Refrat Dbd Fix

36
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. 1 Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae . Terdapat 4 jenis serotipe virus dengue, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti . 3 World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 2,5 miliar orang di 100 negara endemik DBD dalam, mentransmisikan virus dengue sehingga 50 juta infeksi terjadi setiap tahun dengan 500.000 kasus demam berdarah dengue dan 22.000 kematian berasal dari kalangan anak-anak. 9 1

description

...................

Transcript of Refrat Dbd Fix

Page 1: Refrat Dbd Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,

nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma

yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau

penumpukan cairan dirongga tubuh.1

Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue yang termasuk

kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis serotipe virus dengue, yaitu

; DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Terdapat tiga faktor yang memegang

peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor

perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti.3

World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 2,5 miliar

orang di 100 negara endemik DBD dalam, mentransmisikan virus dengue

sehingga 50 juta infeksi terjadi setiap tahun dengan 500.000 kasus demam

berdarah dengue dan 22.000 kematian berasal dari kalangan anak-anak.9

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik

Indonesia 2007, menyatakan bahwa prevalensi nasional demam berdarah dengue

(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) adalah 0,62%.

Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi demam berdarah dengue diatas

prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Bengkulu, DKI

Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.10

1

Page 2: Refrat Dbd Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan gejala umum berupa demam, nyeri otot/sendi, ruam, hepatomegali,

tanda perembesan plama (asites, efusi pleura) dan ditemukannya trombositopenia

serta peningkatan hematokrit pada pemeriksaan laboratorium. Penularan infeksi

virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegypti dan

A. albopictus).1

B. Epidemiologi

Sebanyak 1,8 milliar (lebih dari 70%) dari populasi di seluruh dunia yang

tinggal di negara-negara anggota dari WHO, Asia Tenggara, dan Pasifik wilayah

Barat berisiko terkena demam berdarah dengue dan hampir 75% dari beban

penyakit global akibat demam berdarah dengue.2

Demam berdarah adalah masalah kesehatan terbesar di Indonesia, Myanmar,

Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste yang berada di zona khatulistiwa dan

musim tropis. Aedes aegypti tersebar luas di perkotaan dan pedesaan, serotipe

virus beredar dan demam berdarah adalah penyebab utama rawat inap dan

kematian pada anak-anak. Lebih dari 35% dari penduduk Indonesia tinggal di

daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (rekor tertinggi)

dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.2

Peningkatan kasus demam berdarah setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat peindukan bagi nyamuk betina, yaitu

bejana yang berisi air jernih. Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan

peningkatan transmisi biakan virus dengue, yaitu1:

1. Vektor; perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor

di lingkungan, dan ruang gerak vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu; adanya penderita di lingkungan sekitar, paparan terhadap

nyamuk, usia dan jenis kelamin.

2

Page 3: Refrat Dbd Fix

3. Lingkungan; curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

C. Etiologi

Virus

Virus dengue (DEN) adalah virus RNA kecil beruntai tunggal yang terdiri

dari empat serotipe yang berbeda (DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4). Virus ini

terkait erat serotipe virus dengue memiliki genus flavivirus, dan famili

flaviviridae.3 Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap

serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe

lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai

terhadap serotipe lain tersebut.2 Di Asia genotipe DEN 2 dan DEN 3 sering terkait

dengan penyakit berat yang menyertai infeksi dengue sekunder.2

Gambar : Struktur Virus Dengue

Sumber : M. Z. Fanani, 2011

Partikel matur dari virus dengue berbentuk bulat dengan diameter 50 nm

yang mengandung beberapa isi dari tiga protein struktural yang berasal dari host,

membran tunggal dan bilayer genom RNA beruntai tunggal.2

Panjang genom virus 11 kb dan genom dengan urutan yang lengkap berguna

untuk isolasi dari keempat serotipe virus dengue.4

Virus DEN virionnya tersusun oleh suatu untaian genom RNA dikelilingi oleh

nukleokapsid, ditutupi oleh suatu envelope (selubung) dari lipid yang

mengandung 2 protein, yaitu selubung protein (E) dan protein membran (M).

Genom RNA virus Dengue mengkode tiga protein struktural, kapsid (C),

3

Page 4: Refrat Dbd Fix

membran (M), dan selubung (E) serta tujuh protein nonstruktural, yaitu NS1,

NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5.5

Vektor

Berbagai serotipe virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang terinfeksi. Selain itu, nyamuk Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis, dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini

walaupun merupakan vektor yang kurang berperan.2

Nyamuk Aedes aegypti termasuk spesies tropis dan subtropis yang di

distribusikan secara luas di seluruh dunia, terutama di antara garis Lintang 350

Lintang Utara dan 350 Lintang Selatan. Aedes aegypti telah ditemukan sejauh 450

lintang utara, dan nyamuk tidak bertahan di musim dingin. Karena suhu yang

lebih rendah, Aedes aegypti relatif jarang ditemukan di atas ketinggian 1000

meter.2

Aedes aegypti berasal dari Afrika, yang merupakan spesies liar dari hutan

independent yang berasal di Afrika. Aedes aegypti adalah spesies yang

antropofilik, pengumpan saraf (menggigit lebih dari satu host untuk

menyeleseikan satu kali makan darah), dan merupakan spesies yang

membutuhkan lebih dari satu umpan untuk penyelesaian siklus gonotropic.

Kebiasaan ini mempengaruhi epidemiologis di kota yang mengakibatkan generasi

beberapa kasus dan pengelompokan kasus demam berdarah di kota.6

Sedangkan dalam beberapa dekade terakhir Aedes albopictus telah menyebar

dari Asia ke Afrika, Amerika dan Eropa. Aedes albopictus merupakan pengumpan

yang agresif dan spesies sesuai, yaitu spesies yang dapat menyeleseikan makan

darah dalam sekali perjalanan pada satu orang dan juga tidak memerlukan kedua

darah makan untuk penyeleseian siklus gonotropic. Oleh karena itu, Aedes

albopictus membawa vectorial dengan kapasitas sedikit dalam siklus epidemi

perkotaan.6

4

Page 5: Refrat Dbd Fix

Host

Setelah masa inkubasi 4-10 hari, infeksi salah satu virus dari empat serotipe

dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit, walaupun infeksi tanpa

gejala atau subklinis. Infeksi primer menyebabkan kekebalan perlindungan

seumur hidup terhadap infeksi serotipe. Individu yang terkena infeksi akan

dilindungi dari penyakit dengan serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan infeksi

primer tetapi tanpa kekebalan jangka panjang.2

Faktor-faktor risiko yang menentukan derajat keparahan penyakit yaitu infeksi

sekunder, usia, etnis, dan mungkin penyakit kronis (asma, anemia sel sabit, dan

diabetes melitus). Pada usia anak, kurang mampu mengkompensasi kebocoran

kapiler sehingga dapat berisiko besar menjadi sindrom syok dengue.2

Virus dengue memasuki tubuh manusia melalui proses gigitan nyamuk yang

menembus kulit. Setelah nyamuk menggigit manusia disusul oleh periode tenang

kurang lebih 4 hari, virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia,

virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia) apabila jumlah virus sudah cukup,

dan manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala demam. Penularan dari

manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5

hari setelah demam timbul. Tubuh memberi reaksi setelah adanya virus dengue

dalam tubuh manusia. Bentuk reaksi terhadap virus antara manusia yang satu

dengan manusia yang lain dapat berbeda dan memanifestasikan perbedaan

penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.

Penularan Virus Dengue

Manusia adalah host utama dari virus. Virus dengue yang beredar dalam

sirkulasi darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi. Virus

ini kemudian menginfeksi usus nyamuk dan kemudian menyebar secara sistemik

selama periode 8-12 hari yang selanjutnya siap ditularkan kembali kepada

manusia lainnya. Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi sebagian oleh kondisi

lingkungan, terutama suhu lingkungan. Aedes agypti adalah salah satu vektor yang

paling efisien untuk arbovirus karena sangat antropofilik dan selalu berada di

dekat manusia.2

5

Page 6: Refrat Dbd Fix

D. Patogenesis

Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue

(SSD) masih merupakan masalah yang kontroversial karena sejauh ini belum ada

teori yang menjelaskan secara tuntas patogenesis DBD. Secara garis besar ada dua

teori yang banyak dianut untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD

dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)

dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADE).5

Teori infeksi sekunder, menyebutkan bahwa apabila seseorang yang

pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibodi yang

dapat menetralisasi yang sama (homologous). Tetapi jika orang tersebut

mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi

infeksi yang berat. Pada infeksi selanjutnya, antibodi heterologous yang telah

terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus

dengue baru dari serotipe berbeda, namun tidak dapat dinetralisasi virus baru

bahkan membentuk kompleks yang infeksius.5

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan

serotipe lain atau virus lain) karena adanya non-netralising antibodi maka partikel

virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi. Ikatan

antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc γ pada sel melalui bagian Fc IgG

menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus-

antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat

opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi. Makrofag akan

teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6, dan TNF-α dan juga “platelet

activating factor” (PAF). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak

dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag.5

TNF-α yang terangsang IFN γ maupun makrofag teraktivasi antigen -

antibodi kompleks. Kompleks ini akan menyebabkan kebocoran dinding

pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan

kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum

jelas. Hal tersebut akan mengakibatkan syok.2

6

Page 7: Refrat Dbd Fix

Patogenesis terrjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary

heterologous infection, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue

yang berlainan pada pasien, mengakibatkan terbentuknya komplek virus - antibodi

yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit, dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.5

Gambar : Patogenesis DBD

Sumber : Soegeng Soegijanto, 2008

Teori Infection Enhancing Antibody berdasarkan pada peran sel fagosit

mononuklear merangsang terbentuknya antibodi non - netralisasi. Antigen dengue

lebih banyak didapat pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada

kejadian ini antibodi non - netralisasi berupaya melekat pada sekeliling

permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang

menetap di jaringan. Makrofag yang dilekati antibodi non - netralisasi, akan

memiliki sifat opsonisasi, internalisasi, dan akhirnya sel mudah terinfeksi.

Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang

7

Page 8: Refrat Dbd Fix

memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi diantaranya IL-1, IL-6, dan TNF-α juga

Platelet Activating Factor (PAF). Bahan - bahan mediator tersebut akan

memengaruhi sel – sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik

yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.5

Gambar : Teori Enhancing Antibody

Sumber : Soegeng Soegijanto, 2008

Selain kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis

DBD diantaranya, adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan

serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Semuanya dapat

ditemukan pada kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan

yang lain.5

Teori antigen-antibodi, menjelaskan bahwa pada penderita DBD terjadi

penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan kadar C3,

C4, dan C5. Empat puluh delapan sampai tujuh puluh dua persen penderita DBD

terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue, selanjutnya kompleks

imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel dalam organ tubuh

lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan memengaruhi aktivitas

komponen sistem imun yang lain.5

8

Virus melekat pada reseptor monositGigitan Nyamuk

Monosit terinfeksiMekanisme

eferen

Mekanisme aferen

Sitokin

Hati, limpa, usus, sum -sum tulang

Komplemen

Permeabilitas Kapiler

Mediator KimiawiTromboplastin

Viremia Aktivasi sistem koagulasi

Page 9: Refrat Dbd Fix

Teori mediator, menjelaskan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue

akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-2, TNF-α, dan

lain-lain. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas

terjadinya syok septik, demam, dan peningkatan permeabilitas kapiler.5

E. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 gejala utama penyakit DBD, yaitu demam tinggi, fenomena

perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala lain adalah perasaan

tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan, atau

kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.1

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase

kritis, dan fase pemulihan.2

1. Fase febris.

Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan,

eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala.

Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, faring hiperemis, injeksi

konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.

Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie,

perdarahan mukosa, dan dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan

perdarahan gastrointestinal walaupun jarang. Hepatomegali timbul saat

beberapa hari setelah demam.

2. Fase kritis.

Terjadi pada hari ke 3-7 dengan penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-380C

atau kurang, disertai peningkatan permeabilitas kapiler secara paralel

dengan hematokrit menigkat, merupakan tanda awal fase kritis. Timbulnya

kebocoran plasma biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran

plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung

trombosit.

Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klnis

terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan volume dari

terapi cairan. Foto dada dan USG abdomen sangat berguna untuk

9

Page 10: Refrat Dbd Fix

penegakan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit juga merupakan dasar

yang menggambarkan tingkat keparahan kebocoran plasma.

Syok dapat terjadi ketika volume plasma menghilang melalui kebocoran

plasma, hal ini sering ditandai dengan suhu tubuh di bawah normal.

Dengan syok berkepanjangan akan menyebabkan hipoperfusi organ,

penurunan nilai organ, asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskular

diseminata. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang parah dan

hematokrit menjadi turun saat syok berat. Selain itu, penurunan fungsi

organ yang berat seperti hepatitis, ensefalitis atau miokarditis, dan atau

perdarahan berat juga dapat berkembang tanpa kebocoran plasma atau

syok.

3. Fase pemulihan.

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari

ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.

Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,

hemodinamik stabil, dan diuresis membaik.

Beberapa pasien mungkin memiliki rash, pruritus, bradikardi, dan

perubahan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena

efek pengenceran dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih akan naik

segera setelah suhu normal dibandingkan jumlah trombosit. Gangguan

pernapasan dari efusi pleura dan asites akan terjadi bila pemberian cairan

intravena yang berlebihan. Selama fase kritis atau fase pemulihan, terapi

cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung

kongestif.

Gambar : Fase perjalanan klinis DBD

Sumber : WHO, 2009

10

Page 11: Refrat Dbd Fix

F. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di

bawah ini dipenuhi 1:

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

- Uji bendung positif

- Petekie, ekimosis, atau purpura

- Perdarahan mukosa

- Hematemesis/melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma (plasma

leakage) sebagai berikut:

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai usia

dan jenis kelamin

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

- Efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau

hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.4

Kelainan hematologis lain yaitu waktu perdarahan memanjang, kadar

protombin menurun (jarang ditemukan < 40% kontrol), kadar fibrinogen mungkin

subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik, kenaikan kadar transaminase

serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan hiponatremia,

dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea nitrogen serum, dan

hipoalbuminemia. Pada foto thorax menunjukkan efusi pleura pada hampir semua

penderita.7 Asites dan efusi pleura dapat juga diperiksa dengan USG.1

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue cell culture

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun karena

teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi

11

Page 12: Refrat Dbd Fix

spesifik terhadap dengue berupa anibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain 1:

- Leukosit; dapat normal atau menurun.

- Trombosit; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

- Hematokrit; peningkatan hematokrit >20% nilai normal

menandakan adanya kebocoran plasma. Peningkatan mulai terlihat

pada hari ke-3 demam.

- Hemostasis; dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-

dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan

atau kelainan pembekuan darah.

- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

- SGOT/SGPT dapat meningkat.

- Ureum, kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

- Elektrolit; sebagai pemantauan pemberian cairan.

- Golongan darah dan cross match; bila akan diberikan transfusi

darah atau komponen darah.

- Imunoserologi; IgM mulai terdeteksi di hari ke 3-5, meningkat

sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada

infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, dan pada infeksi

sekunder muai terdeteksi pada hari ke 2.

- Uji HI; dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat

pulang perawatan, uji ini dilakukan untuk kepentingan surveilans.

- Uji NS 1; Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari

pertama sampai hari ke delapan. Sensitifitasnya berkisar antara 63-

93,4% dengan spesifitas 100%.

Pasien DBD bisa mengalami syok setelah demam berlangsung selama

beberapa hari, ditandai dengan seluruh kriteria WHO untuk DBD disertai dengan

kegagalan sirkulasi dan keadaan umum yang makin memburuk. Manifestasi

kegagalan sirkulasi yang timbul adalah nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun

≤ 20 mmHg dibandingkan standar sesuai umur dan tekanan sistolik menurun

12

Page 13: Refrat Dbd Fix

sampai 80 mmHG atau kurang, kulit dingin dan pucat, lesu dan gelisah. Penderita

seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok timbul.8

G. Klasifikasi Derajat DBD

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) 1:

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi

perdarahan ialah uji bendung.

Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak

gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.11

H. Komplikasi

Komplikasi pada DHF biasanya terjadi akibat syok berkepanjangan yang

mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat akibat KID dan disfungsi

multiorganik seperti disfungsi hati dan ginjal. Pemberian cairan yang terlalu

berlebihan pada fase kebocoran plasma juga bisa mengakibatkan efusi masif.

Pemberian cairan yang dilanjutkan setelah fase kebocoran plasma terlewati akan

menyebabkan edem paru akut dan gagal jantung. Gangguan metabolik dan

elektrolit seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, dapat terjadi pada syok

berkepanjangan dan pemberian cairan yang berlebihan yang akan mengakibatkan

manifestasi klinis yang tidak biasa seperti ensefalopati.6

Ada beberapa pasien yang beresiko lebih tinggi untuk mengalami gejala

yang lebih berat dan komplikasi, yaitu 6:

13

Page 14: Refrat Dbd Fix

- infant dan lansia

- orang dengan obesitas

- wanita hamil

- pasien dengan ulkus peptikum

- wanita yang sedang menstruasi atau perdarahan vagina abnormal

- penyakit hemolisis seperti defisiensi G-6PD, thalasemia, dan

penyakit hemoglobinopati lain

- penyakit kronik seperti DM, hipertensi, asthma, CKD, sirosis dan

penyakit jantung iskemik

- pasien yang sedang dalam terapi steroid atau NSAID

I. Tata Laksana

Tata laksana bersifat simptomatik dan suportif. Antipiretik kadang-kadang

diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi

lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam.

Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit,

larutan gula garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien mulai terlihat

tanda - tanda dehidrasi pemberian cairan oral dapat diberikan untuk mencegah

dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak dapat

minum, muntah, atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan

perlu diberikan.3

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama

dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi

Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol

penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok 1

Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama

pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga

dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

14

Page 15: Refrat Dbd Fix

Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang Gawat Darurat

dilakukan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,

pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke

Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht,

leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk

segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.00 dianjurkan untuk dirawat.

Hb. Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk

dirawat.

Gambar : Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa

renjatan di Unit Gawat Darurat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang

Rawat 1

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa

syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti

rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Contoh volume rumatan BB 55 kg : 1500 + {20 x (55 – 20)} = 2200 ml.

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, tiap 24 jam :

15

Page 16: Refrat Dbd Fix

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian

cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo

dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian

cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan

Ht >20%.

Gambar : Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20% 1

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien

kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang

di tandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan

darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi

5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila

keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi

menjadi 3 ml/kgbb/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka

pemberian cairan dapat dihentikan 24 -48 jam kemudian.

16

Page 17: Refrat Dbd Fix

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi

keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi

meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita

harus menaikkan jumlah cairan infus 10 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka

jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak

menunjukkan perbaikan maka cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam

dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan di dapatkan

tanda-tanda syok maka pasien ditanganu sesuai dengan protokol tatalaksana

sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian

cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Gambar : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa 1

17

Page 18: Refrat Dbd Fix

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan

tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau

hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau

perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 -5 ml/kgBB/jam.

Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan,

dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan

trombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan

trombosit sebaiknya di ulang setiap 4 – 6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris di

dapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan

defisiensi faktor – faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC

diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan

pada pasien DBD dengan perdarahn spontan dan masif dengan jumlah trombosit

<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Gambar : Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD Dewasa

18

Page 19: Refrat Dbd Fix

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa 1

Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue (SSD) maka hal

pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh

karena itu penggantian cairan intravaskular yang hulang harus segera dilakukan.

Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan

penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan

penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak

tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan

penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit.

Pemeriksaan – pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah

perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, dan

klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan di evaluasi

setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah

sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang

dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit

tidak pucat serta diuresis 0,5 – 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7

ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi

tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian

cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang

mengalami ekstravasasi telah terjadi, di tandai dengan turunnya hematokrit, cairan

infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung

dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus

dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena

selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid

hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam

pemberian). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi

dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan

19

Page 20: Refrat Dbd Fix

darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung, dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan

daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis

diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemaglobin, hematokrit, dan

jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi,

maka pemberian cairan kristaloid dapat di tingkatkan menjadi 20-30 menit. Bila

keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai

hematokrit meningkat berarti perembesaan plasma masih berlangsung maka

pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun,

berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita diberikan

transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat di ulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui

sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan

tetesan cepat 10-20 ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10 -30 menit. Bila keadaan

tetap belum teatasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan

pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga

jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan

vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan

dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai

dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat

inotropik/vasopresor.

20

Page 21: Refrat Dbd Fix

Gambar : Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Kriteria Memulangkan Pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila, memenuhi semua keadaan di bawah ini :

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

3. Nafsu makan membaik

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi.

6. Jumlah trombosit >50.000/µl

7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

8. Urin output baik

I. Pencegahan

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

cara “3M Plus” yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan

beberapa hal seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,

21

Page 22: Refrat Dbd Fix

menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan

insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik

berkala, dan lain-lain. 1

22

Page 23: Refrat Dbd Fix

BAB III

KESIMPULAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan 4 gejala utama, yaitu demam

tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala lain

adalah perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga

kanan, atau kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. Kriteria

klinis demam dan manifestasi perdarahan ditambah satu dari kriteria laboratorium

(atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja

DBD.

Tatalaksana DBD adalah simptomatik dan suportif. Selama demam

dianjurkan untuk istirahat dan tirah baring. Antipiretik diberikan jika diperlukan.

Jika intake pasien masih adekuat disarankan asupan cairan per oral yang adekuat

dan disupport dengan pemberian secara parenteral. Pencegahan terhadap DBD

bisa dilakukan dengan memodifikasi lingkungan, pemberantasan vektor dan

perlindungan diri dari gigitan nyamuk.

23

Page 24: Refrat Dbd Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing; 2010

2. World Health Organization and the Special Programme for Research and

Training in Tropical Disease. Dengue guidlines for diagnosis, treatment,

prevention and control. New edition. World Health Organization;

2009.h.1-86.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tata laksana klinis

infeksi dengue sarana pelayanan kesehatan. Departemen Kesehatan.

Jakarta; 2005.h. 25-43.

4. WHO. Dengue hemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention, and

control. Geneva; 1997.h.1-66.

5. Soegijanto S. Demam berdarah dengue. Edisi 2. Surabaya : Airlangga

University Press; 2008.h.45-132.

6. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and

Dengue Haemorrhagic Fever. World Health Organization. SEARO; 2011

7. Behrman RE, Kliegman RM, dan Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. Ed 15 Vol 2. Jakarta: EGC; 2000.h.1134-35.

8. Sungkar, Saleh. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbitan

Ikatan Dokter Indonesia; 2002

9. World Health Organization.Global Alert and Response (GAR), Impact of

Dengue. Diunduh dari website :

http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/. Diakses tanggal 27

Desember 2012.

10. Laporan Nasisonal Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan. Jakarta;

2007.

24

Page 25: Refrat Dbd Fix

25