Refreshing Dhf Fix Banget

40
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008). Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD di tiap tahunnya (WHO, 2009). Sebagian besar kasus DBD menyerang anak- anak. DBD merupakan suatu penyakit endemik di daerah tropis yang memiliki tingkat kematian tinggi terutama pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian DBD maupun Demam Dengue (DD) yang tinggi. Berdasarkan publikasi World Health Organization (WHO) dalam Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, demam dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, angka kejadian

description

njnk

Transcript of Refreshing Dhf Fix Banget

Page 1: Refreshing Dhf Fix Banget

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan

masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di

daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup

tinggi, angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan

penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008).

Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat

setelah tahun 1995. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

di tiap tahunnya (WHO, 2009). Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak.

DBD merupakan suatu penyakit endemik di daerah tropis yang memiliki tingkat

kematian tinggi terutama pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan

tingkat kejadian DBD maupun Demam Dengue (DD) yang tinggi. Berdasarkan

publikasi World Health Organization (WHO) dalam Dengue Guidelines for

Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, demam dengue merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang besar di Indonesia. Sejak pertama kali

ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, angka kejadian DBD di Indonesia terus

meningkat. Pada tahun 2007, dilaporkan telah terjadi 150.000 kasus DBD dengan

lebih dari 25.000 kasus terjadi di Jakarta dan Jawa Barat. Indonesia yang berada di

wilayah tropis pada daerah ekuator memungkinkan perkembangbiakan Aedes

aegypti yang merupakan vektor dari virus dengue. Beberapa laporan menyebutkan

Case Fatality Rate (CFR) dari kasus DBD di Indonesia mencapai 1% (WHO,

2009; Karyanti & Hadinegoro, 2009).

Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama

30 tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695

kasus, dengan angka kasus baru 64 kasus per 100,000 penduduk. Total kasus

Page 2: Refreshing Dhf Fix Banget

2

meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008).

Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan

200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI, 2008).

Di Jawa Timur, DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

endemis di hampir seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2010, angka kejadian DBD

di Jawa Timur mencapai 25.762 kasus dengan angka kematian 230 jiwa; tahun

2011 menurun tajam mencapai 5.374 kasus dengan angka kematian 65 jiwa; dan

tahun 2012 kembali meningkat dengan angka kejadian DBD di Jawa Timur

mencapai 8.266 kejadian dengan angka kematian mencapai 119 jiwa (Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur sampai dengan Juni 2013, telah terjadi 11.207 kejadian DBD

dengan Angka Kejadian (Incidency Rate = IR) 29,25 dan CFR 0,88% (99 orang).

Berdasarkan laporan yang sama, di Surabaya angka kejadiannya adalah 1.504

kasus dengan CFR 0,4% (6 orang) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013).

Surabaya merupakan kota dengan IR DBD tertinggi di Jawa Timur. Sebagai

pembanding, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember yang menempati

peringkat kedua dan ketiga IR DBD di Jawa Timur menunjukkan angka 2.506.102

dan 2.375.469 kasus pada Januari hingga Juni 2013. Sebanyak 1.817 kasus DBD

telah dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur selama tahun 2014.

Sebanyak 160 kasus DBD terlapor dari Kota Malang. (KEMENKES, 2015)

Oleh karena banyaknya kasus demam berdarah dengue cenderung

meningkat maka pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian,

diagnosis, dan tata laksana demam berdarah dengue agar dapat menjadi referensi

pembelajaran bagi tenaga kesehatan khususnya dokter muda di RSUD Dr. Saiful

Anwar, Malang.

Page 3: Refreshing Dhf Fix Banget

3

BAB 2

DAFTAR PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis

serangga khusus spesies Aedes (Hendratno, 2002). Penyakit DBD adalah penyakit

menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda

perdarahan dikulit berupa petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau

renjatan (Depkes RI. 1995). Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit baik di

dalam maupun di luar rumah, biasanya pagi dan sore hari ketika anak-anak sedang

bermain (Suprapto. 1995). Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue, termasuk

dalam kelompok Flavivirus dari famili Togaviridae. Virus ini ditularkan dari

orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes spesies sub genus

Stegomya (Depkes RI. 1990). Cara penularan penyakit DBD yang terjadi secara

propagatif (virus penyebabnya berkembang biak dalam badan vektor), berkaitan

dengan gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan

vektor utama dan vektor sekunder DBD di Indonesia (Hoedoyo. 1993).

2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi

antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang

Page 4: Refreshing Dhf Fix Banget

4

disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS). Penyakit ini ditularkan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi. Host alami DBD

adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili

Flaviridae dan genus Flavivirus, yang terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2,

Den3 dan Den-4 (Kurane. 2007). Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat

30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara negara baru dan,

dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di

sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika

Tengah, Amerika dan Karibia (Kurane. 2007).

Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama

di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian

lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang

terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di

rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5

miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis

DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk

setempat (WHO. 2009).

Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan

subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian

pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,

setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi

tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian

sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik

tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya

jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang

atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855

orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89% (Supartha. 2008).

Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk

subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai

vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus

sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transeksual dari nyamuk

Page 5: Refreshing Dhf Fix Banget

5

jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan transovarial dari

induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui

transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari

penderita asimptomatik . Dari beberapa cara penularan virus dengue, yang paling

tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Masa inkubasi

ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan

inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikuti

dengan respon imun (Wulandari. 2004).

Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk

Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di

masyarakat, tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia

karena masih tergantung pada faktor lain seperti kapasitas vektor (kandungan

sporozoit pada nyamuk), virulensi virus dengue, status kekebalan host dan lain-

lain. Kapasitas vektor dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim

mikro dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus

gonotropik, umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta

pemilihan Hospes. Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya

dipengaruhi oleh aktivitas manusia, orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali

akan lebih banyak digigit nyamuk Ae. aegypti dibandingkan dengan orang yang

lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya

untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga

dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga diperkirakan nyamuk

Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi

menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat. Kekebalan host

terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah usia dan

status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun dan penyerapan gizi. Status

status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan asupan dan

penyerapan gizi, khususnya zat gizi makro yang berpengaruh pada sistem

kekebalan tubuh. Selain zat gizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizi mikro

seperti besi dan seng mempengaruhi respon kekebalan tubuh, apabila terjadi

Page 6: Refreshing Dhf Fix Banget

6

defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan merusak sistem imun (Suharno.

2003).

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh

manusia dan lingkungan yang merupakan hasil interaksi antara zat-zat gizi yang

masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya. Tanda-tanda atau penampilan

status gizi dapat dilihat melalui variabel tertentu seperti berat badan, tinggi badan,

dan lain lain. Sumber lain mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan yang

diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah

yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan

fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain (Harahap.

2004).

Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena

zat gizi mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum

berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi

aktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu membentuk tulang,

otot & organ lain, pada tahap tumbuh kembang; fungsi immunitas yaitu

melindungi tubuh agar tak mudah sakit; fungsi perawatan jaringan yaitu

mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan zat gizi

menghadapi keadaan darurat (Gibson. 1990).

Munculnya kejadian DBD dikarenakan berbagai faktor yang saling

berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan

yang memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain

itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas

penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap

hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya

(Kasjono. 2008).

2.3. Etiologi Demam Berdarah Dengue

Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus

(arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae. Di

Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki

Page 7: Refreshing Dhf Fix Banget

7

hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-

4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai

penyebab. Nimmanitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa serotipe DEN-2

yang dominan, sedangkan di Indonesia paling banyak adalah DEN-3, walaupun

akhir-akhir ini ada kecenderungan didominasi oleh virus DEN-2 (Soegijanto.

2010).

Penelitian epidemiologik yang dilakukan oleh Aryati 2005, Fedik 2007

menemukan bahwa virus Den-2 adalah serotipe yang dominan di Surabaya. Studi

epidemiologi yang dilakukan (Yamanaka dkk) pada tahun 2009 dan 2010 pada

penderita Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) ditemukan

virus D1 genotype IV yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat

(Soegijanto. 2010).

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur

hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap

serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor

risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2

mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan

virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2% (Soegijanto. 2010).

Virus Dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian

genom RNA disusun didalam satu unit protein yang dikelilingi dinding

ikosahedral yang tertutup oleh selubung lemak. Genome virus Dengue terdiri dari

11-kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid (C) Membran (M)

Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4,

NS4B, dan NS5). Dinding ikosahedral berbentuk seperti bulat, tetapi kalau dilihat

secara dekat akan nampak ikosahedron terdiri dari segitiga sama sisi menyatu

bersama-sama dalam bentuk bola. Bahan genetik sepenuhnya tertutup di dalam

kapsid. Virus dengan struktur ikosahedral yang dilepaskan ke lingkungan ketika

sel mati, pecah, sehingga melepaskan virion. Contoh virus dengan struktur

ikosahedral yang virus polio.

Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem

retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells)

Page 8: Refreshing Dhf Fix Banget

8

dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer

di sinusoid hepar (Soegijanto. 2010).

2.4 Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunpatologis berperan dalam terjadinya DBD dan sindrom renjatan

dengue (Hendarwanto, 1996).

Respons imun yang diketahui berperan delam patogenesis DBD adalah

respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody

dependent enhancement (ADE). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T- sitotoksik

(CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T

helper yaitt TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,

sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag

berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses

fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh

makrofag. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan

terbentuknya terbentuknya C3a dan C5a (Hendarwanto, 1966).

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi

di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyababkan

aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon

gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi

berbagai mediator inflamasi seperti TNF-cx, IL-1, PAF (platelet activating

factor), lL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel

dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi

Page 9: Refreshing Dhf Fix Banget

9

oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran

plasma (Suharti C, 2001).

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi

sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran

sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan

hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi

peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit

terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD (Virus

Dengue), konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di

perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan

pelepasan ADP (Adenosine diphosphate), peningkatan kadar b-tromboglobulin

dan PF4 (platelet factor 4) yang merupakan petanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinslk

(tissue factor pathway) (Suharti, 2001).

2.5 Gambaran Klinis

Page 10: Refreshing Dhf Fix Banget

10

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam bedarah dengue

atau sindrom syok dengue (SSD) (WHO, 2012).

Gambar 2.1 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue berdasarkan

Keparahannya (WHO, 2012)

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak

demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat

pengobatan adekuat. Fase demam berdarah menurut WHO 2012 adalah sebagai

berikut :

1. Fase Demam Tinggi (Febris)

Page 11: Refreshing Dhf Fix Banget

11

Pada fase demam berdarah yang pertama ini terjadi pada hari ke 1 - 3 dan

ditandai dengan demam yang mendadak tinggi disertai sakit kepala, badan

terasa ngilu dan nyeri, mual. Seringkali disertai dengan bintik merah di

kulit yang tidak hilang saat kulit diregangkan (petekie). Pada beberapa

kasus yang terjadi, bahkan ditemukan adanya nyeri tenggorokan, infeksi

pada faring dan juga pada konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.

2. Fase Kritis

Pada fase kedua demam berdarah ini terjadi pada hari ke 4 - 5. Fase ini

ditandai dengan demam yang mulai menurun disertai dengan penurunan

kadar trombosit dalam darah dan fase ini seringkali mengecohkan karena

seolah-olah demamnya turun dan penyakitnya sembuh. Namun inilah yang

disebut Fase Kritis Demam Berdarah dan kemungkinan terjadinya DSS

(Dengue Shock Sindrome). Pada fase ini dapat terjadi pendarahan hidung,

mulut, kulit pucat dan dingin, serta terjadi penurunan kesadaran.

3. Fase Konvalesense

Pada fase ini terjadi pada hari ke 6 - 7. Dalam fase penyembuhan ini

keadaan umum dari penderita mulai membaik. Keadaan umum penderita

membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis

membaik dan akan kembali normal. Dan pada saat ini akan jauh lebih baik

bila penderita diberikan gizi yang baik untuk meningkatkan keadaannya

serta juga meningkat kadar daripada trombositnya.

Gambar 2.2 Perjalanan Penyakit Dengue (WHO, 2012

Page 12: Refreshing Dhf Fix Banget

12

Berikut adalah tingkat derajat demam berdarah berdasarkan dan menurut

WHO yaitu :

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji bendung.

Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak

tampak gelisah.

Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur

2.6 Diagnosis Demam Berdarah Dengue

Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak,

kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan

gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan

(facial flushing), anoreksia, mialgia dan artralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri

epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah, subkostal kanan atau nyeri abdomen

difus, kadang disertai sakit tengoorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan

(pharyngeal infection and ciliary infection) dapat ditemukan pada pemeriksaan

fisik. Demam dapat mencapai suhu 40o C, dan dapat disertai kejang demam.

Manifestasi perdarahan dapat berupa uji torniquet yang positif, petekie

spontan yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka, dan palatum

mole. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang disertai dengan

perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan

berat dapat ditemukan.

Page 13: Refreshing Dhf Fix Banget

13

Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal

sakit, namun berlangusng singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang

tua. Ruam konvalesens seperti pada demam dengue, dapat ditemukan pada masa

penyembuhan. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran

bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta. Perlu diperhatikan bahwa

hepatomegali sangat tergantung dari ketelitian pemeriksa. Hepatomegali tidak

disertai dengan ikterus dan tidak berhubungan dengan derajat penyakit, namun

hepatomegali lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok

dengue).

Pada DBD dapat terjaidi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk

efusi pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.

Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral dekubitus kanan, efusi pleura

terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering dijumpai. Derajat

luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit. Pemeriksaan ultrasonografi

dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura. Penebalan dinding

kandung empedu (gall bladder wall thickening) mendahului manifestasi klinis

kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematokrit (≥20% dari data dasar) dan

penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dl dari data

dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat

menimbulkan berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok

hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue yang memperburuk

prognosis.

Perjalanan penyakit demam berdarah Dengue terdiri atas tiga fase yaitu

fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan atau fase konvalesens. Setiap fase

perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai resiko yang dapat

memperberat keadaan sakit.

Page 14: Refreshing Dhf Fix Banget

14

2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

2.6.1.1 Fase Demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan

menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh

menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai

berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan

gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada

kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga

akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan

mortalitas yang tinggi.

2.6.1.2 Fase Kritis

Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence),

pada saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok

hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadina syok

yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs).

Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari

sakit ke 4-6. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk

awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan

syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala

tersebut dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau

hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau

perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan

penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah

trombosit yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm3 serta

kenaikan hematokrit di atas data dasar merupakan tanda awal pembesaran plasma,

dan pada umumnya didahului oleh leuokopenia (≤5.000 sel/mm3).

Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda

paling awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada

umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrir mendahului

Page 15: Refreshing Dhf Fix Banget

15

perubahan tekanan darah serta volumen nadi, oleh karena itu, pengukuran

hematokrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan

cairan intravena untuk mempertahankan volume intravaskular bertambah,

sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemi.

Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok

terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan

jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan

profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif,

dan koagulasi intravaskular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi

menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah leukosit yang semula leukopenia

dapat meningkat sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat.

Beberapa pasien masuk ke fase kritis pembesaran plasma dan kemudian

mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan

hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu pada pasien DBD

baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya

hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan hebat, yang dikenal

sebagai expanded dengue syndrome.

2.6.1.3 Fase Penyembuhan

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48

jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang

intravaskular yang berlangusng secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya.

Keadaan umum dan nafsu makan membaik, geala gastrointestinal mereda, status

hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien

dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus

umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada

tahap ini. Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi

cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah

penurunan suhuh tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih

lambat. Penyulit dapat terjadi pada fase demam, fase kritis, dan fase konvalesens

seperti tertera pada Tabel 2.1

Page 16: Refreshing Dhf Fix Banget

16

Tabel 2.1 Penyulit pada fase demam, kritis dan konvalesens

Fase Gejala Klinis

Demam Dehidrasi

Demam tinggi dapat menyebabkan

gangguan neurologi dan kejang

demam

Kritis Syok akibat perembesan plasma

Perdarahan masif

Gangguan organ

Konvalesens Hipervolemia (jika terapi cairan

intravena diberikan secara berlebihan

dan/atau dilanjutkan sampai fase

konvalesens)

Edema paru akut

2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium

Kriteria laboratorium untuk menegakkan diagnosis DBD adalah sebagai

berikut:

1) Trombositopenia (<= 100.000/ml)

2) Teradapat peningkatan hematokrit >= 20% dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelum sakit atau masa konvalesens.

3) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia

Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan

hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD (IDAI, 2012).

Tes serologis, kultur viral dari plasma (50% sensitif pada hari ke 5) (Levin &

Weinberg, 2009), pemeriksaan IgM dengan ELISA (Sondheimer, 2008), titer

antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap

virus dengue dapat membantu penegakkan diagnosa pasien DBD. Pada penderita

Page 17: Refreshing Dhf Fix Banget

17

DBD dengan encephalitis, harus diperiksa CSS/CSF untuk membantu diagnosa

(American Academy of Pediatrics, 2007)

2.6.2.1 Deteksi Asam Nukleat Virus

Genome virus Dengue yang terdiri dari asam ribonukleat atau RNA dapat

dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction

(RT-PCR). Metode pemeriksaan bias berupa nested-PCR, one step multiplex RT-

PCR, real time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan inin

hanya tersedia di laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan

petugas laboratorium yang handal. Memberi hasil positif bila sediaan diambil

pada enam hari pertama demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal.

2.6.2.2 Deteksi Antigen Virus Dengue

Deteksi antigen virus Dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini

adalah pemeriksaan NS-1 antigen virus Dengue, yaitu suatu glikoprotein yang

diproduksi oleh semua flaviirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus.

Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam

dan menghilang setelah 5 hari. Sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan

kemudian makin menurun setelahnya.

2.6.2.3 Pemeriksaan Serologi IgM dan IgG Anti Dengue

Immunoglobulin M anti Dengue memiliki kadar bervariasi, pada

umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah

sembilan puluh hari. Pada infeksi Dengue primer, IgG anti Dengue muncul lebih

lambat dibandingkan dengan IgM anti Dengue, namun pada infeksi sekunder

muncul lebih cepat. Kadar IgG anti Dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik

NS-1 antigen birus Dengue dan IgG serta IgM anti Dengue merupakan petunjuk

dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi

primer dengan infeksi sekunder. Interpretasi hasil pemeriksaan IgM dan IgG dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Page 18: Refreshing Dhf Fix Banget

18

Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan IgM dan IgG

IgM IgG Interpretasi

(+) (-) Infeksi primer

(+) (+) Infeksi sekunder

(-) (+) Pernah terinfeksi

(-) (-) Tidak ada infeksi

2.6.3 Diagnosis Banding

Diagnosis banding demam berdarah Dengue pada fase demam dan fase

kritis dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Kondisi yang Menyerupai Fase Demam

Flu-like Syndrome Influenza, campak, chikungunya,

mononukleosis infeksiosa

Penyakit dengan ruam Rubela, campak, demam skarlatina,

infeksi meningokokus, chikungunya,

reaksi obat (drug fever)

Penyakit diare Rotavirus dan infeksi

mikroorganisme enterik lain

Penyakit dengan manifestasi neurologis Meningoensefalitis, kejang demam

Tabel 2.4 Kondisi yang menyerupai fase kritis

Penyakit Infeksi Gastroenteritis akut, malaria,

leptospirosis, tifoid, virus hepatitis,

sepsis, syok sepsis

Keganasan Leukemia akut dan keganasan lain

Page 19: Refreshing Dhf Fix Banget

19

Gambaran klinis lain Akut abdomen, apendisitis akut,

kolesistitis akut, asidosis laktat,

diabetes ketoasidosis sindrom

Kawasaki, trombositopenia dan

perdarahan, kelainan trombosit, gagal

ginjal, distres pernafasan

2.7 Tatalaksana

Secara praktis, penatalaksanaan pada baik kasus DD, DBD, SSD dapat

dilihat pada bagan, yaitu : Tatalaksana tersangka DBD (Gambar 2.4 dan Gambar

2.5), Tatalaksanaa penderita DBD derajat I dan II (Gambar 2.6), dan Tatalaksana

penderita DBD derajat III dan IV (sindrom syok dengue/SSD) (Gambar 2.7)

(WHO, 2009)

Gambar 2.4 Tatalaksana Tersangka DBD

Gambar 2.5;2.6;2.7

Gambar 2.5)

Page 20: Refreshing Dhf Fix Banget

20

Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu :

1. Apakah ada tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru,

tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus

menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak

darah, maka pasien perlu dirawat/dirujuk (tatalaksana

sesuai dengan gambar 2,3,4)

2. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatan, maka dilakukan

uji Tourniquet dan hitung jumlah trombosit.

a. Bila uji tourniquet positif dan trombosit

<100.000/µl, pasien dirujuk/dirawat (gambar 2)

b. Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit

<100.000/µl atau normal, pasien diperbolehkan

pulang dengan KIE harus diobeservasi klinisnya.

Pasien dianjurkan untuk banyak minum. Obat-obat

simptomatik boleh diberikan misalnya parasetamol.

Jika saat pasien di rumah demam tidak turun sampai

hari ketiga sakit, dan tanda klinisnya ditemukan

anak mulai gelisah, ujung kaki dan tangan dingin,

sakit perut, berak hitam, kencing berkurang;

lakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit. Segera

kembali ke RS jika didapatkan perburukan kondisi.

Apabila pasien masih dapat minum, maka diberikan minum

sebanyak 1-2L/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit. Obat antipiretik

(parasetamol) diberikan bila suhu >38oC. Pada anak dengan riwayat kejang

dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien tidak dapat minum

atau muntah terus, bisa diberikan NaCl 0,9% : dekstrosa 5% (1:3)

dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Di samping itu perlu

pemeriksaan Hb dan Hematokrit setiap 6 jam dan trombosit setiap 6-12

jam. Jika pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratoris

Page 21: Refreshing Dhf Fix Banget

21

anak dapat dipulangkan, tetapi apabila kadar hematokrit cenderung naik

dan trombosit menurun, maka infus cairan diganti dengan RL

Gambar 2.5 Tatalaksana Tersangka DBD

Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus

menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan

spontan (petekie atau mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit

<100.000/µl dan peningkatan nilai hematokrit (>20%), dapat diberikan

cairan kristaloid RL atau dekstrosa 5% dalam RL 6-7ml/kgBB/jam.

Page 22: Refreshing Dhf Fix Banget

22

Monitor tanda vital dan hematokrit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24

jam.

1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak tampak

tenang, tanda-tanda vital stabil, diuresis cukup, dan kadar hematokrit

cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,

maka tetesan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Apabila dalam

observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi

3ml/kgBB/jam dan akhirnya dihentikan setelah 24-48jam.

2. Namun apabila kondisi pasien tidak ada perbaikan, hematokrit tetap

tinggi atau cenderung naik, tekanan darah <20mmHg, diuresis tidak

ada/kurang, maka tetesan dinaikkan menjadi 10ml/kgBB/jam, setelah 1

jam tidak ada perbaikan tetesan dinaikkan lagi menjadi

15ml/kgBB/jam. Apabila tanda vital tetap tidak stabil disertai distres

pernafasan, hematokrit naik dan tekanan darah -20mmHg, maka

berikan cairan koloid 20-30ml/kgBB. Tetapi apabila hematokrit turun

berarti terdapat perdarahan, berikan transfusi darah segar

10ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan

disesuaikan.

Page 23: Refreshing Dhf Fix Banget

23

Gambar 2.6 Tatalaksana Penderita DBD derajat I dan II

Sementara sindrom syok dengue dapat diartikan degan sekumpulan gejala

seperti gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi

menyempit (<20mmHg), bibir biru, tangan dan kaki dingin, tidak ada produksi

urin. Tatalaksana seperti tertera pada gambar 2.7

1. Segera beri infus kristaloid (RL) 10-20ml/kgBB secepatnya (diberikan

dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2-4lpm. Untuk SSD berat

(derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberi RL

20ml/kgBB bersama kristaloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,

hematokrit dan trombosit tiap 4-6jam. Periksa elektrolit dan gula

darah.

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan RL tetap

dilanjutkan 15-20ml/kgBB/jam, ditambah plasma (FFP) atau koloid

sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB secepatnya. Observasi

keadaan umum dan tanda-tanda vital tiap 15 menit, dan periksa

hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah.

a. Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar

hemoglobin/hematokrit, tekana nadi >20mmHg, nadi kuat,

Page 24: Refreshing Dhf Fix Banget

24

maka tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam. Volume

10ml/kgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24jam atau

sampai klinis stabil dan hematokrit menurun <40%.

Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7cc/kgBB sampai klinis

dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan

diturunkan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya 3ml/kgBB/jam.

Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah

syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin

dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB/jam) serta

pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6jam sampai

keadaan umum baik.

b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit

menurun tetapi masih >40vol% berikan transfusi darah dalam

volume kecil (10ml/kgBB). Apabila terdapat perdarahan masif,

berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan RL

10ml/kgBB/jam.

c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk

mengetahui kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk

mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10mmH20)

maka diberikan dopamin.

Page 25: Refreshing Dhf Fix Banget

25

Gambar 2.7 Tatalaksana Kasus DBD III dan IV (Sindrome Syok

Dengue/SSD)

INDIKASI PULANG PASIEN

a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

b. Nafsu makan membaik

c. Klinis perbaikan

d. Hematokrit stabil

e. Trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat

f. Tidak dijumpai distres pernapasan

g. 3 hari setelah syok teratasn

Page 26: Refreshing Dhf Fix Banget

26

A. PENCEGAHAN DBD

. a. Pembersihan jentik

- Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

- Menggunakan ikan (cupang, sepat)

b. Pencegahan gigitan nyamuk

- Menggunakan kelambu

- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)

- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung

baju)

- Penyemprotan (fogging)

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah

dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M

PLUS” yaitu MENUTUP tempat penampungan air, MENGURAS bak

penampungan air dan MENGUBUR barang-barang bekas. Selain itu juga

melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,

menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang

kasa, menyemprot dengan insektisida, memakai lotion, memasang obat

nyamuk, memeriksa jentik secara berkala.

Page 27: Refreshing Dhf Fix Banget

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Dicky Pribadi Herman. 2007. Pediatri Praktis, Edisi 3. Bandung:

Catatan Pediatri

2. Henry Garna dan Heda melinda Nataprawira. 2012. Pedoman Diagnosis

dan terapi ilmu kesehatan anak, ed. 4. Bandung : Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP dr.

Hasan Sadikin Bandung

3. Kliegman, R. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta

4. Merenstein GB, et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya

Medika. Jakarta

5. WHO. 2009. Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and

Control, New Edition.

6. WHO Indonesia 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS.

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di

Kabupaten/Kota : WHO Indonesia.