Refleksi Kasus
-
Upload
pagela-pascarella-renta -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
description
Transcript of Refleksi Kasus
REFLEKSI KASUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dosen Pembimbing :
dr. Sri Aminah, Sp.A
Disusun Oleh :
Pagela Pascarella Renta
20100310166
BAGIAN ILMU ANAK
RSUD YOGYAKARTA
PROGRAM PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
REFLEKSI KASUS
A. RANGKUMAN KASUS
Seorang pasien an. RD perempuan berusia 1 tahun, bertempat tinggal di Ngoto
RT. 04, Bangunharjo, Sewon, Bantul, dibawa ibunya ke UGD. Data admission dari
UGD meliputi:
Tanggal/jam masuk RS: 14-10-2014/19.00
Keluhan utama: muntah dan demam
,_____,
Sn Sl
Riwayat penyakit positif: Pasien muntah-muntah sejak pagi hari
sebanyak lebih dari 5 kali. Keluhan lain yaitu pasien demam sejak pagi
hari, lemas, makan dan minum menjadi sulit, diare (-). BAK terakhir pukul
11.00 siang.
Berat badan : 10 kg
Suhu tubuh di UGD: 36,8o ( dengan paracetamol)
Pemeriksaan jasmani:
KU: CM
Kaku kuduk (-), Meningeal sign (-), mata cowong +/+, mukosa bibir kering
C/P: dbn
Abdomen : Supel, NT (-), peristaltik (+) N
Ekstremitas : Akral hangat, nadi kaki kuat, perfusi jaringan baik
Diagnosa kerja: Obs vomitus frequent
Pengobatan yang diberikan: Inf RL 10 tpm
Pengobatan di bangsal perawatan: Usul terapi : IVFD RL 10 tpm makro,
domperidon syr 3x1/2 cth, sumagesic 3x100mg (k/p), lycalvit syr 1x1cth .
Diusulkan utntuk cek darah rutin, dan motivasi untuk banyak minum.
1
REFLEKSI KASUS
B. MASALAH YANG DIKAJI
Apakah data tersebut di atas sudah cukup lengkap untuk mendiagnosis suatu
penyakit? Bagaimanakah cara pengisian data admission yang baik dan benar
sehingga kita dapat mendiagnosis dan memberikan terapi yang sesuai?
C. ANALISIS
2
REFLEKSI KASUS
3
REFLEKSI KASUS
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan
seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi,
misalnyafaringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila
disertai adanya gejalapanas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala
awal dari berbagai macamkelainan seperti peningkatan tekanan
intrakranial. Muntah secara klinis merupakan hal penting sebab muntah
yang berkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan
metabolisme.
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan mendorong
mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Secara medis muntah
dapat merupakan manifestasi berbagai penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal
maupun di luar gastrointestinal, juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti
perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh
kembang dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss tear
of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus (sindroma Boerhave).
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks
gastroesofageal.Muntah berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan biasanya didahului oleh faktor yang menggelisahkan atau menggembirakan
yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah dihukum di sekolah, saat hari libur, pesta
ulang tahun, dan sebagainya.Muntah adalah keadaan yang kompleks, terkoodinir di bawah
kontrol syaraf dan yang terpenting adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang
memerlukan penilaian dan pemeriksaan yang seksama.Muntah akut merupakan gejala yang
sering terjadi pada kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra
gastrointestinal.Berlainan dengan muntah akut, muntah kronis atau berulang sering
merupakan faktor yang penting dari gambaran klinik suatu penyakit. Karena penyakit yang
mendasari muntah kronik atau berulang sering tidak jelas, maka muntah kronik atau berulang
sering disebut unexplained chronic vomiting.
Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan mental, muntah
dapatmembahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya koordinasineuromuskuler
yang belum sempurna.Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapatdimiringkan atau
4
REFLEKSI KASUS
tengkurap dan bukannya terlentang.Umur merupakan halpenting yang berkaitan dengan
muntah. Pada periode neonatal terjadinya spitting atauregurgitasi sejumlah kecil isi lambung
masih dalam batas kewajaran dan bukanmerupakan keadaan yang patologis dimana masih
terjadi kenaikan berat yang normal.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi
lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih
sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara
dimana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua
bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan
sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung,
kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat
dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan. Refluks duodenogastrik
dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari duodenum kearah
antrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah
timbul bila persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan
makanan, infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan.Mual biasanya
dapat timbul sebelum muntah.
PATOFISIOLOGI
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena
memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung.Muntah terjadi bila terdapat rangsangan
pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang
lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger
zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC).CTZ terletak di area postrema pada dasar
ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak).Koordinasi pusat muntah
dapat dirangsang melalui berbagai jaras.Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis
melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika
pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di
dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi
oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik.Nervus vagus dan
5
REFLEKSI KASUS
visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan
berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah.
Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan
pengeluaran isi lambung.CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal
neuroaktif yang menyebabkan muntah.Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal (CSF).Reseptor untuk
dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin,
insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat
menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang
dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di
sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi
gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu
oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder
neurotransmiter.Eksitasi paling penting adalah serotonin dari sel enterokromafin mukosa.
Padamotion sicknessdiketahui bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan
orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan
impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum,kemudian ke zona
pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor
psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem limbik
menuju pusat muntah. Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi,
takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan
retching dan muntah dan fase post ejeksi.
1. Fase pre-ejeksi
6
REFLEKSI KASUS
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan
peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat
vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas
mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria.Awal dari retching menyebabkan
kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus
halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang
berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi.
Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang
antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini
dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang.
Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang
sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan
berkeringat dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi
relaksasi dan memicu salivasi.
2. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah.Fungsi dari retching masih belum
diketahui.Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari
diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan otot abdomen memeras lambung dan
mengeluarkan isi lambung.
Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun
lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga
membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus.Setelah itu terjadikerja muntah
spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke
luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang
pertama adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik
sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4)
pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian datang
kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua
otot dinding abdomen.Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot
abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang
tinggi.Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap,
7
REFLEKSI KASUS
membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus.Jadi kerja muntah
berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan
sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
3. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali
lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti muntah
lainnya lagi.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%)
diperoleh dari anamnesis. Bahkan dalam beberapa keadaan tertentu, anamnesis
merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik
pada kasus-kasus dengan latar belakang factor biomedis, psikososial, ataupun
keduanya.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan beratnya
penyakit dan terdapatnya factor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang
penyakit, yang semuanya berguna dalam menentukan sikap untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Selain itu, pada saat anamnesis jangan sampai terlewatkan untuk
memeriksa apakah ada tanda bahaya umum (berdasarkan MTBS) yang meliputi:
a. Apakah anak bisa minum atau menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak menderita kejang?
d. Lihat apakah anak tampak letargis atau tidak sadar?
Karena seorang anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan
segera, sehingga dapat dilakukan penangan segera dan rujukan tidak terlambat.
8
REFLEKSI KASUS
Pada data admission di atas kita bisa lihat, dokter belum lengkap
menanyakan riwayat penyakitnya, dan hanya berfokus kepada keluhan utama
saja, padahal seperti yang sudah di jelaskan di atas, bahwa dalam anamnesis
harus bisa mencakup kedaan biomedis, psikososial maupun keduanya, dan dalam
anamnesis juga jangan sampai terlewatkan untuk menanyakan apakah ada tanda
bahaya umum pada anak tersebut.
Selain itu, karena keluhan utama pasien tersebut adalah demam, dalam
anamnesis harus ditanyakan bagaimana karakteristik demam:
a. Apakah timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu?
b. Apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlangsung beberapa hari,
kemudian menurun lalu naik lagi, dan sebagainya.
c. Apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun, meracau, mengigau,
mencret, muntah, sesak nafas, terdapatnya manifestasi perdarahan?
Sementara untuk keluhan diare perlu ditanyakan :
a. Apakah diare berlangsung akut atau kronik?
b. Frekuensi defekasi sehari serta banyaknya feses setiap kali keluar.
c. Konsistensi tinja, warnanya (hitam seperti ter, hijau, kuning, putih seperti
dempul).
d. Disertai lendir dan darah?
Akhirnya perlu juga diketahui bagaimana persepsi orangtua atau anak
sendiri tentang penyakit dan masalah yang sedang dihadapi. Di sini banyak peran
faktor pendidikan, emosi, psiko-sosial, budaya, serta ekonomi. Pada umumnya,
hal-hal berikut perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala:
a. Lamanya keluhan berlangsung.
b. Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang-timbul, apakah
berhubungan dengan waktu.
c. Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya.
d. Berat-ringannya keluhan dan perkembangannya.
e. Terdapat hal yang mendahului keluhan.
f. Apakah keluhan tersebut baru pertama kali atau sudah pernah dikeluhkan
sebelumya
g. Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien
yang menderita keluhan yang sama.
9
REFLEKSI KASUS
h. Upaya yang dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Kesimpulan anamnesis untuk kasus di atas adalah masih kurang untuk bisa
mendiagnosis suatu penyakit, karena banyak hal yang masih belum
digali/ditanyakan, terutama belum mencakup pertanyaan untuk tanda bahaya
umum (sesuai dengan MTBS).
Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah
proyektil dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial
yang meningkat.Muntah persisten pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik
bawaan ditambah dengan adanya riwayat kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan
multipel abortus spontan pada ibunya.
Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan
belum sampai di lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab
muntahnya di esofagus. Muntah yang mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna
coklat atau kehijauan mencerminkan bahwa bahan muntahan berasal dari lambung. Muntah
yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan muntahan berasal dari duodenum dimana
terjadi obstruksi dibawah ampula vateri.Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman
(coffee ground vomiting) menunjukkan adanya lesi dimukosa lambung.Muntah yang terlalu
berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian bawah esofagus
yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss syndrome).Adanya
erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau
bahkan merah karena darah belum tercerna sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang
tertelan oleh bayi pada waktu persalinan atau puting susu ibu yang luka akibat sedotan mulut
bayi, warna muntah juga berwarna kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi
dengan Apt test (alkali denaturation test). Muntah fekal menunjukan adanya peritonitis atau
obstruksi intestinal.
Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula,
makanan atau minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan
perilaku harus dicermati. Poin penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran
makanan dan pengobatan sebelumnya, apakah anak mengalami gejala lain seperti nyeri
kepala, diare atau letargi. Perlu juga ditanyakan kondisi medis anak sebelumnya, riwayat
pembedahan, riwayat bepergian ke negara berkembang dan sumber air minum dan apakah
anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar.
10
REFLEKSI KASUS
Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat
pada periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab muntah
lebih sering terjadi dengan meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak
makanan dengan atau tanpa muntah sering merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal,
paru, metabolik, genetik, atau kelainan neuromotorik.
Sebelum melacak etiologi muntah yang penting dikerjakan pada saat pasien datang adalah menilai status dehidrasinya dan melihat komplikasi yang terjadi. Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam upaya pendekatan etiologi adalah pola waktu dan usia anak.
1. Usia anakUsia anak memegang peranan penting dalam penelusuran etiologi muntah
karena masing-masing diagnosis adalah spesifik pada usia-usia tertentu (Tabel 1).2. Waktu terjadinya mual atau muntah
Akut: episode pendek dan tiba-tiba Kronik: episodenya relatif ringan tapi sering terjadi, lebih dari 1
bulan Siklik: berulang, episode berat tetapi diselingi periode asimptomatik
Pendekatan etiologi muntah akut:Usia neonatus atau bayi:
Apabila disertai demam dapat dipikirkan infeksi seperti sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, tonsillitis, otitis media akut, gastroenteritis.
Apabila tidak ada tanda infeksi dapat dipikirkan hipertrofi pilorus stenosis, kelainan-kelainan metabolik, neurologi, atau endokrin.
Pada usia anak Apabila disertai demam dengan keadaan umum yang baik,
dipikirkan gastroenteritis terutama apabila disertai diare Apabila disertai letargi/gangguan kesadaran dapat dipikirkan
adanya kelainan --neurologi, metabolik, endokrin, obat-obatan, toksin, alkohol
Gejala lain yang menyertai: Nyeri abdomen yang menyertai muntah bisa disebabkan oleh
ulserasi, obstruksi usus. Muntah akan meredakan rasa nyeri dan mual pada ulserasi dan obstruksi saluran cerna, tapi tidak berpengaruh terhadap nyeri akibat peradangan.
Defisit neurologis dan tanda peningkatan tekanan intrakranial merupakan indikasi adanya proses intrakranial sebagai penyebab muntah.
Gejala sistem saraf pusat seperti nyeri kepala, pandangan kabur, perubahan status mental, dan kaku kuduk, merupakan tanda lesi intrakranial. Muntah pada lesi saraf pusat dapat tidak didahului oleh mual.
Vertigo dan tinitus menyertai penyakit pada telinga/labirin.
11
REFLEKSI KASUS
Adanya massa pilorus pada epigastrium --(olive sign) merupakan tanda hypertrophic pyloric stenosis.
Nyeri tekan abdomen bisa disebabkan oleh proses inflamasi dalam rongga perut, --seperti pankreatitis, kolesistitis, atau peritonitis.
Kesimpulan anamnesis untuk kasus di atas adalah masih kurang untuk bisa
mendiagnosis suatu penyakit, karena banyak hal yang masih belum
digali/ditanyakan, terutama belum mencakup pertanyaan untuk tanda bahaya
umum (sesuai dengan MTBS).
PEMERIKSAAN FISIK
Berbeda dengan pendekatan pada orang dewasa, pada pemeriksaan fisik pada
anak diperlukan cara pendekatan tertentu agar pemeriksa dapat memperoleh
informasi keadaan fisis anak secara lengkap dan akurat. Cara tersebut
dimaksudkan agar anak tidak merasa takut, tidak menangis, dan tidak menolak
untuk diperiksa. Pendekatan dalam pemeriksaan fisis bergantung kepada umur
dan keadaan anak.
Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama
dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi
(periksa lihat), palpasi (periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa
dengar). Pada keadaan tertentu urutan pemeriksaan tidak harus demikian. Pada
bayi dan anak kecil, setelah inspeksi umum, dianjurkan untuk melakukan
auskultasi abdomen (untuk mendengarkan bising usus) serta auskultasi jantung
(untuk mendengarkan karakteristik bunyi dan bising jantung). Hal ini disebabkan
karena apabila anak menangis, bising usus dapat meningkat dan bising jantung
sulit dinilai.
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan
umum pasien yang harus mencakup minimal 3 hal: kesan keadaan sakit,
termasuk fasies dan posisi pasien, selanjutnya kesadaran pasien dan yang
terakhir kesan status gizi.
Pada data admission bisa kita lihat dokter hanya mencantumkan salah
satu unsur saja, yaitu dokter hanya menilai keadaan umum pasien hanya dari segi
12
REFLEKSI KASUS
kesadaran, ini masih dinilai kurang karena untuk keadaan umum harus minimal
mencakup ketiga hal yang sudah disebutkan di atas. Karena, dengan mengetahui
keadaan umum pasien ini akan dapat memperoleh kesan apakah pasien dalam
keadaan distress akut yang memerlukan pertolongan segera, ataukah pasien
dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah
dilakukan pemeriksaan fisis yang lengkap.
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda utama,
yang mencakup: nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu.
1. Nadi
Tanda utama yang pertama yang harus dinilai adalah nadi, dimana idealnya
harus diukur pada keempat ekstremitas. Dalam menilai nadi harus meliputi
frekuensi, irama dan isi atau kualitas serta ekualitas nadi.
Pada data admission di atas dokter belum mencantumkan maupun belum
menilai keadaan nadi pasien, padahal nadi merupakan salah satu tanda
utama, dengan mengetahui dan menilai nadi kita bisa tahu apakah pasien
dalam kondisi stabil atau mengarah kepada keadaan syok (nadi lemah atau
malah tidak teraba).
2. Tekanan darah
Idealnya, pada tiap pasien harus diukur tekanan darah pada keempat
ekstremitas. Pemeriksaan pada satu ekstremitas dibolehkan dengan catatan
apabila palpasi teraba denyut nadi yang normal pada keempat ekstremitas.
Pada pengukuran tekanan darah hendaknya dicatat keadaan pasien waktu
tekanan darah diukur (duduk, berbaring tenang, tidur, menangis), karena
keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan penilaiannya.
Pada data admission di atas tidak kita temukan data tekanan darah pasien,
padahal dari tekanan darah kita dapat mengetahui atau bisa menjuruskan kita
kepada sebuah diagnosis tertentu. Misal, pada tekanan sistolik dan diastolik
yang meninggi biasnaya pada kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan
reno-parenkim (glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindrom
nefrotik) maupun kelainan reno-vaskular. Selain itu, kita juga bisa menilai
derajat hipertensi pada pasien tersebut jika didapatkan tekanan darah yang
tinggi.
3. Pernafasan
13
REFLEKSI KASUS
Tanda utama yang ketiga yang perlu dinilai adalah pernafasan pasien,
dimana harus mencakup laju pernafasan, irama dan keteraturan serta
kedalaman dan tipe atau pola pernafasan.
Pada data admission di atas tidak menilai tanda utama ketiga ini, padahal
penilaian pernafasan juga merupakan salah satu hal penting, dengan menilai
laju pernafasan kita bisa tahu apakah pasien dalam kondisi stabil atau tidak,
tampak keadaan sesak atau tidak, dimana kita bisa segera member tindakan
yang sesuai.
4. Suhu
Pada setiap pasien pengukuran suhu tubuh harus selalu dilakukan. Dimana
idealnya informasi lokasi tempat pengukuran suhu juga perlu diberi
keterangan.
Pada data admission di atas informasi lokasi pengukuran suhu tidak diberi
keterangan., padahal setiap lokasi pengukuran memiliki selisih suhu
tersendiri. Pada aksila 10C lebih rendah pada suhu rektum,sedang mulut
0,50C lebih rendah pada suhu rektum. Dalam keadaan normal suhu aksila
adalah antara 36-370C.
Pemeriksaan selanjutnya dalah pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan
fisik lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe examination),
dimana minimal harus ada mengarah kepada diagnosis banding kita sebagai
dokter.
Pada kasus vomitus pada bayi, pemeriksaan fisik yang bisa kita
lakukan adalah:
Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit
kembali lambat/sangat lambat, kesadaran, mulut kering, air mata yang kering,
mata owwong, berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah
dalam enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantungcepat (bervariasi,
tergantung umur anak) sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
14
REFLEKSI KASUS
Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk
lutut, perlu diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan
serta bising usus.
Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan
diperiksa dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran
kanan atas perut.
Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada
kuadran kanan atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance
sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang
banyak pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan
tonus sfingter ani, dan ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.
Pada data admission diatas informasi yang diberikan masih sangat minimal,
sehingga perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih dalam
untuk mengetahui tentang keadaaan pasien secara meyeluruh. Informasi yang
lebih lengkap dapat membantu kita untuk mendiagnosis dan memberi terapi yang
sesuai pada pasien.
Tata laksana Atasi dehidrasi apabila ada Pelacakan etiologi Dukungan nutrisi Terapi medikamentosa: obat antimuntah
Yang termasuk obat antimuntah yaitu: Dopamin-antagonist: domperidon dan metoklopramid
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada
muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan
sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.Contohnya Metoklopramid dengan
dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari.Pasca operasi 0.25 mg/kgBB
per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu.Dosis maksimal pada bayi 0.75
15
REFLEKSI KASUS
mg/kgBB/hari.Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena
mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis
okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini
karenadapat dikatakan lebih aman.Domperidon merupakan derivate benzimidazolin
yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.Domperidon mencegah refluks
esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
Anti-histamin:
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan
etanolamin.Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya.Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral:
1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4
dosis.
Serotonin 5- HT3 antagonist:
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di
area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.Ondansentron
tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat
kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan,
diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2
hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis
dewasa8 mg PO/kali.
Obat antimuntah tidak selalu dianjurkan terutama pada gastroenteritis akut karena dapat menimbulkan masking effect pada kelainan yang serius serta adanya efek samping yang tidak diinginkan, misalnya letargi, gerakan ekstrapiramidal dan efek samping yang sering dihubungkan dengan sindrom Reye.
16
REFLEKSI KASUS
Antimuntah dapat diberikan untuk mengurangi efek samping obat anti-neoplasma. Biasanya digunakan ondansetron intravena dengan dosis 0,15 mg/kgBB, diberikan setiap 8 jam secara perlahan dalam 15 menit, maksimal 24-32 mg/hari. Ondansetron dapat juga diberikan secara oral dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB diberikan setiap 6-12 jam.
Indikasi rawat Dehidrasi berat Muntah bedah (muntah akibat kelainan bedah) Muntah yang belum diketahui sebabnya
Tabel 1. Pendekatan etiologi muntah berdasarkan usiaNeonatus Bayi Anak Remaja
Infeksi SepsisMeningitisISK
GastroenteritisMeningitisOtitis mediaInfeksi saluran napasISK
GastroenteritisOtitis mediaSinusitisISK
GastroenteritisSinusitisInfeksi saluran napas
Anatomi/obstruksi
Atresia dan websDuplikasiMalrotasi/volvulusHirschsprung diseaseMeconium ileus/plug
Hypertrophic pyloric stenosisInguinal herniaHirschsprung diseaseIntususepsi
IntususepsiHernia inguinalBezoar
Obstruksi akibat ulkus peptikumHernia inguinalBezoarSindrom arteri me-senterika superior
Gastrointestinal Necrotizing enterocolitisOverfeedingSindrom pseudo-obstruksi
Gastritis GastritisAppendicitisPankreatitisHepatitis
GastritisAppendicitis, PankreatitisHepatitisDiskinesia kandung empedu
Neurologis Hematom subdural,Cedera kepalaHidrosefalus
Hematom subdural
Cedera kepalaNeoplasmaMigrainSindrom Reye
Cedera kepalaNeoplasmaMigrain
Metabolik/endokrin
Organic acidemiasAmino acidemiasUrea cycle defectsGalaktosemiaHiperkalsemia
Intoleransi/ alergi makananMCADUremiaCAH
DM DMKehamilanPorfiria intermiten akutToksin/Obat-obatanPsikologis/bulimia
Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai
berikut:
1. Posseting
17
REFLEKSI KASUS
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering
didahului oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Ruminasi (Rumination, merycism)
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan
kemudian menelannya kembali.Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek
faring dengan jari, tidak berbahaya.Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan
psikologik/psikoterapi yang intensif.
3. Regurgitasi
Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau memanjangnya waktu
pengosongan isi lambung.Dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus
respiratorius berulang akibat aspirasi.Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant
death syndrome. Sebagian besar akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.
4. Refluks gastroesofageal (RGE)
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus.Keadaan ini mungkin normal atau
dapat pula abnormal.Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap
regurgitasi pasti disertai refluks.
KOMPLIKASI
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa,deplesi
kalium,natrium.Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau
masukanyang kurang oleh karena selalu muntah.Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam
lambung,hal ini diperberat olehmasuknya ion hidrogen kedalam sel karena defisiensi kalium
dan berkurangnya natriumekstraseluler.Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan
keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natriumdapat hilang lewat muntah dan urine.
18
REFLEKSI KASUS
Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7atau 8, kadar natrium dan kalium urine
tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium danKalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi
sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan
berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai
konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan
kemerahan padamukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktusingkat akan
sembuh. Bila anemiaterjadi karena perdarahan hebat perludilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasimukosa
esophagus oleh asam lambung.
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan
penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi
yang terjadi dari muntah itu sendiri.
KESIMPULAN
Pengisian informasi data admission yang lengkap dapat membantu
mendiagnosis dan mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh.
19
REFLEKSI KASUS
DAFTAR PUSTAKA
Matondang, Corry S. Prof.Dr. dkk. (2009). Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke-2. C.V Sagung Seto: Jakarta
World Health Organization. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Alhashimi D, Alhashimi H, Fedorowicz. Antiemetics for reduced vomiting related to acute gastroenteritis 1. in children and adolescent. The Cochrane Database of Systematic Reviews 2009. Issue 2. Art. No.: CD005506. DOI: 10.1002/14651858.CD005506.pub4.
Flake ZA, Scalley RD, Bailey AG. Practical selection of antiemetics. Am Fam Physician. 2004;69:1169-2. 76.
Freedman SB, Adler M, Seshadri R, Powell EC. Oral ondansetron for gastroenteritis in a pediatric 3. emergency department. N Engl J Med. 2006; 354:1698-705.
Gralla RJ, Osoba D, Kris MG, Kirkebride P, Hesketh PJ, Chinnery Lw. Recommendations for the use of 4. antiemetics: evidence-based, clinical practice guidelines. J Clin Oncol. 1999;17:2971-94.
Murray KF, Christie DL. Vomiting. Pediatr Rev. 1998;19:337.5. Ramos AG, Tuchman DN. Persistent vomiting. Pediatr Rev. 1994;15:24-31.6. Reddymasu S, Soykan I, McCallum RW. Domperidone: Review of pharmacology and clinical
applications 7. in gastroenterology. Am J Gastroenterol. 2007;102:2036–45.Reeves JJ, Shannon MW, Fleisher GR. Ondansetron decreases vomiting associated with
acute 8. gastroenteritis: A randomized, controlled trial. Pediatrics. 2002;109;e62.
Yogyakarta, November 2014
Dr. Sri Aminah, Sp. A
20