REFLEKSI KASUS

25
REFLEKSI KASUS MORBILI Oleh: Tatik Handayani 0708015045 Pembimbing: dr. Indra Tambun, Sp.A LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK  FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MULAWARMAN 2011

Transcript of REFLEKSI KASUS

Page 1: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 1/25

 

REFLEKSI KASUS

MORBILI

Oleh:

Tatik Handayani

0708015045

Pembimbing:

dr. Indra Tambun, Sp.A

LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK 

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2011

Page 2: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 2/25

 

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya

vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50

 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak 

  berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara

 berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat1.

Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada

tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil

 pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM

  positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin

Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama

terjadi penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian

campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi

  berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara

mendalam dan komprehensive.

Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk 

membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan

Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia

dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang

CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk 

dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia

dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen.

Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi2.

2

Page 3: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 3/25

 

TUJUAN

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang

terdapat pada kasus.

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

3

Page 4: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 4/25

 

REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. K.K.

Usia : 3 Tahun 8 minggu (25 September 2011)

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sempaja Rt.24

Orang tua:

Ayah: Nama : Tn. A.S

Usia : 50 tahun

Pekerjaan : Reklame

Pendidikan : SMA

Ibu: Nama : Ny. A

Usia : 36 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Masuk Rumah Sakit : Selasa, 21 Juni 2011, pukul. 16.30 WITA

ANAMNESIS

Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 22 Juni 2011.

Keluhan Utama

Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Demam sejak 5 hari sebelum MRS, demam tidak disertai kejang dan menggigil. Demam

timbul mendadak dan langsung tinggi, tidak turun dengan obat penurun panas. Batuk sejak 

3 hari sebelum MRS, batuk tidak berdahak (kering). Satu hari SMRS pasien mengalami

ruam-ruam merah yang pertama kali muncul pada tengkuk dan belakang telinga, kemudian

menyebar ke badan, tangan dan kaki. (-), namun selama 1 minggu yang lalu mencret (+),

cair, banyak, sehingga nafsu makan semakin menurun. Muntah (-). Buang air kecil tidak 

ada masalah. selain itu, pasien mengalami mata merah sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan

4

Page 5: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 5/25

 

menurun dan badan lemas sejak 6 hari SMRS. BAK lancer dan BAB tidak ada selama 4

hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien.

 

RIWAYAT KEHAMILAN/PRENATAL

Pemeriksaan Prenatal

Tempat : Praktek Bidan

Penyakit selama kehamilan : -

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan: -

RIWAYAT PERSALINAN

Usia kehamilan : 9 Bulan 2 hari

Jenis persalinan : Spontan

Ditolong oleh : Bidan

Keadaan bayi saat lahir:

• Langsung menangis

• Gangguan bernafas (-)

• Langsung menyusui

Berat badan lahir : 3500 gram

Panjang badan lahir : ± 51 cm

RIWAYAT PASCA PERSALINAN

Periksa di : Bidan

Frekuensi : Tidak menentu (1 kali/1-2 bulan)

Keluarga Berencana : Ya

Jenis : Pil Mitroguinon

Gangguan : Tidak ada

5

Page 6: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 6/25

 

Pemberian Imunisasi:

IMUNISASI I II III IV

BCG 1 bulan ////////////// ////////////// //////////////

POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

CAMPAK  9 bulan

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////////

HEPATITIS B 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////////

Perkembangan Anak 

• BB lahir : 3500 gram

• PB lahir : ± 51 cm

• BB sekarang : 13 kg

• PB sekarang : 98 cm

• Gigi keluar : 16 bulan

• Tersenyum : 4 bulan

• Miring : 2 bulan

• Tengkurap : 4 bulan

• Merangkak : 6 bulan

• Berdiri : 10 bulan

• Berjalan : 16 bulan

• Berbicara 2 suku kata : 16 bulan

PEMERIKSAAN FISIK 

Dilakukan pada tanggal 22 Juni 2011

Berat badan : 13 kgPanjang Badan : 98 cm

Tanda Vital 

  Nadi : 104 kali/menit

Suhu badan : 38,5oC

Frekuensi nafas : 32 kali/menit

Kesan umum : Compos mentis

6

Page 7: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 7/25

 

Status Gizi:

Berdasarkan Harvard BB/Usia:

BB normal sesuai usia: (11 (bln) + 9)/2 = 10 kg

Status Gizi : 4,9/10 = 49% (Gizi buruk < 60%)

Gizi Buruk: BB/PB, Z-score:

PB: 65 cm; BB: 4,9 kg, standar deviasi (SD)= antara -3 – (-4) (<70%) Gizi Buruk 

Kepala

Rambut : Warna hitam

Ubun-ubun cekung : (+)

Mata : Merah, Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks

cahaya (+/+), Pupil: Isokor (Ø 2 mm/2mm), cowong (-)

Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

Telinga : Bersih, Sekret (-)

Mulut : Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir kering,

 pembesaran Tonsil (-/-)

Leher 

Kaku kuduk : (-)

Pembesaran Kelenjar : (-)

Kulit : Ruam Makulopapular (+)

Turgor : Baik 

Dada

Inspeksi : Gerakan simetris

Palpasi : Thrill (-)

Perkusi : Sonor  Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

S1/S2 tunggal reguler 

Bising : (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar  

7

Page 8: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 8/25

 

Palpasi : Soefl, Nyeri tekan (-), Hepar/ lien tidak teraba,

Kembung (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

Hemoglobin : 11,8 gr%

Lekosit : 4150 /mm3

Hematokrit : 35 %

Trombosit : 280.000 /mm3

RESUME

Anamnesa :

- Demam (+) 5 hari SMRS

- Batuk kering (+) 3 hari SMRS

- Bercak merah (+) 1 hari SMRS

- Mata merah (+) 1 hari SMRS

- Nafsu makan menurun, badan lemas sejak 6 hari SMRS

Pada pemeriksaan fisik :Pasien tampak sakit sedang. Terdapat konjungtivitis pada kedua mata. Kulit pasien terlihat

ruam merah . Kesadaran kompos mentis. Tanda vital : Nadi : 104 kali/menit, RR: 32

kali/menit, T : 38,5 C

Pemeriksaan penunjang :

Hemoglobin : 11,8 gr%

8

Page 9: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 9/25

 

Lekosit : 4150 /mm3

Hematokrit : 35 %

Trombosit : 280.000 /mm3

DIAGNOSIS BANDING

- Rubella

- Alergi obat

- Exantema subikum

DIAGNOSA KERJA

MORBILI

 

PEMERIKSAAN ANJURAN

Darah Lengkap

USULAN PENATALAKSANAAN

- IVFD DS ½ NS 15 tpm

- Paracetamol syr 3 x ½ C

- DMP Syr 3 x1/2 C

- Vitamin A 200.000 UI

PROGNOSIS

dubia ad bonam

9

Page 10: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 10/25

 

FOLLOW UP

HARI/TANGGAL PEMERIKSAAN PLANNING22 Jubi 2011 Tx. IGD:

IVFD RL 6 tts/mnt makro

Ampicillin 3 x 150 mg iv (skin test)

Gentamycin 2 x 12,5 mg iv (skin test)

Mucohexin syr 3 x ½ cth

Paracetamol syr 3 x ½ cth

10 Juli 2009 S: Demam (-), muntah (-), batuk (+)

 berdahak, sesak (-), makan minum mau

O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,6°C, Nadi:

120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-),

vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+),

 bising usus (+) N, turgor kulit kurang

A: Broncopneumonia + KEP

(marasmus)

P: Tx. Idem

11 Juli 2009 S: Demam (-), muntah (-), batuk (+)

  berdahak, sesak (-), BAB agak susah,

makan minum mau

O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,5°C, Nadi:

120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-),

vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+),

 bising usus (+) N, turgor kulit kurang

A: Broncopneumonia + KEP

(marasmus)

P. Tx. Idem

S: benjolan di selangkangan kiri muncul

karena mengedan kuat. Benjolan

terssebut sering muncul sejak usia 3

  bulan, bersifat hilang timbul, jika

menangis, batuk dan mengejan jika

BAB keras

 

Co. Sp.A:

Tx. Laxadine syr 2 x 1 cth

Co. Sp.BA:

Dx. Hydrocele testis sinistra

Tx. Follow up poliklinik bedah anak 

Teori1,4

PasienAnamnesa Demam tinggi Demam tinggi (38,5 C),

10

Page 11: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 11/25

 

Batuk 

Mata merah (konjungtivitis)

Malaise

Coryza

 bercak koplik 

Batuk kering

Mata merah

  Nafsu makan menurun dan badan

lemas dan lelah

Pemeriksaan

Fisik 

Kulit : Ruam makulopapular seluruh

tubuh

Ruam makulopapular sejak 1 hari

SMRS

Pemeriksaan

Penunjang

Laboratorium:

Dalam batas Normal

Hemoglobin : 11,8 gr%

Lekosit : 4150 /mm3

Hematokrit : 35 %

Trombosit : 280.000 /mm3

Penatalaksanaan - Istirahat

- Pemberian makanan/cairan yang

cukup dan bergizi

- Antipiretik  

- Antitusif  

- Vitamin A

- IVFD DS ½ NS 15 tpm

- Paracetamol syr 3 x ½ C

- DMP Syr 3 x1/2 C

- Vitamin A 200.000 UI

Prognosa Pada umumnya prognosis baik,

tetapi prognosis lebih buruk dengan

keadaan gizi buruk, anak yang

menderita penyakit kronis, atau bila

disertai komplikasi.

Dubia ad bonam

ANALISA KASUS

11

Page 12: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 12/25

 

Pada pasien anak  perempuan berumur  3,8 tahun dengan berat badan 13 kg, dari

anamnesa didapat keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam terjadi disertai dengan

munculnya ruam kemerahan makulopapular dari tekuk,belakang telinga, leher, seluruh

tubuh & extremitas. Selama berlangsungnya demam yang tidak turun-turun juga

disertai keluhan dengan batuk kering, mata merah serta nafsu makan menurun dan

  badan terasa lemas dan lelah (malaise). Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak 

ditemukan tanda yang paling khas dari penderita penyakit Morbili adalah adanya

 bercak putih yang dikelilingi eritem yang disebut Koplik Spot pada mukosa buccal

tersebut karena saat diperiksa pasien sudah berada pada stadium erupsi, dimana bercak 

Koplik muncul pada akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum munculnya

enantema/titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Pasien belum pernah

menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien mendapatkan imunisasi campak saat

usia 9 bulan. Dikeluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini.

Dari sebagian besar gejala – gejala & tanda – tanda klinis diatas mengarah kepada

 penyakit Campak / Morbili yang meliputi :

1. Demam 3 – 5 hari ( biasanya tinggi & mendadak ) disertai batuk & pilek 

2. Mata merah ( conjungtivitis ) & Fotofobia

3. Dapat disertai diare & muntah

4. Pada kasus yang berat dapat disertai epistaxis, ptekie, & ekimosis

5. Adanya kontak 1 - 2 minggu sebelumnya dengan penderita Morbilli &

 belum pernah mendapat vaksinasi Campak.

Morbili merupakan self limited disease, namun yang harus kita perhatikan adalah

komplikasi – komplikasinya. Anak yang sudah pernah menderita Morbili mempunyaikekebalan selama hidupnya dari tertular Morbili lagi. Kekebalan aktif dapat kita

 berikan vaksinasi Campak pada usia 9 bulan ataupun dikombinasi dengan vaksin

MMR pada usia 15 bulan & 12 tahun..

Pada kasus ini, diagnosa banding morbili adalah dengan Rubella, Eksantem

Subitum, dan Erupsi obat. Adapun perbedaan antara morbili dengan ketiga penyakit ini

adalah :

Campak Jerman ( Rubella )

12

Page 13: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 13/25

 

Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub

obcipital servical posterior, belakang telinga.

Eksantem Subitum

Ruam timbul saat demam turun / suhu menjadi normal.

Erupsi obat

Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi

setelah minum obat tertentu.

PEMBAHASAN

Resume Masuk Rumah Sakit

13

Page 14: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 14/25

 

Pasien SP masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum

MRS, disertai nafas berbunyi “grok-grok” yang terdengar jelas terutama jika pasien tidur.

Batuk pilek dialami selama 4 hari, disertai dengan panas yang tiba-tiba tinggi, namun

selama 4 hari ini panas tersebut naik turun, panas tinggi terutama pada malam hari, tidak 

  berkeringat. Tidak ada penurunan berat badan, namun perkembangannya selama ini

lambat. Tidak ada mencret, namun selama 1 minggu yang lalu ada mencret, cair, banyak,

sehingga nafsu makan semakin menurun. Tidak ada muntah. Buang air kecil tidak ada

masalah.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien dalam keadaan kompos

mentis, iritabel, tanda vital dalam batas normal, takipneu, tidak anemis, ikterik maupun

sianosis. Terlihat mata agak cowong. Faring tidak hiperemis. Pemeriksaan thorax

ditemukan suara nafas vesikuler menurun, dengan rhonkhi pada kedua paru, dari abdomen

ditemukan kulit kering, turgor agak menurun, bising usus normal, akral hangat dan tidak 

ada edema.

Berat badan pasien di bawah berat badan ideal untuk anak seusianya yaitu hanya 10

kg. Pasien terlihat kurus, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 39 cm dan

lingkar lengan atas 12 cm.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis yaitu leukosit 17.400 /mm3

sedangkan pemeriksaan laboratorim lain dalam batas normal, yaitu kadar HB 11,5 gr/dl,

hematokrit 34,3 % dan trombosit 339.000 gr/dl. Pemeriksaan laboratorium lainnya dalam

  batas normal. Pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan sedikit gambaran infiltrat

(perselubungan) median kedua paru.

Pembahasan

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ditegakkan beberapa diagnosa yaitu bronkopneumonia + gizi kurang.

Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan dari anamnesa adanya kesusahan bernafas

(sesak nafas) sejak 1 hari yang lalu disertai dengan nafas bunyi, didahului batuk pilek 

selama 3 hari dan panas tinggi mendadak. Berdasarkan definisi, pneumonia adalah infeksi

saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, sedangkan

 bronkopneumonia merupakan salah satu letak kelainan (infeksi).1 Faktor pejamu (host)

yang meningkatkan kerentanan terhadap bronkopneumonia adalah salah satunya adalah

14

Page 15: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 15/25

 

kekurangan gizi sehingga mudah terkena infeksi. Pada pasien ini didapatkan kondisi

malnutrisi yang mempermudah terjadinya bronkopneumonia.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya infeksi saluran pernafasan bawah dan

  pneumonia. Secara klinis ditemukan takipneu, retraksi subkosta, nafas cuping hidung,

ronkhi dan sianosis. Umumnya penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan

konjungtivitis, otitis media, faringitis dan laryngitis.1 Namun pada pasien ini tidak 

ditemukan gejala klinis yang mengarah pada penyakit tersebut.

Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini ditemukan peningkatan lekosit, yaitu

17.400/mm3, sedangkan hematokrit, haemoglobin dan trombosit dalam batas normal. Pada

 pneumonia viral dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan lekosit pada

 batas normal atau sedikit meningkat. Sedangkan, pada pneumonia bacterial didapatkan

lekosit berkisar antara 15.000-40.000/mm3.1,4 Hal ini, dapat kita duga bahwa pada pasien

ini pneumonia disebabkan akibat infeksi bakteri. Kadang-kadang pada pneumonia

ditemukan anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat,1 namun pada pasien ini

tidak didapatkan anemia dan tidak dilakukan pemeriksaan LED.

Pada pemeriksaan rontgen thoraks pasien ini didapatkan gambaran infiltrat pada

median kedua paru. Sedangkan pada bronkopneumonia, berdasarkan teori gambaran

rontgen thoraks ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-

  bercak infiltrat yang dapat meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan

  peningkatan corakan peribronkial.1,4 Pada pasien ini gambaran infiltrat pada kedua paru

tidak begitu jelas. Hal ini kemungkinan disebabkan kesalahan teknis radiologis sehingga

susah untuk dievaluasi. Faktor radiologis yang mempengaruhi diantaranya intensitas sinar 

rendah (underpenetration), grid pada film tidak merata, dan inspirasi kurang.1

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, umur kurang dari 6 tahun atau ada penyakit dasar lainnya dan

 perawatan dirumah kurang baik.1,4 Pada pasien ini sudah terjadi distress pernafasan disertai

dengan kondisi gizi yang buruk sehingga perlu dirawat inap.

Dasar pengobatan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai dan tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian

cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,

elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.1,4

15

Page 16: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 16/25

 

Pada pasien ini telah diberikan terapi berupa pemberian cairan intravena berupa

kristaloid RL 6 tetes per menit, antibiotik ampicillin 3 x 150mg i.v, gentamycin 2 x 12,5mg

i.v, antipiretik paracetamol syrup 3 x ½ cth (60mg) dan mukolitik mucohexin syrup 3 x ½

cth. Pemberian antibiotik pada pasien ini kemungkinan karena dugaan akibat infeksi

 bakteri, ditinjau dari adanya leukositosis. Namun demikian, walaupun pneumonia viral

diobati tanpa antibiotik, tapi umumnya tetap diberikan antibiotik pada sebagian besar 

  pasien karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Dan dari literature

dikatakan, pneumonia seringkali diawali infeksi virus yang kemudian mengalami

komplikasi infeksi bakteri.1

Pilihan antibiotik lini pertama dapat digunakan antibiotik golongan beta-laktam

atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan

kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin atau

sefalosporin. Terapi diberikan selam 7-10 hari.1 Pada pasien ini diberikan kombinasi

ampisilin 150mg, 3 kali sehari dan gentamysin 12,5mg, 2 kali sehari. Dosis antibiotik yang

digunakan untuk ampisilin adalah 50-100 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 3-4 kali sehari,

sedangkan gentamisin adalah 5-7 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 2-3 kali sehari.4 Pada pasien ini

dosis yang diberikan sudah sesuai. Pada pasien ini tidak terjadi ketidakseimbangan

elektrolit dan gula darah, sehingga tidak diperlukan koreksi.

Pada pasien ini juga didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu pasien kurus,

kulit kering, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 37 cm dan lingkar 

lengan atas 12 cm, mata terlihat cowong. Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien sejak 

  bayi mengalami masalah dengan pertumbuhan dan perkembangan. Selama ini, pasien

diberikan makanan tambahan yaitu bubur susu sejak pasien berumur 6 bulan tetapi dengan

frekuensi 2 kali sehari namun hanya 2-4 sendok sekali makan.

Status gizi pasien ini dapat ditentukan menggunakan antropometri havard ataupunstandar NCHS/WHO. Untuk menghitung berat badan ideal anak usia dibawah 12 tahun

menggunakan rumus BB ideal = .5-7

Untuk melihat keadaan gizi berdasarkan antropometri havard, dihitung persentase

 berat badan pasien dibandingkan dengan berat badan ideal, yaitu:

16

Page 17: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 17/25

 

Penentuan Status Gizi Antropometri Harvard

Persentase Terhadap Standar Status Gizi

80 – 100% Baik  

70 – 80 % Kurang Gizi Ringan

60 – 70 % Kurang Gizi Sedang

< 60 % Kurang Gizi Berat

 

Berdasarkan antropometri havard untuk berat badan/umur diatas maka pasien

termasuk kurang gizi berat.

Sistem Welcome Trust Working Party membedakan tipe kurang energi protein

 berdasarkan berat badan dan ada atau tidaknya edema, yaitu:2

• Berat badan diatas 60% dari normal + edema = kwashiokor 

• Berat badan dibawah 60% dari normal + edema = marasmus kwashiokor 

• Berat badan dibawah 60% dari normal tanpa edema = marasmus

Berdasarkan sistem ini maka pasien termasuk termasuk gizi buruk tipe marasmus.

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Pada keadaan ini yang

mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan

menghilangnya lemak bawah kulit. Pada awalnya, keadaan ini adalah hal yang fisiologis.

Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dipenuhi oleh asupan

makanan yang diberikan. Apabila kebutuhan tubuh tidak dipenuhi oleh asupan makanan,

maka didalam tubuh akan terjadi pemecahan cadangan glikogen dan lemak tubuh untuk 

memenuhi kebutuhan energi tersebut. Apabila intake makanan tidak mencukupi kebutuhan

tubuh dalam waktu yang cukup lama, maka jaringan lemak bawah kulit akan dipecah terus

menerus untuk digunakan sebagai sumber energi sehingga jaringan lemak bawah kulit

menghilang dan tubuh terlihat seperti tulang yang terbungkus kulit. Bila keadaan ini terus

 berlanjut hingga cadangan lemak habis, maka protein akan dipecah untuk menghasilkan

energi. Pemecahan protein secara terus-menerus akan menyebabkan pasien jatuh dalam

keadaan kwashiokor yang ditandai dengan edema anasarka.5,6

Pada keadaan permulaan biasanya tidak ditemui kelainan biokimia. Kelainan kimia

darah yang selalu ditemukan adalah kadar albumin serum yang rendah, disamping kadar 

17

Page 18: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 18/25

 

globulin yang normal atau sedikit tinggi, sehingga perbandingan kadar albumin dan

globulin menjadi terbalik, yaitu kurang dari 1. Tetapi, pada pasien ini tidak dilakukan

 pemeriksaan albumin dan globulin.

Kurang gizi yang diderita pasien ini telah menimbulkan komplikasi yaitu

 pneumonia yang sedang diderita saat ini. Prinsip pengobatan adalah memberikan makanan

yang mengandung protein tinggi, banyak kalori, cukup cairan, cukup vitamin dan mineral,

masing-masing dalam bentuk yang mudah dicerna atau diserap oleh tubuh. Oleh karena

toleransi akan makanan pada penderita pada hari pertama pengobatan masih rendah,

makanan jangan diberikan dalam jumlah yang sekaligus banyak, tetapi dinaikkan perhari.

Hasil yang paling baik diperoleh dengan pemberian makanan yang mengandung protein 3-

4 gram/kgBB/hari dan 100 kalori/kgBB/hari. Antibiotika juga diberikan pada kasus ini

karena terdapat infeksi sebagai penyakit penyerta.

Terdapat 10 langkah tatalaksana rawat inap anak dengan kurang gizi berat, yaitu:5-10

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

6. Mulai pemberian makanan

7. Koreksi defisiensi nutrien mikro

8. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth)

9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Pasien dengan marasmus sangat mudah mengalami hipoglikemia dan gangguankeseimbangan elektrolit. Pada kasus ini tidak didapatkan keadaan hipoglikemia dan

hipotermia. Kadar glukosa darah pasien adalah 88 mg/dl. Literatur menyebutkan, pasien

dengan gizi buruk memiliki resiko tinggi untuk mengalami hipoglikemia (glukosa darah

<54 mg/dl), yang merupakan penyebab kematian utama pada dua hari awal terapi.

Hipoglikemia mungkin disebabkan oleh infeksi sistemik atau jika pasien tidak makan

dalam 4-6 jam terakhir. Tanda terjadinya hipoglikemia antara lain adalah hipotermi, letargi

dan penurunan kesadaran. Untuk pencegahan hipotermia dapat dilakukan dengan cara

18

Page 19: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 19/25

 

metode kanguru pada bayi atau dengan mengeringkan tubuh anak kemudian diselimuti

dengan kain yang kering.5-8

Pada kurang gizi berat diberikan antibiotik broad-spektrum secara rutin untuk 

mengobati atau mencegah infeksi yang pada anak. Pilihan antibiotik untuk kasus kurang

gizi tergantung dari ada atau tidaknya komplikasi. Pada kasus ini pasien masuk dengan

disertai bronkopneumonia.

Dari literatur didapatkan bahwa jika pasien sakit berat (apatis, letargi) atau terdapat

komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran pernapasan atau traktus

urinarius) dapat diberikan ampicillin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari,

kemudian dilanjutkan dengan amoxicillin oral 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 2 hari atau

ampicillin oral 25 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari. Dan diberikan gentamisin 7,5

mg/kgBB IM atau IV, 1 kali sehari selama 7 hari. Namun, jika tidak terdapat komplikasi

dapat diberikan kotrimoxazole 5 ml, 2 kali sehari selama 5 hari (untuk anak <6 kg

diberikan 2,5 ml). Kotrimoxazole 5 ml setara dengan Trimeptoprin 40 mg dan

Sulfametoxazole 200 mg.5-8

Pada kurang gizi berat, kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan

kekurangan zat gizi mikro. Pemberian vitamin A diberikan secara oral. Untuk usia > 12

 bulan diberikan 200.000 IU, usia 6-12 bulan diberikan 100.000 IU dan untuk usia 0-5

  bulan diberikan 50.000 IU. Pada pasien ini tidak diberikan vitamin A. Berdasarkan

literatur, vitamin A diberikan sebanyak 3 kali yaitu dosis besar pada hari pertama dan

kedua, kemudian dosis ketiga diberikan paling lambat 2 minggu setelahnya jika pasien

mempunyai gejala kekurangan vitamin A seperti buta senja atau pada pemeriksaan fisik 

ditemukan kelainan seperti bercak bitot, ulkus, nanah atau peradangan pada kornea.

Sedangkan apabila tidak terdapat tanda-tanda tersebut, vitamin A hanya diberikan satu

dosis yaitu pada hari pertama.Mikronutrien yang dapat diberikan setiap hari selama 2 minggu adalah suplemen

multivitamin, asam folat 1 mg/hari (pada hari pertama diberikan 5 mg), Zinc 2

mg/kgBB/hari, tembaga 0,3 mg/kgBB/hari, besi 3 mg/kgBB/hari.5

Gizi kurang atau buruk dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan mental

dan perilaku. Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental diperlukan untuk 

meningkatkan kepekaan dan kecerdasan anak. Dibutuhkan rasa kasih sayang dan

kesabaran dari kedua orang tua dan lingkungan yang ceria sehingga dapat membantu

 perkembangan anak.2

19

Page 20: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 20/25

 

Anak dikatakan mengalami perbaikan apabila perbandingan tinggi badan/berat

 badan mencapai 90%. Namun, orang tua harus diberitahu bahwa tetap harus dilakukan

 pemeriksaan secara rutin pada anak dan pastikan bahwa imunisasi telah diberikan secara

lengkap. Yakinkan pula orang tua untuk selalu memberikan vitamin A setiap 6 bulan.5

Perlu dilakukan edukasi agar keluarga menjadi keluarga sadar gizi, dengan selalu

melaksanakan kriteria keluarga mandiri sadar gizi agar tidak terjadi gizi buruk dalam

keluarga, antara lain:2

1. Biasakan makan beraneka ragam makanan.

2. Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang

 berat badan), khususnya balita dan ibu hamil.

3. Biasakan menggunakan garam beryodium

4. Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi

sampai umur 4 bulan.

5. Biasakan makan pagi

6. Makanan kecil antara waktu makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak 

mengganggu nafsu makan waktu makan berikutnya

7. Susu atau gula-gula jangan diberikan pada saat akan makan

8. Buah atau sari buah sangat baik.

Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruang rawat inap, yaitu:3

Anak:

1. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

2. Ada perbaikan kondisi mental

3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai

dengan umurnya

4. Suhu tubuh berkisar 36,5 – 37,5 °C5. Tidak ada muntah atau diare

6. Tidak ada edema

7. Terdapat kenaikan berat badan ≥ 5 gram/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut

atau kenaikan sekitar ≥ 50 gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut.

Ibu/pengasuh:

1. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

2. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak.

20

Page 21: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 21/25

 

Pada pasien ini diet yang diberikan adalah modisco ½ hingga modisco III, berikut

adalah tabel mengenai kandungan dalam formulasi WHO modifikasi (modisco) yang

dianjurkan;3

FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Bahan

makananM ½ M I M II M III

Susu bubuk 

skim100 g 100 g 100 g -

Susu full

cream- - - 120 g

Gula pasir 50 g 50 g 50 g 75 g

Minyak 

sayur25 g 50 g - -

Margarine - - 50 g 50 g

Air 1000 mL 1000 mL 1000 mL 1000 mL

Pada pasien ini dari anamnesa didapatkan bahwa ibu pasien mendapat pengobatan

TB selama 6 bulan sejak usia kehamilan 3 bulan hingga 1 bulan setelah melahirkan.

Berdasarkan literature, apabila bayi tidak terkena TB kongenital ataupun TB perinatal

tetapi ibu menderita TB dengan BTA positif, maka bayi memerlukan perlakuan khusus,

yaitu pemberian OAT profilaksis isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dan bayi tetap diberikan

ASI.11. Namun pada pasien ini tidak diberikan terapi profilaksis tersebut.

Pada usia 29 hari sampai 11 bulan, terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses

  pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem

saraf.12 Namun pada pasien ini dari anamnesa dan pemeriksaan terjadi perlambatan

 perkembangan, dimana usia sudah 11 bulan pasien masih belum dapat menopang kepala,

tengkurap, melakukan aktivitas motorik seperti menggenggam pensil, berusaha

memperluas pandangan. Padahal anak seusianya, seharusnya sudah bisa berdiri. Gangguan

keterlambatan tumbuh kembang seperti diatas kemungkinan serebral palsi, yaitu suatu

kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena

kerusakan/gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh.12

Gangguan motorik yang dapat menyertai serebral palsi, meliputi spastisitas, atetosis,

ataksia, tremor, rigiditas dan hipotonia.13 Dan yang terjadi pada pasien ini adalah hipotonia,

yaitu penurunan tonus otot yang nyata, hiperelastisitas sendi, refleks tendon dalam

hiperaktif walaupun tonus otot berkurang (jika penyebabnya sentral). Umumnya kelainan

ini, disebabkan lesi pada korteks motorik, area VI.13

21

Page 22: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 22/25

 

Penyebab dari serebral palsi, dapat dilihat pada table berikut:13

Kongenital Didapat

Pre-natal Perinatal Pasca-natal

Anoksia Anoksia TraumaInfeksi maternal

(TORCH, sifilis)

Trauma (CPD) Infeksi (meningitis,

ensefalitis)

Trauma Seksio sesarea Cerebrovasculer accident

Factor metabolic Prematuritas Anoksia

Malformasi Tumor otak  

Penatalaksanaan rehabilitasi dilakukan secepatnya, karena pada kondisi anak 

normal masa sejak lahir hingga usia 3 tahun, merupakan periode umur saat perkembangan

 bahasa dasar dan pembelajaran motorik berlangsung intensif. Dengan kata lain, masa ini

merupakan waktu dimana intervensi dengan terapi fisik, terapi okupasi dan atau terapi

wicara dapat paling menguntungkan dalam perkembangan pola motorik normal (kasar,

halus dan oral) dan mungkin dapat menghambat pola abnormalitas.13

22

Page 23: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 23/25

 

KESIMPULAN

1. Pasien menderita bronkopneumonia dan gizi kurang disertai gangguan tumbuh

kembang dengan dugaan serebral palsi.

2. Diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia dan gizi kurang sudah tepat dan

adekuat. Namun penatalaksanaan gangguan tumbuh kembang belum ada

 perencanaan.

3. Peran aktif ibu dan keluarga dibutuhkan untuk mengatasi gangguan tumbuh

kembang anak.

4. Perlu adanya intervensi rehabilitasi lebih cepat agar perbaikan motorik dapat diatasi

dan tumbuh kembang dapat dikejar semaksimal mungkin

23

Page 24: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 24/25

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Said M, Pneumonia, Dalam: Rahajoe N.N, Supriyatno B dan Setyanto D.B, Buku

Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, 2008, Badan Penerbit IDAI, Jakarta

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fact Sheet : Gizi Buruk . Direktorat

Bina Gizi Masyarakat. 2004.

3. Departemen Kesehatan, Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk , 2007,

Jakarta

4. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda Edisi VI, 2006, Samarinda

5. Ashworth A., Khanum S., Jackson A., Schofield C., Guideline For The Inpatient

Treatment of Severely Malnourished Children. WHO Publication. Geneva 2003.

6. World Health Organization. Management of Severe Malnutrition: A Manual

For Physician and Other Senior Health Workers. Publication. Geneva 1999.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku Bagan Tata Laksana Anak 

Gizi Buruk . Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2006.

8. World Health Organization. Management of The Child With a Serious Infection

or Severe Malnutrition Guidelines for Care at The First-Referral Level in

Developing Countries. Integrated Management of Childhood Illness. 2000

9. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Bagian IKA

FKUI. 1999. Hal 448-468.

10.Behrman RE., Kliegman R., Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 1999

11.Rahajoe N.N, Basir D, Makmuri M.S dan Kartasasmita C.B, Dalam: Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Kedua, 2007, UKK Respirologi PP IDAI,

Jakarta

24

Page 25: REFLEKSI KASUS

5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 25/25

 

12.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,

Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan

Kesehatan Dasar, 2006, Jakarta

13.Bowser B.L dan Solis I.S,  Rehabilitasi Pediatrik , Dalam: Susan J. Garrison (Ed.),

Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation Basics. First edition, 1995,

Lippincott Company

25