Referrat Dokter Bambang Part 3

49
Bagian Ilmu Bedah Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Obstruktive Jaundice Disusun oleh: Solikin 06.55387.00330.09 Pembimbing: dr. Bambang Suprapto, Sp B Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

description

kk

Transcript of Referrat Dokter Bambang Part 3

Page 1: Referrat Dokter Bambang Part 3

Bagian Ilmu Bedah Referat

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

Obstruktive Jaundice

Disusun oleh:

Solikin

06.55387.00330.09

Pembimbing:

dr. Bambang Suprapto, Sp B

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2011

Page 2: Referrat Dokter Bambang Part 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstruktive jaundice merupakan hambatan dalam pengaliran cairan empedu dari

sel hati yang menuju duodenum, sehingga bilirubin direct menumpuk di dalam aliran

darah. Jaundice merupakan tanda bahwa hati atau sistem empedu tidak berjalan normal,

ditandai dengan perubahan warna kuning pada sklera mata, kulit, dan membran mukosa.(1)

Batu empedu jenis kolesterol merupakan salah satu penyakit yang sering

menyebabkan terjadinya obstruksi jaundice. Pembentukan batu empedu dibagi menjadi

tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan

inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Penelitian yang

dilakukan di Italia, ditemukan 20% wanita dan 14% pria memiliki batu empedu. Pada

penelitian Danish, prevalensi batu empedu pada usia 30 tahun adalah sebesar 1,8% untuk

pria dan 4,8% untuk wanita. Prevalensi batu empedu pada usia 60 tahun sebesar 12,9%

untuk pria dan 22,4% untuk wanita. Batu empedu terjadi pada 10-20% populasi dewasa

di negara berkembang, di Amerika Serikat lebih dari 20 juta orang menderita penyakit ini

dan ditemukan 1 juta pasien baru setiap tahunnya. Lebih dari 80% gejala batu empedu

adalah tidak tampak (asimptomatik).(1,2)

Kebanyakan pasien dengan ikterus, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang teliti ditambah pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis sudah dapat

ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti sulit untuk ditetapkan, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti radiografi dan pemeriksaan lanjutan

lainnya. Pengelolaan yang baik dalam suatu rumah sakit dengan fasilitas pemeriksaan

yang cukup, diharapkan mampu mengatasi dan memilah kemungkinan dari penyebab

terjadinya obstruktive jaundice, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan

meminimalisir komplikasi yang terjadi.(1)

1.2 Tujuan

1. Mengetahui anatomi sistem Hepatobilier dan metabolisme bilirubin

Page 3: Referrat Dokter Bambang Part 3

2. Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan

komplikasi dari obstruksi jaundice.

Page 4: Referrat Dokter Bambang Part 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepatobilier

Hati merupakan organ abdomen yang paling besar dan kelenjar terbesar dalam

tubuh dengan berat sekitar 1,5 kg. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan

interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII

kiri. Organ ini terletak pada kuadran kanan atas dan menempati paling luas pada regio

hipokondrium kanan kemudian meluas ke hipokondrium kiri dan regio epigastrika. Hati

memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak dibawah kubah kanan

diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan

atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. (2,3,4)

Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi

dua segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari

luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis

yang terlihat dari luar. Segmen lobus kanan yang lebih kecil adalah lobus quadratus, pada

permukaan inferiornya dan lobus caudatus pada permukaan posterior. Lobus kanan dan

kiri dipisahkan di anterior oleh lipatan peritoneum yang dinamai ligamentum falsiforme,

di inferior oleh fissura untuk ligamentum teres serta di posterior oleh fissura untuk

ligamentum venosum.(2,3,4)

Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding abdomen.

Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan

posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan

peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat

padat yang disebut sebagai kapsula glissoni, yang meliputi permukaan seluruh organ,

bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk

cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fissura pada

hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus

hepatika.(2,3,4)

Secara keseluruhan, hepar dibagi menjadi VIII segmen. Permukaan posterolateral

kanan terdiri atas segmen VI di bagian anterior dan segmen VII di bagian posterior.

Page 5: Referrat Dokter Bambang Part 3

Permukaan anterolateral kanan terdiri atas segmen V di anterior dan segmen VIII di

posterior. Permukaan anterior kiri dibagi oleh fissura umbilikalis ke dalam segmen IV di

bagian anterior dari lobus quadratus dan segmen III, yang merupakan bagian anterior dari

lobus kiri. Permukaan posterior adalah segmen II. Segmen I terletak dibagian dorsal,

yang memiliki vaskularisasi bebas dari porta hepatis dan 3 vena hepatik utama.(2,3,4)

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena

porta hepatika, dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk

adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total

darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena

hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.(2,3,4)

Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu

terletak dalam hati dan yang lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta

bercabang-cabang dan menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian

mempercabangkan vena-vena interlobularis yang berjalan diantara lobulus-lobulus.

Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan di antara lempengan

hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus

membentuk vena sublobularis yang selanjutnya menyatu dan membentuk vena hepatika.

Cabang-cabang terhalus arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid,

sehingga terjadi campuran darah arteri dari arteria hepatika dan darah vena dari vena

porta. Tekanan yang meningkat dalam sistem portal adalah manifestasi lazim gangguan

hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh tempat darah portal

berasal. Hepar mendapatkan innervasi dari(5):

a. Nn. Splanchnici : innervasi ini bersifat simpatis untuk pembuluh darah di

dalam hepar. Diperoleh melalui plexus coeliacus dan merupakan serabut-

serabut postganglioner.

b. Nn. Vagus dextra et sinistra : bersifat parasimpatis, berasal dari chorda

anterior dan chorda posterior nervivagi.

Chorda anterior (dari N. Vagus sinistra), mengikuti a. Gastrica dextra

masuk ke dalam ligamentum hepatoduodenale, mencapai porta hepatis,

memberi cabang-cabang yang disebut rami hepatici.

Page 6: Referrat Dokter Bambang Part 3

Chorda posterior (dari N. Vagus dextra) setelah mempersarafi gaster lalu

masuk ke plexus coeliacus, lalu mengikuti ligamentum hepatoduodenale

menuju ke porta hepatis.

c. Nn. Phrenicus dextra : setelah masuk ke dalam cavum abdominalis, selanjutnya

menuju ke plexus coeliacus, mengikuti ligamentum hepatoduodenale,

mencapai porta hepatis.

Setiap lobus dari hepar dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan

heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi

vena sentralis. Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi

sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati. System biliaris dimulai dari

kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di

sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang

mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta.(2,3,4)

Empedu yang dihasilkan hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli dan

selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang

secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran ini mempunyai

epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila saluran empedu makin

membesar.(2,3,4)

Kandung empedu dapat menampung ± 30-60 ml cairan empedu dengan ukuran

panjang 8-10 cm mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Fundus

bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi

hati, dan sebagian besar tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat

penampungan empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan

ujungnya akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu. Leher ini bentuknya dapat

konveks, dan membentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Kantong Hartmann

adalah bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung

empedu, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya dari duodenum dan karena

batu dapat terimpaksi ke dalamnya. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke

duktus koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus sistikus, mereka

terlibat dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu.(2,3,4)

Page 7: Referrat Dokter Bambang Part 3

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan

terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika

kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot

(dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena

dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran

limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang

permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang

melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile

ducts melewari aferen simpatik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik.

Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri

diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung

empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.(2,3,4,5)

Saluran empedu intrahepatik secara perlahan menyatu membentuk saluran yang

lebih besar yang bisa menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam segmen

hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di anterior dan

posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan. Pada beberapa

orang, duktus hepatikus kanan berada ± 1 cm di luar hati. Duktus ini kemudian

bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri) menjadi duktus

hepatikus komunis.(2,3,4)

Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus

hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus koledokus

menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula. Biasanya panjang duktus

koledokus sekitar 7 cm dan terletak diantara ligamentum hepatoduodenali. kandung

empedu menerima suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cabang arteri

hepatika kanan.(2,3,4)

Page 8: Referrat Dokter Bambang Part 3

Fisiologi Sistem Digestivus Dan Biliaris(5)

Fungsi dasar hati dibagi menjadi(5) :

a. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. Ada dua macam darah

pada hati, yaitu darah portal dari usus dan darah arterial, yang keduanya akan

bertemu dalam sinusoid. Darah yang masuk sinusoid akan difilter oleh sel

Kupffer.

b. Fungsi metabolik. Hati memegang peran penting pada metabolisme

karbohidrat, protein, lemak, vitamin.

c. Fungsi ekskretorik. Banyak bahan di ekskresi hati di dalam empedu, seperti

bilirubin, kolesterol, asam empedu dan lain-lain

d. Fungsi sintesis. hati merupakan sumber albumin plasma, banyak globulin

plasma, dan banyak protein yang berperan dalam hemostasis.

Fungsi Cairan Empedu(5)

a. Membantu pencernaan dan absorbsi lemak

b. Ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin, vitamin K

dan logam berat.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.(5)

Page 9: Referrat Dokter Bambang Part 3

2.2 Metabolisme bilirubin

Metabolisme Bilirubin Normal (1,3,5)

Fase Prahepatik

Pembentukan biliburin. Sekitar 250 sampai 350 mg biliburin atau sekitar 4 mg per

kg berat badan terbentuk setiap harinya, 70-80% berasal dari pemecahan sel darah

merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labeled bilirubin) datang

dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati.

Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin

dengan perantara enzim heme oksigenasi. Enzim lain, biliverdin reduktase,

mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Pembentukan early labeled bilirubin

meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif.

Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak

terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air kemih.

Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan pemakaian

antibiotika tertentu.

Fase Intrahepatik

Page 10: Referrat Dokter Bambang Part 3

Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati memerlukan

protein sitoplasma atau protein penerima, yang diberi simbol sebagai protein Y

dan Z.

Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau

bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim

mikrosomal glukoronil transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam

beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukorida,

dengan bagian asam glukoronik kedua ditambahkan dalam satuan empedu

melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik.

Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun

kegunaannya tidak jelas.

Fase Pascahepatik

Page 11: Referrat Dokter Bambang Part 3

Ekskresi

bilirubin.

Bilirubin

konjugasi

dikeluarkan

ke dalam

kanalikulus

bersama

bahan

lainnya. Di

dalam usus

flora bakteri

men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan

mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.

Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah

kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan

diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air

seni yang gelap yang khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis

intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut

dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah

otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi

mengalami proses konjugasi melalui enzim glukoniltransferase dan larut dalam

empedu cair.

2.3 Obstruksi Jaundice

2.3.1 Definisi

Page 12: Referrat Dokter Bambang Part 3

Ikterus obstruktive adalah ikterus dengan bilirubin conjugated tinggi yang dapat

bersifat akut atau kronik dengan dilatasi atau tanpa dilatasi saluran empedu yang

disebabkan karena adanya hambatan dalam pengaliran cairan empedu dari sel hati yang

menuju duodenum, sehingga bilirubin menumpuk di dalam aliran darah.(1,3)

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada sklera mata, kulit, dan membran

mukosa yang disebabkan oleh deposisi bilirubin yang meningkat kadarnya dalam

sirkulasi darah. Kata lain ikterus yaitu Jaundice yang berasal dari kata Perancis “jaune”

yang berarti kuning. Jaundice merupakan tanda bahwa hati atau sistem empedu tidak

berjalan normal.(1,3)

Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang dengan melihat sklera mata,

dan jika ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2- 2,5 mg/dL( 34 sampai 43

umol/L). jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin sudah

mencapai 7 mg%.(1,3)

2.3.2 Klasifikasi

Etiologi dan letak obstruksi bisa terjadi dimana saja pada semua traktus biliaris yang

menyebabkan empedu tersumbat dan tidak bisa dialirkan ke duodenum. Berdasarkan

Benyamin 1983, menunjukkan klasifikasi dari 4 kategori obstruksi biliaris, yaitu (6):

1. Tipe I. Obstruksi komplit menimbulkan ikterus, biasanya disebabkan oleh tumor,

terutama pada caput pancreas, ligasi duktus biliaris komonis, batu pankreas,

tumor-tumor parenkim hati primer atau sekunder. (6)

2. Tipe II. Obstruksi intermitten yang menimbulkan gejala-gejala dan perubahan

biokimia yang khas tetapi dapat disertai serangan ikterus secara klinis sering

dijumpai koledokolithiasis, divertikel duadeni, penyakit hati polikistik. (6)

3. Tipe III. Obstruksi inkomplit kronis dengan atau tanpa gejala klasik atau

observasi perubahan biokimia yang akhirnya menimbulkan perubahan patologis

pada duktus biliaris dan hati. Biasanya ditemukan pada keadaan berikut ini:

Striktur biliaris komunis yang terjadi secara kongenital, traumatik (iatrogenik),

sklerosing kholangitis dan post radioterapi, stenosis anastomosis biliodigestive,

stenosis sfingter oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik dan diskinesia. (6)

Page 13: Referrat Dokter Bambang Part 3

4. Tipe IV. Obstruksi segmental, dimana satu atau lebih segmen anastomosis duktus

biliaris intra hepatis mengalami obstruksi. Contohnya Cholangiocarcinoma,

Hepatolithiasis / Batu intrahepatik, Sclerosing cholangitis, dan Metastasis tumor. (6)

2.3.3 Etiologi(1,5,6)

Ikterus Obstruktive (Kolestasis) Intrahepatik(1,5,6)

Aliran cairan empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula vateri. Penyebab ikterus obstruktive intrahepatik antara

lain:

1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin

terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited

dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan

C akut sering tidak menimbulkan gejala pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan

kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah

menjadi sirosis hati.

2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa

menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat

ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut

dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai

dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi

nekrosis jaringan hepar.

4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.

Ikterus Obstruktive (Kolestasis) Ekstrahepatik(1,5,6)

Efek patofisiologis mencerminkan efek backup konsituen empedu (yang

terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan

kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan

campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konyugasi masuk ke dalam urin.

Page 14: Referrat Dokter Bambang Part 3

Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus

halus. Peningkatan empedu dalam sirkulasi selalu di perkirakan sebagai penyebab

keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga

pathogenesis gatal masih belum bisa di ketahui dengan pasti.

Garam empedu di butuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K, gangguan

ekskresi garam empedu dapat mengakibatkan steatorrhea dan hipoprotombinemia. Pada

keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary, biliary, cirrhosis) gangguan

penyerapan Ca dan vitamin D serta vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat

menyebabkan osteoporosis dan osteomalasia. Retensi kolesterol dan fospolipid

mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang

berkurang dalam darah tidak berpengaruh terhadap kadar trigliserida. Lemak beredar

dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang di sebut

lipoprotein X .

Penyebab ikterus obstruktive ekstrahepatik antara lain :

1. Kolelitiasis/Koledokolitiasis

2. Kolesistitis

3. Atresia bilier

4. Striktur saluran bilier

5. Tumor duktus kholedokus

6. Tumor Pankreas

2.3.4 Patofisiologi(1,5,6)

Terdapat 3 mekanisme umum terjadinya hiperbilirubinemia dan ikterus :

1. Pre Hepatik : Pembentukan bilirubin secara berlebihan

2. Intra Hepatik :

Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati,

Gangguan konyugasi bilirubin

3. Post Hepatik : Penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor

intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik.

Page 15: Referrat Dokter Bambang Part 3

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh dua mekanisme

yang pertama, sedangkan mekanisme yang ketiga terutama mengakibatkan

hiperbilirubinemia terkonjugasi. (1,5,6)

Pada ikterus obstruksi, terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi.

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor fungsional maupun

obstruktive, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin

terkonyugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat diekskresi ke dalam kemih,

sehingga menimbulkan bilirubinuria dan menjadikan kemih berwarna gelap. (1,5,6)

Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga feses-feses

terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti

kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali dalam serum,

AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam

darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh

hiperbilirubinemia terkonyugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan

hiperbilirubinemia tak terkonyugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda

atau tua sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. (1,5,6)

Kebanyakan dari obstruktive jaundice disebabkan oleh batu empedu.

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting

dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan

kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan

kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam

media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh

pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang

hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau

kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang

litogenik. (2,4)

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan (2,4):

1. Batu kolesterol (4,7,8)

Page 16: Referrat Dokter Bambang Part 3

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang

mengandung > 50% kolesterol).

No Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Empedu

1.Wanita (beresiko dua kali lebih besar dibanding laki-laki)

2.Usia lebih dari 40 tahun .

3.Kegemukan (obesitas).

4.Faktor keturunan

5.Aktivitas fisik

6.Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7.Hiperlipidemia

8.Diet tinggi lemak dan rendah serat

9.Pengosongan lambung yang memanjang

10.Nutrisi intravena jangka lama

11.Dismotilitas kandung empedu

12.Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

13.Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis

hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit

ileus (kekurangan garam empedu)

14.Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh

kulit putih, baru orang Afrika)

Page 17: Referrat Dokter Bambang Part 3

2. Batu pigmen(4,7,8)

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang

mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen

cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.

Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi

bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.

Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi

menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin

menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan

didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu

pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran

empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe

batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis

hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.

Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam

terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

3. Batu campuran (4,7,8)

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

Page 18: Referrat Dokter Bambang Part 3

2.3.5 Manifestasi Klinis(2,4,7)

Kulit berwarna kuning.

Air kemih berwarna gelap akibat hiperbilirubinemia.

Tinja tampak pucat karena bilirubin dalam usus menurun, tinja juga bisa

mengandung terlalu banyak lemak, karena dalam usus tidak terdapat empedu

untuk membantu mencerna lemak makanan.

Mudah mengalami perdarahan karena terjadi gangguan penyerapan bahan-

bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah.

Nyeri tulang dan patah tulang dikarenakan tulang keropos akibat kurangnya

penyerapan kalsium dan vitamin D karena kurangnya empedu dalam usus.

Gatal-gatal karena meningkatnya empedu dalam sirkulasi darah.

Nyeri perut kanan atas, hilangnya nafsu makan, muntah dan demam.

2.3.6 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (2,4,7)

Kolelitiasis

Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, Pasien biasanya datang dengan keluhan utama

berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau

hipokondrium kanan yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang

Page 19: Referrat Dokter Bambang Part 3

beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus

timbul tiba-tiba. Kadang pasien datang dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan

gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan

penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa

nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi cholecystitis, keluhan

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada pasien adalah:

- perjalanan penyakit akut/kronis

- riwayat keluarga

- nyeri atau tidak; ikterus tanpa nyeri biasanya disebabkan karena keganansan

- riwayat minum obat sebelumnya

- kelainan gastrointestinal, seperti nyeri epigastrium, mual, muntah

- demam, nafsu makan menurun; lebih cenderung ke hepatitis

- anemia atau tidak

Pemeriksaan fisik

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan

dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolesistitis

akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi / nyeri tekan dengan punktum maksimum

didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang

karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan

pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneus dan sklera

dan bisa teraba hepar.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang(4,8,9)

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan:

Page 20: Referrat Dokter Bambang Part 3

A. Darah rutin : anemia/tidak, lekositosis/tidak

– Urine : bilirubin ↑↑, urobilin (+)

– Tinja : pucat

B. Test Faal Hati

1. Bilirubin direct/terkonjugasi : meningkat

2. SGOT, SGPT : meningkat

Merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit.

Peningkatan dalam aktivitas enzim ini didalam darah sering menunjukkan

kerusakan pada sel-sel hati.

3. Alkali fosfatase : meningkat

Merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Enzim ini juga

dapat dihasilkan oleh tulang rawan. Pada obstruksi, aktivitas enzim ini dapat

meningkat karena produksinya yang meningkat.

4. Kadar kolesterol : meningkat

Fungsi dari cairan empedu diantaranya membantu pencernaan dan absorbsi lemak

sehingga pada obstruksi jaundice yang didapatkan stasis cairan empedu

menimbulkan kadar lemak yang tinggi dalam darah.

5. Gamma GT : meningkat

Merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Aktivitas enzim

ini meningkat pada obstruksi saluran empedu.

6. Protrombin time : meningkat

Merupakan salah satu fisiologi hemostasis yang juga diatur oleh hepar, dimana pada

obstruksi jaundice didapatkan penurunan fungsi sintesis hati termasuk faktor

pembekuan yang berpengaruh pada protrombin time.

Catatan :

Pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi atau tipe kolik bilier simpel

memiliki nilai laboratorium yang normal.

Kolelitiasis akut berhubungan dengan leukositosis PMN, serta bisa disertai

dengan peningkatan enzim hati .

Page 21: Referrat Dokter Bambang Part 3

Koledokolitiasis dengan obstruksi duktus biliar akut akan menyebabkan

peningkatan akut jumlah SGOT dan SGPT serta peningkatan alkali fosfatase

dan serum bilirubin tetap dalam beberapa hari.

2. Pemeriksaan radiologis(4,8,9,10)

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang

kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat

dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatika.(9,11)

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu

yang menebal karena fibrosis atau oedem yang diakibatkan oleh peradangan maupun

Page 22: Referrat Dokter Bambang Part 3

sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi

karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa

nyeri pada batu kandung empedu yang mengalami gangren lebih jelas daripada

dengan palpasi biasa. Kriteria batu kandung empedu pada USG yaitu dengan acoustic

shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu.(9,11)

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, kehamilan, obstruksi pilorus,

dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai

hati. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan

Page 23: Referrat Dokter Bambang Part 3

ultrasonografi Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi

kandung empedu.(8,9)

HIDA

Metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus

misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan

beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian

akan disekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma.

Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu, sementara

HIDA terisi ke dalam duodenum.(8,9)

Computed Tomografi (CT)

CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan

adanya batu empedu, Pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun

demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG.(8,9)

Percutaneus Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde

Cholangio-pancreatography (ERCP).

PTC dan ERCP merupakan metoda kolangiografi direk yang amat bermanfaat

untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti

koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat di gunakan untuk terapi

dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasif ini

melibatkan opasifikasi langsung pada saluran empedu dengan kanulasi endoskopi

ampulla vateri dan suntikan retograd zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari

endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran

empedu yang tersumbat sebagian(8,9,10)

2.3.8 Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk

menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila penyebabnya

adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara operasi cholecystectomy

atau choledochotomy secara laparotomi ataupun laparoskopi. Bila penyebabnya adalah

tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor

tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk mengalihkan aliran empedu tersebut.

Page 24: Referrat Dokter Bambang Part 3

Ada 2 macam tindakan drainase yaitu drainase ke luar tubuh (drainase eksterna) dan

drainase interna (pintasan bilio-digestif). (4,9)

Drainase eksterna dilakukan dengan mengalihkan aliran empedu ke luar tubuh

misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier atau pipa T pada duktus koledokus

atau kolesistostomi.

Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio-digestif antara

lain hepatiko-jejunostomi, koledoko-duodenostomi atau kolesisto-jejunostomi.

Drainase interna pertama kali dilaporkan oleh Pareiras et al dan Burchart pada

tahun 1978, dan presentase munculnya kembali ikterus obstruksi setelah

dilakukan drainase adalah 0 – 15 % tergantung dari tehnik operasi yang

digunakan.

Page 25: Referrat Dokter Bambang Part 3
Page 26: Referrat Dokter Bambang Part 3

Kolelitiasis

Obat Ursodeoxycholic Acid

Batu empedu simptomatik kadang dapat diatasi dengan asam Ursodeoxycholic

oral yang bekerja dengan menurunkan saturasi kolesterol empedu dan

menyebabkan dispersi kolesterol yang berasal dari batu, serta memperlambat

proses nukleasi kristal kolesterol. (8,9)

Kolesistostomi dan Drainase

Merupakan suatu metode dekompresi dengan kolesistektomi dan drainase

kandung empedu yang mengalami distensi, inflamasi, hidropic, dan purulen.

Menggunakan ultrasound sebagai penuntun drainase perkutan dengan

menggunakan kateter pigtail. Kateter dimasukkan melalui guidewire yang telah

memasuki dinding abdomen, kemudian ke liver, dan memasuki kandung empedu.

Dengan melewatkan kateter melalui hepar ke kandung empedu, resiko kebocoran

menjadi minimal. Kateter dapat dilepas apabila proses inflamasi telah teratasi dan

kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat diangkat kemudian jika

diindikasikan dan keadaan memungkinkan, biasanya dillakukan dengan

laparoskopi. (8,9)

Kolesistektomi terbuka

Operasi ini untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi

yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi

pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang

dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. (8,9)

Kolesistektomi laparoskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang

ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu

empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian

dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi

komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui trochar dan

gas CO2 yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. (8,9,12)

Page 27: Referrat Dokter Bambang Part 3

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun belakang ini, analisis biaya-manfaat

pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang

telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. (9,13)

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu

melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter

dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah

ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.

Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami

Page 28: Referrat Dokter Bambang Part 3

komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.

ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang

lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat. (9,11)

Koledokotomi

Indikasi membuka ductus choledochus adalah jelas bila ada kolangitis, teraba batu

atau ada batu pada foto. Indikasi relatif adalah bila ikterus dengan pelebaran

ductus choledochus. Indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu

pembedahan dan didapatkan atresia bilier. Pada umumnya memang saluran

empedu intra dan ekstrahepatik melebar pada batu koledokus. Dalam hal ini perlu

dilakukan kolangiografi misalnya “Endoscopic Retrograde Cholangio

Pancreatography” (ERCP) untuk konfirmasi ada tidaknya obstruksi di saluran

empedu. Kadang-kadang sesudah operasi koledokotomi, pasien masih ikterus dan

masih ada kolik yang disebabkan oleh adanya batu yang tertinggal di duktus

koledokus. Hal ini diketahui pada saat pasien belum pulang dari Rumah Sakit

bahkan kadang-kadang pasien masih di unit perawatan intensif atau di “recovery

room” beberapa saat sesudah operasi. Tentunya kurang dapat diterima bilamana

pasien dianjurkan untuk di laparotomi lagi untuk mengeluarkan batu yang

tertinggal. Dalam hal ini tindakan pengeluaran batu saluran empedu per

endoskopi dapat mengatasi masalah tersebut. Pada pasien dengan batu koledokus

yang disertai batu kandung empedu bila kandung empedu masih baik dan batu

kandung empedunya asimtomatik maka kandung empedu dibiarkan saja

sedangkan batu koledokus dikeluarkan dengan cara endoskopi. Bila kadung

empedu menunjukkan tanda-tanda kolesistitis kronik, dilakukan pengeluaran batu

Page 29: Referrat Dokter Bambang Part 3

koledokus per endoskopi disusul dengan kolesistektomi pada kesempatan

berikutnya melalui laparoskopi. (8,9,11)

Koledokoduodenostomi/Koledokojejunostomi

Tindakan ini dilakukan bila ada striktur ataupun tumor di ductus choledochus

distal atau di papilla Vater yang terlalu panjang untuk dilakukan sfingterotomi. (8,9)

Tumor Pankreas

Pancreatiko-duodenektomi (Whipple)

Dilakukan pada Tumor Caput Pancreas, dikeluarkan tumor secara radikal en bloc,

yaitu caput pancreas, corpus, duodenum, pylorus dan bagian distal lambung

dimana syaratnya belum terjadi proses metastase dan ukurannya relatif kecil. (8,9,10)

2.3.9 Komplikasi

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada

dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat

menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara

menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel

dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh

organ perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.

Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat

sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat

sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi

perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. (2,4,8,9)

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktive, kolangitis

Page 30: Referrat Dokter Bambang Part 3

(demam, ikterik dan nyeri perut kanan), dan pankreatitis. Batu kandung empedu dapat

lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu

empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum

terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. (2,4,8,9)

Kolesistitis akut (Sebagian besar (90-95%)) kasus kolesistitis akut disertai

kolelithiasis dan keadaan timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan

peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan 3 faktor(2,4):

o Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan

distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu.

o Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.

o Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan

kolesistitis akut.

Pada suatu keadaan yang kronis dari obstruksi bilier ataupun kolangitis dapat

menyebabkan terjadinya sirosis bilier, yakni terjadinya pembentukan jaringan parut

dalam hati di sekitar saluran empedu. Sirosis bilier merupakan satu dari tiga tipe sirosis

hepatis lainnya yakni sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional, jaringan parut secara

khas mengelilingi daerah portal) dan sirosis pasca nekrotik (terdapat pita jaringan parut

yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya). Hati

yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah

tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi

bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain,

kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja

dengan baik. Sirosis hepatis juga menyebabkan cairan yang kaya protein menumpuk di

rongga peritoneal dan menimbulkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perkusi akan

adanya shifting dullness. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan

fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem

gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam

pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis

sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat

pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus

gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang

Page 31: Referrat Dokter Bambang Part 3

sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Keadaan sirosis hepatis ini

juga akan mempengaruhi hepar dalam hal metabolisme amonia. Sehingga pada keadaan

yang lebih lanjut dapat menimbulkan ensefalopati hepatikum.(1,5,14)

BAB III

PENUTUP

Page 32: Referrat Dokter Bambang Part 3

3.1 Kesimpulan

1. Ikterus obstruktive merupakan hambatan dalam pengaliran cairan empedu dari sel

hati yang menuju duodenum, sehingga bilirubin terkonjugasi menumpuk di dalam

aliran darah.

2. Ikterus obstruktive disebabkan karena sumbatan/hambatan dalam pengaliran

cairan empedu intra maupun ekstra hepatik yang sebagian besar disebabkan oleh

batu empedu jenis kolesterol.

3. Manifestasi klinis yang muncul berupa kulit yang berwarna kuning, air kemih

berwarna gelap, tinja tampak pucat, gatal-gatal karena meningkatnya empedu

dalam sirkulasi darah, dan nyeri perut kanan atas.

4. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Didapatkan peningkatan bilirubin terkonjugasi, SGOT, SGPT, kadar kolesterol,

Gamma GT, Protrombin time, dan alkali fosfatase.

5. Penatalaksanaan yang dilakukan dapat berupa pembedahan yakni

cholecystectomy laparotomi dengan explorasi choledokotomi, cholecystectomy

laparoskopi, maupun melalui pintasan bilio digestive dan drainase eksterna.

6. Komplikasi ikterus obstructive dalam jangka panjang akan menimbulkan sirosis

bilier yang membuat kerja hepar menurun sehingga dapat mengakibatkan

ensefalopati hepatikum.

3.2 Saran

Dibutuhkan pemahaman yang lebih dan teliti untuk menemukan penyebab dari

jaundice mengingat banyaknya diagnosa banding yang muncul baik pre hepatic, intra

hepatic, maupun post hepatic.

DAFTAR PUSTAKA

Page 33: Referrat Dokter Bambang Part 3

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

3. McFadden Jr. ER. In : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, (Eds.). 2001. Harrison’s. Principles of Internal Medicine. Volume 2. 15Th Edition. USA: McGraw-Hill. p.1456-1462.

4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

5. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2008.EGC: Jakarta.6. Ilmu Bedah.Ikterus Obstuktif.Universitas Gadjah Mada.2011. (online, diakses 1

Agustus 2011)http://ilmubedah.info/ikterus-obstruktif-patofisiologi-etiologi-letak-

obstruksi-20110216.html.

7. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.(online, diakses 1 Agustus 2011).

8. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestive-system/DG99999.htm. (online, diakses tanggal 2 Agustus 2011).

9. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/InDepth/?chunkiid=103348.htm. (online, diakses 2 Agustus 2011).

10. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. (online, diakses 3 Agustus 2011).

11. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. (online, diakses 3 Agustus 2011).

12. Webmaster.2008. Available From: http://www.thebestlinks.com/Cholecystectomy.html (online, diakses 1 Agustus 2011)

13. Webmaster.2008. Available From: http://www.mcl.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/hepatobil_testing/10 imaging.html (online, diakses 1 Agustus 2011).

14. Maryani,Sri.Sirosis Hepatis.2003.Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.