Refrat Atelektasis

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelainan paru bawaan atau congenital, serta akibat infeksi pada saluran pernapasan. Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru (Djojodibroto, 2009). Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang tidak sempurna´ dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkeolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal (Price&Wilson, 2005). Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja. Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis, Inggris sekitar 2,1 juta penderita, Amerika serikat sekitar 5,5 juta penderita dan di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang 1

Transcript of Refrat Atelektasis

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahGangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelainan paru bawaan atau congenital, serta akibat infeksi pada saluran pernapasan. Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru (Djojodibroto, 2009).Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkeolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal (Price&Wilson, 2005). Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anakyang lebih tua dan remaja. Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis, Inggris sekitar 2,1 juta penderita, Amerika serikat sekitar 5,5 juta penderita dan di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dalam menangani pasien secara komprehensif (Lukas, 2010). Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003) (Lukas, 2010). Kolapsnya semua atau sebagian paru-paru yang memberikan komplikasi pada banyak masalah pernafasan. Lendir di saluran udara setelah operasi, fibrosis kistik, menghirup benda asing, asma berat dan cedera thorax adalah salah satu penyebab umum atalektasis. Tanda dan gejala tergantung dari penyebab yang mendasari dan keterlibatan paru. Atelektasis bisa serius karena mengganggu pertukaran O2 dan CO2 dalam paru. Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus lainnya seperti bronkoskopi dan bronkografi, dapat menentukan atau menegakkan diagnosis dari atelektasis (Lukas, 2010).

B. Tujuan PenulisanPenulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui cara penegakan diagnosis atelektasis terutama secara radiologis. Dengan tegaknya diagnosis yang tepat, maka pengelolaan penyakit akan menjadi lebih mudah dan menentukan keberhasilan penanganan selanjutnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem RespirasiSistema Respiratoria terbagi menjadi Traktus Respiratorius (hidung luar, cavum nasi, faring, laring, trachea) dan Pulmo. Perjalanan pada traktus respiratorius, yaitu udara masuk melewati lubang hidung, ke dalam vestibulum nasi, melalui choana masuk ke nasofaring, melalui isthmus pharingeus masuk dalam orofaring (antara cavum oris dan faring), kemudian ke laringofaring, lalu melalui aditus laringeus masuk ke laring (setinggi VC 3-5), hingga akhirnya sampai di trakea (setinggi VC 5-VTh 4 tau 5) (Alsagaff&Mukty, 2005). Pada ujung akhir dari trakea terdapat suatu percabangan yang disebut Bifucatio Trakea, yang membagi trakea menjadi 2 cabang, yaitu bronkus principales/ primaries dexter, yang lebih pendek, tegak, dan lebar, sehingga kuman mudah masuk pada bagian ini dan menimbulkan infeksi di daerah tersebut dan bronkus principales/ primaries sinister, yang lebih horizontal/ miring, panjang, dan sempit. Kemudian bronkus principales ini akan bercabang lagi ke kanan menjadi 3 lobus dan ke kiri menjadi 2 lobus, yang dinamai bronkus secundus/ lobaris, lalu tiap bronkus ini juga akan bercabang-cabang lagi menjadi bronkus tertius/ segmentalis. Lalu bercabang menjadi bronkiolus, bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus terminalis, dan akhirnya bercabang menjadi bronkiolus repiratorius, ductus alveolaris, saccus alveolaris, serta alveolus yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida (Alsagaff&Mukty, 2005).Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Pulmo/ paru-paru terbagi menjadi pulmo dexter dan sinister, dimana pulmo sinister volumenya lebih kecil karena terdesak oleh jantung. Pulmo dekstra dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris yaitu lobus superior, medial, dan inferior, sedangkan pulmo sinistra dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Pada lobus paru kiri juga terdapat lingula, lobus yang berfungsi sebagai pemisah, tetapi secara anatomis merupakan bagian dari lobus superior. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya (Alsagaff&Mukty, 2005; Andrew&Rakesh, 2007; Djojodibroto, 2009).Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya (Gambar 2.3). Pada paru kanan, lobus superior dibagi menjadi 3 segmen, yaitu apikal, posterior dan anterior. Lobus medial dibagi menjadi 2 segmen, yaitu lateral dan medial, sedangkan lobus inferior dibagi menjadi 5 segmen, yaitu superior, medial basal, anterior basal, lateral basal dan posterior basal. Pada paru kiri, lobus superior dibagi menjadi 5 segmen, yaitu apical-posterior, anterior, superior, dan inferior. Sedangkan lobus inferior dibagi menjadi 4 segmen, yaitu superior, anterior basal, lateral basal, dan posterior basal (Andrew&Rakesh, 2007).Paru-paru dibungkus oleh suatu selaput yang disebut pleura. Pleura memiliki dua lapisan, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura parietalis menempel pada cavum thorax, sedangkan pleura visceralis menempel pada paru-paru. Keduanya bersatu membentuk refleksi yang memisahkan masing-masing lobus. Refleksi pleura ini disebut fissura. Pada paru kanan terdapat fissura horizontalis dan obliqua. Lobus superior pulmo dextra berada di atas fissura horizontalis dan lobus inferior pulmo dextra berada di bawah fissura obliqua. Lobus medial berada di antara kedua fissura tersebut. Pada paru kiri, fissura obliqua memisahkan lobus superior dan inferior. Ada bagian dari pulmo ini yang tidak dibungkus oleh pleura, tetapi dibatasi oleh pelipatan dari pleura parietalis-visceralis, yaitu hillus pulmonalis, dimana ke caudal akan menjadi ligamentum pulmonale. Diantara kedua pleura tersebut terdapat suatu celah yang disebut cavum pleura, yang berisi cairan syrus, untuk mencegah terjadinya gesekan pada paru, sehingga pergerakkan paru-paru menjadi bebas. Namun cavum pleura ini akan menjadi patologis jika terisi oleh selain cairan syrus, seperti air, darah, udara, nanah, lymphe (Andrew dan Rakesh, 2007). Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2 sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus, diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik (Djojodibroto, 2009).

Gambar 2.1. Anatomi Paru-paru

Gambar 2.2. Pembagian lobus paru kiri dan kanan

Gambar 2.3. Segmen-segmen paru

LobesRight Upper Lobe (RUL)Right Middle Lobe (RML)Right Lower Lobe (RLL)

FissuresMajor Fissure (oblique fissure)minor fissure (horizontal fissure)

Gambar 2.4. Segmen-segmen paru

B. DefinisiKata atelektasis berasal dari bahasa Jerman yang berarti tidak adanya regangan (lack of stretch). Atau sering disebut dengan loss of volume atau collapse. Kata collapse biasanya menunjukkan atelektasis komplit pada satu lobus (Cornelia, 2008). Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna yang berarti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat melakukan pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi. Bayi baru lahir mungkin terlahir dengan alveoli yang kolaps pada saat lahir. Kondisi ini disebut atelektasis primer (ateletaksis neonatorum). Kolapsnya alveolus yang sebelumnya terbuka disebut atelektasis sekunder (acquired ateletacsis) (Price&Wilson, 2005).Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithorak yang sehat kearah hemithorak yang atelektasis (Rasad, 2009).

C. EtiologiAtelektasis atau lung collapse dapat mengenai pada seluruh paru, satu lobus, maupun komponen segmental. Penyebabnya dapat bersifat obstruktif dan non-obstruktif. Penyebab obstruktif seperti tumor yang berada di luar maupun di dalam bronkus atau dinding bronkus, adanya benda asing, sumbatan mukus, striktur akibat proses inflamasi, amiloidosis, dan ruptur bronkial. Sedangkan penyebab non-obstruktif seperti efusi pleura dan fibrosis paru (Andrew dan Rakesh, 2007).Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut :Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat penekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukusTekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorax, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinumParalisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasisHambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis

Etiologi ekstrinsik atelektasis:PneumothoraksTumorPembesaran kelenjar getah bening.Pembiusan (anestesia)/pembedahanTirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisiPernafasan dangkalPenyakit paru-paru(Price&Wilson, 2005; Rasad, 2009).

D. Patofisiologi Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya atelektasis, yaitu:1. Atelektasis postobstruksi atau resorpsi, yaitu resorbsi udara intraalveolar pada bagian distal akibat adanya obstruksi bronkial. Dapat berupa obstruksi endobronkial (akibat neoplasma, impaksi mukoid, benda asing) maupun ekstrabronkial (misalnya akibat limfadenopati). Pada CT-scan dapat terlihat mucoid atau fluid bronchogram sebagai lesi hipodens dengan struktur bercabang, dan harus dicari kemungkinan adanya lesi obstruksi sentral (Cornelia, 2008). Pada atelektasis obstruksi, terjadi penghambatan masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak di distal dari sumbatan. Udara yang terdapat dalam alveolus terabsorbsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus menjadi kolaps. Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps total diperlukan tekanan udara yang lebih besar.

Gambar 2.3. Pasien dengan atelektasis obstruksi akibat sumbatan sentral mukus yang besar2. Atelektasis pasif atau kompresi. Kolapsnya jaringan paru diakibatkan oleh adanya lesi desak ruang baik pada pleural space, seperti pneumotoraks dan efusi pleura maupun pada jaringan baru, seperti adanya bulla dan massa. Kolapsnya jaringan paru akibat pneumotoraks disebut juga relaxation atelectasis (Cornelia, 2008).

Gambar 2.4. Empyema pleural dengan atelektasis kompresi jaringan paru3. Atelektasis adhesif non-obstruksi atau mikroatelektasis, disebabkan oleh defisiensi surfaktan, pada keadaan post operasi, maupun acute respiratory distress syndrome (ARDS) (Cornelia, 2008).4. Atelektasis sikatrik, yaitu kolapsnya jaringan paru fokal maupun difus akibat adanya fibrotik atau skar. Biasanya berhubungan dengan bronkiektasis dan penyakit granulomatosa (Cornelia, 2008).Rounded atelectasis (sinonim: folded lung, atelectatic pseudotumor) menunjukkan atelektasis kompresi yang terlihat setelah resorpsi dari eksudat pleura dan pembentukan fibrosis reaktif. Biasanya dijumpai pada penyakit paru yang berhubungan dengan asbestosis dan efusi pleura (Cornelia, 2008).Platelike atelectasis (sinonim: discoid atelectasis), ditandai dengan opasitas berbentuk linear atau planar, menunjukkan bagian paru dengan volume yan berkurang, biasanya terlihat pada bagian bawah paru (Cornelia, 2008).Terdapat beberapa mekanisme pertahanan fisiologik yang bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang berperan adalah gabungan dari silia yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam faring posterior, dimana partikel dan bakteri tersebut kemudian ditelan atau dikeluarkan. Mekanisme lain yang mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Ventilasi kolateral memungkinkan udara dapat lewat dari asinus paru-paru yang satu ke asinus paru-paru yang lain tanpa melalui saluran napas yang biasa. Terdapat pori-pori Kohn yang terletak di antara alveolus, yang memberikan jalan untuk ventilasi kolateral.Hanya inspirasi dalam yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus di sebelahnya yang mengalami penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam alveoli dapat dicegah. Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup sehingga menyebabkan tekanan di dalam alveolus yang tersumbat akan meningkat, dan kemudian membantu pengeluaran sumbat mukus. Bahkan dapat dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti proses batuk normal. Sebaliknya, pori-pori Kohn tetap tertutup saat inspirasi dangkal, sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju aleolus yang tersumbat. Tidak ada tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mukus. Absorpsi gas ke dalam darah terus berlangsung, sehingga menyebabkan kolapsnya alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka sedikit demi sedikit akan terisi cairan edema. Dengan demikian, pembahasan tersebut menekankan pentingnya batuk, latihan bernapas dalam dan aktivitas lainnya untuk mencegah atelektasis, terutama pada pasien yang memiliki kecenderungan menderita atelektasis, misalnya pada kasus pasca bedah dan tirah baring lama. Atau pada mereka yang pernapasannya dangkal karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal seringkali menderita atelektasis pada dasar paru-parunya. Sekret yang tertahan dapat mngakibatkan pneumonia dan atelektasis yang lebih luas. Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru-paru yang terserang dengan jaringan fibrosa.

Tabel 2.1. Mekanisme pertahanan paru-paru untuk mencegah atelektasisMekanisme pertahananFaktor yang mengganggu mekanisme

Mukus dan kerja siliaDehidrasi umum menyebabkan pembentukan mukus yang lengket dan sedikitInhalasi udara kering akan meningkatkan viskosistas mukus sehingga terjadi pengeringan mukusPembentukan mukus yang berlebihan (misalnya pada bronkitis kronik) yang melampaui kemampuan tangga berjalan siliaAsap rokok mengurangi atau melumpuhkan kerja siliaObat-obatan anestesi dan golongan atropin akan mengurangi pembentukan mukus dan kerja silia

Batuk Nyeri akan mengurangi kekuatan ekspirasiObat sedatif dan narkotika akan menghambat rangsangan batukPenurunan kecepatan aliran udara oleh PPOM

Ventilasi kolateralBernapas dangkal akibat nyeri atau sedasiEdema paru-paru akibat kongesti atau infeksiGas-gas anestetik dan oksigen yang diabsorbsi dengan cepat, mempersingkat ventilasi kolateral

Pembersihan faringTidak sadar, keadaan pasien yang diam teru-menerus mempermudah aspirasi isi perut atau sekresi saluran napas bagian atas

Atelektasis akibat tekanan atau kompresi diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada semua bagian paru-paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura, pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas.

E. Manifestasi KlinisGejala dan tanda yang muncul pada atelektasis tergantung ukuran atelektasis dan penyakit penyerta dan yang mendasarinya. Sebagian kasus tidak ditemukan gejala sama sekali. Pada pasien dengan atelektasis lobus medial dextra, lobus superior dan inferiornya akan mengisi ruang yang seharusnya terisi oleh paru yang kolaps sehingga suara napas dapat menjadi normal. Atelektasis pada lobus inferior dapat menyebabkan hilangnya suara napas. Jika atelektasis disebabkan oleh obstruksi intrabronkial, seperti tumor dan sumbatan mukus, dapat terdengar crackles pada distal obstruksi. Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Namun manifestasi klinik yang umumnya terjadi pada atelektasis adalah sebagai berikut: Dispnea dengan pola nafas cepat dan dangkal Takikardia Sianosis Demam derajat rendah Takipneu ringan Penurunan kesadaran atau syok Bunyi perkusi redup Pada inspeksi terdapat perbedaan gerak dinding thorak, yaitu berkurang pada sisi yang sakit Pada palpasi fremitus raba berkurang, trakea dan jantung bergeser ke arah sisi yang sakit Pada perkusi didapatkan hasil pekak. Mungkin didapat pula batas jantung dan mediastinum bergeser, tertarik ke arah yang sakit dan letak diafragma meninggi Pada auskultasi suara pernafasan tidak terdengar

F. DIAGNOSISDiagnosis atelektasis ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala dan hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang/ gambaran radiologis. 1. AnamnesisApakah pasien menderita batuk, sesak nafas, nyeri dada, dan keluhan sudah berapa lama dirasakan serta adakah riwayat menderita penyakit paru lainnya atau riwayat pascaoperasi, tumor, corpus alienum, trauma dada (Lukas, 2010; Price&Wilson, 2005).

2. Pemeriksaan fisikInspeksi : frekuensi pernafasan meningkat, pengembangan dada kanan dengan kiri tidak simetris (ada ketertinggalan salah satu dinding dada)Palpasi : trakea bergeser ke sisi yang sakit, fremitus raba berkurang atau menghilang pada yang sakitPerkusi : redup pada daerah sakit, batas jantung atau mediastinum bergeser ke daerah yang sakit, letak diafrgama mungkin meninggiAuskultasi: suara nafas berkurang atau menghilang pada sisi yang sakit (Lukas, 2010; Price&Wilson, 2005).3. Pemeriksaan Penunjang/ Gambaran radiologisPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu foto rontgent thorax, CT scan atau bronkoskopi serat optik untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan.Berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan costae, peniggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung, mediastium dan lobus kehilangan udara, celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah dan kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi dapat dengan tepat menentukan cabang bronkus mana yang tersumbat (Aiszhawa, 2001; Palmer, 1995).Adanya kolaps pada satu atau multipel komplit lobus paru menyebabkan terbatasnya gambaran radiologis karena volume loss pada satu sisi, displacement dari fissura dan elevasi dari diafragma ipsilateral (juxtaphrenic peak), mediastinum, dan struktur hilus. Pada bronkoskopi dapat di temukan obstruksi, massa, corpus alienum. Pada CT-scan, atelektasis menunjukkan strong and homogeneous enhancement setelah injeksi intravena dari bahan kontras. Hal ini merupakan temuan penting untuk membedakan atelektasis dari tumor dan pneumonia, dimana keduanya intensitas yang lebih sedikit dan inhomogeneous enhancement yang lebih banyak (Andrew dan Rakesh, 2007).

Pemeriksaan foto thoraxParu dapat dikatakan mengalami atelektasis bilamana seluruh/ sebagian paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada daerah itu, dengan jantung dan trakhea bergeser ke daerah itu dan diafragma terangkat. Bila hanya satu lobus yang atelaktasis yang disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, akan terlihat dua kelainan dengan karakteristik. suatu bayangan yang homogen dari lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil (Rasad, 2009).1. Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang terangkat.Lobus superior dextra biasanya akan tampak volume paru yang berkurang, elevated right hilum. Triangular density berbatasan dengan mediastinum kanan sisi medial. Dapat terlihat massa pada hilum kanan (Golden S sign) (Andrew dan Rakesh, 2007).

Gambar 2.8. Atelektasis lobus superior dextra PA/Lat

Gambar 2.9. Pasien dengan tumor perihiler sentral dan atelektasis lobus superior : curvilenear delineation pada atelektasis lobus superior mengindikasikan adanya tumor sentral sebagai penyakit yang mendasarinya. (Golden S-sign).2. Lobus kiri atas bila kolaps biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan.Lobus superior sinistra menunjukkan opaksifikasi pengabutan sepanjang hemitoraks kiri dengan pengaburan batas kiri jantung. Dapat terlihat adanya margin kiri dari arcus aorta (Luftsichel sign) dan corakan bronkovaskular lobus inferior pada posisi miring. Pada sebagian besar kasus pada CT-scan didapatkan adanya tumor di bagian proximal.3. Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan. Lobus medial dextra, tampak pengaburan pada batas kanan jantung. Foto thorax lateral diperlukan untuk mengonfirmasi adanya atelektasis (Andrew dan Rakesh, 2007).

Gambar 2.10. Atelektasis lobus medial dextra PA/ Lateral

4. Lobus inferior sinistra biasanya akan tampak volume paru yang berkurang, small left hilum. Triangular density di belakang cor dengan pengabutan pada sisi medial hemidiafragma kiri. Tampak bronchial reorientation pada arah vertikal (Andrew dan Rakesh, 2007). Gambar 2.11. Atelektasis lobus inferior sinistra PA/ Lateral

Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum. Lobus inferior dextra, biasanya akan tampak volume paru yang berkurang. Triangular density pada medial basis atau dasar mengaburkan bagian medial dari hemidiafragma kanan. Bronchial reorientation pada arah vertical (Andrew dan Rakesh, 2007).

Gambar 2.12. Atelektasis lobus inferior sinistra PA (kiri) dan atelektasis lobus inferior dextra PA (kanan)

5. Seluruh lobus paru (total lung collapse), dapat disebabkan oleh misplaced dari endotracheal tube atau tumor yang besar pada bagian proximal. Opasifikasi dari hemitorak ipsilateral dan pergeseran mediastinum ke arah paru yang mengalami atelektasis (Andrew dan Rakesh, 2007).

BA Gambar 2.13. Atelektasis pada seluruh lobus paru (total lung collapse)Gambar A: Atelektasis pada seluruh lobus paru kanan akibat dari proses obstruktif dari karsinoma bronkial- PA.Gambar B: Atelektasis pada seluruh lobus paru kiri akibat pemasangan endotracheal tube yang tidak tepat - PA.Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat dimana grup daripada lobus atas bertemu dengan arteria basalis di samping itu, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal). Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas (Ashizawa, 2001; Palmer, 1995; Rasad, 2009).

G. PENATALAKSANAANTujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena1) Medisa) Pemeriksaan bronkoskopib) Pemberian oksigenasic)Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)d) Fisioterapi (masase atau latihan pernapasan)e) Pemeriksaan bakteriologis2) Keperawatana) Teknik batuk efektifb) Pegaturan posisi secara teraturc) Melakukan postural drainase dan perkusi dadad) Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

Tindakan yang biasa dilakukan :1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya dengan medikamentoda bronkodilator dan mukolitik3. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak5. Postural drainase6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya8.Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya (Lukas, 2010; Mayo, 2010).

H. PENCEGAHAN1. Anjurkan untuk nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah penumpukan sekresi dan untuk mengeluarkan eksudat2. Posisi pasien sering diubah, terutama dari posisi supinasi ke posisi tegak, untuk meningkatkan ventilasi dan pencegahan penumpukan sekret3. Tingkatkan ekspasi dada yang sesuai selama pernapasan untuk memenuhi paru-paru dengan udara secara keseluruhan4. Berikan opiod dan sedatif secara bijaksana untuk mencegah depresi pernapasan.5. Lakukan suksion untuk membuang sekresi trakeobronkial6. Lakukan drainase postural dan perkusi dada7. Anjurkan ambulasi diniSetelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan8. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut (Lukas, 2010; Mayo, 2010).

I. Komplikasi1. Atelektasis menghambat kemampuan paru untuk mendapatkan oksigen sehingga dapat menyebabkan hipoksemia2. Jaringan perut pada peru-paru. Beberapa kerusakan atau luka ini bisa menetap setelah paru-paru mengalami reinflasi yang dapat menyebabkan bronkiektasis dan abses paru3. Pneumonia4. Kegagalan pernafasan (Mayo, 2010).

J. DIAGNOSIS BANDING1. Efusi pleura masif dapat menyebabkan dyspneau, sianosis, kelemahan, pekak pada perkusi hemitorak, dan tidak adanya bunyi nafas. Gambaran radiologisnya pun mirip dengan atelektasis. Namun, pada efusi pleura jantung dan mediastinum biasanya terdorong ke sisi kontralateral, sedangkan pada atelektasis biasanya tertarik ke sisi yang sakit (ipsilateral) (Eisenberg, 2003).

Gambar 2.5. Efusi pleura. Tampak opasitas homogen pada hemithorax dextra dengan jantung dan mediastinum yang terdorong ke sisi kontralateral (Eisenberg, 2003).2. Adanya konsolidasi pada lobus paru juga dapat menunjukkan tampilan radiologi yang mirip dengan atelektasis. Pemeriksaan foto thorax lateral dan adanya volume paru yang berkurang dapat digunakan sebagai diagnostik untuk membedakannya (Eisenberg, 2003; Andrew dan Rakesh, 2007).

Gambar 2.6. Konsolidasi homogen dari lobus kanan atas dan segmen medial dan posterior dari lobus kanan bawah akibat pneumococcal pneumonia. Tampak gambaran air bronchograms (panah). Jantung dan mediastinum tidak tertarik maupun terdorong ke salah satu sisi (Eisenberg, 2003).3. Adanya massa juga dapat menunjukkan tampilan radiologi yang mirip dengan atelektasis. Tampak opasitas inhomogen padahemithorax yang letaknya dapat berada dimana sja dan tidak membentuk suatu pola atau pattern dari segmen maupun lobus paru. Sedangkan pada atelektasis biasanya menunjukkan suatu pola atau pattern dari segmen maupun lobus paru (Eisenberg, 2003).Top of Form Gambar 2.7. Massa pada paruKiri: Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu lipoid pneumonia yang berbatas tegas dan dibatasi oleh suatu massa lipoid granulomatosa.Kanan: Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu karsinoma sel alveolar. Tampak air bronchogram atau bronchiologram pada massa dan pleural tail sign (garis linier yang memanjang dari lesi ke arah pleura). Tumor cenderung tumbuh sangat lambat (Eisenberg, 2003).

K. PrognosisPada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan kecuali jika ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya pnyembuhan tergantung pula pada luasnya daerah atelektasis, letak atelektasis. Pada daerah atelektasis umumnya mudah terjadi infeksi, karena gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan terganggu, sehingga efek batuk tidak bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut, dapat pula mengakibatkan bronkiektasis atau abses paru (Price&Wilson, 2005).

BAB IIIPENUTUP

A. simpulanBerdasarkan tinjauan pustaka, simpulan yang dapat diambil yaitu:1. Diagnosis atelektasis harus ditegakkan secara dini, karena keterlambatan diagnosis dapat menimbulkan komplikasi dan kematian. 2. Penegakkan diagnosis penyakit atelektasis dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan foto rontgen, CT-scan, bronkoskopi3. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang penting dalam diagnosis atelektasis.

B. SARANHendaknya diberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat agar waspada apabila menjumpai tanda-tanda atelektasis, untuk selanjutnya meminta pertolongan kepada petugas kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Mukty, Abdul. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

Andrew P, Mangerira CU, Rakesh RM. 2007. Collapsed Lung, in: AZ of Chest Radiology. Cambridge: Cambridge University Press.

Ashizawa K, Hayashi K, Aso N, Minami K. Lobar atelectasis: diagnostic pitfalls on chest radiography. Br J Radiol 2001;74:8997.

Cornelia SP. 2008. Atelectasis, in: Albert LB (Ed). Encyclopedia of Diagnostic Imaging, volume 1. Berlin: Springer-Verlag.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Djojodibroto, Darmanto., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Eisenberg RL.2003. Clinical Imaging: An Atlas of Differential Diagnosis, 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

John TH dan David RL. 2005. Hansen & Lambert: Netters Clinical Anatomy, 1st edition. New York: Elsevier.

Lukas. 2010. Atelektasis. Kesehatan Milik Semua: Pusat Informasi Penyakit dan Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan. www.infopenyakit.com.

Mayo. 2010. Dasar-dasar Atelektasis. Mayo Foundation untuk Pendidikan dan Penelitian Medis.www.mayo.com.

Palmer, P.E.S. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M; Alih bahasa Pendit, Brahm U. 2005. Patofisiologi 2: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rasad Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai penerbit FKUI19