Referat Tumor Otak Pada Anak
-
Upload
jesse-estrada -
Category
Documents
-
view
56 -
download
10
description
Transcript of Referat Tumor Otak Pada Anak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau
proses desak ruang (space occupying lession atau space taking lession)
yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supratentorial maupun infratentorial.1
Tumor otak merupakan keganasan, yang sering dijumpai sesudah
leukemia dan limfoma pada anak berumur dibawah 15 tahun. Tjahjadi
dkk. Melaporkan bahwa di antara 311 kasus tumor ganas pada anak
berusia dibawah 15 tahun ternyata 57 kasus (18,3%) adalah tumor ganas
saraf, sedangkan Gatot kasus keganasan pada anak. Angka kejadian tumor
otak adalah 23,9 kasus per 1 juta populasi per tahun, dibagian ilmu
kesehatan anak, fakulas kedokteran Universitas Indonesia, jakarta sekitar
20 pasien per tahun , dan termuda berusia 5 bulan hanya 1 orang pasien.
Tumor otak jarang terjadi pada anak dibawah 1 tahun. Puncak kejadian
adalah pada umur antara 3 – 5 tahun.2,3
Tumor otak mempunyai sifat yang berlainan dibandingkan tumor
ditempat lain. Walaupun secara histologis jinak, mungkin akan bersifat
ganas karena letaknya berdekatan atau disekitar struktur vital dan dalam
rongga tertutup yang sukar dicapai. Lokasi tumor otak pada anak berbeda
dari orang dewasa, pada anak 60% atau lebih terdapat dibawah tentorium
dan kebanyakan didaerah serebelum, sedang pada orang dewasa hanya 25-
30% saja.1
Umumnya pasien datang dalam keadaan lanjut. Hal ini disebabkan
karena keluhan anak dianggap sebagai gejala penyakit biasa, kurangnya
kesadaran orang tua untuk membawa anaknya berobat dan kurangnya
pengenalan prosedur diagnostik tumor. Lagipula bayi dan anak kecil tidak
dapat mengemukakan keluhannya secara verbal, sedang tanda dini tumor
kadang-kadang samar dan tidak dikenali oleh orang tuanya. Dengan
1
adanya beberapa alat bantu diagnostik seperti elektroensefalografi, foto
rontgen kepala baik polos maupun dengan bahan kontras dan alat canggih
seperti CT– scan, MRI diagnosis dan tata laksana tumor otak dapat
dilakukan lebih cepat dan tepat.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak4
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak
di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak),
yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada
orang dewasa. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh
kurang lebih 100 triliun neuron. Masing-masing neuron mempunyai 1000
sampai 10.000 korteks sinaps dengan sel saraf lainnya, sehingga mungkin
jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat mencapai 100 triliun.
Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari
permukaan luar adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput
otak) dan likuor serebrospinal. Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
3
Gambar 2.1 Penampang Otak4
Duramater (meningens kranial terluar), arakhnoid (lapisan tengah antara
duramater dan piamater), dan piamater (lapisan selaput otak yang paling
dalam). Di tempat-tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat
rongga cranium dan membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium
merupakan sekat yang membagi rongga cranium menjadi supratentorial
dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior hemisfer serebri
dari serebelum.
Korteks serebrum mempunyai pola yang ditandai dengan celah-
celah yang disebut sulkus dan birai-birai yang dikenal dengan nama girus.
Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat dibagi menjadi beberapa
lobus ;
1) Lobus frontalis di fosa anterior: pusat fungsi perilaku, pengambilan
keputusan, dan control emosi
2) Lobus temporalis di fosa media: pusat pendengaran, keseimbangan
emosi dan memori
3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium: pusat penglihatan
dan asosiasi
4) Lobus parietalis di antara ketiganya: pusat evaluasi sensorik umum
dan rasa kecap.
4
Gambar 2.2 Lapisan Meningens4
2.2 Definisi Tumor Otak
Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) sepert: kanker paru, payudara, prostat, ginjal
dan lain-lain disebut tumor otak sekunder.5
2.3 Epidemiologi5,6
Tumor primer adalah tumor yang timbul dari jaringan otak,
meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor metastasis SSP yang
melalui peredaran darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru,
prostat, ginjal, tiroid atau traktus digestivus, sedangkan secara
perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak melalui foramina basis kranii
yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis
ke medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor
serebrospinalis. Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah
4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sedangkan sekunder (20 %). Tumor
primer kira-kira 50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma
dan 7 % neurinoma. Pada orang dewasa 60 % terletak di supratentorial,
sedangkan pada anak-anak 70 % terletak di infratentorial. Tumor yang
paling banyak ditemukan pada anak adalah tumor serebellum yaitu
meduloblastoma dan astrositoma. Statistik primer adalah 10 % dari semua
proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000 orang
penduduk.
5
2.4 Etiologi Tumor Otak5,6,7
Penyebab tumor otak masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penelitian yang dilakukan. Faktor-faktor penyebab
tumor otak, sebagai berikut:
1. Herediter
Faktor keturunan memainkan peran yang kecil dalam penyebab tumor
otak. Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga
yang menderita tumor otak. Pada meningioma, astrositoma dan
neurofibroma juga dapat dijumpai pada anggota keluarga. Sklerosis
tuberose atau penyakit Sturge-Weber juga dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru yang mempengaruhi menjadi penderita
glioma.
2. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Sisa-sisa embrional berkembang menjadi sel-sel yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi sebagian
dari sisa embrional tertinggal dalam tubuh kemudian menjadi ganas
dan merusak sel di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat
terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Sel-sel pada sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, walaupun belum ada bukti bahwa
radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
4. Virus
Banyak penelitian inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam
proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada
sistem saraf pusat.
6
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
2.5 Klasifikasi Tumor Otak
Klasifikasi tumor primer dan sekunder berdasarkan patologi
anatomi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Klasifikasi sitogenetik dari Bailey dan Cushing masih merupakan
metode yang berguna untuk mengatasi masalah beraneka ragamnya sel
yang menyusun susunan saraf pusat.6
Terbentuknya tumor didasarkan atas anggapan bahwa mingrasi dan
diferensiasi lapisan sel primitive tabung saraf berubah menjadi meduloblas
yang kemudian berdiferensiasi menjadi 2 bagian, yaitu golongan neuron
menjadi neuroblasdan neuron, dan golongan glia menjadi spongioblas
menjadi astrosit dan oligodendrosit. Lapisan sel tabung saraf dapat juga
menjadi sel ependimal. Tiap-tiap sel ini dapat berubah menjadi neoplastik
sehingga meduloblas menjadi meduloblastoma, neuroblas menjadi
neuroblastoma dan glanglioneuroma, dan sel ependimal menjadi
ependioma. Tumor yang berasal dari sel glia dinamakan glioma.5
7
Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Otak Primer dan Sekunder
Gambar 2.3 Histogenesis dari tumor neuroektodermal6
Modifikasi klasifikasi Russel dan Rubinstein berdasarkan letak
tumor otak yang sering ditemukan pada anak adalah:6
I. Tumor fosa posterior1. Meduloblastoma2. Astrositoma3. Ependimoma4. Glioma batang oatak5. Hemangioblastoma
II. Tumor fosa media1. Kraniofaringioma2. Kista intraselar3. Glioma optic dan hipotalamik
III. Tumor daerah hemisfer1. Golongan yang berasal dari glia
- Astrositoma- Glioblastoma multiforme- Oligodendroglioma- Ependimoma- Papiloma pleksus koroid
2. Tumor daerah pineal- Pinealoblastoma- Pinealositoma- Germinoma
3. Angioma4. Meningioma
8
- Meningioma jinak- Sarkoma selaput otak-
1. Tumor Epithelial
A. Tumor Glial
1. Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor SSP otak primer dengan
kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari seluruh tumor
otak.Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan bagian
dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan astrosit karena
bentuknya yang menyerupai bintang.5,6
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan
sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah
bukanlah merupakan keluhan yang tersering, namun 72%
astrositoma serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11%
diantaranya cenderung melibatkan nyeri sebelah saja (75%
darinya ipsilateral terhadap tumor). Muntah dijumpai pada kira-
kira 31% kasus. Gejala awal yang sering adalah kejang (40-75%),
baik kejang umum maupun fokal. Kejang ini merupakan akibat
insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik yang
berlebihan, 19% penderita menunjukkan gejala paresis atau
paralisis, 55% paresis fasial dan 41% paresis tungkai.1,5
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma
adalah memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang
atipik. Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu
revolusi dalam mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100%
pada low grade astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan
sedikit atau bahkan tidak terdapat massa tumor1
9
Gradasi Astrositoma :6,7
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor tumbuh lambat dan sering berkista, sering dijumpai
pada anak-anak dan dewasa muda.Tumor ini merupakan tumor
glial yang tersering pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian
serebral dan 85% mengenai serebellum. Lokasi paling sering pada:
nervus optikus, kiasma optikum, hipotalamus, ganglia basalis,
hemisfer serebri, serebellum, dan batang otak. Gambaran
histologinya: berupa sel-sel bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-
10
2.5 Gambaran CT-Scan Low Grade Astrocytoma11
2.4 Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma1
sel multipolar yang tampak kehilangan teksturnya dengan mikro
kista dan granular bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor adalah tumbuhnya lambat dan
menginfiltrasi struktur otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak
astrositik adalah jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang usia
dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas. Lokasi tumor
ini bisa di mana saja, namun paling sering di daerah serebelum.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang
berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat
varian histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV
(Glioblastoma Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara
sporadik tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor
lingkungan. Keduanya dapat menjadi faktor penyulit pada
beberapa kelainan genetic seperti neurofibromatosis tipe 1 dan 2,
syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome Turcot. Gambaran
mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas,
nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan
dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma
multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik,
seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan seringkali terlihat sel
tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas
mitosis yang tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnosa
pasti dan perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta
memperpanjang harapan hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan
bagi tumor-tumor ini, dimana banyak peneliti yang mengemukakan
11
adanya harapan hidup yang lebih panjang pada penderita-penderita tumor
yang pascabedahnya diberikan radiasi .
a. Tumor Oligodendroglioma
2. Oligodendroglioma7
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden
antara dekade ke empat dan keenam.. Pada laki-laki sedikit lebih dominan
dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika
lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik)
yang dapat menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan,
hilangnya rasa dan langkah yang goyah.Tumor oligodendroglioma juga
sering berkalsifikasi.
3. Tumor Ependimoma5,6
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan frekuensinya 5% dari seluruh glioma.
Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya tumor tampak padat
dengan batas yang tegas dan berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis
12
Gambaran 2.6 MRI T1 – Axial.Preoperatif dan postoperative11
spinalis. Tumor dapat meluas hingga sudut serebro pontin melalui foramen
Luscka, sisterna magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai
batang otak jika sudah melalui foramen magnum. Secara histologis tampak
sel kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk
barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah, dan
nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi hari,
diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.8,9
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak kontras
mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien dapat mengalami
hidrosefalus. Tumor jenis ini dapat menutupi saluran cairan
serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar,
jaringan otak tipis).11
B. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial6
13
Gambaran 2.7 Penumpukan zat Kontras pada Tumor di Ventrikel Lateral – Ependimoma11
a. Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor
ini jarang terjadi.
C. Tumor Non-Glial6,7,8
1. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial (PNET)
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi
yang divergen dengan derajat yang bervariasi yang berasal dari
matriks germinal dari primitive neural tube.
2. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan
ependimal tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua
kelompok usia termasuk bayi. 35-45% usia < 20 tahun dan
kasus tertua 74 tahun. Rasio pria dan wanita seimbang. Gejala
tumor pleksus khoroid biasanya hanya berupa tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai gejala
neurologis fokal. Tumor intraventikel IV kadang juga
menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia. Secara
makroskopis, permukaan tumor plexus khoroideus berwarna
kuning kecoklatan, dengan struktur yang tampak seperti brokoli
dengan batas tegas pada ventrikel, dan disertai adanya
kalsifikasi. Penanganan tumor berupa operasi pengangkatan
tumor.
14
3. Meduloblastoma13,14
Tumor ini sering terjadi pada anak dan merupakan
tumor primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak
30%. Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada anak usia
kurang 15 tahun. Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari
tumor ini diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor
ini sebagian besar berasal dari vermis serebelar (75%) yang
meluas hingga ventrikel IV dan dapat mengisi seluruh
ventrikel, sekitar 25% terjadi pada bagian lateral serebelum.
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus,
dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI. Selain itu, dapat
terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria.
Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi, irritable,
dan dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella
anterior yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum
operasi adalah 4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif
memburuk setelah onset. Penanganan tumor ini dapat berupa
operasi yang dikombinasikan dengan radiasi.Tindakan operasi
pengangkatan diharapkan minimal dilakukan sampai sumbatan
15
2.7 Gambar MRI T1 – Sagital. Postkontras.Tumor Plexus Khoroideus.12
saluran likuor dapat lancar kembali. Radioterapi secara
bermakna dapat meningkatkan five years survival penderita.
2. TUMOR MENINGEAL
2. Tumor Meningeal13,14,15
a. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak
(meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung
kepada lokasi pertumbuhannya. Para ahli belum memastikan
penyebab meningioma, beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar
menyatakan bahwa kromoson yang abnormal yang meyebabkan
16
Gambar 2.9 Histopatologik Sel Rosette – pseudorosette pada pasien dengan Meduloblastoma1
2.8.Gambaran MRI Meduloblastoma di
Cerebellum12
timbulnya meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningioma
berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis
2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya
tidak begitu menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang,
gangguan penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan.
Pada penderita lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan
kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit
Alzheimer.
Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap
lokasi tumor :
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis
fokal, perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan
lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman,
masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa,
dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan
menelan, gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah
visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala,
pusing
Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan
terpilih untuk tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak
17
berhasil diangkat seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat
secara umum meningioma merupakan tumor yang relatif radioresisten.
Pada umumnya prognosis meningioma adalah baik, karena
pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan
yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun
adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi
keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada
penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma
akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
b. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan
terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma, peranan
angiografi dan embolisasi juga diharapkan akan meningatkan
efektifitas dan keamanann dari reseksi yang dilakukan.
3. Tumor Sella6,7,14
a. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan
tumor epithelial jinak region sellar.Secara embriologi, tumor ini
berasal dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal.
18
Gambar 2.10 CT-Scan venogram – potongan
koronal Meningioma di Sinus Sagitalis Superior12
1. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan, merupakan jenis tumor
ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma. Beberapa literatur
menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor primer
intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000
individu dengan perbandingan kejadian pada pria dan wanita yang
tidak berbeda.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa
hiposfisis atau sela tursika dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ
ini terdiri dari dua bagian yang berasal dari sel embrional yang
berbeda, yaitu adenohipofisis yang merupakan lobus anterior kelenjar
hipofisis, yang berasal dari kantung Rathke; lobus posteriornya,
neurohipofisis yang berasal dari hipothalamus ventral.
Tanda dan gejala klinis penderita adenoma hipofise diakibatkan
oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone
hipofise. Keluhan gangguan penglihatan perlahan dannyeri kepala
pada 20% penderita. Penanganan adenoma pituitari mempunyai
tujuan: (1) dekompresi struktur saraf khususnya traktus penglihatan
dan (2) restorasi sekresi hormonal yang normal.
19
Gambar 2.11 MRI T1 – Postkontras Potongan Koronal (A) dan Sagital (B) Tumor Kistik Selar dan Supraselar Kraniofaringioma.12
2.6 Derajat Keganasan Tumor Otak16
Keganasan tumor otak memberikan implikasi pada prognosisnya
didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang
berkaitan dengan sifat biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik
didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis
neoplasma, dikelompokan atas kategori-kategori:
1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis
menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak
organ-organ sekitarnya. Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologisnya
menunjukkan struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa
mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang
jelas parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi
yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative
atau ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta
cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan
total. Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya selularitas,
pleomorfisme walaupun susunan sel dan jaringannya masih baik,
diferensiasi sel kurang begitu jelas , disporporsi rasio nukleus terhadap
sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat
dengan mitosis yang banyak, area nekrosis, pertumbuhan patologis dan
neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal
(pintas arteri-vena).
2.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional
akan memberikan gejala dan tanda gangguan neurologis yang
20
berhubungan dengan gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut
traktus pada tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti
gejala-gejala: kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin, dan
sebagainya. Gejala klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan
kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum gejala klinis pada
kebanyakan kasus tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian
tekanan intrakranial; namun sebaliknya bila gejala neurologis bersifat
progresif walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial, perlu dicurigai adanya tumor otak.1
1. Tekanan Tinggi Intrakranial15,17,18
Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial
adalah: nyeri kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan
nyeri kepala disini cenderung bersifat intermittent, tumpul, berdenyut,
nyeri dirasa berlokasi di sekitar daerah frontal atau oksipital dan tidak
begitu hebat terutama di pagi hari karena selama tidur malam PCO2
serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan CBF
(Cerebral Blood Flow) dan dengan demikian mempertinggi tekanan
intrakranial. Peningkatan tekanan seperti karena batuk, mengejan atau
berbangkis memperberat nyeri kepala. Penderita sering kali disertai
muntah yang menyemprot (proyektil) dan tidak didahului oleh mual.
Hal ini terjadi oleh karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih
tinggi selama tidur malam, akibat PCO2 serebral meningkat.
Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor
serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar
kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan
pada anak-anak yang lebih besar di mana suturanya relative sudah
merapat, biasanya gejala papiledema terjadi lebih menonjol.
Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi
atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara
langsung. Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas,
21
dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di
sekitarnya.
Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:
1. Karena adanya obstruksi pada sistem ventrikel sehingga
menghalangi liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas
tengkorak terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran
darah yang kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan,
seperti pada papiloma plexus.
2. Kejang8
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah
supratentorial dapat berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang
fokal. Kejang dapat merupakan gejala awal yang tunggal dari
neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk beberapa lama sampai
gejala lainnya timbul.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
- Mengalami post iktal paralisis
- Mengalami status epilepsy
- Resisten terhadap obat-obat epilepsy
- Bangkitan disertai dengan gejala TIK lain
- Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50%
pasien dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan
25% pada glioblastoma.
-
3. Perdarahan Intrakranial5
22
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali
dengan perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau
intraserebral.
4. Gejala Disfungsi Umum1,5
Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari
gangguan fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan
koma. Penyebab umum dari disfungsi serebral ini adalah tekanan
intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak akibat gumpalan
tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder
yang terjadi.
5. Gejala Neurologis Fokal5
Perubahan tingkah laku atau gangguan mental biasanya
menyertai tumor-tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan
hipotalamus, sehingga sering kali penderiita-penderita tersebut diduga
sebagai penyakit nonorganik atau fungsionil.
a. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang
berada di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah
supraselar, nervus optikus dan hipotalamus dapat mengganggu
akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan
tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya
tekanan intrakranial yang meninggi kerap disertai dengan
kelumpuhan saraf abdusens.
b. Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior;
sedangkan tumor-tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang
sekali) menyebabkan gejala patognomonik berupa nistagmus
‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan mata diskonjugat, ventrikal
dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya saling
berlawanan.
23
c. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan
refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula interna atau korteks
yang terkait.
d. Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa posterior yang
terletak di garis tengah. Gangguan endokrin menunjukkan adanya
kelainan pada hipotalamus-hipofise.
e. Hati-hati bila terdapat tanda-tanda perburukan dari status
neurologi yang tiba-tiba, berupa: penurunan kesadaran, dilatasi
pupil unilateral, trias Cushing (peningkatan tekanan darah,
bradikardi dan pernapasan ireguler).
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak5,18,19
MRI dan CT dapat mendeteksi tumor serebri dengan baik, tetapi
MRI mempunyai kelebihan. MRI sangat mengevaluasi glioma dan
meduloblastoma di fosa posterior serta tumoe sela, yang sulit dideteksi
dengan CT. Edema peritumor dapat terlihat dengan baik terutama pada
gambaran T2, yang sering tidak atau belum terlihat pada CT.
Pemeriksaan konvensional seperti: foto polos kepala, EEG,
ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic yang invasive
seperti: angiografi serebral, pneumoensefalografi sudah jarang diterapkan,
kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan Kendala fasilitas
pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai pembantu
perencanaan teknik pembedahan otak.
2.9 Diagnosis Tumor Otak5
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor
otak adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya,
lokasinya, batasnya, hubungannya dengan sistem ventrikel, dan
hubungannya dengan struktur vital otak misalnya; sirrkulus willisi dan
24
hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan periksaan radiologis canggih yang
invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup CT-
Scan dan MRI bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-
batas tumor. Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral yang dapat
memberikan gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya
dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.
-Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita
tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik
yang teliti. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang
dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang
telah diuraikan di atas. Misalnya; ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan
kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin
ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan
pandang.
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan
yang spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
Foto rontgen kepala
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Ultrasonografi kepala
Computed Tomography Scan (CT Scan)
Arteriografi
Mielografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk
mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada
basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak
sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau
25
invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
Tanda proses desak ruang:
Pendorongan struktur garis tengah otak
Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
Hipodens
Hiperdens atau kombinasi
Kalsifikasi, perdarahan
Edema perifokal
2.10 Penanganan Tumor Otak5,19,21
Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada
penderita tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
Kondisi umum penderita
Tersedianya alat yang lengkap
Pengertian penderita dan keluarga
Luasnya metastasis
Tatalaksana tumor otak dapat berupa tindakan operatif dan atau
radioterapi dan kemoterapi. Beberapa tumor dapat diobati dengan operasi
yaitu astrositoma serebelum, kraniofaringioma dan meningioma.
Adapun penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-
tindakan:
Tindakan operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak
tidak dapat diberikan secara terus-menerus. Indikasi reseksi tumor
adalah bila tumor terdapat pada daerah serebelum, lobus frontal dan
temporal yang tidak dominan dan korteks lobus prefrontal/ temporal
26
anterior, sedangkan kontraindikasi adalah bila tumor terdapat pada
daerah korteks motor, korteks sensori, pusat penglihatan, pusat bicara,
hipotalamus dan batang otak
Terapi konservatif
o Radioterapi
Tujuan radioterapi adalah untuk mematikan sel secara selektif.
Radioterapi dapat merupakan pengobatan tambahan dari reseksi
subtotal atau sebagai pengobatan definitif sesudah biopsi atau
biopsi jarum, atau bila diagnosis ditegakkan hanya atas dasar
gambaran klinis. Untuk tumor yang terbatas metastasisnya seperti
glioma dan astrositoma supratentorial derajat rendah. Tindakan ini
untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan
sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi lainnya seperti:
proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi
radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.
o Kemoterapi
Kemoterapi pada tumor otak tidak dapat bersifat kuratif, tujuan
utama dari kemoterapi adalah untuk menghambat pertumbuhan
tumor dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien
selama mungkin. Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas
otak masih belum mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna
sekali. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi
27
ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV)
glioblastoma dan astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada
beberapa obat kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini
beredar di kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-
Fluorourasil), PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous
Urea (PCNU, BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX
(metotrksat), DAG (dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi
kemoterapi pada susunan saraf di samping didasarkan oleh
farmakologi sendiri juga perlu dipertimbangkan aspek
farmakokinetiknya (transportasi obat mencapai target) mengingat
adanya sawar darah otak. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan
melalui intra-arterial (infuse, perfusi), melalui
intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna, via
pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Menurunkan tekanan intrakranial
1. Pengurangan volumen jaringan orak. Pada edema sitotoksk,
dapat diberikan manitol 20% dengan dosis 0,25-1 g/kgBB melalui
infus intavena selama 10-30 menit setiap 8 jam.
2. Pada edema vasogenik karena masa dapat diberikan
kortikosteroid untuk mengurangi edema dan memperbaiki
integritas membran dalam mempertahankan permeabilitasnya,
dapat diberikan deksametason dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB tiap
6 jam. Pada peningkatan tekanan intrakranial fase lanjut edema
sitotoksik dan edema vasogenik dapat terjadi secara bersamaan.
3. Natrium hipertonik elektif untuk menurunkan peningkatan
tekanan intrakranial dengan berfungsi mempertahankan tekanan
osmolar parenkim otak. Digunakan pada pasien dengan keadaan
hipotensi dan hipoperfusi. NaCl 3% diberikan dengan dosis 0,1-1
mg/kg/jam secara infus intravena. Efek samping pemberian cairan
ini dapat menyebabkan peningkatan intrakranial kembali,
mielinolisis sentral pontin atau perdarahan subarakhnoid.
28
o Mempertahankan fungsi metabolik otak
1. Tekana arterial 02 dipertahankan 90-120 mmHg
2. Mempertahankan kadar glukosa darah
3. Menurunkan suhu tubuh sampai hipotermi sedang (32-33oC)
untuk mengurangi kebutuhan oksigen
o Menghindari keadaan peningkatan tekanan intrakranial
1. Elevasi kepala 15-30 derajat dan dalam posisi netral
2. Meminimalkan tindakan seperti penghisapan lendir,
pengambilan sampel darah, dll. Jika pasien gelisah/agitasi dapat
diberikan sedasi, karena agitasi akan meningkatkan tekanan
intrakranialk.
3. Restriksi cairan menjadi 80% dari kebutuhan rumat dengan tetap
memperhatikan keseimbangan hemodinamik.
2.11 Prognosis Tumor Otak
Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di
Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%.5 Prognosis
sering ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan diagnosis selain itu
tergantung pada tipe, derajat tumor, lokasi tumor metastasis atau tidak,
umur pasien, keadaan umum pasien, seberapa banyak tumor
mempengaruhi aktivitas pasien.
29
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tumor otak merupakan keganasan, yang sering dijumpai sesudah leukimia
dan limfoma pada anak berumur dibawah 15 tahun dan termasuk penyakit yang
sulit terdiagnosa secara dini. Secara klinis sukar membedakan antara tumor otak
yang benigna atau yang maligna, karena gejala yang timbul ditentukan pula oleh
lokasi tumor, kecepatan tumbuhnya, kecepatan terjadi tekanan tinggi intrakranial
dan efek masa tumor ke jaringan otak.
Penderita tumor otak bila didapat adanya gangguan cerebral umum yang
bersifat progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala
sindrom otak yang spesifik, pemeriksaan radiologi berperan penting dalam
diagnosa tumor otak, sedangkan diagnosa pasti tumor otak benigna atau maligna
dengan pemeriksaan patologi-anatomi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi
klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
2. Tjahjadi G, Soestrisno E, Soemarto P. Segi patologi tumor ganas saraf
pada anak. Simposium tumor ganas pada anak, Jakarta 1984
3. Gatot D. Muslichan M, Abdulsalam M, Ginting B, Wahidiyat I. A review
of pediatric cancer patients in Jakarta, Indonesia (Abstr). SIOP XVI
Congress, Barcelona, 1984.
4. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.
5. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah
Mada University Press; 1999. hal: 201 – 7.
6. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2
7. MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online). Diunduh
dari: URL :http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
8. Backus RE, Millichap JG. The seizure as a manifestation of intracranial
tumor in childhood. Pediatrics 1962; 29: 978-87.
9. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle,
Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.
10. Esccaurolle R.Manual of basic neuropatology. 2nd.ed. Philadelphia:WB
Sounders, 1978: 36-41
11. Davis RL et al. Some limitation of computed tomography, in the diagnosis
of the neurologic disease. Am J Roentgenol 1978(127):111-123
12. Weisberg MD et al. Cerebral computed tomography, a text atlas.
Philadelphia:WB Sounders, 1984
13. Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com.
14. Adam RD, Victor M. Principles of neurology.4th. ed. New York: McGraw
Hill, 1989:516-526
15. Ausman. Intra cranial neoplasma in AB Berker (ed.) Clinical neurology.
Philadelphia: Harper & Row, 1987:57-66
16. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM 1991 (324):1471-1472
31
17. Clar HE et al. Classification otot-otot tumor in the sellar using CT and
Enchenphatomography. Neuro chir 1979 (22):153-157
18. Youmans JR. Neurological surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990,
2967-2981
19. Guthrie BL. Neoplasm of the meningens, in Youmans JR (ed)
Neurological Surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990: 3250-3303
20. Ramsey RG.Neuroradiology with computed tomography.
Philadelphia:WB Sounders, 1981
21. Rowland LP. Merrits textbook of neurology.7th. ed. Philadelphia:Lea &
Febiger, 1984:217-241
32