regulasi siklus menstruasi

37
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis dan penanganan siklus menstruasi berdasarkan pengetahuan tentang mekanisme fisiologis termasuk pemahaman tentang siklus menstruasi normal. Untuk mengetahui pemahaman tentang siklus menstruasi normal sebaiknya siklus dibagi menjadi tiga fase: fase folikular, ovulasi, dan fase luteal. 1. Fase folikuler Dalam fase folikuler biasanya telah terbentuk beberapa folikel yang siap untuk ovulasi. Dalam ovarium manusia, pada akhir perkembangan folikel (biasanya) hanya terdapat satu folikel yang matang. Proses ini terjadi dalam 10-14 hari, disertai sejumlah aksi beberapa hormon dan peptide autokrin-parakrin dalam folikel untuk menuju ovulasi melalui tahapan perkembangan awal dari folikel primordial lalu tahapan preantral, antral dan folikel preovulasi. 1.1 Fase ovulasi Sel primordial yang mulanya berasal dari endoderm yolksac, alantois dan hindgut pada embrio lalu pada minggu ke 5-6 gestasi, sel primordial akan migrasi ke genital ridge. Perkembangan mitosis cepat sel germinal terjadi pada minggu ke 6-8 kehamilan, dan pada minggu 16-20 jumlah oosit akan mencapai jumlah maksimum, yaitu 6-7 juta pada kedua

description

regulasi siklus menstruasi

Transcript of regulasi siklus menstruasi

Page 1: regulasi siklus menstruasi

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis dan penanganan siklus menstruasi berdasarkan pengetahuan tentang

mekanisme fisiologis termasuk pemahaman tentang siklus menstruasi normal. Untuk mengetahui

pemahaman tentang siklus menstruasi normal sebaiknya siklus dibagi menjadi tiga fase: fase

folikular, ovulasi, dan fase luteal.

1. Fase folikuler

Dalam fase folikuler biasanya telah terbentuk beberapa folikel yang siap untuk ovulasi.

Dalam ovarium manusia, pada akhir perkembangan folikel (biasanya) hanya terdapat satu folikel

yang matang. Proses ini terjadi dalam 10-14 hari, disertai sejumlah aksi beberapa hormon dan

peptide autokrin-parakrin dalam folikel untuk menuju ovulasi melalui tahapan perkembangan

awal dari folikel primordial lalu tahapan preantral, antral dan folikel preovulasi.

1.1 Fase ovulasi

Sel primordial yang mulanya berasal dari endoderm yolksac, alantois dan hindgut

pada embrio lalu pada minggu ke 5-6 gestasi, sel primordial akan migrasi ke genital

ridge. Perkembangan mitosis cepat sel germinal terjadi pada minggu ke 6-8 kehamilan,

dan pada minggu 16-20 jumlah oosit akan mencapai jumlah maksimum, yaitu 6-7 juta

pada kedua ovarium. Formasi folikel primordial dimulai dari midgestasi dan telah

lengkap saat sesudah lahir. Folikel primordial tidak berkembang dan terdiri dari oosit,

beristirahat pada tahap meiosis profase stage diplotene, dikelilingi selapis sel granulose.

Sampai jumlahnya berkurang, folikel primordial akan mulai berkembang dan

mengalami atresia di bawah lingkaran fisiologis. Perkembangan dan atresia folikel tidak

dipengaruhi oleh kehamilan, periode ovulasi maupun anovulasi, proses tetap berlanjut

termasuk bayi dan masa menoupase. Jumlah oosit akan mulai berkurang saat umur 16-20

minggu kehamilan dan akan terus berkurang secara bertahap. Pengurangan paling cepat

terjadi sesaat sebelum kelahiran, hasilnya dari 6-7 juta berkurang sampai 1-2 juta saat

lahir hingga hanya mencapai 300.000 sampai 500.000 saat pubertas, dan selama masa

reproduktif wanita hanya 400-500 folikel yang berovulasi.

Page 2: regulasi siklus menstruasi

Mekanisme penentuan folikel mana dan berapa banyak folikel yang mulai

berkembang belum diketahui. Sejumlah folikel mulai berkembang pada setiap siklus

tergantung ukuran residual pool dari inaktif folikel primordial. Mengurangi residual pool

(misalnya unilateral ooforektomi) bisa menyebabkan menopause dini. Pada akhirnya

hanya satu folikel yang berhasil dan dapat berkembang lebih lanjut.

2.1 Apoptosis

Total waktu untuk mencapai preovulatori mencapai 85 hari. Semua proses tersebut tidak

tergantung regulasi hormonal. Tanpa kenaikan hormon FSH maka sebagian besar folikel tersebut

akan menuju proses apoptosis. Folikel terus berkembang merespon hormon FSH yang terus

menerus meningkat sampai ke titik puncak sehingga akan menghantarkan folikel yang dominan

untuk berovulasi. Ingat, bahwa pada pembentukan awal folikel terlepas dari pengaruh hormon

gonadotropin, akhirnya sebagian folikel mengalami apoptosis.Sebagian lolos dari apoptosis

karena juxtaposition yang merespon hormon FSH hingga akhirnya menjadi folikel dominan.

Penampakan pertama dari pembentukan folikel adalah bertambahnya ukuran oosit, dan

sel garnulosa lebih menjadi bentuk kuboid daripada bentuk squamous. Perubahan ini mungkin

dapat dilihat sebagai proses maturasi daripada pertumbuhan. Pada waktu yang sama, terdapat

jembatan (gap junction) antara sel granulose dan oosit. Jembatan ini berfungsi sebagai

pertukaran nutrisi, ion, juga sebagai pertukaran metabolit berupa antara sel granulose dan oosit.

Connexin ini penting untuk pertumbuhan, multiplikasi sel granulose, nutrisi dan regulasi

Page 3: regulasi siklus menstruasi

perkembangan oosit. Ekspresi connexin ini meningkat dengan adanya FSH dan menurun dengan

adanya LH. Setelah ovulasi, gap junction juga berfungsi saat corpus luteum, yang akan

memproduksi oksitosin.

Dengan adanya multiplikasi sel granulose kuboid (sampai 15 sel), folikel primordial

dapat menjad folikel primer. Lapisan granulose dipisahkan dari lapisan stroma dengan adanya

membrane lamina. Sel stroma akan berdiferensiasi menjadi teka interna (lapisan yang dekat

dengan basal lamina) dan teka externa (lapisan luar). Lapisan teka terlihat saat proliferasi

granulosa mencapai 3-6 lapis.

Kepercayaan bahwa pertumbuhan folikel tidak tergantung dari stimulasi gonadotropin

didukung dengan inisiasi defisien gonadotropin pada tikus percobaan dan janin yang anencepali.

Pertumbuhan menjadi terbatas dan cepat mengalami atresia. Pada penelitian folikel ovarium

manusia, ekspresi gen untuk reseptor FSH tidak bisa terdeteksi sampai setelah folikel primordial

mulai tumbuh. Lebih lanjut, pada wanita dengan inaktif mutasi FSH beta subunit, aktivitas antral

folikel selalu ada dan berlanjut tumbuh dan ovulasi yang tidak mungkin terjadi. Pengobatan pada

wanita defisiensi FSH dengan FSH dari luar akan menghasilkan pertumbuhan folikel, ovulasi

dan kehamilan.

2.2 Folikel preantral

Ketika pertumbuhan telah terakselerasi, folikel berkembang ke masa preantral yaitu

terjadi pembesaran oosit yang dikelilingi oleh membrane yaitu zona pelusida. Granulosa sel

mengalami proliferasi beberapa lapis sebagai lapisan teka yang dikelilingi stroma. perkembangan

ini tergantung dari gonadotropin dan terikat dengan kenaikan estrogen. Hormon FSH

mempelopori steroidogenesis (produksi estrogen) dalam sel granulose dan menstimulasi

pertumbuhan dan proliferasi sel granulose. Spesifik reseptor FSH tidak terdeteksi pada sel

granulose sampai memasuki fase preantral. Pengaturan meningkat dan menurunnya FSH

tergantung dari reseptor sel granulose itu sendiri baik in vivo maupun in vitro. aksi dari FSH

sendiri dimodulasi oleh faktor pertumbuhan.

Kerja FSH melalui protein G, sistem adenylate siklase yang mana menyebabkan

penurunan dan modulasi oleh banyak factor, termasuk dengan perantaraan kalsium-kalmodulin.

walaupun steroidogenesis folikel ovarium terutama diatur oelh gonadotropin, jalur multiple

signal juga terlibat. Jalur ini diatur melalui beberapa tingkatan termasuk factor pertumbuhan,

Page 4: regulasi siklus menstruasi

nitrat oksida, prostaglandin dan peptide seperti GnRH, angiostensin II, factor α jaringan nekrosis

dan vasoaktif peptide usus. Kombinasi sinergis FSH dan estrogen untuk meningkatkan aksi

mitosis pada sel granulosa. Bersama, FSH dan estrogen mempercepat peningkatan reseptor FSH,

yang kemudian akan meningkatkan jumlah sel granulose. Gambaran awal adanya estrogen dalam

folikel, memungkinkan folikel berespon terhadap kadar yang relatif rendah dari FSH. Hasil

pertumbuhan, sel granulose berdifferensisasi menjadi beberapa sub group dari populasi sel yang

berbeda.

Sistem komunikasi sel dalam folikel yaitu sel dengan reseptor dapat mentransfer sinyal

(melewati gap junction) yang menyebabkan aktivasi dari protein kinase dalam sel. Peran

androgen dalam pembentukan folikel sangatlah kompleks. Sistem komunikasi ini memungkinkan

bagi folikel untuk lanjut ke fase corpus luteum.

Reseptor androgen ada di dalam sel granulose, androgen tidak hanya sebagai substrat

bagi aromatisasi induksi FSH tapi dalam kadar yang rendah dapat meningkatkan aktivitas

aromatase. Bila terekspos dengan kadar androgen yang tinggi, folikel preantral akan

mengkonversi lebih banyak androgen menjadi 5α potent daripada menjadi estrogen. Androgen

yang telah terkonversi ini tidak bisa menjadi estrogen, bahkan dapat menghambat aktivitas

aromatase. Selain itu, dapat menghambat induksi FSH terhadap reseptor LH dan langkah penting

lain dalam pembentukan folikular.

Page 5: regulasi siklus menstruasi

Penentuan folikel preantral menuju keseimbangan. Pada konsentrasi rendah, androgen mempelopori aromatisasi dan berkontribusi dalam produksi estrogen. Pada kadar yang tinggi, aromatisasi akan berlebih dan folikel menjadi androgenic dan atretik. Folikel hanya akan berkembang saat FSH tinggi dan LH rendah. Keberhasilan folikel tergantung pada kemampuan mengkonversi androgen dominan-mikroenvironment ke estrogen dominan-mikroenvironment.

2.3 Folikel Antral

Di bawah pengaruh FSH dan estrogen, terjadi penambahan cairan folikel yang

terakumulasi di spatial interseluler dan membentuk cavitas yang kan membuat folikel memasuki

tahap antral. cairan ini memungkinkan untuk member nutrisi hormonal pada oosit. Sel granulose

yang mengelilingi oosit ini sekarang dikenal dengan cumulus oophorus.

Kehadiran FSH membuat estrogen menjadi substansi dominan dalam cairan folikel dan

ketidakhadiran FSH membuat androgen yang dominan. LH tidak akan tampak dalam cairan

folikel hingga pertengahan siklus. Bila LH muncul lebih awal dalam sirkulasi dan cairan antral,

maka aktivitas mitosis dalam granulose menurun, perubahan degenerative,dan level androgen

intrafolikuler meningkat. Sehingga adanya estrogen dan FSH dominan sangat penting untuk

pertumbuhan folikular. Folikel antral dengan proliferasi granulose paling besar memiliki

konsentrasi estrogen paling banyak dan androgen paling rendah.

2.4 Dua sel – Dua sistem gonadotropin

Page 6: regulasi siklus menstruasi

Aktivitas aromatase granulose dapat lebih jauh diamati pada sel teka. Pada folikel

preantral dan folikel antral, reseptor LH hanya ada pada sel teka dan reseptor FSH hanya di sel

granulose. Sel teka intersititial yang terdapatdalam teka interna mempunyai sekitar 20.000

reseptor LH pada membran selnya. Sebagai respon terhadap LH, jaringan teka terstimulasi untuk

memproduksi androgen yang kemudian melalui aromatisasi induksi FSH akan diubah menjadi

estrogen di dalam sel granulose.

Saat folikel terbentuk, sel teka mulai mengekspresikan reseptor LH, P450scc, and 3b

hydroxysteroid dehydrogenase. Regulasi terpisah (oleh LH) dari kolesterol sampai mitokondria,

penggunaan internal kolesterol LDL sangat penting untuk steroidogenesis. Maka dari itu,

steroidogenesis ovarium sangat bergantung terhadap LH. Sel granulose ovarium manusia, setelah

luteinisasi dan vaskularisasi terjadi dan diikuti ovulasi, dapat menggunakan kolesterol HDL

dimana berbeda dengan jalur kolesterol LDL. Lipoprotein tidak mengalami internalisasi,

walaupun jarang, cholesterylester diekstraksi dari lipoprotein pada sel permukaan dan kemudian

ditransfer ke dalam sel. Sebagai folikel yang tumbuh, sel teka memiliki ciri khas yaitu ekspresi

P450c17, suatu enzim untuk mengubah zat karbon 21 menjadi androgen. Sel granulosa tidak

mengekspresikan enzim ini sehingga tergantung androgen dari sel teka untuk membuat estrogen.

Peningkatan dari ekspresi dari sistem aromatisasi (P450arom) merupakan pertanda dari

peningkatan maturitas dari sel granulose. Kehadiran dari P450c17 yang hanya terdapat di sel teka

dan P450arom di sel granulose merupakan bukti dari kerja dua sel dan dua gonadotropin yang

menjelaskan produksi estrogen.

Yang terpenting dari awal dua sel, du sistem gonadotropin adalah dukungan melalui

respon dari wanita dengan defisiensi gonadotropin yang diatasi dengan pemberian rekombinan

(murni) FSH. Pembentukan folikel (menkorfirmasi pentingnya peran FSH daripada LH dalam

pertumbuhan dini) tetapi produksi estradiol berkurang. Beberapa aromatisasi terjadi, berharap

penggunaan androgen yang berasal dari kelenjar adrenal memproduksi fase folikular tingkat

estradiol, tetapi steroidogenesis yang yang baik biasanya dipengaruhi oleh LH untuk menyiapkan

produksi sel tekan dari zat androgen. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya FSH yang dibutuhkan

untuk folikulogenesis.

2.5 Seleksi terhadap folikel dominan

Page 7: regulasi siklus menstruasi

Keberhasilan konversi dari folikel dominan estrogen menandakan seleksi terhadap folikel

yang kemudian hanya satu folikel yang dapat berhasil untuk ovulasi. Proses seleksi ini

merupakan hasil dari dua aksi estrogen yaitu 1)interaksi local antara estrogen dan FSH dalam

folikel, 2) efek dari estrogen terhadap sekresi pituitary FSH. Ketika estrogen member dampak

positif terhadap aksi FSH untuk pematangan folikel, akan terjadi feedback negatif antara FSH

pada tingkat hipotalamik-pituitari akan mengurangi dukungan gonadotropin keada folikel lain

yang kurang berkembang. Turunnya FSH menyebabkan aktivitas aromatase-FSH dependent

menurun, produksi estrogen sedikit dalam folikel yang kurang matang. Meskipun sedikit folikel

berhasil dalam lingkungan yang mikroestrogen, penurunan FSH akan menganggu proliferasi

granulose, meningkatkan konversi ke lingkungan mikroandrogen, dan menginduksi perubahan

atretik ireversibel. Peristiwa pertama dari atresia alah berkurangnya reseptor FSH dalam lapisan

granulose.

Hilangnya beberapa oosit dan folikel melalui atresia (apoptosis) merupakan respon dari

beberapa factor. Stimulasi dan penurunan gonadotropin berperan sangat penting, tapi steroid

ovarium dan factor autokrin-parakrin juga ikut berperan. Ketika sel telah memasuki proses

apoptosis, maka respon sel terhadap FSH dipengaruhi oleh factor pertumbuhan local. Tumor

necrosis factor (TNF) diproduksi oleh sel granulose, menghambat stimulasi dari sekresi estradiol,

kecuali untuk folikel dominan. Pada folikel dominan akan terjadi peningkatan respon terhadap

gonadotropin dan penurunan produksi TNF. Folikel yang lainnya yang gagal merespon stimulasi

FSH akan meningkatkan produksi TNF, mempercepat kematian sel itu sendiri.Meski fungsi dari

hormon anti muellerian (AMH) adalah meregresi duktus muellerian selama differensiasi seksual

pria, namun hormon ini terdeteksi dalam sel granulose saat awal folikel primordial dan mencapai

kadar puncak saat folikel antral. Studi menyebutkan bahwa AMH dapat menghambat

pertumbuhan folikel primordial. Tambahan, ktivitas parakrin dari AMH menghambat stimulasi

FSH yang akan mengancam perkembangan folikel dominan. Karena aktivitas tersebut, tingkat

AMH dalam sirkulasi akan mencerminkan jumlah folikel yang tumbuh, dan konsentrasi AMH

dalam darah akan dapat diukur dari penuaan ovarium dan progrosis dari infertilitas.

Hubungan negatif dari estrogen pada FSH akan menghambat semua pertumbuhan kecuali

folikel dominan. Folikel dominan, harus diselamatkan dari supresi induksi FSH oleh akselerasi

produksi estrogennya. Folikel dominan memiliki dua keuntungan, sebagian besar reseptor FSH

didapat karena tingkat proliferasi granulose dan aksi dari FSH karena konsentrasi estrogen

Page 8: regulasi siklus menstruasi

intrafolikullar yang tinggi dan juga karema peptide local autokrin-parakrin. Folikel dominan

sensitif terhadap FSH sehingga folikel dominan akan terus berkembang selama terekpos FSH.

Hasilnya, stimulasi untuk aromatisasi, FSH diikutu penurununan pembentukan folikel lainnya.

Atresia folikel berhubungan dengan munculnya estrogen.

Sel granulose yang bertambah besar diikuti oleh pembentukan vascular pada teka. Hari

ke 9, vaskularisasi folikel dominan dua kali lebih banyak daripada folikel antral lainnya. Folikel

ovarian mengekspresikan factor pertumbuhan potent (factor pertumbuhan vascular endothelial)

yang menginduksi angiogenesis, ini dapat diamati saat proliferasi kapiler tejadi yaitu pada folikel

dominan dan awal korpus luteum.

Dalam merespon masa ovulasi dan menjadi korpus luteum yang berhasil, maka sel

granulose harus mendapatkan reseptor LH. FSH meninduksi pembentukan LH reseptor dalam

folikel antral. Disini estrogen dan local autokrin-parakrin kembali berperan. Dengan

meningkatnya estrogen, FSH mengubah fokusnya yakni dari memperbanyak resptornya sendiri

berubah ke memperbanyak reseptor LH. Ini terjadi karena kadar FSH yang lebih rendah daripada

estrogen local sehingga menyebabkan kondisi optimal bagi perkembangan reseptor LH.

LH memiliki peran yang kritis dalam tingkat akhir pembentukan folikel, menyediakan

dukungan untuk maturasi folikel dominan. LH muncul pada awal ovulasi sehingga dibutuhkan

Page 9: regulasi siklus menstruasi

folikel yang berkembang optimal agar tersedia oosit yang sehat. Aksi local dari estrogen folikel

ovarium dipertanyakan ketika penelitian gagal mendeteksi reseptor estrogen dalam kompartemen

ovarium. Selanjutnya diketahui bahwa dalam sel granulose manusia terdiri dari hanya mRNA

untuk beta reseptor estrogen. meski prolaktin selalu ada dalam cairan folikular, namun belum

terbukti bahwa prolaktin berperan penting selama siklus ovulasi.

2.6 Sistem timbal balik

Gonadotropin-releasing hormone (GnRh) memainkan peran penting dalam mengontrol

sekresi gonadotropin, tetapi pola sekresi gonadotropin yang diamati dalam siklus menstruasi

adalah hasil dari modulasi timbal balik dari steroid dan peptide yang berasal dari folikel

dominan, dipengaruhi langsung oleh hipotalamus dan anterior pituitary. Sebagai tambahan,

peningkatan GnRh diikuti lonjakan LH, mengindikasikan bahwa timbal balik positif estrogen

mempengaruhi sistem pituitary dan hipotalamus. Estrogen juga meningkatan efek penghambatan

anterior pituitary dan hipotalamus, menurunkan pulsasi sekresi GnRh dan respon GnRh pituitary.

Progesteron juga mempengaruhi dua sisi yaitu penghambatan level hipotalamus dan seperti

estrogen, memberi dampak positif terhadap pituitari.

Sekresi FSH sangat sensitif terhadap efek negatif penghambatan pada estrogen meski

dalam kadar rendah. Sebaliknya, dampak estrogen terhadap pelepasan LH bervariasi terhadap

Page 10: regulasi siklus menstruasi

konsentrasi dan lama pajanan. Pada konsentrasi rendah, estrogen imposes timbal balik negatif

terhadap LH. Pada konsentrasi tinggi, estrogen memacu stimulus positif untuk pelepasan LH.

Transisi dari supresi sampai stimulasi pelepasan LH terjadi saat estradiol muncul selama fase

midfolikular. Ada dua mekanisme yang terjadi disini, 1) Konsentrasi estradiol, 2) Lama waktu

puncak estradiol. Pada wanita, konsentrasi estradiol yang memberikan dampak positif ialah

lebih dari 200pg/ml, dan konsentrasi ini harus bertahan setidaknya selama 50 jam. Level ini tidak

akan terjadi sampai diameter folikel dominan mencapai 15 mm.

Pola pulsasi FSH tidak mudah dibedakan dengan LH meskipun FSH relatif lebih lama

half life nya, tetapi data eksprerimental mengindikasikan bahwa FSH dan LH disekresikan secara

simultan dan GnRh menstimulasi kedua gonadotropin. Pada 36-48 jam sebelum menstruasi,

sekresi gonadotropin memberikan lebih banyak LH dan FSH dalam level rendah yang

menandakan fase luteal berakhir. Selama transisi dari fase luteal sebelumnya samapi fase

folikular berikutnya, GnRH dan gonadotropin telah disekresikan dari efek penghambatan

estradiol, progesterone, dan inhibin. Peningkatan progresif dari sekresi GnRh lebih dihubungkan

dengan sekresi FSHdaripada LH. Pulsasi GnRh merubah fase luteal yang dihubungkan dengan

pajanan progesterone, bila amplitude pulsasi berubah maka akan berdampak pada level

progesterone.

2.7 Inhibin, Aktivin, dan Folistatin

Inhibin terdiri dari dua peptide yang berbeda (yang dikenal alpha dan beta sub unit)

dihubungkan dengan rantai disulfide. Dua bentuk inhibin (inhibin A dan inhibin B), setiapnya

terdiri dari sub unit alpha yang identik. Maka ada tiga sub unit bagi inhibin yaitu alpha, beta A

dan beta B. Setiap sub unit memproduksi mRNA yang berbeda, yang akan terikat oleh prekusor

masing masing molekul.

The form of inhibin :

Inhibin A: Alpha-BetaA

Inhibin B : Alpha-BetaB

2.8 Faktor pertumbuhan

Faktor pertumbuhan merupakan polipetida yang memodulasi proliferasi dan diferensiasi

sel , yang akan menggabungkan diri ke reseptor spesifik membran sel. Mereka bekerja secara

Page 11: regulasi siklus menstruasi

lokal dan berfungsi dalam bentuk autokrin dan parakrin. Terdapat banyak faktor pertumbuhan

dan kebanyakan sel berisi banyak reseptor untuk faktor pertumbuhan yang bervariasi.

Faktor pertumbuhan serupa insulin (Insulin-Like Growth Factor)

Faktor pertumbuhan serupa insulin (sebelumnya disebut somatomedin) adalah

peptide yang memiliki struktur dan fungsi yang hampir sama dengan insulin dan

memediasi aksi dari hormon pertumbuhan. Faktor pertumbuhan serupa insulin I (IGF 1)

dan faktor pertumbuhan serupa insulin II (IGF II) merupakan polipetida tunggal berisi 3

ikatan disulfida. IGF I disandikan pada lengan panjang kromosom 12 dan IGF II pada

lengan pendek kromosom 11 (yang juga berisi insulin).

Sirkulasi terbesar IGF I tergantung dari sintesis hormon pertumbuhan di hepar.

IGF I disintesis di banyak jaringan dimana produksinya dapat diregulasi oleh hormon

pertumbuhan atau faktor lainnya. IGF II sedikit bergantung pada hormon pertumbuhan.

Kedua IGFs ini dapat menginduksi ekspresi gen selular yang bertanggung jawab dalam

proliferasi dan differensiasi.

Insulin Like growth factor Binding Protein

Ada enam peptide tidak terglikosiliasi yang fungsinya hamper sama seperti IGF

binding protein., IGFBP-1 sampai IGFBP-6. Protein pengikat ini bertugas membawa

IGFs dalam serum, memperpanjang waktu paruh, dan meregukasi dampak IGFs terhadap

jaringan. Aksi regulasi ini dikarenakan pengikatan dan sequesterisasi dari IGFs,

mencegah akses IGFs terhadap reseptor . membran sel.

Reseptor IGF

Reseptor yang mengikat IGF I disebut reseptor IGF I , dan reseptor tipe II yang

mirip disebut reseptor IGF II. IGF I juga berikatan dengan reseptor insulin, tetapi dengan

afinitas yang rendah. Ikatan insulin dengan reseptor IGF I dengan afinitas yang moderat.

Reseptor IGF I dan reseptor insulin memiliki struktur yang hamper sama. Reseptor IGF II

tidak berikatan dengan insulin, terdiri dari rantai glikoprotein tunggal, dengan 90%

strukturnya berisi ekstraseluler. Reseptor ini berfungsi sebagai reseptor yang berpasangan

dengan protein G. Efek fisiologis IGF I dapat diatur oleh reseptornya, tetapi reseptor IGF

Page 12: regulasi siklus menstruasi

II dapat mendesak aksinya melalui kedua reseptor. Memang reseptor IGF I mengikat IGF

I dan IGF II dengan afinitas seimbang. Dalam sel manusia, reseptor IGF I dan reseptor

IGF II terdapat dalam sel teka dan sel granulosa dan di dalam luteinisasi sel granulosa.

Aksi ovarium terhadap IGFs. IGF-1 menstimulasi kejadian di teka ovarium dan

sel granulosa: sintesis DNA, steroidogenesis, aktivitas aromatase, sintesis reseptor LH,

dan sekresi inhibin. IGF II menstimulasi mitosis granulosa. Dalam sel ovarium manusia,

IGF I bekerja sinergis dengan FSH, menstimulasi sintesis protein dan steroidogenesis.

Setelah LH muncul, IGF I memicu sintesis LH-induksi progesteron dan menstimulasi

proliferasi dari sel granulosa-luteal di masa folikel preovulasi. IGF I juga terlibat dalam

sintesis estradiol dan progesterone. Hormon pertumbuhan juga bekerja sinergis dengan

FSH dan estradiol untuk meningkatkan sintesi IGF.

Page 13: regulasi siklus menstruasi

IGF II dapat didapatkan di sel teka dan sel granulosa, kadar tertinggi terdapat di sel granulosa dan makin tinggi seiring dengan pertumbuhan folikel. Sel teka mengekspresikan transkripsi mRNA, yang akan mengkode reseptor IGF dan insulin, karena insulin dan IGF II dapat mengaktivasi reseptor IGF I. Penambahan hormon pertumbuhan akan meningkatkan produksi IGF dan secara tidak langsung memicu stimulasi gonadotropin.

Pada penelitian, IGFBP 1 menghambat IGF 1 yang dimediasi oleh steroidogenesis

dan proliferasi dari luteinisasi sel granulosa. Sintesis IGFBPs dihambat oleh FSH, IGF I

dan IGF II. IGFBP 1 ditemukan sel granulosa pada folikel yang sedang tumbuh, IGFBP 3

di sel teka dan granulosa pada folikel dominan, IGFBP 2,4,5 di sel teka dan granulosa

pada fase antraal dan folikel atresia, IGFBP 6 belum ditemukan dimanapun. Protein

pengikat yang predominan adalah IGFBP 2 dan IGFBP 3 yang meningkat pada tingkat

folikel dominan dan menurun saat akhir masa folikuler. Disimpulkan bahwa IGFBP 1, -

2,-3 berperan dalam pertumbuhan folikel, IGFBP -4,-5 dalam masa atretik.Sirkulasi

IGFBP 1 menurun saat merespon insulin, makanya kadarnya juga menurun pada wanita

Page 14: regulasi siklus menstruasi

saat masa anovulasi dan polikistik ovary yang kadar insulinnya meningkat, mereka juga

memiliki kadar IGF 1 yang meningkat karena rangsangan LH. IGFBP 2 dan -4 pada

pasien anovulatori meningkat ( seperti folikel yang atretik).Kekurangan IGF 1 yang

terkait abnormalitas reseptor faktor pertumbuhan dapat menyebabkan dwarfisme tipe

laron.

Faktor pertumbuhan epidermal

Sel granulosa bertanggung jawab dalam faktor pertumbuhan ini dan dihubungkan

dengan stimulasi gonadotropin. Faktor pertumbuhan epidermal mensupresi up regulasi

dari FSH dan reseptornya sendiri.

Faktor pertumbuhan fibroblas

Faktor ini ada pada semua jaringan yang memproduksi steroid. Berperan dalam

menstimulasi mitosis dalam sel granulosa, angiogenesis, aktivasi plasminogen,

menghambat up regulasi FSH, menghambat FSH-induksi reseptor LH dan produksi

estrogen. Peranannya berlawanan dengan TGF β.

Platelet-derived growth factor

Ikut merespon FSH termasuk differensiasi sel. Bersama EGF ikut dalam

memproduksi prostaglandin.

Angiogenic growth factor

Vaskulariosasi folikel dipengaruhi oleh peptida dalam cairan folikular, terutama

vascular endothelial growth factor (VEGF), sitokin yang diproduksi oleh sel granulosa

karena respon dari LH.

Sistem Interleukin 1

Merupakan sitokin golongan immunomediator. Pada tikus, interleukin 1

menstimulasi sintesis prostaglandin.

Tumor Necrosis Factor α (TNF α)

Merupakan produk dari leukosit (makrofag), merupakan kunci dari proses

apoptosis/ atresia folikel.

Peptida lainnya

Cairan folikel terdiri dari prorenin, precursor inaktif dari rennin dengan konsentrasi 12

kali lebih banyak daripada di plasma. Itu muncul karena adanya stimulus LH. Kadar prorenin d

Page 15: regulasi siklus menstruasi

sirkulasi juga meningkat pada awal kehamilan karena adanya stimulasi hormon hCG. Peran dari

sistem prorenin-renin-angiostensin termasuk steroidogenesis ini untuk menyediakan substrat

androgen untuk produksi estrogen, regulasi metabolism kalsium dan prostaglandin dan stimulasi

angiogenensis. Sistem ini mungkin berefek pada vascular dan jaringan di luar dan dalam

ovarium.

Kadar ACTH dan βlipotropin dalam folikular cukup konstan selama siklus tapi kadar

βendorphin memuncak sesaat sebelum ovulasi. Corticotropin releasing hormon (CRH) ada di sel

tekam hormon ini menghambat LH-stimulated produksi androgen dalam sel teka.

Anti muellerian hormon diproduksi oleh sel granulosa dan mungkin berperan dalam pematangan

oosit dan pembentukan folikular, secara langsung proliferasi dari sel granulosa dan sel luteal.

Kehamilan-associated plasma protein A, ditemukan dalam plasenta yang juga ada dalam

cairan folikular. Itu mungkin menghambat aktivitas proteolitik dalam folikel sebelum ovulasi.

Endothelin 1 yaitu pepetida yang diproduksi oleh sel vaskular endothelial yang sebelumnya

dikenal sebagai penghambat luteinisasi; ekspresi gennya diinduksi oleh hipoksia yang

berhubungan dengan granulosa avaskular dan menghambat LH-induksi produksi progesteron.

Oksitosin ditemukan di folikel preovulasi dan korpus luteum.

Pada awal fase folikular, activin diproduksi oleh sel granulosa pada folikel imatur lalu

memicu aktivitas aromatase FSH dan formasi reseptor FSH dan LH, sementara secara bertahap

menekan sintesis theca androgen. Pada fase akhir folikular, terjadi peningkatan inhibin (terutama

inhibin B) oleh granulosa (dan menurunkan aktivin) mempelopori sintesis androgen dalam teka

sebagai respon dari LH dan IGF II untuk menyediakan substrat untuk produksi estrogen yang

lebih banyak.

Folikel yang berhasil adalah satu folikel yang mendapat kadar aktivitas aromatase paling

tinggi dan reseptor LH dalam merespon FSH. Ciri folikel yang berhasil ini memiliki estrogen

paling banyak (feedback sentral) dan penghambatan inhibin paling besar (lokal maupun sentral).

Kadar tertinggi aktivin terdapat pada imatur folikel antral dan paling rendah pada folikel

preovulatori. Inhibin B merupakan inhibin predominan pada foliikel preantral dan inhibin A

meningkat ketika folikel menjadi besar dan matang. Sintesis dan sekresi inhibin selama fase

folikular diregulasi oleh FSH dan faktor pertumbuhan.

Adanya androgen dalam sel granulosa mempelopori adanya aktivitas aromatase dan

produksi inhibin, sebaliknya, inhibin mendorong stimulasi LH dari sintesis theca androgen.

Page 16: regulasi siklus menstruasi

Seiring perkembangan folikel, ekspresi inhibin (inhibin A) dibawah kontrol LH. Kunci sukses

ovulasi dan fungsi luteal adalah konversi dari produksi inhibin untuk merespon LH untuk

menekan FSH secara sentral dan memicu kerja LH secara lokal. Pematangan akhir dari folikel

dominan dan kesehatan oosit ditandai dengan adanya LH.

2.9 Folikel preovulatori

Sel granulosa menjadi bertambah besar dan terdapat inklusi lipid, dan sel teka menjadi

bervakuola dan mendapat banyak vaskularisasi dan gambaran folikel menjadi hiperemik. Folikel

preovulatori memproduksi lebih banyak estrogen. Selama akhir fase folikuler, estrogen

meningkat sedit dan mencapai puncak saat 24-36 jam sebelum ovulasi. Peristiwa puncak LH

terjadi ketika kadar puncak estradiol tercapai. Lalu LH memicu terjadinya luteinisasi granulosa

dri folikel dominan yang akan menghasilkan progesteron. Begitu resptor LH muncul akan

menghambat pertumbuhan sel dan focus terhadap steroidogenesis (yang dipicu oleh IGF).

Peningkatan progesteron dapat dideteksi pada aliran vena paling tidak hari ke 10 dari siklus.

Reseptor progesteron mulai muncul dalam sel granulosa pada periode periovulatori. Pandangan

lama menyatakan bahwa progesterone muncul karena respon dari estrogen. Penelitian pada

monyet menyebutkan bahwa progesterone muncul karena distimulasi oleh LH. Data in vitro

menyebutkan bahwa resptor progesteron dan progesteron secara langsung menghambat mitosis

sel granulosa, yang mungkin dapat menjelaskan proliferasi granulosa yang terbatas sejak

mendapat reseptor LH.

Progesteron mempengaruhi feedback positif merespon estrogen. Ketika telah ada kadar estrogen

yang adekuat, progesteron memberi feedback positif, dalam aksi langsung ke pituitary, dan

dalam adanya kadar subtreshold dari estradiol yang dapat menginduksi kadar puncak LH.

Sebelum adanya stimulus estrogen atau dalam kadar tinggi (> 2 ng/ml dalam darah) progesteron

memblokade kadar puncak LH. Aksi dari estrogen dan progesteron ini membutuhkan aksi dari

GnRh.

Periode preovulasi berhubungan dengan munculnya 17αhydroxyprogestrone dalam level plasma.

Ini sinyal untuk stimulus LH untuk P450scc dan P450c17, yaitu enzim untuk produksi teka

androgen, substrat untuk estrogen granulosa. Setelah ovulasi, beberapa sel teka menjadi

luteinisasi sebagai bagian dari korpus luteum dan kehilangan kemampuan untuk megekspresikan

P450c17. Ketika folikel lainnya gagal mencapai kematangan, maka sel teka akan kembali asal

Page 17: regulasi siklus menstruasi

menjadi jaringan ikat. Karena sel teka memproduksi androgen, peningkatan jaringan ikat pada

fase akhir folikular berhubungan dengan munculnya andorogen dalam plasma perifer yaitu !5%

peningkatan androstenidione dan 20% testosterone. Hal ini dipicu oleh kemunculan inhibin.

Produksi androgen dalamfase ini memiliki dua tujuan 1) Peran lokal untuk memicu atresia

folikel yang gagal, 2) Efek sistemik untuk menstimulasi libido.

3. Ovulasi

Perkiraan ovulais terjadi dalam 10-12 jam setelah terjadi puncak LH dan 24-36 jam

setelah terjadi puncak estradiol. Kejadian puncak LH merupan indiikasi ovulasi, terjadi 34-36

sebelum rupture folikel. Ambang batas konsentrasi Lh harus maintenance setidaknya 14-27 jam

agar terjadi pematangan oosit sempurna. Biasanya puncak LH berakhir 48-50 jam. Studi

menyebutkan bahwa ovulasi dan kehamilan sering terjadi pada ovarium sebelah kanan. Ovulasi

bergantian antara dua ovarium ini sering terjadi pada wanita muda, namun setelah umur 30

tahun, ovulasi sering terjadi pada kedua ovarium. Kadar puncak Lh menginisiasi kelangsungan

meiosis oosit (meiosis tidak akan lengkap sampai masuknya sperma dan badan polar kedua

dilepaskan), luteinisasi sel granulosa, ekspansi cumulus, sintesis prostaglandin dan eukasinoid

lainnya untuk rupture folikel.Maturasi premature oosit dicegah oleh faktor lokal. LH-induksi

siklik AMP mengatasi aksi lokal dari penghambat maturasi oosit (OMI) dan penghambat

luteinisasi (LI). OMI berasal dari sel granulosa dan produksinya tergantung kontak dengan

cumulus oophorus. Activin juga menekan produksi progesterone dari sel luteal untuk mencegah

luteinisasi dini.

Dengan adanya puncak LH, kadar prosgesteron terus meningkat. Adanya kenaikan

progesteron menyebabkan penurunan dari LH (feedback negatif). Progesteron juga

meningkatkan distensibilitas dinding folikel. ]FSH, LH dan progesteron menstimulasi aktivasi

enzim protelitik yang akan mencerna kolagen dalam dinding folikel dan meningkatkan

distensibilitas dinding. Kadar puncak gonadotropin juga melepaskan histamine yang dapat

menginduksi ovulasi dan menstimulasi sel teka dan granulosa untuk memproduksi activator

plasminogen. Aktivator plasminogen ini akan mengaktivasi plasminogen dalam cairan folikular

untuk memproduksi plasmin. Plasmin, sebaliknya, memperbaharui kolagen untuk

menghancurkan dinding folikel. pada tikus, peningkatan aktivasi plasminogen dipicu oleh

stimulus LH dimana penghambatan plasminogen menurun. Sebelum dan sesudah ovulasi

Page 18: regulasi siklus menstruasi

penghambat plasminogen meningkat dan sesaat sebelum ovulasi activator plasminogen

meningkat dan penghambat plasminogen menurun.

Prostaglandin E dan F serta eukasinoid lain mencapai kadar puncak saat ovulasi. Sintesis

prostaglandin disintesis oleh interleukin β. Penghambatan sisntesis produk ini dari asam

arakidonat memblok rupture folikel tanpa mempengaruhin proses LH-induksi lainnya seperti

luteinisasi, stereodogeneisis, maturasi oosit. Peran prostaglandin penting sehingga pada pasien

infertilitas disaranakan menjauhi penggunaan obat-obatan penghambat sintesis prostaglandin.

Sejumlah besar leukosit berada dalam folikel dalam sebelum masa ovulasi. Neutrofil merupakan

substansi dominan dalam kompartemen sel teka pada kedua folikel, folikel sehat dan folikel

atretik. Akumulasi leukosit dimediasi oleh mekanisme kemotatik dari sistem interleukin. Sel

imum ini mungkin berkontribusi dalam proses perubahan selular yang berhubungan dengan

ovulasi, fungsi korpus luteum dan apoptosis.

Kadar puncak FSH mungkin tergantung dari kemunculan progesteron. Produksi activator

plasminogen senstif terhadap FSH seperti juga LH. Disproporsi dan ekspansi sel cumulus

menyebabkan oosit-massa sel cumulus menjadi melayang-layang di dalam cairan folikel antral

sesaat sebelum rupture folikel. Mekanisme penghentian LH belum diketahui pasti. Beberapa jam

setelah kemunculan LH, kadar estrogen sirkulasi menurun. Penurunan LH dapat dihubungkan

dengan hilangnya stimulasi positif dari estradiol atau kenaikan feedback negatif terhadap

progesterone. Turunnya LH juga mencerminkan deplesi LH pada pituitary due to down-regulasi

dari reseptor GnRh. Dalam siklus normal, pelepasan gonadotropin dan pematangan akhir karena

waktu puncak gonadotropin dikontrol oleh estradiol.

4. Fase luteal

Sebelum rupture folikel dan ovum dilepaskan, sel granulosa mulai menambah ukuran dan

gambaran vaskular dengan akumulasi pigmen kuning, lutein, yakni korpus luteum. Selama 3 hari

pertama setelah ovulasi, sel granulosa lanjut membesar dan sel teka berdiferensiasi dari

mengelilingi sel teka menjadi bagian dari korpus luteum. Kapiler mulai berpenetrasi dalam

lapisan granulosa mencapai kavitas sentral dan kadang berisi darah setelah puncak LH.

Angiogenesis merupakan hal penting dalam proses luteinisasi, respon dari LH yang dimediasi

oleh faktor pertumbuhan yaitu VEGF dan angiopotein yang diproduksi sel granulosa yang

terluteinisasi. Pada fase luteal awal, angiogenesis diikuti peningkatan VEGF dengan

Page 19: regulasi siklus menstruasi

menstabilisasi pertumbuhan vaskular. Regresi korpus luteum, VEGF dan angiopoetin 1 menurun

diikuti dengan luruhnya vaskular yang diikuti luteolisis.Hari ke 8 atau 9 setelah ovulasi, puncak

vaskularisasi tercapai dihubungkan dengan puncak progesteron dan estradiol dalam darah.

Fungsi normal luteal dapat diperoleh secara maksimal pada perkembangan folikel preovulasi.

Penekanan terhadap FSH selama fase folikular dihubungkan dengan rendahnya kadar estradiol

pre ovulasi, penurunan produksi progesteron mid luteal. Perubahan granulosa avaskular dari fase

folikuler ke jaringan luteal yang vaskularnya juga penting. Karena produksi steroid tergantung

transportasi kolesterol LDL. Vaskularisasi lapisan granulosa adalah penting untuk mengizinkan

kolesterol LDL mencapai sel luteal memberikan substrat yang cukup untuk memproduksi

progesteron. Satu pekerjaan penting LH adalah mengatur reseptor LDL, internalisasi, dan proses

postreseptor; perangasangan gambaran reseptor LDL terjadi pada sel granulosa selama stadium

awal luteinisasi sebagai respon terhadap puncak LH mid siklus. mekanisme tersebut mengalirkan

kolesterol ke mitokondria untuk utilisasi sebagai penghambat pembangunan dalam

stereodogenesis.

Ketergantungan korpus luteum terhadap LH kemudian didukung oleh suatu luteolisis

yang mengikuti GnRh agonis atau antagonis atau GnRh withdrawal apabila ovulasi diinduksi

oleh GnRh secara pulsatif. Tidak ada kejadian hormon luteotrofik lainnya seperti rolaktin

memiliki peran dalam siklus menstruasi.

Korpus luteum tidaklah homogen. Di samping sel luteal, juga terdapat sel endotel, leukosit dan

fibroblast. Bentuk sel nonsteroidogenik terbesar (70-85%) dari seluruh populasi sel. sel imun

leukosit memproduksi beberapa sitokin, meliputi interleukin 1β dan TNF α. Ada beberapa

perbedaan leukosit dalam korpus luteum juga merupakan sumber enzim sitolitik, prostaglandin,

dan faktor pertumbuhan termasuk angiogenesis, steroidogenesis, dan luteolisis. Korpus luteum

merupakan salah satu dari contoh terbaik sebagai komunikasi dan persilangan biologi. Seperti

contoh, sel endothelial banyak mengandung vasoaktif campuran, dan sebaliknya sel

steroidogenik mengkontribusi faktor yang menyebabkan angiogenesis. Fungsi yang harmonis

pada sistem proporsi terbalik masih merupakan kompleks. Sel endothelial mengandung sekitar

50% sel matur korpus luteum. Populasi sel luteal tidak homogeny, terdiri atas 2 tipe sel yang

jelas, yang besar dan kecil. Beberapa dipercaya bahwa sel besar diperoleh dari sel granulosa dan

sel kecil dari sel teka. Sel kecil biasanya berlebihan. Meskipun kenyataan bawa steroidogenesis

lebih banyak terjadi pada sel besar., sel kecil mengandung reseptor LH dan hCG.Hilangnya

Page 20: regulasi siklus menstruasi

reseptor LH dan hCG pada sel besar, kiranya diperoleh dari sel granulosayang terdapat pada

reseptor LH pada fase akhir folikuler, dapat dijelaskan, mungkin sel besar berfungsi pada kadar

maksimal dengan total reseptor menempati dan berfungsi atau karena komunikasi interseluler

secara terus-menerus mengalami gap junction, sel besar tidak langsung diperoleh dengan

dukungan gonadotropin. Kemudian sel besar dapat berfungsi pada kadar yang tinggi, di bawah

kontrol faktor pengaturan sel sel kecil yang asli yang respon terhadap gonadotropin. Sebagai

tambahan, beberapa fungsi disebarkan oleh tanda autokrin/parakrin dari sel endothelial dan sel

imun. Sel besar luteal memproduksi peptida ( oksitosin, relaksin, inhibin dan faktor pertumbuhan

lainnya) dan lebih diaktifkan saat stereodogenesis dengan aktivitas aromatase terbesar dan

sintesis progesteron daripada sel kecil. Sistem aromatase (P450arom) secara terus menerus aktif

pada sel granulosa yang mengalami luteinisasi. kadar progesteron meningkat secara tajam setelah

ovulasi, peningkatan puncak sekitar 8 hari setelah puncak LH. progesteron bekerja pada dua

lokasi lokal dan sentral untuk menekan beberapa folikel pertumbuhan. Apabila sirkulasi kadar

progesteron normal terpelihara setelah lutektomi berikutnya ovulasi dapat terjadi pada ovarium

yang dengan konsentrasi rendah yang menyebar melalui vena.

Permulaan pertumbuhan folikel baru setelah fase luteal selanjutnya dihambat oleh

rendahnya kadar gonadotropin yang member efek umpan balik negatif dari estrogen, progesteron

dan inhibin A. Dengan gambaran reseptor LH pada sel granulosa dari folikel dominan dan

selnjutnya perkembangan folikel sampai korpus luteum. gambaran penghambatan di bawah

kontrol LH dan perubahan ekspresi dari inhibin B ke inhibin A. Sirkulasi kadar inhibin A

meningkat pada fase akhir folikuler untuk meningkatkan kadar puncak pada fase midluteal.

Inhibin A kemudian menyebar terhadap penekanan FSH sampai kadar terendah selama fase

luteal, dan perubahan transisi luteal-folikuler. Pada siklus normal waktu periodic dari LH surge

pertengahan siklus sampai haid adalah konsisten selesai 14 hari. Untuk tujuan praktis, fase luteal

berakhir antara hari 11 dan 17 adalah normal. Insiden pendeknya fase luteal sekitar 5-56%. hal

ini baik diketahui secara bermakna dan bervariasi dalam lamanya siklus pada wanita merupakan

jumlah yang bervariasi diperoleh dari pertumbuhan dan perkembangan folikel pada fase

folikuler. Fase luteal tidak memanjang dengan meningkatnya LH yang keluar secara progresif

merupakan indikasi bahwa terjadi kerusakan korpus luteum akibat aktifnya mekanisme luteolitik.

Korpus luteum secara cepat mengalami kemunduran 9-11 hari setelah ovulasi, dan mekanisme

degenarasi tersebut tidak diketahui. Pada spesies mamalia, faktor luteolitik berasal dari uterus

Page 21: regulasi siklus menstruasi

(prostaglandin F2α) mengatur pertumbuhan korpus luteum Tidak adanya faktor luteolitik yang

diidentifikasi pada siklus haidm dan pengangkatan uterus tidak member pengaruh terhadap siklus

ovarium; yang mana secra morfologi regresi sel luteal diinduksi oleh produksi estrogen korpus

luteum. Terdapat kejadian yang mendukung peranan estrogen dalam member kemunduran

terhadap korpus luteum. Peningkatan sirkulasi estradiol dini pada fase awal luteal menyebabkan

turunnya progesteron. Injeksi langsung estradiol ke dalam ovarium menyebabkan korpus luteum

merangsang luteolisis serupa dengan pengobatan terhadap produksi ovarium kontralateral yang

tidak memberi efek. Terdapat peran lain yang mungkin memproduksi estrogen dari korpus

luteum. Sebagaimana diketahui bahwa estrogen dibutuhkan untuk sintesis reseptor progesteron

di endometrium, fase luteal estrogen adalah penting agar progesteron menyebabkan perubahan di

endometrium setelah ovulasi. Reseptor progesteron dan estrogem yang inadekuat merupakan

mekanisme tambahan penyebab infertilitas atau keguguran, suatu bentuk defisiensi fase luteal.

gap junction adalah gambaran meninjol dari sel luteal, yang disebut folikel sebelum ovulasi.

Struktur gap junction dipengaruhi oleh oksitosin, suatu parakrin yang bisa menyebabkan

kontraksi korpus luteum. Bila ovulasi diinduksi oleh GnRh, kematian fase luteal terjadi

meskipun tidak ada perubahan penanganan, pertentangan perubahan mulai dalam LH sebagai

mekanisme lteolitik. tambahan, reseptor LH binding afinitasnya tidak berubah sampai keluar dari

fase luteal. kemudian penurunan steroidogenesis mencerminkan inaktivvasi ssistem

(menghasilkan suatu pembiasan dari korpus luteum terhadap LH). Proses luteolisis meliputi

enzim proteolitik, terutama matrix metalloproteinase (MMPs). Enzim tersebut di bawah kontrol

inhibitor yaitu inhibitor jaringan dari metalloproteinase disekresi oleh sel luteal secara

steroidogenik dan penyebab kadar TIMP tidak berubah pada jaringan luteal, luteolisis dipercaya

secara langsung meningkatkan ekspresi MMP. bagian ini penting membantu HCG untuk

mencegah peningkatan ekspresi MMO. Indikasi lainnya bahwa HCG dapat meningkatkan

produksi TMP dan menghambat aktivitas MMP dan luteolisis.

Ketahanan hidup korpus luteum diperpanjang dengan adanya peningkatan stimulus dar HCG.

Stimulus pertama muncul pada saat puncak pertumbuhan korpus luteum (9-13 setelah ovulasi),

bersamaan mencegah regresi luteal. HCG sendiri memelihara vital steroidogenesis korpus

luteum sampai sekitar 9 atau 10 minggu kehamilan yang mana steroidogenesis plasenta telah

berfungsi dengan baik. Pada beberapa kehamilan, mana steroidogenesis plasenta telah berfungsi

dengan baik pada minggu ke 7 kehamilan. Dengan adanya bifasik dari sirkulasi progesteron

Page 22: regulasi siklus menstruasi

(penurunan setelah ovulasi dan meningkat saat fase midluteal). pada level mRNA dua enzim

mayor terlibat dalam sintesis progesteron akan maksimal saat ovulasi dan menurun saat fase

luteal. Ini menyatakan bahwa lama hidup korpus luteum adalah saat ovulasi, regresi luteal

kecuali kalau korpus lutem dibantu HCG dari kehamilan.

4.1 Peralihan luteal-folikular

Panjangnya interval dari fase akhir luteal mengakibatkan penurunan produksi estradiol

dan progesteron sebagai seleksi dari folikel dominanmerupakan penentuan dan waktu yang kritis,

ditandai dengan adanya haid, tetapi tampak lebih sedikit perubahan hormonal untuk memulai

siklus haid. faktor krisis ini yaitu GnRH, FSH, LH, estradiol, progesterone dan inhibin. Adanya

peranan penting terhadap kerja FSH-dimediasi sel granulosa, hal ini bertepatan dengan

penerimaan folikel yang berovulasi baru secra langsung oleh peningkatan selektif FSH yang

dimulai 2 hari sebelum terjadi haid. Inhibin B berasal dalam sel granulosa korpus luteum dan

sekarang di bawah kontrol LH. jangkauan terendah dalam sirkulasi periode midluteal. Inhibin A

mencapai puncaknya saat fase luteal, kemudian membantu menekan sekresi FSH oleh hipofisis.

Sampai kadar terendah tercapai selama siklus haid proses proteolisis, yang mana mekanisme

dengan menghasilkan kematian korpus luteum, mempengaruhi sekresi inhibin A sebaik

steroidogenesis. dari pelaporan terhadap inhibin A seekor kera, efektif menekan FSH. Beberapa

laporan wanita dengan defisiensi gonadotropin telah direkomendasikan bahwa pertumbuhan

awal folikel diperoleh dari FSH dan LH tidak begitu penting pada fase ini. Kadar inhibin B mulai

meningkat setelah peningkatan FSH (perangsangan FSH terhadap sel granulosa untuk

mensekresi inhibin) dan mencapai kadar puncak sekitar 4 hari setelah peningkatan maksimal

FSH. kemudian penekanan sekresi selama fase folikuler merupakan kerja inhibin Bsebagai

penghambatan FSH selama peralihan fase luteal-folikular sebagai suatu reaksi terhadap

penurunan sekresi inhibin A oleh korpus luteum. S

irkulasi kadar aktivin meningkat saat fase luteal dan puncaknya saat haid. Aktivin

ditemukan meningkat dalam sirkulasi, tapi tidak begitu pasti memiliki peran endokrin. Waktu

yang tepat bagi aktivin untuk berkontribusi dalam munculnya Sh adalah selama fase peralihan

luteal-folikular. Aktivin memicu dan folistatin menekan aktivitas GnRh.

Munculnya FSh juga dikarenakan adanya perubahan dalam pulsasi sekresi GnRh. sebelumnya

ditekan kuat oleh kadar tinggi estradiol dan progesteron dari fase luteal. Peningkatan progresif

Page 23: regulasi siklus menstruasi

pulsasi GnRh terjadi saat fase peralihan luteal-folikular. dari masa midluteal sampai puncak

menstruasi terdapat 4,5 kali peningkatan frekuensi denyutan LH (dan kiranya GnRh) dari sekitar

3 pulsasi per 24 jam sampai 14 pulsasi per 24 jam. Selama waktu periode rerata 4,8 IU/L sampai

8 IU/L peningkatan FSH tercatat terbesar daripada LH. Frekuensi pulsasi FSH meningkat 3,5

kali dari midluteal sampai haid, meningkat rerata sekitar 4 IU/L sampai 15 IU/L. Peningkatan

frekuensi pulsasi GnRh dari kadar rendah dihubungkan dengan peningkatan FSH pada beberapa

percobaan, termasuk ooforektomi kera dengan menghancurkan hipotalamus. pengobatan wanita

hipogonadal dengan pulsasi GnRh menghasilkan sekresi FSH predominan (LH lebih). Estradiol

menekan sekresi FSH dari pemeriksaan klasik feedback negatif dihubungkan dengan kadar

hipofisis. Penurunan estradiol pada fase akhir GnRh yang membaik responnya dengan

peningkatan sekresi FSH.

5. Siklus menstruasi normal

Lamanya haid ditentukan oleh rerata dan kualitas pertumbuhan dan perkembangan folikel

dan dalam hal ini merupakan variasi normal dari setiap individu wanita. Panjang siklus

memendek pada usia akhir 30 an, diikuti peningkatan FSH dan penurunan inhibin. Ini bisa

menjadi gambaran dari akselerasi pertumbuhan folikel. Pada waktu bersamaan, folikel yang

Page 24: regulasi siklus menstruasi

tumbuh setiap siklus lebih sedikit seiring bertambahnya usia wanita. Kira-kira 2-4 tahun sebelum

menopause, siklus memanjang kembali. Pada 10-15 tahun terakhir sebelum menopause, terdapat

percepatan kehilangan folikel. Akselerasi ini dimulai ketika jumlah total folikel mendekati

25.000 pada wanita pada usia 37-38. seringnya menopause terjadi karena cadangan folikel

berkurang. Prevalensi siklus anovulatori paling banyak terjadi pada wanita usia krang dari 20 dan

lebih dari 40 tahun.

Seluruhnya, variasi panjang siklus menstruasi berbeda dengan panjang fase folikuler

siklus menstruasi. Wanita yang memiliki siklus 25 hari berovulasi sekitar hari ke 10-12 dari

siklus dan dengan 35 hari siklus berovulasi sekitar 10 hari kemudian. Pada usia 25 tahun, 40%

lebih siklus berada diantara 25 dan 28 hari selamanya; dari 25 sampai 35, lebih dari 60% terjadi

lebih dari 25 dan 28 hari. 28 hari siklus yang biasanya terjadi, tetapi biasanya hanya 12,4% dari

siklus yang dinyatakan Vollman. Secara keseluruhan sekitar 15% siklus haid usia reproduktif

adalah 28 hari lamanya. Hanya 0,5% wanita mengalami siklus kurang dari 21 hari lamanya, dan

hanya 0,9% siklus lebih besar dari 35 hari. Kebanyakan wanita memiliki siklus 24 sampai 35

hari, tetapi kurang 20% wanita mengalami sikluus tak teratur.