refrat rosacea

22
ROSASEA Oleh: Bella Oktaviani Pembimbing: Dr. Nopriyati, Sp. KK Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNSRI/RSUP Mohammad Hoesin Palembang Pendahuluan Rosasea merupakan penyakit dengan definisi yang masih kurang memuaskan secara keseluruhan sampai saat ini. Penyakit ini dikarakteristikkan oleh eritema pada bagian sentral wajah yang persisten selama berbulan- bulan atau lebih, papul pustular, atau fimatous. Rosaea mengenai permukaan konveks wajah, mulai dari pipi, hidung, dagu hingga dahi. Rosasea cenderung tidak mengenai kulit periokular dan tidak berpotensi serius kecuali bila melibatkan okular. 1,2,3,4 Rosasea sering terjadi pada populasi Kaukasian, namun dapat pula terjadi pada populasi Afrika dan Asia. National Rosacea Society (NRS) menafsirkan sekitar empat belas juta orang Amerika menderita rosasea. Pada suatu studi di Swedia, didapatkan sekitar 10% dewasa menderita rosasea. Di Indonesia sendiri belum diketahui jumlah penderita rosasea. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh perempuan dibanding laki-laki, namun 1

description

refrat rosasea

Transcript of refrat rosacea

Page 1: refrat rosacea

ROSASEA

Oleh:

Bella Oktaviani

Pembimbing: Dr. Nopriyati, Sp. KK

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNSRI/RSUP Mohammad Hoesin Palembang

Pendahuluan

Rosasea merupakan penyakit dengan definisi yang masih kurang

memuaskan secara keseluruhan sampai saat ini. Penyakit ini dikarakteristikkan

oleh eritema pada bagian sentral wajah yang persisten selama berbulan-bulan atau

lebih, papul pustular, atau fimatous. Rosaea mengenai permukaan konveks wajah,

mulai dari pipi, hidung, dagu hingga dahi. Rosasea cenderung tidak mengenai

kulit periokular dan tidak berpotensi serius kecuali bila melibatkan okular.1,2,3,4

Rosasea sering terjadi pada populasi Kaukasian, namun dapat pula terjadi

pada populasi Afrika dan Asia. National Rosacea Society (NRS) menafsirkan

sekitar empat belas juta orang Amerika menderita rosasea. Pada suatu studi di

Swedia, didapatkan sekitar 10% dewasa menderita rosasea. Di Indonesia sendiri

belum diketahui jumlah penderita rosasea. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh

perempuan dibanding laki-laki, namun perubahan fimatous yang berat sering

terjadi pada laki-laki. Perempuan kulit terang lebih sering terkena dibanding kulit

gelap. Rosasea sering terjadi pada umur 30 sampai 50 tahun, namun dapat pula

terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda.1,2,3,4

Meskipun rosasea bukan merupakan penyakit yang mengancam kehidupan,

namun penegakkan diganosis lebih awal serta kombinasi terapi topikal dan tabir

surya yang cepat dan tepat dapat membantu mencegah risiko terapi oral dan

pengeluaran biaya yang lebih besar untuk terapi laser dan sinar. Itulah sebabnya

penulis membuat tinjauan pustaka ini, sehingga diharapkan penegakkan diagnosis

rosasea dapat dilakukan lebih awal.4

1

Page 2: refrat rosacea

Etiopatogenesis

Penyebab rosasea belum diketahui secara pasti. Etiologi dan patofisiologi

diduga bervariasi di antara berbagai pasien, karena terdapat varian klinis yang

menonjol pada subtipe rosasea. Rosasea berkaitan dengan predisposisi familial.

Variasi etiopatofisiologi rosasea meliputi reaktivasi pembuluh darah wajah,

struktur atau komposisi jaringan ikat dermal, komposisi matriks, struktur

pilosebaseous, kolonisasi mikroba, atau kombinasinya. Hal inilah yang

menyebabkan perubahan respon kulit terhadap faktor pencetus rosasea.2,4,8,13

Faktor pencetus terjadinya rosasea antara lain suhu panas dan dingin, sinar

matahari, angin, minuman hangat, latihan, makanan pedas, alkohol, stres emosi,

kosmetik, iritan topikal, kemerahan kulit menopausal, dan obat-obatan pencetus

kemerahan kulit. Rosasea diinduksi oleh paparan kronik faktor pencetus tersebut.

Vasodilatasi dapat meningkatkan kejadian rosasea diduga karena saat vasodilatasi

terjadi ekstravasasi sebagian plasma ke jaringan interstisial, yang menginduksi

respon inflamasi, yang selanjutnya meningkatkan episode vasodilatasi berulang.

Vasodilatasi kronik, edema, dan gangguan aliran limfatik menyebabkan

telangiektasis dan fibrosis. Abnormalitas unit pilosebaseus bukan merupakan

patogenesis rosasea, namun beberapa pasien mengalaminya, khususnya pasien

tipe glandular. Rosasea umumnya terjadi pada wajah karena wajah memiliki

pembuluh darah lebih superfisial, jumlahnya banyak, dan besar, serta aliran

darahnya lebih banyak dibanding permukaan tubuh yang lain.1,2,3,4

Pemeriksaan histologi pada spesimen rosasea menunjukkan adanya

kerusakan endotelial dan degenerasi mariks dermal. Faktor yang berkontribusi

terjadinya degenerasi matriks dermal adalah gangguan yang diturunkan pada

permeabilitas pembuluh darah dan atau keterlambatan pembuangan mediator

inflamasi dan produk sisa, serta paparan kronik sinar matahari. Kerusakan

jaringan ikat akibat sinar mengubah struktur vaskular dan limfatik serta

penyokong dalam dermis. Hal inilah yang menyebabkan inflamasi persisten dan

kronik pada dermal sehingga bermanifestasi eritema pada bagian konveks wajah

pada individu berpredisposisi rosasea.4

Kerusakan akibat paparan sinar matahari diduga berperan sebagai faktor

etiologi rosasea, karena elastosis solar sering melatarbelakangi gambaran histologi

2

Page 3: refrat rosacea

rosasea. Namun prevalensi rosasea tidak meningkat pada pekerja di luar ruangan

dan kerusakan kulit selain wajah akibat sinar matahari tidak progresif menjadi

fenotif rosasea, serta studi provokasi sinar pada pasien rosasea tidak menunjukkan

peningkatan sensitivitas kulit terhadap paparan ultraviolet akut.4,8

Konsep bahwa rosasea diinduksi oleh mikroba dan inflamasi folikel masih

kontroversi. Organisme komensal seperti Propionibacterium acnes dan Demodex

folliculorum yang bermukim pada folikel rambut dan kelenjar sebasea masih

belum jelas apakah dapat mencetuskan papul inflamasi folikulosentrik pada pasien

rosasea. Selain itu, reaksi hipersensitivias diduga dicetuskan oleh mikroba atau

bakteri terkait tungau seperti Bacillus oleronius. Argumentasi ini didukung oleh

studi observasi terhadap penggunaan antiinflamasi nonsteroid dan kortikosteroid

dalam mengurangi papul dan pustul rosasea tidak seefektif dibanding penggunaan

tetrasiklin oral. Hal ini juga masih belum jelas apakah perbaikan papul dan pustul

rosasea terjadi seiring dengan penurunan jumlah Propionibacterium acnes.1,4

Manifestasi Klinis

Berdasarkan kesepakatan National Rosacea Society (NRS) Expert

Committee pada tahun 2002 terdapat 4 klasifikasi subtipe rosasea. Klasifikasi ini

tidak menunjukkan progresifitas penyakit, sehingga semua subtipe dapat terjadi

secara bersama-sama pada satu individu. Berikut ini keempat klasifikasi subtipe

rosasea:

Rosasea eritematotelangiektasis (vaskular)

Rosasea eritematotelangiektasis dikarakteristikkan dengan eritema wajah

persisten dengan atau tanpa telangiektasis, sering kali disertai dengan

edema wajah sentral, rasa terbakar dan pedih, kasar atau bersisik, mudah

teriritasi, atau kombinasi dari tanda dan gejala ini (Gambar 1). Namun,

tidak disertai berkeringat, kepala terasa ringan, atau palpitasi. Umumnya

pasien memiliki riwayat mengalami kemerahan kulit memanjang (lebih

dari 10 menit) setelah terpajan dengan berbagai faktor pencetus. Seiring

waktu, kemerahan kulit menjadi lebih bertahan lama dan permanen.

Telangiektasis mulai terbentuk, awalnya di cuping hidung, lalu meluas ke

hidung dan pipi. Ukuran telangiektasis ini ditentukan oleh jumlah

3

Page 4: refrat rosacea

kumulatif kerusakan akibat foto/sinar yang terjadi. Rosasea ini terbagi

menjadi ringan, sedang, dan berat.4,6,8

Gambar 1. A. Subtipe rosasea eritematotelangiektasis. B. Tampak dekat subtipe rosasea eritematotelangiektasis berat menunjukkan kulit yang merah karena telangiektasis multipel, tampak pula sedikit pustul.10

Rosasea papulopustular

Rosasea papulopustular dikarakteristikkan dengan eritema wajah sentral,

persisten disertai papul eritematous, pustul hingga nodul dalam yang

persisten, didominasi pada area konveks wajah (Gambar 2). Rasa terbakar

dan pedih pada wajah dapat terjadi, namun lebih jarang dibanding rosasea

eritematotelangiekasis. Kemerahan kulit biasanya tidak seberat rosasea

eritematotelangiektasis. Rosasea ini juga terbagi menjadi ringan, sedang,

dan berat.1,4,8,9

4

Page 5: refrat rosacea

Gambar 2. A. Rosasea subtipe papulopustular ringan. Terdapat eritema persisen disertai pustul kecil. B. Rosasea subtipe papulopustular berat.10

Baik rosasea subtipe eritematotelangiektasis maupun subtipe

papulopustular, eritema tidak mengenai area periorbital. Edema dapat

ringan sampai berat. Edema yang berat dapat memberikan gambaran

morfologi plak pada edema wajah solid, yang sering terjadi pada dahi dan

glabella (Gambar 3), dan jarang terjadi pada kelopak mata dan pipi atas.4,8

Gambar 3. Rosasea dengan edema pada dahi dan kelopak mata.10

Rosasea fimatous

Rosasea fimatous dikarakteristikkan dengan orifisium folikular patulous,

penebalan kulit, nodularitas, dan kontur permukaan kulit yang ireguler

pada area konveks (Gambar 4). Pori-pori berdilatasi sangat besar

mengandung akumulasi debris keratin, sumbatan sebum yang panjang, dan

vermikular, serta pembengkakan jaringan glandular. Gambaran histologi

berupa hiperplasia kelenjar pilosebaseus dengan fibrosis, inflamasi, dan

telangiektasis. Rosasea fimatous juga terbagi menjadi subtipe ringan,

sedang, dan berat. Fima sering terjadi pada hidung, yang disebut rinofima,

namun dapat pula terjadi di dagu (gnatofima), dahi (metofima), kelopak

mata (blefarofima), dan telinga (otofima), tapi sangat jarang. Perempuan

5

Page 6: refrat rosacea

dengan rosasea tidak berkembang menjadi fima, mungkin karena alasan

hormonal, namun dapat bermanifestasi sebagai ciri glandular atau sebasea,

dikarakteristikkan sebagai penebalan kulit dan orifisium follikular yang

besar.1,4,6

Gambar 4. A. Subtipe fimatous. Subtipe sedang dengan orifisium folikular

patulous, penebalan kulit, dan nodularitas pada hidung dan pipi. B. Rinofima berat.10

Rosasea okular

Rosasea okular terjadi pada 50% kasus rosasea, serta dapat muncul

sebelum timbul manifestasi kutaneus pada lebih dari 20% individu.

Separuh pasien mengalami rosasea okular setelah timbul gejala kutaneus,

dan sebagian kecil mengalaminya bersama-sama. Beratnya gejala okular

tidak sesuai dengan beratnya lesi rosasea kutaneus. Keterlibatan okular

berupa blefaritis, konjungtivitis (Gambar 5), iritis, skleritis, hipopion,

keratitis, dan terbagi menjadi subtipe ringan, sedang, dan berat. Blefaritis

merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi, dikarakeristikkan dengan

eritema batas kelopak mata, bersisik, krusta, variasi kalazia dan infeksi

staphylococcus karena disfungsi kelenjar meibomian. Kompleks gejala

6

Page 7: refrat rosacea

okular berupa sensasi mata kering, mata lelah, berair, penglihatan kabur,

fotofobia, rasa nyeri, terbakar, gatal, dan sensasi benda asing. Pada kasus

yang berat terjadi keratitis rosasea yang dapat menyebabkan kehilangan

penglihatan. Rosasea okular diduga terjadi karena impaksi pada kelenjar

meibomian, sehingga terjadi penurunan kadar lipid pada lapisan air mata,

lebih banyak air mata yang mengalami evaporasi, dan mata menjadi lebih

mudah iritasi. Aktivitas epithelium-derived protease acivity, khususnya

matrix metalloproteinase (MMP)-9 meningkat pada air mata penderita

rosasea okular.1,4

Gambar 5. Rosasea subtipe okular. Pasien ini mengalami blefaritis, konjungtivitis, dan keratitis.10

Selain keempat subtipe rosasea di atas, terdapat pula varian rosasea, yaitu

rosasea granulomatous dan rosasea glandular. Rosasea granulomatous memiliki

gambaran histologi berupa formasi granuloma, dengan gambaran klinis

papul/nodul merah atau kuning coklat yang monomorfik dan berukuran sama

(Gambar 6), serta berlokasi pada pipi dan kulit di antara kulit wajah periorifisium.

Pada uji diaskopi, papul ini akan menunjukkan perubahan warna seperti apel-jelli

sama seperti pada sarkoidosis atau lupus vulgaris. Tidak ada kelainan pada kulit

sekitarnya.1,4

7

Page 8: refrat rosacea

Gambar 6. Rosasea granulomatousa.10

Rosasea glandular lebih sering mengenai kulit laki-laki yang berminyak

tebal. Lesi ditandai dengan papul edematous, pustul berukuran 0.5 - 1 cm, dan

nodulokistik (Gambar 7). Lesi cenderung berkumpul pada area sentral wajah,

namun bila diderita perempuan, rosasea glandular tidak mengenai dagu. Sering

kali diserai dengan riwayat akne saat remaja dan skar. Kemerahan kulit jarang

terjadi dibanding rosasea eritematotelangiektasis, namun sering terjadi edema

pesisten yang menjadi masalah.2

Gambar 7. Rosasea glandular.2

Diagnosis Banding

8

Page 9: refrat rosacea

Gejala eritema persisten pada bagian sentral wajah akibat rosasea

sebaiknya dibedakan dengan berbagai penyakit sistemik lain, seperti polisitemia

vera, penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus kutaneus, dermatomiositis),

sindrom karsinoid, mastositosis, dan gangguan neurologi yang menyebabkan

kemerahan kulit. Gangguan neurologi ini seperti tumor otak, lesi medula spinalis,

hipotensi ortostatik, migrain, dan penyakit Parkinson. Berbagai kondisi ini tidak

memberikan gambaran papul dan pustul, serta memiliki berbagai manifestasi

klinis sistemik, gejala ekstrafasial, dan tanda laboratorium spesifik, sehingga

dapat dibedakan dengan rosasea. Manifestasi klinis lupus eritematosus kutaneus

berupa eritema malar sulit dibedakan dengan rosasea, namun yang

membedakannya ialah adanya papul pustul atau blefaritis pada rosasea dan adanya

skuama tipis, perubahan pigmen, sumbatan follikular dan skar pada lupus.1,2,4

Diagnosis banding lain rosasea adalah dermatitis seboroik. Dermatitis

seboroik sering terjadi bersama dengan rosasea. Berbeda dengan rosasea,

dermatitis seboroik memiliki skuama tebal pada lipatan nasolabial, liang telinga,

dan alis bagian tengah.1

Akne vulgaris terjadi pada kelompok usia yang lebih muda dibanding

rosasea dan dikarakteristikkan dengan komedo terbuka dan tertutup pada lesi

inflamasi. Pada usia 20 dan 30 tahunan, pasien dapat menderita akne vulgaris dan

rosasea secara bersamaan. Lesi papul pada rosasea umumnya lebih merah dan

dalam dibanding akne dan lesi rosasea yang inflamasi tidak berada sekitar

komedo.1,4,8

Eritema pada bagian pipi lateral yang terlihat pada eritromelanosis faciei

dan keratosis pilaris rubra sering sulit dibedakan dengan rosasea

eritematotelangiektasis, namun eritromelanosis dan keratosis ini memiliki papul

folikular yang sangat kecil dan sumbatan keratotik.1

Sindrom Harber merupakan penyakit yang diturunkan ditandai dengan

dermatosis seperti rosasea, persisten, dan onsetnya awal. Eritema dan

telangiektasis terjadi bersamaan dengan komedo, atrofi, dan papul kecil. Pada

dekade kehidupan yang lanjut, plak keratotik tersebar pada trunkus dan

ekstremitas.1

9

Page 10: refrat rosacea

Folikulitis demodex juga memberikan efloresensi papul dan pustul

folikular eritema seperti rosasea. Folikulitis demodex sering terjadi pada kondisi

imunosupresi dan pada kerokan kulit, sering ditemui kutu Demodex. Pemberian

terapi permetrin dan atau ivermektin oral memberi efek yang memuaskan.1

Kemerahan kulit yang diinduksi obat dapat terjadi pada penggunaan obat

vasodilator, penyekat saluran kalsium, asam nikotinik (niasin), morfin, amyl dan

butil nitrat, obat kolinergik, bromokriptin, hormon pelepas tiroid, tamoxifen,

asetat siproteron, steroid sistemik, dan siklosporin. Selain itu, terdapat beberapa

kondisi kulit yang mirip dengan rosasea, yaitu erupsi akneiform yang diinduksi

steroid topikal, dermatitis perioral, dan kerusakan foto kronik. Lesi erupsi

akneiform yang diinduksi steroid topikal mirip dengan lesi rosasea subtipe

papulopustular. Pada rosasea tidak ditemukan defek keratinisasi folikular.

Dermatitis perioral berbeda dengan rosasea berdasarkan distribusinya di perioral,

kadang periorbital, mikrovesikel, mikropustul, bersisik, dan terkelupas, mengenai

dewasa muda dan anak-anak. Kerusakan kulit akibat paparan sinar kronik ditandai

oleh telangiektasis dan eritema yang menonjol. Tidak seperti rosasea, kerusakan

aktinik juga mengenai wajah perifer dan leher, dada atas, dan kulit aurikular

posterior.1,2,4

Diagnosis

Tidak ada uji diagnostik yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis rosesa.

Penegakan diagnosis dilakukan dengan melihat gejala primer dan sekunder dari

rosasea. Biopsi kulit dapat dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosis

banding.12

a. Gambaran primer

Diagnosis rosasea ditegakkan bila pada wajah bagian sentral ditemui satu

atau lebih tanda-tanda di bawah ini:

Kemerahan kulit (eritema transien)

Eritema nontransien

Papul dan pustul. Papul merah berbentuk kubah dengan atau tanpa

disertai pustul, dapat pula disertai dengan nodul.

10

Page 11: refrat rosacea

Telangiektasis.5

b. Gambaran sekunder

Tanda dan gejala di bawah sering muncul dengan satu atau lebih gambaran

primer, tapi beberapa pasien dapat mengalaminya secara terpisah.

Rasa terbakar dan pedih

Plak

Kulit kering.

Edema.

Manifestasi okular.

Lokasi perifer.

Perubahan fimatous.5

Penatalaksanaan

Berikut ini penatalaksanaan umum rosasea:

a. Menyarankan kepada pasien untuk menghindari faktor pencetus dan iritan,

seperti sabun yang kuat dan pembersih kosmetik berbasis alkohol.1,4

b. Menyarankan pasien untuk menggunakan tabir surya sebagai pelindung

terhadap sinar ultraviolet A dan ultraviolet B.4

c. Menyarankan kepada pasien untuk melakukan penilaian terhadap

sensitivitas topikal. Bila pasien mengalami intoleransi/sensitif terhadap

bahan-bahan kosmetik dapat digunakan light liquid foundation. Selain itu,

penggunaan green tinted make up pada lesi sebelum aplikasi alas bedak

dapat dilakukan untuk memudarkan area merah.1,4

d. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan pembersih wajah bebas

sabun dan mengandung sodium sulfacetamide atau sulfur pada pasien yang

sensitif, untuk mengurangi rasa terbakar dan perih akibat penggunaan obat

topikal (azelaic acid).

e. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan pelembab wajah yang

lembut satu sampai dua kali sehari sebelum penggunaan produk kosmetik

lain.

Penatalaksanaan khusus rosasea dilakukan berdasarkan subtipenya.

11

Page 12: refrat rosacea

1. Rosasea Eritematotelangiektasis

Antibiotik topikal ringan

Isotretinoin dosis rendah

Tetrasiklin/eritromisin/metronidazol oral

Laser vaskular

Laser ini dapat membantu remodeling kolagen dermal sehingga

matriks dermal dapat lebih kuat.2

Intense pulsed light

Retinoid topikal dosis pemeliharaan

Krim tretinoin dengan emolien.4

2. Rosasea Papulopustular

Rosasea papulopustular berespon baik dengan pengobatan pada

kebanyakan kasus. Perbaikan terjadi perlahan, namun relaps sering terjadi

dengan cepat setelah pengobatan dihentikan.4, 9

Antibiotik topikal

Antibiotik oral

Isotretinoin dosis rendah sampai sedang

Laser vaskular atau intense pulsed light pada beberapa kasus

Retinoid topikal dosis pemeliharaan

3. Rosasea Fimatous dan Rosasea Glandular

Isotretinoin dosis sedang sampai tinggi

Spironolakton

Operasi pengecilan dan teknik kontur. Pada rinofima dapat

dilakukan pembentukkan ulang dengan penggunaan scalpel yang

dipanaskan, elektrokauter, dermabrasi, laser ablasi, eksisi

tangensial dikombinasi scissor sculpting, dan radiofrequency

electrosurgery. Kombinasi dari berbagai teknik operasi ini dapat

memberikan hasil yang lebih memuaskan.2,8

Antibiotik topikal dan atau oral bila dibutuhkan pada lesi inflamasi

Retinoid topikal dosis pemeliharaan

4. Rosasea Okular

Pasien dengan rosasea okular harus dikonsulkan ke dokter spesialis mata.

12

Page 13: refrat rosacea

Pembersih.

Air mata artificial.

Emulsi oftalmik ciclosporin.11

Tetrasiklin oral 1 g/hari selama 6 minggu. Tetrasiklin bekerja

sebagai agen antiinflamasi dan menekan sekresi sitokin. Selain itu

dapat digunakan asam fusidik formulasi oftalmik topikal. Pada

studi in vitro, ditemukan bahwa doksisiklin menurunkan

konsentrasi dan aktivitas matriks metalloproteinase (MMP)-9 pada

kultur epitel kornea. 3,4,7

Terapi Topikal

Kombinasi azelaic acid gel 15%, krim/gel metronidazol 0.75 dan 1%, dan

sodium sulfacetamid 10%, dengan krim/suspensi/pembersih sulfur 5% efektif

dalam membersihkan papul dan pustul yang meradang dan mengurangi eritema

bila digunakan 1-2 kali per hari. Penggunaan tetrasiklin dan eritromisin topikal

dapat memperbaiki iritasi pada kulit dengan rosasea. Selain itu, formulasi yang

terdiri dari benzoyl peroxide 5% dan klindamisin 1% telah terbukti efektif dan

ditoleransi baik oleh pasien rosasea. Tacrolimus topikal telah dilaporkan

memperbaiki eritema, sedangkan pimecrolimus topikal memperbaiki lesi eritema

dan papulopustular.3,4

Pada rosasea yang refrakter dengan terapi sebelumnya, dapat digunakan

terapi foto dinamik. Terapi dilakukan setelah pengolesan krim asam metil

aminolevulinik 16% selama 3 jam, selanjutnya dilakukan penyinaran dengan sinar

merah 37 J/cm2. Terapi ini dilakukan dengan interval 1 minggu, dan pasien dapat

menggunakan 1 atau 2 terapi lain selama interval itu.4,8

Terapi Sistemik

Antibiotik oral, seperti tetrasiklin atau oksitetrasiklin 250-500 mg satu

kali sehari tiap pagi, eritromisin 250 mg dua kali sehari, doksisiklin 40 mg per

hari, minosiklin 100 mg satu sampai dua kali sehari, dapat mengontrol lesi papul

dan pustul dan membantu mengobati lesi okular. Pada kasus rosasea yang resisten

dapat digunakan alternatif terapi isotretinoin 10-60 mg/hari. Selain mengurangi

13

Page 14: refrat rosacea

lesi inflamasi, isoretinoin juga dapat memperbaiki kualias hidup dan memperbaiki

rinofima. Isotretinoin tidak boleh diberikan pada kasus rosasea dengan

keterlibatan okular, karena retinoid dapat merusak fungsi kelenjar

Meibomian.2,3,7,11

Kemerahan kulit dan rasa terbakar merupakan gejala yang sulit untuk

diobati, namun sering digunakan obat penyekat non-kardioselektif seperti

propanolol 40 mg dua kali sehari atau nadolol 40 mg per hari, dan oksimetazolin

topikal 0.05% tiap hari. Selain itu, dapat dilakukan laser vaskular atau intense

pulse light untuk mengurangi kemerahan kulit dan rasa terbakar.4

Terapi rosasea yang sukses dicapai bila terapi mampu menginduksi remisi

tanda dan gejala, serta meminimalkan dan mengontrol relaps.4

Prognosis

Bila rosasea dapat didiagnosis lebih awal, dilakukan modifikasi perilaku,

dan diberikan kombinasi terapi tabir surya dan agen topikal, maka manifestasi

klinis rosasea dapat dikontrol hingga jangka panjang, efektif, dan aman serta

risiko terapi oral dan biaya untuk terapi laser atau sinar dapat ditekan. Durasi

penyakit rosasea dan hasil akhir sangat bervarisi dan sulit untuk diprediksikan.

Pada suatu studi pemantauan terhadap 70 pasien setelah 6 bulan menjalani

pengobatan dengan tetrasiklin, dua per tiga nya mengalami relaps rata-rata setelah

periode 2.6 tahun. Sebagian besar gejala rosasea berhasil dikontrol, namun

kemeraan kulit seringkali sulit untuk ditekan.3,4

Kesimpulan

Rosasea adalah penyakit kulit yang dikarakteristikkan dengan eritema

pada bagian sentral wajah yang persisten, papul pustular, atau fimatous dan atau

manifestasi okular. Penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur 30 sampai 50

tahun dan penyebabnya belum diketahui secara pasti. Rosasea terdiri atas subtipe

eritematotelangiektasis, papulpustul, fimatous, dan okular. Penegakkan diagnosis

rosasea dilakukan berdasarkan gambaran primer dan sekunder, dan

penatalaksanaan dilakukan berdasarkan subtipe.

14