Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian ›...

7
Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai skema legal termuktahir sejak pemerintah, sebagai regulator, beralih fokus dari pengaturan pengelolaan lahan dan hutan yang mengutamakan supremasi hasil kayu kepada pendekatan kesejateraan masyarakat mulai dua dekade lalu. PS seolah menjadi penyedia titik temu antara tekanan produksi, konservasi dan pemuliaan peradaban manusia. Seiring eforia PS, advokasi civil society organization (CSO) secara masif menyuarakan akses masyarakat ke lahan gambut melalui skema PS perlu diperluas seperti halnya pada lahan mineral, yang bertujuan untuk mengakomodir emansipasi akses kepada masyarakat tempatan di lahan gambut. Sementara itu, sebagian besar ekosistem gambut (yang menjadi alternatif sumber daya dan ruang produksi skala besar (korporasi) sejak tahun 70an) kerusakannya dianggap sudah mencapai pada ambang yang mengkhawatirkan. Hal tersebut akibat banalitas pasar dimana permintaan nasional dan internasional yang sangat besar terhadap komoditi tertentu yang kebetulan adaptif tumbuh di gambut melalui serangkaian modifikasi lahan. Sementara itu, konstruksi data dan kesimpulan ilmiah pun menyatakan bahwa ekosistem gambut adalah unik di mana ekosistem tersebut mempunyai beberapa fungsi vital untuk kehidupan dan pengelolaannya harus memperhatikan kesatuan hidrologis yang tidak mengenal batas- batas yurisdiksi. Sebelum gambut di tetapkan sebagai ekosistem dengan pengelolaan yang khusus pada Peraturan Pemerintah (PP) 71 Tahun 2014, batas-batas unit pengelolaan lahan dan hutan selama ini bersifat yurisdiksional dan tentunya tidak dapat diterapkan pada rezim pengelolaan gambut yang “ideal”. PS yang pada level praksis berpotensi bias “korporasi” dan bias “pengetahuan lahan mineral” baik pada tekanan aspek produksi dan sifat-sifat pengelolaannya, memerlukan regulasi yang komprehensif, pengawasan yang sistematis dan dukungan sumber daya dari semua pihak terkait. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Handoyo, Setiasih Irawanti, Surati, Kuncoro Ariawan, Andri Setiadi, Mulyadin, Dian Charity 1 Policy Brief Volume 12 No. 04 Tahun 2018 Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Antara Political Will dan Realita Antara Political Will dan Realita Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) ISSN: 2085-787X

Transcript of Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian ›...

Page 1: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai skema legal termuktahir sejak pemerintah, sebagai regulator, beralih fokus dari pengaturan pengelolaan lahan dan hutan yang mengutamakan supremasi hasil kayu kepada pendekatan kesejateraan masyarakat mulai dua dekade lalu. PS seolah menjadi penyedia titik temu antara tekanan produksi, konservasi dan pemuliaan peradaban manusia. Seiring eforia PS, advokasi civil society organization (CSO) secara masif menyuarakan akses masyarakat ke lahan gambut melalui skema PS perlu diperluas seperti halnya pada lahan mineral, yang bertujuan untuk mengakomodir emansipasi akses kepada masyarakat tempatan di lahan gambut. Sementara itu, sebagian besar ekosistem gambut (yang menjadi alternatif sumber daya dan ruang produksi skala besar (korporasi) sejak tahun 70an) kerusakannya dianggap sudah mencapai pada ambang yang mengkhawatirkan. Hal tersebut akibat banalitas pasar dimana permintaan nasional dan internasional yang sangat besar terhadap komoditi tertentu yang kebetulan adaptif tumbuh di gambut melalui serangkaian modifikasi lahan. Sementara itu, konstruksi data dan kesimpulan ilmiah pun menyatakan bahwa ekosistem gambut adalah unik di mana ekosistem tersebut mempunyai beberapa fungsi vital untuk kehidupan dan pengelolaannya harus memperhatikan kesatuan hidrologis yang tidak mengenal batas-batas yurisdiksi. Sebelum gambut di tetapkan sebagai ekosistem dengan pengelolaan yang khusus pada Peraturan Pemerintah (PP) 71 Tahun 2014, batas-batas unit pengelolaan lahan dan hutan selama ini bersifat yurisdiksional dan tentunya tidak dapat diterapkan pada rezim pengelolaan gambut yang “ideal”. PS yang pada level praksis berpotensi bias “korporasi” dan bias “pengetahuan lahan mineral” baik pada tekanan aspek produksi dan sifat-sifat pengelolaannya, memerlukan regulasi yang komprehensif, pengawasan yang sistematis dan dukungan sumber daya dari semua pihak terkait.

Badan Penelitian, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Handoyo, Setiasih Irawanti, Surati, Kuncoro Ariawan, Andri Setiadi, Mulyadin, Dian Charity

1

PolicyBrief

Volume 12 No. 04 Tahun 2018

Regulasi Perhutanan Sosialdi Lahan Gambut:

Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Antara Political Will dan Realita

Antara Political Will dan Realita

RingkasanEksekutif

(ExecutiveSummary)

ISSN: 2085-787X

Page 2: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

PS merupakan hasil pengejawantahan beberapa semangat yang mencoba memberi ruang titik temu antara aspek konservasi, produksi dan kesejahteraan m a s y a r a k a t . M e l a l u i R e n c a n a Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan perangkat aturan lainnya pemerintah memberi ruang yang besar agar PS dan targetnya dapat segera dapat terwujud. Pencapaiannya hingga November 2017 s e l u a s 1 , 0 8 j u t a h e k t a r t e l a h didistribusikan melalui berbagai izin dan hak PS dan seluas 960.000 hektar masih da lam proses penyelesa ian iz in . Pencapaian tersebut membutuhkan dukungan seluruh pihak terkait target luasan 7,6juta hektar dari 12,7juta hektar yang harus direalisasikan pada tahun ketiga RPJMN. Pada konteks keruangan, ada tuntutan agar masyarakat diberikan akses yang lebih luas selain di lahan mineral juga di lahan gambut. Lahan gambut sebagai ekosistem yang unik, dipercaya memiliki fungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budidaya, dan sumber energi; lebih dari itu juga memiliki peran yang

lebih besar lagi sebagai pengendali p e r u b a h a n i k l i m g l o b a l k a r e n a kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia (Pokja PLGN, 2006). Karena sifatnya yang unik di mana unit pengelolaannya merupakan kesatuan yang utuh sebagai kesatuan hidrologis gambut (KHG), ekosistem ini tidak mengenal batas-batas yurisdiksi sehingga ketika satu bagian dari KHG terganggu, akan memengaruhi bagian la innya. Uni t manajemen pengelolaan lahan baik mineral maupun gambut yang sifatnya yurisdiksional, operasionalisasinya selama ini dianggap tidak sesuai dengan sifat-sifat ekosistem gambut, akibatnya ekosistem gambut telah mengalami modifikasi. Hal ini tidak terlepas dari dinamika pasar, akumulasi pengetahuan dan target pembangunan. Operasionalisasi PS yang memungkinkan mendapat penekanan pada produksi, mempunyai peluang sebagai driver modifikasi gambut yang lebih luas. Penulisan policy brief ini bertujuan memberikan argumentasi sosio-ekonomi dan politik untuk opsi-opsi penyusunan regulasi PS di lahan gambut.

2 Policy Brief Volume 12 No. 04 Tahun 2018

Potensi Areal Perhutanan Sosial di Lahan Gambut

PS adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat, dalam bentuk hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan tanaman rakyat (HTR), kemitraan kehutanan, hutan adat (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia,

2016). Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( K e p m e n K L H K ) N o m o r 4 8 6 5 / MenLHK-PKTL/REN/ PLA.0/9/2017, di dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) terdapat lahan gambut seluas ±3.341.980 hektar (Tabel 1). Sesuai kriteria penyusunan PIAPS, luasan tersebut seluruhnya berada di zona fungsi budidaya.

Tabel 1. Luasan areal indikatif dan definitif PS yang berada pada berbagai fungsi dan izin kawasan hutan (Sumber: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017).

b ◘ LĊś▓ [ ĵ Ăℓ (hektar)

! و ʼnśĂ▄ ╜■ŕ ╜╫ĂĊ╜ź t { ŕ ╜ ▄Ă╙Ă■ ┼Ă▓Ľĵ Ċ یآلوىىى ھ

! و ʼnśĂ▄ ╜■ŕ ╜╫ĂĊ╜ź t { ŕ ╜ ╙ĵ ĊĂ■ ♫ʼn◘ŕ ĵ ╫ℓ╜ ی وىھوھو

! ى ʼnśĂ▄ ╜■ŕ ╜╫ĂĊ╜ź t { ŕ ╜ ╙ĵ ĊĂ■ ▄╜■ŕ ĵ ييھوىىو ┼■

! ى ʼnśĂ▄ definitif PS وآلآلوھھو

! ي ʼnśĂ▄ ╜■ŕ ╜╫ĂĊ╜ź t { ŕ ╜ ▄Ă╙Ă■ ╫śʼn╨Ă ♫śʼn╙ĵ ĊĂ■╜ یىوووو

PernyataanMasalah

(Statement of the Issue/Problem)

Fakta/KondisiSaat Ini

(ExistingCondition)

Page 3: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

3

Aturan tersebut juga telah mengatur distribusi lahan gambut untuk skema PS hanya bisa diberikan untuk PS dengan

model pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan pemanfaatan jasa lingkungan (jasling).

Sejarah Pengelolaan Lahan Gambut: Akumulasi Pengetahuan dan Realita

Terkait pengelolaan lahan gambut, telah banyak aturan yang dikeluarkan yang mengakomodasi kepentingan konservasi dan produksi bahkan subsis tensi masyarakat tempatan. Di lain sisi, sejak tahun 70-an, gambut menjadi alternatif sumber daya dan ruang produksi skala besar ketika lahan mineral telah makin terbatas luasannya untuk dikuasai dan dikelola. Oleh karena itu, sejak tahun 90-an pemerintah mengeluarkan aturan t en tang gambut yang be rnuansa konservasi. Baru pada tahun 2006 sebagai ja lan tengah, melalui paradigma sustainable development, terbit “Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia” sebagai sebuah kemauan politik untuk menahan laju kerusakan dan konservasi gambut, karena kerusakan lahan gambut sudah m e n c a p a i a m b a n g y a n g mengkhawatirkan (Pokja PLGN, 2006). Berubahnya bentang dan fungsi lahan gambut ini salah satunya disebabkan oleh permintaan pasar yang besar terhadap komoditi tertentu yang adaptif dapat tumbuh di lahan gambut melalui serangkaian rekayasa pada lahan itu send i r i . Akumulas i penge tahuan manajemen komoditi tersebut bias lahan

mineral sehingga ketika diterapkan di lahan gambut, membuat pemanfaatannya bersifat ekstensif dan masif. Perubahan ini menjadi salah satu pemicu bencana yang mempunyai dampak yang luas seperti kebakaran hutan dan lahan. Secara ekonomi, gejala ini kemudian secara luas di tafsirkan oleh civil society o r g a n i z a t i o n s ( C S O ) s e b a g a i “ketidakadilan” ketika masyarakat t e m p a t a n h a n y a m e n j a d i o b y e k p e n g e l o l a a n l a h a n g a m b u t o l e h perusahaan baik besar dan kecil. Terkait hal tersebut ada tuntutan yang lebih besar untuk melibatkan masyarakat lebih luas pada pengelolaan lahan gambut melalui skema PS.

Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Filosofi Konsep, Implementasi dan Modernisasi

Pelaku PS adalah lembaga pengelola hutan desa (LPHD)/lembaga adat, kelompok tani, gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi, masyarakat hukum adat (MHA) dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH). Sebagian besar mereka merupakan masyarakat yang masing-masing mempunyai entitas nilai dan budaya yang khas, diorganisir oleh pemerintah untuk mempermudah kategorisasi dan pengelolaannya. Sebagai

Gambar 1. Areal PIAPS pada KHG.

Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Antara Political Will dan Realita

Page 4: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

tipikal masyarakat pedesaan di Indonesia, modus ekonominya masih sebatas pada kerangka subsisten. Demikian pula pada m a s y a r a k a t t r a n s i s i , w a l a u p u n mempunyai peluang untuk memperbesar skala usahanya, namun tetap terbatas pada kerangka subsistensi. Terkait hal tersebut, konsep kesejahteraan yang diusung PS perlu ditelaah. Secara semantik, sejahtera mempunyai makna aman sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam g a n g g u a n ) ( K e m d i k b u d , 2 0 1 6 ) . Kesejahteraan secara umum menunjuk kepada keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan ukuran material. Sejahtera memiliki arti khusus resmi atau teknikal, seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial. Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk kepada jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti yang digunakan dalam ide negara sejahtera (welfare state). Dengan demikian, tidak ada batasan yang pasti pada konsep kesejahteraan. Namun demikian, ciri modernisme (sebagai proses pembangunan) yang menjadi acuan pemikiran pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, membuat t e k a n a n m a t e r i a l p a d a k o n s e p kesejahteraan yang sebenarnya tidak ditemui pada sebagian besar masyarakat pedesaan yang lebih kepada spiritual (damai) (Escobar, 2011). Namun konsep spir i tual luput sebagai indikator pembangunan karena sifatnya yang abstrak dan sulit diukur (intangible). Pada poin ini penting untuk mendudukkan bahwa PS tidak harus terjebak pada tatanan modernisasi seperti konsep “korporasi” yang memberi penekanan pencapaian material tertentu. Di lain sisi, substansi berbagai media yang berkonten tuntutan CSO yang menuntut pemerintah agar masyarakat diberi akses yang “besar” ke lahan gambut bisa menjadi “misleading”. Substansi ini diperkuat dengan advokasi bahwa ada eksistensi “kearifan lokal” masyarakat tempatan yang mampu m e n g e l o l a e k o s i s t e m g a m b u t berkelanjutan. Tanpa adanya kerangka legal formal yang mengatur hal tersebut,

pun sebenarnya masyarakat secara lintas generasi telah mengakses lahan gambut dengan sumber legitimasi pranata sosial yang berlaku. Pada konteks pengelolaan ruang gambut, secara historis sebenarnya pengetahuan masyarakat tempatan hanya terbatas pada modus ekstraksi baik kayu dan non kayu un tuk subs i s tens i (Handoyo, 2016). Seiring tekanan waktu dan perubahan konstelasi penguasaan sumber daya serta modernisasi, modus ekstraksi (yang diduga “berkelanjutan” karena dulu produk/hasil alam dari kawasan gambut masih melimpah (abundant)) yang dikenal masyarakat tidak lagi dapat dilakukan. Mereka kemudian terjebak pada livelihood dilema ketika pengetahuan dan sumber daya yang mereka miliki harus dikonfrotasikan dengan pengetahuan korporasi yang masif dalam memodifikasi lahan gambut (Handoyo, 2016).

Pasar, Produkt ifitas , Inves tas i Masyarakat dan Modifikasi Lahan Gambut

Seperti telah disebutkan di atas, pasar mempunyai peranan penting. Pasar yang ada saat ini sebagian besar mengakomodir komoditi yang secara luas diusahakan di lahan mineral, dimana ketika diusahakan di lahan gambut sangat memengaruhi pola penggunaan lahan dan investasi masyarakat yang sangat besar (Irawanti et al., 2017). Contoh kasus di Provinsi Jambi, komoditi sawit, pinang, kopi, dan sayuran menjadi preferensi masyarakat yang sebenarnya sangat dipengaruhi oleh pasar. Sawit merupakan komoditi yang paling diminati oleh masyarakat karena sifat adaptifnya pada lahan gambut, walaupun bersifat padat investasi (lihat Tabel 2). Investasi masyarakat pada sawit menjadi sangat besar karena keterbatasan akumulasi pengetahuan budidaya sawit di lahan gambut. Selama ini, pengetahuan tentang budidaya sawit didominasi oleh pengetahuan budidayanya di lahan mineral. Sehingga, ketika dibudidayakan d i l a h a n g a m b u t , m a s y a r a k a t melakukannya dengan metode trial and error yang membutuhkan curahan modal yang sangat besar. Dari beberapa penelitian pola budidaya masyarakat di lahan gambut yang dilakukan P3SEKPI,

4 Policy Brief Volume 12 No. 04 Tahun 2018

Page 5: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

5

belum ada aliran informasi yang baku dari pusa t -pusa t penge t ahuan s ek to r pertanian/perkebunan tentang budidaya

komoditas di lahan gambut melalui penyuluh lapang.

Tabel 2. Komparasi preferensi pemilihan komoditi dan penggunaan lahan gambut masyarakat atas

respon pasar (market driven) di Provinsi Jambi (Sumber: Irawanti et al., 2017).

Sebaliknya, pinang dan kopi yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai tanaman yang mempunyai peluang ekonomi tinggi karena cukup adaptif di lahan gambut, namun komoditi ini baru bisa dibudidayakan setelah lahan dimodifikasi dengan curahan investasi waktu dan tenaga kerja yang relatif lebih

besar dari pada sawit. Setidaknya diperlukan waktu 5 hingga 10 tahun untuk m e n g u p a s l a p i s a n g a m b u t d a n pengeringan lahan. Keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan dua komoditi ini cukup menjanjikan dibanding sawit (Tabel 3).

Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Antara Political Will dan Realita

t ĂŕĂ Gambut Tipis di Desa Bram Itam Raya dan Mekar Jaya Kabupaten Tanjung Jabung Barat b ◘ Y◘▓◘diti

Parameter { ĂŎ╜Ċ Y◘♫╜ t ╜■Ă■┼

! و ʼnśĂ▄ ĊĂ■Ă▓ [ Ă╙Ă■ ŦĂ■┼ ĽĂʼnĵ ŕ ╜Ľĵ ╫Ă [ Ă╙Ă■ ŦĂ■┼ ℓĵ ŕ Ă╙ ▄Ă▓Ă ŕ ╜Ľĵ ╫Ă bersih, 5-10 th dari awal pembukaan lahan

[ Ă╙Ă■ ŦĂ■┼ ℓĵ ŕ Ă╙ ▄Ă▓Ă ŕ ╜Ľĵ ╫Ă bersih, 5-10 th dari awal pembukaan lahan

Y◘■ŕ و ╜ℓ╜ ĂʼnśĂ▄ tanam

. ╜ℓĂ Ċśʼn┼ś■Ă■┼ ŕ Ăn tidak tergenang; bisa di gambut tipis dan tebal.

a ĂĊ╜ Ľ╜▄Ă Ċśʼn┼ś■Ă■┼ ▄śĽ╜╙ ھو ╙ʼn ditanam di gambut tipis

Ç╜ŕ Ă╫ Ľ╜ℓĂ Ċśʼn┼ś■Ă■┼ ʼnĂĊĂ-rata ditanam di gambut tipis

t ى śʼnℓ╜Ă♫Ă■ ▄Ă╙Ă■ t śʼn▄ĵ ♫śʼn▄Ă╫ĵ Ă■ ♫ś▓Ľśʼn╜Ă■ dolomit, lahan tidak perlu bersih

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ perlakuan, lahan perlu bersih

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫śʼn▄Ă╫ĵ Ă■ ▄Ă╙Ă■ perlu bersih

t ى ś▓ś▄╜╙ĂʼnĂĂ■ t śʼn▄ĵ ♫ĵ ♫ĵ ╫ ╜■Ċś■ℓ╜ź tanaman tahan gulma

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫ś▓ĵ ♫ĵ ╫Ă■ ▄Ă╙Ă■ bersih dari gulma

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫ś▓ĵ ♫ĵ ╫Ă■ ▄Ă╙Ă■ bersih dari gulma

t ي ś▓Ă■ś■Ă■ ÇĂ■ŕ Ă■ Ľĵ Ă╙ ℓś┼Ăʼn (TBS) bisa langsung dijual, pembeli mengambil TBS di jalan dekat kebun

. ĵ Ă╙ ╫◘♫╜ ℓś┼Ăʼn ŕ ╜┼╜▄╜■┼ ŕ ╜╨ś▓ĵ ʼn digiling lagi hingga menjadi biji kopi kering siap jual, petani menjual biji kopi kering ke pengepul.

. ĵ Ă╙ ♫╜■Ă■┼ ŕ ╜♫Ă■ś■ ŕ ╜Ľś▄Ă╙ dua, dijemur 2 hari (KA 20-25%) agar siap jual, petani menjual ke pengepul atau pengepul datang ke petani.

ی t ś■Ă■┼Ă■Ă■ paska panen

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼■Ă■ t śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼Ă■Ă■ t śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼Ă■Ă■

ی t ĂℓĂʼn ŕ Ă■ ╙Ăʼn┼Ă ÇśʼnĽĵ ╫Ă ▄ĵ Ăℓ ▄◘╫Ăℓ╜ ♫ĂĽʼn╜╫ dekat, harga stabil

ÇśʼnĽĵ ╫Ă ▄ĵ Ăℓ ╙arga cenderung turun menjelang hari besar keagamaan dan nasional

ÇśʼnĽĵ ╫Ă ▄ĵ Ăℓ ╙Ăʼn┼Ă Ľśʼnź▄ĵ ╫Ċĵ Ăℓ╜ namun tidak signifikan.

t ĂŕĂ Gambut Tebal di Desa Sidomukti dan Pandan Sejahtera Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Komoditi Parameter

{ ĂŎ╜Ċ { ĂŦĵ ʼnĂ■ t inang

! و ʼnśĂ▄ ĊĂ■Ă▓ . ╜ℓĂ ▄Ă■┼ℓĵ ■┼ ŕ ╜ ĊĂ■Ă▓ ŕ ╜ lahan yang baru dibuka

[ Ă╙Ă■ ▓╜■śʼnĂ▄ ĂĊĂĵ ┼Ă▓Ľĵ Ċ ŦĂ■┼ sudah lama dibuka, bersih

[ Ă╙Ă■ ┼Ă▓Ľĵ Ċ ŦĂ■┼ ℓĵ ŕ Ă╙ ▄Ă▓Ă dibuka, bersih, atau lahan mineral. Ditanam di sela-sela tanaman lain atau di batas kebun.

Y◘■ŕ و isi areal tanam

. ╜ℓĂ ŕ ╜ ▄Ă╙Ă■ Ċśʼn┼ś■Ă■┼ ĂĊĂĵ tidak tergenang, bisa di gambut tipis dan tebal

Ç╜ŕ Ă╫ Ľ╜ℓĂ ŕ ╜ ▄Ă╙Ă■ Ċśʼn┼ś■Ă■┼ . ╜ℓĂ ŕ ╜ ▄Ă╙Ă■ Ċśʼn┼ś■Ă■┼ ■Ă▓ĵ ■ mati jika lama tergenang.

t ى śʼnℓ╜Ă♫Ă■ lahan

[ Ă╙Ă■ ♫śʼn▄ĵ ♫śʼn▄Ă╫ĵ Ă■ ŕ ╜Ľśʼn╜ dolomit/kaptan, lahan tidak perlu bersih

t śʼn▄ĵ ♫śʼn▄Ă╫ĵ Ă■ ℓśľĂʼnĂ ╜■Ċś■ℓ╜ź pemberian humus/ pupuk kandang

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫śʼn▄Ă╫ĵ Ă■ ╫╙ĵ ℓĵ ℓ lahan perlu bersih

t ى ś▓ś▄╜╙ĂʼnĂĂ■ t śʼn▄ĵ ♫ĵ ♫ĵ ╫ ╜■Ċś■ℓ╜ź tanaman tahan gulma

t śʼn▄ĵ ľĵ ╫ĵ ♫ Ă╜ʼn ♫ś■┼Ă▓Ă■Ă■ ŕ Ăʼn╜ ancaman hama babi

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫ś▓ĵ ♫ukan, lahan bersih dari gulma

t ي ś▓Ă■ś■Ă■ Ç. { Ľ╜ℓĂ ▄Ă■┼ℓĵ ■┼ ŕ ╜╨ĵ Ă▄ pembeli mengambil TBS di jalan dekat kebun

5 ╜╨ĵ Ă▄ ╫ś♫ĂℓĂʼn ĂĊĂĵ ♫ś■┼ś♫ĵ ▄ ŦĂ■┼ datang

. ĵ Ă╙ ♫╜■Ă■┼ ŕ ╜♫Ă■ś■ ŕ ╜Ľś▄Ă╙ dua, dijemur 2 hari (KA 20-25%) agar siap jual, petani menjual ke pengepul atau pengepul datang ke petani. Dapat dijual dalam bentuk gelondongan.

t ي ś■Ă■┼Ă■Ă■ paska panen

Ç╜ŕ Ă╫ ♫śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼■Ă■ t śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼Ă■Ă■ t śʼn▄ĵ ♫ś■Ă■┼Ă■Ă■

ی t ĂℓĂʼn ŕ Ă■ harga

ÇśʼnĽĵ ╫Ă ▄ĵ Ăℓ ▄◘╫Ăℓ╜ ♫ĂĽʼn╜╫ dekat, harga stabil

{ś▄Ă▄ĵ Ċśʼnℓśŕ ╜Ă ╙Ăʼn┼Ă ľś■ŕ śʼnĵng stabil

ÇśʼnĽĵ ╫Ă ▄ĵ Ăℓ ╙Ăʼn┼Ă Ľśʼnź▄ĵ ╫Ċĵ Ăℓ╜ namun tidak signifikan.

Page 6: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

Apapun titik berat yang akan dijadikan acuan regulasi PS di lahan gambut, pada operasionalisasinya mempunyai peluang mendapat penekanan pada salah satu aspek apakah itu produksi, konservasi atau pada pemuliaan peradaban. Namun sebagai sebuah sistem ekologi yang unik, g a m b u t h a r u s d i m a k n a i s e c a r a konservatif karena konstruksi data dan k e s i m p u l a n i l m i a h s e j a u h i n i menunjukkan bahwa modifikasi lahan gambut membuka peluang terjadinya bencana. Atas dasar tersebut regulasi PS di lahan gambut harus mampu mengatur d a n m e n j a d i j a l a n t e n g a h y a n g komprehensif. Sesuai amanat menteri KLHK bahwa PS tidak hanya dimaknai sebagai jalan “bagi-bagi” lahan namun yang lebih penting adalah prosesnya harus sistematis (Arumingtyas, 2017).1. Implementasi PS dilapangan dapat

berupa HD, HKm, HTR, kemitraan k e h u t a n a n d a n h u t a n a d a t . Mempertimbangkan PP 57 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan Kepmen KLHK N o m o r 4 8 6 5 / M e n L H K -PKTL/REN/PLA.0/9/2017 tentang PIAPS, lokasi pengembangan PS dimungkinkan diimplementasikan pada fungsi lindung dan fungsi budidaya pada ekosistem gambut.

Terkait hal tersebut implementasi pada fungsi lindung akan lebih sesuai menggunakan skema HD, HKm, dan hutan adat yang menitikberatkan pada pengusahaan komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan. Sedangkan implementasi pada fungsi budidaya akan lebih sesuai menggunakan skema HTR dan kemitraan kehutanan. Kegiatan pengusahaan lahan dilakukan dengan menerapkan teknik silvikultur yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

2. Pada proses perizinan PS, proses ver ifikas i t idak hanya sekedar verifikasi dokumen dan lapangan yang bersifat normatif namun harus ada justifikasi ilmiah multi disiplin untuk m e n e t a p k a n k o r i d o r r e n c a n a pengelolaan secara rinci. Gambut yang b e l u m d a n s u d a h m e n g a l a m i modifikasi membutuhkan rencana pengelolaan dan penekanan yang berbeda.

3. Sebagai sebuah entitas, PS di lahan gambut memerlukan dukungan kebijakan semua stakeholder ketika pasar dijadikan parameter yang penting s e b a g a i s e b u a h p e n d e k a t a n kesejahteraan. Tidak hanya penguatan pasar yang sudah ada, intervensi

6

Tabel 3. Analisis Usaha Tani Pinang, Kopi, Sawit (Sumber: Irawanti et al., 2017).

Sintesa hasil telaah melalui pendekatan narasi (narrative approach), peraturan perundang–undangan serta studi literatur

terkait PS dan pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat dan korporasi.

Policy Brief Volume 12 No. 04 Tahun 2018

Metode(Method)

Pilihan danRekomendasi

Kebijakan(Policy

Options and Recommendations)

Page 7: Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambutsimlit.puspijak.org › Myfront › unduhPenelitian › other › ... · Perhutanan Sosial (PS) saat ini, dianggap oleh semua pihak sebagai

pemerintah pada penciptaan maupun revitalisasi pasar komoditi khas gambut menjadi sangat penting.

4 . P S a d a l a h b e r t u j u a n u n t u k kesejahteraan masyarakat, namun d a l a m i m p l e m e n t a s i n y a t i d a k mengabaikan aturan pengelolaan gambut terutama Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan PP Nomor

26 tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional dan Turunannya, yang mengatur fungsi lindung gambut di hulu sungai dan rawa serta PP Nomor 71 Tahun 2014 jo PP Nomor 57 Tahun 2016 yang mengatur fungsi lindung di ekosistem gambut dan kriteria rusak fungs i bud idaya gambut se r ta turunannya.

Handoyo ([email protected])Setiasih Irawanti ([email protected] )

Surati ([email protected])Kuncoro Ariawan ([email protected])Andri Setiadi ([email protected])R.M. Mulyadin ([email protected])Dian Charity ([email protected])

Arumingtyas, L. (2017). Dinilai Masih B e r g e r a k L a m b a t , B e g i n i Perkembangan Perhutanan Sosial. Retrieved January 22, 2018, from http://www.mongabay.co.id/2017/09/08/dinilai-masih-bergerak-lambat-begini-perkembangan-perhutanan-sosial/

E s c o b a r, A . ( 2 0 11 ) . E n c o u n t e r i n g deve lopmen t : The mak ing and unmaking o f the Th i rd Wor ld . Princeton University Press.

Handoyo , H . (2016) . Manus ia dan Kebakaran Hutan dan Lahan: Sebuah Perspektif Antropologis pada Studi Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan. Bogor. Unpublished.

Irawanti, S., Surati, S., Handoyo, H., Ar iawan, K. , Mulyadin , M. , & Kurniawan, A. S. (2017). Analisis Mata

Pencaharian Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor. Unpublished.

Kemdikbud. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan. Retrieved J a n u a r y 2 2 , 2 0 1 8 , f r o m https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sejahtera

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. SK MenLHK No 4865/2017 Tentang Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (2017). Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan R e p u b l i k I n d o n e s i a . P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial (2016). Indonesia.

Pokja PLGN. (2006). Strategi Dan Rencana Tindak Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Jakarta: Departemen Dalam Negeri.

7Regulasi Perhutanan Sosial di Lahan Gambut: Antara Political Will dan Realita

DaftarPustaka

(References)

Kontak (Contacts)