenangan, terutama kriteria

untuk mengatur kewenangan yang bersifat concurrent, yaitu: (1) Externalitas. Siapa

yang terkena dampak (externalitas) langsung, dialah yang berwenang mengurus,

contohnya seperti; air minum, sampah, pertamanan, dampaknya lokalitas dan menjadi

urusan, kewenangan dan tanggung jawab daerah Kabupaten/Kota; (2) Akuntabilitas.

Unit pemerintahan yang menangani urusan yang paling dekat dampaknya dengan

masyarakat, akaan lebih akuntabel daripada urusan tersebut ditangani oleh unit

pemerintahan yang lebih tinggi atau jauh dari masyarakat; (3) Efisiensi, prinsip

pemberian urusan dan kewenangan adalah untuk menciptakan efisiensi, efektifitas dan

ekonomis dalam penyelenggaraan pelayanan. Diperlukan kesesuaian antara skala

ekonomis dengan cakupa area layanan (catchment area), kalau cakupan layanannya

lokalitas menjadi urusan daerah kalau cakupan layanannya lebih luas (regional) menjadi

urusan Provinsi seperti; pengelolaan aliran sungai; kehutanan dan

lainnya. (4) Keserasian hubungan pemerintahan antar susunan pemerintahan. Terdapat

hubungan antar kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten dan Kota yang

bersifat interelasi, interkoneksi serta interdependensi, namun tidak ada hierarkhi.

Page 32: Reinventing Government

Kewenangan dari masing-masing susunan pemerintahan berhubungan dan

saling tergantung, namun tidak membawahi satu dengan yang lain. Dalam

melaksanakan kewenangannya, masing-masing memiliki diskresi dan independensi.

Intervensi dari Pemerintah Pusat lebih bersifat fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas

(capacity building) manakala daerah tidak mampu melaksanakan kewenangannya

sesuai norma dan standar yang ditetapkan.

Setiap bidang kewenangan concurrent yang menjadi domain dari suatu

susunanpemerintahan tidak bisa berdiri sendiri atau terlepas satu dengan lainnya, oleh

karenanya dalam pelaksanaannya harus saling mengisi dan menunjang agar dicapai

keserasianhubungan antar susuna pemerintahan, dalam kerangka ikatan

NKRI. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

menetapkan distribusi urusan kewenangan berdasarkan keempat kriteria tersebut

diatas, dan diatur dalam pasal 13 dan 14 yang dikenal dengan urusan pelayanan dasar

yang wajib dilaksanakan oleh daerahProvinsi dan Kabupaten/Kota.

agasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup

10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah:

Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh.

Pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya

sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai

pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak.

Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan

kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang

bersifat teknis pelayanan (mengayuh).

Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang

terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai

sasaran kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam

banyak hal, meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk

memperoleh hak istimewa. Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari

organisasi manajemen yang menentukan kebijakan.

Upaya “mengarahkan”, membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan

mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk

mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-

sungguh-sungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik.

Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani.

Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan

ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial

ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan

menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat,

kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari

penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan

Page 33: Reinventing Government

menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan

menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat.

Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat,

tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi

jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-

kebutuhan telah terpenuhi.

Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam

pemberian pelayanan. Artinya, memberikan pelayanan tidak hanya

menghabiskan resources pemerintah, tetapi harus menyebabkan pelayanan yang

disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi

publik). Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan)

di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam

pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab

yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif.

Di antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih

besar sehingga mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa pemerintah

(atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi

menghargai inovasi, dan kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat

juang pegawai negeri.

Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi

yang digerakkan oleh peraturan . Pemerintahan yang dijalankan atas dasar

peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan

bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai

tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan

mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat

mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan

kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.

Di antara keunggulan pemerintah yang digerakkan oleh misi adalah lebih efisien,

lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih mempuyai semangat yang

tinggi ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.

Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan

masukan. Lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income),

maka sedikit sekali alasan bagi mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja

yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka

menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya,

seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar

anggaran dan tingkat otoritas.

Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan yang birokratis jarang

sekali mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan biaya untuk

pendidikan, namun nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah. Mereka

mengeluarkan lebih banyak untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus

meningkat.

Page 34: Reinventing Government

Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan

pelanggan, bukan boirokrasi. Pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di

mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga

negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh

karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus

diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat

para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode

yang lain.

Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika

melayani warga masyarakat yang datang keistansinya. Tradisi ini harus diubah

dengan menghargai mereka sebagai warga negara yang berdaulat dan harus

diperlakukan dengan baik dan wajar.

Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah memaksa pemberi

jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan

terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi

kesempatan kepada warga untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan,

tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong untuk

menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi

keadilan.

Ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang

membelanjakan. Sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan

sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam

respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak atau memotong program publik,

pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik

dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut.

Dengan melembagakan konsep profit dalam dunia publik, sebagai contoh

menetapkan biaya untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk

investasi membiayai inovasi-inovasi di bidang pelayanan publik yang lain. Dengan

cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski

dalam situasi keuangan yang sulit.

Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati.

Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk

memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai

perawatan kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih

banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk

pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih

memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem

air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; dan membuat peraturan

bangunan, untuk mencegah kebakaran.

Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat

persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih

Page 35: Reinventing Government

berorientasi pada pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya

untuk memberikan respon atas masalah-masalah publik yang muncul.

Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi

dan tim kerja. Pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai

lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem

sentralisasi sangat diperlukan.

Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami

perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir

seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan

kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling

diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando

dan keputusan untuk turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih banyak

orang, yang memungkinkan keputusan dibuat “ke bawah” atau pada “pinggiran”

ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat atau level atas. Kerjasama antara

sektor pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil society perlu digalakkan untuk

membentuk tim kerja dalam pelayanan publik.

Dan prinsip yang kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar:

mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai

pemasok masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik

lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada

pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur

merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti

berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk

membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar

kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah

membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan

menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.

Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas

seharusnya dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu

dalam sistem pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa

berjalan lebih optimal dan maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk

menciptakan organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil, efisien), faster

(kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif. Dengan

demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal dan

akuntabel.

Page 36: Reinventing Government

Reinventing GovermentModel Pemerintahan Masa DepanPemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan (bureaucracy reengineering). Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang pemerintah (pusat dan daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya. Dari sisi eksternal, pemerintah akan menghadapi globalisasi yang sarat dengan persaingan dan liberalisme arus informasi, investasi, modal, tenaga kerja, dan budaya. Di sisi internal, pemerintah akan mengahadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya. Pada era ini, ketika globalisasi sudah semakin meluas, pemerintah (termasuk pemerintah daerah) akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan , seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Di masa depan, negara menjadi terlalu besar untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tetapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Perspektif baru pemerintah menurut pakar manajemen dan administrasi publik mengenai modell pemerintahan daerah masa depan sebagai berikut :

1. Pemerintahan Katalis : Mengarahkan Ketimbang Mengayuhfokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.Pemerintah wirausaha memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit lainnya). Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.Pemerintahan katalis memisahkan fungsi pemerintah sebagai pengarah (membuat kebijakan, peraturan, undang-undang) dengan fungsi sebagai pelaksana fungsi penyampaian jasa dan penegakan). Selain itu, kemudian mereka menggunakan berbagai metode (kontrak, voucher, hadiah, insentif pajak dsb) untuk membantu organisasi publik mencapai tujuan, memilih metode yang paling sesuai untuk mencapai efisiensi, efektivitas, persamaan, pertanggungjawaban dan fleksibilitas.Pemerintahan harus lebih bersifat mengarahkan daripada mengayuh. Secara etimologis bahwa kata pemerintahan (government) berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengarahkan. Tugas pemerintah adalah mengarahkan, bukan mengayuh perahu, sementara memberikan pelayanan adalah mengayuh, dan pemerintah tidaklah pandai dalam mengayuh.

2. Pemerintahan Milik Masyarakat : Memberi Wewenang Ketimbang MelayaniPemerintah memberikan wewenang kepada (memberdayakan) masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai misal, untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, pemerintah memberikan wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.Sudah saatnya bahwa pemerintah harus memberi wewenang kepada masyarakat daripada melayani, atau mengalihkan kepemilikan dari birokrasi ke masyarakat. Hal ini akan menimbulkan rasa handarbeni (memiliki) pada masyarakat akan sebuah program pemerintah, dan mereka juga merasa sebagai pelaku dalam pembangunan.Pemerintah milik masyarakat mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya ke tangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pegawai negeri (dan juga pejabat terpilih, politisi) akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Sehingga akan tercipta pelayanan profesional versus pemeliharaan masyarakat.Partisipasi masyarakat merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih mengenal warganya berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapi, cara atau jalan keluar yang disarankannya, apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan sebagainya.

3. Pemerintahan yang Kompetitif : Menyuntikkan Persaingan kedalam Pemberian Pelayanan Publik.

Page 37: Reinventing Government

Pemerintah wirausaha berusaha menciptakan kompetisi karena ompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.Pemerintahan kompetitif mensyaratkan persaingan di antara penyampai jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Mereka memahami bahwa kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk memaksa badan pemerintah untuk melakukan perbaikan. Namun persoalannya bukanlah negeri versus swasta, melainkan kompetisi versus monopoli. Dengan model kompetisi ini akan banyak keuntungannya, keuntungan yang nyata adalah (1) efisiensi yang lebih besar, (2) memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, (3) kompetisi menghargai inovasi; sementara monopoli melumpuhkannya, (4) kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.Disamping itu juga merupakan upaya penilaian dan evaluasi terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, serta upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.Semua kegiatan pemerintahan berupa pelayan publik dan pembangunan diberbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai strategi pelaksanaan yang tepat sasaran. Rencana Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke depan. Tidak adanya visi dan misi yang jelas akan menyebabkan pelaksanaan pemerintahan berjalan tanpa arah yang jelas.Hal ini tidak lain adalah mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi. Pemerintah berorientasi misi melakukan deregulasi internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan sistem administratif, seperti anggaran, kepegawaian, dan pengadaan. Mereka mensyaratkan setiap badan pemerintah untuk mendapatkan misi yang jelas, kemudian memberi kebebasan kepada manajer untuk menemukan cara terbaik mewujudkan misi tersebut, dalam batas-batas legal. Keunggulan dari pemeritahan yang digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel dan mempunyai semangat lebih tinggi.

5. Pemerintah yang berorientasi Hasil : Membiayai Hasil, Bukan MasukanPemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif dengan cara membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.Pemerintahan yang berorientasi pada hasil, akan lebih menekankan pada capaian (output) dan juga pada dampak (impact). Tidak lagi berbicara berapa penduduk miskin yang telah disantuni, tetapi berapa turunnya angka kemiskinan. Pemerintah yang result-oriented mengubah fokus dari input (kepatuhan pada peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai ketetapan) menjadi akuntabilitas pada keluaran atau hasil. Mereka mengukur kinerja badan publik, menetapkan target, memberi imbalan kepada badan-badan yang mencapai atau melebihi target, dan menggunakan anggaran untuk mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan dalam bentuk besarnya anggaran.

6. Pemerintah berorientasi Pelanggan : Memenuhi Kebutuhan Pelanggan, Bukan BirokrasiPemerintah berorientasi pelanggan adalah memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan kebutuhan birokrasi; memperlakukan masyarakat yang dilayani yakni siswa, orangtua siswa, pembayar pajak, orang mengurus KTP, pelanggan telpon dan sebagainya. Dengan masukan dan insentif ini, mereka meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan.Pemerintah wirausaha akan berusaha mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat.

Page 38: Reinventing Government

7. Pemerintahan Wirausaha : Menghasilkan Ketimbang MembelanjakanPemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar; menuntut return on investment. Mereka memanfaatkan insentif seperti dana usaha, dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah berpikir mendapatkan dana operasional.

8. Pememerintahan Antisipatif : Mencegah daripada MengobatiPemerintah antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir ke depan. Mereka mencoba mencegah timbulnya masalah daripada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah. Mereka menggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.Memiliki daya tanggap (responsiveness) adalah tindakan aparatur pemerintahan yang secara cepat menanggapi dan mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah. Secara nyata kegiatan tersebut antara lain dapat berupa penyediaan penyediaan pusat layanan pengaduan masyarakat, pusat layanan masyarakat (crisis center), kotak surat saran/pengaduan, tanggapan surat pembaca, website, forum pertemuan publik dan lain sebagainya.Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah dan krisis sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi. Dalam situasi seperti ini, aparatur pemerintahan tidak sepantasnya memiliki sifat “masa bodoh”, tetapi harus cepat tanggap dengan mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Pemerintah tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan melalui perencanaan strategisnya.

9. Pemerintahan DesentralisasiPemerintah wirausaha memberikan kesempatan pada masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan.Wujud nyata dari prinsif desentralisasi dalam tata kepemerintahan adalah pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada dibawahnya untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.Pemerintah desentralisasi adalah pemerintah yang mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui organisasi atau sistem. Mendorong mereka yang langsung melakukan pelayanan, atau pelaksana, untuk lebih berani membuat keputusan sendiri.

10. Pemerintahan Berorientasi PasarPemerintah wirausaha memberikan kesempatan pada masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan.Komitmen pada pasar yang fair, merupakan upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar, baik didalam daerah maupun luar daera, sehingga dapat menumbuhkan daya saing perekonomian.Pengalaman bijak yang tidak berkomitmen pada pasar telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Untuk itu maka bantuan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, harus diikuti dengan pembangunan atau pemantapan ekonomi.Pemerintah berorientasi pasar sering memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah daripada menggunakan mekanisme administratif, seperti menyampaikan pelayanan atau perintah dan kontrol dengan memanfaatkan peraturan. Mereka menciptakan insentif keuangan, insentif pajak, pajak hijau, affluent fees. Dengan cara ini, organisasi swasta atau anggota masyarakat berperilaku yang mengarah pada pemecahan masalah sosial.