Refrat Batu Ginjal Finish

39
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki laki dewasa dan 7 % pada perempuan dewasa, dengan puncak dekade ketiga sampai ke empat. Angka kejadian batuginjal berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58959 orang. Selain itu jumlah pasien yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang. Kemajuan dalam bidang endourologi secara drastis telah mengubah tatalaksana pasien batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka. Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde uteroscopic intrarenal surgery (RIRS), percutaneus nephrolithotomy (PNL), uteroskopi (URS) dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai 1

description

referat

Transcript of Refrat Batu Ginjal Finish

Page 1: Refrat Batu Ginjal Finish

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan baik di

Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki

laki dewasa dan 7 % pada perempuan dewasa, dengan puncak dekade ketiga

sampai ke empat. Angka kejadian batuginjal berdasarkan data yang dikumpulkan

dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus

baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58959 orang. Selain itu jumlah pasien

yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang.

Kemajuan dalam bidang endourologi secara drastis telah mengubah tatalaksana

pasien batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka. Perkembangan terapi

invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde uteroscopic intrarenal surgery (RIRS),

percutaneus nephrolithotomy (PNL), uteroskopi (URS) dan extracorporeal shock

wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai tekhnik mana yang

paling efektif. Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien batu ginjal,

berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor faktor tersebut adalah faktor batu

(ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi,

hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks dan ginja tapal

kuda), serta faktor pasien (infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati,

riwayat gagal ginjal, dsb).

1

Page 2: Refrat Batu Ginjal Finish

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan

dengan batu saluran kemih serta penanggulangan dan pencegahannya. Pembaca

diharapkan dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan batu saluran kemih,

serta penanggulangan dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan

usaha-usaha promosi, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang

bedah.

2

Page 3: Refrat Batu Ginjal Finish

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ saluran kemih yang terlertak retroperitoneal bagian yang

berjumlah 2 buah, sebelah dorsal cavum abdominale,terletak dari T12-L3 dan

pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih rendah karena terdesak oleh hepar.

Ginjal dengan berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 – 155 gr pada

perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,

dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah krnaial

terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal yang berwarna kuning

dan bersama dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh

fascia gerota yang befungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya

perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada

saat terjadi trauma ginjal. Selain itu juga fascia ini untuk menghambat

metastasis tumor ke jaringan sekitar ginjal. Di luar fascia gerota terdapat

jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di

sebelah luar terdapat cortex renalis yang berwarna coklat gelap dan

terdapat berjuta juta nefron, dan medulla renalis di bagian dalam yang

berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex terdapat duktuli duktuli.

Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak

kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil

disebut papilla renalis.

3

Page 4: Refrat Batu Ginjal Finish

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu

masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis

renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.

Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing

akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.

Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-

piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-

segmen tubulus dan tubulus collecting nefron. Papila atau apeks dari tiap

piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan

bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari glomerolus,

kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus

kontortus distal dan tubulus collecting yang semuanya berperan dalam

produksi urin.

4

Page 5: Refrat Batu Ginjal Finish

Sirkulasi Pembuluh Darah Ginjal

Aorta abdominalis arteri renalis

Arteri segmental

Arteri Lobaris

Arteri Interlobaris

Arteri arcuata

Arteri Interlobularis

Arteri afferen

Glomerolus

Arteri efferen

Kapiler peritubular

Vena interlobularis

Vena arcuata

Vena interlobaris

Vena cava inferior vena renalis

2.2 Batu Ginjal

Batu ginjal adalah Suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa

massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, kaliks,

infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal dan dapat menyebabkan

nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Nama lain dari batu

ginjal adalah Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,

urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi, urinary

calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease

5

Page 6: Refrat Batu Ginjal Finish

2.3 Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan

aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-

keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis

terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada

seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari

tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan

sekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah

6

Page 7: Refrat Batu Ginjal Finish

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air

yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak

duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.4 Proses Terbentuk Batu Ginjal

Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran urine. Batu

terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik maupun

anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal kristal tersebut tetap dalam keadaan

terlarut dalam urine jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal kristal yang saling mengadakan presipitasi

membentuk batu yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan

lain hingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,

agregat kristal masih rapuh untuk menyebabkan sumbatan. Untuk itu agregat

kristal menempel pada epitel saluran kemih dan kemudian dari sini terjadi

pengendapan pada agregat untuk membentuk batu yang cukup besar untuk

menyebaban obstruksi.

Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi oleh suhu,

ph, adanya koloid dalam urine< konsentrasi solute dalam urine , laju aliran urine

atau adanya corpus alienum dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

7

Page 8: Refrat Batu Ginjal Finish

Komposisi batu

Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh

batu ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat,

maupun campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu

kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat

yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis

urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti

batu untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh

hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan urothelial dan

kemudian tersebar ke dalam ductus collecting.

Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah

hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300

mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per

hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi

makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan

sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850

mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam

urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.

Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan

yang mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat.

Sehingga keadaan hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor

predisposisi terbentuknya batu kalsium.

Batu asam urat

Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut

dalam pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah

suasana asam yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi

dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami

presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam

urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih.

8

Page 9: Refrat Batu Ginjal Finish

75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan kalsium

oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak

sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.

Batu struvit

Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang

mampu metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling

banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana

basa ini memudahkan magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk

membentuk batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.

Batu cystine

Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya

defek pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada

mukosa usus.

2.2 Manifestasi Klinis

Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks,

infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks

ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang

menempati sebagian besar tubulus collecting memberi gambaran menyerupai

tanduk rusa dan disebut “batu staghorn” dan batu yang terdapat pada tempat lain

di luar definisi ‘staghorn” dapat disebut “batu non staghorn”. Batu staghorn dapat

dibagi kedalam dua bagian yaitu partial (sebagian tubulus collecting) dan

complete (seluruh tubulus collecting).

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan penyulit yang

ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang

yang bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas

peristaltik otot polos sistem kaliks dalam usaha untuk mengeluarkan batu.

Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanana intraluminal meningkat

9

Page 10: Refrat Batu Ginjal Finish

sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi

hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh

pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.

Kadang kadang hematuria didaptkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria

mikroskopik.

2.3 Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,

penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan

penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,

infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau

radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari

sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.

Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium fosfat

akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan

memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan foto

polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium sulfat

atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak

bayangan radioopak.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat

menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara

terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini

dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup

sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan

10

Page 11: Refrat Batu Ginjal Finish

lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama

tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

2.6 Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya

distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai

terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan

kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain

itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi

bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu

saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang

umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu

ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal

mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan

rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium

oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering

dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non

opak (radio lusen).

11

Page 12: Refrat Batu Ginjal Finish

Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.

Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu

non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV

belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya

penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan

pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal

ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.

Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli

(yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,

atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai

fungsi ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,

fosfatase alkali serum.

12

Page 13: Refrat Batu Ginjal Finish

2.8 Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus

dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau

hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus

segera dikeluarkan.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,

namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang

diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat

menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang

menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.

Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis

meliputi dua aspek:

1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu,

dan

2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan

juga mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai

pencegahan/profilaksis).

Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:

1. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang

adekuat

2. Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai

dengan pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.

3. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan,

dapat diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini

meliputi kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin)

untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau alpha-1

13

Page 14: Refrat Batu Ginjal Finish

selective blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan

otot polos uretra dan saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan

demikian batu dapat keluar dengan mudah  (85% batu yang berukuran

kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).

4. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat

mempermudah pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil

kemungkinan operasi.

Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi ini

gagal (batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada

urologis. Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi

peluruhan (dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada

pencegahan terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan

pengaturan diet, pemberian inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium di

usus, peningkatan asupan cairan serta pengurangan konsumsi garam dan

protein. Adapun batu dengan komposisi asam urat dan sistin  (cystine) lebih

mudah untuk meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis. Agen yang dapat

digunakan adalah sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar

berada pada kisaran 6.5-7.0. Dengan cara demikian maka batu yang berespon

terhadap terapi dapat meluruh, bahkan hingga 1 cm per bulan.

Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia dapat

diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin, dapat

diberikan D-penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang

fungsinya mengikat sistin bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan

batu lebih lanjut.

Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu

saluran kemih :

1. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat

digunakan kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk

menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan

(prn= pro re nata)

14

Page 15: Refrat Batu Ginjal Finish

Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika

RR<16 x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau

Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam

jika diperlukan, atau

Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6

jam jika diperlukan.

2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas

COX yang bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai

mediator nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.

Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi

ginjal atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika

diperlukan. Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari

karena kemungkinan tukak lambung.

Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.

3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan

peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.

Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone

dibatasi tidak boleh melebihi 5-10 hari.

4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi

ion Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot polos.

Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap

5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic. Dalam

keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian dari protein

berpasangan protein G (G protein-coupled receptor). Protein ini berfungsi

dalam signaling dan aktivasi protein kinase C yang memfosforilasi

berbagai protein lainnya. Salah satu efeknya adalah konstriksi otot polos;

dengan adanya alpha blockers maka konstriksi otot polos (pada saluran

kemih) tersebut dihambat.

Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari.

Tamsulosin merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk

memudahkan keluarnya batu saluran kemih.

Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.

15

Page 16: Refrat Batu Ginjal Finish

6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan

pembentukan kalkulus oksalat.

Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan

obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang

mengubah hipoxantin menjadi asam urat.

7. Agen alkalis

Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali

sehari, dimakan bersama makanan.

8. Diuretic

Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya

semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan

baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit

dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam

pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat

pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter

sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya

kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk

batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat

penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan

gelombang kejut untuk memecahkan batunya  Bahkan pada ESWL generasi

terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal

16

Page 17: Refrat Batu Ginjal Finish

sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi

akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi

batu ginjal.  Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.

Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun

1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu

ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah

Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal

tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich

menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian

lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah

mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman.

Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di

Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini

sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit

Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

17

Page 18: Refrat Batu Ginjal Finish

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu

elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator

mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau

gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin

mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak

akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang

kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu

ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan

efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal

dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih

antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul).

Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan

oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat

monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh

digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan

darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan

berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak

juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi

kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita

di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan

batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian

mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung

ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi

kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara

18

Page 19: Refrat Batu Ginjal Finish

mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau

dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu

yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat

endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen

kecil.

PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat

digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya

sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun

demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih

ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke

kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut

kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk

selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.

19

Page 20: Refrat Batu Ginjal Finish

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil

atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa

dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera

dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu

keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat

pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding

PNL.

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak

bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu

alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk

menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada

pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya

melalui alat keranjang Dormia).

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara

dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu

ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.

Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.

Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan

penggunaan URS untuk terapi batu ureter.

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan

batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu

antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu

pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang

20

Page 21: Refrat Batu Ginjal Finish

pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena

ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya

sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih

yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.

Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat

insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi

terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada

penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang

besar.

5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan

batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda

obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat

(impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak

kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun.

2.9 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya

pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi

urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

21

Page 22: Refrat Batu Ginjal Finish

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine

dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya

hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

2.10 Komplikasi

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang

sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan

transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data

kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter

memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang

signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah

avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan

perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK

dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan

oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang

melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan

karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan

evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya

hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir

dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat

penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan

sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti

ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada

beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi

22

Page 23: Refrat Batu Ginjal Finish

terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta

perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang

adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat

menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan

terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan

berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula

ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat

dibandingkan PNL.

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari

meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).

Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal

yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.

Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien

dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari

data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka

kurang dari 1%.

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis

(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan

viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang

berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya

perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15

hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan

transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan

intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan

terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin

(9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).

Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL

monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

23

Page 24: Refrat Batu Ginjal Finish

2.11 Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan

adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya

infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas

dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa

fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,

80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh

pengalaman operator.

BAB III

KESIMPULAN

1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

24

Page 25: Refrat Batu Ginjal Finish

dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap

(idiopatik).

3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis

dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena

(PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis

batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.

4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,

serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.

6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

American Urological Association. 2005. Kidney Stone. Jurnal 2005. http://search2.auanet.org

American Urological Association.2005. Urynary Stone. Jurnal. http://search2.auanet.org

Chris. 2011. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Artikel 2011. http://www.healthhype.com

25

Page 26: Refrat Batu Ginjal Finish

Healthwise incorporation. 2011. Kidney Stones Medications. Artikel 2 juni 2011. http://www.webmd.com/kidney-stones/kidney-stones-medications

Matlaga, Brian R. 2011. Minimal Invasive Surgery Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. 1 Juni 2011. Johns Hopkins Medicine Jurnal. http://urology.jhu.edur

Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.

Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto

Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.

26