Refreshing Trauma Kepala

48
REFRESHING TRAUMA KEPALA Disusun Oleh : Haifa Auriana Sagita Putri, S.Ked (2010730045) Dokter Pembimbing : dr. Jofizal Jannis, Sp.S (K) KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI

description

htrh

Transcript of Refreshing Trauma Kepala

REFRESHING TRAUMA KEPALA

Disusun Oleh:

Haifa Auriana Sagita Putri, S.Ked(2010730045)

Dokter Pembimbing :dr. Jofizal Jannis, Sp.S (K)

KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI RS. ISLAM CEMPAKA PUTIHFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2015KATA PENGANTARPuji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya, Refreshing yang berjudul Trauma Kepala ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan Klinik di bagian Neurologi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:1. dr. Jofizal Jannis, Sp.S (K) selaku dokter pembimbing serta Dokter Spesialis Neurologi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan kepada penyusunAkhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.Terimakasih

Jakarta, Februari 2015Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering ditemukan di unit gawat darurat suatu rumah sakit. Menurut hipocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan.17 Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2 juta penduduk mengalami cidera kepala. Menurut penelitian Evans (1996), distribusi kasus cidera kepala pada laki-laki dua kali lebih sering dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.16 Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkan bahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%), suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh (25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS Panti nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan, 15% cedera kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60 tahun. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa (77%).Menurut penelitian Amandus (2005) di RSUP Adam Malik Medan, terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada tahun 2002-2004 dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan didominasi oleh laki-laki (68,2%).Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di Instalasi Gawat Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari,namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya kematian dan cidera menigkat seirig dengan kenaikan kecepatan mengemusi. Sedangkan menurut penelitian yang dilakuakn oleh Woro Riyadina (2005) di IGD pada 5 rumah sakit di wilayah DKI Jakarta didapatkan jumlah kasus sebanyak 425 orang. Korban yang mengalami cidera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera utama adalah cidera kepala 53,4% dengan comotio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecer 86,8%m luka terbuka 58,35% dan patah tulang 31,29%. Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1 Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan.Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak. Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun. Oleh karena itu, penulis akan membahas mengenai trauma kepala dari definisi hingga penatalaksannanya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala2.1.1. Kulit Kepala (scalp)1

Gambar 2.1

Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica (aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan pericranium.

2.1.2. Tengkorak Otak2Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga bagian, yaitu :a. Gubah tengkorak, terdiri dari:1. Tulang dahi (os frontal)2. Tulang ubun-ubun (os parietal)3. Tulang kepala belakang (os occipital)

b. Dasar tengkorak, terdiri dari :1. Tulang baji (os spheinoidale)2. Tulang tapis (os ethmoidale)c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os temporal) dan sebagia dari tulang dahi, tulang ubun-ubun, dan tulang baji.Fraktur tengkorak dianggap mempunyai kepentingan primer sebagai penanda dari tempat dan keparahan cidera.

Gambar 2.2 Anatomi tengkorak

2.1.3. Selaput Otak (Meningen)2Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dancairan sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil benturan atu getaran.Terdiri dari tiga lapisan yaitu:a. Lapisan Dura mater (selaput otak keras)Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang tengkorak dan diantaranya terdapat ruangan yang disebut Epidural/Extradural space. Pembuluh arteri meningen media berjalan pada ruangan ini dan mempunyai peranan penting untuk terjadinya Epidural Hemorrhagi.b. Lapisan Arachnoidea (selaput otak lunak)Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura mater dan mengelilingi otak serta berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Ruangan diantara dura mater dan arachnoidea disebut subdural space. Pada ruangan ini berjalan pembuluh-pembuluh bridging vein yang menghubungkan system vena otak dan meningen. Gerakan kepala dapat membuat vena-vena ini trauma dan menimbulkan subdural hemorrhagi, karena vena-vena ini sangat luas.c. Pia materLapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arachnoidea dan pia mater disebut subarachnoidea. Cairan cerebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada ruangan ini.

Gambar 2.3 Selaput Otak

2.1.4. Otak3Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :a. Otak besar (cerebrum)Bagian terluas dan terbesar dari otak. Bertanggung jawab atas berkembangnya inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah dua dari depan ke belakang. Belahan kanan otak mengendalikan otot dari sisi kiri tubuh dan belahan kiri otak mengendalikan otot dari sisi kanan tubuh. Lapisan luar otak besar disebut korteks serebri yang terdiri dari bahan-bahan sel interneuron yang berwarna kelabu (substantia grisea) dan lapisan cerebrum di bawah korteks disebut substantia alba (berwarna putih). Di sebelah dalam otak besar terdapat thalamus (menyampaikan rangsangan sensoris ke korteks serebri) dan hipotalamus (mengatur kebutuhan dasar tubuh, seperti suhu badan, tidur, pencernaan, dan pelepasan hormon).b. Batang Otak (truncus cerebri)Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan medulla spinalis, terdiri dari medulla oblongata, pons, dan otak tengah. Medula oblongata adalah pusat pengendali beberapa fungsi kehidupan seperti bernafas, tekanan darah, denyut jantung, dan menelan. Pons adalah berkas serat saraf yang menghubungkan cerebrum dengan cerebellum dan belahan kanan otak dengan belahan kiri otak, membantu mengendalikan gerak mata dan mengatur pernafasan. Otak tengah adalah kelompok saraf yang mengendalikan gerak involunter seperti ukuran pupil dan gerak mata.Semua saraf cranial kecuali saraf I (olfactorius) dan II (opicus) muncul dari batang otak.c. Otak kecil (cerebellum)Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang digerakkan, seperti berlari dan berjalan. Terdapat di bawah dan di belakang cerebrum dan mengkoordinasikan arus rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum. Mengatur gerak otot menurut kehendak, mengendalikan keseimbangan badan, dan mempertahankan sikap tubuh.

Gambar 2.4 Anatomi otak

Gambar 2.5 Anatomi otak

2.2 Fisiologi Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain : 1. Tekanan Intra Kranial Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.4 2. Hipotesa Monro-Kellie Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal.4

2.3. Trauma Kepala 2.3.1 Pengertian Trauma KepalaTrauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.5 Menurut Brain Injury Association of America,trauma kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi.62.3.2 Epidemiologi Trauma Kepala a. Distribusi Trauma Kepalatrauma adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. taruma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. trauma kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi trauma kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan.7 Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2 juta penduduk mengalami trauma kepala. Menurut penelitian Evans (1996), distribusi kasus trauma kepala pada laki-laki dua kali lebih sering dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.16 Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkanbahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%), suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh (25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.8Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS Panti nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan, 15% cedera kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60 tahun. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa (77%).9Menurut penelitian Amandus (2005) di RSUP Adam Malik Medan,terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada tahun 2002-2004 dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan didominasi oleh laki-laki (68,2%).10Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di Instalasi Gawat Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari, namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya kematian dan cidera meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan mengemudi.11 Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Woro Riyadina (2005) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di 5 rumah sakit di wilayah DKI Jakarta didapatkan jumlah kasus sebanyak 425 orang . Korban yang mengalami cidera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera utama adalah cidera kepala 53,4% dengan comosio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecet 86,8%, luka terbuka 58,35% dan patah tulang 31.29%.1b. Determinan Trauma Kepala12Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas , yaitu faktor manusia, kendaraan,fasilitas jalan, dan lingkungan.a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinyakecelakaan dengan kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah perilaku (mengebut, tidak disipilin/melanggar rambu), kecakapan mengemudi, dan gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih) saat mengemudi. 2. Faktor penunjang (jumlah penumpang dan barang yang berlebihan). 3. Faktor pemakai jalan, yakni pejalan kaki, pengendara sepeda, pedagang kaki lima dan peminta-minta serta tempat pemarkiran kenderaan yang tidak pada tempatnya sehingga keadaan jalan raya semakin kacau.

b. Faktor kendaraan.Jalan raya penuh dengan berbagai kenderaan berupa kendaraan tidak bermotor dan kenderaan bermotor. Kondisi kendaraan yang tidak baik atau rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga menyebabkan kemacetan bahkan kecelakaan.Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005. c. Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang melintasinya, serta keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobanglobang dapat menjadi memacu terjadinya kecelakaan. d. Faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa risiko kejadian kecelakaan yang lebih besar. 2.3.3 Kareteristik Penderita Trauma Kepalaa. Jenis Kelamin Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua 3perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1.13Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan.14 b. Umur Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab (Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun.14

2.3.4 Mekanisme Terjadinya Kecederaan

Gambar 2.6

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial.5

2.3.5. Penyebab Trauma Kepala Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala.6 Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat.14 Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut: a) Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.b) Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah. c) Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

2.3.6. Patofisiologi Trauma Kepala Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.15 Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup.16Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).15Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.4

2.3.7 Jenis Trauma Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma.5 Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut; a) Fraktur Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering. Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural. Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior.17 Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilaris.17 b) Luka memar (kontosio) Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran.c) Laserasi (luka robek atau koyak) Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. d) Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. e) Avulsi Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.

2.3.8. Perdarahan Intrakranial

Gambar 2.7

Gambar 2.8

a. Perdarahan Epidural Akibat fraktur bisa terjadi perdarahan epidural. Salah satu cabang dari arteria meningea media bisa terobek. Bila keadaan demikian tidak cepat dikenal, maka tekanan intrakranial meninggi dengan cepat. Pada bayi ubun-ubun mengembung. Kesadaran semakin menurun sampai koma dengan kejang-kejang epileptik. Evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah yang pecah dalam 24 jam setelah perdarahan epidural terjadi bisa menyelamatkan keadaan.18 Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. b. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu: a) Perdarahan subdural akut Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. b) Perdarahan subdural subakut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. c) Perdarahan subdural kronis Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik. Perdarahan subdural pada neonatus biasanya dikarenakan robekannya sinus venosus, sebagai komplikasi ruptur tentorium serebel. Karena perdarahan itu bersifat perdarahan vena, maka tamponade oleh hematom sedniri mencegah meningkatnya tekanan intrakranial yang fatal. Gejala akibat penekanan hematom bisa berupa hemiparesis, sedangkan manifestasi akibatiritasi yang disebabkan oleh darah ialah konvulsi. Kesadaran menurun sampai stupor dan pernafasan yang tidak teratur merupakan gejala akibat tekanan intrakranial yang terlampau tinggi.18c. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid sering terjadi pada neonatus. Biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala. Daerah ekstravasal di ruang subaraknoid direpsorpsi dalam periode tiga minggu setelah partus. Perdarahan subaraknoid yang agak berat dijumpai pada perdarahan subdural. Anoksia tanpa faktor trauma pun bisa menimbulkan perdarahan subaraknoida yang ringan.18d. Perdarahan Intraventrikular Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral. e. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon.19

2.3.9. Trauma Murni atau Multipel Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465 korban mengalami trauma kepala, sedangkan 1795 korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang dialami oleh korban, ia dapat membantu dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut penyebab trauma pada korban. a. Trauma Murni Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor. b. Trauma Multipel Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal Sheet). 1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut: Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari C4-C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang otak. Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang servikal C2. Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi. Spondilosis servikal juga dapat terjadi. Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal. 2. Trauma toraks Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan cedera paru. a) Cedera dinding torak seperti berikut: Patah tulang rusuk. Cedera pada sternum atau steering wheel. Flail chest. Open sucking pneumothorax. b) Cedera pada paru adalah seperti berikut: Pneumotoraks. hematorak. Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema. Kontusio pulmonal. Hematom pulmonal. Emboli paru.3. Trauma abdominal Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan bagian luar abdominal yaitu seperti berikut: Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan abdomen adalah seperti cedera pada organ hati, pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal kanan. Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri abdomen adalah seperti cedera pada organ limpa, lambung dan ginjal kiri. Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah cedera pada salur ureter, salur uretral anterior dan posterior, kolon dan rektum. Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang terbagi dua yaitu cedera penis dan skrotum. 4. Tungkai atas Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera dan putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, jari-jari tangan serta ibu jari. 5. Tungkai bawah Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian lain ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki.20

2.3.10 Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skor Koma Glasgow (SKG) Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah; 1. Proses membuka mata (Eye Opening) 2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response) 3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan4

Mata membuka setelah diperintah3

Mata membuka setelah diberi rangsangan nyeri2

Tidak membuka mata1

Test Motor Response

Menurut perintah6

Dapat melokalisir nyeri5

Menghindari nyeri4

Fleksi (dekortikasi)3

Ekstensi (decerebrasi)2

Tidak ada gerakan1

Test Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar5

Salah menjawab pertanyaan4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai3

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya2

Tidak ada jawaban1

Tabel 2.1 Skala Koma Glasgow

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas; 1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15 2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13 3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8

a) Trauma Kepala Ringan Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L.21 b) Trauma Kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L.21

c) Trauma Kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan.21 Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak. Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L.21

2.3.11 Gejala Klinis Trauma Kepala Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: a. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

b. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Letargik. c. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.

2.3.12 Pemeriksaan KlinisPemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurrologis dan pemeriksaan radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengakp dapat dilakukan bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke rumah sakit sangat penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencangkup pemeriksaan fungsi batang otak, saraf cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleks-refleks. Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakt kepala hebat.22a. X-ray Tengkorak Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada.23 b. CT-Scan Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang mempunyai CT scan abnormal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita. Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan outcome yang buruk.5c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol.5Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan.5 Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:24 1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifkasi trauma kepala sedang dan berat. 2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak. 3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii. 4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran. 5. Sakit kepala yang hebat. 6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak. 7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebralPerdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow)