Refreshing THT Telinga

57
BAB I PENDAHULUAN Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu pendengaran dan keseimbangan, memiliki struktur anatomi yang sangat rumit. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal, pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsi, selain itu tentunya patologi dan pengobatan telinga. Mengaitkan ilmu-ilmu dasar dengan disiplin ini pada akhirnya adalah untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit telinga dan keseimbangan. Fungsi keseimbangan kita lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran. Suatu organisme dapat bertahan tanpa pendengaran, tetapi tidak dapat bertahan tanpa keseimbangan dengan lingkungannya. Karena itu secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang terlebih dahulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. 1

description

m

Transcript of Refreshing THT Telinga

Page 1: Refreshing THT Telinga

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu

pendengaran dan keseimbangan, memiliki struktur anatomi yang sangat rumit. Indera

pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari. Sangat penting untuk perkembangan normal, pemeliharaan bicara, dan kemampuan

berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Embriologi, anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsi, selain itu tentunya

patologi dan pengobatan telinga. Mengaitkan ilmu-ilmu dasar dengan disiplin ini pada

akhirnya adalah untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit telinga dan keseimbangan.

Fungsi keseimbangan kita lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran.

Suatu organisme dapat bertahan tanpa pendengaran, tetapi tidak dapat bertahan tanpa

keseimbangan dengan lingkungannya. Karena itu secara filogenetik, mekanisme

keseimbangan sebagai bagian dari orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang

terlebih dahulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari

keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata

kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga merupakan organ pendengaran dan

keseimbangan.

1

Page 2: Refreshing THT Telinga

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 ANATOMI

Anatomi Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,

dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana

timpani. Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus

melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan

jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara

dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius

eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan

meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.

Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai

kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas

tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.

Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi

substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong

sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat

antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

2

Page 3: Refreshing THT Telinga

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan

enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak

tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah

umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar

(round window), dan promontorium.

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media.

Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid

dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis

dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf

korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan

menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura

petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan

menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan

serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah.

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah

superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus.

Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus

masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis

karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang

menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus

cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus.

Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas,

membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.

3

Page 4: Refreshing THT Telinga

Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium

yang menutup lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas

promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas

fenestra ovalis mulai dari prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius

di posterior.

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal.

Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa

kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut.

pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi

sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan

saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui

foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot

digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat

dipalpasi di posterior aurikula

Gambar. Telinga tengah dengan batas-batasnya

Membrana Timpani

Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya,

umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari

bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus

dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian

hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani

tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana

tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat

4

Page 5: Refreshing THT Telinga

diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut

membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).

Gambar. Membrana timpani

Tuba Eusta ch ius

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian

lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial

bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang,

sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan

melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor

palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba

eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana

timpani.

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk

pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga nervus kranial

VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari

komplek anatomi. Cochlea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin.

Ketiga kanalis posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain

dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini

distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah

lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di

5

Page 6: Refreshing THT Telinga

dalam tulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, Labirin membranosa terendam

dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan

serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus cochlearis. Labirin membranosa tersusun atas

utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin

membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang

sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga

dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan

dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin

membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular

nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-

sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak

oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus cochlearis, yang

muncul dari cochlea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis

semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII).

Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis

(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak.

2. 2 FISIOLOGI

Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran

udara yang merambat dan terdiri dari daerah – daerah bertekanan tinggi karena kompresi

(pemadatan) molekul – molekul udara yang berselang seling dengan daerah – daerah

bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul tersebut. Suara ditandai oleh nada,

intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi

frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara

dengan frekuensi dari 20 – 20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi

antara 1000 – 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara bergantung pada

amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang

bertekanan tinggi dan daerah penjaranganyang bertekanan rendah. Kepekakan dinyatakan

dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada tambahan yaitu

frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.

6

Page 7: Refreshing THT Telinga

Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa ke

dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang

mencapai membran timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan

memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini

dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang – tulang pendengaran ( maleus,

inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka

rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela

oval.Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran

seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi

gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk

menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem tulang

pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan

cairan di cochlea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar

dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang

bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval.(tekanan = gaya / luas permukaan).

Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis

tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela

oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval.

Stapes yang bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu

cairan perilimfe akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat

stapes tertarik dari jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela

bundar. Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil

jalan pintas. Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk

ke dalam duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala timpani,

tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian.

Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran

basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik turun. Pada saat membran basiliaris

bergerak naik, maka akan membuka saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut

terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi

depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup

saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan

Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Adanya

gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan depolarisasi hiperpolarisasi

7

Page 8: Refreshing THT Telinga

secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang pada sel – sel reseptor yang

akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang

membentuk saraf cochlearis. Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis

menjadi saraf vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian

ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke lemniskus

lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks pendengaran pada lobus

temporalis area broadmann 41. Di lobus temporalis, informasi dari saraf akan diterjemahkan

menjadi persepsi suara.

2. 3 PEMERIKSAAN TELINGA

Alat yang diperlukan untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga,

otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala. Telinga luar diperiksa

dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga

tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic.

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit

dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-

aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik

daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus dan akan lebih

mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk

melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan

untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.

Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan

pada pipi pasien.

Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus

dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya

padat atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di

pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh

liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah

lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.

8

Page 9: Refreshing THT Telinga

Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaannya dapat

diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).

Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.

Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya

Deformitas, lesi,

Cairan begitu pula ukuran,

Simetris dan sudut penempelan ke kepala.

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus

dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat

menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula posterior. Terkadang, kista

sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di

belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula

di kulit kepala dan struktur wajah.

Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit

dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus

dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit

ke luar, cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan

pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan

perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat

kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga

(biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke

depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif,

maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan,

inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat. Membrana, timpani

sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dilihat mungkin pars tensa

dan refleks cahaya, umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis. Gerakan memutar lambat

spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh jelas.

9

Page 10: Refreshing THT Telinga

2.4 AUDIOLOGI

Audiologi adalah ilmu pengetahuan tentang fungsi pendengaran dan keseimbangan,

yang mempelajari pengukuran pendengaran maupun keseimbangan manusia yang erat

hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasi penderita. Rehabilitasi adalah usaha untuk

mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki, sedangkan habilitasi adalah usaha untuk

memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki.

Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan

pendengaran serta cara pemeriksaanya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tes

penala, tes berbisik dan audiometri nada murni. Audiologi khusus diperlukan untuk

membedakan tuli sensorineural koklea dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli

anorganik, audiologi anak dan audiologi industri.

Tiga tujuan dalam penilaian klinis pendengaran yaitu perkiraan ambang dengar,

diferensiasi gangguan pendengaran konduktif dengan gangguan pendengaran sensorineural,

dan identifikasi gangguan pendengaran non organik.

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan

tulang dengan memakai garpu tala atau audiometri nada murni. Kelainan hantaran melalui

udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah,

seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen dan sumbatan tuba Eustachius

serta radang telinga tengah (OMA). Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli

sensorineural koklea atau retrokoklea. Secara fisiologis telinga dapat mendengar nada antara

20 sampai 18,000Hz. Untuk pendengaran sehari-hari paling efektif antara 500-2000Hz.

Terdapat dua tipe pemeriksaan pendengaran yaitu pemeriksaan pendengaran subjektif

dan pemeriksaan pendengaran objektif. Pemeriksaan pendengaran subjektif dibagi menjadi

Tes klinis sederhana dan Audiometri Subjektif. Contoh pemeriksaan pendengaran objektif

ialah Otoaccoustic Emission (OAE), Brain Evoked Respon Audiometry (BERA), Auditory

Steady State Response (ASSR) dan Acoustic Immittance.

2.4.1 PEMERIKSAAN PENDENGARAN SUBJEKTIF

Pemeriksaan pendengaran subjektif dinilai berdasarkan respons subjektif penderita terhadap

berbagai rangsang suara. Tes ini dibagi menjadi :

a) Tes klinis sederhana:

10

Page 11: Refreshing THT Telinga

Tes suara

Tes Penala/Garpu Tala

b) Audiometri Subjektif :

Dewasa : Tes Bisik, Penala, Audiometri Nada Murni, Audiometri tutur

Khusus : Short Increment Sensitivity Index (SISI), Alternate Binaural

Loudness Balance Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur, Audiometri

Bakessy

Tes Klinis Sederhana

Tes Berbisik

- Merupakan tes semikuantitatif

- Tujuan : menentukan derajat ketulian secara kasar

- Orang normal dapat mendengar bisikan dari jarak 6-10 meter

- Cara pemeriksaan:

o Ruangan tenang, panjang 6 meter

o Berbisik pada akhir ekspirasi

o Dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin mendekat, maju tiap satu

meter sampai dapat mengulangi tiap kata dengan benar

o Telinga yang tidak diperiksa ditutup, orang yang diperiksa tidak boleh melihat

pemeriksa (pemeriksa berdiri di sisi telinga yang diperiksa)

- Interpretasi :

o Normal : 5/6 sampai 6/6

o Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

o Tuli sedang bila suara bisik 2 - 3 meter

o Tuli berat bila suara bisik antara 0 – 1 meter

Tes Penala/ Tes Garputala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti

tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing dan tes Stenger. Penala terdiri dari 1 set

(5buah) dengan frekuaensi 128Hz, 256Hz, 512Hz, 1024Hz dan 2048Hz. Pada umumnya

dipakai 3 macam penala ; 512Hz, 1024Hz, 2048Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala,

digunakan 512Hz. Prinsip pemeriksaan ini adalah membandingkan antara hantaran udara

11

Page 12: Refreshing THT Telinga

(AC = air conduction) dan hantaran tulang (BC = bone conduction). Untuk

mempermudahkan interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach

secara bersamaan.

1. Tes Rinne

Prinsip kerja : Membandingkan hantaran bunyi melalui udara dengan hantaran bunyi melalui

tulang pada telinga yang diperiksa.

Cara pemeriksaan :

a. Getarkan penala dengan memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan atau

diapit kedua ujung oleh kedua jari.

b. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu pasien..

c. Tanyakan, apakah terdengar bunyi dengungan di telinga yang diperiksa atau tidak.

Jika terdengar, minta pasien memberi tanda apabila dengungan telah hilang.

d. Setelah pasien memberikan tanda, pemeriksa mengangkat penala dari processus

mastoideus lalu tempatkan penala di depan liang telinga.

12

Page 13: Refreshing THT Telinga

Hasil pemeriksaan :

- Tes Rinne (+) sekiranya pasien masih mendengar dengungan.

- Tes Rinne (-) sekiranya pasien tidak mendengar dengungan.

Interpretasi Tes Rinne :

- Rinne (+) : Pasien dengan pendengaran normal atau tuli sensorineural, suara di depan

liang telinga akan terdengar lebih lama dibandingkan di prosesus mastoideus (AC >

BC)

- Rinnne (-) : Pasien dengan tuli konduktif, suara pada prosesus mastoid terdengar lebih

lama (AC < BC).

2. Tes Weber

Prinsip kerja : Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Menurut

Weber apabila kita sedang berbicara atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari tangan

maka suara akan terdengar lebih keras di telinga tersebut. Fenomena yang ditemukan adalah

mengenai lateralisasi hantaran tulang ke arah telinga yang disumbat.

Cara pemeriksaan:

a. Getarkan penala dengan memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan atau

diapit kedua ujung oleh kedua jari.

13

Page 14: Refreshing THT Telinga

b. Posisikan lalu tekan penala pada dahi pasien di garis tengah kepala (vertex, dahi,

pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri).

c. Tanyakan kepada pasien apakah mendengar dengungan pada kedua telinga atau

tidak, dan apakah di kedua sisi dengungan sama atau ada yg lebih kuat

(lateralisasi).

Hasil pemeriksaan:

- Tidak terdapat lateralisasi saat garpu tala diletakkan di garis tengah kepala

- Terdapat lateralisasi pada salah satu telinga saat garpu tala diletakkan di garis

tengah kepala.

Interpretasi Tes Weber :

- Tidak ada lateralisasi : Pasien dengan pendengaran normal

- Lateralisasi ke telinga yang sehat : Pasien dengan tuli sensorineural unilateral.

- Lateralisasi ke telinga yang sakit : Pasien dengan tuli konduktif unilateral.

3. Tes Schwabach

Prinsip kerja: membandingkan hantaran tulang pada pasien dengan pemeriksa yang

pendengarannya dianggap normal.

14

Page 15: Refreshing THT Telinga

Cara pemeriksaan:

a. Getarkan penala dengan memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan

atau diapit kedua ujung oleh kedua jari.

b. Tekan ujung tungkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga pasien.

c. Minta pasien mengangkat tangan saat dengungan hilang.

d. Pindahkan penala dari pasien ke processus mastoideus pemeriksa (pemeriksa

harus normal).

e. Perhatikan hasil:

o Schwabach memendek: pemeriksa masih mendengarkan dengungan penala

setelah pasien menyatakan dengungannya telah hilang.

o Schwabach normal: pemeriksa tidak mendengar dengungan penala setelah

pasien menyatakan dengungannya hilang.

o Schwabach memanjang: dengungan akan terdengar lebih lama oleh

penderita dibandingkan pemeriksa.

Interpretasi sama dengan schwabach normal, untuk memastikan harus

dilakukan pemeriksaan selanjutnya.

f. Apabila Schwabach normal, untuk memastikan Schwabach tidak memanjang,

getarkan ulang penala, simpan di processus mastoideus pemeriksa hingga

dengungan tidak terdengar, lalu pindahkan ke processus mastoideus pasien.

g. Bila dengungan masih terdengar oleh pasien, dinyatakan schwabach memanjang.

Interpretasi Tes Schwabach :

- Sama dengan pemeriksa : Pasien dengan pendengaran normal

- Memanjang : Pasien dengan tuli konduktif

- Memendek : Pasien dengan tuli sensorineural

4. Tes Bing (Tes Oklusi)

Prinsip kerja : Oklusi liang telinga akan membuat suara hantaran tulang terdengar lebih

keras pada telinga dengan mekanisme konduksi normal. Terdapat dua metode yang

digunakan yaitu perbandingan ambang dan perbandingan keras suara.

15

Page 16: Refreshing THT Telinga

Cara pemeriksaan :

a. Sebuah penala yang digetarkan diletakkan pada prosessus os mastoid.

b. Pada metode perbandingan ambang, pasien diminta mengangkat tangan selama ia

masih dapat mendengarkan suara. Ketika pasien mengindikasikan bahwa suara

sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup liang telinga pasien dengan

tekanan jari pada tragus.

c. Jika pasien masih dapat mendengar suara kembali, hal ini disebut tes Bing (+) dan

apabila pasien tidak dapat mendengar suara kembali disebut tes Bing (-).

d. Pada metode perbandingan keras suara, liang telinga ditutup dan dibuka

bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada prosessus mastoid.

e. Jika telinga pasien dapat menangkap bunyi yang mengeras disebut tes Bing (+),

tetapi jika pasien t idak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut

disebut tes Bing (-).

Interpretasi tes Bing :

- Tes Bing (+) : Pasien dengan pendengaran normal atau tuli sensorineural

- Tes Bing (-) : Pasien dengan tuli konduktif, contohnya pada pasien otitis media

dan otosklerosis.

5. Tes Stenger

Prinsip kerja : Tes Stenger menggunakan prinsip masking. Akan terjadi penyatuan

persepsi mendengar di pusat pendengaran sentral apabila suara nada murni dengan

intensitas yang sama diberikan secara bilateral melalui earphone. Sehingga hanya akan

terdengar sebagai satu suara di tengah kepala. Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan

tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).

16

Page 17: Refreshing THT Telinga

Cara pemeriksaan :

Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang

identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan

cara tidak kelihatan oleh orang yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan

pada telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua

digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila

kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang akan terdengar bunyi;

jadi telinga kanan tidak akan terdengar bunyi. Tetapi apabila telinga kiri tuli, telinga

kanan tetap mendengar bunyi.

Interpretasi Tes Stenger:

Contohnya pada seseorang yang tuli pada telinga kiri;

- Hanya telinga kiri yang akan terdengar bunyi (telinga kanan tidak akan terdengar

bunyi) : kedua telinga normal, terdapat efek masking makanya orang tersebut

berpura-pura tuli

- Telinga kanan tetap mendengar bunyi : Telinga kiri tuli, makanya orang tersebut

benar-benar tuli.

Audiometri Nada Murni (Pure Tone Audiometry)

Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi

yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut

nada "murni". Dengan audiometri kita dapat membandingkan ambang pendengaran

antara hantaran udara menggunakan headphone (air conduction /AC) dan hantaran

tulang dengan menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone conduction

/BC).Hasil pemeriksaaan ini berupa audiogram. Audiometer memiliki tombol pengatur

intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC (hantaran

udara) dan bone conductor untuk memeriksa hantaran BC (hantaran tulang).

Teknik Pemeriksaan :

a. Pemeriksaan liang telinga untuk memastikan bahwa liang telinga tidak tersumbat.

Sekiranya banyak serumen sebaiknya dibersihkan dahulu

b. Pasien duduk dan menghadap ke arah 300 dari posisi pemeriksa, sehingga pasien

tidak dapat melihat gerakan tangan, tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien

dengan bebas.

17

Page 18: Refreshing THT Telinga

c. Memberikan instruksi dan menjelaskan pada pasien. Pasien harus memberikan

tanda dengan mengangkat tangannya setiap terdengar bunyi bagaimana pun

lemahnya. Segera setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya kembali.

d. Memasang headphone : Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan

earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan

e. Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu.

f. Urutan frekuensi ; dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil,

kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi dan akhirnya 500 Hz dan 250 Hz.

g. Ulangi tes pada 1000 Hz untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang

lain. Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf, memerlukan

pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz, 3000 Hz atau 6000 Hz.

h. Pemberian sinyal; Cara untuk memperoleh intensitas awal adalah dengan

menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh respons. Matikan sinyal satu-dua

detik, kemudian berikan lagi pada level yang sama. Bila ada respons, maka tes

dapat dimulai pada intensitas tersebut.

i. Intensitas diturunkan secara bertahap sebanyak 10 dB setiap kali sampai respons

menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk mendapatkan respons, dan turunkan 5

dB untuk memperoleh ambang terendah. Nada harus diberikan selama 0,5 detik

secara irregular.

Derajat ketulian ISO :

0 - 25 dB Normal

26 - 40 dB Tuli ringan

41 – 55 dB Tuli sedang

56 – 70 dB Tuli sedang berat

71 – 90 dB Tuli berat

>90 dB Tuli sangat berat

18

Page 19: Refreshing THT Telinga

Hasil audiogram telinga :

1. Pendengaran normal

- Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB

- AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Audiogram Normal

2. Tuli konduktif

- BC normal atau kurang dari 25 dB

- AC lebih dari 25 dB

- Antara AC dan BC terdapat gap

Audiogram pada tuli konduktif

3. Tuli sensorineural

19

Page 20: Refreshing THT Telinga

- AC dan BC lebih dari 25 dB

- AC dan BC berhimpit, tidak ada gap.

Audiogram pada tuli sensorineural

4. Tuli campuran

- BC lebih dari 25 dB

- AC lebih besar dari BC, terdapat gap

Audiogram pada tuli campuram

20

Page 21: Refreshing THT Telinga

Audiometri Khusus

Untuk membedakan tuli kokhlea dan tuli retrokokhlea diperlukan pemeriksaan

khusus. Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment dan kelelahan (decay/fatigue)

Recruitment adalah fenomena yang khas untuk ketulian kokhlear, dimana di atas

ambang dengar telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada telinga yang normal.

Peninggian intensitas sedikit saja di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari

normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI

Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana terdapat kelainan retrokokhlea, bila

diberikan nada yang kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang lebih pendek dari

normal. Disebut juga tone decay yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue)

a) Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)

Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua

telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila

balans tercapai, terdapat rekrutmen positif. Pada rekrutmen, fungsi koklea lebih sensitif.

Grafik berupa laddergram, rekrutmen (+) menujukkan tuli kokhlea

Pada MLB (monoaural loudness balance). Prinsipnya sama dengan ABLB.

Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif bilateral. Tes ini lebih sulit karena yang

dibandingkan ialah 2 frekuensi yang berbeda pada satu telinga (dianggap telinga yang sakit

frekuensi naik dan telinga yang normal frekuensi turun).

Grafik ABLB A : recruitment (+) B : recruitment (-)

21

Page 22: Refreshing THT Telinga

b) Short Increment Sensitivity Index (SISI)

Prinsip : Adanya fenomena recruitment dimana kokhlea dapat mengadaptasi secara

berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih

intensitas yang kecil tersebut (1dB)

Cara pemeriksaan :

Tentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan nada

kontinu 20 dB di atas ambang rangsangan, menjadi 50 dB. Kemudian diberikan bunyi

pendek yang intensitasnya 1 sampai 3 dB di atas nada kontinu tersebut, setiap 5 detik

Interpretasi :

Pada orang normal dan penderita tuli konduktif dapat mendeteksi perubahan 3 dB dengan

baik, tapi kurang baik untuk mendeteksi 1 dB Sedangkan penderita dengan tuli kokhlear

dapat mendeteksi perubahan 1 dB dengan baik, yaitu dengan skor 60-100 % (recruitment

positif)

Orang normal hanya 0-30 %.

c) Tes Kelelahan (Tone Decay)

Terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Telinga yang diperiksa

dirangsang terus menerus maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak dapat

mendengar dengan telinga yang diperiksa itu. Ada 2 cara : TTD (Threshold Tone Decay) dan

STAT (Supra Treshold Adaptation Test).

TTD (Treshold Tone Decay)

Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart pada tahun 1957. Kemudian Rosenberg

memodifikasi setahun kemudian.

Cara Garhart adalah dengan melakukan rangsangan terus menerus pada telinga yang

diperiksa dengan integritas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40dB. Bila

setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi

hasil tes negatif. Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, berarti tidak

dapat mendengar, tesnya positif.

Kemudian intensitas bunyi ditambah 5dB (jadi 40dB), maka pasien dapat mendengar

22

Page 23: Refreshing THT Telinga

lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung

berapa penambahan intensitasnya.

Penambahan;

o 0 – 5dB : normal

o 10 -15dB : ringan (tidak khas)

o 20 – 25dB : sedang (tidak khas)

o >30dB : berat (khas ada kelelahan)

Pada Rosenberg ; bila penambahan kurang dari 15dB, dinyatakan normal,

sedangkan lebih dari 30dB, dikatakan sedang.

STAT (Supra Treshold Adaptation Test)

Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jerger pada tahun 1957. Prinsipnya ialah

pemeriksaan pada 3 frekuensi ; 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz pada 110 dB SPL. SPL

ialah intensitas yang ada secara fisika sesungguhnya. 110 dB = 100 dB SL (pada

frekuensi 500 dan 2000Hz). Artinya, nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz

pada 110 dB SPL, diberikan secara terus menerus selama 60 detik dan dapat

mendengar berarti tidak ada kelelahan, bila kurang dari 60 detik maka ada kelelahan

(decay).

d) Audiometri Tutur (Speech Audiometry)

Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (sukukata) yaitu

monosilabus (satu suku kata) dan Bisilabus (dua suku kata). Kata-kata ini disusun

dalam daftar yang disebut Phonetically balance word LBT (PB, LIST).

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape

recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C,

H, CH sedangkan pada pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli

perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan kata “pasar”

didengarnya “kadar”.

23

Page 24: Refreshing THT Telinga

Speech discrimination score;

90 – 100% = pendengaran normal

75 – 90% = tuli ringan

60 – 75% = tuli sedang

50 – 60 % = kesukaran mengikuti pembicaraan sehari- hari

< 50% = tuli berat

Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-

hari dan untuk menilai dalam pemberian alat bantu dengar (hearing aid).

e) Audiometri Bekessy (Bekessy Audiometry)

Audiometi ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip pemeriksaan

ini adalah dengan nada yang terputus (interupted sound) dan nada yang terus menerus

(continues sound). Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan

grafik seperti gigi gergaji, garis akan menaik ialah periode suara yang dapat didengar,

sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak terdengar. Pada telinga normal,

amplitudo 10dB. Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil.

Tipe-tipe Bekessy ;

Bekessy tipe I : Normal.

Nada terputus dan terus menerus (continues) berimpit.

Bekessy tipe II : Tuli perseptif koklea.

Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai

frekuensi 1000Hz dan grafik kontinu makin kecil.

Bekessy tipe III : Tuli perseptif retrokoklea.

Nada terputus dan terus menerus berpisah.

Bekessy tipe IV : Sama dengan grafik tipe III hanya amplitudo lebih kecil.

2.4.2 PEMERIKSAAN PENDENGARAN OBJEKTIF

Antara pemeriksaan pendengaran objektif yang akan dibahas adalah seperti :

1) Otoaccoustic Emission (OAE)

2) Brain Evoked Respon Audiometry (BERA)

3) Audiometri Impedans

24

Page 25: Refreshing THT Telinga

Oto accoustic Emission (OAE)

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik,

selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak

dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip

dengan peristiwa echo (Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutkan disebut

sebagai emisi otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan

memproses bunyi tetapi ojuga dapat memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah

yang berasal dari sel rambut luar koklea (outer hair cells).

Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneous OAE (SPOAE) dan (2) Evoked OAE.

SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus diberikan

stimulus, namun tidak semua orang dengan pendengaran normal mempunya SPOAE. EOAE

hanya akan timbl bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1) Transient

Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus

akustik berupa click sedangkan DPOAE menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni

yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.

25

Page 26: Refreshing THT Telinga

Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi

koklea yang obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/ lulus/ dan refer/ tidak lulus),

tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien

untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening).

Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Pada

mersin OAE generasi terakhir nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang

terjadi selama pemeriksaan. Artefak yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time). Hal

tersebut menyebabkan nilai sensitifitas dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh

hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang

telinga. Sedatif tidak diperlukan bila bayi dan anak koperatif.

Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif dari obat ototoksik,

diagnosis neueropati auditorik, membantu proses pemilihan alat bantu dengar, skrining

pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada

kasus – kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea.

26

Page 27: Refreshing THT Telinga

27

Page 28: Refreshing THT Telinga

Brainstem Evoked Response Audiometry

Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan

elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif.

Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.

BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan

n.VIII, pusat – pusat neutral dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap

stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang

diberikan melalui headphone, insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang

paling efisien sebaliknya digunakan insert probe. Stimulus click merupakan impuls listrik

dangan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan respons pada

average frequency antara 2000 – 4000 Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan

durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.

Respons terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam

melalui elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi

dan prosesus mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan

sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I sampai V) yang terjadi sekitar 2 – 12 ms

setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang BERA berdasarkan (1) marfologi gelombang,

(2) masa laten dan (3) amplitudo gelombang.

28

Page 29: Refreshing THT Telinga

Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan

masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi

EP untuk masing – masing gelombang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis masa laten: (1) masa

laten absolut dan (2) masa laten antar gelombang (interwave latency attau interpeak latency)

dan (3) masa laten antar telinga (interaural latency). Masa laten absolut gelombang I adalah

waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbultnya gelombang I adalah

waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbulnya gelombang I. Masa laten

antar gelombang adalah selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang

I – III, III – V, I – V. Masa laten antar telinga yaitu membandingkan masa laten absolut

gelombang yang sama pada kedua telinga. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah

pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi billa intensitas stimulus diperkecil.

Terdapatkan pemanjanan masa laten pada beberpa frekuensi menunjukkan adanya suatu

gangguan konduksi.

29

Page 30: Refreshing THT Telinga

Perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang

usianya kurang dari 12 – 18 bulan, karena terdapat perbedaan masa laten, amplitudo dan

morfologi gelombang dibandingkan dengan anak yang lebih besar maupun orang dewasa.

Contoh mekanisme pemeriksaan pendengaran dengan BERA

Contoh gambar anak yang sedang dilakukan pemeriksaaan BERA

30

Page 31: Refreshing THT Telinga

Audiometri Impedans

Pada pemeriksaan ini di periksa kelenturan membrane timpani dengan tekanan

tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna

a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya ada

cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran, kekakuan pada membrane Timpani

dan membrane timpani sangat Lutur

b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau Tertutup )

c. Refleks stapedius Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul pada

Rangsangan 70 – 80 db

Pada Lesi koklea ambang rangsang reflex Stapedius Menurun sedangkan pada LesiRetrokolea

ambang rangsang itu naik.

Timpanometri

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran

timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah)

merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga berdasarkan

energy suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang

dewasa atau bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus

untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi

resonansi pada liang telinga sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668678

atau 1000 Hz).

31

Page 32: Refreshing THT Telinga

Contoh gambar hasil timpanometri

Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:

1. Tipe A (normal)

2. Tipe Ad (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)

3. Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)

4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)

5. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustachius)

Contoh alat timpanometri

32

Page 33: Refreshing THT Telinga

Contoh pemeriksaan timpanometri

2.4.3 PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin.

Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi hanya bersifat ringan, namun dalam

perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam

keadaan normal seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia

18 bulan, berarti saat tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan

pendengaran.

Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak jauh

lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa harus memiliki

pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi dengan taraf perkembangan motorik dan

auditorik. Berdasarkan pertimbangan tersebut adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan

ulangan atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan

sebelumnya.

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi;

1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)

a. Behavioral Reflex Audiometry

b. Behavioral Response Audiometry

33

Page 34: Refreshing THT Telinga

Tes distraksi

Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

c. Audiometri bermain (play audimetry)

2. Audiometri Nada Murni

Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Tes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan

respons yang disadari (voluntary response). Metoda ini dapat mengetahui seluruh sistim

auditorik termasuk pusat kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk

mengetahui respons subyektif sistim auditorik pada bayi dan anak dan juga bermanfaat untuk

penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu dengar (hearing dan

fitting). Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap usia perkembangan bayi, namun

pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi.

Pemeriksaan dilakukan pada runangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak

lebih dari 60dB), idelaknya pada ruang kedap suara (sound proof room). Sebagai sumber

bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastik berisi pasir, remasa

kertas minyak, bel, terompat karet, mainan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi (squaker

toy) dll.

Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekuensi dan intensitasnya. Bila tersedia bisa

dipakai alat buatan pabrik seperti baby reactometer, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000

Hz dengan pilihan intensitas 70, 80 , 90, dan 100 dB).

Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut.

Pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry dibedakan menjadi (1) Behavioral Reflex

Audiometry dan (2) Behavioral Response Audiometry.

34

Page 35: Refreshing THT Telinga

Contoh pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry

Behavioral Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat refleks sebagai reaksi terhadap

stimulus bunyi.

Respons behavioral yang dapat diamati antara lain: mengejapkan mata (auropalpebral

reflex), melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu

(cessation reflex), denyut jantung meningkat refleks Moro (paling konsisten). Refleks

auropalpebral dan Moro rentan terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan

berulang-ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak memberi respon walaupun dapat

mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80 dBHL diberikan melalui loudspeaker,

jadi merupakan metode sound field atau dikenal juga sebagai Free field test. Stimulus juga

dapat diberikan melalui noisemaker yang dapat dipilih intensitasnya. Pemeriksaan ini tidk

dapat menentukan ambang dengar.

Bila kita mengharapkan terjadinya refleks Moro dengan stimulus bunyi dan keras

sebaiknya dilakukan pada akhir prosedur karena bayi akan terkejut, takut dan menangis,

sehingga menyulitkan ovservasi selanjutnya,

Behavioral Response Audiometry

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola

respons khas berupa menoleh atau menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar

35

Page 36: Refreshing THT Telinga

lapangan pandang. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horisontal, dan dengan

bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bawah. Selanjutnya bayi

mampu mencari sumber bunyi dari bagian atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir

sumber bunyi dari segala arah akan tercapai pada usia 13-16 bulan.

Teknik Behavioral Response Audiometry yang seringkali digunakan adalah (1) Tes

Distraksi dan (2) Visual Reinforcement Audiometry(VRA).

- Tes Distraksi

Tes ini dilakukan pada ruang kedap suara, menggunakan stimulus nada murni. Bayi

dipangku oleh ibu atau pengasuh. Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama

bertugas untuk menjaga konsentrasi bayi, misalnya dengan meperlihatkan mainan

yang tidak terlalu menarik perhatian; selain memperhatikan respons bayi. Pemeriksa

kedua berperan memberikan stimulus bunyi, misalnya dengan audiometer yang

terhubung dengan pengeras suara.

Respons terhadap stimulus bunyi andalan menggerakan bola mata atau menolah kea

rah sumber bunyi. Bila tidak ada respons terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulang

sekali lagi. Kalau tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu

kemudian. Seandainya tetap tidak ada respons harus dilakukan pemeriksaan

audiologik lanjutan yang lebih lengkap.

Contoh tes distraksi yang dilakukan pada anak

36

Page 37: Refreshing THT Telinga

- Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi 4-7 bulan dimana control neuromotor berupa bulan

dimana control neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah

berkembang. Pada masa ini respons unconditioned beralih menjadi respons conditioned.

Pemeriksaan pendengaran berdasarkan respons conditioned yang diperkuat dengan

stimulus visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan

stimulus visual, bayi akan member respons orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara

menoleh ke arah sumber bunyi. Dengan intensitas yang sama diberikan stimulus bunyi

saja (tanpa stimulus visual), bila bayi member respons diberi hadiah berupa stimulus

visual. Pada tes VRA juga diperlukan 2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA dapat

dipergunakan menentukan ambang pendengaran, namun karena stimulus diberikan

melalui pengeras suara maka respon yang terjadi merupakan tajam pendengaran pada

telinga yang lebih baik.

Contoh pemeriksaan VRA

37

Page 38: Refreshing THT Telinga

Play audiometry (usia 2-5 tahun)

Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry) meliputi teknik melatih

anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam

suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (conditioned) untuk

memasukkan bedan tersebut ke dalam kotak segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2

orang pemeriksa, yang pertama bertugas memberikan stimulus melalui audiometer

sedangkan pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya

diberikan melalui headphone. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas

stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulan respons dapat ditentukan ambang

pendengaran pada frekuensi tertentu (spesifik).

Contoh pemeriksaan play audiometri

AUDI O METRI NADA MURNI

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya

disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang

koperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya

terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai

hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada frekuensi 125, 250,

5000, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction)

diperiksa dengan memasang bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada

frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan antara 10 – 100 dB

(masing – masing dengan kelipatan 10), secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan

intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi

tentang jenis dan derajat ketulian.

38

Page 39: Refreshing THT Telinga

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta: 1997

2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-1. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2007

3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Jakarta : EGC,2001

4. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. George Thieme Verlag. Stuttgart : 2006

5. Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati,

6. Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. 2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung &

7. Tenggorok. Jakarta : EGC.

8. 2. Darryl Virgiawan Tanod. 2009. Tes Fungsi Pendengaran (Hearing Function Test).

9. http://darryltanod.blogspot.com/2009/09/tes-fungsi-pendengaran-hearing-function.html.

10. dr. Dwi Priyo Miyoso, dr. Nice Mewengkang L dan dr. Dullah Aritomoyo. 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Cermin Dunia Kedokteran No. 39. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_DiagnosisKekuranganPendengaran.pdf/05_ DiagnosisKekuranganPendengaran.html. 24/5/2010.

11. Anonim. 2009. Pemeriksaan Tes Pendengaran : Pemeriksaan Audiometri, Rinne Test, Weber Test dan Scwabach Test. http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/2009/11/pemeriksaan-audiometri-rinneweber-test.html. 24/5/2010.

39