Refrat orthopedi

28
BAB I PENDAHULUAN Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam hal pengobatan, pencegahan, penyembuhan serta rehabilitasi medik. Pelayanan pada Rumah Sakit berangsur - angsur semakin berkembang seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Upaya pelayanan kesehatan yang semula mengutamakan aspek pengobatan saja berangsur-angsur berkembang dan mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif) (Garison, 1996). Dalam era globalisasi seperti saat ini kehidupan masyarakat telah berubah, dengan pembangunan dibidang industri yang sangat maju, pembangunan dibidang transportasi juga semakin maju. Masyarakat telah banyak memiliki kendaran sendiri untuk bertindak cepat dan praktis. Dampak dari banyaknya kendaraan maka arus lalu lintas menjadi padat dan angka kecelakaan lalu lintas juga meningkat. Akibat dari kecelakaan lalu lintas bisa menyebabkan kematian. Selain itu juga mengakibatkan patah tulang atau fraktur karena trauma atau benturan dengan benda keras (Reksoprodjo, 1995). Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000 – 2010) menjadi dekade tulang dan persendiaan. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selai menyebabkan 1

Transcript of Refrat orthopedi

Page 1: Refrat orthopedi

BAB I

PENDAHULUAN

Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan bagi

masyarakat dalam hal pengobatan, pencegahan, penyembuhan serta rehabilitasi

medik. Pelayanan pada Rumah Sakit berangsur - angsur semakin berkembang

seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Upaya

pelayanan kesehatan yang semula mengutamakan aspek pengobatan saja

berangsur-angsur berkembang dan mencakup upaya peningkatan (promotif),

upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya

pemulihan (rehabilitatif) (Garison, 1996).

Dalam era globalisasi seperti saat ini kehidupan masyarakat telah

berubah, dengan pembangunan dibidang industri yang sangat maju,

pembangunan dibidang transportasi juga semakin maju. Masyarakat telah

banyak memiliki kendaran sendiri untuk bertindak cepat dan praktis. Dampak dari

banyaknya kendaraan maka arus lalu lintas menjadi padat dan angka

kecelakaan lalu lintas juga meningkat. Akibat dari kecelakaan lalu lintas bisa

menyebabkan kematian. Selain itu juga mengakibatkan patah tulang atau fraktur

karena trauma atau benturan dengan benda keras (Reksoprodjo, 1995).

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan dekade ini (2000 – 2010) menjadi dekade tulang dan persendiaan.

Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan

lalu lintas ini, selai menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan

kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya

adalah remaja atau dewasa muda (Anonim, 2009).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan

pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat

berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang

menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah (Sjamsuhidajat dan Wim

de jong, 2004).

1

Page 2: Refrat orthopedi

Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktifitas penderita

khusunya yang berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami

cidera akibat fraktur. Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu

dampak dari jaringan yang cedera, baik yang disebabkan karena patah

tulangnya maupun dikarenakan kerusakan jaringan lunak disekitar fraktur atau

karena luka bekas infeksi saat dilakukan pembedahan. Akibatnya adanya cidera

akan terlihat adanya tanda – tanda radang meliputi dolor (warna merah), kalor

(suhu yang meningkat), tumor (bengkak), rubor (rasa nyeri), dan function laesa

(fungsi yang terganggu) (Appley dan Solomon, 1995).

Tingkat gangguan akibat terjadinya fraktur seperti diatas dapat

digolongkan kedalam berbagai fase atau tingkat dari impairment atau sebatas

kelemahan misalnya : adanya nyeri, bengkak yang mengenai sampai

menyebabkan keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS), dan terjadi kelemahan

otot. Dampak lebih lanjut adalah adanya suatu bentuk functional limitation atau

fungsi yang terbatas, misalnya fungsi dari tungkai untuk berdiri dan berjalan

menjadi berkurang atau bahkan hilang dalam kurun waktu tertentu. Disamping itu

akan timbul permasalahan berupa disabilitas atau ketidakmampuan melakukan

kegiatan tertentu seperti perawatan diri, seperti berpakaian, mandi, ke toilet, dan

sebagainya (Garison, 1996).

Dalam kasus ini peran Unit Rehabilitasi Medik sangat dibutuhkan dalam

menangani dan mengantisipasi timbulnya gangguan gerak fungsional pasca

dilakukannya tindakan medis terhadap pasien fraktur. Dalam penanganan

permasalahan gerak dan fungsi, Unit Rehabilitasi Medik bekerja secara team.

Anggotanya meliputi Dokter, Perawat, Okupasi terapi, Orthotik prostetik, dan

Pekerja sosial Medis.

2

Page 3: Refrat orthopedi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur

Pengertian fraktur menurut Dorland (1994) adalah suatu

diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan karena trauma atau keadaan

patologis, sedangkan menurut Apley (1995) adalah suatu patahan pada

kontinuitas struktur tulang.

B. Etiologi Fraktur

Penyebab fraktur adalah trauma. Trauma ini dibagi menjadi dua,

trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti

benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur ditempat itu. Sedangkan

trauma tidak langsung bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya

fraktur berjatuhan (Reksoprodjo, 1995).

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur

transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai

dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif

diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak

langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan

sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari

dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang

disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya

proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan

energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang

normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur (Anonim, 2009).

C. Fase Penyembuhan Fraktur

Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang

secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi (Apley, 1995).

Imobilisasi yang sering digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur

fisiologis akan diikuti proses penyambungan.

3

Page 4: Refrat orthopedi

Proses penyambungan tulang menurut Apley (1995) dibagi dalam 5 fase,

yaitu :

1) Fase hematoma

Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan

terbentuk hematoma di sekitar dan didalam fraktur. Tulang pada

permukaan fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati

sepanjang satu atau dua milimeter.

2) Fase proliferasi

Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam

setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah

periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus ujung

fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur.

Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru

yang halus berkembang dalam daerah fraktur.

3) Fase pembentukan kalus

Fase pembentukan kalus terjadi selama 2 – 6 minggu. Pada sel yang

berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan

osteogenik jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan

membentuk tulang kartilago dan osteoklas. Massa tulang akan menjadi

tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang disebut

dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan

endosteom. Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan.

4) Fase konsolidasi

Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu – 6 bulan. Tulang

fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan

osteoblastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi

tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk

menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup

kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh

osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk

menumpu berat badan normal.

5) Fase remodelling

Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur

telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut

4

Page 5: Refrat orthopedi

akan diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar

akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki

dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh

bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan

bahkan sampai beberapa tahun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain:

usia pasien, banyaknya displecement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur,

pasokan darah pada fraktur, dan kondisi medis yang menyertainya (Garison,

1996).

D. Klasifikasi Fraktur

I. Menurut Penyebab terjadinya

a. Faktur Traumatik : direct atau indirect

b. Fraktur Fatik atau Stress

c. Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan

d. Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan

II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya

a. Fraktur Simple : fraktur tertutup

b. Fraktur Terbuka : bone expose

c. Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

III.Menurut bentuk

a. Fraktur Komplet :Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau

lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, spiral. Kelainan ini

menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak.

b. Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur

c. Fraktur Kominutif : lebih dari 2 segmen

d. Fraktur Kompresi / Crush fracture : umumnya pada tulang kanselus

(Anonim, 2009).

E. Tanda Dan Gejala Fraktur

Adapun tanda klinis saat sebelum oprasi dan setelah oprasi pada fraktur

yaitu

1) Tanda klinis saat terjadi fracture antara lain :

Tanda gejala klinis sebelum operasi adalah : (1) adanya rasa nyeri pada

lokasi fraktur (2) adanya oedema, (3) adanya penurunan lingkup gerak

sendi (4) terganggunya aktivitas fungsional (seperti berjalan, menulis dll).

5

Page 6: Refrat orthopedi

2) Tanda klinis setelah operasi

Pada kasus fraktur yang telah dilakukan tindakan ORIF dengan

pemasangan plate and screw maka akan memberikan gejala :

a. Adanya nyeri

Nyeri ini timbul dapat berupa nyeri tekan, gerak dan diam. Hal ini

diakibatkan karena rangsangan respon sensoris tubuh oleh karena

kerusakan jaringan dan juga bisa terjadi karena penekanan syaraf

sensoris karena desakan jaringan yang membengkak.

b. Adanya bengkak

Sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah arteri dari operasi,

sehingga akan terjadi pembesaran plasma darah balik yang berlebihan

dan sebagai akibatnya yaitu ketidakseimbangan pengangkutan darah

balik dengan darah yang merembes keluar.

c. Penurunan Lingkup Gerak Sendi.

Penurunan LGS disebabkan oleh adanya reaksi proteksi, yaitu

penderita berusaha menghindari gerakan yang menyebabkan nyeri

(Mardiman dkk, 1993). Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan

mengakibatkan penurunan lingkup gerak daripada sendi panggul dan

sendi lutut kanan.

d. Penurunan kekuatan otot

Penurunan kekutan otot terjadi karena adanya pembengkakan

sehingga timbul nyeri dan keterbatasan gerak serta aktifitas terganggu

dan terjadi penurunan kekuatan tungkai kanan

e. Penurunan kemampuan fungsional Akibat dari adanya nyeri dan

oedem maka jaringan yang meradang dapat kehilangan fungsinya.

Setiap sendi di sekitar area radang yang digerakkan, maka akan timbul

nyeri gerak sehingga pasien enggan menggerakkan sendi tersebut

yang berakibat terjadinya gangguan fungsi ( Appley, Graham,

Solomon, 1995).

6

Page 7: Refrat orthopedi

F. Komplikasi Fraktur

Komplikasi umum post operasi

1. Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa

internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat

terjadi karena luka yang tidak steril (Adams, 1992).

2. Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang

tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak

tercukupinya peredaran darah ke fragmen (Adams, 1992).

3. Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah

5bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum

dan pergerakan pada tempat fraktur (Garrison, 1996).

4. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya

defisiensi suplay darah (Apley, 1995).

5. Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar

seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan

Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan operasi yaitu

kerusakan jaringan dan pembuluh darah pada daerah yang dioperasi karena

incisi. Pada luka operasi yang tidak steril akan terjadi infeksi yang dapat

menyebabkan proses penyambungan tulang dan penyembuhan tulang

terlambat (Adams, 1992).

7

Page 8: Refrat orthopedi

G. Prognosis

Fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali fragmen-fragmen

tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang sulit

disatukan kembalifragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang

radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur

dan cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut

dilewati saraf besar yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang.

Prognosis fraktur tergantung dari jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat

keparahan, cepat dan tidaknya penanganan.

Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke

rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang

diderita ringan, bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien

baik, usia pasien relative muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan

peredaran darah lancar. Penanganan yang diberikan seperti operasi dan

pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi terutama dalam

memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah operasi dengan pemberian

internal fiksasi berupa plate and screw, diperlukan terapi latihan untuk

mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang tepat

akan memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika

pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika

jenis perpatahan ringan, usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi

pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik jika pasien dapat melakukan

aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang disebut juga dengan

proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses

rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah

komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya (Soeharso, 1982).

8

Page 9: Refrat orthopedi

H. Problematika Rehabilitasi Medik

Problematika Rehabilitasi medik yang sering muncul pada pasca operasi

fraktur meliputi impairment, functional limitation dan disability.

a. Impairment

Problematika yang muncul antara lain :

1. Adanya oedem pada ankle dan tungkai bawah terjadi karena suatu

reaksi radang atau respon tubuh terhadap cidera jaringan.

2. Adanya nyeri gerak pada ankle akibat luka sayatan operasi yang

menyebabkan ujung - ujung saraf sensoris teriritasi dan karena

adanya oedem pada daerah sekitar fraktur.

3. Penurunan luas gerak sendi ankle karena adanya nyeri dan oedem

pada daerah sekitar fraktur.

4. Adanya penurunan kekuatan otot karma nyeri

b. Functional limitation

Pada functional limitation terdapat keterbatasan aktifitas fungsional

terutama dalam melakukan aktivitas fungsional terutama berdiri dan

berjalan.

c. Disability

Disability merupakan ketidakmampuan dalam melaksanakan kegiatan

yang berhubungan dengan lingkungan disekitarnya yaitu kesulitan dalam

melakukan aktivitasnya.

I. Pengobatan dan Rehabilitasi Medik pada Fraktur

1. Terapi latihan (Therapeutic exercise) merupakan salah satu modalitas

rehabilitasi medik yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik

secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan,

ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas,

stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional

(Kisner, 1996). Menurut Kisner, ada lima bentuk terapi latihan, antara lain:

a. Static contraction

Static contraction adalah suatu terapi latihan dengan cara

mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang olot

maupun pergerakan send! (Kisner, 1996). Tujuan dari kontraksi

isometris atau static contraction adalah pumping action pembuluh

darah balik, yaitu terjadinya peningkalan perifer resistance of blood

9

Page 10: Refrat orthopedi

vessels. Dengan adanya hambatan pada perifer maka akan

didapatkan peningkatan blood pressure dan secara otomatis

cardiac output meningkat sehingga mekanisme metabolisme

menjadi lancar dan sehingga oedem menjadi menurun. Karena

oedem menurun maka tekanan ke serabut saraf sensoris juga

menurun sehingga nyeri berkurang (Kisner, 1996).

b. Relaxed passive exercise

Gerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan

dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot

secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis

sehingga dengan gerak relaxed pasive exercise ini diharapkan otot

menjadi rileks dan menyebabkan efek pengurangan atau penurunan

nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak

serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996).

c. Hold relax

Hold relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi

otot secara isometric kelompok antagonis yang diikuti rileksasi

kelompok otot tersebut (prinsip reciprocal inhibition). Hold relax

bermanfaat untuk rileksasi otot – otot dan menambah LGS (Kisner,

1996).

d. Active exercise

Active exercise merupakan gerakan yang dilakukan oleh adanya

kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan

yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi penuh

(Basmanjian, 1978). Active exercise dilakukan secara sadar dengan

adanya kontraksi aktif dari anggota tubuh itu sendiri. Active exercise

mempunyai tujuan (1) memelihara dan meningkatkan kekuatan otot,

(2) mengurangi bengkak, (3) mengembalikan koordinasi dan

keterampilan motorik untuk aktivitas fungsional (Kisner, 1996).

Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise

dan resisted active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi

nyeri karena merangsang rileksasi propioceptif. Resisted active

exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan

meningkatkan recruitment motor unit-motor unit sehingga akan

10

Page 11: Refrat orthopedi

semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat

dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan

yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner,

1996).

e. Latihan Transver Ambulasi

Kemampuan transver ambulasi merupakan aspek terpenting pada

penderita. Latihan transver dilakukan mulai dari tidur terlentang ke

tidur miring, duduk long sitting, lalu duduk dengan posisi kaki

terjuntai dari tepi bed. Latihan ambulasi dapat dilakukan mulai dari

duduk ke berdiri, duduk dari bed pindah ke kursi, berjalan dengan

menggunakan alat bantu jalan berupa kruk dengan mctode Non

Weight Bearing. Latihan ini bertujuan agar pasien dapat rnelakukan

transver ambulasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain,

walaupun masih menggunakanalat bantu (Kisner, 1996).

Tujuan utama dari terapi latihan (Therapeutic exercise) adalah

mengembalikan fungsi, gerakan, kekuatan otot, dan daya tahan tubuh

(endurance) ke tingkat semula ( saat sebelum terjadi trauma) (Thomas,

1999)

Otot yang tidak digunakan akan terjadi atropi dan kehilangan

kekuatan dengan rata-rata 5 % per hari sampai dengan 8 % per minggunya.

Dengan dilakukannya imobilisasi, maka akan terjadi atropi serabut otot pada

kedua tipe serabut otot tersebut yaitu slow-twitch (tipe satu) dan fast-twitch

(tipe dua). Atropi serabut otot fast-twitch tampak dengan hilangnya kekuatan

dari otot tersebut. Sedangkan atropi serabut otot low-twitch tampak dengan

hilangnya daya tahan (endurance) dari otot tersebut. Kekuatan otot artinya

kemampuan otot berkontraksi melawan tahanan. Prinsip dasar dari latihan

kekuatan otot adalah menggunakan tahanan dan kontraksi berulang untuk

menaikkan kemampuan dari keseluruhan motor unit otot. Endurance adalah

kemampuan untuk melakukan gerakan secara berulang-ulang. Cara

latihannya adalah dengan melakukan gerakan berulang sampai terjadi

kelelahan otot (overload) (Thomas, 1999).

11

Page 12: Refrat orthopedi

2. Range of Motion (lingkup Gerak Sendi)

Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan Range of Motion (ROM) parsial

atau penuh yang mana gerakan ROM ini bertujuan untuk menjaga atau

meningkatkan jangkauan dari sebuah sendi. ROM merupakan tipe latihan

dasar yang terbanyak digunakan pada kasus-kasus rehabilitasi fraktur.

ROM dapat dilakukan secara penuh (anatomik) atau fungsional ( gerakan

untuk melakukan aktivitas khusus). Berikut ini macam-macam bentuk dari

ROM :

a. ROM penuh (full ROM)

ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari

sendi itu sendiri. contohnya lutut yang mempunyai ROM 0 sampai

dengan 120 derajat.

b. ROM fungsional

ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik.

Contohnya : ROM lutut dari ekstensi penuh (0 derajat) sampai fleksi

90 derajat merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini

fungsional untuk duduk.

c. ROM aktif

Pasien disuruh melakukan gerakan sendi secara parsial atau penuh

tanpa bantuan orang lain. Tujuannya memelihara ROM dan kekuatan

minimal akibat kurang aktivitas dan menstimulasi sistem

kardiopulmoner. Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai

dengan good (2 sd 4).

d. ROM aktif assistive

Pada latihan ini, pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk

menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam

melakukannya.

e. ROM pasif

Latihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien.

Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya

memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter /

sendi hilang atau pasien tidak sadar / tidak ada respon. Sasarannya

otot dengan kekuatan zerro – trace (0-1).

12

Page 13: Refrat orthopedi

Meskipun fraktur tidak kompleks dengan tanpa gangguan neurologis, otot-

otot di sekitar bagian fraktur lemah, biasanya karena trauma langsung

sekunder, imobilisasi, atau reflek inhibisi. Di bawah ini tabel mengenai

derajat kekuatan otot.

Tabel 1. Derajat kekuatan otot

Derajat Otot Deskripsi

5 - Normal ROM penuh, mampu melawan gravitasi dengan

tahanan penuh

4 – Baik ROM penuh, mampu melawan gravitasi dengan

tahanan sedang

3 – Sedang ROM penuh, mampu melawan gravitasi dengan

tahanan minimal

2 – Jelek ROM penuh, tanpa melawan gravitasi

1 - Trace Kontraksi ringan, tanpa gerakan sendi

0 - zerro Tiada ada kontraksi otot

(Thomas, 1999).

3. Latihan Kekuatan (strengthening exercise)

Syarat dalam melakukan latihan ini adalah (1) kekuatan otot di atas fair (F

= 50 %) dan (2) beban di atas 35 % dari kemampuan otot. Ada 3 macam

latihan kekuatan ini,antara lain :

a. Isometric exercise

Pada latihan ini, panjang otot tidak bertambah. Terjadi kontraksi otot

tanpa pergerakan sendi. Latihan kekuatan ini sangat bermanfaat

untuk menjaga atau meningkatkan penguatan otot ketika ada

kontraindikasi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri.

Kontraksi optimal 6 detik, 1 kali per hari. Waspada pada kasus

hipertensi dan penyakit jantung koroner. Latihan ini digunakan pada

rehabilitasi tahap awal.

b. Isokinetic exercise

Pada latihan ini kecepatan gerakan sendi konstan. Beban dinamis

(beban bisa optimal) tetapi kecepatan gerak tetap. Pada latihan ini

memerlukan alat khusus cybex (dinamometer). Latihan ini di gunakan

pada rehabilitasi tahap akhir, ketika sudah terjadi kestabilan yang baik

pada bagian fraktur.

13

Page 14: Refrat orthopedi

c. Isotonic exercise

Isotonic exercise merupakan latihan dinamis menggunakan beban

statis, tetapi kesepatan gerakan tidak dikontrol. Kontraksi otot

bersamaan dengan gerak sendi. Latihan ini sering digunakan untuk

meningkatkan kekuatan pada tahap pertengahan dan tahap akhir dari

rehabilitasi fraktur (Thomas, 1999).

4. Latihan Daya Tahan Tubuh (Endurance Exercise)

Pada latihan ini memerlukan waktu latihan yang panjang, dengan

frekuensi yang tinggi dan menggunakan beban yang rendah. Latihan ini

mempunyai dua tujuan antara lain :

a. Reconditioning

Latihan ini ditujukan pada orang yang sakit untuk mengembalikan

daya tahan tubuh. Contohnya : naik tangga pada pasien fraktur femur

dan membuka pegangan pintu setelah melepaskan gips pada pasien

fraktur colles.

b. Conditioning

Latihan ini meningkatkan daya tahan tubuh. latihan ini secara

keseluruhan meningkatkan fungsi kardiopulmonari dari pada untuk

terapi defisit setelah fraktur spesifik (Thomas, 1999).

5. Pola Berjalan Setelah Pasien Menjalani Rehabilitasi Fraktur

a. Pertimbangan Berjalan Pada Fraktur Ekstrimitas Bawah

Yang menjadi pertimbangan berjalan pada kasus fraktur ekstrimitas

bawah adalah weight-bearing status. Pembagian weight-bearing

status adalah sebagai berikut :

1. Non-weight bearing

2. Toe-touch weight bearing

3. Partial weight bearing

4. Weight bearing yang ditoleransi.

5. Full weight bearing

b. Pola-pola Berjalan Setelah Fraktur

14

Page 15: Refrat orthopedi

Pola-pola berjalan setelah fraktur dapat di klasifikasikan berdasarkan

tipe langkah (step-to, step-through) atau berdasarkan jumlah poin

kontak yang di gunakan dalam melangkah (dua, tiga atau empat poin

dalam berjalan). Karena weight bearing dipengaruhi oleh

keterbatasan dari ekstrimitas (Hoppenfeld, Murthy, Thomas, 1999).

6. Modalitas Yang Digunakan Pada Pengobatan Fraktur

Modalitas pengobatan terapi fisik seperti panas dan dingin, hydrotherapy,

fluidotheraphy, dan electrical stimulation) sering digunakan setelah terjadi

suatu fraktur untuk mengurangi ketidaknyamanan dan meningkatkan

terapi latihan.

a. Terapi Panas

Terapi panas meningkatkan sirkulasi lokal dan regional, mengurangi

viskositas jaringan, dan meningkatkan elastisitas kolagen. Terapi ini

juga mengurangi spasme otot dan reseptor nyeri perifer. Kontra

indikasi dari terapi ini adalah pada kasus radang akut, trauma akut,

gangguan vaskuler malignansi, penyakit jantung koroner bayi dan

orang sangat tua.

Dibawah ini macam-macam modalitas terapi panas yang sering

digunakan :

15

Page 16: Refrat orthopedi

Tabel 2. Modalitas Terapi Panas

Modalitas Jaringan

Yang

DIpanaskan

Indikasi Kontraindikasi Frekuensi

Di

Amerika

Superficial

Heat

Hot packs

Kulit dan

subkutan

Nyeri dan

otot tegang

Luka bakar /

area anestesi

penyakit

vaskular perifer

Biasa

digunakan

Paraffin Bath Kulit dan

subkutan

Nyeri dan

otot tegang,

mengurangi

ROM

Luka bakar /

area anestesi

penyakit

vaskular perifer

Biasa

digunakan

Fluidotheraphy Kulit dan

subkutan

Nyeri dan

otot tegang,

mengurangi

ROM

Luka bakar /

area anestesi

penyakit

vaskular perifer

area iskemik,

perdarahan

Biasa

digunakan

Deep Heat

Ultrasound

Tulang/otot Kontraktur

otot / kapsul

sendi

Fraktur lokal,

implan besi

Kadang-

kadang

digunakan

SWD Subkutan Adhesi

setelah

operasi,

kontraktur

superficial

Implan besi,

pacemaker,

drug delivery

system

Jarang

digunakan

MWD otot Kontraktur

otot

Implan besi,

pacemaker,

drug delivery

system

Jarang

digunakan

(Thomas, 1999)

b. Terapi Dingin

16

Page 17: Refrat orthopedi

Dingin, diterapkan dengan pemakaian ice pack atau jenis cold pack

lain atau penggunaan vapocoolant spray dengan evaporasi

merupakan alat yang sering digunakan pada tahap awal dari

rehabilitasi fraktur sebagai analgesia dan kontrol edema setalah

cidera. Dingin menghasilkan efek mati rasa yang disebabkan

berkurangnya hantaran receptor perifer, termasuk receptor nyeri.

(Thomas, 1999).

c. Hidroterapi

Termasuk kedalam hidroterapi adalah whirlpool atau therapeutic pool

treatment, bergantung dari efek terapi. Secara umum hidroterapi

digunakan untuk meningkatkan ROM, khususnya setelah pelepasan

gips, stimulasi penyembuhan luka, dan meningkatkan sirkulasi.

(Thomas,1999).

d. Modalitas Elektrik

Stimulasi elektrik menjadi bagian dari program penguatan setelah

proses penyembuhan fraktur khususnya ketika pasien merasa cemas

karena terganggunya kontraksi otot tubuh. Stimulasi galvanic

tegangan tinggi bermanfaat mengurangi spasme otot, dan

meningkatkan ROM setelah pelepasan gips (Thomas, 1999).

e. Spray and Stretch

Spray and Stretch therapy bermanfaat untuk mengatasi spasme otot

persisten setelah penyembuhan fraktur, khususnya cervical / schapula

atau otot punggung bagian bawah. Terapi ini bermanfaat

meregangkan dan relaksasi otot, mengurangi nyeri dan meningkatkan

ROM (Thomas, 1999).

BAB III

17

Page 18: Refrat orthopedi

KESIMPULAN

Pengertian fraktur menurut Dorland adalah suatu diskontinuitas susunan

tulang yang disebabkan karena trauma atau keadaan patologis. Penyebab

fraktur adalah trauma. Trauma ini dibagi menjadi dua, trauma langsung dan

trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan

mengakibatkan fraktur ditempat itu. Sedangkan trauma tidak langsung bilamana

titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjatuhan.

Fase penyembuhan pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur

dan fungsi tulang secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi.

Imobilisasi yang sering digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur

fisiologis akan diikuti proses penyambungan. Proses penyambungan tulang

menurut Appley dibagi dalam 5 fase, yaitu : Fase hematoma, fase proliferasi,

fase pembentukan kalus, fase konsolidasi dan fase remodelling.

Pada saat terjadi fraktur, dapat timbul gejala fraktur sebelum dan sesudah

operasi seperti adanya rasa nyeri pada lokasi fraktur, adanya oedema, adanya

penurunan lingkup gerak sendi dan terganggunya aktivitas fungsional.

Problematika Rehabilitasi medik yang sering muncul pada pasca operasi fraktur

meliputi impairment, functional limitation dan disability.Dalam kasus ini peran Unit

Rehabilitasi Medik sangat dibutuhkan dalam menangani dan mengantisipasi

timbulnya gangguan gerak fungsional pasca dilakukannya tindakan medis

terhadap pasien fraktur. Dalam penanganan permasalahan gerak dan fungsi,

Unit Rehabilitasi Medik bekerja secara team. Anggotanya meliputi Dokter,

Perawat, Okupasi terapi, Orthotik prostetik, dan Pekerja sosial Medis.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Refrat orthopedi

1. Anonim, 2009. Ilmu Bedah. http://www.bedahugm.net/fraktur/

2. Adams, C. J, 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth edition,

Churchill Livingstone.

3. Appley, A. Graham, Louis Solomon, 1995; Terjemahan Ortopedi, dan Fraktur

Sistem Appley; Edisi Ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

4. Basmajian, John, 1978; Therapeutic Exercise.; Third edition, The William and

Wilkins, London.

5. Garrison, S. J, 1996; Dasar-dasar Terapi Latihan dan Rehabilitasi Fisik;

Terjemahan Hipocrates, Jakarta.

6. Kisner, Carolyn and Lynn Callby, 1996; Therapeutic Exercise Fundation and

Techniques: Third edition , FA. Davis Company, Philadelphia.

19