Refrat Cardiomiopati Fix

29
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan. Menurut American Diabetes Association , diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

description

ipd

Transcript of Refrat Cardiomiopati Fix

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar

pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia

dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun

terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan

jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.

Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia diperkirakan

mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus

meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa

normal. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah

akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam

setelah makan.

Menurut  American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain

aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Sedikitnya setengah dari populasi penderita

diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap

merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia.

Diabetes mellitus bertanggung jawab atas terjadinya komplikasi kardiovaskular seperti

peningkatan aterosklerosis pada arteri besar (karotid, aorta dan arteri femoralis) dan peningkatan

ateroskeloris pada coroner, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infark miokard dan

stroke. Mikroangiopati meliputi retinopati dan gagal ginjal yang dapat meningkatkan kelainan

pada jantung. Diabetes mellitus dapat juga mempengaruhi struktur jantung dan fungsi tidak

adanya perubahan tekanan darah dan penyakit arteri coroner, suatu kondisi yang disebut dengan

kardiomiopati diabetic.

Kardiomiopati diabetes didefinisikan sebagai seorang dengan diabetes dan terdapat

disfungsi sistolik dan diastolic ringan – sedang tanpa riwayat penyakit coroner, hipertensi,

penyakit katup jantung signifikan atau penyakit jantung kongenital.

Pada pasien diabetes mellitus dengan kariomiopati diabetes kemungkinan meninggal

18%, berkembang menjadi gagal jantung 22% dan pengembangan menjadi meninggal atau gagal

jantung 31% dalam 9 tahun. Tingginya angka kejadian pada kardiomiopati diabetes dan menjadi

salah satu penyebab mortalitas dari pasien dengan diabetes mellitus maka akan menjadi salah

satu pembahasan dalam penulisan referat ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjaid karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS

Klasifikasi menurut ADA, 2005 :

Tipe 1 DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi

akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah

sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,

sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau

kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin

seumur hidup.

Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,

kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi

fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.

Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan

obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30

tahun.

Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

Diabetes

mellitus

gestasional

Klasifikasi menurut PERKENI

DIABETES MELITUS PADA USIA TUA

Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari tiga sisi kronilogis, biologis dan

psikologis. WHO memberikan definisi bahwa seseorang disebut tua atau usia lanjut apabila

orang itu secara kronologis berumur 65 tahun atau lebih. Seseorang yang belum berusia 65

tahun, tetapi secara fisik sudah tampak usia 65 tahun karena suatu stress emosional, maka orang

tersebut masuk dalam definisi tua psikologis; lain halnya apabila seseorang tampak tua karena

menderita suatu penyakit kronik, maka orang tersebut tua fisik. Segmen akhir kehiduoan

menurut Krammer dan Schrier dibagi menjadi tiga subkelas, yaitu kelas young old (65-74 tahun),

kelas aged old (75-84 tahun) dan yang terakhir oldest old atau extreme aged adalah mereka yang

berumur lebih dari 84 tahun. Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu keadaan perubahan

homeostasis glukosa sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih tinggi

dari 140 mg/dL. Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dL keadaan

tersebut dimasukkan dalah kriteria diabetes mellitus (DM). WHO menyebutkan bahwa tiap

kenaikan satu decade umur, kadar glukosa darah puasa akan naik 1-2 mg/dl dan 5.6-13 mg/dL

pada 2 jam sesudah makan.

Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya usia, seperti

regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada

munculnya diabetes mellitus. Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan fokuskan pada DM

tipe 2, dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada tubuh terkait usia.

Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor

yaitu, yaitu:

1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan

jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor

insulin.

2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.

3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan

karbohidrat meningkat.

4. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan

dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan

penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya

aksi insulin.

Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya

peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan

penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor

independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi

perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan

menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih

tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot

dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah

usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral

merupakan bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari

resistensi insulin.

Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di

dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan

penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan.

Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan

sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin

menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria. Leptin akan

menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada peningkatan adiposit dan

perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin, merupakan protein dengan

kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki efek mengurangi resistensi

insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan penurunan risiko diabetes.

Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari

peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai

fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan

dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada

orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh

berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan

irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar.

Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin

adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon

gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-

1), yang mana mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada

orang tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa

tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel β

pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi resisten

terhadap efek GIP.

Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel β termasuk

kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel β. Penurunan

massa sel-sel β pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi.

Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan diabetes pada

orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak duduk dan sedikit

aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia. Yang perlu diperhatikan juga

adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat merubah sensitivitas insulin, sekresi

insulin, maupun keduanya.

Manifestasi klinis

Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi penampilan klinis DM

pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak pada

lansia dengan DM karena seiring dengan bertambahnya usia akan terjadi kenaikan ambang batas

ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah

cukup tinggi.

DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau ditemui

gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif

atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh dan

inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM pada lansia sering terlambat.

Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa:

1. Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard.

2. Kaki: neuropati, ulkus.

3. Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan.

4. Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.

Diagnosis

Kriteria diagnosis DM pada lansia baik yang baru timbul setelah tua ataupun yang diderita

sejak muda dengan melihat kadar glukosa darah menurut American Diabetes Association yakni:

1. HbA1C ≥6,5 % atau

2. Gula darah puasa ≥126 mg/dL atau

3. Gula darah 2 jam pp ≥200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral

4. Gula darah sewaktu≥200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia.

Komplikasi

1. Risiko Kardiovaskuler

Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan pasien

dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor

risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan antiplatelet.

Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti hipotensi

postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan fraktur pada

orang tua yang lemah.

2. Peripheral arterial disease (PAD)

Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai pada

yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan

disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan, ulserasi, dan

gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi amputasi pada

ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian obat-obatan seperti

antiplatelet, antihipertensi, statin, dan pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk

berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman,

perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk

meminimalkan risiko amputasi.

3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional

Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan kognitif,

dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk

mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena

defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko

terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua dengan

episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan

ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.

4. Kehilangan penglihatan

Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar glukosa

darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor dianjurkan.

Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara rutin.

5. Perawatan kaki

Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan

kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan kelemahan

kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada kaki yang

akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai, akhirnya

menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk

melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa

kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal atau sepatu

yang nyaman.

6. Gait dan Keseimbangan

Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta

polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan risiko

terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan peranan dari

berbagai multidisiplin.

7. Kelemahan

Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena pasien-

pasien ini rentan terhadap infeksi.

Tatalaksana

Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola hidup

dan pengurangan berat badan. European Diabetes Working Party Guidelines menyarankan

HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan < 8.0% pada orang tua yang

lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap orangnya, dan harus

mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas, angka harapan hidup, dan

ketaatan dalam pengobatan.

1. Monitoring kadar glukosa darah

Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu

mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi

apabila terjadi hipoglikemia

2. Agen hipoglikemik oral

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan

metformin sebagai lini pertaa terapi kecuali mereka yang mempunyai kontraindikasi

seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan hati atau hipoksia. Hal ini disebabkan

metformin memiliki keuntungan kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang

rendah.

Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting termasuk

repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama apabila penggunaan

metformin dikontraindikasikan atau dapat juga dengan pengkombinasian dengan

metformin saat target glikemik tidak tercapai. Hipoglikemia merupakan efek samping

serius pada orang tua, dan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal

yang penting. Agen-agen long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari

akibat risiko hipoglikemia yang cukup tinggi.

Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat diberikan

sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau NYHA 3 dan NYHA 4,

dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang kehilangan tulang atau fraktur.

Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak

menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan

monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi, tetapi

penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.

Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan Sitagliptin

(dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada pasien obesitas.

Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak menyebabkan hipoglikemia.

Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat ini belum banyak.

3. Insulin

Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan keluarga.

Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan insulin, pemberian

dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan memberikan kontrol

yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti Giargine dan Detemir dapat

memperbaiki control glikemi dengan frekuensi hipoglikemia yang lebih jarang.

Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes

1. Kelemahan kognitif

Diabetes terkait dengan peningkatan risiko demensia. Banyak orang tua dengan demensia

tidak terdiagnosa, terutama pada tahap awal. Orang tua dengan diabetes dan disfungsi

kognitif akan mengalami kesulitan melakukan manajemen terhadap diri sendiri. Fungsi

kognitif harus dinilai pada pasien diabetes ketika ada:

ketidakpatuhan terhadap terapi

episode hipoglikemi yang sering

kemunduran dari kontrol kadar glikemi tanpa ada keterangan yang jelas

2. Depresi

Depresi cukup sering terjadi pada orang tua dengan diabetes dibandingkan dengan orang

tua tanpa diabetes. Depresi juga jarang terdiagnosa dan kurang mendapat penanganan

yang baik.

Depresi dapat terkait dengan control glikemi yang jelek dan dapat meningkatkan risiko

kejadian koroner pada pasien diabetic. Identifikasi awal dengan menggunakan alat

skrining misalnya geriatric depression scale dan penatalaksanaanya mungkin dapat

membantu mendapatkan control kadar glikemik yang lebih baik.

3. Polifarmasi

Penggunaan obat-obatan yang banyak umum terjadi pada orang tua. Tata laksana

hiperglikemia dan fakor-faktor risikonya kadang meningkatkan jumlah obat-obatan yang

digunakan pada orang tua dengan diabetes. Efek samping dari obat-obatan ini dapat

mengeksaserbasi komorbiditas dan mengganggu kemampuan pasien untuk memanajemen

diabetesnya.

4. Terjatuh

Meningkatnya risiko terjatuh pada orang tua dengan diabetes merupakan suatu hal yang

multifaktorial. Adanya neuropati perifer atau perifer, menurunnya fungsi renal,

kelemahan otot, disabilitas fungsional, berkurangnya ketajaman penglihatan, polifarmasi,

komorbid seperti osteoarthritis, hipoglikemia ringan mungkin berkontribusi terhadap

risiko jatug pada orang tua yang lemah. Saat kontrol kadar glikemia baik akan mencegah

progresi dari komplikasi diabetes yang kemudian akan menurunkan risiko terjatuh,

hipoglikemia yang terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemia yang intensif akan

meningkatkan risiko terjatuh pada lansia.

Geriatric Depression Scale

5. Inkontinensia urin

Diabetes akan meningkatkan risiko berkembangan inkontinensia urin pada wanita.

Faktor-faktor risiko ini termasuk infeksi saluran kemih, infeksi vaginal, neuropati

autonomic (biasanya berupa neurogenik bladder atau fekal impaksi) dan poliuria sebagai

akibat hiperglikemia. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikkan adanya efek

mengganggu dari inkontinensia ke kontrol diabetes, identifikasi dan penatalaksanaan

dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pada wanita yang lansia.

I. Olahraga pada orang tua dengan diabetes

Sebagaimana diketahui olahraga baik bagi kita, dan juga pada orang tua dengan diabetes.

Fakta yang didapatkan dari National Institutes of Health menunjukkan orang dari semua usia dan

berbagai kondisi fisik dapat memperoleh keuntungan dengan olahraga dan aktivitas fisik.

Kekuatan otot menurun 15% setiap decade setelah usia 50 tahun dan 30% setiap decade

setelah usia 70 tahun, dan dengan olahraga untuk meningkatkan kekuatan secara regular,

kekuatan otot dapat dipulihkan. Olahraga juga dapat menjaga kekuatan, keseimbangan,

fleksibilitas, dan daya tahan, yang mana semuanya berguna untuk menjaga kesehatan dan hidup

mandiri. Terakhir, olahraga dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan dapat meningkatkan

respon terhadap medikasi.

Ada beberapa olahraga yang aman dilakukan untuk orang-orang berusia > 65 tahum, tapi

ingatlah sebelum memulai olahraga sebaiknya tetap berkonsultasi dengan dokter.

1. Olahraga untuk keseimbangan dapat mengurangi risiko terjatuh, olahraga yang sekarang

mulai ramai seperti tai chi juga aman.

2. Fleksibilitas, stretching dapat membantu pemulihan dari cedera dan menjaga dari cedera

di kemudian hari.

3. Penguatan atau resisten dapat juga dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan, tapi ini

jangan dilakukan pada orang-orang dengan retinopati diabetic.

4. Daya tahan, seperti berjalan, jogging, atau berenang dapat meningkatkan jantung, paru-

paru dan sistem sirkulasi. Olahraga jenis ini juga dapat memperlambat atau mencegah

kanker kolon, penyakit jantung, osteoporosis, stroke, dan berbagai penyakit serius

lainnya.

Mungkin olahraga jenis penguatan baik untuk penderita diabetes. Olahraga aerobic

seperti berjalan atau berenang dapat membantu menurunkan berat badan, meningkatkan

kesehatan jantung, dan merupakan kontrol yang baik untuk gula darah. Olahraga penguatan

dapat memperbaiki kualitas hidup karena memungkinkan untuk tetap melakukan aktivitas harian

seperti berjalan, mengangkat. Olahraga penguatan juga membantu menurunkan risiko

osteoporosis dan patah tulang. Selain itu, penelitian membuktikkan bahwa olahraga penguatan

dapat:

Memperbaiki sensitivitas insulin

Memperbaiki toleransi glukosa

Membantu menurunkan berat badan

Menurunkan risiko peyakit jantung

Periode olahraga penguatan yang lama dapat meningkatkan kontrol kadar gula sebaik

apabila meminum obat-obatan diabetes. Faktanya, pada orang-orang dengan diabetes, olahraga

penguatan yang dikombinasikan dengan aerobik lebih menguntungkan (Seibel, John., 2009)

Nutrisi

Nutrisi pada pasien diabetes tidak jauh berbeda antara geriatri dengan rentang usia

lainnya, biasanya geriatri menghadapi masalah nutrisi seperti:

Kurangnya motivasi

Perubahan persepsi rasa

Kehilangan berat badan dan malnutrisi

Penyakit lain yang menyertai

Gigi yang berkurang

Tidak mau makan akibat disfungsi kognitif atau depresi

Perubahan fungsi gastrointestinal

Berkurangnya kemampuan berbelanja makanan sendiri

Keuangan yang terbatas

Saat ini yang dibutuhkan adalah pendistribusian intake karbohidrat, edukasi diperlukan

mengenai kedisiplinan intake karbohidrat dan waktu makan untuk menghindari fluktuasi hebat

pada level gula darah.

Diet untuk menurunkan berat badan terutama direkomendasikan pada remaja, dan pada

lansia harus diresepkan dengan kehati-hatian, karena malnutrisi lebih merupakan masalah

dibanding obesitas. Pada kondisi kronik, tidak perlu pembatasan rencana makanan. Makanan

sehari-hari yang konsisten, intake karbohidrat yang cukup lebih utama untuk menghindari

terjadinya kekurangan nutrisi (Joslin Diabetes Center, 2007).

Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes

Geriatri adalah mereka dengan usia diatas 65 tahun. Isu-isu seputar kesehatan pada orang

berusia 65-70 tahun tentu saja berbeda dengan seseorang diatas 80 tahun disebabkan adanya

perubahan-perubahan secara fisiologik, hal lain yang perlu dipikirkan adalah harapan hidup dan

faktor komorbiditas.

Ada beberapa perubahan fisiologik pada metabolisme karbohidrat yang terjadi seiring

terjadinya penuaan yang akan mempengaruhi tata laksana diabetes, dimana orang tua dengan

diabetes,

1. Cenderung menjadi kurus, dan memiliki sekresi insulin yang lebih sedikit terhadap

glukosa

2. Cenderung memiliki respon glukagon yang jelek terhadap hipoglikemia

3. Lebih sering muncul gejala-gejala neuroglikopenik dari hipoglikemia dibandingkan

dengan gejala-gejala adrenergik.

4. Lebih sering mengalami episode hipoglikemia berat

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor komorbid akan mempengaruhi

progresi penyakit, merubah hasil dari komplikasi akut dan kronik, dan membuat tata laksana

diabetes semakin kompleks. Orang tua dengan diabetes lebih mudah mendapat faktor-faktor

komorbid. Kemudian, mereka memiliki sindrom geriatri seperti terjatuh, kelemahan kognitif,

nyeri kronik, dan depresi. Orang tua dengan diabetes yang lama juga memiliki prevalensi tinggi

ke arah komplikasi mikrovaskular. Kontrol gula darah yang baik pada orang tua dengan diabetes

dapat menurunkan kejadian kardiovaskular secara signifikan.

II.2 KARDIOMIOPATI DIABETIK

Diabetic kardiomiopati merupakan salah satu gagal jantung yan timbul pada diabetes. Beberapa

factor yang mendasari diabetic kardiomiopati yaitu aterosklerosis coroner berat, hipeetensi lama,

hiperglikemik kronik, penyakit mikrovaskular, glikosilasi protein miokard, dan neuropati

otonom. Perbaikan konrol glikemik, hipertensi dan pencegahan aterosklerosis dengan obat anti

dyslipidemia dapat mencegah atau memperlambat timbulnya diabetic kardiomiopari. Mekanisme

yang terlibat dalam menurunkan kontraktilitas miokard pada diabetes mellitus yaitu gangguan

homeostasis kalsium, up regulation system renin angiotensin, peningkatan stress oksidatif,

gangguan metabolism susbtrat dan disfungsi miokard. Neuropati otonom berperan pada

perkembangan disfungsi ventrikel kiri, dimana stimulasi simpatis memperbaiki kontraksi

ventrikel kiri dan meningkatkan laju relaksasi ventrikel kiri. Difasilitasi dengan pengambilan

kalsium oleh reticulum sarkoplasmik. Pada diabetes penyimpanan katekolamin jantung

berkurang / hilang yang menyebabkan gangguan baik fungsi sistolik dan diastolic. Kemampuan

pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic juga terganggu dengan tonus pembuluh

darah epikard yang abnormal dan disfungsi miokard : ditandai dengan gangguan relaksasi

tergantung endotel, suatu kerusakan yang dihubungkan dengan inaktivasi nitrit oksida karena

produk glikasi akhir yang banyak dan pembentukan radikal bebas. Deposit dari produk glikasi

akhir meningkatkan kekakuan diastolic ventrikel kiri secara langsung dengan gangguan kolagen

atau tidak langsung dengan meningkatkan pembentukan kolagen atau menurunkan

bioavailabilitas nitrit oksida.

II.3 PENGANGANAN DIABETES DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan dan saling berhubungan melalui

berbagai mekanisme patofisiologi kompleks. Stratifikasi resiko dan penanganan awal sangat

dibutuhkan untuk memperpanjang harapan hidup. Hingga saat ini panduan jelas untuk

penanganan diabetes dan gagal jantung belum jelas. Pengobatan agresif masih dpaat

dipertimbangkan. Karena diabetes berhubungan dengan perburukan pada pasien dengan gagal

jantung. Maka pengobatan yang evidenced based untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas

diperlukan. Pasien dengan gagal jantung disertai disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD) dapat

diterapi dengan obat-obat yang dialamatkan kepada aktivasi neurohormonal pada gagal jantung,

maka apabila tidak dijumpai kontraindikasi, maka pasien dengan diabetes dan LSVD seharusnya

diberikan ACE inhibitor/ARB

dan β blocker yang dititrasi. Pasien dengan gejala gagal jantung yang menetap setelah terapi

dapat dipertimbangkan untuk diberikan antagonis aldosteron, dengan pemantauan terhadap

resiko hiperkalemia. Pilihan farmakologik penanganan hiperglikemia pada pasien DM tipe 2

telah berubah beberapa decade terakhir. Sebelumnya pilihan terapi adalah insulin injeksi dan

berdasar sulfonylurea. Saat ini, terdapat berbagai pilihan terapi yang luas, masing – masing

dengan mekanisme kerja yang unik dan keuntungan metabolism dan memiliki keterbatasan efek

samping. Penanganan pasien dengan DM tipe 2 yang memiliki disfungsi ventrikel mendapat

tantangan yang tersendiri, karena dua kelas obat anti hiperglikemik, biguanid (metformin) dan

tiazolidindion (TZDs) (rosiglitazone, pioglitazone) membutuhkan perhatian khusus pada pasien

dengan gagal jantung berat. Berdasarkan rekomendasi oleh ADA, AHA dan American College

of Cardiolgy (ACC), target control glukosa pada diabetes adalah HbA1c <7%. Rekomendasi

adalah dengan penggunaan metformin sebagai terapi dasar apabila tidak dijumpai kontraindikasi

(asidosis laktat) dengan laju filtrasi glomerulus >30 ml/menit, dan terapi kombinasi termasuk

penggunaan awal insulin untuk mencapai target HbA1c. Penggunaan tiazolidindion,

meningkatkan resiko retensi cairan, edema perifer, penambahan berat badan sehingga tidak

direkomendasikan pada gagal jantung NYHA kelas III dan IV, penggunaannya pada NYHA

kelas I dan II tidak dikontraindikasikan, dengan pemberian dosis yang dimulai dengan titrasi

dosis yang terendah untuk mencapai control glukosa dan dipantau resiko penambahan berat

badan, edema atau tanda-tanda dari gagal jantung.

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan produksi insulin

yang insufisiensi / inadekuat dan menimbulkan hiperglikemia. Merupakan factor resiko

yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung coroner, penyakit vaskuler perifer, stroke

dan kegagalan jantung

Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu keadaan perubahan homeostasis glukosa

sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih tinggi dari 140

mg/dL. Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dL keadaan

tersebut dimasukkan dalah kriteria diabetes mellitus (DM).

Gagal jantung pada diabetes terjadi akibat peningkatan proses oksidasi asam lemak

bebas, gangguan homeostasis kalium. Aktivasi system renin angiotensin, peningkatan

stress oksidatif yang menyebabkan disfungsi miokard. Abnormalitas fungsi endotel,

lipoprotein dan koagulasi yang terjadi akibat hiperglikemia atau resistensi insulin

merupakan abnormalitas primer yang menjadi factor predisposisi utama perkembangan

penyakit aterosklerosis.

Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan, dan saling berhubungan.

Pasien gagal jantung dapat diberikan ACE inhibitor / ARB dan β blocker dosis dititrasi.

Pasien diabetes dapat diberikan metformin apabila laju filtrasi glomerulus > 30

mL/menit, dan dapat dikombinasi dengan obat anti hiperglikemik lainnya (golongan

tiazolidindion membutuhkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan retensi cairan),

ataupun insulin injeksi untuk mencapai control glukosa yang direkomendasikan yaitu

HbA1c <7%.