Refrat Stroke

101
Refrat ASPEK REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN STROKE Oleh : Ilma Rizkia R G0004017 Ari Prasetyo N G0004053 Noviana Amurwani P.R G0003142 Mabruratussania M G0004146 Firman Kusuma G0004099 Desi Widiyanti G0004073 Andhika Arie P G0003047 Amelya Augustina A G0002030 Ipung Indri H G0004120 Kiki Dwi Qori Ayatulloh G0004132 Lignawati G0004139 Arif Hidayat G0004054 Pembimbing Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM 1

description

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut,disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologi klinis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat.Stroke masih merupakan penyebab kecacatan nomer satu di dunia dan penyebab kematian nomer tiga di dunia. Dua pertigastroke terjadi di negara berkembang.pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.Tujuan utama dari rehabilitasi medis adalah memungkinkan penderita untuk kembali normal dan mendapatkan kemandirian dan produktivitas seoptimal mungkin. Penderita stroke biasanya memerlukan rehabilitasi yang komplek. Walaupun kemampuan fungsional dapat didapatkan kembali segera setelah serangan stroke, penyembuhan adalah proses yang terus menerus.

Transcript of Refrat Stroke

Page 1: Refrat Stroke

Refrat

ASPEK REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN STROKE

Oleh :

Ilma Rizkia R G0004017

Ari Prasetyo N G0004053

Noviana Amurwani P.R G0003142

Mabruratussania M G0004146

Firman Kusuma G0004099

Desi Widiyanti G0004073

Andhika Arie P G0003047

Amelya Augustina A G0002030

Ipung Indri H G0004120

Kiki Dwi Qori Ayatulloh G0004132

Lignawati G0004139

Arif Hidayat G0004054

Pembimbing

Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2009

1

Page 2: Refrat Stroke

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Rehabilitasi

Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Refrat ini telah disetujui dan dipresentasikan :

Hari : Kamis

Tanggal : 17 September 2009

Oleh :

Ilma Rizkia R G0004017

Ari Prasetyo N G0004053

Noviana Amurwani P.R G0003142

Mabruratussania M G0004146

Firman Kusuma G0004099

Desi Widiyanti G0004073

Andhika Arie P G0003047

Amelya Augustina A G0002030

Ipung Indri H G0004120

Kiki Dwi Qori Ayatulloh G0004132

Lignawati G0004139

Arif Hidayat G0004054

Mengetahui dan menyetujui

Pembimbing

Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM

2

Page 3: Refrat Stroke

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan refrat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di SMF Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Refrat ini dapat tersusun dengan baik berkat bimbingan, petunjuk, dan bantuan maupun sarana dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM., selaku pembimbing sekaligus kepala bagian SMF Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Para staf SMF Rehabilitasi Medik selaku pembimbing pada SMF Rehabilitasi Medik

3. semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian refrat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan refrat ini. Semoga saran dan koreksi dapat penulis jadikan masukan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Surakarta, September 2009

Penulis

3

Page 4: Refrat Stroke

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. STROKE

Definisi 2

Etiologi 2

Jenis Stroke 3

Faktor Resiko 13

Patofisiologi 14

Diagnosa 17

Pemeriksaan Penunjang 21

Tatalaksana 26

Komplikasi 28

B. REHABILITASI MEDIS PADA PASIEN STROKE

Tujuan Rehabilitasi Medis 30

Progam dan Tim Rehabilitasi Medis Pasien Stroke 31

Pola Pendekatan Rehabilitasi Medik Stroke 33

4

Page 5: Refrat Stroke

Pedoman Dasar Penanganan Post Stroke 34

Program Post Stroke 37

Fisioterapi 37

Okupasi terapi 39

Speech terapi 45

Terapi bladder 48

Terapi Bowel 49

Terapi ganguan integritas kulit 50

Psikoterapi 51

BAB III KESIMPULAN 61

DAFTAR PUSTAKA 62

5

Page 6: Refrat Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak (GPDO) dengan awitan akut,disertai manifestasi klinis berupa

defisit neurologi klinis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun

infeksi susunan saraf pusat.

Stroke masih merupakan penyebab kecacatan nomer satu di dunia dan

penyebab kematian nomer tiga di dunia. Dua pertigastroke terjadi di negara

berkembang.pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik

dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring

pertambahan usia.

Tujuan utama dari rehabilitasi medis adalah memungkinkan penderita

untuk kembali normal dan mendapatkan kemandirian dan produktivitas

seoptimal mungkin. Penderita stroke biasanya memerlukan rehabilitasi yang

komplek. Walaupun kemampuan fungsional dapat didapatkan kembali segera

setelah serangan stroke, penyembuhan adalah proses yang terus menerus.

6

Page 7: Refrat Stroke

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STROKE

I. Definisi

Stroke menurut WHO tahun 1983 adalah sindroma klinis dengan

gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global, yang dapat

menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa

penyebab lain kecuali gangguan vaskular. Stroke adalah sindrom klinis yang

awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal

yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,

dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

traumatic (Arif Manjoer, 2000).

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran

darah otak. Stroke dapat terjadi akibat pembentukan trombus disuatu arteri

serebrum akibat embolus yang mengalir keotak dan tempat lain ditubuh atau

akibat perdarahan otak (Elizabeth J. Corwin, 2001). Stroke adalah disfungsi

neurology yang mempunyai awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam

sehari sebagai akibat dari cedera cerebrovaskuler (Huddak and Gallo, 1996).

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya

supplay darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001).

II. Etiologi

a. Trombosis Cerebral

Terjadi pada pembuluh darah yang oklusi sehingga menyebabkan

iskemik, jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti

disekitarnya, trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang tidur / bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan

7

Page 8: Refrat Stroke

tekanan darah yang dapat menyebabkan iksemik cerebral, tanda dan gejala

neurologis yang memburuk dalam 48 jam setelah trombosis otak :

atherosklerosis, buffer coagulasi pada polysitemia, arthiritis (radang pada

otak).

b. Emboli

Merupakan penyumbatan balutan darah otak oleh bekuan darah,

lemak, udara pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang

terlepas dan menyumbat sistem arteri, cerebral emboli tersebut berlangsung

cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan yang dapat

menimbulkan emboli : katup-katup jantung yang rusak akibat Rhematic Heart

Desease (RHO), miocard infark, fibrilasi, endocaditis.

c. Hipoxia umum dan Hipoxia setempat

Hipoxia yang parah, cardiac pulmonary arrest, cardiac out put

kurang akibat dari aritmia, spasme arteri otak serebral yang disertai sakit

kepala, faktor resiko terjadinya stroke adalah DM, perokok, obesitas,

peminum alkohol.

d. Perdarahan intraserebral

Merupakan perdarahan di dalam jaringan otak

e. Perdarahan subarakhnoidal

Merupakan perdarahan di ruang subarakhnoid, yang disebabkan

oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous malformation.

III. Jenis Stroke

1. Klasifikasi Berdasarkan Penyebab

a. Stroke Iskemik

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena

aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh

darah.

8

Page 9: Refrat Stroke

Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.

Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri

karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat

serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke

sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan

mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa

juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,

misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli

serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani

pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan

irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak

terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam

aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-

obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh

darah di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang

pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan

menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang

banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung

yang abnormal.

9

Page 10: Refrat Stroke

Gambar 1. Stroke Iskhemik

Serangan Iskemik Sesaat (TIA)

Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah

gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah

ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah

baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-

kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit

jantung atau kelainan darah.

Penyebabnya biasanya karena serpihan kecil dari endapan lemak

dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas, mengikuti

aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak,

sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan

menyebabkan terjadinya TIA. Gejala TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya

berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam, tergantung

kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah. Jika mengenai

arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan

10

Page 11: Refrat Stroke

adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan. Jika

mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing,

penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah hilangnya rasa atau

kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,

kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi

tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda,

pusing, bicara tidak jelas, sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang

tepat ,tidak mampu mengenali bagian tubuh gerakan yang tidak biasa,

hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih Ketidakseimbangan dan

terjatuh Pingsan. Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi

pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung

kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau

hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir

menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1

tahun setelah TIA.

Gambar 3. Pengangkatan Aterosklerotik Penyebab TIA

11

Page 12: Refrat Stroke

b. Stroke Hemoragik

Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan

yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Terdapat dua jenis utama

pada stroke yang mengeluarkan darah : intracerebral hemorrhage dan

subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi pendarahan di dalam

tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya

disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda

dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.

Pecah dan retak : Penyebab Hemorrhagic Stroke

Ketika pembuluh darah pada otak lemah, tidak normal, atau

dibawah tekanan yang tidak semestinya, stroke yang mengeluarkan

darah bisa terjadi. Pada stroke yang mengeluarkan darah, pendarahan

bisa terjadi di dalam otak, sebagai intracerebral hemorrhage. Atau

12

Page 13: Refrat Stroke

pendarahan bisa terjadi diantara bagian dalam dan tengah lapisan pada

jaringan yang melindungi otak (pada ruang subarachnoid), sebagai

subarachnoid hemorrhage.

Gambar 2. Stroke Hemoragik

Tabel 1. Perbedaan Gejala Klinik Pada Stroke Iskemik dan Hemoragik

No. Iskemik hemoragik

1. Gejala/ anamnesa

a. Onset

b. Waktu kejadian

c. Nyeri kepala

d. Kejang

e. Penurunan kesadaran

Sub akut

Bangun pagi

(-)

(+)

(+)

Akut

Waktu aktif

(+++)

(++)

(+++)

2. Gejala obyektif

a. Koma

b. Bradikardi

c. Papil oedema

d. Kaku kuduk

e. Reflex babinski

(+) kec.

Thrombosis a.

basilaris

(+) hari ke 4

Jarang positif

Jarang positif

(+) sampai dengan

odem otak

(++++)

(++)

Sering positif

(+++)

(+) bilateral

13

Page 14: Refrat Stroke

Gambar 4. Stroke Hemoragik dan Stroke Iskhemik

2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi

a. Posterior Cerebral Arteri sroke (PCA Stroke)

Kira-kira 5-10% kasus stroke merupakan stroke PCA. Pasien

yang menderita stroke PCA dapat menunjukkan gejala klinik

neurologis yang berbeda-beda. Akibat yang paling sering terjadi pada

stroke PCA adalah gangguan visual dan sensorik. Secara umum

pasien dengan PCA menunjukkan gejala kronik disability yang lebih

ringan dibandingkan dengan kelainan pada arteri serebri anterior,

serebri media atau basilaris.

Pada pasien dengan sroke PCA akan mengalami gangguan

neurologis dan keluhan berupa: kehilangan penglihatan secara

mendadak, kebingungan, nyeri pada daerah belakang kepala,

paresthesia, kelemahan lengan, mual, pusing, kehilangan daya ingat

dan gangguan berbahasa. Pasien kadang mengeluh menabrak waktu

berjalan, tidak melihat benda-benda disisi jalan atau hanya melihat

hanya sebelah halaman saat membaca.

Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan adanya

hemianopsia yang sudah komplit, disebabkan oleh kelainan pada

lobus occipital kontralateral. Buta sentral atau macular dapat terjadi

jika ada bagian occipitalis yang masih intak karena suplai darah dari

arteri serebri media. Buta kortikal terjadi bila kedua arteri serebri

posterior mengalami infark. ( Christopher Luzzio, 2001)

14

Page 15: Refrat Stroke

Gambar 1. CT scan kepala menunjukan area hipodense pada lobus

occipitalis kanan dengan infark pada arteri serebri posterior

b. Stroke Arteri serebri media (MCA stroke)

Arteri serebri media merupakan arteri serebri yang paling besar

dan merupakan arteri yang paling sering terkena CVA

(Cerebrovascular Accident). Arteri serebri media mensuplai sebagian

besar permukaan otak, ganglia basalis serta bagian anterior dan

posterior capsula interna. Penyebab sumbatan paling sering pada arteri

serebri media adalah emboli yang berasal dari jantung, yaitu 50%  dari

total stroke arteri serebri media atau dari plak aterom di karotis (Daniel

Slater and Sarah. 2001 ).

Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah Brain CT

scan. Pemeriksaan ini selain berguna untuk menyingkirkan adanya

perdarahan otak juga dapat memperlihatkan gambaran infark serta

teritori dari cabang arteri yang terkena. CT scan pada oklusi arteri

media umumnya memberi gambaran hipodens berbentuk weidge-

shaped, pial-teritorial dan melingkupi subkortikal, basal gangglia dan

kapsula interna. Adanya gambaran hiperdens pada arteri besar terdapat

pada kasus-kasus stroke arteri serebri media dan menunjukkan adanya

trombus di arteri serebri media (Hyperdens Middle Cerebral Artery).

15

Page 16: Refrat Stroke

Gambar 2. Pemeriksaan CT scan tampak area hipodens pada lobus

temporalis kiri dengan infark pada arteri serebri media

c. Anterior serebral arteri stroke

Gejala klinik adalah ( David A Wolk et al, 2001)

a. Kelemahan, stroke pada arteri serebri anterior menyebabkan

kelemahan pada tungkai baik otot distal dan proksimal serta

kelemahan pada otot distal lengan yang lebih ringan.

b. Gejala ekstrapiramidal, gangguan gerak jarang terjadi pada stroke

arteri serebri anterior

c. Gangguan sensorik

d. Gait apraksia

e. Inkontinensia, dapat terjadi baik inkoninensia urin atau fecal, kelainan

otot sphingter disebabkan oleh kerusakan pada anterior girus singuli,

medial superior girus frontalis, atau superolateral girus frontalis.

f. Neglect sindrom

g. Akinetik mutisme dan abulia

h. Gangguan mood

i. Afasia.

16

Page 17: Refrat Stroke

Gambar.3 CT scan kepala tampak area hipodens pada lobus frontalis

d. Stroke arteri basilaris

1. Arteri basilaris media dan proksimal

Gejala kliniknya yaitu Quadriparesis yang asimetris, kadang

didapatkan kelemahan dari otot-otot mata bilateral, wajah, faring,

laring dan lidah. Disartria, disfonia dan disfagia.( John MW. 2001 )

2. Arteri basilaris distal

Kelainan pada daerah ini ditandai dengan kelainan pada penglihatan,

okulomotor, dan gangguan kepribadian. Kadang tidak didapatkan

gangguan motorik yang signifikan. .( John MW. 2001 )

3. Cabang arteri basilaris

Didapatkan gejala berupa ataksia, hemiparesis dan disartria. .( John

MW. 2001)

Gambar 4. CT Scan kepala tampak area hipodense oleh karena

iskhemik pada arteri basilaris.

17

Page 18: Refrat Stroke

IV. Faktor Resiko Stroke

a. Hipertensi. Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan

resiko terkena stroke sebanyak 30%. Merupakan faktor yang dapat

diintervensi.

b. Arteriosklerosis, hiperlipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus, usia

lanjut, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah tepi, hematokrit tinggi,

dan lain-lain.

c. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)

dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama

pada wanita perokok atau dengan hipertensi.

d. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,

kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.

e. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, rematik (SLE), herpes zooster,

juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi

frekuensinya.

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Ras

d. Genetik

Faktor resiko yang dapat diubah/ diobati/ dikendalikan/ diperkecil :

a. Hipertensi

b. Diabetes Melitus

c. Penyakit Jantung

d. Riwayat TIA/ stroke sebelumnya

e. Merokok

f. Kolesterol tinggi

g. Hiperurisemia

18

Page 19: Refrat Stroke

h. Infeksi

i. Darah kental, hiperagregasi

platelet

j. Obesitas

k. Alkoholisme

l. Obat-obatan (kokain, amfetamin,

extasy, heroin, pil kontrasepsi dll)

V. Patofisiologi Stroke

Otak yang hanya 2% dari berat seluruh badan relative menerima banyak

darah (15% dari seluruh darah yang dipompa oleh jantung per menit). Otak

selanjutnya memakai 20% kalori dari seluruh oksigen yang diperlukan badan

manusia. Dari hal ini tampak bahwa fungsi otak sangat tergantung dari aliran

darah yang mengalir ke otak.

Pada seorang dewasa yang tidak sakit aliran darah ke otak adalah 50-60

ml/ 100 gram jaringan otak /menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang

kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram, adalah 700-840 ml per menit. Bila

aliran darah ke otak ini turun hingga 18 ml/100 gram jaringan otak/ menit maka

akan terjadi penghentian aktivitas listrik dari neuron (EEG datar, dan gangguan

dari evoced potentials), tetapi struktur sel masih baik, hingga gejala klinis masih

reversible. Ini yang disebut ischemic penumbra, yaitu suatu daerah dimana sel

inaktif, tetapi masih dapat berfungsi lagi bila perfusi menjadi normal kembali

(Chandra. B, 1994).

Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteria

karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan

vertebrobasilare. Otak yang berkedudukan di dalam ruang tengkorak yang

merupakan ruang tertutup mempunyai susunan sirkulasi yang sesuai dengan

lokasinya. Konsekuensi dari kedudukan otak dalam suatu ruang tertutup ialah,

19

Page 20: Refrat Stroke

bahwa volume otak ditambah dengan volume liquor dan ditambah dengan

volume darah harus merupakan angka tetap (konstante). Inilah yang disebut

dengan hukum Monroe Kellie. Hokum ini berimplikasi bahwa perubahan

volume salah satu unsure tersebut akan menyebabkan perubahan kompensatorik

terhadap unsur-unsur lainnya oleh karena pada umumnya volume otak dan

volume likuor selalu berubah karena bermacam-macam pengaruh, maka volume

darah selalu akan menyesuaikan diri. Factor-faktor penyesuaian peredaran darah

serebral dapat dibagi dalam factor ekstrinsik dan intrinsic.

Adapun factor-faktor ekstrinsik yang berpengaruh pada sirkulasi

serebral adalah terutama tekanan darah sistemik, kemampuan jantung untuk

memompa darah ke sirkulasisistemik, kualitas pembuluh darahkarotikovertebral

dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya. Sedangkan factor intrinsic

yaitu autoregulasi arteri serebral dan factor-faktor biokimiawi regional (Mahar

Mardjono, Priguna Sidharta. 2004).

Pengaliran Darah ke Otak dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Tekanan Perfusi. Tekanan untuk memompa darah ke otak disebut tekanan

perfusi (TP). Otak mempunyai kemampuan “otoregulasi” yaitu kemampuan

otak untuk mengatur agar aliran darahnya tetap konstan. Kemampuan mengatur

arteriola untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan untuk dilatasi

bila tekanan darah sistemik menurun (pada tekanan darah 50-150 mmHg). Hal

lain yang mempengaruhi Tekanan perfusi adalah Cardiac Output (CO) atau

curah jantung. 2. Keadaan Pembuluh Darah. Bila ada arteriosklerosis,

trombosis, dan emboli, penampang pembuluh darah akan menyempit, bahkan

menjadi tersumbat. Ini disebut sebagai tahanan pembuluh darah otak atau

resistensi jaringan (RJ). 3. Faktor Darah Sendiri, disebut juga faktor

hemereologi, yaitu menyangkut kekentalan dan viskositas darah, sifat-sifat sel

darah, misalnya fleksibilitas sel darah merah dan kemampuan darah untuk

koagulasi.

20

Page 21: Refrat Stroke

Mekanisme terjadinya stroke telah banyak mengalami kemajuan sejak

Prof. Dennis Choi dan Prof. Justin A. Zivin (1991) mengemukakan teorinya.

Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi

kerusakan ( baik karena infark maupun perdarahan). Neuron neuron di daerah

tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan

glutamate, yang selanjutnya akan membanjiri sel sel disekitarnya. Glutamate ini

akan menempel pada membrane sel neuron di sekitar daerah primer yang

terserang. Glutamate akan merusak membrane sel neuron dan akan membuka

kanal kalsium (calcium channel). Kemudian terjadilah influks kalsium yang

mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan

glutamate, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya.

Terjadilah lingkaran setan.

Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu

charged oxygen molecules (seperti nitric acide atau NO), yang akan merombak

molekul lemak di dalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan

terjadilah influks kalsium.

Aliran darah ke otak melalui pembuluh darah dipengaruhi oleh hukum

dari Hagen-Poiseuille yang mengatakan :

Q = Δ P π r4 / 8 L n

Q = aliran darah

Δ P = pressure gradient

R = radius pembuluh darah

L = panjangnya pembuluh darah

N = viskositas darah

Dari hukum ini yang dapat digunakan untuk pengobatan adalah:

pressure gradient,radius pembuluh darah, dan viskositas. Mengenai radius

pembuluh darah dapat dikatakan bahwa pemberian vasodilator ternyata tidak

dapat melebarkan darah di daerah infark, karena pada umumnya pembuluh

21

Page 22: Refrat Stroke

darah di daerah infark sudah menunjukkan dilatasi maksimal akibat akumulasi

karbonmonoksida di daerah infar, yang menyebabkan asidosis. Pemberian

vasodilator hanya akan melebarkan pembuluh darah di daerah sehat, dan justru

akan menarik darah dari daerah iskemik ke daerah sehat. Dengan demikian

gejala klinis akan lebih berat (Chandra. B., 1994).

VI. DIAGNOSA

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang

diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk

evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis

pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan

pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan

menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian.

Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan

penilaian (Anonim, 2002).

Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan

pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak

kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi

lain yang dapat serupa stroke meliputi:

Tumor otak

Abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur)

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga

menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang

sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan

22

Page 23: Refrat Stroke

pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien,

melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG ( elektrokardiogram)

(Anonim, 2002).

Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah

penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah

mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu

penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi

agresif mungkin diperlukan.

Skor stroke Siriraj

(2,5 x derajat kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)x(0,1 x tekanan

diastolic)-(3 x tanda ateroma)-12

Dimana

Derajat kesadaran 0=kompos mentis; 1=somnolen; 2=spoor/koma

Muntah 0=tidak ada; 1=ada

Nyeri Kepala 0=tidak ada; 1=ada

Ateroma 0=tidak ada; 1=salah satu atau lebih (diabetes, angina,

penyakit pembuluh darah)

Hasil= skor>1 : perdarahan supratentorial

Skor< -1 : infark serebri

(Dewanto, 2007)

Skor strok Gajah Mada

Penurunan

kesadaran

Nyeri kepala babinski Jenis stroke

+

+

-

-

-

+

-

+

-

-

+

-

-

+

-

Hemoragik

Hemoragik

Hemoragik

Iskemik

iskemik

23

Page 24: Refrat Stroke

(Dewanto, 2007)

Skor Stroke (Djoenaidi,1988)

Skor stroke hemoragik dan non-hemoragik

Tanda/Gejala Skor

T.I.A. sebelum serangan 1

Permulaan serangan

Sangat mendadak (1-2 menit)

Mendadak (beberapa menit - 1 jam)

Pelan-pelan (beberapa jam)

6.5

6.5

1

Waktu serangan

Waktu kerja (aktivitas)

Waktu istirahat/duduk/tidur

Waktu bangun tidur

6.5

1

Sakit kepala waktu serangan

Sangat hebat

Hebat

Ringan

Tak ada

10

7.5

1

0

Muntah

Langsung habis serangan

Mendadak (beberapa menit - jam)

Pelan-pelan (1 hari atau lebih)

Tak ada

10

7.5

1

0

24

Page 25: Refrat Stroke

Kesadaran

Hilang waktu serangan (langsung)

Hilang mendadak (beberapa menit - jam)

Hilang pelan-pelan (1 hari atau lebih)

Hilang sementara kemudian sadar pula (sepintas)

Tak ada

10

10

1

1

0

Tekanan darah

Waktu serangan sangat tinggi (> 200/110)

Waktu MRS sangat tinggi (> 200/110)

Waktu serangan tinggi (> 140/110 - < 200/110)

Waktu MRS tinggi (> 140/110 - < 200/110)

Tekanan darah tinggi tak terkontrol

7.5

7.5

1

1

7.5

Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk hebat

Kaku kuduk ringan

Tak ada

10

5

0

Fundus okuli

Perdarahan subhyaloid

Perdarahan retina (flame shaped)

Normal

1

7.5

0

Pupil

Isokor

Anisokor

Pinpoint kanan

Midriasis kanan dan kiri

0

10

10

10

25

Page 26: Refrat Stroke

Kecil + reaksi lambat

Kecil + reaktip

10

Skor Total :

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-

hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke

hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik

seluruhnya 87.5%

Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke

akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.

Pasien  memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat

penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan (Anonim, 2002).

VII. Pemeriksaan penunjang

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan

penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang

disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari

perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke

yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT  Scan  berguna  untuk

menentukan:  

 jenis  patologi  

lokasi  lesi  

ukuran  lesi  

menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

26

Page 27: Refrat Stroke

 

Gambar 5 CT Scan stroke

Gambar 5. CT Scan Stroke Hemoragic dan Stroke Iskemik

27

Page 28: Refrat Stroke

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan

gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang

dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi

ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat

selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI

dapat dilakukan kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih

baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang

dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di

dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat

suatu MRI (Brunner and Suddarth, 2002).

.

28

Page 29: Refrat Stroke

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga

digunakan untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif

(tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA

(magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion

weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik

ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke

bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat

mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan

CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali

29

Page 30: Refrat Stroke

lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke

(Brunner and Suddarth, 2002).

Computerized tomography dengan angiography:

menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan,

gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang

aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran

darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih,

CT angiography menggeser angiogram konvensional (Brunner and

Suddarth, 2002).

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain

yang kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa

kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan)

dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil.

Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang

paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan

hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah

perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur

ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri

carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah

dipertimbangkan untuk dilakukan (Brunner and Suddarth, 2002).

.

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-

invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang

suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada

arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak) (Brunner

and Suddarth, 2002).

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung

sering dilakukan pada pasien  stroke untuk mencari sumber emboli.

30

Page 31: Refrat Stroke

Echocardiogram adalah  tes dengan gelombang suara yang dilakukan

dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui

esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung.

Monitor Holter  sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya

tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk

mengidentifikasi irama jantung yang abnormal (Julio, 1997).

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive

protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat

memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah

tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena

pengentalan darah  juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi

penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah

perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,

anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu

dipertimbangkan (Julio, 2000).

VIII. TATALAKSANA

A. Medikamentosa

Tissue plasminogen activator (TPA)

Terdapat peluang untuk menggunakan alteplase (TPA) sebagai obat

pembasmi bekuan darah untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke.

Makin awal obat tersebut diberikan, makin baik hasilnya dan makin

berkurangnya potensi komplikasi perdarahan dalam otak.

31

Page 32: Refrat Stroke

Pedoman American Heart Association yang terbaru

merekomendasikan jika obat ini digunakan, TPA harus diberikan dalam 3

jam setelah pertama kali munculnya gejala. Normalnya, TPA diinjeksikan

ke dalam vena pada lengan. Batas waktu pemakaian dapat diperpanjang

sampai 6 jam jika diberikan dalam tetesan langsung ke pembuluh darah

yang tersumbat. Ini biasa dilakukan oleh seorang ahli radiologi intervensi,

dan tidak semua rumah sakit mempunyai akses terhadap teknologi ini.

Untuk stroke sirkulasi bagian bawah yang melibatkan sistem

vertebrobasilar, batas waktu terapi dengan TPA dapat diperpanjang hingga

lebih lama sampai 18 jam (Brunner and Suddarth, 2002).

Heparin dan aspirin

Obat-obat untuk darah yang kental (antikoagualan; seperti, heparin)

juga kadang-kadang digunakan untuk menerapi pasien stroke dengan

harapan terjadi peningkatan pemulihan pasien. Namun tidaklah jelas, apakah

penggunaan antikoagulan memperbaiki hasil akhir pengobatan stroke atau

secara sederhana membantu mencegah stroke berikutnya (subsequent

stroke). pada pasien tertentu, aspirin diberikan setelah munculnya stroke

benar-benar memberikan efek pemulihan yang walaupun kecil tapi terukur.

Dokter yang menerapi akan menentukan obat-obatan yang digunakan

berdasasrkan kebutuhan spesifik pasien (Brunner and Suddarth, 2002).

Mengelola masalah medis lainnya

Pengontrolan tekanan darah tinggi dan kolesterol merupakan kunci

untuk mencegah kejadian stroke di masa dtang. Pada Transient Ischemic

Attack (TIA), pasien mungkin diberikan obat meskipun tekanan darah dan

kadar kolesterolnya masih bisa diterima. Pada stroke akut, tekanan darah

akan dikontrol dengan ketat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

(Brunner and Suddarth, 2002)..

32

Page 33: Refrat Stroke

Pada pasien dengan diabetes, kadar gula darah (glukosa) sering

meningkat setelah stroke. pengendalian kadar glukosa pada pasien ini dapat

meminimalkan ukuran stroke. akhirnya, oksigen dapat diberikan kepada

pasien stroke jika memang diperlukan (Brunner and Suddarth, 2002).

IX. Komplikasi

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke

menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini

sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi

yang sesuai.Komplikasi pada stroke yaitu:

a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama): ( Anonim, 2003 )

1) Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat

menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan

tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.

2) Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul

bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada

stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita

gangguan ritme jantung.( Chalela Julio and Smith Teresa, 1997 )

3) Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik

dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.

4) Nyeri kepala

5) Gangguan fungsi menelan dan asprasi

b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama): ( Anonim, 2002 )

1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama, merupakan salah satu

komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang

lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang

33

Page 34: Refrat Stroke

menggunakan pipa nasogastrik. ( Chalela Julio and Smith Teresa,

2000 )

2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada

saat penderita mulai mobilisasi. ( Chalela Julio and Smith Teresa,

2000 )

3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.

Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien

stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke

ini.

4. Stroke rekuren

5. Abnormalitas jantung

6. Deep vein Thrombosis (DVT)

7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

c.Komplikasi jangka panjang

1) Stroke rekuren

2) Abnormalitas jantung

3) Kelainan metabolik dan nutrisi

4) Depresi

5) Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

( Smith Teresa, 2000 )

B. REHABILITASI MEDIS PADA PASIEN

STROKE

Stroke adalah penyebab kematian ketiga dan penyebab kecacatan jangka

panjang di Amerika Serikat. Kurang lebih 4 juta orang Amerika hidup dengan

stroke dan segala efeknya. Menurut National Stroke Association, pada penderita

stroke :

10% sembuh total

34

Page 35: Refrat Stroke

25% sembuh dengan sedikit gangguan minor

40% didapatkan gangguan tingkat sedang hingga lanjut yang memerlukan

perawatan khusus

10% memerlukan perawatan khusus dengan perawat di rumah atau melalui

fasilitas jangka panjang (long-term facility)

15% meninggal

14% mengalami stroke ulangan satu tahun pasca stroke yang pertama

(National Institutes of Neurological and Disorder of Stroke, 2007)

Aspek dari stroke yang memerlukan rehabilitasi medis, antara lain:

1. Kelemahan (hemiparesis) atau paralisis (hemiplegia), bisa terjadi pada salah

satu sisi yang dapat mempengaruhi tubuh secara keseluruhan.

2. Spastisitas, kekakuan otot,dan nyeri akibat spasme otot.

3. Masalah yang berkaitan dengan keseimbangan dan koordinasi tubuh.

4. Masalah yang berkaitan bahasa.

5. Mengabaikan salah satu sisi tubuh (bodily neglect or inattention)

6. Nyeri dan masalah yang berkaitan dengan sensasi tubuh.

7. Masalah yang berkaitan dengan memori, kemampuan berfikir, perhatian, dan

belajar.

8. Kesulitan menelan

9. Masalah berkaitan dengan control terhadap bowel atau bladder

10. Fatigue

11. Emosi yang labil

12. Depresi

13. Kesulitan menyelesaikan tugas sehari-hari

14. Mengabaikan efek dari stroke itu sendiri

(Joel Stein et al, 2009)

I. Tujuan Rehabilitasi Medis

35

Page 36: Refrat Stroke

Tujuan utama dari rehabilitasi medis adalah memungkinkan penderita

untuk kembali normal dan mendapatkan kemandirian dan produktivitas seoptimal

mungkin. Penderita stroke biasanya memerlukan rehabilitasi yang komplek.

Walaupun kemampuan fungsional dapat didapatkan kembali segera setelah

serangan stroke, penyembuhan adalah proses yang terus menerus.(Anonim,2007)

Keberhasilan rehabilitasi tergantung pada:

Tingkat kerusakan otak

Skill dari tim rehabilitasi medis

Kerja sama keluarga dan teman penderita. Perhatian dan dukungan

dari keluarga adalah factor terpenting di dalam rehabilitasi medis

Waktu rehabilitasi. Semakin awal memulai program rehabilitasi, akan

semakin besar peluang mendapatkan kembali kemampuan dan skill penderita

yang hilang (Anonim,2007)

.

II. Progam dan Tim Rehabilitasi Medis Pasien Stroke

Beberapa tipe dari program rehabilitasi

1. Hospital programs yaitu pada perawatan fase akut atau rehabilitasi di rumah

sakit.

2. Perawatan jangka panjang dengan tim rehabilitasi yang terlatih (Long-term

care facility)

3. Out patient programs

4. Home-based programs

(Anonim,2008)

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan

3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

36

Page 37: Refrat Stroke

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat

orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

(Anonim,2008)

Tim rehabilitasi:

1. Dokter (spesialis rehabilitasi medis, neurologists, internis, ahli geriatri dan

dokter keluarga)

2. Perawat rehabilitasi medis (Rehabilitation nurses)

3. Physical therapists : membantu untuk mengembalikan fungsi fisik penderita

dengan evaluasi dan pemecahan terhadap masalah yang berkaitan dengan

gerakan, keseimbangan, dan koordinasi.

4. Occupational therapists: melatih kemampuan untuk beraktifitas sehari hari

5. Speech-language pathologists: memberikan terapi wicara dan meningkatkan

kemampuan berbahasa.

6. Pekerja sosial medis

7. Psikolog: menangani kesehatan mental dan emosi pasien

8. Therapeutic recreation specialists: membantu pasien untuk kembali menekuni

aktifitas yang mereka sukai seperti sebelum stroke.

(Anonim,2008)

III. Pola Pendekatan Rehabilitasi Medik Stroke

Intensitas dari pelayanan rehabilitasi adalah prediktor kesembuhan pasien

stroke yang paling sederhana, terutama pada permulaan terapi hingga terapi yang

intensif. Pola pendekatan yang sering digunakan, secara garis besar dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Compensatory Approach

Compensatory Approach adalah pola pendekatan unilateral dimana

tujuan dari pola pendekatan ini adalah untuk membentuk suatu kompensasi

dari sekitarnya yang memungkinkan kemandirian yang lebih besar dari

37

Page 38: Refrat Stroke

penderita dan mengurangi ketunaan. Pola pendekatan ini secara langsung

diperlukan untuk mendukung fungsi eksekutif penderita. Akan tetapi, pada

pendekatan ini, tidak menuntut teratasinya disfungsi eksekutif itu sendiri

(David A. Gelber et al, 1995).

2. Neuro Developmental Treatment (NDT) Approach

Pendekatan Neuro-Developmental Treatment (NDT) adalah

pendekatan berdasar pemecahan masalah, yaitu pada pemeriksaan dan terapi

terhadap gangguan (impairments) dan keterbatasan fungsional (functional

limitations) dari individu dengan kelainan neurogis, pasien anak dengan CP,

dan pasien dewasa dengan stroke atau trauma pada otak. Pada pasien tersebut

terdapat kelainan postur dan gerakan yang menimbulkan keterbatasan

aktifitas. NDT memfokuskan pada analisis dan terapi terhadap gangguan dari

sensorimotor dan keterbatasan fisik dimana physical therapists (PT),

occupational therapists (OT), dan speech and language pathologists (SLP)

berada. Pendekatan NDT merupakan pola pendekatan bilateral yang

didasarkan pada inhibisi reaksi postural yang abnormal, fasilitasi reaksi

postural yang normal dan re-learning (Janet M Howle, 2002).

Pemeriksaan dan evaluasi yang menyeluruh merupakan dasar dari

terapi ini. Pemeriksaan dimulai dengan identifikasi terhadap kemampuan

pasien dan keterbatasannya. Pendekatan NDT menganggap individu sebagai

satu kesatuan dan mengenali bahwa setiap ekspresi dari seseorang –psikologi,

emosi, kognisi, persepsi, dan fisik- bernilai dan berkontribusi terhadap

berbagai macam fungsi. Pemeriksaan memfokuskan pada identifikasi

fungsional pasien dan keterbatasan mereka. Juga menganalisis hasil evaluasi,

mengutamakan efektifitas postur dan gerakan, serta menyimpulkan efek

sistemik yang mempengaruhi dari fungsi (Janet M Howle, 2002).

Hasil yang diharapkan dari intervensi NTD adalah pasien dapat

menggunakan posture yang baru atau mendapatkan kembali postur atau

38

Page 39: Refrat Stroke

gerakan sehingga kemampuan hidup yang efektif dapat didapatkan kembali.

Strategi ini dapat mengurangi gangguan sekunder yang dapat menyebabkan

keterbataasan dan kecacatan lainnya (Janet M Howle,2002).

Pendekatan dengan NTD berlanjut semakin lengkap karena adanya

informasi yang baru, teori baru, dan model yang konsisten pada clinical

evidence yang bertumpu pada ilmu pengetahuan tentang gerakan (movement

sciences). Sebagai tambahan, karena terjadi perubahan karekteristik dari

populasi dengan kelainan system saraf pusat, pola pendekatan ini akan

berkembang memenuhi kebutuhan pasien (Janet M Howle,2002).

Berdasarkan uji control dan trial, dari kedua macam pola pendekatan

tersebut tidak ada yang lebih unggul dibandingkan metode pendekatan yang

lain. Tidak ada perbedaan dalam efektikitas terapi berdasarkan pendekatan

neurodevelopmental maupun nonneurodevelopmental. Efektifitas keduanya

sama berkaitan dengan status fungsional dan kualitas hidup dari pasien post

stroke selama 1 tahun sejak onset pertama stroke. Keduanya tidak didapatkan

perbedaan yang signifikan pada skor cara berjalan, kemampuan motor

ekstremitas atas, ataupun skor pengukuran tingkat ketergantungan (Functional

Independence Measure/FIM) dimana pengukuran dilakukan selama perawatan

di rumah sakit, dan setelah follow up 6-12 bulan. Tidak terdapat perbedaan

yang signifikan lama perawatan (length of stay) rehabilitasi medis antara

keduanya. Data ini menunjukkan bahwa baik pendekatan compensatory dan

NDT keduanya mempunyai efektifitas yang sama dalam mengatasi

hemiparesis pada stroke, yaitu pada functional outcomes, gait measures, and

upper extremity motor skill ( T. Hafsteinsdottir et al, 2005).

IV. Pedoman Dasar Penanganan Post Stroke

39

Page 40: Refrat Stroke

Terapi rehabilitasi dimulai saat perawatan akut RS setelah kondisi

kesehatan pasien stabil (sering terjadi pada 24-48 jam setelah serangan stroke).

(National Institut of Health, 2008)

1-3 hari Bedside

Positioning. Pasien dianjurkan untuk sering mengubah posisi

sementara dia berbaring di tempat tidur.

Pressure areas (kurangi tekanan pada daerah yang sering

tertekan, misal : lutut, sakral)

Awali dengan latihan PROM (Passive Range of Motion) dan

AROM (Active Range of Motion). PROM adalah suatu

pergerakan dimana terapist secara aktif membantu gerakan

pasien pada suatu anggota tubuhnya secara berulang,

sedangkan AROM adalah suatu pergerakan yang dilakukan

oleh pasien tanpa bantuan dari penterapi. Hal ini bertujuan

untuk memperkuat anggota badan yang mengalami

kerusakan akibat stroke.

3-5 hari Evaluate ambulation. Menilai kemampuan pasien dalam

menggerakkan anggota tubuhnya.

Evaluate ST/OT. Menilai kemampuan pasien dalam hal

berbicara dan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Berikan sling jika terjadi subluksasi bahu

7-10

hari

Aktivitas berpindah. Pasien berpindah mulai bangun dari

posisi tidur ke posisi duduk, kemudian berpindah dari tempat

tidur ke kursi.

Aktivitas sebelum berjalan. Setelah aktivitas berpindah

berhasil dilakukan, pasien berusaha berdiri dari kursi dan

melatih kekuatan tungkainya untuk persiapan berjalan.

40

Page 41: Refrat Stroke

Latihan ADL : latihan perawatan pagi hari seperti mandi,

berpakaian, dan menggunakan toilet.

Evaluasi psikologi. Menilai gangguan emosional pasien

seperti adanya perasaan takut, gelisah, frustasi, marah, dan

perasaan sedih karena kehilangan kemampuan fisik dan

mental mereka.

Komunikasi, menelan. Pada pasien stroke akan mengalami

kelainan pada fungsi kognitif dan komunikasi, kemampuan

berbahasa dan kemampuan untuk menelan. Maka diperlukan

Speech therapist untuk melatih pasien ini.

2-3

minggu

Team / family planning. Untuk merawat dan mengembalikan

keadaan dan fungsi anggota tubuh pasien stroke diperlukan

suatu team yang multidisipliner. Team rehabilitasi tersebut

terdiri dari psikiater, ahli saraf, ahli neuropsikologi, ahli

psikologi, perawat, case manager, pekerja sosial, physical

therapist, ocupational therapist, speech therapist, ahli gizi,

ahli terapi rekreasi.

Therapeutik home evaluation

3-6

minggu

Home program. Pasien diharapkan dapat menyesuaikan

program rehabilitasinya dan mengikuti sesuai jadwal nya

sendiri. Kekurang dari home program adalah peralatan

khusus yang kurang untuk melakukan terapi. Namun,

perawatan dirumah memberikan kesempatan pasien untuk

melatih kemampuannya dan mengembangkannya dalam

lingkungan hidup yang sebenarnya.

Independent ADL dan Transfer dan mobility. Pasien

diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan

berpindah tempat maupun berjalan tanpa bantuan orang lain

41

Page 42: Refrat Stroke

(berusaha mandiri).

10-12

minggu

Follow up untuk mengetahui seberapa besar perkembangan

hasil dari terapi pasien.

Review Fungctional Abilities. Memberikan tes untuk menilai

sampai dimanakah kemampuan pasien dalam menggunakan

fungsi anggota tubuhnya.

Discuss of rehabilitation Team and Family.

V. Program Post Stroke

1. Fisioterapi

Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi

pasien untuk dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai

metode intervensi fisioterapi seperti pemanfaatan electrotherapy, hidrotherapy ,

exercise therapay (Bobath method, Proprioceptive Neuromuscular Facilitation,

Neuro Developmental Treatment, Sensory Motor Integration, dll.) telah terbukti

memberikan manfaat yang besar dalam mengembalikan gerak dan fungsi pada

pasien pasca stroke. Akan tetapi peran serta keluarga yang merawat dan

mendampingi pasien juga sangat menentukan keberhasilan program terapi yang

diberikan. Kemampuan anggota keluarga memberikan penanganan akan

berdampak sangat baik bagi pemulihan pasien (Jowir,2008).

Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah proses

pembelajaran sensomotorik pada pasien. Akan tetapi interaksi antara pasien dan

fisioterapis amat sangat terbatas, lain halnya dengan keluarga pasien yang

memiliki waktu relatif lebih banyak. Dampak lain adalah jika pemahaman

anggota keluarga kurang tentang  penanganan pasien stroke maka akan

menghasilkan proses pembelajaran sensomotorik yang salah pula. Hal ini justru

akan memperlambat proses perkembangan gerak (Jowir,2008).

42

Page 43: Refrat Stroke

Ada beberapa bentuk metode atau tipe latihan yang dapat diaplikasikan

oleh pasien stroke diantaranya adalah :

a.) Conservative/Tradisional :

Metode latihan ini terkesan umum dan latihan-latihannya pun didasarkan

penekanan pada pencegahan & perawatan kontraktur dengan mempertahankan

luas gerak sendi atau latihan Range Of Motion (ROM exercises).

Memperkenalkan mobilisasi dini ke pasien dengan cara pengoptimalan sisi yang

sehat untuk mengkompensasi sisi yang sakit. Tipe jenis latihannya adalah

penguatan dengan menggunakan tahanan (Jowir,2008).

b.) Propioseptive Neuromuscular Fascilitation (Metode PNF)

Metode latihan ini bertujuan untuk merangsang respon mekanisme neuromuskuler

melalui stimulasi proprioseptor. Bertujuan memfasilitasi pola gerakan sehingga

mencapai “functional relevant” dengan tujuan memfasilitasi irradiasi impuls

untuk tubuh bagian lain yang berhubungan dengan gerakan utama. Menggunakan

rangsangan proprioseptif (streetching/peregangan otot, active movement/gerakan

sendi dan resisted/tahanan terhadap kontraksi otot sebagai input sensorik yang

didesain untuk memfasilitasi kontraksi otot spesifik) (Jowir,2008).

Tehnik-tehnik dari PNF dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pemberian tahanan maksimal

2. Traksi & aproksimasi sendi

3. Quick stretch

4. Cutaneous pressure (hold & grip)

5. Gerakan sinergis (untuk memperkuat gerakan yang lemah)

6. Mempergunakan aba-aba yang sederhana (verbal)

7. Pola gerak : spiral – diagonal

(Jowir, 2008)

c.) Movement Therapy/Brunnstorm

43

Page 44: Refrat Stroke

Konsepnya adalah reedukasi otot menggunakan latihan refleks. Dasar teorinya

adalah kerusakan susunan syaraf pusat telah menyebabkan evolusi terbalik &

regresi kembali ke pola gerak filogenetik yang lebih tua (terjadi sinergi dan

refleks primitive). Sinergi & refleks primitive ini dianggap sebagai bagian normal

dari proses penyembuhan sebelum terbentuk pola baru. (Jowir,2008)

2. Okupasi terapi

Okupasi terapis mendesain sebuah aktivitas yang bersifat terapeutik

atau bertujuan. Memberikan latihan dalam perawatan diri maupun latihan untuk

dapat mandiri dan kembali bekerja. Salah satu intervensi yang penting adalah

melatih keluarga atau orang lain yang merawat penderita tentang beberapa cara

mencegah komplikasi, memotivasi penderita untuk melakukan

kegiatan/aktifitas. Adapun program yang diberikan meliputi: (Fahrudin,2008)

a. Program Kognitif

Pelaksanaan program ini terdiri dari beberapa komponen, antara lain;

(Oliver Godefroy,2005)

1. Arousal

Pasien dilatih untuk memberikan respon secara konsisten pada sensori input,

misal; membuka mata, gerakan mata mengikuti suatu benda.

2. Orientasi

Pasien dilatih untuk mengidentifikasi orang, tempat dan waktu serta situasi.

3. Attending Behaviour

Pasien dilatih untuk memfokuskan perhatian pada objek/target di lingkungan

sekitar

4. Recognition (pengenalan)

Pasien dilatih untuk dapat mengenal suatu objek, wajah, dan lainnya yang

sebelumnya sudah diperlihatkan.

44

Page 45: Refrat Stroke

5. Memori

Pasien dilatih untuk memanggil kembali informasi yang sudah diberikan pada

waktu yang sebentar atau yang sudah lama tersimpan.

6. Kategorisasi

Pasien dilatih untuk mengkategorikan objek dan konsep.

7. Concept formation

Pasien dilatih untuk membayangkan kualitas serta arti dari suatu objek atau

peristiwa kemudian menggambarkannya kualitas dan arti tersebut pada semua

objek atau peristiwa yang tepat.

8. Sequencing

Pasien dilatih dalam menyusun informasi atau objek menurut peraturan yang

khusus, atau kemampuan untuk menyusun informasi atau objek dengan cara

yang logis.

9. Problem Solving

Pasien dilatih untuk mengenal masalah, menjabarkan masalah,

mengidentifikasi alternatif rencana, memilih rencana, menyusun tahap-tahap

perencanaan, mengerjakan rencana tersebut, serta mengevaluasi hasil.

10. General Learning

Pasien dilatih untuk dapat menerima informasi, peraturan-peraturan, strategi-

strategi dalam mempelajari sesuatu dan menerapkannya pada situasi yang

mirip secara tepat.

11. Integration of Learning

Pasien dilatih untuk dapat menerapkan konsep dan perilaku yang sebelumnya

sudah dipelajari ke dalam situasi yang baru.

12. Synthesis of Learning

Pasien dapat menerapkan konsep dan perilaku yang dipelajari sebelumnya ke

dalam situasi yang baru.

45

Page 46: Refrat Stroke

b. Program Sensorik

Program ini meliputi komponen-komponen antara lain:

1. Sensori awareness : pasien dilatih unruk dapat menerima, mendeteksi,

megorientasi, dan melokasikan sensori.

2. Proses sensori, yang meliputi;

a. Tactile

Pasien dilatih untuk dapat menganalisa, membedakan serta melokasikan

rangsangan dari reseptor sentuhan pada kulit termasuk membedakan jari-jari.

b. Propioceptive

Pasien dilatih untuk menginterprestasikan rangsangan dari otot-otot, sendi

serta jaringan-jaringan lain di dalam yang berhubungan dengan posisi dari

bagian anggota tubuh dengan lainnya.

c. Vestibular

Pasien dilatih dalam mengiterpretasikan stimuli dari reseptor bagian dalam

telinga tentang posisi dari kepala ke badan, kepala ke arah vertikal, akselerasi

dan deselerasi.

d. Visual

Pasien dilatih untuk menginterprestasikan, membedakan, dan melokalisasi

rangsangan lewat mata termasuk penggunaan peripheral dan fokus ketajaman

mata dalam respon terhadap sinar atau gelap, fiksasi, tracking dan scanning.

e. Auditory

Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi rangsangan

dari reseptor-reseptor auditory di dalam telinga.

f. Gustatory

46

Page 47: Refrat Stroke

Pasien dilatih untuk menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi dari

reseptor-reseptor rasa di mulut.

g. Olfactory

Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan

rangsangan dari reseptor-reseptor pembauan di dalam hidung.

h. Temperatur

Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan

rangsangan dari reseptor-reseptor suhu di kulit.

i. Vibration (getaran)

Pasien dilatih dalam menginterprestasikan, membedakan dan menempatkan

rangsangan dari reseptor-reseptor getaran di dalam kulit.

3. Keterampilan sensori, yang meliputi;

a. Stereognosis

Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi suatu objek (ukuran, bentuk,

tekstur) melalui sentuhan.

b. Graphestesia

Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi simbol-simbol atau bentuk tulisan

melalui sentuhan pada kulit.

c. Kinesthesia

Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi arah dan tujuan gerakan sendi.

d. Body Scheme

Pasien dilatih untuk dapat menghubungkan internal awareness dengan bagian

tubuh-tubuh lainnya, termasuk membedakan bagian kanan dan kiri serta

membedakan bagian-bagian tubuh.

e. Form Constancy

Pasien dapat mengenal bentuk-bentuk dan objek pada berbagai jenis, posisi

dan ukuran secara keseluruhan.

f. Spatial Relationship

47

Page 48: Refrat Stroke

Pasien dilatih untuk dapat menerima dirinya dalam hubungannya dengan

objek lain atau oebjek yang berhubungan dengan dirinya.

g. Orientasi Thopografik

Pasien dilatih untuk dapat menentukan lokasi objek melalui rute lokasi yang

diberikan.

h. Visual Closure

Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi objek atau bentuk yang tidak

lengkap.

i. Figure Ground

Pasien dilatih untuk dapat membedakan bagian depan dan belakang dari suatu

objek.

c. Program Motorik

Pelaksanaan program ini meliputi berbagai komponen sebagai berikut:

(Scottish Intercollegiate Networks, 2002)

1. Kematangan reflek;

Pasien dilatih untuk mematangkan reflek primitif dan integrasi sensori.

2. Range of Motion (Lingkup Gerak Sendi);

Pasien dilatih untuk dapat menggerakan semua sendi dalam batas normal.

3. Muscle tone (tonus otot), kekuatan, dan endurance (daya tahan);

Pasien dilatih untuk dapat memperoleh kembali tonus yang normal,

meningkatkan kekuatan otot,

serta meningkatkan durasi ketahanan otot.

4. Kontrol postural;

Pasien dilatih untuk dapat mempertahankan posisi dan kelurusan dari kepala,

leher, trunk dan kelurusan ekstremitas saat dilakukan reaksi equilibrium.

5. Perkembangan motorik kasar;

48

Page 49: Refrat Stroke

Pasien dilatih untuk dapat melakukan gerakan motorik kasar seperti;

berguling, duduk, berdiri, berlari, skipping, loncat dll.

6. Koordinasi motorik kasar;

Pasien dilatih untuk menggunakan group otot yang besar untuk mengontrol

gerakan seperti bilateral standing, reciprocal leg movement dalam bersepeda,

melempar bola, dan menangkap bola.

7. Koordinasi motorik halus; manipulasi, dan ketangkasan;

Pasien dilatih untuk dapat mengontrol gerakan seperti; mengambil pulpen,

menulis surat, memutar mur dan baut.

8. Hand Skills;

Pasien dilatih untuk dalam melakukan dan mempertahankan fungsi tangan

dalam hal pola memegang (grasp pattern).

d. Program Psikososial

Pelaksanaan program ini meliputi; ( Joel Stein et al,2005 )

1. Keterampilan psikologi;

Pasien dilatih untuk memiliki identitas diri, konsep diri, mood yang baik,

minat, inisiasi aktivitas, terminasi aktivitas, stres manajemen, kontrol diri,

kemampuan diri yang realistis, dan ekspresi diri.

2. Keterampilan sosial;

Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan baik, bersosialisasi, memiliki

peran yang sesuai, berparitisipasi dalam group, serta hubungan interpersonal.

e. Terapi Group

Pelaksanaan program terapi group ini adalah melatih pasien, khususnya pada

komponen-komponen sebagai berikut;

1. Hubungan sosial

49

Page 50: Refrat Stroke

Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi menggunakan kesopanan, kontak mata,

gerak-gerik, mendengar, serta ekspresi diri yang tepat dan benar dalam

berhubungan dengan aktivitas-aktivitas sosial.

2. Sosialisasi dan percakapan

Pasien dilatih untuk dapat menggunakan verbal dan nonverbal komunikasi

dalam berinteraksi di dalam berbagai kegiatan sosial.

3. Perilaku peran

Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi peran-peran yang dapat diterima

oleh masyarakat/sosial.

4. Dyadic interaction (hubungan satu – satu)

Pasien dilatih untuk dapat memelihara dan berpartisipasi dalam hubungan one

to one, berupa kerjasama dengan satu orang dalam menyelesaikan suatu

aktivitas.

5. Interaksi antar group

Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan berbagai group yang berbeda.

3. Speech terapy

Speech therapy adalah penyediaan pelayanan yang diberikan oleh

health care profesional untuk membantu seseorang dalam memperbaiki

komunikasi. Didalamnya meliputi bagaimana membuat suara dan bahasa,

termasuk pengertian dan pemilihan kata yang digunakan. Pelayanan speech

therapy diberikan oleh speech therapist, yang mengetahui kelainan ucapan dan

bahasa. Speech therapist adalah seseorang yang tamat dari pendidikan tinggi,

misalnya perawat, dokter atau occupational therapists. Program speech therapy ini

selalu berkembang, sehingga seorang terapis harus selalu mengikuti

perkembanganya (Farida Aini, 2008).

Tujuan utama dari speech therapy adalah mengembalikan kemampuan

dalam berkomunikasi yang akurat. Tujuan spesifik meliputi :

50

Page 51: Refrat Stroke

1. Kejelasan dalam ucapan.

2. Kemampuan untuk mengerti kata-kata sederhana.

3. Kemampuan membuat perhatian.

4. Kemampuan mengeluarkan kata-kata yang solid/jelas dan dapat

dimengerti.

Gangguan berbicara dapat kita masukkan dalam tiga kelompok, yaitu ;

1. Gangguan artikulasi (Articulation disorders)

Gangguan artikulasi juga diketahui sebagai gangguan phonologikal, melibatkan

ketidakmampuan individu menghasilkan suara yang jelas dan kesulitan

mengkombinasikan bunyi yang serasi dengan kata-kata. Timbul bunyi yang tidak

lazim seperti penggantian, penghilangan, penyimpangan atau penambahan kata-

kata sehingga kalimat kurang bisa dimengerti. Gangguan ini dapat dikategorikan

menjadi 2 yaitu ; gangguan artikulasi motorik (terjadi kerusakan di susunan otak

pusat atau perifer), dan gangguan artikulasi fungsional (ini belum diketahui

penyebabnya).

2. Gangguan kelancaran berbicara (fluency disorders)

Ganggan komunikasi yang diakibatkan adanya perpanjangan atau pengulangan

dalam memproduksi bunyi suara. Gangguan kelancaran berbicara termasuk dalam

abnormalitas kelancaran aliran suara yang keluar, contohnya adalah gagap.

3. Gangguan suara (voice disorders)

Gangguan suara merupakan gangguan berkomunikasi yang diakibatkan oleh

adanya ketidakmampuan memproduksi suara (fonasi) secara akurat. Hal ini

biasanya disebabkan oleh abnormalitas fungsi laring, saluran pernafasan.

Terdapat ketidakmampuan menghasilkan suara yang berkualitas, nada, resonan

dan durasi yang efektif.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal-hal

sebagai berikut :

51

Page 52: Refrat Stroke

1. Disatria (kesulitan berbicara akibat kasus neurologik), ditunjukkan dengan

berbicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang

bertanggungjawab untuk menghasilkan bicara.

2. Disfasia atau afasia (hilangnya kemampuan mengekspresikan diri sendiri atau

mengerti bahasa), terutama ekspresif (ketidakmampuan untuk mengekspresikan

diri; dihubngkan dengan area lobus frontal) atau reseptif (ketidakmampuan

mengerti apa yang dikatakan orang lain; sering dihubungkan dengan lobus

temporal kiri).

a. Aculcullia ; dyscalculia adalah kesukaran dalam mengerjakan matematika

atau simbul-simbul angka umum

b. Agnosia adalah kegagalan untuk mengenali benda-benda yang sudah

dikenal sebelumnya dengan merasakannya melalui indera. Macam-macamnya

adalah ; auditory agnosia, color agnosia, tactile agnosia dan visual object

agnosia.

c. Agraphia, dysgraphia adalah gangguan kemampuan menulis kata-kata

d. Alexia; dyslexia adalah kesukaran membaca

e. Anomia, dysnomia adalah kesukaran menyeleksi kata-kata yang tepat

terutama kata benda.

f. Paraphasia adalah menggunakan kata-kata yang salah, pengantian

kata,kesalahan tata bahasa, diobservasi pada bahasa dengan mulut dan tulisan.

g. Perseveration adalah pengulangan terus menerus dan otomatis pada satu

aktivitas atau kata atau kalimat yang tidak tepat.

3. Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),

seperti terlihat saat klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir

rambutnya.

Verbal apraxia adalah kesukaran dalam pembentukan dan

menghubungkan katakata yang dimengerti walaupun susunan otot-otot utuh.

52

Page 53: Refrat Stroke

Pada dasarnya terdapat minimal empat hal yang harus dilakukan pada

klien aphasia, yaitu sebagai berikut ;

1. Meningkatkan harga diri positif

Klien aphasia harus banyak diberikan pengalaman psikologis karena cenderung

mengalami depresi, marah, frustasi, takut akan masa depan dan hilangnya

harapan. Oleh karena itu dibutuhkan kesabaran dan pengertian dari lingkungan

sekitar. Perawat harus menerima klien apa adanya, tidak memaksakan hal yang

tidak klien bisa, berikan dukungan, ciptakan lingkungan tenang, serba

membolehkan dan anjurkan klien bersosialisasi.

2. Meningkatkan kemampuan komunikasi

Klien aphasia perlu dipimpin untuk dalam upaya meningkatkan ketrampilan

berkomunikasi. Petingnya peningkatan kemampuan berbicara, menulis, membaca

dan berbahasa. Klien dapat dibantu dengan papan komunikasi, gambar-gambar

sesuai kebutuhan.

3. Meningkatkan stimulasi pendengaran

Klien dianjurkan untuk mendengar dengan teliti. Berbicara adalah berfikir keras

dan penekanya pada berfikir. Klien harus berfikir dan menyusun pesan-pesan

yang masuk dan merumuskan suatu respon. Perawat harus ingat saat berbicara

dengan klien harus memperhatikan klien dan membicarakan hal-hal pokok pikiran

saja.

4. Membantu koping keluarga

Sikap keluarga merupakan hal penting dalam menolong klien meyelesaikan

masalahnya. Oleh karena itu anggota keluarga didorong untuk melakukan secara

alamiah dan menyenangkan klien dengan cara yang sama seperti sebelum sakit.

Mereka harus sadar akan kemampuan klien dalam berbicara sehingga keluarga

dapat memaklumi jika klien mogok bicara bila kontrol emosi menurun atau

menangis dan tertawa tanpa sebab. Jelaskan adanya kelompok pendukung seperti

53

Page 54: Refrat Stroke

perkumpulan stroke, kelompok terapi aphasia, dapat membantu dalam sosialisasi

dan memotivasi klien untuk menurunkan kecemasan dan ketegangan.

4. Terapi bladder: treatment inkontinensia urin

Inkontinensia urin adalah gangguan eliminasi urin (incontinensia urin)

yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif,

ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Terapi ini bertujuan agar pasien mampu

mengontrol eliminasi urinya. Pada terapi ini direncanakan beberapa terapi

seperti :

a) Mengidentifikasi pola berkemihnya

b) Pembatasan input cairan selama malam hari

c) Mengajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan

kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)

d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal

yang telah direncanakan

e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per

hari bila tidak ada kontraindikasi)

(Scottish Intercollegiate Networks, 2002)

Tujuan dari tindakan tersebut antara lain :

a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih

yang berlebih

b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis

c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih

54

Page 55: Refrat Stroke

d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume

urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih

e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan

batu ginjal.

(Scottish Intercollegiate Networks, 2002)

5. Terapi bowel: treatment inkontinensia alvi

Inkontinensia alvi adalah gangguan eliminasi alvi (konstipasi)

berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat. Terapi ini

bertujuan agar pasien tidak mengalami konstipasi, dapat defekasi secara spontan

dan lancar tanpa menggunakan obat. (Scottish Intercollegiate Networks, 2002)

Rencana tindakan :

a) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi

b) Auskultasi bising usus

c) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi

e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien

f) Pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)

Tujuan tindakan tersebut adalah :

a) Pasien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik

c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi

reguler

d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang

sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler

e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto

abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik

55

Page 56: Refrat Stroke

f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan

massa feses dan membantu eliminasi

6. Terapi ganguan integritas kulit

Gangguan integritas kulit adalah gangguan integritas kulit berhubungan

dengan tirah baring lama. Tujuannya adalah pasien mampu mempertahankan

keutuhan kulit. (Scottish Intercollegiate Networks, 2002).

Rencana tindakan :

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika

mungkin

b) Rubah posisi tiap 2 jam

c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang

menonjol

d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan

pada waktu berubah posisi

e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap

kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi

f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap

kulit

Tujuan :

a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

f) Mempertahankan keutuhan kulit

7. Psikoterapi

56

Page 57: Refrat Stroke

Pada stroke, gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang

paling sering ditemukan. Sekitar 15%-25% pasien stroke dalam komunitas

menderita depresi, sedangkan pasien stroke yang dirawat di rumah sakit, sekitar

30%-40% menderita depresi (Amir, 2005).

Depresi Pasca Stroke (DPS)

Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah

gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda pada masing-masing individu.

Fenomenologi simptom depresi fungsional hampir sama dengan symptom DPS.

Sekitar 50% pasien yang memenuhi kriteria diagnostik untuk DPS melaporkan

adanya kesedihan, kecemasan, ketegangan, kehilangan minat, terbangun dini hari,

hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan, sulit berkonsentrasi dan

berpikir, serta pikiran-pikiran tentang kematian (Amir, 2005).

Depresi perlu diidentifikasi secara dini, makin dini penatalksanaan

makon baik prognosisnya. medikasi, psikoterapi, kombinasi keduanya, Terapi

kejang Listrik (TKL), terapi cahaya, atau terapi gabungan antara terapi cahaya

dan medikasi (Amir, 2005).

Patofisiologi Depresi Pasca Stroke

Penyebab pasti belum diketahui. Ada dugaan DPS disebabkan oleh

disfungsi biogenik amin. Badan sel serotoni-nergik dan noradrenergik terletak di

batang otak dan ia mengirim proyeksinya melalui bundel forebrain media ke

korteks frontal. Lesi yang mengganggu korteks prefrontal atau ganglia basalis

dapat merusak serabut-serabut ini. Ada dugaan DPS disebabkan oleh deplesi

serotonin dan norepinefrin akibat lesi frontal dan ganglia basalis (Amir, 2005).

Respons biokimia terhadap lesi iskemik bersifat lateralisasi. Lesi

hemisfer kiri menyebab-kan penurunan biogenik amin tanpa adanya kompensasi

peninggian regulasi serotonin akibatnya, gejala depresi dapat muncul. Sebaliknya

57

Page 58: Refrat Stroke

lesi hemisfer kanan menyebabkan pe-ninggian regulasi serotonin (karena

mekanisme kompensasi yang bersifat protektif terhadap depresi (Amir, 2005).

Depresi juga dihubungkan dengan ketidakseimbangan neuro-

hormonal. Teori neurofisiologik penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin

terdapat hipometabolisme di lobus frontal atau menyeluruh pada depresi atau

beberapa abnormalitas fundamental ritmik sirkadian pada pasien depresi (Amir,

2005).

Klasifikasi DPS

1. Lesi Korteks dan Subkorteks

Tidak terdapat kejadian depresi yang bermakna antara lesi di korteks

dengan subkorteks. Tetapi prevalensi depresi lebih tinggi secara

bermakna pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di

hemisfer kanan. Bila dilihat lebih jauh, pasien dengan lesi korteks

frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi dibendingkan

dengan pasien dengan lesi korteks frontal kiri posterior (Amir, 2005).

2. Lesi Sirkulasi Serebri Media dan Posterior

Lesi sikulasi serebri posterior dibagi lagi menjadi hemisfer temporo-

oksipital dari lesi batang otak / serebelum. Depresi mayor/minor

terjadi pada serebri media berbeda dengan lesi di batang

otak/serebelum. Hal ini karena lesi di batang otak biasanya kecil dan

tidak begitu merusak jaras biogenik amin yang berperan penting dalam

memodulasi emosi (Amir, 2005).

3. Lesi Hemisfer Kanan

58

Page 59: Refrat Stroke

Riwayat psikiatrik dalam keluarga pasien dengan lesi hemisfer kanan

yang menderita depresi, lebih tinggi secara bermakna bila

dibandingkan dengan pasien lesi di hemisfer kanan yang tidak depresi.

Meskipun lesi anterior kiri dan posterior kanan berhubungan dengan

depresi pascastroke, tidak semua pasien dengan lesi ini menjadi

depresi. Pasien depresi lebih sering mempunyai riwayat keluarga atau

pribadi menderita depresi dibandingkan dengan pasien non depresi,

lokasi bukanlah faktor tunggal dalam trejadinya depresi pascastroke

(Amir, 2005).

Diagnosis

Gejala klinis depresi :

Gambaran emosi

Mud depresi, sedih atau murung

Iritabilitas, ansietas

Ikatan emosi berkurang

Menarik diri dari hubungan interpersonal

Preokupasi dengan kematian

Ide-ide bunuh diri atau bunuh diri

Gambaran kognitif

Mengritik diri sendiri, perasaan tk berharga, rasa bersalah

Pesimis, tidak ada harapan, putus asa

Bingung, konsentrasi buruk

Tak pasti dan ragu-ragu

Berbagai obsesi

Keluhan somatic

Gangguan memori

Ide-ide mirip waham

59

Page 60: Refrat Stroke

Gambaran vegetatif

Lesu dan tak ada tenaga

Tak bisa tidur atau banyak tidur

Tak mau makan atau banyak makan

Penurunan berat badan atau penambahan berat badan

Libido terganggu

Variasi diurnal

(Amir, 2005)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

a. Pola tidur

Latensi REM memendek waktu antara masuk tidur dengan mulai tidur REM

(indikator paling baik) sering terbangun, terbangun dini hari, penurunan tidur

NREM peningkatan densitas REM (frekuensi gerakan bola mata cepat pada

tidur REM). Semua ini mungkin ciri-ciri orang yang rentan untuk depresi.

b. Kadar TSH dan respons TRH abnormal

Uji stimulasi TSH (TSH turun dan tidak ada respons TSH dan GH terhadap

TRH eksogen, menunjukkan depresi unipolar).

c. Bila setelah pengobatan Dexamethasone suppression test (DST) positif,

merupakan indikator hasil terapi yang buruk.

Semua uji-uji ini sensitivitas dan spesifikasinya tidak cukup baik (terlalu

banyak positif palsu dan negatif palsu)

(Amir, 2005)

Penatalaksanaan Depresi

Terapi Farmakaologi

60

Page 61: Refrat Stroke

Antidepresan

1. Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru.

2. Jika tak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama

pada depresi "atipikal") atau kombinasi beberapa obat jika obat pertama tak

berhasil.

3. Harus hati-hati dengan efek samping dan harus sadar bahwa antidepresan

dapat mempresipitasi episode manik pada beberapa pasien bipolar.

4. Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk

beberapa bulan, kemudian diturunkan.

5. Beberapa pasien membutuhkan obat pemeliharaan jangka panjang. Anti

depresan saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi.

(Amir, 2005)

Antidepresan dan lithium dapat dimulai bersama-sama dan lithium diteruskan

setelah remisi. Pasien psikotik, paranoid atau sangat agitasi membutuhkan

antipsikotik, tunggal atau bersama-sama dengan antidepresan, lithium antipsikotik

atipik juga terlihat efektif (Amir, 2005).

Terapi Non Farmakologi

Psikoterapi

Psikoterapi untuk DPS dapat diberikan secara individu, kelompok, atau

pasangan sesuai dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Beberapa pasien

dan klinisi sangat meyakini manfaat intervensi psikoterapi tetapi ada pula yang

sebaliknya yaitu tidak percaya. Berdasarkan hal ini, keputusan untuk melakukan

psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dokter atau pasiennya.

1. Terapi kognitif (TK)

Depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan ketrampilan dan

memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan. Terapi ini

bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang

61

Page 62: Refrat Stroke

sistematis yaitu mengubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-

pasien depresi.

2. Terapi perilaku

Tujuannya adalah meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien dalam

tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.

3. Terapi kelompok

Beberapa keuntungan terapi kelompok.

1. Biaya lebih murah

2. Ada destigmatisasi dalam memandang orang lain dengan problem

yang sama

3. Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktekkan

ketrampilan perilaku interpersonal yang baru

4. Membantu pasien mengaplikasikan ketrampilan baru

Terapi kelompok sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat jalan

juga lebih efektif untuk depresi ringan. Untuk depresi lebih berat terapi

individu lebih efektif.

4. Terapi perkawinan

Psikoterapi berorientasi tilikan (insight) Jangka terapi cukup lama, dapat

berguna pada pasien depresi minor kronik tertentu dan beberapa pasien

dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik

5. Deprivasi tidur parsial

Bangun mulai di pertengahan malam dan tetap jaga sampai malam berikutnya,

dapat membantu mengurangi gejala-gejala depresi mayor buat sementara

(Amir, 2005).

Terapi Kejang Listrik (TKL)

Menjadi terapi pilihan bila :

a. Obat tak berhasil

62

Page 63: Refrat Stroke

b. Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh diri yang

akut).

c. Pada beberapa depresi psikotik.

d. Pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua

yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan

respons (Amir, 2005).

Latihan fisik

Lari dan berenang dapat memperbaiki depresi, dengan mekanisme

biologis yang belum dimengerti dengan baik. Ketika seorang pasien stroke telah

siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama

periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan

prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di

rumah (Amir, 2005).

Pada akhirnya pasien bisa ditinggalkan di rumah dengan satu atau

lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat

berubah.

Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak

mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan

pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat

diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise

a) Positioning

b) Range of movement

c) Breathing

d) Bridging

2. Latihan duduk

3. Latihan berdiri

63

Page 64: Refrat Stroke

4. Latihan mobilisasi

5. Latihan ADL (activity daily living)

Bed Exercise

Latihan Positioning (Penempatan) yang meliputi :

Berbaring telentang Gerakan menekuk dan

meluruskan siku

Latihan mobilisasi

Latihan pindah

64

Page 65: Refrat Stroke

dari kursi roda ke mobil Latihan berpakaian

Latihan membaca Latihan mengucapkan huruf

A,I,U,E,O

65

Page 66: Refrat Stroke

BAB III

KESIMPULAN

Stroke menurut WHO tahun 1983 adalah sindroma klinis dengan gejala

berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global, yang dapat menimbulkan

kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali

gangguan vaskular. Etiologi stroke ada beberapa macam diantaranya karena

trombosis cerebral, emboli, Hipoxia umum dan Hipoxia setempat, hipoxia yang

parah, perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoidal.

Klasifikasi stroke dapat dibagi berdasarkan penyebab dan berdasarkan

lokasi lesi. Stroke dapat menyebabkan kematian atau kecacatan jangka panjang

dengan segala efeknya. Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari berbagai disiplin ilmu

kedokteran., diantaranya rehab medik. Tujuan utama dari rehabilitasi medis adalah

memungkinkan penderita untuk kembali normal dan mendapatkan kemandirian dan

produktivitas seoptimal mungkin. Penderita stroke biasanya memerlukan rehabilitasi

yang komplek. Penanganan penderita stroke diantaranya fisioterapi, okupasi terapi,

speech terapi, terapi bladder, terapi bowel, terapi ganguan integritas kulit dan

psikoterapi.

66

Page 67: Refrat Stroke

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Nurmiati, 2005. Diagnosis dan Penatalaknasaan Depresi Pascastroke. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Anonim. 2003. Komplikasi pada penderita Stroke. http://www.strokebethesda.com.

Anonim. 2002. Stroke Hemoraghic, Stroke Iskehmik, Serangan Stroke Sesaat http://www.medicastore.com

Anonim. 2007. Pencegahan Stroke Sekunder.www.strokebethesda.com

Anonim. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien Stroke. http://qittun.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_14.html

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta: EGC. Pp : 26-28

Chandra, 1994. Neurologi Klinik. Stroke, Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Unair/ RSUD Dr Soetomo. Pp l:29-31.

Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD. 2007. Cardiac Complication of Stroke.

Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD. 2000. Stroke-related pulmonary complications and abnormal respiratory patterns. J Neurol sci

Christopher Luzzio, MD. 2001. Posterior Cerebral Artery Srtoke. http://www.emedicine.com/Posteriorcerebralstroke

Corwn Elizabeth, 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Daniel I Slater, MD., Sarah A Curtin, MD. 2001. Middle Cerebral Artery Stroke. http://www.emedicine.com/Middlecerebralstroke

67

Page 68: Refrat Stroke

David A. Gelber, M.D. B. Josefczyk, M.D. Denyse Herrman, P.T., M.S. David C. Good, M.D. Steven J. Verhulst, Ph.D. 1995. Comparison of Two Therapy Approaches in the Rehabilitation of the Pure Motor Hemiparetic Stroke Patient. http://nnr.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/4/191

David A Wolk, Brett Cucchiara, and Scott E Kasner. 2001. Anterior serebral Artery Stroke Syndromes.Neurology MedLink.

Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :EGC

Fahrudin. 2008. Program Perkembangan Okupasi Terapi pada Area Tumbuh Kembang di RSU Purworejo.http://cantik-pernik.blogspot.com/2008/12/program-pelayanan-okupasi-terapi-pada.html

Farida Aini. 2008. Speech Therapy pada Klien Stroke. Available at : http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/makalah-speech-therapy.pdf

Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis. Edisi VI, volume II, Jakarta: EGC

Janet M Howle . 2002. Neuro-Developmental Treatment Approach: Theoretical Foundations and Principles of Clinical Practice. http://www.ndta.org

Joel Stein, Richard L Harvey, Richard F Macko .2009. Stroke Recovery and Rehabilitation. http://books.google.co.id/books

John MW., Jose B., Basilar Artery Stroke. 2001. Neurology MedLink

Jowir. 2008. Fisioterapi All in One : Latihan pada Stroke. Available at : http://seripayku.blogspot.com/2008/06/latihan-pada-stroke.html

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2004. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2004. Pp: 274.

Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus. Pp : 36-38

National Institutes of Neurological and Disorder of Stroke. 2007. Stroke Rehabilitation Information. http://www.ahrq.gov/

68

Page 69: Refrat Stroke

National Institut of Health, 2008. Post-Stroke Rehabilitation Fact Sheet. http://www.ninds.nih.gov/

Olivier Godefroy, Julien Bogousslavsky. 2005. The Behavioral and cognitive neurology of stroke . http://books.google.co.id/books.

Smith Teresa L, MD. 2000. Medical Complication of Stroke. A multicenter study, stroke

Scottish Intercollegiate Networks. 2002. Management of Patients with Stroke. http://www.sign.ac.uk/pdf/sign78.pdf

T Hafsteinsdottir, A Algra, L Kappelle, M Grypdonck. 2005. Neurodevelopmental Treatment After Stroke: a Comparative Study http://jnnp.bmj.com/cgi/content/abstract/76/6/788

69