Referat Traumatologi Forensik (1)
-
Upload
sahid-zein-tuharea -
Category
Documents
-
view
135 -
download
30
description
Transcript of Referat Traumatologi Forensik (1)
BAGIAN FORENSIK REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TRAUMATOLOGI FORENSIK
OLEH:
TAUFIQ HIDAYAT
10542017210
SAHID P. ZEIN TUHAERA
10542022110
PEMBIMBING:
dr. Eko Yuninto, Sp.F
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2016
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Taufiq Hidayat / Sahid P. Zein Tuharea
Stambuk :10542 0172 10 / 10542 0221 10
Judul Lapsus : Traumatologi Forensik
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, Mei 2016
Pembimbing/Supervisor
dr. Eko Yuninto, Sp.F
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Traumatologi Forensik”
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Forensik.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penyusun mengalami kesulitan
dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran dan kritik dari berbagai pihak akhirnya
referat ini dapat terselesaikan.
Secara khusus penyusun sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam kepada
dr. Eko Yuninto, Sp.F selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama penyusunan tugas ini
hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT.Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan yang serupa dimasa yang
akan datang. Kami berharap sekiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.
Makassar, Mei 2016
Hormat Kami
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan
perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di
muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah
satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun
korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London
dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja.
Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya,
terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda –
benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat
berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami
luka yang serius.
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat
tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40%
kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub, 50%
pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien
tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%)
bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan
manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui. Selama tahun 2006, jumlah kejahatan
meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni
sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per
100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65
persen.
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa
penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
4
atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di
dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun
mati yang diduga karena tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui
ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu
menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-
tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan
sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada
kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et
Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat
sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat dipakai
sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa
sebagai kalangan medis, penting untuk mengetahui dan mendeskripsikan berbagai hal mengenai
luka dan trauma. Sehingga traumatologi menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini.
I.2 Tujuan Penulisan
Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau calon dokter
mampu mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang
baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk
memutuskan suatu tindak pidana.
I.3 Manfaat Penulisan
I.3.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Referat ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai
traumatologi.
I.3.2 Bagi Masyarakat
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
berbagai hal mengenai traumatologi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas jaringan
tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Jadi traumatologi merupakan ilmu yang
mempelajari semua aspek yang berkaitan dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia
yang masih hidup.
II.2 Jenis Penyebab Trauma
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada fisik maupun
psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan teliti akan dapat di ketahui
jenis penyebabnya yaitu :
A. Benda–benda Mekanik
1. Benda Tajam
Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung.
- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar
6
2. Benda Tumpul
Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai macam jenis luka,
antara lain :
a. Memar ( kontusi )
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan jaringan tanpa
disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan tersebut disebabkan oleh pecahnya
kapiler sehingga darah keluar dan meresap ke jaringan di sekitarnya. Mula–mula terlihat
pembengkakan, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi
kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada orang
yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan darah, kerusakan yang
terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih besar dibandingkan pada orang normal.
Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan
besar kecilnya benda penyebabnya atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau
orang–orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu luka
memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan seksama akan dapat
dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :
Memar Lebam mayat
Lokasi Bisa dimana saja Pada bagian terendah
Pembengkakan Positif Negatif
Bila ditekan Warna tetap Memucat/menghilang
Mikroskopik Reaksi jaringan (+) Reaksi jaringan (-)
7
Memar Lebam mayat
b. Luka lecet ( abrasi )
Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari
kulit, yang ciri – cirinya adalah :
o Bentuk luka tidak teratur
o Batas luka tidak teratur
o Tepi luka tidak rata
o Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
o Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mengering )
o Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di tutupi
epitel dan reaksi jaringan ( inflamasi )
8
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda penyebabnya;
seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang. Luka lecet juga dapat terjadi
sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda – tanda sebagai berikut :
o Warna kuning mengkilat
o Lokasi biasanya didaerah penonjolan tulang
o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan tidak di
temukan reaksi jaringan.
c. Luka terbuka / robek ( laserasi )
Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan dengan benda
tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di
bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut :
o Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
o Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
o Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
o Di sekitar garis batas luka di temukan memar
o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang ( misalnya
daerah kepala, muka atau ekstremitas )
9
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka
tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul
yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala maka luka
robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. Kekerasan akibat benda tajam
dapat menimbulkan luka yang bentuknya tergantung dari cara benda tajam itu
mengenai sasaran. Jika diiriskan akan mengakibatkan luka iris, jika di tusukan akan
mengakibatkan luka tusuk dan jika di bacokan (di ayunkan dengan tenaga yang kuat)
akan mengakibatkan luka bacok.
Kekerasan akibat benda tumpul dapat menyebabkan luka memar, luka lecet atau luka
robek.
Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul
Trauma Tajam Tumpul
a. Bentuk luka Teratur Tidak teratur
b. Tepi luka Rata Tidak rata
c. Jembatan jaringan Tidak ada Ada
d. Rambut Ikut terpotong Tidak ikut terpotong
e. Dasar luka Berupa garis atau titik Tidak teratur
f. Sekitar luka Tidak ada luka lain Ada luka lecet atau memar
10
3. Benda Yang Mudah Pecah ( kaca )
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah ( misal kaca ), dapat mengakibatkan
luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan luka lecet. Pada daerah luka
atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika
yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya
terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa
sehingga kalau pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
B. Benda Fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik, antara lain:
Benda bersuhu tinggi
Benda bersuhu rendah
Sengatan listrik
Petir
Tekanan (barotrauma)
1. Benda bersuhu tinggi
Kekerasan dengan benda bersuhu tinggi akan menimbulkan luka bakar yang cirinya
amat tergantung pada bendanya, ketinggian suhunya, serta lamanya berkontak dengan
benda tersebut. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar
derajat I,II,III dan IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II dan III.
Luka bakar derajat I Luka bakar derajat II
11
Luka bakar derajat III Luka bakar derajat IV
2. Benda bersuhu rendah
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin (rendah) biasanya dialami oleh bagian
tubuh yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung. Mula-mula pada
daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superficial sehingga terlihat
pucat. Selanjutnya akan terjadi paralisis kontrol vasomotor yang menyebabkan daerah
tersebut berubah menjadi kemerahan. Pada keadaan yang lebih berat akan berubah
menjadi gangren.
12
3. Sengatan listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai
akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere),
besarnya tahanan kulit (ohm), dan kontak serta luasnya daerah yang terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan jaringan kulit
dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah
hipereremis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan adanya luka.
Bahkan kadang-kadang bagian baju atau sepatu yang dilalui arus listrik ketika
meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.Tegangan arus kurang dari 65 volt biasanya tidak
mebahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus
(ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi
ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedangkan faktor yang
sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya listrik pada
benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang yang tidak menyadari adanya arus listrik pada
benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang
pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat
mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena
sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan
13
ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan saraf
pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan
atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya
arborecent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon),
metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam
yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar tubuh
manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering disebut disbarisme yang
terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
- Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat atau turun
gunung)
- Berada di kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving (menyelam
dengan tangki oksigen), snorkling (menyelam dengan tube di mulut)
penyelam dengan pakaian khusus.
Gejala yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa:
- Barotraumas pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau emfisema
interstitialis.
- Barotalgia: rasa nyeri, membran tympani pecah, perdarahan, vertigo,
dizziness.
- Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri atau bahkan
meletus.
- Narkosis nitrogen: amnesia, disorientasi.
14
b. Hipobarik
Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:
- Naik tempat tinggi secara mendadak saat pesawat mengudara atau saat
pesawat meluncur ke ruang angkasa.
- Berada di ruangan bertekanan rendah, misalnya dalam decompression
chamber.
Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan pengumpulan
gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak atau organ-organ berongga.
Gejala tersebut antara lain:
- Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat
- Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang hebat.
- Gejala pada susunan saraf tergantung letak emboli dan letak emfisema
subkutan
- Rongga perut terasa kembung
- Gigi geligi terasa nyeri.
C. Kombinasi Benda Mekanik dan Fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada dasarnya merupakan luka yang disebabkan oleh
trauma benda mekanik (benda tumpul) dan fisik (panas), yaitu anak peluru yang jalannya
giroskopik (berputar/mengebor).
Mengingat lapisan kulit memiliki elastisitas yang kurang baik dibandingkan lapisan di
bawahnya, maka jaringan yang hancur akibat terjangan anak peluru lebih luas. Akibatnya
bentuk luka tembak masuk terdiri atas lubang, dikelilingi cincin lecet yang diameternya lebih
besar. Diameter cincin tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya.
15
Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai tenaga pendorong
anak pelurunya (senjata angin) pada hakekatnya merupakan luka yang disebabkan oleh
persentuhan dengan benda tumpul saja.
Ciri-ciri luka tembak amat bergantung pada jenis senjata yang ditembakkan, jarak
tembakan, arah tembakan, serta posisinya (sebagai tempat masuk atau keluarnya anak peluru).
D. Zat Kimia Korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia. Ciri-
ciri lukanya amat tergantung pada golongan zat kimia tersebut.
1. Golongan asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain:
- Asam mineral, antara lain: H2SO4, HCl dan NO3
- Asam organik, antara lain: asam oksalat, asam formiat dan asam asetat
- Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
- Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
- Mengekstraksi air dan jaringan
- Mengkoagulasi protein menjadi albuminat
- Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin
Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
- Terlihat kering
16
- Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit acid berwarna
kuning kehijauan
- Perabaan keras dan kasar
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
- KOH
- NaOH
- NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
- Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan
sabun
- Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah:
- Terlihat basah dan edematous
- Berwarna merah kecoklatan
- Perabaan lunak dan licin
II.3 Waktu Terjadinya Kekerasan
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan
penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk
penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus, informasi tentang waktu terjadinya
kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal,
tidak seharusnya seseorang dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia
berada ditempat yang jauh dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti, akan dapat ditentukan :
- Luka terjadi antemortem atau postmortem.
- Umur luka.
17
A. Luka Antemortem dan Postmortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi
sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya
tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula
sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukan bahwa :
- Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
- Organ dalam masih berfungsi ketika terjadi trauma.
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika
terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis dibawah kulit terpotong dan kemudian
mengkerut sambil menarik kulit diatasnya. Jika arah luka memotong serabut secara
tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan
serabut elastis maka bentuk luka tak begitu menganga.
b. Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa :
- Eritema (kulit berwarna kemerahan)
- Vesikel atau bulla
Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusi atau memar
c. Reaksi mikroorganisme (infeksi).
Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan meninggalkan luka
terbuka maka kuman-kuman akan masuk serta menimbulkan infeksi yang ciri-cirinya
sebagai berikut :
18
- Warna kemerahan.
- Terlihat bengkak.
- Terdapat pus.
- Bila sudah lama telihat adanya jaringan granulasi.
d. Reaksi biokimiawi.
Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan
terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
- Kenaikan kadar serotonin(kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).
- Kanaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma).
- Kanaikan kadar enzim (ATP, aminopeptidase, acid-phosphatase) yang terjadi
beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan
jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma.
Jika organ dalam (jantung atau paru-paru) masih dalam keadaan berfungsi ketika terjadi
trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang
banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus-menerus memompa darah keluar
lewat luka. Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya
darah disini secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan internal dan
eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga
badan (rongga perut, rongga dada, rongga panggul, rongga kepala, dan kantong
perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi. Sedangkan perdarahan
eksternal (darah tumpah ditempat kejadian) hanya dapat disimpulkan jika pada waktu
otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai
tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
19
b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial
(sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak
mengalami kolap karena terfiksir dengan baik seperti misalnya vena jugularis
eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan dijantung kanan negatif.
Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju kedaerah
paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada
penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak
artefisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru. Kematian dapat terjadi
akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan
berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya, jaringan
lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah
vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju
daerah paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka,
sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat berfungsi
sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga
pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk kerongga pleura, semakin banyak yang pada
akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-
paru menjadi kolap.
20
e. Emfisema kulit (krepitasi kulit)
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk paru-
paru maka pada setiap ekspirasi udara paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat
dibawah kulit.
Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan
seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia.
Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka kelainan-kelainan tersebut
diatas tidak mungkin terjadi mengingat pada saat itu jantung dan paru-parunya sudah
berhenti bekerja.
B. Umur Luka
Untuk mengetahui kapan terjadinya kekerasan, perlu diketahui umur luka. Hanya saja,
tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu
kekerasan (baik pada korban hidup ataupun mati) dilakukan mengingat adanya faktor individual,
penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah atau penyakit defisiensi) serta faktor kualitas dari
kekerasan itu sendiri.
Kendati demikian ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu
dengan melakukan :
- Pemeriksaan makroskopik.
- Pemeriksaan mikroskopik (histologik).
- Pemeriksaan histokemik (histochemical examination).
- Pemeriksaan biokemik (biochemical examination).
1. Pemeriksaan makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka
tersebut. Pada korban hidup, perkiraan dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan
pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula pada daerah yang mengalami trauma akan
21
terlihat pembengkakan akibat ekstravasasi dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4
samapai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari
seminggu menjadi kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati
perubahan–perubahannya. Dalam selang waktu 12jam sesudah trauma akan terjadi
pembengkakan pada tepi luka, selanjutnya kondisi luka akan di dominasi oleh tanda-tanda
inflamasi dan kemudian di susul tanda-tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketetapan maka
perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi penentuan
intravitalisasi luka, pemeriksaan mikroskopik juga dapat menentukan umur luka secara lebih
teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler dari leukosit
polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-kasus dengan periode survival sekitar 4
jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel leukosit mungkin dapat dilihat lebih dini
lagi, bahkan dalam beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula-mula masuk
kejaringan adalah jenis polimorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak monosit,
namun leukosit jenis ini jarang ditemukan pada eksudat kurang dari 12 jam sesudah trauma.
Pada trauma dengan inflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam
waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga, sedangkan sel-sel fibroblast mulai menunjukan
perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat
proliferasi tersebut serta proses pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, tetapi
biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk paling tidak
sesudah 3 hari.serabut-serabut kolagen yang baru juga mulai tebentuk 4 atau 5 hari sesudah
trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan perut tampak pada akhir minggu pertama.
Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sl-sel epitel dan jaringan dibawah nya
22
mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaakularisasi
jaringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen,sampai beberapa
minggu sesudah penyembuhannya, serabut-serabut elastis masih tampak lebih banyak dari
jaringan yang tak terkena trauma. Perubahan-perubahan histologik dari luka ini sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi dan perlu diketahui bahwa infeksi akan memperlambat
proses penyembuhan luka.
3. Pemeriksaan Histokemik
Perubahan-perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma merupakan
akibat dari fenomena fungsional yang sering sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein
yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik. Oleh sebab itu di temukannya enzim yang
bertanggung jawab terhadap perubahan tersebut dapat membuktikan lebih dini tentang adanya
trauma sebelum perubahan morfologiknya dapat dilihat.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan
pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu. Mula-mula luka atau bagian
dari luka dipotong dengan mengikutsertakan jaringan disekitarnya, kira-kira setengah inci.
Separo dari potongan itu difiksasi dengan menggunakan formalin 10% didalam refrigerator
dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas esterase
dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering
(dry ice) guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini, yaitu
setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2
jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan Biokemik.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang
dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu yang relatif panjang yaitu beberapa jam
sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi korban mati beberapa saat sesudah trauma
sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemeriksaan biokemik.
23
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium yang paling
awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah dipublikasikan untuk yang
pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya
kenaikan histamine bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus menggantung. Oleh peneliti
lain dibuktikan bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma sedangkan
serotonin naik setelah 10 menit.
II.4 Cara Melakukan Kekerasan
Dengan melihat bentuk serta ciri-ciri luka, dapat juga diketahui cara benda penyebabnya
digunakan. Sudah barang tentu tergantung dari jenis benda penyebab luka tersebut.
Untuk senjata tajam, cara senjata itu digunakan dapat dibedakan, yaitu:
Diiriskan
Ditusukkan
Dibacokkan
Untuk senjata api, cara senjata itu ditembakkan juga dapat ditentukan, yaitu:
Secara tegak lurus atau miring
Dengan jarak tembak tempel, dekat, sedang atau jauh
1. DIIRISKAN
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih dahulu ke suatu
bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang sesuai dengan arah senjata. Luka yang
ditimbulkannya merupakan luka iris (incised wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka
24
2. DITUSUKKAN
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan pada suatu bagian dari
tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan kemudian ditekan ke dalam tubuh sesuai arah
tadi. Luka yang ditimbulkan merupakan luka tusuk (stab wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka
3. DIBACOKKAN
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan diayunkan dengan
tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh.
Tulang-tulang dibawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka.
Luka yang ditimbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Ukuran luka besar dan menganga
Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
Biasanya tulang-tulang dibawahnya ikut menderita luka
25
Jika senjata yang digunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas luka terdapat
memar.
4. DITEMBAKKAN
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris
Jika ditembakkan secara miring ke arah permukaan tubuh maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris
Jika ditembakkan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri-ciri:
Bentuknya seperti bintang (cruciform)
Terlihat memar berbentuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong senjata
Jika ditembakkan dengan jarak dekat (1 inci – 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Terdapat produk dari mesiu (tatto, sisa-sisa mesiu atau jelaga)
Jika ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka yang terjadi
adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Tidak ditemukan produk mesiu
26
II.5. Akibat Trauma A. Aspek Medik
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan
tetap pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya.
Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan metode yang dapat
dipakai untuk mengukur dan menghitung energi. Dengan dasar-dasar tadi maka dapat
diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam bentuk kekerasan berubah menjadi energi
kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu kerusakan jaringan yang dapat disertai atau
tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit.
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik / organik.
Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena
trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya
fungsi organ-organ dalam.
3. Infeksi
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi.
Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan
kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang
terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa Streptococcus, Staphylococcus,
Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas
gangren.
27
4. Penyakit
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun
hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.
5. Kelainan psikis
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi
precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu
dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer
(schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk
terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan
mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap
gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar
belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau
organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan
jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma didasarkan atas :
Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat
mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.
Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.
B. Aspek Yuridis
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai
diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan
kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional
(sengaja), recklessness (ceroboh), atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat
28
ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka.
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas
pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani.
- Kesehatan rohani.
- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.
- Estetika jasmani
- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.
- Fungsi alat indera :
1. Luka ringan.
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang.
Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencahariannya untuk sementara waktu.
3. Luka berat.
Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna.
Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya.
Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah
dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan bahaya
maut pengertiannya memiliki potensi untuk menimbulkan kematian, tetapi
sesudah diobati dapat sembuh.
29
c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan
jiwa, dari sudut hukum dapat dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya
trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat
dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan
pekerjaan tersebut selamanya.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma menimbulkan kebutaan
satu mata atau kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan
kehilangan indera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat
berdasarkan butir (a) di atas.
e. Cacat besar atau kudung.
f. Lumpuh.
g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak
harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia,
disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya.
h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang dimaksud dengan
keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului
oleh proses sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan.
Sedangkan, kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi
menunjukkan tanda-tanda hidup, tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari
perut ibunya.
30
II.6 Kontek Peristiwa Penyebab Luka
Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan.
1. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan maupun yang
tidak mematikan
Lokasi tersebut di daerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak dapat
dijangkau oleh tangan korban
Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban yang
sadar ketika mengalami serangan. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat reflek
menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah
bagian luar.
2. Bunuh diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds).
Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu-ragu atau karena
sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan keberaniannya, sehingga
ciri-ciri luka percobaan adalah:
Jumlahnya lebih dari satu
Lokasinya di sekitar luka yang mematikan
Kualitas lukanya dangkal
Tidak mematikan
31
3. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak menggambarkan pembunuhan atau bunuh diri
maka kemungkinannya adalah akibat kecelakaan. Untuk lebih memastikannya perlu
dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian.
32
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting.
Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat
kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat
tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat
trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif. Selain itu luka bisa diketahui
waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau postmortem. Terkadang
dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun metode yang
digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat
adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan
darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk
menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab
IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan
kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu
diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum
akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban
hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et
Repertum.
III.2 Saran
1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka sehingga mampu
membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi juga
mengetahui hukum kesehatan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar [online]. 2010. Available at: http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf
2. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. Available at : http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum.
3. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang : 2003.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
5. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
6. Apuranto, Hariadi. Luka tumpul [online]. 2010. Available at: www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf
7. Apuranto, Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at : www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf
8. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
9. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta 1997. Hal 85-129.
10.Turner Ralph. For1ensik science. [online]. 2009. Available at : http://www.Portalkriminal.Com/Index
11.Anonim. 2010. http://www.freewebs.com/patofisiologi-luka/index.html
12. Anonim. 2010. http://ayumi.inube.com/blog/34039/forensic-electric%20trauma/html
13. Anonim. 2011. http://moduldanskill.blogspot.com/2011/06/traumatologi-forensik.html
14. Satyo, Alfred.C. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara Vol.39. Universitas Sumatera Utara: Medan: Desember 2006. Hal 430-432
34