Refrat Pneumonia

32
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab non-infeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Penyebab noninfeksi ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada, aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan bahan lipoid; reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi. Infeksi pada neonatus dan hospes terganggu imun lain berbeda dari infeksi yang terjadi pada bayi dan anak yang normal. Makalah ini akan memfokuskan hanya pada penyebab mikrobiologi pneumonia yang lazim pada anak normal, termasuk virus pernapasan. Mycoplasma pneumoniae dan bakteri tertentu. Penyebab pneumonia infeksius yang kurang lazim, seperti virus nonrespiratori, bakteri enterik gram-negatif, mikobakteria, Chlamydia spp, Rickettsia spp, Coxiella, Pneumocystis carinii dan sejumlah jamur dibahas di mana-mana. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobar atau lobuler, alveoler atau interstisial, tetapi klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih relevan. 1

description

qweq

Transcript of Refrat Pneumonia

Page 1: Refrat Pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia

disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab non-infeksi yang

kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Penyebab noninfeksi ini meliputi, tetapi tidak

terbatas pada, aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon,

dan bahan lipoid; reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi.

Infeksi pada neonatus dan hospes terganggu imun lain berbeda dari infeksi yang

terjadi pada bayi dan anak yang normal. Makalah ini akan memfokuskan hanya pada

penyebab mikrobiologi pneumonia yang lazim pada anak normal, termasuk virus

pernapasan. Mycoplasma pneumoniae dan bakteri tertentu. Penyebab pneumonia

infeksius yang kurang lazim, seperti virus nonrespiratori, bakteri enterik gram-negatif,

mikobakteria, Chlamydia spp, Rickettsia spp, Coxiella, Pneumocystis carinii dan

sejumlah jamur dibahas di mana-mana.

Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobar atau lobuler,

alveoler atau interstisial, tetapi klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi

dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih relevan.

Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia

beberapa tahun pertama. Mycoplasma pneumoniae mendapat peran dominan pada

etiologi pneumonia pada anak usia sekolah dan anak yang lebih tua. Walaupun bakteri

menurut angka kurang penting sebagai penyebab pneumonia, mereka cenderung

menimbulkan infeksi yang lebih berat daripada mereka yang disebabkan oleh agen

nonbakteri. Penyebab bakteri pneumonia yang paling lazim pada anak normal adalah

Streptococcus pneumoniae, S. Pyogenes dan Staphylococcus aureus. Haemophilus

influenzae tipe b juga menyebabkan pneumonia bakteri pada anak muda pada masa

yang lalu, tetapi mungkin akan menjadi jauh berkurang dengan penggunaan vaksin

efektif rutin yang luas.1

1

Page 2: Refrat Pneumonia

BAB II

PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun banyak

pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun

sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia

adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan

perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia

adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki

basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.2

Gambar 1. Ilustrasi pneumonia

Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang

lebih sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi

paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi.

Namun hal ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli.

2

Page 3: Refrat Pneumonia

Pneumonia komunitas pada naka merupakan penyakit yang secara klinis

dicirikan oleh adanya tanda dan gejala pneumonia diakibatkan oleh suatu infeksi yang

didapat di luar rumah sakit. Di negara maju penyakit infeksi ini bisa didiagnosa

dengan pemeriksaan radiografi yang menunjukkan adanya konsolidasi parenkim paru;

sedangkan di negara berkembang digunakan istilah yang lebih praktis yaitu – infeksi

saluran nafas bagian bawah – dikarenakan kesulitan untuk mendapatkan pemeriksaan

X-ray dada. Sedangkan World Health Organization (WHO) mendefiniskan

pneumonia atas dasar tanda klinis dan laju napas.3

II. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita

anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada

dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian

pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak

pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12

kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.2

Pneumonia tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara

berkembang yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia

di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan 20% dari seluruh kematian pada anak di

bawah lima tahun disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (pneumonia,

bronkiolitis dan bronkitis) dengan 90% di antaranya disebabkan oleh pneumonia.

Kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan 10%-20% per

tahun dengan angka kematian 6 per 1000. Pemerintah telah merencanakan untuk

menurunkan insiden pneumonia menjadi 3 per 1000 balita pada tahun 2010. Namun,

keberhasilan tersebut bergantung pada banyak faktor risiko, salah satunya adalah

malnutrisi.4

Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari

tahun-ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat

sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun

(69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak

547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur pada umur 1-12 bulan sebanyak 337

orang.

3

Page 4: Refrat Pneumonia

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan

tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak

pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas

diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan

Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi

dan kurangnya peroleh perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia

merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80%

terjadi di negara berkembang.

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di

negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim

semi, di negara tropis pada musim hujan.2

III. ETIOLOGI

Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia pada anak-

anak. Secara keseluruhan penyebab virus memiliki persentase yang besar pada

kelompok pediatrik dan khususnya pada anak-anak berusia 3 minggu sampai 4 tahun.

Pada studi terbaru di Amerika Serikat, anak-anak usia 2 bulan sampai 17 tahun yang

dirawat karena pneumonia, 45 % nya disebabkan oleh virus. Secara umum, virus yang

paling sering diisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza,

influenza A dan B, dan adenovirus, meskipun virus yang lain dapat dijumpai pada

keadaan tertentu (seperti infeksi cytomegalovirus atau herpes simplex pada neonatus).

4

Page 5: Refrat Pneumonia

Tabel 1. Penyebab pneumonia komunitas pada anak-anak

Epidemiologi pneumonia komuniti bakterialis berbeda menurut usia dan

berhubungan dengan riwayat vaksinasi. Dari usia baru lahir sampai 3 minggu,

penyebab paling umum pneumonia adalah streptococcus grup B dan bakteri gram

negatif (terutama enterik seperti Escherichia coli). Walaupun virus mendominasi

penyebab pada usia 3 minggu sampai 3 bulan, pneumonia karena bakteri juga dapat

terjadi pada kelompok umur ini. Pneumonia tanpa demam pada usi ini sering

disebabkan oleh Chlamidia trachomatis. Streptococcus pneumoniae merupakan

bakteri penyebab paling umum pada pneumonia yang disertai demam pada anak usia

5

Page 6: Refrat Pneumonia

3 minggu sampai 4 tahun. Penelitian terbaru di Texas menemukan bahwa 60 % anak-

anak usia 2 bulan sampai 17 tahun yang didiagnosa dengan pneumonia memiliki

bakteri patogen yang terisolasi, dan S. pneumoniae ditemukan pada 73 % kasus.

Bakteri lain yang kurang umum sebagai penyebab pneumonia adalah Haemophilus

influenzae, Streptococcus pyogenese, Staphylococcus aureus dana spesies

streptokokkus lainnya (termasuk kelompok Streptococcus milleri). Pada anak usia 5

tahun lebih, bakteri yang paling sering menjadi penyebab adalah Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydophila pneumoniae.5

IV. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran

langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan

akibat sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen.

Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit

terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme

termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal

maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di

hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui

refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan

tubuh yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh

sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell

mediated immunity.2

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan

sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi

patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada

penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.

Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat

patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa

kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi

awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular.

Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses

ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang

meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial

maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa

6

Page 7: Refrat Pneumonia

yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini

juga seperti yang terjadi pada ruang intersitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear.

Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan)

epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke intersitial sangat jarang

menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya

pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa. Pneumonia bakterial terjadi

oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran

hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari interaksi antara

bakteri dan ketahanan sistem imunitas penjamu.

Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan

tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli

maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan

tergantung pada respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi imunoglobulin G

spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar

tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen.

Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak

berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat

merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan

direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini

akan mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan edema yang luas, dan hal ini

merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi

oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn

(the pores of Kohn). Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan

membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel

lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red hepatization

(hepatisasi merah).2

7

Page 8: Refrat Pneumonia

Gambar 2 . Parenkim paru yang mengalami infeksi

Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis

aktif oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui

degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap

semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.

Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul

dan lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan

membersihkan debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi

keterlibatan instertitial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel

alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru

minimal.2

Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan

disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan

Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di

dinding sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen,

fibronektin, kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus

aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda pula. dimana faktor

virulensi tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman

dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan

8

Page 9: Refrat Pneumonia

yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak

terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida

atau slime layer yang akan berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang

serius sering disebabkan Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase.

Produksi coagulase atau clumping factor akan menyebabkan plasma menggumpal

melalui interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting dalam

melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan abses, pneumatosel). Beberapa strain

Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti catalase (meng-

nonaktifkan hidrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman)

penicillinase atau ß lactamase (mengnonaktifkan penisilin pada tingkat molekular

dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan lipase.2

Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat

kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan

volume ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan

volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea

dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal

antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion

mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan

pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional

karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan

gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat

bisa terjadi gagal nafas.2

V. GEJALA KLINIS

Gejala yang paling khas yang menunjukkan adanya pneumonia pada anak-

anak adalah demam, sianosis dan lebih dari satu dari tanda-tanda distres pernafasan

berikut: takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas yang

menurun.

Pneumonia dicurigai apabila dijumpai napas cepat pada pasien usia kurang

dari 2 tahun dengan suhu lebih dari 38 C. Pengukuran takipnea memerlukan waktu

penghitungan 1 menit penuh ketika anak dalam keadaan diam. Kriteria spesifik dari

WHO untuk takipnea merupakan kriteria yang paling banyak dipakai: laju napas lebih

dari 50 kali per menit pada bayi umur 2 - 12 bulan; lebih dari 40 kali per menit pada

9

Page 10: Refrat Pneumonia

anak-anak umur 1 - 5 tahun; dan lebih dari 30 kali per menit pada anak-anak lebih

dari 5 tahun.

Anak-anak tanpa demam atau gejala distres pernafasan tidak mungkin

menderita pneumonia. Riwayat pasien yang diambil saat diagnosis harus mencakup

usia anak, status imunisasi, hospitalisai, hari kedatangan dan paparan terbaru,

perjalanan dan penggunaan antibiotik. Harus diketahui riwayat anak untuk

mengidentifikasikan penyakit-penyakit jantung dan paru yang mendasarinya,

kekurangan imun, atau gangguan neuromuskular. Juga harus ditanyakan mengenai

kemungkinan adanya aspirasi benda asing atau tertelannya zat beracun. Temuan-

temuan yang tidak berhubungan dengan saluran napas, seperti letargi, susah makan,

muntah, diare, nyeri perut, iritabilitas dan tanda dehidrasi, juga harus ditanyakan.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan penilaian keseluruhan dari kesehatan anak

dan identifikasi tanda hipoxia dan dehidrasi. Anak (khususnya anak usia muda)

diperiksa penampakan keracunan, takipnea, meningkatnya suhu, retraksi, merintih dan

penggunaan otot bantu napas. Saluran nafas atas hendaknya diperiksa sebagai bukti

adanya otitis media, rinorea, polip hidung dan faringitis. Tanda fisik seperti bising

jantung atau jari tabuh dapat mengarah pada penyakit jantung atau paru yang

mendasarinya. Anak yang lebih tua dan remaja lebih mungkin dijumpai ronki, perkusi

tumpul, suara nafas bronkial, fremitus taktil, dan gesekan pleura. Auskultasi yang

baik dengan ukuran stetoskop yang tepat dapat mengungkapkan ronki lokal dan

mengi pada anak yang lebih muda. Anak-anak dengan dehidrasi dapat menunjukkan

tidak adanya temuan auskultasi abnormal.6

10

Page 11: Refrat Pneumonia

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 3. Konsolidasi lobus bawah kanan pada pasien dengan pneumonia bakteri.

Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis

utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya

efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi seringkali tidak sesuai

dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi

gambaran foto toraks menunjukkan pneumonia berat. Foto toraks tidak dapat

membedakan antara pneumonia bakteri dan pneumonia virus. Gambaran radiologis

yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga macam.

Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya

disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain.

Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau Mycoplasma; gambaran

berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan

overaeriation; bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

11

Page 12: Refrat Pneumonia

Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan

gambaran bilateral yang difus corakan peribronchial yang bertambah, dan

tampak infiltrat halus sampai ke perifer.

Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle

dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa

infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus.

Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto toraks masih dipertanyakan.

Namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukkan penyebab bakteri

sehingga pasien perlu diberi antibiotika.

Gambar 4. Foto anak dengan dugaan pneumonia virus (A) anteroposterior. (B) lateral.

Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000 ul dengan dominasi netrofil sering

didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non-bakteri. Laju

endap darah (LED) dan C-reaktif protein juga tidak menunjukkan gambaran tidak

khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90 % penderita pneumonia dengan

empiema.

Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah jarang positif, hanya

positif pada 3-11 % saja, tetapi untuk pneumokokus dan H. influenzae kemungkinan

positif adlah 25-95 %. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas

dan sensitifitas rendah. Pemeriksaan serologis juga kurang bermanfaat.7

12

Page 13: Refrat Pneumonia

Gambar 5. (Kiri) Pewarnaan Gram menunjukkan kokus gram-positif berpasangan dan

berantai dan (kanan) kultur positif Streptococcus pneumoniae.

VII. DIAGNOSIS

Pneumonia dapat terjadi pada semua umur, walaupun dia lebih umum pada

anak yang lebih muda. Kelompok umur yang berbeda cenderung terinfeksi oleh

patogen yang berbeda, yang mempengaruhi keputusan diagnostik dan terapeutik.

Banyak pasien yang dialihkan untuk evaluasi pada pneumonia rekuren

didiagnosa dengan asma. Pada studi departemen emergensi, 35 % anak-anak dengan

eksaserbasi asma memiliki abnormalitas yang dapat diamati pada foto polos dada.

Pada anak yang belum didiagnosa dengan asma, kelainan ini sering ditafsirkan

sebagai pneumonia. Inflamasi sering dicetuskan oleh infeksi virus, bagian dari respon

asma. Mengi yang berespon terhadap bronkodilator, riwayat atopi, riwayat asma pada

keluarga, dan riwayat batuk atau mengi dengan olahraga dapat menolong dalam

mengidentifikasikan pasien-pasien ini. Pertimbangkan penyakit lainnya yang dapat

muncul dengan disfungsi pernafasan dalam 24 jam pertama kehidupan.8

Diagnosa menurut WHO dibagi menjadi 2 kategori yaitu pneumonia ringan

dan pneumonia berat:

Pneumonia ringan

Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas

cepat saja. Kriteria napas cepat yang dipakai adalah:

umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit

umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

13

Page 14: Refrat Pneumonia

Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat

Pneumonia berat

Kriteria diagnosisnya mencakup batuk dan atau kesulitan bernapas

ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

Kepala terangguk-angguk

Pernapasan cuping hidung

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,

konsolidasi, dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat:

o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

Suara merintih (grunting) pada bayi muda

Pada auskultasi terdengar:

o Crackles (ronki)

o Suara pernapasan menurun

o Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan

semuanya

Kejang, letargis atau tidak sadar

Sianosis

Distres pernapasan berat.

Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda

(misalnya: pemberian oksigen, jenis antibiotik).8

14

Page 15: Refrat Pneumonia

Tabel 2. Pengelompokan pasien berdasarkan gejala, yang membantu dalam diagnosa banding

pneumonia rekuren8

KategoriHasil Laboratorium

dan Radiografi

Gejala

KlinisDiagnosis Banding

1Temuan radiologi

persisten atau rekuren

Demam dan

gejala

persisten atau

rekuren

Fibrosis kistik, imunodefisiensi, obstruksi

(intrinsik [mis, benda asing] atau ekstrinsik

[mis, tumor atau nodul yang menekan]),

sekuestrasi pulmonal, stenosis bronkus, atau

bronkiektasi

2Temuan radiologi

persistenTanpa gejala

Kelainan anatomi (mis, sekuestrasi, fibrosis,

lesi pleural)

3

Infiltrat pulmonal

rekuren dengan

interval radiologic

clearing

Tanpa gejala

Asma dan atelektasis yang salah didiagnosa

sebagai pneumonia bakteri; sindroma aspirasi,

hipersensitivitas pneumonitis, hemosiderosis

pulmonal idiopatik, atau gangguan

imunodefisiensi ringan

VIII. TATA LAKSANA

VIII.1. Pneumonia Ringan

Anak di rawat jalan

Antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau

Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV

diberikan selama 5 hari.

Tindak lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali

anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak

bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan

membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.9

VIII.2. Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

15

Page 16: Refrat Pneumonia

Terapi Antibiotik

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),

yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi

respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi

dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/

kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang

berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,

kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka

ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali

sehari).

Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto

dada.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia

stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali

sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau

klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak

membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari

sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral

selama 2 minggu.9

Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen

(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang

cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang

stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian

oksigen setelah saat ini tidak berguna

Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan

nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi

muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen

harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.

16

Page 17: Refrat Pneumonia

Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak

ditemukan lagi.9

Perawatan penunjang

Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya menyebabkan distres,

beri parasetamol.

Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat

Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh

anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.

Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi

hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.

Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.

Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan

cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan

oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk

meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia

aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik,

pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri

makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam

menerimanya.9

VIII.3. Komplikasi

Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak

semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika

mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi. Beberapa komplikasi

yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

a) Pneumonia Stafilokokus. Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis

secara cepat walaupun sudah diterapi, yang ditandai dengan adanya pneumatokel

atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus

Gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang

disertai pus/pustula mendukung diagnosis.

Terapi dengan kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan

gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak

17

Page 18: Refrat Pneumonia

mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral 50mg/kgBB/hari 4 kali

sehari selama 3 minggu.

Catatan: Kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain

seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin.

b) Empiema. Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan

tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.

Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal.

Pekak pada perkusi.

Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi

dada.

Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik

dan cairan pleura menjadi keruh atau purulen.9

Tatalaksana

Drainase

Empiema harus didrainase. Mungkin diperlukan drainase ulangan sebanyak 2-

3 kali jika terdapat cairan lagi. Penatalaksanaan selanjutnya bergantung pada

karakteristik cairan. Jika memungkinkan, cairan pleura harus dianalisis

terutama protein dan glukosa, jumlah sel, jenis sel, pemeriksaan bakteri

dengan pewarnaan Gram dan Ziehl-Nielsen.

Terapi antibiotik

Bila pasien datang sudah dalam keadaan empiema, tatalaksana sebagai

pneumonia, tetapi bila merupakan komplikasi dalam perawatan, terapi

antibiotik sesuai dengan alternatif terapi pneumonia. Jika terdapat kecurigaan

infeksi Staphylococcus aureus, beri kloksasilin (dosis 50 mg/kgBB/kali IM/IV

diberikan setiap 6 jam) dan gentamisin (dosis 7.5 mg/kgBB IM/IV sekali

sehari). Jika anak mengalami perbaikan, lanjutkan dengan kloksasilin oral 50-

100 mg/kgBB/hari. Lanjutkan terapi sampai maksimal 3 minggu.9

Gagal dalam terapi

Jika demam dan gejala lain berlanjut, meskipun drainase dan terapi antibiotik adekuat,

lakukan penilaian untuk kemungkinan tuberkulosis.

18

Page 19: Refrat Pneumonia

Tuberkulosis. Seorang anak dengan demam persisten ≥ 2 minggu dan gejala

pneumonia harus dievaluasi untuk TB. Lakukan pemeriksaan dengan sistem skoring

untuk menentukan diagnosis TB pada anak. Jika skor ≥ 6 berarti TB dan diberikan

terapi untuk TB. Respons terhadap terapi TB harus dievaluasi

Anak dengan positif HIV atau suspek positif HIV.

Beberapa aspek terapi antibiotik berbeda pada anak dengan HIV positif atau suspek

HIV. Meskipun pneumonia pada anak dengan HIV/suspek HIV mempunyai gejala

yang sama dengan anak non-HIV, PCP, tersering pada umur 4-6 bulan, merupakan

penyebab tambahan yang penting dan harus segera diterapi.

Beri ampisillin + gentamisin selama 10 hari, seperti pada pneumonia

Jika anak tidak membaik dalam 48 jam, ganti dengan seftriakson (80 mg/

kgBB IV sekali sehari dalam 30 menit) jika tersedia. Jika tidak tersedia, beri

gentamisin + kloksasilin (seperti pada pneumonia).

Pada anak umur 2-11 bulan juga diberikan kotrimoksazol dosis tinggi (8

mg/kgBB TMP dan 40 mg/kg SMZ IV setiap 8 jam, oral 3x/hari) selama 3

minggu. Pada anak berusia 12-59 bulan, pemberian antibiotik seperti di atas

diberikan jika ada tanda PCP (seperti gambaran pneumonia interstisial pada

foto dada)9

IX. PENCEGAHAN

Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan

pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan

varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit

tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang

disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat juga dicegah dengan pemberian

imunisasi Hib.

Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah dilisensikan

penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap

penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype Streptococcus pneumonia.

Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease.

Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen secara rutin di United States ternyata

mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus pneumoniae sebesar

19

Page 20: Refrat Pneumonia

84% dan sebesar 67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3

bulan- 3 tahun.

The American Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi

influenzae untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada

usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae termasuk

diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua

anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi memungkinkan.

Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap

rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya

dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi

penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian

ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.2

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Refrat Pneumonia

1. Prober CG. Pneumonia. Dalam Nelson Textbook of pediatrics, 17th edition.

Philadelphia , WB Saunders. 2003. h. 883 – 9.

2. Setyaningrum RA, Landia S, Makmuri MS. Pneumonia. Disampaikan pada

Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan

Anak VI. 2006. Diperoleh dari: http://www.pediatrik.com/pkb/061022023132-

f6vo140.pdf

3. Don M. Pediatric Community-Acquired Pneumonia - A serologic study on etiology,

with special focus on newly identified agents. Disertasi. 2009. Tampere. Diperoleh

dari: http://acta.uta.fi/pdf//978-951-44-7744-7.pdf

4. Wahani AMI. Efektivitas Suplemen Zink pada Pneumonia Anak. Sari Pediatri

2012;13(5):357-61. Diperoleh dari: http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/13-5-

10.pdf

5. Sandora TJ, Harper MB. Pneumonia in Hospitalized Children. Pediatr Clin N Am 52

(2005) 1059– 1081. Diperoleh dari:

http://www.ohsu.edu/xd/health/services/doernbecher/research-education/education/

med-education/upload/Pneumonia.pdf

6. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in Infants and

Children. Am Fam Physician 2004;70. Diperoleh dari:

http://www.aafp.org/afp/2004/0901/p899.pdf

7. Supriyatno B. dkk. Pneumonia. Dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.

2004. Jakarta

8. Bennett NJ. Pediatric Pneumonia. Medscape. 2012. Diperoleh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/967822-differential

9. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. 2008. Jakarta. Diperoleh dari:

http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-

Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdf

21