Refrat Anak Tarakan Frandy

download Refrat Anak Tarakan Frandy

of 23

description

a

Transcript of Refrat Anak Tarakan Frandy

BAB IPENDAHULUANKejang demam merupakan kasus yang paling sering terjadi pada masa anak dengan prognosis yang cukup baik. Namun, kejang yang disertai demam dapat menandakan penyakit infeksi akut yang berat seperti sepsis dan meningitis bakteria sehingga setiap anak yang kejang disertai demam harus diperiksa dengan lebih teliti dan cari tahu penyebab demam yang menyertai, terutama pada serangan kejang yang pertama kali. Terjadinya kejang demam sangat tergantung dengan faktor usia, biasanya jarang terjadi sebelum usia 6 bulan dan sesudah usia 5 tahun. Tiga hingga empat persen anak yang menderita gangguan kejang demam adalah anak yang berusia 14-18 bulan. Riwayat kejang demam dalam keluarga pada orang tua ataupun saudara kandungan menunjukkan adanya faktor genetik yang mempengaruhi dalam terjadinya kejang demam pada seseorang anak.1Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat.Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), sehingga dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa.Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanyakan pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang serta gejala lain yang menyertainya. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi. Oleh karena itu, pada referat ini akan dibahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi serta fakto risiko, patogenesis, diagnosis, tatalaksana, hingga prognosis dan edukasi dari kejang demam.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 DefinisiKejang adalah manifestasi klinis yang timbul akibat depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan perubahan yang bersifat paroksimal fungsi sel-sel neuron (perilaku, fungsi motorik dan otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran.2 Sedangkan demam sendiri adalah suatu keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Suhu tubuh yang normal berkisar antara 36C sampai 37 C. Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40C), demam disebut hipertermi. Pada anak-anak demam lebih sering terjadi dari pada orang dewasa. Anak yang mengalami demam bisa diukur melalui mulut, telinga, rectum, dan ketiak.3 Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral, aksila dan rektal sekitar 0,50o C; suhu rektal lebih tinggi dibanding oral, dan suhu oral lebih tinggi dibanding suhu aksila.4Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun. kejang demam sangat tergantung dari umur dan jarang terjadi sebelum umur 9 bulan dan sesudah 5 tahun. Puncak umurnya mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan insiden mendekati 3-4% anak kecil.2 Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1989 adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 tahun tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.5,6

2.2 KlasifikasiA. Kejang demam sedehanaKejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Dahulu digunakan modifikasi kriteria Livingstone sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu : 5,61. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan- 4 tahun2. Kejang berlangsung sebentar tidak melebihi 15 menit3. Kejang bersifat umum4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal6. Pemeriksaan elektroenchephalographi (EEG) yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam sehingga jika ada kejang demam yang tidak memenuhi salah satu dari ketujuh kriteria diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Dengan menggunakan kriteria tersebut , ternyata sangat banyak pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam, dengan konsekuensi bahwa pasien-pasien ini harus mendapat pengobatan rumatan. Banyak pasien yang hanya menunjukkan kelainan EEG dan kriteria lain terpenuhi. Juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. 5,6,7Untuk itu yang paling penting dalam diagnosis kejang demam sederhana ialah: 5,61. Kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri2. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal3. Kejang tidak berulang dalam 24 jam

B. Kejang demam kompleksKejang demam dengan salah satu ciri berikut ini : 51. Kejang berlangsung lebih dari 15 menit2. Kejang fokal atau parsial satu sisi,atau kejang umum didahului kejang parsial3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam4. Didapatkan abnormalitas status neurologis

2.3 EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di negara industri dan 7% pada negara-negara berkembang di Asia. Peningkatan jumlah kasus di asia ini disebabkan tingginya angka infeksi pada awal kehidupan anak tersebut. Di antara anak-anak dengan kejang demam, sekitar 70-75% hanya mengalami kejang demam sederhana, 20-25% mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% memiliki gejala kejang demam.8Anak-anak dengan kejang demam sederhana sebelumnya memiliki peningkatan risiko untuk kejang demam berulang, hal ini terjadi pada sekitar sepertiga kasus. Anak-anak yang lebih muda dari 12 bulan pada saat pertama kejang demam sederhana mereka memiliki probabilitas 50% untuk mengalami kejang kedua. Setelah 12 bulan, probabilitas menurun hingga 30%. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana memiliki peningkatan risiko untuk epilepsi. Tingkat epilepsi pada usia 25 tahun adalah sekitar 2,4%, yaitu sekitar dua kali risiko pada populasi umum. Sampai sejauh ini belum ada literatur yang mendukung hipotesis bahwa kejang demam sederhana dapat menyebabkan kecerdasan yang lebih rendah (atau yang menyebabkan ketidakmampuan belajar) atau dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Laki-laki memiliki insidens yang sedikit lebih tinggi daripada wanita. Kejang demam sangat tergantung pada umur. Delapan puluh lima persen kejang pertama terjadi sebelum 4 tahun (17-23 bulan) dan hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.8

2.4 Etiologi Dan Faktor ResikoKejang demam dianggap sebagai kelainan genetik dan diturunkan secara autosomial dominan, akan tetapi belum ada lokus dan pola dari genetik tersebut yang dapat dijelaskan. Setiap orang memiliki pola warisan yang cenderung bervariasi antara keluarga dan mungkin juga multifaktorial.6,8Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor resiko dari kejang demam terkait dengan tiga unsure yaitu umur, demam dan predisposisi.:1. Umur Umur terjadi kejang demam berkisar 6 bulan sampai 5 tahun. Biasanya di bawah umur 3 tahun. Umur tersebut terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental window. Masa developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur kurang dari 2 tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang (threshold) rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Threshold adalah stimulasi paling rendah yang dapat menimbulkan depolarisasi. Excitability membrana sel, pengangkut dan reseptor neurotransmiter, reseptor neuropeptid, neuromodulator peptid, pintu kanal ion dan mekanisme homeostasis ion selalu berubah selama perkembangan otak dan sejalan dengan pertambahan umur. Excitability adalah kepekaan neuron terhadap stimulasi untuk menimbulkan potensial aksi. Pada masa perkembangan otak (developmental window) keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat baik ionotropik maupun metabotropik sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga mekanisme eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi..Pada masa otak belum matang kadar Corticotropin releasing hormon (CRH) di hipokampus tinggi. Corticotropin releasing hormon merupakcn neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Kadar CRH tinggi di hipokampus, hal ini mengakibatkan potensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah. oieh karena neural Na+/ K+ ATP ase masih kurang.. Pada otak yang belum matang regulasi ion Na+, K+, dan Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska depolarisasi dan meningkatkan eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai excitability neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut sebagai developmental window yaitu umur di bawah 2 tahun, anak rawan untuk terjadi bangkitan kejang demam.9

2. Demam Demam terjadi tersering disebabkan oleh infeksi. Kenaikan suhu tubuh pada infeksi terjadi akibat reaksi dari lipopolisakarida bakteri, serpihan protein dari leukosit dan degenerasi jaringan terhadap thermostat hipothalamus. lnterleukin-1 dan prostagladin sebagai pirogen endogen berperan terhadap kenaikan suhu di otak dan eksitabilitas neuron serta nilai ambang kejang. Kadar protaglandin cairan serebrospinal lebih tinggi pada penderita kejang demam apabila dibandingkan penderita demam tanpa kejang. Peranan prostaglandin terhadap timbulnya kejang demam masih kontroversi. Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10-15 %, sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan mengakioatkan peningkatan kebutuhan glukose dan oksigen.Demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus Kreb normal, satu molekul glukose akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksi jaringan metabolisme berjalan anaerob. satu molekul glukose hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksi akan mengakibatkan kekurangan energi. Kekurangan energi akan menggangu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan meningkatkan kadar ion Na+ di dalam sel dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timburan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan peningkatan permeable membran sel terhadap ion Na+ sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial memban sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38.9C-39,9 C (40-56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37 C- 38,9 C sebanyak 11% penderita dan pada suhu tubuh di atas 40 C sebanyak 20% penderita. Tidak diketahui secara pasti saat timbul bangkitan kejang, apakah pada waktu terjadi kenaikan suhu tubuh ataukah pada waktu demam sedang berlangsung. Kesimpulan dari berbagai hasil penelitian dan percobaan binatang menyimpulkan bahwa bangkitan kejang terjadi tergantung dan kecepatan waktu antara mulai timbul demam sampai mencapai suhu puncak (onset) dan tinggiya suhu tubuh. Setiap kenaikan suhu 0,3C secara cepat akan menimbulkan discharge di daerah oksipital. Ada discharge di daerah oksipital dapat dilihat dari hasil rekaman EEG. Kenaikan mendadak suhu tubuh menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat dan menurunkan kadar glutamin tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara pelan tidak menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat Perubahan glutamin menjadi asam glutamat dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam glutamat merupakan eksitator. Sedangkan GABA sebagai inhibitor tidak terpengaruh oleh kenaikan mendadak suhu tubuh. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diisimpulkan bahwa demam terutama demam tinggi mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan nilai ambang kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang demam. Pada penelitian tahun 1998, Christopher dkk melakukan penelitian pada 381 anak dengan kejang demam di Amerika Serikat. Mereka menyimpulkan bahwa suhu tubuh 39,4 C bermakna menimbulkan kejang dibanding suhu tubuh 38,8 C.93. Faktor predisposisi bangkitan kejang demamFaktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan 1) riwayat keluarga (first degree relative atau second degree relative), 2) riwayat kehamilan dan persalinan, 3) gangguan tumbuh kembang anak, 4) seringnya menderita infeksi, dan 5) gangguan defisiensi Fe dan Zinc.9

a. Riwayat keluarga Seorang anak mempunyai keluarga ayah, ibu dan saudara kandung (first degree relative) dengan riwayat pernah menderita kejang demam mempunyai risiko 6 kali (30%) untuk terjadi bangkitan kejang demam. Penderita yang mempunyai keluarga (second degree relative) pernah menderita kejang demam mempunyai risiko 3 kali untuk terjadi bangkitan kejang demam. Apabila salah satu orang tua penderita mempunyai riwayat pemah menderita kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20-22%. Dan apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pemah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59-64%, tetapi sebaliknya apabila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pemah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9 %. Dua puluh lima persen sampai 40% penderita kejang demam mempunyai anggota keluarga dengan riwayat pemah menderita kejang demam. Penelitian Hauser dkk, di Amerika menunjukkan bahwa penderita demam disertai dengan riwayat saudara pernah menderita kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi kejang demam sebesar 2,7% , sedangkan apabila penderita tersebut mempunyai salah satu orang tua dengan riwayat pemah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 10% dari apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pemah menderita kejang demam tersebut meningkat menjadi 20%.Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27 % berbanding 7%.9

b. Riwayat kehamilan dan persalinan Riwayat kehamilan maupun persalinan sebagai faktor resiko kejang demam terkait dengan pematangan otak maupun jejas pada otak akibat prematuritas maupun proses persalinan. Anak yang dilahirkan dari ibu hamil sebagai perokok dengan jumlah sigaret di atas 10 batang dalam sehari, mempunyai resiko mengalami kejang demam. Insiden kejang demam anak yang dilahirkan dari ibu merokok diatas 10 batang perhari sewaktu hamil sebesar 4,4%. Ibu merokok diatas 10 batang dalam sehari pada waktu hamil mempunyai resiko 1,25 kali untuk mempunyai anak menderita kejang demam. Anak dengan riwayat kesulitan sewaktu lahir, lahir dengan berat badan lahir rendah, umur kehamilan preterm ataupun posterm di atas 28 hari mempunyai resiko untuk timbul kejang demam. Anak yang dilahirkan dari ibu dengan umur kehamilan lebih bulan dan disertai riwayat pemah kejang demam akan berisiko 28% mengalami bangkitan kejang demam. Bayi yang dilahirkan dari ibu eklampsi secara bermakna mempunyai risiko untuk timbul kejang demam dibanding ibu normal. Bayi lahir dengan berat badan kurang 2500 gram berisiko 3,4%, sedangkan bayi lahir berat badan di atas 2500 gram berisiko 2,3% untuk timbul bangkitan kejang demam. Bayi lahir preterm bermakna berisiko 3 kali untuk terjadi kejang demam dibandingkan bayi lahir aterm. Bayi dilahirkan dengan problem persalinan alau lahir dengan berat badan lahir rendah dan lahir dengan umur kehamilan kurang bulan maupun lebih bulan dapat memberikan hipoksi otak pada saat dilahirkan. Keadaan hipoksi akan mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga menghasilkan energi rendah dan produksi asam laktat. Produksi energi tidak adekuat akan mengakibatkan reuptake asam glutamat oleh sel glia terganggu, sehingga terjadi timbunan asam glutamat Timbunan asam glutamat mengakibatkan aktivasi reseptor ionotropik serta reseptor metabotropik, sehingga terjadi Na+, Ca++ influx dan akumulasi Na+, Ca++ intrasel. Akumulasi ion Ca++ intrasel mengakibatkan aktivasi enzim protease, lipoprotease, endonuclease, dan produksi radikal bebas. Enzim protease dan lipoprotease menghidroliser membran sel dan enzim endonuklease menghancurkan inti sel dan DNA. Sedangkan radikal bebas menyebabkan kematian sel. Produksi asam laktat berlebihan mengakibatkan sel neuron mengalami asidosis sehingga metabolisme di mitokondria terhenti, ke duanya mengakibatkan kematian sel neuron dan sel glia otak. Kematian sel glia berakibat pengaturan kadar ion K+ dan asam glutamat ekstra sel terganggu. Fungsi normal otak tergantung dari efisiensi kontrol terhadap ion K+ ekstrasel Timbunan asam glutamat dan gangguan pengaturan ion K+ ekstrasel tersebut mengakibatkan sel neuron dalam keadaan mudah terangsang (excitability).9Hipoksi dan hipoglikemi otak dapat menyebabkan kerusakan enzim glutamic acid decarboxylase (GAD) pada GABA-ergic. Enzim tersebut berperan di dalam pembentukan GABA. sehingga keadaan hipoksi dan hipoglikemi dapat mengakibatkan inhibisi menurun sehingga dapat menurunkan nilai ambang kejang.9Sel neuron yang mati akan mengalami reorganisasi. Reorganisasi pada hilus dentate berjalan tidak normal, yaitu terjadi penurunan protein calbidin dan parvalbumin. Calbidin dan parvalbumin merupakan protein pengikat ion Ca++ sehingga berfungsi pada mekanisme buffer terhadap kelebihan ion Ca++. Akibat penurunan calbidin dan parvalbumin dapat mengakibatkan penimbunan ion Ca++, sehingga dapat menurunkan nilai ambang kejang.9Bayi lahir dengan asfiksi akan berlanjut sebagai Hipoksi Iskemik Enselopati (HIE). Hipoksia Iskemik akan berlanjut sebagai sindrom neurofogi ensefafopati yaitu adanya defisit neurologi dan kejang. Sindrom neurologi enselopati pada masa anak akan memberikan defisit neurologi dan bangkitan kejang. Bayi lahir asfiksi yang berlanjut menjadi sindrom neurotogi enselopati akan berpengaruh pada otak dalam fase organisasi perkembangan otak sehingga mengakibatkan modifikasi proses regresif. Apabila pada masa perkembangan otak fase organisasi terjadi rangsangan berulang-ulang akibat kejang berulang pada akan mengakibatkan aberrant plasticity, yaitu terjadi penurunan fungsi GABA-ergic dan desensitisasi reseptor GABA serta sensitisasi reseptor eksitator. Hal ini dapal menurunkan nilai ambang kejang. Sebagai kesimpulan anak dengan riwayat dilahirkan dari ibu dengan problem kehamilan persalinan saat dilahirkan. lahir dengan berat badan lahir rendah baik preterm maupun post term akan mempunyai resiko untuk terjadi kejang demam pada masa anak.9c. Gangguan perkembangan otak Gangguan perkembangan otak yang bermanifestasi klinik sebagai developmental delayed dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan otak intrauterin (dalam masa di dalam otak). Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu: 1) neurulasi 2) perkembangan prosensefali, 3) proliferasi neuron, 4) migrasi neural, 5) organisasi, dan 6) mielinisasi. Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berianjut sampai tahun-tahun pertama paska natal. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami gangguan, terutama fase perkembangan organisasi. Hal ini akan berakibat terjadi developmental delayed dan bangkitan kejang. developmental delayed, riwayat keluarga pemah menderita kejang demam, pada saat neonatus dirawat lebih dari 30 hari dan sering dititipkan pada daycare, merupakan faktor risiko terjadi kejang demam. Developmental delayed disertai didapatkan dua atau lebih dari faktor tersebut di atas 28%30% mempunyai risiko untuk terjadi kejang demam.9d. Infeksi berulang Sering mengalami infeksi merupakan faktor risiko untuk terjadi kejang demam. Penderita pengunjung day care atau dititipkan pada penitipan anak lebih sering terkena infeksi dibandingkan anak yang tinggal dirumah. Pada penelitian Shinnar dkk tahun 2002 di San Diego, mereka menyimpulkan bahwa infeksi dengan panas lebih dari 4 kali dalam setahun bermakna merupakan faktor risiko timbulnya bangkitan kejang demam. Mereka juga menyimpulkan bahwa jumlah insiden kejang demam pada penderita yang mengalami panas karena infeksi diatas 4 kali dalam setahun sebanyak 33%. Kejang demam sebagian besar disebabkan infeksi virus, sedangkan karena bakteri jarang.9e. Imunisasi Panas yang disebabkan bukan akibat infeksi tetapi paska imunisasi dapat mengakibatkan kejang demam. Penelitian Miller dkk di United Kingdom pada tahun 2006, menemukan bahwa imunisasi MMR dapat mengakibatkan kejang demam. Mereka juga menyimpulkan bawha resiko angka kejadian kejang demam berkisar 36 kali, bergantung dari jenis MMR yang dipakai. Kejang demam akibat imunisasi DPT terjadi dalam kurun waktu 48 jam, sedangkan imunisasi MMR 7-15 hari.9

2.5 PatogenesisUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid danpermukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karenaperbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat padapermukaan sel.7Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :7a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselulerb.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnyac. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.7,10Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otakselama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otakyang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yangberlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.7

2.6 Manifestasi KlinisTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.11Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16 % pasien. 22.7. DiagnosisA. Anamnesis:2,12 Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik, orang tua) Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lainnya

B. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital, mencari tanda trauma akut kepala dan ada tidaknya kelainan sistemik. Pemeriksaan ditujukan mencari cedera yang terjadi mendahului atau selama kejang, adanya penyakit sistemik, paparan zat toksik, infeksi dan kelainan neurologis fokal. Apabila dijumpai kelainan neurologis fokal, harus dicurigai adanya lesi intrakranial. Bila terjadi penurunan kesadaran perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebabnya. Edema papil yang disertai tanda rangsang meningeal menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial akibat infekai susunan saraf pusat.12C. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.2,52. Pungsi lumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:2,5a. Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukanb. Bayi 12-18 bulan dianjurkanc. Anak umur >18 bulan tidak rutin dilakukan. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal

3. Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan elektroensefalografi tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.2,54. PencitraanFoto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi, seperti kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, dan papiledema.2,3,5

2.8 Diagnosis BandingMenghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebabnya dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan didalam otak karena infeksi:6,10 Meningitis Ensefalitis Abses otak dan lain-lainOleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Sesudah itu perlu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi demam.102.9 TatalaksanaTata laksana saat kejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untukanak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan intervalwaktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.2,9

Diazepam 5-10 mg per rektal, maksimal 2x, jarak 5 menitSebelum di Rumah SakitGambar 1. Algortima penanggulangan kejang

0-10 menit

10-20 menitDiazepam 0,25 mg/kg (IV) kecepatan 2 mg/menit, maksimal 20 mg, atauMidazolam 0,2 mg/kg (IV bolus) atauLorazepam 0,05-0,1 mg/kg (IV) kecepatan < 2mg/menit)Pantau ABCRumah sakit / UGD

Monitor:Tanda vitalEKGGula darahElektrolit serumAnalisa gas darahPulse oxymetriKoreksi kelainan

PICU / UGD20-30 menitFenitoin 20 mg/kg (IV) kecepatan 50 mg/menit.

Kadar obat darah

30-60 menitFenobarbital 20 mg/kg (IV) kecepatan 100mg/menit

PICUPropofol 3-5 mg/kg (IV) driprefrakter

Midazolam 0,2 mg/kg (IV) bolus dilanjutkan drip 0,02-0,4 mg/kg/jamPentotal-Tiopental 5-8 mg/kg (IV)

Diambil dari: sumber kepustakaan 2

Tabel 1. Sediaan obatNama obatSediaan Efek samping

Diazepam Injeksi: 5 mg/ml (2 ml)Tablet : 2 mg, 5 mgRectal : 1 mg/ml, 5 mg/mlSomnolen, ataksia dan depresi nafas

Fenitoin Injeksi : 50 mg/ml (2 ml, 5 ml)Capsul:30 mg, 100 mgTablet : 50 mgHipotensi , aritmia dan depresi nafas

Phenobarbital Injeksi : 40 mg/ml (0,5), 200 mg (1 ml)Tablet : 30 mgGangguan perilaku dan kesulitan belajar, hipotensi dan depresi nafas

Asam valproatTablet : 100 mg, 200 mg, 500 mgGangguan fungsi hati

Diambil dari: sumber kepustakaan 13

Pemberian obat pada saat demamAntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretikmengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli diIndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetil salisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetil salisilat tidakdianjurkan.5,9

AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8jam pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi danmenyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.5

Pemberian Obat RumatPemberian obat rumat bertujuan untuk pencegahan terjadiya bangkitan ulang kejang demam. Mengingat manfaat dan pengaruh buruk pemakaian obat anti kejang, makan penggunaan obat tersebut sebagai profilaksis kejang demam terutama kejang demam sederhana tidak dianjurkan. Tindakan profilaksis terhadap penderita kejang demam diberikan apabila kejang demam tersebut mempunyai risiko terjadinya bangkitan ulang kejang demam maupun orang tua itu sangat mengkhawatirkan terhadap penyakit anaknya.9

Indikasi Pemberian obat Rumat:Pengobatan rumatan diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):-kejang lama >15 menit-adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrocephalus.-kejang fokalPengobatan rumat dipertimbangkan bila:5 kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan kejang demam 4 kali per tahun.

Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan RumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5,9

2.10 Prognosis Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelaianan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.5 Kemungkinan mengalami kematianKematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5 Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:51. Riwayat kejang demam pada keluarga2. Usia kurang dari 12 bulan3. Temperatur yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.5 Faktor risiko terjadinya epilepsiFaktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:51. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama2. Kejang demam kompleks3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandungMasing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi hingga 46% dan kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkian epilepsi. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.5

2. 11 Edukasi Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan cara antara lain:5a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baikb. Memberitahukan cara penanganan kejangc. Memberi informasi tentang risiko kejang berulangd. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obatBeberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang :5a. Tetap tenang dan tidak panikb. Kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leherc. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulutd. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejange. Tetap bersama pasien selama kejangf. Berikan diazepam rectal dan jangan diberikan bila kejang telah berhentig. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanKejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (temperature inti: 39oC) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Klasifikasi dari kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu:1. Kejang demam sederhana2. Kejang demam kompleksKejang demam diduga disebabkan oleh genetik dengan adanya faktor resiko berupa umur, demam, serta faktor predisposisi lain baik dari riwayat keluarga, riwayat persalinan, gangguan perkembangan otak, infeksi berulang serta imunisasi. Sejauh ini belum ada pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis dari kejang demam. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis dari kejang demam, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menunjang diagnosis serta menyingkirkan differential diagnosis lainnya.Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :1. Penatalaksanaan pada saat kejang serta penentuan jenis obat antikonvulsan yang akan dipakai2. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam3. Penatalaksanaan awal pada orang tua dan dokterPrognosis kejang demam adalah baik dan tidak menyebabkan kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Akan tetapi, sebagian pasien dapat mengalami kejang berulang, hingga munculnya kecacatan dan epilepsi.

DAFTAR PUSTAKA1. Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatment. 44th edition. United Stases: McGraw-Hill;2005.p.452-89.2. Pudjiadi AH, Latief A, Novik B. Buku ajar pediatric gawat darurat. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2011.h.31-2.3. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. 22nd ed. Jakarta: EGC; 2008.h.456-74. Nelwan R.H.H. Demam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.p.2767-725. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia,;2006.ph.1 14.6. Soetomenggolo TS, Ismael S. buku ajar neurologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;1999.p.244-517. Hassan R, Alatas H, Latief A, et al. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2 : kejang demam. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI;2007. Hal.847-558. Baumann RJ, Kao A.2013. Pediatric febrile seizure. [Disitasi 26 Januari 2014]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview#aw2aab6b2b59. Utari A, Sareharto TP. Tatalaksana kejang pada bayi dan anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2013.h.34-4610. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson ilmu kesehatan anak : kejang demam. 18th edition. Jakarta: EGC;2007. Hal. 2059 60.11. Pusponegoro HD. Kejang demam di standar pelayanan medis kesehatan anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesis;2005.12. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV. Sagung Seto;2003.h.9-1013. Kemp A, McDowell JM, Bogovic A,et all. Paediatric pharmacopoeia. 13th edition. Melbourne: Pharmacy Department, Royal Children Hospital;2005.