Refreat Sepsis YARSI

32
TUGAS REFERAT SEPSIS KELOMPOK: M. Hanni Ramli (1102011177) Brenda Karina (1102010052) Fitria Nurufath (1102010105) Dania A. Putri (1102011069) Pembimbing dr. Asep Hendradiana Sp. An

description

sepsis

Transcript of Refreat Sepsis YARSI

Page 1: Refreat Sepsis YARSI

TUGAS REFERAT

SEPSIS

KELOMPOK:

M. Hanni Ramli (1102011177)

Brenda Karina (1102010052)

Fitria Nurufath (1102010105)

Dania A. Putri (1102011069)

Pembimbing

dr. Asep Hendradiana Sp. An

Page 2: Refreat Sepsis YARSI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.

Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.

Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka kematian oleh karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat, setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara.

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dapat memahami Sepsis mulai dari definisi, penyebab hingga penatalaksanaannya.

1.2. Batasan Masalah

Dalam referat ini membahas tentang Sepsis mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi

1.3. Tujuan Penulisan

Page 3: Refreat Sepsis YARSI

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tentang Sepsis sekaligus sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Anestesi RS Bhayangkara Tk I R. Said Sukanto.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa literatur.

Page 4: Refreat Sepsis YARSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Dapat dikatan sepsis bila terdapat SIRS (systemic inflammatory response sindrom) ditambah dengan infeksi yang diketahui ( ditemukan dengan biakan positif terhadap organisme daritempat tersebut). Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:

1. Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)2. Tachypneu (respiratory rate >20/menit)3. Tachycardia (pulse >100/menit)4. >10% cell immature5. Suspected infection

Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).

Terminologi dalam sepsis menurut American College of ChestPhysicians/society of Critical Care Medicine consensus Conference Committee :Critical Care Medicine, 1992 :

1. Infeksi, Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuhyang steril.

2. Bakteriemia , Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah.3. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)

Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam kondisi klinis yang berat.

4. Sepsis sistemik Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas

5. Severe SepsisKeadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atauhipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertaidengan asidosis laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak.

6. Shock sepsisSepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara

Page 5: Refreat Sepsis YARSI

mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopressor mungkin tidak tampaka hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi.

7. Sepsis Induce HipotensionKondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan sistolik >40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensiyang jelas.

8. MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma)Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi.

2.2Klasifikasi

KLASIFIKASI BERDASAR SUMBER INFEKSI

Jenis Sepsis Sumber Infeksi

MRSA Sepsis Sepsis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap

Methicillin

VRE Sepsis Sepsis yang disebabkan oleh jenis bakteri Enterococcus yang resisten terhadap vancomycin

Urosespis Sepsis yang berasal dari infeksi saluran kencing ( biasanya 4 minggu setelah kelahiran )

Wound Sepsis Sepsis yang berasal dari infeksi luka

Neonatal Sepsis Sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir (biasanya 4 minggu setelah kelahiran)

Sepsis Abortion Aborsi yang disebabkan oleh infeksi dengan sepsis pada ibu

DERAJAT SEPSIS

Page 6: Refreat Sepsis YARSI

a. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut:- Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)- Takipnea (resp >20/menit)- Tachycardia (nadi >100/menit)- Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm >10% cell imature

b. Sepsis : Infeksi disertai SIRSc. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan

anuria.d. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg

atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).e. Syok septik

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis

Sindroma sepsis Syok Sepsis

Takipneu, respirasi 20x/m

Takikardi 90x/m

Hipertermi 38 C

Hipotermi 35,6 C

Hipoksemia

Peningkatan laktat plasma

Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam

Sindroma sepsis ditambah dengan

gejala:

Hipotensi 90 mmHg

Tensi menurun sampai 40 mmHg dari

baseline dalam waktu 1 jam

Membaik dengan pemberian cairan

danpenyakit shock hipovolemik, infark

miokard dan emboli pulmonal sudah

disingkirkan

(Dikutip dari Glauser, 1991)

2.3Etiologi

Page 7: Refreat Sepsis YARSI

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.

Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.

Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.

Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:

Infeksi paru-paru (pneumonia)

Flu (influenza)

Appendiksitis

Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)

Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)

Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit

Infeksi pasca operasi

Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.

Page 8: Refreat Sepsis YARSI

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.

Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis.

Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction)seperti pada tabel dibawah.

Page 9: Refreat Sepsis YARSI

Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis

Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis

2.4Faktor Resiko

Usia

Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik dibandingkan usia tua.19 Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkait sepsis di

Page 10: Refreat Sepsis YARSI

segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok umur.

Age-specific rate-ratios for sepsis-associated death by race/ethnicity category in the United States, 1999 to 2005. Non-Hispanic whites were used as the referent group. AI/AN = American Indian/Alaska Native.(Angka kematian akibat sepsis berdasarkan umur pada ras tertentu)

Jenis kelamin

Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian / Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%.

Ras

Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan terendah di antara orang Asia

Page 11: Refreat Sepsis YARSI

Penyakit komorbid

Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat.

A, distribution of chronic comorbid medical conditions in sepsis patients according to race. B, distribution of chronic comorbid medical conditions in sepsis patients according to gender. COPD, chronic obstructive pulmonary disease; ESRD, end-stage renal disease; EtOH, chronic alcohol abuse; HIV, human immunodeficiency virus

(Distribusi penyakit komorbid berdasarkan ras dan jenis kelamin)

Genetik

Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme umum dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk pengembangan sepsis dan,

Page 12: Refreat Sepsis YARSI

lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram-negatif.

Terapi kortikosteroid

Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.

Kemoterapi

Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia.

Obesitas

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al. didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI. Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.

2.5Patofisiologi

Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti

Page 13: Refreat Sepsis YARSI

lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu  faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih (Calandra, 2003).

Peran S itokin pada S epsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo, 2004).

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen (Nelwan, 2004). 

Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin, 2003).

Peran K omplemen pada S epsis

Page 14: Refreat Sepsis YARSI

Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan (Widodo, 2004).

Peran NO pada S epsis

NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor (Widodo, 2004).

Peran N etrofil pada S epsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. (Widodo, 2004). Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. (Hotckin, 2003). Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif (Hotckin, 2003).

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.

Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihat sebagai edema.

Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman (anonim, 2008)

Page 15: Refreat Sepsis YARSI

Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei Chen, 2006).

2.6Epidemiologi

Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.

2.7Manifestasi Klinik

Dalam suatu penelitian yang melibatkan sejumlah besar pasien dengan respon septik (yaitu SIRS), Siegel et al. mengidentifikasi adanya empat tahap perubahan patofisiologi hemodinamik dan metabolik. Walaupun laporan ini terutama menyoroti respon pasien terhadap sepsis, namun data ini bias, dianggap sebagai prototipe SIRS.

Interpretasi data ini dengan teliti menunjukkan bahwa SIRS adalah suatu yang berkelanjutan tergantung respon pasien terhadap suatu rangsang dan kemampuan cadangan fisiologis pasien dalam menghadapi perubahan fisiologis umum yang terjadi.

Keempat tahap tersebut adalah :

a. Tahap A (Fase Respon SIRS Transien)Menggambarkan terjadinya respon normal terhadap stress seperti operasi berat, trauma atau penyakit. Fase ini ditandai dengan penurunan ringan tahanan vaskuler sistemik dan peningkatan COP yang sepadan. Perbedaan kadar oksigen arteri dan vena tetap sama seperti keadaan normal.Peningkatan Cardiac index ini menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan

Page 16: Refreat Sepsis YARSI

oksigen yang sesuai dengan respon hipermetabolik terhadap stress dengan kadar laktat yang masih normal. Hal ini merupakan respon normal yang terjadi pada setiap pasien yang mengalami trauma berat atau operasi besar.Bila tidak terjadi komplikasi, respon SIRS singkat ini menggambarkan efek sistemik dari reaksi inflamasi. Reaksi ini akan kembali pada keadaan fisiologis seiring dengan penyembuhan penyakit.

b. Tahap B (Fase MODS)Menunjukkan respon terhadap stress yang berlebihan dimana terjadi penurunan tajam dari tahanan vaskuler sistemik yang akan merangsang jantung untuk meningkatkan COP. Akibat dari keadaan tersebut, maka dibutuhkan ekspansi cairan untuk mencukupi tekanan preload jantung (sebaiknya dengan cairan kristaloid).Bila hal ini tidak tercapai maka pasien akan mengalami hipotensi. Sementara itu selisih antara kadar oksigen arteri dan vena mulai menyempit, yang diikuti dengan meningkatnya kadar laktat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi gangguan pemanfaatan oksigen oleh jaringan karena abnormalitas enzim metabolisme sel.Pada tahap ini mulai tampak tanda-tanda awal MODS. Serum laktat meningkat dan terjadi desaturasi darah arteri. Kadar bilirubin serum mulai meningkat diatas nilai normal. Pada masa sebelum penggunaan metoda pencegahan stress ulcer gastric mukosa, aspirasi dari pipa lambung menunjukkan cairan yang berwarna kehitaman atau bahkan berdarah. Kadar serum kreatinin mulai naik diatas 1,0 mg/dL.

c. Tahap C (Fase Dekompensasi)

Penurunan tahanan vaskuler sistemik menjadi nyata sementara kemampuan kompensasi jantung tidak mampu lagi mempertahankan tekanan arteri karena penurunan tekanan afterload yang sangat drastis. Cardiac output dapat normal atau sedikit meninggi tetapi pada keadaan tekanan afterload yang sangat rendah, tekanan arteri tidak dapat dipertahankan lagi.

Hipotensi akan terjadi meskipun tekanan preload mencukupi. Keadaan hipotensi ini yang biasanya disebut septik syok atau keadaan syok yang berasal dari sepsis. Secara klinis pasien ini menunjukkan suatu kontraindikasi, meskipun dalam keadaan hipotensi namun tetap teraba hangat.

d. Tahap D (Fase Terminal)

Merupakan gambaran hemodinamik pasien SIRS pada fase pre terminal. Keadaan sirkulasi menjadi hipodinamik dengan cardiac output yang rendah, dimana akan menyebabkan respon vasokonstriksi otonom sebagai reaksi tubuh untuk mempertahankan tekanan darah, tahanan vaskuler sistemik meningkat

Page 17: Refreat Sepsis YARSI

jauh diatas normal. Konsumsi oksigen sistemik juga sangat rendah sebagai akibat gangguan pemanfaatan oksigen oleh jaringan perifer, cardiac output yang tidak adekuat dan vasokonstriksi perifer yang ekstrim. Kadar laktat menjadi sangat tinggi. Sebagian besar pasien akan mengalami kematian akibat fase ini.

Tahapan SIRS

Fase COP SVR Laktat

Transien ↑ ↓ N

MODS ↑↑↑ ↓↓ ↑

Dekompensasi N ↓↓↓ ↑↑

Terminal ↓↓↓ ↑↑↑ ↑↑

Sejalan dengan pembagian diatas, berdasarkan pemantauan keadaan klinis pasien dengan sepsis, pasien biasanya berada dalam keadaan hiperdinamik (juga biasa disebut sindrom sepsis) atau dalam keadaan hipodinamik (yang juga biasa disebut syok septik).

Perbandingan sepsis hiperdinamik (sindrom sepsis) dan hipodinamik (Syok septik)

Hiperdinamik Hipodinamik

Klinis Suhu ↑, Menggigil ↑ / ↓

Kulit Kering, hangat Dingin

Jantung Takikardi Takikardi

Paru Takipneu Takipneu

Tekanan darah ↓ ↓

Status mental Berubah Obtudansi

Produksi urin Variabel Oliguri

Laboratorium Lekosit ↑ ↑ / ↓, geser ke kiri

Keasaman Asidosis metabolik

Asidosis metabolik

Page 18: Refreat Sepsis YARSI

Gula darah Hiper/Hipoglikemia

Laktat 1,5 – 2,0 mM/L > 2,0 mM/L

Trombosit Trombositopenia

VO2 ↑ ↓

(A-V) O2 Normal / ↓ ↓

Tekanan baji Normal / ↓ Bervariasi

Fisiologi COP ↑ Tidak adekuat

SVR ↓ ↑

Mikrovaskuler Kerusakan lokal Kerusakan lokal

           

Pada tahap awal, pasien akan jatuh dalam keadaan hiperdinamik (terjadi sindrom sepsis). Meskipun dalam keadaan hiperdinamik, pada saat itu juga terjadi ketidakstabilan hemodinamik, yang membutuhkan penambahan cairan infus dan zat inotropik untuk mempertahankan CO2 dan tekanan perfusi yang adekuat. Cardiac output meningkat 1,5 sampai 2 kali nilai normal yang diiringi dengan penurunan tahanan vaskuler yang disebabkan oleh produk a dan β agonist. Hal ini akan mengakibatkan hipotensi dan gangguan fungsi jantung. Asidosis laktat ringan mulai terjadi. Bila gangguan aliran darah tidak dapat terkoreksi, penurunan fungsi ke organ vital akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Perubahan status neurologis juga terjadi dimana pasien menjadi letargi.

Bila proses inflamasi terus berlangsung, sementara volume tidak dapat dipertahankan dan terjadi penurunan fungsi jantung, pasien akan jatuh pada keadaan hipodinamik syok (syok septik) dan keadaan ini mempunyai angka mortalitas yang tinggi yaitu 50-80%.

Pengenalan timbulnya MODS secara dini merupakan hal yang esensial sehubungan dengan tingginya mortalitas MODS. Semua gejala dan tanda yang mengarah kepada terganggunya fungsi organ harus segera dikenali, demikian pula kemungkinan terdapatnya sumber-sumber infeksi. Dengan demikian penanganan yang cepat dapat segera diberikan dan progresifitas kerusakan organ dapat segera dihentikan.

Gejala awal MODS

ORGAN EFEK TANDA KLINIK

Paru Tahanan vaskuler pulmoner ↑ Takipneu, hipoksia

Page 19: Refreat Sepsis YARSI

ARDS akut Takipneu, hipokarbia

Atelektasis Alkalosis respiratorik

Emboli paru Takipneu

Pneumonia Takipneu, suhu tinggi

Hati Hipoalbuminemia Gangguan koagulasi

Bilirubinemia Ikterus

Asam amino ↑ Hepatomegali

Saluran cerna Tukak lambung Hematemesis/melena

Gastritis hemoragik Nyeri perut, syok

Kolesistitis akut Nyeri perut, suhu ↑

Trombosis v.mesenterika Nyeri perut, syok

Ginjal Kreatinin ↑ Oligouria / anuria

Nitrogen ↑ Retensi cairan

Osmolaritas urin ↓ Edema

Kardiovaskuler CO ↑, gagal, atau ↓ Syok

Tahanan vaskuler Asidosis metabolik

Koagulasi Trombositopenia Ekimosis

Fibrinogen ↑ (dini), ↓ (lanjut) Perdarahan difus

PT ↑

2.8Diagnosis

Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita – wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.

Page 20: Refreat Sepsis YARSI

Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria.

Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

2.9Diagnosis Banding

SIRS dapat disebabkan oleh penyakit infeksi lain seperti sepsis karena jamur, virus, protozoa, atau ricketsia seperti Rocky mountain spot fever, leptospirosis, Lyme disease, kriptokokosis, malaria, dan kandidiasis. Sedangkan penyebab bukan infeksi dari SIRS antara lain intoksikasi (sindrom Kawasaki).

2.10 Penatalaksanaan

Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi antimikroba empirik.

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik,  terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.

1. Resusitasi

Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,

Page 21: Refreat Sepsis YARSI

maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).      

2. Eliminasi sumber infeksi

Tujuannya adalah untuk menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.

3. Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.  

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.    

4. Terapi suportifa. Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.

b. Terapi cairan Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%

atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik

melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar

Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.

c. Vasopresor dan inotropik

Page 22: Refreat Sepsis YARSI

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).

d. Bikarbonat

Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

e. Disfungsi renal

Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.

f. Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.

g. Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

h. Gangguan koagulasi

Page 23: Refreat Sepsis YARSI

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

i. Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.

5. Modifikasi respons inflamasi

Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis.

2.11 Prognosis

Prognosis dari pasien-pasien dengan sepsis dihubungkan ke keparahan atau stadium dari sepsis serta ke keadaan kesehatan yang mendasarinya dari pasien. Contohnya, pasien-pasien dengan sepsis dan tidak ada tanda-tanda yang terus menerus dari gagal organ pada saat diagnosis mempunyai kira-kira 15%-30% kesempatan kematian. Pasien-pasien dengan sepsis yang parah atau septic shock mempunyai angka kematian dari kira-kira 40%-60%. Bayi-bayi yang baru lahir dan pasien-pasien anak-anak dengan sepsis mempunyai kira-kira 9%-36% angka kematian. Penyelidik-penyelidik telah mengembangkan scoring system (MEDS score) berdasarkan pada gejala-gejala pasien untuk menaksir prognosis. Pasien dengan sepsis didiagnosa dan dirawat lebih cepat, maka lebih baik pronosisnya dan lebih sedikit komplikasi-komplikasinya.

2.12 Komplikasi

Page 24: Refreat Sepsis YARSI

Tanpa pengobatan yang cepat dan tepat penderita sepsis dapat jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk. Komplikasi yang dapat muncul antara lain sindrom disters pernapasan akut, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, gagal jantung, kematian.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis).

Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah).

Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik yang membutuhkan reaksi cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Terapi yang diberikan berupa resusitasi, eliminasi sumber infeksi, terapi antimikroba, dan terapi suportif.

3.2 Saran

Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan baik sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian pada kasus sepsis.