Refrat Karsinoma Hepatoseluler

35
BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan kanker yang berasal dari sel hati. Kanker ini menduduki peringkat ke-5 sebagai kanker umum dan peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian akibat kanker di dunia. Sekitar 85% kanker hepatoselular terjadi di negara berkembang, terutama di daerah endemik virus hepatitis B yaitu Asia Tenggara dan Afrika. Di Indonesia, karsinoma hepatoseluler dilaporkan telah mematikan lebih dari satu juta orang per tahun. Angka kejadian dan kematian yang tinggi di Indonesia ini disebabkan karena kebanyakan penderita datang pada stadium lanjut. Angka kematian yang tinggi dapat ditekan bila diagnosis dini dapat ditegakkan. (1-3) Penyebab pasti terjadinya karsinoma hepatoseluler belum diketahui, tetapi penyakit ini paling banyak ditemukan pada penderita sirosis hati, hepatitis virus B dan pada penderita hepatitis virus C, sehingga kelompok tersebut termasuk dalam kelompok berisiko tinggi terjadi karsinoma hepatoseluler. Karsinoma hepatoseluler jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Insidensi kanker hati ini lebih sering terjadi pada laki-laki dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. (2-3) 1

description

Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Transcript of Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Page 1: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan kanker yang berasal dari sel

hati. Kanker ini menduduki peringkat ke-5 sebagai kanker umum dan peringkat

ke-3 sebagai penyebab kematian akibat kanker di dunia. Sekitar 85% kanker

hepatoselular terjadi di negara berkembang, terutama di daerah endemik virus

hepatitis B yaitu Asia Tenggara dan Afrika. Di Indonesia, karsinoma

hepatoseluler dilaporkan telah mematikan lebih dari satu juta orang per tahun.

Angka kejadian dan kematian yang tinggi di Indonesia ini disebabkan karena

kebanyakan penderita datang pada stadium lanjut. Angka kematian yang tinggi

dapat ditekan bila diagnosis dini dapat ditegakkan.(1-3)

Penyebab pasti terjadinya karsinoma hepatoseluler belum diketahui, tetapi

penyakit ini paling banyak ditemukan pada penderita sirosis hati, hepatitis virus B

dan pada penderita hepatitis virus C, sehingga kelompok tersebut termasuk dalam

kelompok berisiko tinggi terjadi karsinoma hepatoseluler. Karsinoma

hepatoseluler jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Insidensi kanker hati ini

lebih sering terjadi pada laki-laki dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan

perempuan.(2-3)

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari serta memahami

dari mulai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, gejala klinis,

diagnosis, pemeriksaan penunjang serta pengobatan karsinoma hepatoseluler.

Selain itu penulisan referat ini juga bertujuan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUP Persahabatan

Jakarta Timur.

1

Page 2: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR

Hepar merupakan organ visera terbesar dalam tubuh manusia. Berat hepar

pada orang dewasa dapat mencapai 1500–1800 gram pada pria dan 1300–1500

gram pada wanita atau sekjitar 1/50 dari berat badan orang dewasa, sedangkan

pada bayi berat hepar sekitar 1/18 dari berat badan atau sekitar 5% dari berat

badan. Berat relatif ini berkurang 2-3% setiap tahunnya seiring bertambahnya

usia.(4-5)

Hepar terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hepar bertekstur lunak dan

lentur, serta terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma

(Gambar 1). Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis dexter, dan

diaphragma. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah

diaphragma. Permukaan posteroinferior, atau visceralis membentuk cetakan visera

yang letaknya berdekatan, karena itu bentuknya menjadi tidak beraturan.

Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, gaster,

duodenum, flexura coli dextra, ren dexter dan glandula suprarenalis dextra, dan

vesica biliaris.(6)

Gambar 1. Letak Hepar(6)

2

Page 3: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Dari anterior bentuk hepar menyerupai segitiga, permukaannya licin

berwarna merah gelap kecoklatan. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang

dinamakan kapsula glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar dari

keseluruhan permukaannya. Hepar terdiri dari dua lobus utama, yaitu lobus kanan

(dexter) dan lobus kiri (sinister). Lobus dexter terbagi lagi menjadi lobus

quadratus dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura untuk

ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum

venosum. Pada bagian anterior, kedua lobus hepar dipisahkan oleh lipatan

peritoneum yang dinamakan ligamentum falciforme. (4-7)

Ligamentum falciforme yang merupakan lipatan ganda peritoneum, berjalan

ke atas dari umbilicus ke hepar. Ligamentum falciforme berjalan ke permukaan

anterior dan kemudian ke permukaan superior hepar dan akhirnya membelah

menjadi dua lapis. Lapisan kanan membentuk lapisan atas ligamentum

coronarium dan lapisan kiri membentuk lapisan atas ligamentum triangulare

sinistrum. Ligamentum teres hepatis berjalan ke dalam fisura yang terdapat pada

facies visceralis hepatis dan bergabung dengan cabang sinistra vena porta hepatis.

Ligamentum venosum yang merupakan suatu pita fibrosa melekat pada cabang

sinistra vena porta dan berjalan ke atas di dalam fisura pada permukaan viseral

hepatis, dan di atas melekat pada vena cava inferior. Sebagial besar darah yang

tidak melewati hepar masuk ke dalam ductus venosus (ligamentum venosum) dan

bersatu dengan vena cava inferior.(6)

Gambar 2. Anatomi Hepar Anterior View(8)

3

Page 4: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Gambar 3. Anatomi Hepar Inferior View(8)

Setiap lobus hepar mengandung unit-unit yang lebih kecil lagi yang disebut

lobulus. Gabungan dari beberapa lobulus disebut lobuli. Setiap lobulus hepar

terdiri atas vena kecil yang dikelilingi oleh sel-sel hati (hepatosit), sistem saluran

empedu (kanalikuli biliaris), dan sistem saluran limfe (ruang Disse dan saluran

limfe interlobularis). Umumnya sebuah hepar mengandung 50.000 sampai

100.000 lobuli. Di dalam ruangan di antara lobulus-lobulus terdapat canalis

hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta, dan sebuah

cabang dari ductus choledochus (triad hepatis). Darah arteri dan vena berjalan di

antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena

centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke vena hepatica.(3-6)

4

Page 5: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Gambar 4. Histologi Hepar(9)

Peredaran darah hepar tergolong unik, karena adanya aliran darah rangkap,

arterial dan venosa. Aliran darah arterial diterima hepar dari arteria hepatica

communis, yang mendapat aliran darah dari arteria coeliaca. Pada aliran darah

venosa didapatkan dari vena porta yang mengalirkan darah dari intestinal.

Pembuluh darah tersebut masuk ke hepar melalui porta hepatis. Di dalam porta

tersebut, vena porta dan arteria hepatika bercabang dan masing-masing menuju

ke tiap-tiap lobus. Arteria hepatica propria membawa darah yang kaya oksigen ke

hepar, dan vena porta membawa darah yang kaya akan hasil metabolisme

pencernaan yang sudah diabsorbsi dari tractus gastrointestinalis. Darah arteri dan

vena dialirkan ke vena centralis masing-masing lobulus hepatis melalui sinusoid

hati.Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatica dextra dan sinistra, dan

vena-vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke

dalam vena cava inferior. (6,8-9)

5

Page 6: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

II.2. FISIOLOGI HEPAR

Hepar merupakan organ metabolik terbesar dan dapat dipandang sebagai

pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan adalah sekresi

garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Fungsi hepar

sangatlah vital bagi kesehatan seseorang. Berikut ini adalah fungsi metabolik

hepar secara umum, yaitu: (3-5, 11)

a. Metabolisme bilirubin

Hepar adalah tempat konjugasi bilirubin indirek hasil degradasi

hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial menjadi bilirubin direk untuk

kemudian dimetabolisme lebih lanjut dan diekskresi lewat usus atau ginjal.

b. Metabolisme porfirin

Hepar mensintesis 15% dari haem yang nantinya akan dipakai untuk

pembentukan hemoglobin

c. Metabolisme asam empedu

Hepar membentuk asam empedu primer sebagai hasil metabolisme

kolesterol, yang selanjutnya akan diubah menjadi asam empedu sekunder

oleh bakteri usus. Di hepar asam-asam empedu ini dikonjugasi menjadi

garam-garam empedu, yang berguna sebagai emulsifier dalam proses

absorbsi lemak di mukosa usus.

d. Metabolisme asam amino dan protein

Hepar sangat penting peranannya dalam deaminasi asam amino,

pembentukan urea untuk membuang amonia dari cairan tubuh,

pembentukan protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk

pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid

serta kolesterol dalam darah.

e. Metabolisme karbohidrat

Hepar merupakan tempat penyimpanan glikogen, konversi galaktosa dan

fruktosa menjadi glukosa, serta tempat proses glukoneogenesis.

f. Metabolisme lemak and lipoprotein

Hepar mengoksidasi asam lemak untuk memberikan energi bagi berbagai

fungsi tubuh, tempat sintesis kolesterol, fosfolipid dan sebagian besar

lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat.

6

Page 7: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

g. Metabolisme hormon

Berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diubah atau

diekskresikan oleh hati antara lain hormon tiroksin, semua hormon steroid

seperti estrogen, kortisol, aldosteron

h. Penyimpanan vitamin

Hati merupakan tempat penyimpanan beberapa macam vitamin seperti

vitamin A, B12 dan D.

i. Penyimpanan zat besi dan mineral

Saat zat besi berada dalam jumlah berlebih dalam darah, hepar dapat

menyimpannya dalam hepatosit dengan mengikat besi tersebut dengan

protein yang disebut apoferitin membentuk feritin. Feritin akan melepas

zat besi ke dalam sirkulasi apabila konsentrasi zat besi dalam darah

menurun. Hepar memegang peran penting juga dalam ketersediaan

berbagai mineral lain dalam jumlah cukup di tubuh (tembaga, kromium,

mangan, selenium, kobal, dan lain-lain).

j. Fungsi biotransformasi dan detoksifikasi

Hati mendegradasi atau mendetoksifikasi beberapa jenis bahan kimia

maupun obat-obatan, untuk selanjutnya mengekskresikan metabolitnya ke

dalam empedu.

k. Degradasi alkohol

l. Keseimbangan asam-basa.

II.3. KARSINOMA HEPATOSELULER

II.3.1. Definisi

Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah kanker hati primer yang sering

ditemukan yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler termasuk salah

satu tumor hepar dengan insidensi yang terus meningkat hingga saat ini dan

menjadi salah satu penyebab kematian pada pasien sirosis.(12)

Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal

dari sel hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan

hepatoblastoma. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah di diagnosis, 85%

adalh karsinoma hepatoseluler.(16)

7

Page 8: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

II.3.2. Epidemiologi

Karsinoma hepatoseluler menempati peringkat ke-5 pada laki-laki dan ke-9

pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ke-3 dari kanker

sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat

kematian karsinoma hepatoseluler juga sangat tinggi, karsinoma hepatoseluler

menempati urutan ke-2 setelah kanker pankreas. Di seluruh dunia, karsinoma

hepatoseluler menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang setiap

tahunnya. Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis kanker

yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.(13,16)

Distribusi geografis karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia tidak merata.

Negara-negara di Asia Tenggara (Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong,

Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan Afrika tropis menunjukkan insidens

paling tinggi dengan 10–20 per 100.000 populasi.(14)

Gambar 5. Distribusi Geografis Karsinoma Hepatoselullar (14)

8

Page 9: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Gambar 6. Grafik Insidensi Karsinoma Hepatoseluler(12)

.

Insidensi karsinoma hepatoseluler lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada wanita dengan rasio 3 :1. Di negara barat seperti Eropa dan Amerika,

karsinoma hepatoseluler banyak terjadi pada kalangan berusia sekitar 60 tahun,

sedangkan di Asia dan Afrika, insidensi karsinoma hepatoseluler banyak terjadi di

usia 20-50 tahun.(1,7)

II.3.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor utama dari perkembangan karsinoma hepatoseluler adalah sirosis

hati, infeksi kronis virus hepatitis B (HBV) dan visrus hepatitis C (HCV). Selain

itu, penggunaan alkohol berat juga merupakan faktor risiko yang penting bagi

perkembangan sirosis. Penggunaan alkohol lebih dari 80 g/hari selama lebih dari

10 tahun dapat meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler.(1,3)

a. Sirosis hati

Sirosis terdapat pada sekitar 80%-90% pasien karsinoma

hepatoseluler dan merupakan faktor risiko yang terberat. Risiko dari

perkembangan karsinoma hepatoseluler pada pasien-pasien dengan sirosis

bervariasi tergantung dengan penyakit yang mendasari. Sirosis hati dapat

dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur

hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan

9

Page 10: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

mengalami fibrosis. Sirosis hati merupakan suatu penyakit dimana

sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem

arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi

penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang

mengalami regenerasi.(15-17)

Sebagian besar karsinoma hepatoseluler muncul dari sirosis yang

diinduksi oleh hepatitis kronis viral, penyakit hati alkoholik,

steatohepatitis non-alkoholik, hemokromatosis, ataupun gangguan

metabolik. Keadaan sirosis merupakan suatu keadaan di mana hepatosit

yang rusak diganti secara permanen oleh jaringan ikat. Pada dasarnya,

jaringan hepar memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi, dalam

keadaan normal hepar mengalami pertukaran sel secara gradual. Jika

sebagian jaringan hepar rusak maka jaringan yang hilang dapat diganti

dengan meningkatkan laju pembelahan sel. Jika hepar terpajan bahan

toksik misalnya alkohol sehingga hepatosit baru tidak dapat dibentuk

cukup cepat untuk mengganti sel yang rusak maka fibroblas yang lebih

kuat mengambil alih dan berkembang berlebihan. Jaringan ikat ekstra ini

tidak banyak memberi ruang bagi pertumbuhan kembali hepatosit. Karena

itu, sewaktu sirosis terjadi secara perlahan, jaringan heparaktif secara

bertahap berkurang yang akhirnya menyebabkan gagal hari kronik.(11-13)

Sirosis merupakan stadium akhir dari inflamasi kronis hati.

Inflamasi kronis yang meliputi kerusakan, regenerasi maupun proliferasi

sel ini memberi tempat bagi mutasi maupun ketidakstabilan gen, yang

pada gilirannya dapat memunculkan karsinoma.(12-13)

b. Infeksi Virus Hepatitis B (HBV) dan Virus Hepatitis C (HCV)

Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang terjadi karena

bermacam penyebab, termasuk infeksi virus atau pajanan bahan toksik,

seperti alkohol, karbon tetraklorida, dan obat penenang tertentu.

Keparahan hepatitis berkisar dari ringan dengan gejala reversibel hingga

kerusakan hati akut masif dengan kemungkinan kematian dini akibat gagal

hati akut. Infeksi hepatitis virus B kronis menyumbang sekitar 50% dari

10

Page 11: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

semua kasus karsinoma hepatoseluler. Di daerah endemik seperti di Asia

dan Afrika HBV ditularkan dari ibu ke bayi yang baru lahir.(3,11)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa carrier HBV memiliki

risiko terjadinya karsinoma hepatoseluler 5 hingga 15 kali lebih tinggi

dibandingkan populasi umum. Sekitar 70% hingga 90% pasien karsinoma

hepatoseluler terkait HBV timbul setelah terjadi sirosis. Ditemukannya

DNA HBV pada genom hepatosit sel pejamu baik yang terinfeksi maupun

yang ganas, menunjukkan kemungkinan HBV menginduksi transformasi

ganas melalui insersi DNA virus tersebut ke dalam atau di dekat proto-

onkogen atau gen supresor tumor.(12-13)

Virus hepatitis C merupakan virus RNA beralur tunggal. Infeksi

kronis HCV juga merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya

karsinoma hepatoseluler. Antibodi terhadap virus ini (anti- HCV) dapat

terdeteksi pada hingga 90% penderita karsinoma hepatoseluler. Inflamasi

kronis oleh sebab infeksi HCV meningkatkan risiko karsinoma

hepatoseluler dengan pemicuan fibrogenesis hati yang pada akhirnya

berujung sirosis, melalui pengaktifan transforming growth factor (TGF)-β,

di samping adanya kemungkinan induksi transformasi ganas pada

hepatosit sendiri oleh mutasi pada gen yang instabil dalam kondisi

inflamasi kronis tersebut.(3,12-13)

Karsinogenisitas HBV dan HCV pada hati terjadi melalui proses

inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi diawali dengan integrasi virus

hepatitis ke dalam hepatosit yang menimbulkan kelainan kromosom

sehingga mengubah sifat-sifat asli hati dan menghambat aktifitas sel

penekan tumor. Virus hepatitis terintegrasi meluas ke sel hati karena sudah

kebal terhadap respon imunitas. Pada tahap promosi terjadi proses nekrosis

dan kematian sel akibat dari aktifitas virus hepatitis yang diikuti regenerasi

berulang kali. Pada tahap progresi sel-sel telah mengalami transformasi

keganasan dan mengalami replikasi lebih lanjut.(1,3,13)

c. Konsumsi alkohol

Alkohol merupakan sebuah co-karsinogen dengan virus hepatitis

B. Induksi enzim yang diperantarai oleh alkohol dapat meningkatkan

11

Page 12: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

konversi dari co-karsinogen menjadi karsinogen, sehingga berkontribusi

terhadap proses hepatokarsinogenesis. Alkohol juga dapat meningkatkan

karsinogenesis melalui depresi respon imun. Alkilasi DNA yang

diperantarai karsinogen akan terganggu oleh alkohol.(15)

Risiko karsinoma hepatoseluler meningkat secara bermakna pada

pengkonsumsi alkohol yang melebihi 80 gram perharinya selama 10 tahun

atau lebih. Efek induksi malignansi akan lebih besar apabila peminum

alkohol adalah seorang yang terinfeksi HBV atau HCV. Mekanisme

induksi belum dipahami dangan jelas, tapi diperkirakan melibatkan stres

oksidatif, metilasi DNA, menurunnya pengawasan imun serta kerentanan

genetik.(13)

d. Aflatoksin

Aflatoksin merupakan sebuah mikotoksin poten yang bersifat

karsinogenik pada hati. Aflatoksin adalah metabolit fungus (mikotoksin)

yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Fungi tersebut

tumbuh subur pada beberapa produk makanan dari kelompok padi-padian

dan kacang-kacangan di bawah kondisi lembab di daerah tropis dan

subtropis. Ada empat senyawa aflatoksin: B1, B2, G1 dan G2, yang

terlazim dan paling toksik adalah AFB1, toksisitasnya menyebabkan

nekrosis hati dan proliferasi duktus biliaris.(13,17)

e. Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan Non-alcoholic

steatohepatitis (NASH)

Karsinoma hepatoseluler memiliki kesamaan faktor risiko utama

yang juga ditemukan pada NAFLD yaitu obesitas dan diabetes. Pada

sebuah studi kasus longitudinal menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara obesitas pada steatosis dan kerusakan hati sekunder dengan NASH.(17)

f. Faktor penyebab lain

1) Terjadinya karsinoma hepatoseluler terkait hiperinsulinemia

diperantarai oleh inflamasi, proliferasi sel, inhibisi apoptosis, dan

mutasi gen-gen supresor tumor

12

Page 13: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

2) Pada asap tembakau mengandung sedikitnya 55 bahan karsinogen,

beberapa di antaranya memiliki hepatokarsinogenitas

3) Konsumsi kontrasepsi hormonal estrogen diyakini memiliki efek

proliferatif pada hepatosit terutama bila dikonsumsi lama (>5 tahun)

4) Beberapa penyakit herediter, seperti hemokromatosis herediter dan

defisiensi antitripsin-α1

II.3.4 Patogenesis

Hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan

interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen. Mekanisme karsinogen

langsung yaitu dengan adanya pajanan bahan kimia tertentu dan karsinogenesis

virus (HBV). Karsinogenik tidak langsung melibatkan nekroinflamasi kronis.

Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar

yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus-menerus.

Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor

necrosis factor-α, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat

memicu timbulnya fokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia

yang dapat berujung pada transformasi ganas. Patogenesis molekuler karsinoma

hepatoseluler tidaklah seragam. Karsinoma hepatoseluler adalah tumor yang

secara genetik sangat heterogen, dengan abnormalitas kromosom yang multipel.

Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan

genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme

obat, berbagai faktor pertumbuhan (insulin-like growth factors, epidermal growth

factors/EGF, transforming growth factor-β/TGF-β) tampaknya memiliki peran

dalam patogenesis karsenoma hepatoseluler.(18-19)

Hepatokarsinogenesis dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel induk

hati atau berasal dari sel hepatosit yang matang dan merupakan perkembangan

dari penyakit hati kronis yang didorong oleh stres oksidatif, inflamasi kronis dan

kematian sel yang kemudian diikuti oleh proliferasi terbatas atau dibatasi oleh

regenerasi, dan kemudian remodeling hati permanen.(20)

13

Page 14: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Gambar 7 . Skema Patogenesis Karsinoma Hepatoseluler(18)

II.3.5. Patofisiologi

Mekanisme perkembangan karsinoma hepatoseluler berbeda-beda sesuai

dengan penyakit yang mendasarinya. Infeksi HBV dapat menyebabkan karsinoma

hepatoseluler tanpa melalui sirosis, meskipun sebagian besar pasien dengan

karsinoma hepatoseluler yang terkait HBV memiliki penyakit sirosis. Sebaliknya,

karsinoma hepatoseluler yang terkait HCV hampir selalu terjadi fibrosis lanjut

atau sirosis.

Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan perkembangan dari hepatitis

kronis atau sirosis di mana ada mekanisme peradangan terus menerus dan

regenerasi dari sel hepatosit. Cedera hati kronis yang disebabkan oleh HBV,

HCV, konsumsi alkohol yang kronis, steatohepatitis alkohol, hemokromatosis

genetik, sirosis bilaris primer dan adanya defisiensi α-1 antitrypsin menyebabkan

kerusakan hepatosit permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran oleh

sel proliferasi dan regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya,

fibrosis dan sirosis berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara

permanen, terutama didorong oleh sintesis komponen matriks ekstraseluler dari

sel-sel stellata hati.(20)

14

Page 15: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Terdapat dua mekanisme utama yang terlibat dalam hepatokarsinogenesis,

yaitu sirosis dan yang berhubungan dengan regenerasi hati setelah adanya

kerusakan hati kronis yang disebabkan oleh beberapa faktor (infeksi hepatitis,

toksin atau gangguan metabolisme), serta adanya sejumlah mutasi DNA yang

menyebabkan gangguan dari keseimbangan onkogenesis-onkosupresor dari sel

yang mengarah ke perkembangan sel-sel neoplastik. Beberapa jalur penting dari

sinyal seluler telah diamati menjadi bagian dari keterlibatan onkogenetic pada

karsinoma hepatoseluler. Jalur sinyal utama pada karsinoma hepatoseluler adalah

RAF / MEK / ERK , PI3K/AKT/mTOR , NTB / β - catenin , IGF , HGF / c-MET

dan faktor pertumbuhan yang mengatur sinyal angiogenik.(20)

II.3.6 Manifestasi Klinis

Karsinoma hepatoseluler secara klasik muncul dan tumbuh secara

asimtomatik, sehingga ketika ditemukan sudah merupakan perkembangan tahap

lanjut. Gejala biasanya tidak khas dan biasa berkembang pada pasien dengan

penyakit hati kronis. Nyeri perut kanan atas dapat terjadi pada 50-70% kasus dan

pada beberapa pasien terlihat massa abdominal. Pasien dengan sirosis hati

cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap infiltrasi sel ganas dalam hati

sehingga muncul tanda-tanda spesifik dan gejala dekompensasi hati seperti

ikterus, ensefalopati dan edema pada tubuh. Ikterus timbul disebabkan oleh

kompresi saluran empedu atau mungkin karena infiltrasi difus tumor ke parenkim.(18-20)

Pada karsinoma hepatoseluler stadium lanjut, pasien kerap mengeluhkan

rasa tertekan dan penuh pada perut bagian atas dan adanya penurunan berat badan.

Jarang terjadi suatu tumor karsinoma hepatoseluler ruptur ke dalam rongga

peritoneum sehingga menyebabkan perdarahan akut intraperitoneal dan

peritonitis. Sindroma Budd-Chiari (nyeri perut, asites, hepatomegali, ikterus)

ataupun obstruksi vena kava inferior yang jarang terjadi dapat merupakan

manifestasi awal karsinoma hepatoseluler.(18-20)

Gejala yang menyertai biasanya berhubungan dengan keganasan yang sudah

berlangsung lama dan gejala karena adanya pertumbuhan tumor termasuk malaise,

anoreksia, penyusutan otot, nyeri perut kuadran kanan atas dan adanya distensi

15

Page 16: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

perut. Rasa nyeri bersifat konstan, seringkali terasa sangat hebat dan kadang

memburuk setelah makan. Pembesaran atau distensi perut akibat adanya

pembesaran hati dengan atau tanpa asites. Gejala pada saluran pencernaan seperti

anoreksia, perut kembung, serta konstipasi atau diare biasanya terjadi karena

adanya kolestasis atau adanya produksi zat-zat aktif seperti prostaglandin yang

dihasilkan oleh tumor.(18)

Kadangkala sindroma paraneoplastik dapat terjadi pada pasien karsinoma

hepatoseluler. Manifestasi sistemik yang paling penting dari paraneoplastik adalah

hipoglikemia dan hiperkalsemia. Hipoglikemia dapat terjadi akibat konsumsi

glukosa oleh tumor. Hal ini diakibatkan juga karena sedikitnya jumlah jaringan

hati yang berfungsi normal untuk menjaga sintesis glukosa. Hiperkalsemia terjadi

dikarenakan adanya pseudo-hiperparatiroidisme. Sel tumor mengandung zat

menyerupai parathormon sehingga kadar parathormon dalam serum meningkat. (13,18)

II.3.7 Pemeriksaan Laboratorium

Temuan pada pemeriksaan laboratorium pada karsinoma hepatoseluler

sering tidak ditemukan adanya keabnormalan. Enzim aspartat aminotransferase

(AST) dan alanin aminotransferase (ALT) biasanya masih dalam batas normal

atau mengalami hanya sedikit peningkatan. Alkalin fosfatase (AP) dan γ-

glutamiltransferase sering ditemukan abnormal, tetapi peningkatannya tidak

melebihi 2 atau 3 kalinya. Enzim laktat dehidrogenase (LDH) dapat meningkat

pada pasien dengan metastasis hati, khususnya yang berasal dari hematogen.

Tes laboratorium yang cukup spesifik pada kasus karsinoma hepatoseluler

adalah kadar α-fetoprotein(AFP) dalam serum yang meningkat pada 70-90%

pasien karsinoma hepatoseluler. AFP adalah suatu glikoprotein yang secara

normal dihasilkan selama masa gestasi janin oleh hepar janin dan yolk sac, dengan

waktu paruh 6 hari. Ada keterbatasan sensitivitas dan spesifitas AFP sebagai

penanda tumor. Hanya 50-70% pasien karsinoma hepatoseluler yang mengalami

kenaikan kadar AFP serum, dan pada pasien dengan karsinoma hepatoseluler

berdiameter di bawah 5 cm hanya sepertiga yang mengalami kenaikan kadar AFP

serum di atas 200 ng/ml. Kadar AFP juga sering meningkat pada pasien dengan

16

Page 17: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

hepatitis C kronis yang disertai fibrosis hepar yang lanjut walaupun tanpa

karsinoma hepatoseluler, dan juga pada pasien sirosis hati dan carrier hepatitis B.

AFP juga meningkat pada keganasan diluar karsinoma hepatoseluler.(13,18,21)

Selain α-fetoprotein, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan

karsinoma hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan

meningkat pada hampir seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki kadar

yang tinggi pada metastasis tumor pada hati. CEA ini berguna dalam

mendiagnosis karsinoma hepatoseluler meskipun kadarnya meningkat hanya pada

60% kasus.(18,21)

II.3.8 Pemeriksaan Penunjang

a. USG Abdomen

USG abdomen dipakai secara luas untuk skrining hepatoseluler

karsinoma karena sifatnya yang non-invasif dan relatif murah. Kesulitan

muncul bila ada daerah atau latar hepar yang sirotik sehingga mempersulit

deteksi tumor yang berukuran kecil. Kelemahan utama lain adalah sifatnya

yang bergantung pada kemampuan operator dan keterbatasan pada

reprodusibilitasnya. Pada USG konvensional, lesi karsinoma hepatoseluler

dapat hipoekoik, hiperekoik, maupun isoekoik. lesi isoekoik hanya akan

terdeteksi apabila dikelilingi oleh lingkaran “halo‟ di perifernya atau

pseudokapsul. Sensitivitas USG konvensional dalam deteksi karsinoma

hepatoseluler sebesar 35-84%.(4,13)

b. Computed Tomography/CT Scan

Saat ini CT Scan masih menduduki tempat utama pencitraan hepar.

Kebanyakan pusat diagnostik menerapkan CT Scan sebagai modalitas

pencitraan lanjutan setelah nodul hepar terdeteksi lewat USG. CT scan hepar

bisa dengan atau tanpa bahan kontras (contrast enhanced vs. unenhanced).

Indikasi pemeriksaan CT tanpa kontras adalah untuk pasien yang memang

sudah diketahui ada keganasan namun hendak dicitra untuk pertama kali

sebagai usaha skrining adanya kalsifikasi, CT tanpa kontras juga digunakan

untuk pasien dengan sirosis sehingga nodul regenerasi akan sangat

dilemahkan (mengalami hiperatenuasi) pada citra tanpa kontras akibat

17

Page 18: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

kandungan besinya yang tinggi, serta untuk pasien dengan tumor hati yang

difus. Pemeriksaan CT dengan kontras lebih sensitif untuk mendeteksi lesi

fokal pada hepar.(22-23)

c. Magnetic Resonance Imaging/MRI

Pemeriksaan MRI mempunyai keunggulan dalam resolusi spasial

yang tinggi, tingkat radiasinya yang rendah (non-pengion), bersifat non-

invasif, dengan kemampuan pencitraan 3-dimensional. Pemeriksaan MRI

abdomen dapat memberikan informasi berharga bagi deteksi dan penentuan

lesi hepar yang fokal.(22-23)

d. Pencitraan Molekuler/Kedokteran Nuklir (Sidik Positron Emission

Tomography-Computed Tomography/PET-CT dan Sidik Single Photon

Emission Computed Tomography/SPECT-CT)

Sidik PET khususnya yang memakai fluorine-18-fluorodeoxy-glucose

(18F-FDG), selain berguna dalam staging juga berguna untuk mengevaluasi

pengobatan dan mencari tanda rekurensi karsinoma hepatoseluler.(22)

II.3.9 Staging Karsinoma Hepatoseluler

Beberapa staging system yang dikenal saat ini adalah klasifikasi TNM,

Okuda Staging, The Chinese University Prognostic Index (CUPI), Cancer of the

Liver Italian Program (CLIP), French staging system, dan The Barcelona-Clinic

Liver Cancer (BCLC) staging. CUPI, CLIP, dan French staging system disusun

untuk pasien dengan stadium lanjut

Sistem BCLC merupakan sistem yang banyak dianut saat ini. Saat ini

American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) dan European

Association for the Study of the Liver (EASL) telah menyepakati pemakaian sistem

BCLC sebagai sistem staging bersama. Sistem ini direkomendasikan sebagai

klasifikasi yang terbaik sebagai pedoman pengelolaan khususnya untuk pasien

dengan stadium awal yang bisa mendapatkan terapi kuratif. Sistem ini

menggunakan variabel-variabel yang berhubungan dengan stadium tumor, status

fungsional hati, status fisik pasien, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan

kanker. Skor CTP digunakan untuk menilai status fungsional hati dalam BCLC.

Walaupun CTP tidak termasuk parameter karsinoma hepatoseluler spesifik.(13,23)

18

Page 19: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Tabel 1. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) staging classification(13)

Tabel 2. Child Turcotte Pugh (CTP) sore (13)

Tabel 3 Perencanaan terapi berdasarkan BCLC(13)

19

Page 20: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative Study

Groupon Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557

pasien karsinoma hepatoseluler.

Tabel 4 Staging system berdasarkan TNM (13)

20

Page 21: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

Okuda membagi staging HCC berdasarkan ukuran tumor dan fungsi hepar

yang meliputi adanya asites serta kadar albumin dan bilirubin serum.

Tabel 5. Staging system menurut Okuda(18)

II.3.8 Terapi

II.3.8.1 Terapi Bedah

a. Reseksi

Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan

fungsi hati. Pada kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hidup

pada pasien dengan terapi pembedahan dapat mencapai 70%. Tindakan

bedah hanya dipertimbangkan pada pasien tanpa sirosis hati atau dengan

sirosis ringan tanpa tekanan vena portal normal dan dengan kadar bilirubin

normal. Unifokalitas, tak adanya invasi ke vaskuler, ukuran tumor kurang

daripada 5 cm, dan progresivitas penyakit yang relatif rendah akan

menunjang pencapaian hasil yang lebih baik. Kontraindikasi absolut bagi

reseksi adalah adanya metastasis, trombosis vena porta utama atau adanya

trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas pascaoperasi

adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis. (17-18, 21)

b. Transplantasi Hati

Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita karsinoma

hepatoseluler stadium awal dengan lesi tunggal berukuran ≤ 5 cm, atau lesi

kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran ≤ 3 cm. Penerima

transplantasi hati harus tidak sedang menjalani pengobatan penyakit serius.

Semua proses intrinsik di hepar yang menuju ke dekompensasi atau

21

Page 22: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

kegagalan hati secara teoretis merupakan kontraindikasi bagi transplantasi

hati. Penerima transplantasi hati Pasien karsinoma hepatoseluler penerima

transplantasi hati dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-

70%.(13,23)

II.3.8.2 Terapi Sistemik

a. Kemoterapi Sistemik

b. Terapi Hormonal

Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi

hepatosit tetapi secara in vivo justru bisa memicu pertumbuhan tumor

hepar. Obat antiestrogen seperti tamoxifen dapat digunakan karena bisa

menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.

c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)

Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-

endokrin, dan sel-sel karsinoma hepatoseluler memiliki reseptor

somatostatin.

d. Terapi dengan thalidomide

Thalidomide pada awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai

sedatif, tetapi baru-baru ini thalidomide dievaluasi ulang perannya untuk

obat antikanker. Penggunaannya pada pasien HCC lanjut terutama

berdasarkan efek anti-angiogeniknya.

e. Terapi interferon

Mekanisme interferon sebagai terapi pada karsinoma hepatoseluler

meliputi efek langsung antivirus, efek imunomodulasi, serta efek

antiproliferasi langsung maupun tak langsung.

f. Molecularly targeted therapy

Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan

antiangiogenesis dan menghambat proliferasi sel tumor.

II.3.8.3 Terapi Radiasi

Dalam sejarahnya, radioterapi memiliki peran yang terbatas dalam

penanganan keganasan pada hati, hal ini disebabkan toleransi hepar terhadap

radiasi.

22

Page 23: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

II.3.9 Prognosis

Angka survival jangka panjang karsinoma hepatoseluler masih belum tinggi

dikarenakan rekurensi tumor dan metastasis. Sistem BCLC menghubungkan

antara stadium dan rekomendasi strategi terapi serta prognosis. Angka ketahanan

hidup 3 tahun untuk stadium A (60-75%), stadium B (50%), stadium C (10%) dan

stadium D (0%). Pasien pada tahap terminal memiliki survival kurang dari 6

bulan.(23)

.

23

Page 24: Refrat Karsinoma Hepatoseluler

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah kanker hati primer yang sering

ditemukan yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler termasuk salah

satu tumor hepar dengan insidensi yang terus meningkat. Sebagian besar

karsinoma hepatoseluler terjadi pada pasien sirosis hati yang disebabkan oleh

faktor risiko seperti infeksi virus hepatitis B, infeksi virus hepatitis C, alkohol,

aflatoksin, NAFLD, NASH dan beberapa faktor lain seperti obesitas dan sirosis.

Infeksi HBV dan HBC adalah penyebab terpenting karsinoma hepatoseluler.

Sebagian besar kasus karsinoma hepatoseluler berprognosis buruk karena

rekurensi tumor dan metastasis serta adanya penyakit hati yang lanjut dan

ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif.

Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik

mempengaruhi prognosis pasien karsinoma hepatoseluler.

24