refrat asma

download refrat asma

of 32

Transcript of refrat asma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru dan pernapasan merupakan salah satu masalah kesehatan utama kita. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, bahwa angka prevalensi penyakit asma untuk tiap 1000 anggota rumah tangga adalah 13%, sedangkan di Australia 10% pada orang dewasa dan antara 20 - 40% pada anak-anak. Menurut laporan WHO World Health Report 2000 menyebutkan bahwa lima penyakit paru utama merupakan 17.4% dari keseluruhan kematian didunia, dan asma 0.3%-nya prevalansi asma ini sejak 2 dekade terakhir sangat meningkat, baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi total di dunia 7.2% (6% dewasa dan 10% pada anak) dan bervariasi antar-negara (Anonim2, 2008). WHO (2000) menyatakan lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dari sekitar 180.000 juta per tahun menemui kematian karena penyakit yang sama (dikutip dari Firshein, 2006) Kenaikan prevalensi asma di Asia, seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan, juga mencolok. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%. Kenaikan ini tentu saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap rendah. Tidak tinggi seperti di Inggris atau di Australia yang mencapai 20-30% (Anonim2 , 2008). Serangan asma masih merupakan penyebab utama tidak masuk sekolah pada anak, sehingga berakibat menurunnya prestasi belajar. Masa yang seharusnya masa bersuka ria dan bermain,namun sering tidak dapat dinikmati dengan baik,bahkan sebagian dari mereka harus tinggal di rumah sakit. Asma pada orang dewasa membawa masalah tersendiri, yaitu pada ibu rumah tangga

menyebabkan tidak dapat melakukan tugas/ perannya dengan baik, sedang pada pekerja dapat meningkatkan angka absensi sehingga berakibat menurunnya produktivitas. Hal tersebut berdampak pada gangguan

pertumbuhan fisik atau gangguan tumbuh kembang terutama pada anak dan dapat menurunkan tingkat sosial ekonomi pada rumah tangga. Penyempitan saluran nafas umumnya dapat diobati, akan tetapi postur tubuh yang berubah,otot-otot pernafasan yang menegang,pola bernafas yang salah serta kecenderungan untuk panik saat serangan datang hanya dapat diatasi dengan rehabilitasi medik berupa terapi latihan (therapeutic exer). Untuk mendapatkan manfaat optimal dari latihan pada penyandang asma, maka latihan fisik yang diberikan harus mudah dilaksanakan tanpa menimbulkan efek samping. Terapi latihan untuk penyandang asma tersebut dirangkai dalam satu paket senam yang dikenal dengan senam asma. Selama ini masih terdapat keraguan dalam masyarakat mengenai latihan fisik (kegiatan jasmani) bagi penyandang asma sebab latihan fisik atau kegitan jasmani kadang justru dapat mencetuskan serangan asma yang dikenal dengan istilah Exercise Induced Asthma (EIA). Meskipun latihan

fisik/kegiatan jasmani dapat menimbulkan serangan asma, hal ini tidak boleh menjadi penghalang bagi penderita asma untuk tetap melakukan latihan fisik/ kegiatan jasmani. Untuk itu perlu masukan dan bahkan perubahan persepsi bagi masyarakat luas dan bagi penyandang asma itu sendiri bahwa peranan latihan fisik/ kegiatan jasmani bagi penyandang asma juga pen ting artinya. Senam asma juga berguna untuk mempertahankan dan atau memulihkan kesehatan. Senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan volume oksigen maksimal, selain itu dapat memperkuat otot-otot pernafasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi lebih baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Asma adalah kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. B. Etiologi Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas. Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik. Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat sifat perilaku yang

dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya (Purnomo, 2008). C. Faktor Risiko 1. Genetik Secara khusus, ada daerah direplikasi secara konsisten pada lengan panjang kromosom 2, 5 6, 12 dan 13. Sebuah studi genome asosiasi terakhir mengidentifikasi gen baru, ORMDL3, sangat signifikan

berhubungan dengan asma (untuk polimorfisme nukleotida tunggal) sebuah temuan yang kini telah direplikasi di beberapa populasi. 2. Faktor risiko prenatal a. Asap tembakau prenatal Merokok ibu prenatal telah konsisten dikaitkan dengan mengi anak usia dini, dan ada hubungan dosis-respons antara paparan dan penurunan kaliber saluran napas pada awal kehidupan. merokok ibu Prenatal juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko alergi makanan, respon sitokin dalam darah tali pusat dan konsentrasi oksida nitrat

dalam menghembuskan udara pada bayi baru lahir. b. Diet dan nutrisi Tidak ada efek perlindungan terhadap perkembangan penyakit atopik pada bayi telah ditunjukkan pada ibu yang menghindari makanan tertentu (misalnya, susu sapi, telur) selama kehamilan. Pada penelitian terbaru dilaporkan hubungan terbalik dari ibu tingkat vitamin D dengan mengi pada awal kehidupan, tetapi tidak ada kaitannya dengan atopi atau gejala di kemudian hari. c. Stres Sejumlah model hewan telah menunjukkan bahwa stres ibu prenatal bertindak melalui regulasi hipotalamus-hipofisis-adrenal axis untuk mengurangi tingkat kortisol, yang dapat mempengaruhi pengembangan fenotip alergi.

d. Penggunaan antibiotik Studi kohort longitudinal memeriksa setiap penggunaan antibiotik menunjukkan risiko yang lebih besar mengi dan asma persisten pada anak usia dini dan hubungan dosis-respons antara jumlah program antibiotik dan risiko mengi atau asma. e. Cara pengiriman Pengembangan atopi adalah 2 sampai 3 kali lebih mungkin di antara bayi disampaikan oleh operasi caesar darurat, meskipun tidak ada hubungan seperti terjadi dengan operasi caesar elektif. alasan Potensi untuk temuan ini termasuk stres ibu dan perbedaan dalam mikroflora usus bayi. 3. Faktor risiko di masa kecil a. Fenotip asma b. Menyusui Pengaruh menyusui terhadap risiko atopi anak dan asma masih kontroversial. Dalam sebuah studi penelitian ditemukan bahwa menyusui berhubungan dengan risiko tinggi untuk anak terkena asma atopik, dengan risiko terbesar terjadi pada anak dengan ibu yang mempunyai riwayat atopi. c. Fungsi paru-paru Penurunan kaliber jalan napas pada bayi telah dilaporkan sebagai faktor risiko untuk asma sementara, mungkin berhubungan dengan paparan prenatal dan postnatal asap tembakau lingkungan. Keberadaan saluran udara dengan kaliber menurun dikaitkan dengan respon bronkus yang meningkat dan peningkatan gejala asma d. Status sosial-ekonomi Stress orang tua akibat kesulitan keluarga berkaitan dengan risiko asma pada anak. e. Antibiotik dan infeksi f. Sensitisasi alergi : bulu kucing dan anjing, debu rumah, tungau g. Paparan asap rokok

4. Asma pada dewasa a. Pengobatan spesifik seperti -blockers dan OAINS, pada wanita

dengan penggunaan terapi pengganti hormon. b. Paparan asap rokok dan mariyuana. c. Paparan di tempat kerja seperti cat mobil (isosianat), cat rambut, pembersih rumah, lateks, tepung, dan lain-lain. D. Patofisiologi Penyebab yang umum pada penyakit asma adalah hipersensitifitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Pada pasien yang lebih muda, di bawah usia 30 tahun sekitar 70 persen asma disebabkan oleh

hipersensitifitas alergi, terutama alergi terhadap serbuk sari tanaman. Pada pasien yang lebih tua, penyebabnya hampir selalu hipersensitisasi terhadap bahan iritan non alergi di udara seperti iritan pada kabut/debu (smog), infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan. Reaksi alergi yang terjadi akan merangsang pembentukan sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergik jika mereka bereaksi dengan antigen spesifiknya. Pada pasien asma antibodi ini melekat terutama pada sel mast yang terdapat dalam interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup serbuk sari yang sensitive baginya (sehingga antibodi igE orang tersebut meningkat), serbuk sari bereaksi dengan antibodi terlekat sel mast dan menyebabkan sel ini mengeluarkan berbagai macam zat. Di antaranya adalah histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan campuran leukotrien), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor ini terutama dari substansi anafilaktif reaksi lambat akan menghasilkan edema local pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mucus yang kental ke dalam lumen bronkiolus oleh karena itu tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat.

Diameter bronkiolus lebih banyak berkurang (bronkokontriksi) selama ekspirasi dari pada selama inspirasi, karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi paru (Lemon-Burke, 2000). Pasien asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi maksimum, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan kekurangan udara dan muncul gejala dispnea. Kapasitas fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasidari paru (Lemon-Burke, 2000). Resistensi jalan nafas meningkat, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Apabila keadaan ini tidak segera ditangani akan terjadi gagal nafas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot pernapasan (Sudoyo, AW, 2006).

-Terapapar bahan alergi dan iritan - stress - udara dingin - exercise -faktor lain Steroid Stimulasi IgE Penstabil sel mast Sel mast mengalami degranulasi

Histamin

SRS-A

prostaglandi

bradikinin

leukotrien

Anti histamin

Sekresi mukus

Inflamas

bronkospasme

Batuk tidak produkti

Nafas pendek wheezing bronkodilator

E. Manifestasi Klinis Asma

Gejala

yang

biasanya

timbul

berhubungan

dengan

beratnya

hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002): 1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop 2. Batuk produktif sering pada malam hari 3. Napas atau dada seperti ditekan Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003). Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003). Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1. Tingkat I a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2. Tingkat II a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3. Tingkat III a. Tanpa keluhan b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas

c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4. Tingkat IV a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5. Tingkat V a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi. F. Penegakan Diagnosis 1. Tanda-tanda klinik akibat proses pathogenesis a. Anamnesa Keluhan : Episode batuk kronik berulang kali Mengi Sesak dada Kesulitan bernafas berulangkali Asma nokturnal: batuk malam/ memburuk pada pagi hari akibat dingin yang disertai sesak Riwayat atopi pada keluarga

b. Faktor pencetus (inciter) Iritan (debu dll) Pendinginan saluran nafas Alergen Emosi

-

Perangsang (inducer): bahan kimia, infeksi dan alergen.

c. Pemeriksaan fisik Sesak nafas (dyspnea): mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus-putus, agitasi, hiperinflasi torak, lebih suka posisi duduk. Keadaan yang menyokong: eksim, rinitis. Tanda-tanda fisik lain yang menunjukkan beratnya asma: sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia, dan hiperinflasi torak. Kadang didapatkan ronkhi

d. Pemeriksaan penunjang Gambaran toraks foto: normal, bronkitis kronik, dan/ atau emfisema Gambaran hipersensitifitas, hiperreaksi, dan penyempitan: Laboratorium : lgE, lg Rast yang positif Tes alergi kulit terhadap bahan hirup: tes hipersensitif terhadap bahan hirup yang bisa menjadi pencetus (inciter), dan/ atau perangsang (inducer), terutama debu rumah dan kutu debu rumah. e. Tes faal paru - vital untuk mengetahui obstruksi dan kepekaannya bronkus Tes bronkodilator-peningkatan FEV 1>15% memastikan adanya hipersensitifitas. Tes provokasi dengan antihistamin-diagnostik pada penurunan >15% (PD20). Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter (PF Meter), monitoring faal paru di tempat praktek atau di rumah pasien (Dahlan, 2000). G. Gejala Gejala klinis dari asma adalah kepekaan selaput lendir bronkhial, hiper-reaktif otot bronkhial, peningkatan produksi mukus, spasme otot polos, dan penyempitan jalan napas. Gejala asma yang utama adalah batuk, mengi (wheezing), pernapasan pendek dan rasa sesak di dada.

Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takhikardi, dan pernapasan cepat dan dangkal. Serangan asma sering kali terjadi malam hari (Tanjung, 2003). Klasifikasi Berdasarkan Berat Penyakit Klasifikasi asma yaitu: 1. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. 2. Asma intrinsik Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu: 1. Asma Intermiten (asma jarang) - gejala kurang dari seminggu - serangan singkat - gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan - FEV 1 atau PEV > 80% - PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30% 2. Asma mild persistent (asma persisten ringan) - gejala lebih dari sekali seminggu - serangan mengganggu aktivitas dan tidur - gejala pada malam hari > 2 kali sebulan - FEV 1 atau PEV > 80% - PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%

3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang) - gejala setiap hari - serangan mengganggu aktivitas dan tidur - gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu - FEV 1 tau PEV 60% 80% - PEF atau FEV 1 variabilitas > 30 4. Asma severe persistent (asma persisten berat) - gejala setiap hari - serangan terus menerus - gejala pada malam hari setiap hari - terjadi pembatasan aktivitas fisik - FEV 1 atau PEF = 60% - PEF atau FEV variabilitas > 30% Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: 1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi. 2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi. 3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop. 4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi. (GINA, 2006).

H. Pencegahan Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3, yaitu (DEPKES RI, 2009): 1. Pencegahan primer Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orang tua asma), dengan cara: a. Penghindaran asap rokok atau polutan lain selama kehamilan dan massa perkembangan bayi/ anak b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan d. Diet hipoalergenik ibu menyusui 2. Pencegahan sekunder Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersensitisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah. 3. Pencegahan tersier Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada orang yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. Menghilangkan obstruksi jalan napas dengan segera. b. Pengendalian faktor pencetus dan faktor-faktor yang dapat

memberatkan serangan asma. c. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma, baik dalam cara pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan

pengobatan yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter yang merawatnya.

I. Diagnosis Banding dan Komplikasi a. Diangnosis Banding 1. Bronkiektasis Kronik 2. Emfisema Paru 3. Gagal jantung kiri akut 4. Emboli Paru 5. Penyakit lain yang jarang, seperti: stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodusa. b. Komplikasi Asma 1. Pneumotoraks 2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis 3. Atelektasis 4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik 5. Gagal nafas 6. Bronkitis 7. Fraktur iga

J. Terapi Berdasarkan patogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respons saluran nafas, mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah penglepasan mediator kimia, dan merelaksasi otot-otot polos bronkus. 1. Mencegah ikatan alergen-IgE a. Menghindari alergen b. Hiposensitisasi, dengan dosis kecil alergen yang dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG 2. Mencegah penglepasan mediator Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang dicetuskan oleh alergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya disuga mencegah penglepasan mediator dari mastosit.

3. Melebarkan sakuran nafas dengan bronkodilator a. Simpatomimetik: Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol); epinefrin subkutan b. Aminofilin dipakai sewaktu serangan asma akut c. Kortikosteroid d. Antikolinergik (ipatropium bromida) 4. Mengurangi respons dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas Asma baik yang ringan maupun yang berat menunjukkan inflamasi saluan nafas. Implikasi terapi proses inflamasi adalah dengan meredam inflamasi yang ada baik dengan natrium kromolin, atau secara lebih poten dengan kortikosteroid. 5. Pengobatan asma menurut GINA (Global Initiative for Asthma) Ada enam komponen dalam pengobatan asma: a. Penyuluhan kepada pasien b. Penilaian derajat beratnya asma c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan d. Perencanaan obat-obat jangka panjang e. Obat-obat Anti-asma. Pada dasarnya obat-obat anti-asma dipakai untuk mencegah dan mengendalikan gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti-asma antara lain: 1) Pencegahan Yaitu obat-obatan yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan ini yaitu obat-obat antiinflamasi dan bronkodilator kerja panjang. 2) Penghilangan gejala Yaitu obat-obat yang mampu merelaksasi bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk golongan ini adalah agonis beta 2 hirup kerja pendek, kortikosteroid sistemik, antikolinergik hirup, teofilin kerja pendek, agonis beta 2 oral kerja pendek.

3) Pengobatan farmakologi berdasarkan anak tangga Asma intermiten Asma persisten Ringan : Tidak perlu obat pencegahan harian : Obat pencegahan harian (OPH)

dengan kortikosteroid hirup (500 g BDP atau ekuivalen) Asma persisten sedang : OPH kortikosteroid hirup (200-

1000 g BDP atau ekuivalen) + LABA (Llong Acting Beta Agonist) Asma Persisten Berat : OPH kortikosteroid inhalasi (>1000

g BDP atau ekuivalen) + LABA, teofilin lepas lambat, anti leukotrien, LABA oral, kortikosteroid oral, Anti IgE. 4) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien a) Merencanakan pengobatan asma akut (serangan akut) Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (Saturasi Oksigen lebih dari sama dengan 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran nafas dengan pemberian bronkodilator aerosol dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. b) Berobat secara teratur Untuk membantu mengatasi gangguan respirasi, Fisioterapi memiliki sebuah teknik, yaitu Breathing Technic. Breathing technic adalah suatu cara yang dipakai untuk membantu mengatasi atau mengurangi gangguan pernafasan. Terdiri dari dua macam teknik, yaitu Breathing control dan Breathing exercise. 1. Breathing control Breathing control adalah suatu teknik bernafas dengan

menggunakan paru sisi bawah dan menghindari atau meminimalkan penggunaan otot-otot bantu nafas (otot dada atas dan otot-otot bahu) sehingga diperoleh suatu kondisi yang santai (rileks). Breathing control cocok dan banyak diberikan pada pasien asma atau PPOK yang sedang

mengalami serangan sesak nafas. Kedua kondisi tersebut seandanya malah diberi breathing exercise justru akan menambah derjat sesak nafasnya. Hal ini terjadi karena breathing exercise akan meningkatkan kerja otot pernafasan atas dan membuatnya lelah. Prosedur breathing control: a. Posisi pasien santai dan nyaman, boleh duduk, half lying atau tidur miring. b. Pasien bernafas biasa dan santai. c. Hindari memberi hambatan saat bernafas. Misalnya: hindari

penggunaan pursed-lips breathing. d. Beri intruksi kepada pasien secar halus dan bersuara rendah.

2. Breathing exercise Terapi pernapasan pada penderita asma dilakukan dengan latihan pernapasan duduk dan pernapasan bergerak. Latihan napas pada posisi duduk bagi penderita asma merupakan pengambilan posisi dengan tenang agar mencapai ketenangan yang mendalam, untuk memacu otak menjalankan fungsi secara maksimal karena otak merupakan komando tertinggi bagi tubuh. pelaksanaan, sebagai berikut : a. Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-lahan dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan kesamping sampai otot dada terulur ke belakang lakukan sampai 7 kali. b. Sama seperti di atas meletakan kedua telapak tangan didepan dada, tetapi dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih cepat sekali tarik sekali frekuensi pernapasan. Pernapasan bergerak adalah pengolahan pernapasan yang

dilakukan bersamaan dengan melakukan gerak. Untuk tingkat dasar dengan 4 gerakan, tiap jurus gerakannya dengan intensitas tinggi kira-kira 2 menit. Pada awal gerakan, napas ditarik sebanyak mungkin melalui

hidung, kemudian ditekan dan ditahan dibawa perut sambil menggesek telapak kaki setengah lingkaran dengan gerakan memutar pada posisi tiap penjuru, seiring seirama dengan gerakan tangan. Untuk I kali menekan dan menahan napas minimal dilakukan pada tiap penjuru, setelah itu napas dikeluarkan, juga melalui hidung. Setelah semua keempat arah penjuru dilakukan kemudian atur napas dengan tarik dan keluar napas 2 atau 3 kali, lalu dilanjutkan dengan latihan tingkat lanjut. Intensitas dalam latihan pernapasan ini terdiri dari 2-4-2 yaitu dua menit dengan latihan keras diikuti dengan empat menit latihan ringan dengan durasi selama 30 menit dan frekuensi 3 kali seminggu. Kekhususan di dalam latihan pernapasan adalah: waktu mengeluarkan napas (ekspirasi) dikerjakan secara aktif, sedangkan sewaktu menarik napas, lebih banyak secara pasif. Mengeluarkan napas melalui mulut seperti sewaktu meniup lilin atau bersiul, pelanpelan, dengan

mengkempiskan dinding perut. Sewaktu inspirasi, dinding perut relaks (pasif) dan udara masuk ke paru-paru melalui hidung. Menurut Wara Kushartanti (2002) latihan bernapas harus dilakukan setiap hari dalam beberapa menit dengan cara sebagai berikut: 1. Hembuskan napas melalui hidung sehingga lendir pada ronkii akan tertarik ke atas. 2. Ambil napas pendek melalui hidung dan hembuskan panjang melalui bibir yang terkatup renggang, sehingga menimbulkan suara. 3. Panjang fase ekspirasi diusahakan dua kali panjang fase inspirasi. 4. Kendurkan pakaian dan aturlah napas sehinga pada saat ekspirasi perut mengempis, untuk menunjukkan bahwa diafragma meninggi kearah dada. Beritahukan bahwa akan ada batuk dan bunyi ngik selama beberapa detik pertama dari pernapasan diafragma. 5. Minumlah segelas air sebelum dan sesudah latihan.

Manfaat dan Tujuan Latihan Penapasan Latihan pernapasan juga merupakan salah satu penunjang pengobatan asma karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan olah raga. Bagi penderita asma, olah raga diperlukan untuk memperkuat otot-otot pernapasan. Latihan pernapasan bertujuan untuk: 1. Melatih cara bernafas yang benar. 2. Melenturkan dan memperkuat otot pernafasan. 3. Melatih ekspektorasi yang efektif. 4. Meningkatkan sirkulasi. 5. Mempercepat asma yang terkontrol. 6. Mempertahankan asma yang terkontrol. 7. Kualitas hidup lebih baik. Latihan pernapasan tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada syarat syarat bagi mereka yang akan melakukan latihan, yaitu: tidak dalam serangan asma, sesak dan batuk, tidak dalam serangan jantung, dan tidak dalam keadaan stamina menurun akibat flu atau kurang tidur dan baru sembuh. Menurut Wara kushartanti (2002) program latihan yang dirancang bagi penderita asma pada dasarnya menitik beratkan pada latihan pernapasan yang bertujuan untuk: 1. Meningkatkan efisiensi fase ekspirasi 2. Mengurangi aktivitas dada bagian atas 3. Mengajarkan pernapasaan diafragma 4. Merelakskan otot yang tegang 5. Meningkatkan fleksibilitas otot intercostalis, pectoralis, scalenius, dan trapezius

Pada

latihan

pernapasan

merupakan

alternatif

sarana

untuk

memperoleh kesehatan yang diharapkan bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara optimal dengan olah napas dan olah fisik secara teratur, sehingga hasil metabolisme tubuh dan energi penggerak untuk melakukan aktivitas menjadi lebih besar dan berguna untuk menangkal penyakit (Wisnu Wardoyo, 2003). Latihan pernapasan telah banyak dikenal dan mempunyai efek penyembuhan dan amat bermanfaat bagi fungsi korteks serebri, organ abdominal dan untuk pengendalian diri. Di dalam suatu sistem pernapasan pada waktu frekuensi pernapasan menurun maka kapasitas tidal dan kapasitas vital akan meningkat. Pada meditasi terjadi relaksasi sempurna dari otot-otot tertentu dan kunci utama keberhasilan senam pernapasan adalah keteraturan dan kepatuhan melakukan senam tersebut (Laurentia Mihardja,

http://digilib.litbang.depkes.go.id). Ada beberapa fungsi terapi pernapasan adalah: 1. Mengatur keseimbangan seluruh fungsi organ tubuh 2. Meningkatkan daya tahan terhadap suatu penyakit 3. Memulihkan organ tubuh yang mengalami disfungsional. 4. Mengatur keseimbangan cairan tubuh, aktivitas hormaon, aktivitas enzim, dan laju metabolisme. 5. Mempelancar peredaran darah secara sistemik. 6. Meningkatkan kemampuan gerak tubuh. 7. Meningkatkan ketenangan batin dan percaya diri. 8. Defensive (pertahanan diri)

Sedangan terapi latihan pernapasan diidentifikasikan untuk mengobati: 1. Kekurangan gerak yang yang menghasilkan kemunduran kemampuan fungsional alat- alat tubuh dengan gejala antara lain: a. Kurang mampu pada sikap berdiri (intoleransi orthostatic) b. Degenerasi tulang-tulang, tulang menjadi keropos (osteoporosis) dan rapuh. c. Degenerasi jaringan, kurangnya aktifitas menjadi otot mengecil (atrofi). d. Pada penderita diabetes, kurangnya aktifitas menyebabkan resistensi terhadap insulin, kadar gula darah lebih sulit dikendalikan. Hal ini akan memperbesar terjadinya komplikasi. e. Kurangnya gerak menyebabkan perubahan metabolisme lemak, kadar kolesterol terutama LDL meningkat yang dapat mempertinggi resiko terjadinya penyakit gangguan aliran darah, misalnya jantung koroner dan stroke. 2. Penyakit-penyakit non infeksi a. Penyakit hipokinetik b. Penyakit metabolisme (kegemukan diabetes, kelebihan lemak) c. Penyakit jantung dan pembuluh darah (jantung koroner, tekanan darah tinggi/rendah, varises). d. Penyakit psikosomatis. 3. Untuk penyakit infeksi, dengan terapi latihan senam pernapasan dapat meningkatkan kondisi tubuh, sehingga dapat mempercepat membantu pembentukan antibodi terhadap suatu penyakit. Kondisi tubuh yang baik adalah syarat utama pada setiap proses kesembuhan. 4. Penyakit-penyakit lain yang dapat membatu kesembuhan dengan terapi senam pernapasan: a. Gangguan saluran pernapasan (asma bronkiale, pulmonary distonia) b. Gangguan pencernaan (maag/gastritis, perut kembung, dan susah buang air besar) c. Gangguan pada system reproduksi

d. Sakit perut pada saat mentruasi. e. Mentruasi tidak teratur f. Sulit tidur (imsonia) g. Gangguan pada pembulu darah h. Batu saluran kencing 5. Penyakit-penyakit non medis, dengan melakukan latihan pernapasan pusat-pusat tenaga akan diolah dan pada akhirnya akan membentuk sistem energi yang mengelilingi tubuh. Sistem energi yang mengelilingi tubuh dengan dibarengi dengan meningkatnya ketenangan batin akan berfungsi sebagai antibodi terhadap penyakit non-medis (Nugroho, 2007). Untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan, beberapa latihan yang dapat dilakukan: 1. Senam asma Gerakan-gerakan senam asma terutama gerakan inti A dan gerakan inti B adalah untuk melatih otot pernapasan, sehingga kekuatan otot pernapasan bertambah. 2. Breathing Retraining Breathing retraining adalah strategi yang digunakan dalam rehabilitasi pulmonal untuk menurunkan sesak napas dengan cara diaphragm breathing dan pursed-lip breathing. a. Pursed-lip breathing adalah mengeluarkan udara (ekshalasi secara lambat melalui mulut dengan bibir mencucu/dirapatkan/setengah tertutup. Selama pursed-lip breathing, tidak ada aliran udara pernapasan terjadi melalui hidung karena sumbatan involunter dari nasofaring oleh palatum lunak. Pursed-lip breathing menimbulkan obstruksi terhadap aliran udara ekshalasi dan meningkatkan tahanan udara, menurunkan gradien tenakan transmural dan mempertahankan kepatenan jalan napas. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran udara yang terjebak, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal. Tujuan dari

diaphragm breathing dan pursed-lip breathing adalah membantu batuk efektif dan meningkatkan kekuatan otot pernapasan.

b. Diaphragma breathing Diberikan pada penderita gangguan respirasi yang sedang mengalami serangan sesak nafas. Contoh: penderita asma yang sedang kambuh. Pada saat serangan asma, otot nafas atas akan mengalami kekelahan karena bekerja keras untuk bernafas. Maka perlu diistirahatkan agar sesak tidak bertambah. Oleh karena itu penggunaan teknik ini akan membantu mengurangi serangan sesak.

Prosedurnya: 1) Bernafas dengan perut 2) Dada dan bahu harus rileks. 3) Saat inspirasi kembungkan perut. 4) Saat ekspirasi kempiskan perut. 5) Terapis mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien. Yang harus bergerak hanya perut dada harus diam. c. Segment l b eat ing Adalah suatu latihan nafas pada segmen paru tertentu dengan tujuan melatih pengembangan paru persegmen. Prosedurnya: Saat ingin memberikan pengembangan segmen paru tertentu, maka terapis memberikan tekanan saat inspirasi dan ekspirasi pada segmen paru yang dimaksud. Jadi tangan terapis bertindak sebagai guiden (pemberi stimulus dan penunjuk arah gerakan). d. Glo o 3. Berenang 4. Bersepeda 5. Berjalan santai (jogging) aringeal breat ing

Senam asma Senam asma adalah senam yang diciptakan khusus untuk penderita asma yang gerakan-gerakannya disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan penderita berdasarkan berat atau ringannya penyakit asma. Senam asma dimulai sejak tahun 1980-an. Tujuan senam asma Tujuan senam asam menurut Supriyantoro (2006) adalah: 1. Meningkatkan kemampuan otot yang berkaitan dengan mekanisme pernapasan. 2. Meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses pernapasan (respirasi) 3. Mencegah, mengurangi kelainan bentuk/ sikap postur tubuh 4. Meningkatkan kebugaran jasmani/ kemampuan fisik (physical fitness) 5. Meningkatkan kepercayaan diri bahwa penderita asam mampu melakukan aktivitas yang sama seperti orang sehat lainnya, sehingga mencapai nilai produktivitas kerja yang tinggi atau bahkan berprestasi Sedangkan manfaat senam asma adalah: 1. Melatih cara bernapas yang benar 2. Melenturkan dan memperkuat otot pernapasan 3. Melatih ekspektorasi yang efektif 4. Meningkatkan sirkulasi Waktu pelaksanaan senam asma Latihan senam asma dilaksanakan pada: 1. Freakuensi latihan 3-5 kali seminggu 2. Lama latihan 30-45 menit. Bila kondisi fisik belum memungkinkan dapat dimulai secara bertahap sesuai kemampuan. Latihan dapat dilakukan juga 1 kali seminggu dengan durasi latihan 60 menit.

3. Intensitas dimulai dari intensitas rendah. Target zone 60-65% dari denyut nadi maksimal. Persiapan senam asma Persiapan sebelum mengikuti senam asma khususnya bagi penderita asma adalah: 1. Melakukan pemeriksaan ke dokter khususnya untuk mengetahui derajat (berat/ ringan) penyakit asmanya, mengetahui ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai (misalnya penyakit jantung) 2. Latihan sebaiknya dilakukan pada suhu yang agak panas dan lembab, bukan pada suhu dingin atau kering 3. Harus selalu membawa obat bronchodilator (khususnya dalam bentuk inhaler) 4. Bagi penderita asma tipe exercise induced asthma harus memperhatikan beberapa hal yaitu: intensitas latihan jangan terlalu melelahkan (misalnya setiap 6 menit latihan diselingi istirahat kurang lebih 1 menit kemudian latihan lagi), sebelum senam gunakan obat bronchodilator inhaler. Tahapan senam asma Tahapan senam asma adalah: 1. Pemanasan dan peregangan Gerakan pemanasan dan peregangan ditujukan untuk mempersiapkan otot sendi, jantung, dan paru-paru, sehingga tubuh dalam keadaan siap untuk melakukan latihan. Gerakan pemanasan dan peregangan pada prinsipnya melibatkan seluruh persendian dan dimulai dari bagian atas ke arah bawah. 2. Gerakan inti A Pada setiap gerakan inti A selalu diikuti dengan menarik napas (inspirasi) dan mengeluarkan napas (ekspirasi), di mana pada pernapasan yang ideal/ normal perbandingan waktu inspirasi dan ekspirasi 1 : 2, oleh karena itu pada gerakan ini dirancang menjadi 4 hitungan yaitu: hitungan 1 inspirasi/

tarik napas, hitungan 2 tahan napas, hitungan 3 dan 4 hemnbuskan napas (ekspirasi). Agar gerakan dan pernapasan dapat terkontrol dengan baik dan teratur, maka irama music pada tahap ini menggunakan ketukan 50-60 kali/ menit. Total waktu gerakan dan pernapasan ini tidak lebih dari 8 menit, karena jika lebih dapat memicu timbulnya sesak napas. 3. Gerakan inti B Pada gerakan inti B ditujukan pada seluruh tubuh tetapi juga melibatkan otot pernapasan pada setiap gerakannya. Maksud gerakan pada tahap ini adalah, melicinkan gerak sendi di seluruh tubuh sehingga mampu melakukan aktivitas maksimal, melibatkan kontraksi otot yang teratur dengan irama yang ritmis sehingga otot-otot akan menjadi rileks, sehingga latihan pre aerobik karena gerakan-gerakan yang teratur dan cukup lama, sehingga dapat menambah kemampuan daya tahan tubuh. Musik yang dipakai mengiringi lebih cepat dengan ketukan 80-90 kali/ menit. 4. Aerobik Latihan aerobik merupakan tahap latihan yang umumnya hanya dapat diikuti penderita asma ringan dan orang sehat. Di sini para peserta dicoba untuk melakukan aktivitas yang lebih keras dan kontinyu untuk melatih percaya diri bahwa mereka boleh atau mampu melakukan aktivitas tertentu. Pada gerakan ini pelatih harus jeli memperhatikan peserta yang mungkin terlalu lelah dan tidak bosan-bosan untuk selalu menganjurkan kepada pasien agar tidak memaksakan mengikuti gerakan, tetapi semampunya saja, ukur dan kenali diri sendiri. Pada aerobic ini musik yang dipakai untuk mengiringi lebih cepat yaitu dengan ketukan 100-120 kali/ menit. 5. Pendinginan Pada tahap pendinginan beban latihan secara berangsur kembali diturunkan sehingga denyut nadi dan frekuensi pernapasan menjadi normal, setelah mengalami peningkatan pada saat latihan.

6. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan untuk menilai efek dari senam asam terhadap fungsi paru dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan spirometri setiap 3 -6 bulan. Pemeriksaan Peak Flow Rate (PFR) dengan alat mini peak flowmeter pada saat sebelum dan sesudah latihan.

K. Prognosis Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen). Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua. Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa ad alah baik. Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil

prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa. Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai. Prognosis jangka panjang asma pada anak umumnya baik. Sebagian asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. 20% asma episodik sering sudah tidak timbul pada masa akil balik, 60% tetap sebagai asma episodik sering, dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering, hampir 60% tetap menjadi asma

kronik/persisten, dan sisanya menjadi asma episodik jarang. Secara keseluruhan, dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. Faktor yang dapat mempengaruhi prognosis anak adalah :y

Umur ketika serangan timbul, seringnya serangan asma, berat-ringannya serangan asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapat serangan asma

y y y y y

Banyak sedikitnya faktor atopi pada diri anak dan keluarganya Menderita/pernah menderita eksema infantil yang sulit diatasi Lamanya minum ASI Usaha pengobatan dan penanggulangannya Apakah ibu/bapak atau teman sekamar atau serumah. Polusi udara yang lain di rumah atau di luar rumah juga dapat mempengaruhi

y

Penghindaran alergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu meneteki

BAB III PENUTUP Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan terutama oleh pengertian yang salah mengenai asma, pedoman dan pelaksanaan pengelolaan asma yang tidak lengkap atau sistematis, sera sangat kurangnya data dan perencanaan lanjutan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilaksanakan strategi pengelolaan asma berdasarkan pedoman pengelolaan yang lengkap dan sistematik. Kerjasama yang erat di antara para dokter dan petugas medik lainnya dengan penderita asma sangatlah diperlukan untuk mencapai hasil yang sebaikbaiknya. Dengan upaya ini diharapkan akan tercapai penyebarluasan cara pengelolaan asma preventif dan kuratif yang sesuai dengan perkembangan dan metoda pengelolaan asma yang mutakhir. Sehingga tercapai pula penurunan angka morbiditas maupun mortalitas yang diakibatkan oleh asma ataupun komplikasinya. Dengan terapi pernapasan diharapkan sebagai alternatif metode

pengolahan asma sehingga memperoleh kesehatan yang bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara optimal dan energi penggerak untuk melakukan aktivitas menjadi lebih besar yang berguna untuk menangkal penyakit diantaranya dapat mencegah resiko kambuhnya asma. Intensitas dalam terapi pernapasan pada penderita asma terdiri dari 2-4-2 yaitu dua menit dengan latihan keras diikuti dengan empat menit latihan ringan dengan durasi selama 30 menit dan ditutup dengan latihan pernapasan duduk akhir selama 10 menit frekuensi 3 kali seminggu.

DAFTAR PUSTAKA Dahlan, Zul. 2000. Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode Obyektif. Cermin Dunia Kedokteran. 128: 13-17 DEPKES RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Managementand Prevension In Children. www. Ginaasthma.org. Nugroho S. 2007. Terapi Pernapasan pada Penderita Asma Padmaja Subbarao P., Mandhane P., Sears M., 2009. Asma: epidemiologi, etiologi dan faktor risiko. Canada Medical Accosiation Journal vol. 181 Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro. Thesis.