refrat
-
Upload
deni-ismail -
Category
Documents
-
view
82 -
download
0
Transcript of refrat
REFERAT
REHABILITASI MEDIK PADA FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERUS
DAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
Di RSO Prof. Dr. Soeharso
Oleh :
Deni Ismail, S.Ked (J500070051)
Rolly Mandari, S.Ked (J500070052)
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
LEMBAR PENGESAHAN
REHABILITASI MEDIK PADA FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERUS DAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
Di RSO Prof. Dr. Soeharso
Oleh :
Deni Ismail, S.Ked (J500070051)
Rolly Mandari, S.Ked (J500070052)
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal Januari 2013
Pembimbing :
dr. Komang Kusumawati, Sp. KFR., M.Pd (…………………….)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. Komang Kusumawati, Sp. KFR., M.Pd (…………………….)
Disahkan Ketua Program Profesi :
dr. Yuni Prasetyo K, MM.Kes (…………………….)
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak,
Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah
metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah
diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada
anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini,
selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis
femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa,
proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang
sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik
serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang
dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis
dan faktor biologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1. Bagian-bagain dari tulang immatur
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur
pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi
tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis.
Epifisi : merupakan bagian paling atas dari tulang panjang,
Metafisis : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang
berdekatan dengan diskus epifisialis,
Diafisis : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi
primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan
pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding
akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak
dibandingkan orang dewasa, yaitu :
· Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat
mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang.
Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar
terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa
sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat
menahan kompresi.
· Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada
metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya
oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan
kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi
seperti karet yang besar.
· Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih
besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak
mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :
- Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada
pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi
pada waktu penyambungan.
- Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau
angulasi.
- Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya
sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.
B. Etiologi
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan
dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam
tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis,
anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
1. klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
- Tulang melengkung
- Fraktur green-stick
- Fraktur total
2. Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis
3. Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress
4. Fraktur khusus pada anak
- Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan
bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan
karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.
- Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal
tibia dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya
masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama
sekali dari metafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram
epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan
kematian dari sebagian cakram tersebut.
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi, perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
F. Penatalaksanaan
I. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat
dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi
dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula
terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil
dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan
fleksi pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi
Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <
5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai
traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk
orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
II. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang
alat fiksasi eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan
pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti
pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur
dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka
frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya:
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang
lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak
awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot
dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi
karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang
berarti.
III. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40%
dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu
didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).
Yang dapat dilakukan di Rumah Sakit atau Unit Gawat Darurat yaitu:
1. Obati sebagai suatu kegawatan
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang mungkin akan menjadi
penyebab kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
IV. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup
Salah satu prinsip penatalaksanaan fraktur adalah untuk meminimalisir pergerakan
di daerah fraktur/cedera tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
-Rekognisi, yaitu memperkirakan atau memastikan daerah yang dicurigai adanya
fraktur
-Reduksi, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung
ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual
-Immobilisasi, tau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai
terjadi penyatuan
-Rehabilitasi, bertujuan untuk mengembalikan kondisi tulang yang patah ke
keadaan normal dan tanpa menggagu proses fiksasi
G. Komplikasi Fraktur
1. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan kondisi yang serius dimana terjadi
peningkatan tekanan pada satu atau lebih kompartemen otot ekstremitas yang
menyebabkan sirkulasi yang masif ke arah fraktur. Bagian distal dari ekstremitas
atas dan bawah mempunyai kompartemen yang lebih banyak daripada bagian
proksimal, oleh karena itulah resiko yang lebih besar dapat terjadi saat fraktur
terjadi pada bagian tersebut. Sumber tekanan dapat berasal dari eksternal maupun
dari internal, sumber tekanan eksternal adalah pembebatan, gips, penyangga,
sedangkan sumber tekanan internal berupa perdarahan dan akumulasi cairan
dalam kompartemen tulang. Komplikasi ini tidak dibatasi hanya pada klien
gangguan muskuloskeletal saja.
Tanda:
- Nyeri
- Parestesi
- Paresis
- Denyut nadi yang hilang
- Pucat
2. Syok
Tulang mempunyai vaskularisasi yang cukup bagus karena itulah dapat
terjadi perdarahan jika terjadi perlukaan. Sebagai tambahan, trauma dapat
merobek arteri yang berdekatan dan menyebabkan hemoragi. Sebagai akibatnya
syok hipovolemik dapat terjadi secara cepat.
3. Fat Emboli Syndrom
Emboli lemak merupakan komplikasi yang cukup serius, biasanya sebagai
akibat dari fraktur, dimana globulin lemak dilepaskan dari tulang ke aliran darah..
Lima persen sampai 10% klien dengan fraktur terkena komplikasi ini dan 8%
orang meninggal akibat komplikasi ini. Faktor resiko yang meningkatkan
suseptibilitas seseorang untuk terkena emboli lemak termasuk peningkatan serum
glukosa/kadar kolesterol dan peningkatan kerapuhan pembuluh dan
ketidakmampuan untuk melakukan koping terhadap stres.
Emboli lemak sering terjadi jika fraktur tulang panjang/fraktur yang multiple,
walaupun fraktur pada tulang yang mengandung sumsum tulang yang sedikit
tetapi dapat menyebabkan komplikasi ini. Komplikasi ini dapat muncul pada
semua usia, jenis kelamin akan tetapi lelaki muda dengan umur antara 20-40 tahun
dan klien yang berusia 40-80 tahun bersiko untuk megalami fraktur pada paha dan
pelvis yang dapat menimbulkan emboli ini.
Beberapa teori menjelaskan tentang pelepasan lemak dari sumsum tulang.
Menurut teori metabolisme trauma dapat menyebabkan pelepasan katekolamin,
katekolamin ini menyebabkan mobilisasi asam lemak bebas dimana hal ini dapat
menimbulkan agregasi pletelet dan pembentukan globulus lemak. Menurut teori
mekanikal tekanan di dalam sumsum tulang lebih tinggi daripada tekanan di
dalam kapiler sehingga lemak dilepaskan secara langsung dari tulang, pada kasus
lain lemak ini dapat terdeposit ke pembuluh darah kecil, misal : paru-paru dan
menyebabkan insufisiensi respirasi.
Klien respirasi distres, takikardi, hipertensi, takipneu, demam, petechiae,
macular, measles juga mengalami emboli lemak meskipun mekanismenya belum
diketahui secara jelas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: peningkatan
kecepatan sedimentasi sel darah merah, penurunan serum albumin dan kadar
kalsium, penurunan jumlah sel darah merah dan hitung platelet, peningkatan kadar
serum lipase. Perubahan pada komponen darah ini tidak dapat diketahui secara
jelas mekanismenya, namun hal ini ikut mendukung prognosis penyakit.
4. Trombhoemboli / Emboli bekuan darah
Trauma dan ketidakmampuan mengaharuskan klien untuk imobilisasi,
imobilisasi ini jika untuk jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya
trombosis pada vena. Trombhoemboli merupakan komplikasi paling umum pada
trama/operasi ekstremitas (terutama ekstremitas bawah). Untuk klien usia lebih
dari 40 tahun memiliki insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika terapi
antikoagulan tidak diberikan). Lima persen sampai 10% klien dengan trombosis
vena berkembang menjadi emboli paru. Resiko trombhoemboli ini meningkat
pada klien yang merokok, obesitas, punya penyakit jantung dan punya riwayat
trombhoemboli. Klien tua dalam waktu 2-3 hari setelah operasi muskuloskeletal
mempunyai resiko trombhoemboli tertinggi. Klien fraktur ekstremitas bawah dan
pelvis mempunyai resiko mengalami trobhoemboli dan akan berkembang menjadi
emboli paru daripada fraktur di tempat lain.
5. Infeksi tulang (Osteomyelitis)
Trauma jaringan dapat mengganggu sistem imun, trauma jaringan ini dapat
terjadi pada daerah superficial/profundus. Infeksi tulang sulit untuk ditangani,
efeknya dapat sangat membahayakan dan dapat menyebabkan nyeri hebat,
disabilitas dan deformitas. Infeksi tulang kronis dapat terjadi selama tahunan
karena adanya sinus. Hal ini terjadi saat jalur terbentuk dari sebuah abses/kavitas
pada tulang keluar menembus kulit.
Etiologi dari infeksi tulang ini meliputi :
- Mikroorganisme (staphylococcus aureus yang dapat mengadhisi jaringan
penyambung tulang, Clostridial yang dapat menimbulkan gas ganggren, tetanus
dan malunion).
- Kontaminasi luka fraktur terbuka karena peningkatan resiko terjadinya
infeksi nosokomial.
- Komplikasi dari tindakan operasi (infeksi iatrogenik, termasuk didalamnya
komplikasi dari pemasangan pens pada traksi, infeksi persendian setelah operasi
dll).
Penyebaran etiologi infeksi tulang ini melalui aliran darah (hematogenous) dan
ekstensi langsung. Osteomyelitis akut dapat berkembang menjadi kronik. Berikut
penjelasan dari keduanya .
Osteomyelitis Akut
Biasanya terjadi karena penyebaran bakteri melalui peredaran darah. Pada
anak bisa disebabkan karena infeksi di tempat lain, misal : infeksi dari kulit, sinus,
gigi dan telinga tengah. Infeksi ini dapat terjadi karena injuri lokal dapat
berkembang menjadi nekrosis dan nekrosis merupakan tempat berkembangnya
bakteri. Pada dewasa infeksi kronis pada saluran perkemihan, penggunaan obat
imunosupresi dan obat IV beresiko untuk menyebabkan infeksi tulang.
Manifestasi klinis yang muncul berupa febris pada 48 jam pertama. Infeksi
pada umumnya dimulai pada bagian metafisis tulang dimana pada bagian tersebut
terdapat saluran yang memberi nutrisi untuk tulang, pus dapat ditemukan pada
permukaan tulang dan dapat mengganggu vaskularisasi tulang dan menyebabkan
iskemik tulang dan pada akhirnya dapat menimbulkan nekrosis tulang.
Manifestasi klinis yang lain berupa nyeri pada ektremitas yang terkena ketika
digerakkan, keterbatasan gerak, merah dan bengkak. Pemeriksaan X-ray
menunjukkan elevasi periosteal osteoclastric. Terapi dapat berupa identifikasi
jenis bakteri melalui kultur, aspirasi dan stain gram kemudian ditentukan jenis
antibiotik yang dapat diberikan secara IV/Peroral, kadang diperlukan tinakan
operasi untuk mengeluarkan drainase.
Osteomyelitis Kronis
Penyebab dari infeksi tulang kronik adalah ketidakadekuatan terapi infeksi
tulang akut. Terapi yang dapat diakukan meliputi operasi dan pemberian
antibiotik.
6. Osteonecrosis (Nekrosis avaskuler, Nekrosis aseptik, Nekrosis iskemik)
Osteonecrosis atau kematian segmen tulang adalah sebuah kondisi yang
disebabkan oleh gangguan dari suplai darah pada sumsum tulang, medula tulang,
cortex. Osteonecrosis ini biasanya terjadi pada femur bagian proksimal dan distal ,
humerus bagian proksimal.
Lokasi nekrosis tergantung letak pembuluh darah yang mengalami gangguan,
namun cortex tulang mempunyai vaskularisasi kolateral sehingga cortex tulang
jarang mengalami nekrosis jika dibandingkan dengan bagian tulang yang lain.
Berikut faktor-faktor penyebab osteonecrosis :
- Terganggunya mekanisme pembuluh darah : fraktur, penyakit Leeg calve,
penyakit Blounts.
- Trombhosis dan emboli : penyakit sikle cell, gelembung nitrogen.
- Perlukaan pembuluh darah : vaskulitis, penyakit jaringan penyangga seperti
SLE dan RA, terapi radiasi, penyakit gautchers.
- Peningkatan tekanan intraseous : ostenekrosis yang diinduksi steroid.
7. Gangguan Penyatuan Tulang
- Delayed Union : kegagalan proses penyembuhan tulang dari waktu yang
seharusnya (normalnya 6 bulan). Dapat disebabkan karena : imobilisasi yang tidak
bagus, hematoma yang besar, infeksi pada lokasi fraktur, kehilangan tulang yang
besar dan sirkulasi tidak baik.
- Malunion : proses penyambungan yang salah bisa disebabkan karena
reduksi yang tidak adekuat dan pelurusan yang tidak tepat saat mobilisasi.
- Non Union : kegagalan tulang untuk sembuh yang dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan X-ray dengan ditemukan pergeseran pada lokasi fraktur. Hal
tersebut dapat menimbulkan nyeri. Faktor-faktor penyebabnya meliputi : reduksi
yang tidak adekuat, trauma berat, terpisahnya fragmen tulang, tumbuhnya jaringan
lunak antara fragmen tulang, infeksi, kehilangan tulang yang besar,sirkulasi yang
tidak baik, keganasan dan tidak diakukannya restriksi. Di USA NonUnion diterapi
dengan teknik Llizarov, teknik ini berupa fiksasi eksternal bagian yang patah,
selain itu dapat dilakukan stimulasi listrik karena listrik dianggap dapat
merangsang penyembuhan tulang meskipun mekanismenya belum diketahui jelas.
H. Permasalahan Rehabilitasi Medik
Masalah Rehabilitasi pada Fraktur Humerus
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Keterbatasan gerak
d. Gangguan fungsional dalam ADL (Activity Daily Living)
e. Pada tahap lanjut dapat terjadi disuse atrofi pada lengan yang cedera
H. Rehabilitasi MedikTerapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan
maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktus, sekaligus juga dapat mengurangi nyeri yang timbul di daerah fraktur. Sedangkan terapi latihan dapat berupa:
1) Range of Motion (ROM)Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan parsial atau penuh yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.1. ROM penuh (full ROM)
ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari sendi itu sendiri.
2. ROM fungsionalROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam melakukan aktifitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik. Contohnya: ROM lutut dari ekstensi penuh (00) sampai fleksi 900
merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini fungsional untuk duduk.
3. ROM aktifPasien disuruh melakukan gerakan sendi secar parsial atau penuh tanpa bantuan orang lain. Tujuannya untuk memelihara ROM dan kekuatan minimal akibat kurang aktifitas dan menstimulasi sistemkardiopulmoner, Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 sampai dengan 4).
4. ROM aktif assistivePada latihan ini pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam melakukannya.
5. ROM pasifLatihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien. Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/ sendi hilang atau pasien tidak sadar/ tidak ada respon. Sasarannya otot dengan kekuatan zerro-trace (0-1).
2) Terapi latihan merupakan salah satu modalitas terapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk perbaikan dan pemeliharaan kekuatan katahanan, dan kemampuan vaskular, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan, dan kemampuan fungsional.1. Static contraction
Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maipin pergerakan sendi. Tujuan kontraksi isometris ini adalah pumping action pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan perifer resistance of blood vessel. Dengan adanya hambatan pada perifer maka akan didapatkan peningkatan tekanan darah dan secara otomatis caridiac output akan meningkat sehingga mekanisme metabolisme menjadi landar dan udem menjadi menurun, dan akhirnya nyeri berkurang.
2. Relaxed passive exerciseGerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena itu gerakan berasal dariluar atau terapis sehingga dengan gerak Relaxed passive exercise ini diharapkan otot menjadi rileks dan menyebabkan efek penguranangan atau penurunan nyeri
akibat insisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.
3. Hold RelaxHold Relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi otot secara isometrik kelompok antagonis yang diikuti rileksasi otot tersebut.
4. Aktive exerciseAktif exercise merupakan gerakan yang dilakukan ikeh adany kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dilakukan melawan grafitasi penuh.
3) Latihan kekuatan (strengthening exercise)Syarat melakukan latihan ini adalah (1) kekuatan otot di atas fair (50%) dam (2) beban di atas 35% dari kemampuan otot.1. Isometric exercise
Pada latihan ini panjang otot tidak bertambah, terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan sendi. Kontraksi optimal enam detik, 1 kali perhari. Bertujuan untuk meningkatkan penguatan oto ketika ada kontraksi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri.
2. Isotonic exerciseMerupakan latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi kesepakatan gerak otot tidak dikontrol. Kontraksi bersamaan dengan gerak sendi. Latihan ini sering digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada tahap pertengahan dan tahap akhir dari rehabilitasi medik.
3. Isokinetic exercisePada latihan ini kecepatan gerak sendi konstan beban dinamin tetapi kecepatan gerak tetap. Latihan ini digunakan pada rehabilitasi tahap akhir.
a. Rehabilitasi Hari Pertama Sampai Hari ke Tujuh
Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang
cedera.
ROM : Jika di pasang brace atau splint, ROM
shoulder, elbow dan wrist jangan dilakukan
terlebih dahulu. Gerakan aktif assistif ROM
shoulder, elbow dan wrist bisa dilakukan jika
fiksasi telah stabil. ROM exercise dilakukan pada
jari tangan.
Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan perenggangan pada
elbow, shoulder dan wrist.
Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang cedera tidak digunakan
terlebih dahulu untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
No Weight Bearing
Treatment : 2 minggu
Stabilitas pada lokasi fraktur : Tidak ada sampai minimal.
Tahap penyembuhan tulang : Fase awal penyembuhan, dimulai dari fase
reparasi sel osteoprogenitor berdiferensiasi
menjadi osteoblast.
X-Ray : Tidak diperlukan sampai terbentuk sedikit kalus.
b. Rehabilitasi minggu 2
Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang
cedera.
ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada jari dan
shoulder. Pada pemakaian splint atau brace,
tidak dilakukan abduksi bahu lebih dari 60
derajat.
Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan kekuatan pada elbow dan
shoulder.
Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang sehat digunakan untuk ADL,
latihan menggunakan ekstremitas yang cedera
untuk aktivitas yang ringan seperti
makan, menulis.
Treatment : 4 sampai 6 minggu
Stabilitas Fraktur : Dengan adanya kalus fraktur akan menjadi
stabil, dibuktikan dengan pemeriksaan fisik.
Tingkat pembentukan tulang : Fase reparasi, sejak terbentuknya kalus di
tempat fraktur sudah bisa dikatakan stabil.
Walaupun kekuatan kalus lebih lemah
dibandingkan dengan tulang normal.
X-Ray : Pembentukan kalus mulai terlihat. Kalus sudah
banyak terlihat di daerah metafisis. Garis fraktur
sudah tidak terlihat.
c. Rehabilitasi 4 sampai 6 minggu
Perhatian : Tidak melakukan aktivitas berat dengan bagian
yang cedera.
ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada shoulder dan
aktif pada elbow.
Muscule Strenght : Isometric dan isotonic exercises pada otot
forearm. Setelah 6 minggu isotonic exercises
pada otot bisep dan trisep.
Akifitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera
untuk perawatan diri dasar.
Weight Bearing dengan internal fiksasi
Treatment : 8-11 minggu
Stabilitas Fraktur : Kalus telah stabil
Tingkat pembentukan tulang : Pada tulang yang retak digantikan oleh tulang
lameral pada daerah korteks. Proses
remodeling ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.
X-Ray : Terlihat banyak kalus, dan garis fraktur mulai
hilang. Kemudian canalis meduralis daerah
metafisis mulai terbentuk.
d. Rehabilitasi 8 sampai 12 minggu
Perhatian : Jangan digunakan terlebih dahulu untuk
berolahraga.
ROM : Aktif, aktif assistif, dan pasif ROM pada semua
sendi.
Muscle Strength : Excercise pada semua sendi
Aktivitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera
untuk aktivitas sehari-hari
Full Weight Bearing
BAB III
KESIMPULAN
1. Fraktur supracondyler merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak dan
dewasa. Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada
daerah metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada
daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick.
2. Penyebab fraktur dapat berupa trauma langsung atau tidak langsung,
patologis, maupus stress.
3. Selain masalah kontinuitas dari tulang, yang perlu diperhatikan juga adalah
kompartemen yang berada di sekitar tulang tersebut, misalnya sistem saraf
dan pembuluh darah.
4. Tujuan dari rehabilitasi medik adalah untuk menghilangkan nyeri serta
mengembalikan fungsi seperti sedia kala, ataupun mendekati keadaan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, John Crawford. 1972. Outline of Fractures. London: Churcill Livingstone
Apley and Solomon. 1993. Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann,
London,
Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta,
Bruner & Suddarth, 2001. keperawatan medikal bedah,edisi 8. Jakarta :EGC
Carter MA, 1994. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA,
Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit,
Buku II, edisi 4. Jakarta: EGC
Dorland, 1996. Kamus Kedokteran, edisi 26. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Hoppenfeld, Stanley and Nasantha Murthy. 2000. Treatment and Rehabilitation of
Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins
Kisner, Carolyn and Lynn Callby, 1996. Therapeutic Exercise Fundation and
Techniques: Third Edition. Philadelphia: FA. Davis company
Rockwood Jr, Charles A. et all. 1984. Fractures in Children. Philadelphia: J.B
Lippincott Company.
Salter, Robert B. 1971. Textbook of Disorders and Injuries of The
Musculoskeletal System. Baltimore: Waverly Inc.