refrat

36
REFERAT REHABILITASI MEDIK PADA FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERUS DAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Di RSO Prof. Dr. Soeharso Oleh : Deni Ismail, S.Ked (J500070051) Rolly Mandari, S.Ked (J500070052) PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN

Transcript of refrat

Page 1: refrat

REFERAT

REHABILITASI MEDIK PADA FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERUS

DAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan

Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik

Di RSO Prof. Dr. Soeharso

Oleh :

Deni Ismail, S.Ked (J500070051)

Rolly Mandari, S.Ked (J500070052)

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012

Page 2: refrat

LEMBAR PENGESAHAN

REHABILITASI MEDIK PADA FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERUS DAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan

Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik

Di RSO Prof. Dr. Soeharso

Oleh :

Deni Ismail, S.Ked (J500070051)

Rolly Mandari, S.Ked (J500070052)

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal Januari 2013

Pembimbing :

dr. Komang Kusumawati, Sp. KFR., M.Pd (…………………….)

Dipresentasikan dihadapan :

dr. Komang Kusumawati, Sp. KFR., M.Pd (…………………….)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Yuni Prasetyo K, MM.Kes (…………………….)

Page 3: refrat

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak,

Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah

metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah

diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada

anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini,

selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis

femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.

Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa,

proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang

sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik

serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang

dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis

dan faktor biologis.

Page 4: refrat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi 

Gambar 1. Bagian-bagain dari tulang immatur

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur

pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi

tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis

sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang

pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah

pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.

Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis.

Epifisi : merupakan bagian paling atas dari tulang panjang,

Metafisis  : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang

berdekatan dengan diskus epifisialis,

Diafisis : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi

primer.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang

mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses

pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai

Page 5: refrat

arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan

berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan

pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding

akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.

Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak

dibandingkan orang dewasa, yaitu :

· Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat

mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang.

Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar

terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa

sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat

menahan kompresi.

· Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada

metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya

oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan

kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi

seperti karet yang besar.

· Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah

mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih

besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak

mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :

- Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada

pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi

pada waktu penyambungan.

- Deformitas yang progresif

Page 6: refrat

Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau

angulasi.

- Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya

sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

B. Etiologi 

1. Trauma

Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.

Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di

tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan

dengan terjadinya fraktur bergantian.

2. Non Trauma

Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam

tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.

3. Stress

Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat

tertentu.

C. Klasifikasi 

Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis,

anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak.

1. klasifikasi Radiologi

- Fraktur Buckle atau torus

- Tulang melengkung

- Fraktur green-stick

- Fraktur total

2. Klasifikasi Anatomis

- Fraktur epifisis

- Fraktur lempeng epifisis

- Fraktur metafisis

- Fraktur diafisis

Page 7: refrat

3. Klasifikasi Klinis

- Traumatik

- Patologik

- Stress

4. Fraktur khusus pada anak

- Fraktur akibat trauma kelahiran

Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan

bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan

karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.

- Fraktur salter-Haris

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal

tibia dibagi menjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya

masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama

sekali dari metafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram

epifisis

Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan

kematian dari sebagian cakram tersebut.

Page 8: refrat

D. Patofisiologi

E. Manifestasi Klinis

- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi

(rotasi, perpendekan atau perpanjangan).

- Bengkak atau kebiruan.

- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)

- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

- Krepitasi.

- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

Page 9: refrat

F. Penatalaksanaan

I. Terapi Konservatif

a. Proteksi saja

Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan

baik.

b. Immobilisasi saja tanpa reposisi

Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur

dengan kedudukan baik.

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat

dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi

dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula

terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil

dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan

fleksi pergelangan.

d. Traksi

Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau

dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi

Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <

5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai

traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk

orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

II. Terapi Operatif

a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis

1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna

Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang

alat fiksasi eksterna.

Page 10: refrat

2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna

Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan

pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti

pinning dan immobilisasi gips.

Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur

dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka

frakturnya.

b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna

ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

Keuntungan cara ini adalah :

- Reposisi anatomis.

- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi ORIF :

a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya:

- Fraktur talus.

- Fraktur collum femur.

b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :

- Fraktur avulsi.

- Fraktur dislokasi.

c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :

- Fraktur Monteggia.

- Fraktur Galeazzi.

- Fraktur antebrachii.

- Fraktur pergelangan kaki.

d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan

operasi, misalnya : fraktur femur.

Page 11: refrat

2. Excisional Arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :

- Fraktur caput radii pada orang dewasa.

- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.

3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang

lainnya.

Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak

awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot

dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi

karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang

berarti.

III. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan

segera.

Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :

-Pembidaian

-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan

-Menghentikan perdarahan besar dengan klem

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40%

dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu

didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).

Yang dapat dilakukan di Rumah Sakit atau Unit Gawat Darurat yaitu:

1. Obati sebagai suatu kegawatan

2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang mungkin akan menjadi

penyebab kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah

operasi

4. Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik

Page 12: refrat

5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

IV. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup

Salah satu prinsip penatalaksanaan fraktur adalah untuk meminimalisir pergerakan

di daerah fraktur/cedera tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

-Rekognisi, yaitu memperkirakan atau memastikan daerah yang dicurigai adanya

fraktur

-Reduksi, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung

ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual

-Immobilisasi, tau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai

terjadi penyatuan

-Rehabilitasi,  bertujuan untuk mengembalikan kondisi tulang yang patah ke

keadaan normal dan tanpa menggagu proses fiksasi

G. Komplikasi Fraktur

1. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan kondisi yang serius dimana terjadi

peningkatan tekanan pada satu atau lebih kompartemen otot ekstremitas yang

menyebabkan sirkulasi yang masif ke arah fraktur. Bagian distal dari ekstremitas

atas dan bawah mempunyai kompartemen yang lebih banyak daripada bagian

proksimal, oleh karena itulah resiko yang lebih besar dapat terjadi saat fraktur

terjadi pada bagian tersebut. Sumber tekanan dapat berasal dari eksternal maupun

dari internal, sumber tekanan eksternal adalah pembebatan, gips, penyangga,

sedangkan sumber tekanan internal berupa perdarahan dan akumulasi cairan

Page 13: refrat

dalam kompartemen tulang. Komplikasi ini tidak dibatasi hanya pada klien

gangguan muskuloskeletal saja.

Tanda:

- Nyeri

- Parestesi

- Paresis

- Denyut nadi yang hilang

- Pucat

2. Syok

Tulang mempunyai vaskularisasi yang cukup bagus karena itulah dapat

terjadi perdarahan jika terjadi perlukaan. Sebagai tambahan, trauma dapat

merobek arteri yang berdekatan dan menyebabkan hemoragi. Sebagai akibatnya

syok hipovolemik dapat terjadi secara cepat.

3. Fat Emboli Syndrom

Emboli lemak merupakan komplikasi yang cukup serius, biasanya sebagai

akibat dari fraktur, dimana globulin lemak dilepaskan dari tulang ke aliran darah..

Lima persen sampai 10% klien dengan fraktur terkena komplikasi ini dan 8%

orang meninggal akibat komplikasi ini. Faktor resiko yang meningkatkan

suseptibilitas seseorang untuk terkena emboli lemak termasuk peningkatan serum

glukosa/kadar kolesterol dan peningkatan kerapuhan pembuluh dan

ketidakmampuan untuk melakukan koping terhadap stres.

Emboli lemak sering terjadi jika fraktur tulang panjang/fraktur yang multiple,

walaupun fraktur pada tulang yang mengandung sumsum tulang yang sedikit

tetapi dapat menyebabkan komplikasi ini. Komplikasi ini dapat muncul pada

semua usia, jenis kelamin akan tetapi lelaki muda dengan umur antara 20-40 tahun

dan klien yang berusia 40-80 tahun bersiko untuk megalami fraktur pada paha dan

pelvis yang dapat menimbulkan emboli ini.

Beberapa teori menjelaskan tentang pelepasan lemak dari sumsum tulang.

Menurut teori metabolisme trauma dapat menyebabkan pelepasan katekolamin,

Page 14: refrat

katekolamin ini menyebabkan mobilisasi asam lemak bebas dimana hal ini dapat

menimbulkan agregasi pletelet dan pembentukan globulus lemak. Menurut teori

mekanikal tekanan  di dalam sumsum tulang lebih tinggi daripada tekanan di

dalam kapiler sehingga lemak dilepaskan secara langsung dari tulang, pada kasus

lain lemak ini dapat terdeposit ke pembuluh darah kecil, misal : paru-paru dan

menyebabkan insufisiensi respirasi.

Klien respirasi distres, takikardi, hipertensi, takipneu, demam, petechiae,

macular, measles juga mengalami emboli lemak meskipun mekanismenya belum

diketahui secara jelas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: peningkatan

kecepatan sedimentasi sel darah merah, penurunan serum albumin dan kadar

kalsium, penurunan jumlah sel darah merah dan hitung platelet, peningkatan kadar

serum lipase. Perubahan pada komponen darah ini tidak dapat diketahui secara

jelas mekanismenya, namun hal ini ikut mendukung prognosis penyakit.

4. Trombhoemboli / Emboli bekuan darah

Trauma dan ketidakmampuan mengaharuskan klien untuk imobilisasi,

imobilisasi ini jika untuk jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya

trombosis pada vena. Trombhoemboli merupakan komplikasi paling umum pada

trama/operasi ekstremitas (terutama ekstremitas bawah). Untuk klien usia lebih

dari 40 tahun memiliki insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika terapi

antikoagulan tidak diberikan). Lima persen sampai 10% klien dengan trombosis

vena berkembang menjadi emboli paru. Resiko trombhoemboli ini meningkat

pada klien yang merokok, obesitas, punya penyakit jantung dan punya riwayat

trombhoemboli. Klien tua dalam waktu 2-3 hari setelah operasi muskuloskeletal

mempunyai resiko trombhoemboli tertinggi. Klien fraktur ekstremitas bawah dan

pelvis mempunyai resiko mengalami trobhoemboli dan akan berkembang menjadi

emboli paru daripada fraktur di tempat lain.

5. Infeksi tulang (Osteomyelitis)

Trauma jaringan dapat mengganggu sistem imun, trauma jaringan ini dapat

terjadi pada daerah superficial/profundus. Infeksi tulang sulit untuk ditangani,

Page 15: refrat

efeknya dapat sangat membahayakan dan dapat menyebabkan nyeri hebat,

disabilitas dan deformitas. Infeksi tulang kronis dapat terjadi selama tahunan

karena adanya sinus. Hal ini terjadi saat jalur terbentuk dari sebuah abses/kavitas

pada tulang keluar menembus kulit.

Etiologi dari infeksi tulang ini meliputi :

- Mikroorganisme (staphylococcus aureus yang dapat mengadhisi jaringan

penyambung tulang, Clostridial yang dapat menimbulkan gas ganggren, tetanus

dan malunion).

-      Kontaminasi luka fraktur terbuka karena peningkatan resiko terjadinya

infeksi nosokomial.

-      Komplikasi dari tindakan operasi (infeksi iatrogenik, termasuk didalamnya

komplikasi dari pemasangan pens pada traksi, infeksi persendian setelah operasi

dll).

Penyebaran etiologi infeksi tulang ini melalui aliran darah (hematogenous) dan

ekstensi langsung. Osteomyelitis akut dapat berkembang menjadi kronik. Berikut

penjelasan dari keduanya .

Osteomyelitis Akut

Biasanya terjadi karena penyebaran bakteri melalui peredaran darah. Pada

anak bisa disebabkan karena infeksi di tempat lain, misal : infeksi dari kulit, sinus,

gigi dan telinga tengah. Infeksi ini dapat terjadi karena injuri lokal dapat

berkembang menjadi nekrosis dan nekrosis merupakan tempat berkembangnya

bakteri. Pada dewasa infeksi kronis pada saluran perkemihan, penggunaan obat

imunosupresi dan obat IV beresiko untuk menyebabkan infeksi tulang.

Manifestasi klinis yang muncul berupa febris pada 48 jam pertama. Infeksi

pada umumnya dimulai pada bagian metafisis tulang dimana pada bagian tersebut

terdapat saluran yang memberi nutrisi untuk tulang, pus dapat ditemukan pada

permukaan tulang dan dapat mengganggu vaskularisasi tulang dan menyebabkan

iskemik tulang dan pada akhirnya dapat menimbulkan nekrosis tulang.

Manifestasi klinis yang lain berupa nyeri pada ektremitas yang terkena ketika

digerakkan, keterbatasan gerak, merah dan bengkak. Pemeriksaan X-ray

menunjukkan elevasi periosteal osteoclastric. Terapi dapat berupa identifikasi

Page 16: refrat

jenis bakteri melalui kultur, aspirasi dan stain gram kemudian ditentukan jenis

antibiotik yang dapat diberikan secara IV/Peroral, kadang diperlukan tinakan

operasi untuk mengeluarkan drainase.

Osteomyelitis Kronis

Penyebab dari infeksi tulang kronik adalah ketidakadekuatan terapi infeksi

tulang akut. Terapi yang dapat diakukan meliputi operasi dan pemberian

antibiotik.

6. Osteonecrosis (Nekrosis avaskuler, Nekrosis aseptik, Nekrosis iskemik)

       Osteonecrosis atau kematian segmen tulang adalah sebuah kondisi yang

disebabkan oleh gangguan dari suplai darah pada sumsum tulang, medula tulang,

cortex. Osteonecrosis ini biasanya terjadi pada femur bagian proksimal dan distal ,

humerus bagian proksimal.

Lokasi nekrosis tergantung letak pembuluh darah yang mengalami gangguan,

namun cortex tulang mempunyai vaskularisasi kolateral sehingga cortex tulang

jarang mengalami nekrosis jika dibandingkan dengan bagian tulang yang lain.

Berikut faktor-faktor penyebab osteonecrosis :

- Terganggunya mekanisme pembuluh darah : fraktur, penyakit Leeg calve,

penyakit Blounts.

- Trombhosis dan emboli : penyakit sikle cell, gelembung nitrogen.

- Perlukaan pembuluh darah : vaskulitis, penyakit jaringan penyangga seperti

SLE dan RA, terapi radiasi, penyakit gautchers.

- Peningkatan tekanan intraseous : ostenekrosis yang diinduksi steroid.

7. Gangguan Penyatuan Tulang

- Delayed Union : kegagalan proses penyembuhan tulang dari waktu yang

seharusnya (normalnya 6 bulan). Dapat disebabkan karena : imobilisasi yang tidak

bagus, hematoma yang besar, infeksi pada lokasi fraktur, kehilangan tulang yang

besar dan sirkulasi tidak baik.

- Malunion : proses penyambungan yang salah bisa disebabkan karena

reduksi yang tidak adekuat dan pelurusan yang tidak tepat saat mobilisasi.

Page 17: refrat

- Non Union : kegagalan tulang untuk sembuh yang dapat dibuktikan

dengan pemeriksaan X-ray dengan ditemukan pergeseran pada lokasi fraktur. Hal

tersebut dapat menimbulkan nyeri. Faktor-faktor penyebabnya meliputi : reduksi

yang tidak adekuat, trauma berat, terpisahnya fragmen tulang, tumbuhnya jaringan

lunak antara fragmen tulang, infeksi, kehilangan tulang yang besar,sirkulasi yang

tidak baik, keganasan dan tidak diakukannya restriksi. Di USA NonUnion diterapi

dengan teknik Llizarov, teknik ini berupa fiksasi eksternal bagian yang patah,

selain itu dapat dilakukan stimulasi listrik karena listrik dianggap dapat

merangsang penyembuhan tulang meskipun mekanismenya belum diketahui jelas.

H. Permasalahan Rehabilitasi Medik

Masalah Rehabilitasi pada Fraktur Humerus

a. Nyeri

b. Bengkak

c. Keterbatasan gerak

d. Gangguan fungsional dalam ADL (Activity Daily Living)

e. Pada tahap lanjut dapat terjadi disuse atrofi pada lengan yang cedera

H. Rehabilitasi MedikTerapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan

maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktus, sekaligus juga dapat mengurangi nyeri yang timbul di daerah fraktur. Sedangkan terapi latihan dapat berupa:

1) Range of Motion (ROM)Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan parsial atau penuh yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.1. ROM penuh (full ROM)

ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari sendi itu sendiri.

2. ROM fungsionalROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam melakukan aktifitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik. Contohnya: ROM lutut dari ekstensi penuh (00) sampai fleksi 900

Page 18: refrat

merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini fungsional untuk duduk.

3. ROM aktifPasien disuruh melakukan gerakan sendi secar parsial atau penuh tanpa bantuan orang lain. Tujuannya untuk memelihara ROM dan kekuatan minimal akibat kurang aktifitas dan menstimulasi sistemkardiopulmoner, Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 sampai dengan 4).

4. ROM aktif assistivePada latihan ini pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam melakukannya.

5. ROM pasifLatihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien. Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/ sendi hilang atau pasien tidak sadar/ tidak ada respon. Sasarannya otot dengan kekuatan zerro-trace (0-1).

2) Terapi latihan merupakan salah satu modalitas terapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk perbaikan dan pemeliharaan kekuatan katahanan, dan kemampuan vaskular, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan, dan kemampuan fungsional.1. Static contraction

Static contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maipin pergerakan sendi. Tujuan kontraksi isometris ini adalah pumping action pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan perifer resistance of blood vessel. Dengan adanya hambatan pada perifer maka akan didapatkan peningkatan tekanan darah dan secara otomatis caridiac output akan meningkat sehingga mekanisme metabolisme menjadi landar dan udem menjadi menurun, dan akhirnya nyeri berkurang.

2. Relaxed passive exerciseGerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena itu gerakan berasal dariluar atau terapis sehingga dengan gerak Relaxed passive exercise ini diharapkan otot menjadi rileks dan menyebabkan efek penguranangan atau penurunan nyeri

Page 19: refrat

akibat insisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.

3. Hold RelaxHold Relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi otot secara isometrik kelompok antagonis yang diikuti rileksasi otot tersebut.

4. Aktive exerciseAktif exercise merupakan gerakan yang dilakukan ikeh adany kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dilakukan melawan grafitasi penuh.

3) Latihan kekuatan (strengthening exercise)Syarat melakukan latihan ini adalah (1) kekuatan otot di atas fair (50%) dam (2) beban di atas 35% dari kemampuan otot.1. Isometric exercise

Pada latihan ini panjang otot tidak bertambah, terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan sendi. Kontraksi optimal enam detik, 1 kali perhari. Bertujuan untuk meningkatkan penguatan oto ketika ada kontraksi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri.

2. Isotonic exerciseMerupakan latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi kesepakatan gerak otot tidak dikontrol. Kontraksi bersamaan dengan gerak sendi. Latihan ini sering digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada tahap pertengahan dan tahap akhir dari rehabilitasi medik.

3. Isokinetic exercisePada latihan ini kecepatan gerak sendi konstan beban dinamin tetapi kecepatan gerak tetap. Latihan ini digunakan pada rehabilitasi tahap akhir.

a. Rehabilitasi Hari Pertama Sampai Hari ke Tujuh

Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang

cedera.

ROM : Jika di pasang brace atau splint, ROM

shoulder, elbow dan wrist jangan dilakukan

terlebih dahulu. Gerakan aktif assistif ROM

Page 20: refrat

shoulder, elbow dan wrist bisa dilakukan jika

fiksasi telah stabil. ROM exercise dilakukan pada

jari tangan.

Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan perenggangan pada

elbow, shoulder dan wrist.

Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang cedera tidak digunakan

terlebih dahulu untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari.

No Weight Bearing

Treatment : 2 minggu

Stabilitas pada lokasi fraktur : Tidak ada sampai minimal.

Tahap penyembuhan tulang : Fase awal penyembuhan, dimulai dari fase

reparasi sel osteoprogenitor berdiferensiasi

menjadi osteoblast.

X-Ray : Tidak diperlukan sampai terbentuk sedikit kalus.

b. Rehabilitasi minggu 2

Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang

cedera.

ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada jari dan

shoulder. Pada pemakaian splint atau brace,

tidak dilakukan abduksi bahu lebih dari 60

derajat.

Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan kekuatan pada elbow dan

shoulder.

Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang sehat digunakan untuk ADL,

latihan menggunakan ekstremitas yang cedera

untuk aktivitas yang ringan seperti

makan, menulis.

Treatment : 4 sampai 6 minggu

Page 21: refrat

Stabilitas Fraktur : Dengan adanya kalus fraktur akan menjadi

stabil, dibuktikan dengan pemeriksaan fisik.

Tingkat pembentukan tulang : Fase reparasi, sejak terbentuknya kalus di

tempat fraktur sudah bisa dikatakan stabil.

Walaupun kekuatan kalus lebih lemah

dibandingkan dengan tulang normal.

X-Ray : Pembentukan kalus mulai terlihat. Kalus sudah

banyak terlihat di daerah metafisis. Garis fraktur

sudah tidak terlihat.

c. Rehabilitasi 4 sampai 6 minggu

Perhatian : Tidak melakukan aktivitas berat dengan bagian

yang cedera.

ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada shoulder dan

aktif pada elbow.

Muscule Strenght : Isometric dan isotonic exercises pada otot

forearm. Setelah 6 minggu isotonic exercises

pada otot bisep dan trisep.

Akifitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera

untuk perawatan diri dasar.

Weight Bearing dengan internal fiksasi

Treatment : 8-11 minggu

Stabilitas Fraktur : Kalus telah stabil

Tingkat pembentukan tulang : Pada tulang yang retak digantikan oleh tulang

lameral pada daerah korteks. Proses

remodeling ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun.

X-Ray : Terlihat banyak kalus, dan garis fraktur mulai

hilang. Kemudian canalis meduralis daerah

metafisis mulai terbentuk.

Page 22: refrat

d. Rehabilitasi 8 sampai 12 minggu

Perhatian : Jangan digunakan terlebih dahulu untuk

berolahraga.

ROM : Aktif, aktif assistif, dan pasif ROM pada semua

sendi.

Muscle Strength : Excercise pada semua sendi

Aktivitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera

untuk aktivitas sehari-hari

Full Weight Bearing

Page 23: refrat

BAB III

KESIMPULAN

1. Fraktur supracondyler merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak dan

dewasa. Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada

daerah metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada

daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick.

2. Penyebab fraktur dapat berupa trauma langsung atau tidak langsung,

patologis, maupus stress.

3. Selain masalah kontinuitas dari tulang, yang perlu diperhatikan juga adalah

kompartemen yang berada di sekitar tulang tersebut, misalnya sistem saraf

dan pembuluh darah.

4. Tujuan dari rehabilitasi medik adalah untuk menghilangkan nyeri serta

mengembalikan fungsi seperti sedia kala, ataupun mendekati keadaan

sebelumnya.

Page 24: refrat

DAFTAR PUSTAKA

Adams, John Crawford. 1972. Outline of Fractures. London: Churcill Livingstone

Apley and Solomon. 1993. Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of

Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann,

London,

Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal,

FKUGM, Yogyakarta,

Bruner & Suddarth, 2001. keperawatan medikal bedah,edisi 8. Jakarta :EGC

Carter MA, 1994. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA,

Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit,

Buku II, edisi 4. Jakarta: EGC

Dorland, 1996. Kamus Kedokteran, edisi 26. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Hoppenfeld, Stanley and Nasantha Murthy. 2000. Treatment and Rehabilitation of

Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Kisner, Carolyn and Lynn Callby, 1996. Therapeutic Exercise Fundation and

Techniques: Third Edition. Philadelphia: FA. Davis company

Rockwood Jr, Charles A. et all. 1984. Fractures in Children. Philadelphia: J.B

Lippincott Company.

Salter, Robert B. 1971. Textbook of Disorders and Injuries of The

Musculoskeletal System. Baltimore: Waverly Inc.