Referat Trauma Okuli

46
BAB I PENDAHULUAN Walaupun mata mempunnyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar,selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata serta rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata. Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Segala umur dapat terkena rudapaksa mata walaupun beberapa kelompok umur tersering terkena (50 %) yaitu umur kurang dari 18 tahun (di USA). Dewasa muda-terutama pria-merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. 1

description

Trauma Okuli

Transcript of Referat Trauma Okuli

Page 1: Referat Trauma Okuli

BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun mata mempunnyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga

orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar,selain terdapatnya refleks memejam atau

mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata serta rongga orbita.

Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga

mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat

untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau

menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata:

palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma

mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa

muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Segala umur

dapat terkena rudapaksa mata walaupun beberapa kelompok umur tersering terkena (50 %)

yaitu umur kurang dari 18 tahun (di USA). Dewasa muda-terutama pria-merupakan

kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan dirumah,

kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan

keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.

Trauma pada mata sering mengalami kesukaran dalam menilai kerusakan yang

diakibatkannya. Kadang-kadang pukulan mempunyai kesan tidak keras dan kerusakan

matapun sepintas lalu tidak nampak. Tetapi ternyata membawa akibat berat bahkan sampai

timbul kebutaan. Memang keadaan ini sering mengherankan terutama bagi para sejawat

bukan dokter mata, oleh karena memang tidak mempunyai perlengkapan atau perhatian

yang cukup untuk menemukan kerusakan yang diakibatkannya. Bahkan bagi dokter mata

sendiri kadang-kadang mengalami kesulitan atau tidak menduga adanya kelainan yang

dapat membawa kebutaan.

Untunglah bola mata , mendapat perlindungan yang cukup baik oleh kelopak mata,

tulang mata, rima orbita, jaringan orbita, kedipan kelopak mata, gerakan menghindari dari

kepala, alis mata, gerakan dari bola mata ke atas.

Sebaiknya bila ada trauma mata segera dilakukan pemeriksaan dan pertolongan

karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan.

1

Page 2: Referat Trauma Okuli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata.

2.2. JENIS-JENIS TRAUMA

Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ;

1) Mekanis :

Tumpul

Tajam

2) Bahan Kimia :

Asam

Basa

3) Fisik :

Cahaya

Ledakan

Kebakaran

Blow out Fraktur

1) TRAUMA MEKANIS

TRAUMA TUMPUL

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang

tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras

(kencang) ataupun lambat.

Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat, energi kinetik

dari obyek.

Mekanisme :

Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :

1. Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat didalam

bola mata.

2

Page 3: Referat Trauma Okuli

2. Perubahan yang menyolok dari bola mata.

3. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang

kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.

4. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana

ada perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut iridocorneal,

ligamentum Zinii, corpus ciliare.

Respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :

1. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia dan

nekrosis lokal.

2. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang

menurun.

3. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan

menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi edema dan

perdarahan.

Karena tiap-tiap jaringan mempunyai sifat-sifat dan respon khusus terhadap

trauma maka akan dibicarakan satu-persatu.

A. PALPEBRA

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga

kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva,

sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan

persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung bola mata maka saat terjadi

trauma akan melakukan refleks menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

hematoma palpebra. Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah dari

pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.

B. KONJUNGTIVA

Edema Konjungtiva

3

Page 4: Referat Trauma Okuli

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi

kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul.

Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena

angin tanpa dapat mengedip,maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan

edema pada konjungtiva.

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak

menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.

Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk

mencegah pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva.

Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan

konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

Hematoma Subkonjungtiva

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau

dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.

Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu

dipastikan bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva

atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan

mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan

funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan

subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil

lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva

maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari

kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.

Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres

hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2

minggu tanpa diobati.

4

Page 5: Referat Trauma Okuli

C. KORNEA

Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat

mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran descement.

Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan

terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.

Kornea akan terlihat keruh dengan uji placido yang positif.

Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan

sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%

atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan

azetolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan

memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin

akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan

membran descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa

yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam

penglihatan akibat astimagtisme ireguler.

Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang

dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat

5

Page 6: Referat Trauma Okuli

terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel

sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel

tersebut.

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak

kornea yang mempunnyai serat sensibel yang banyak, mata berair,

denagan kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi

perwanaan fluorescein akan berwarna hijau.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.

Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika spektrum luas

seperti neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamide tetes mata. Akibat

rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan siklopegik

aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila

dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya tertutup kembali

setelah 48 jam.

D. BILIK MATA DEPAN

Hifema (Perdarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari iris dan

corpus siliare)

Respon vaskuler yang terkena adalah Arteri Ciliaris Anterior,

perdarahan vena di Schlemm kanal dan adanya hipotoni, seperti pada

siklodialisis. Pada umumnya 70 % kasus penyerapan terjadi dalam waktu

5-6 hari.

Bila perdarahan luas koagulasi dibilik mata depan akan luas dimana

terjadi gumpalan fibrin dan darah merah. Hal ini akan memperlambat

6

Page 7: Referat Trauma Okuli

penyerapan ditambah lagi hambatan mekanis terhadap ” outflow ” humor

aquos disudut iridocorneal.

Pada beberapa produk darah menempel pada bagian anterior pigmen

membran dari iris didaerah pupil dan sudut iridocorneal.Walaupun

sepintas bilik mata depan jernih, tetapi iritis cukup kuat untuk membentuk

sinekia anterior dan posterior. Hifema sekunder pada umumnya nampak

antara hari ke 2 dan ke 5. biasanya diikuti dengan ancaman iritis.

Pada hifema ringan dapat terjadi glaukoma sekunder dengan

meningkatnya tekanan intraokuler. Hal ini dari adanya edema di trabekuler

meshwork, sehingga terjadi gangguan outflow humor aquos. Tekanan

intraokuli kadang baru terjadi beberapa hari setelah trauma, ini adalah

akibat adanya perdarahan sekunder. Frekuensi perdarahan sekunder tanpa

kenaikan tekanan intraokuler 30%. Frekuensi perdarahan sekunder dengan

kenaikan tekanan intraokuler 50%.

PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi

kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45º. Hal

ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta

memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak

pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai

tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik

hifema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah

baring sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat

mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

7

Page 8: Referat Trauma Okuli

Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan,

terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan

dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian

pendapat di antara para ahli. Edward- Layden lebih condong untuk

menggunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk

mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan

bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita

gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat penderita (matanya)

tidak istirahat Akhirnya Rakusin mengatakan bahwa dalam

pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari

pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbuInya komplikasi

maupun prognosa bagi tajam penglihatannya:

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema

tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan,

mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk

maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :

(a) Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral

maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan

perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen,

Transamin, vit K dan vit C.

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti

fibrinolitik (Dipasaran obat ini dikenal sebagai transamine/

transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap

dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri

dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya

perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250

mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh

karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan

8

Page 9: Referat Trauma Okuli

terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya

jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

(b) Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat

golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat

mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri: Miotika

memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti

dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Gombos

menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi

iridiocyclitis. Akhirnya Rakusin membuktikan bahwa pemberian

midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit

sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder

dibanding pemakaian salah satu obat saja. Darr menentangnya

dengan tanpa menggunakan kedua golongan obat tersebut pada

pengobatan hifema traumatik.

(c) Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide

(Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan

adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna

menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin

untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan

bahwa cara ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra

okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam :

Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap

diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui

sayatan di korneaBila tekanan intra okular turun sampai normal,

diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal

tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9

lakukan juga parasentesa.

(d) Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi

komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan

antibiotika. Yasuna menganjurkan pemberian prednison 40 mg/hari

9

Page 10: Referat Trauma Okuli

secara oral segera setelah terjadinya hifema traumatik guna

mengurangi perdarahan sekunder.

(e) Obat-obat lain

Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan

analgetika bilamana timbul rasa nyeri.

PERAWATAN OPERASI

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama

3 - 5 hari.

Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila

tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola

mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi

kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25

mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

Untuk mencegah sinekia anterior perifer dilakukan pembedahan bila

hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9

hari.

Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :

a. Empat hari setelah onset hifema total

b. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

c. Hifema total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau

lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic)

d. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6

hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal

bloodstaining)

e. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari

(untuk mencegah peripheral anterior synechiae)

f. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun

ukurannya dengan Tekanan Intra Ocular lebih dari 35 mmHg lebih

dari 24 jam.Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau

lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatau studi

mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika

10

Page 11: Referat Trauma Okuli

pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43%

pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan

operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.6

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah

1. Paracentesa : mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata

melalui lubang yang kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO

tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam

bilik mata depan pada hari 5-9.

Cara melakukan parasentese :

1 jam sebelum operasi, penderita diberikan “sedative cocktail”,

terdiri dari largaktil 25 mg, petidin 50 mg, phenergan 80mg. Mata

yang sakit didisinfeksi dengan asam pikrin 2 %. Kornea ditetesi

dengan pantokain 2% atau prokain 2 % tiap 3 menit, 3 kali.

Suntikkan retrobulbar novokain untuk blok semua otot-otot ekstra

okuler. Pasang spekulum untuk memegang kelopak mata, supaya

jangan menutup kembali. Dengan jarum parasentese yang steril

dilakukan insisi pada kornea di jam 6 dekat limbus. Jangan dilimbus,

karena banyak pembuluh darah. Dengan beratnya sendiri, darah akan

keluar melalui luka tersebut, sesudah jarum parasentese dikeluarkan

lagi.

2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik,

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

corneo-scleralnya sebesar 120°.

E. IRIS

1. Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris

sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda

dengan satu matanya.

Pada iridosialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis

terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.

Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan

pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

11

Page 12: Referat Trauma Okuli

F. LENSA

a. Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn

yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

b. Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn

sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi

spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh

(sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan

berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris

berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada

maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan mata akan

menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung

mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila

sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi

glaucoma sekunder.

c. Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator

putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata

depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan ini maka akan

terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan

timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan

mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang

12

Page 13: Referat Trauma Okuli

sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi

siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris

terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata

sangat tinggi.

d. Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata

dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di

seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan

kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya

akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala

mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan

lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris

tremulans. Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior

dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa

glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik

H. TRAUMA FUNDUS OCULI

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan

pada retina, koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa

edema retina, perdarahan retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf

optik.

Edema Retina dan Koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,

penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan

warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan

koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri

retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali macula, sehingga

pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah.

Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema

makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema

macula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang

luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu.

13

Page 14: Referat Trauma Okuli

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa

waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat

tertimbunnya daerah macula oleh sel pigmen epitel.

Ablasio Retina.

Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari

koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah

mempunnyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis

akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang

seperti tabir menganggu lapangan pandangannya. Bila terkena atau

tertutup daerah makula maka tajam penglihatannya akan menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna

abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-

kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-

putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat

untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat

merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus

posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf

optik.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea

maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila

tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila

darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur

berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup

koroid.

14

Page 15: Referat Trauma Okuli

Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari

pangkalnya didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf

optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan

yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu

dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik,

demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi

defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain

yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan

lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam beberapa

minggu sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata

adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang

mengakibatkan kerusakan pada khiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut

dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid

maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

TRAUMA TAJAM

Trauma tajam pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan

atau organ mengalami kerusakan.

ETIOLOGI

Trauma tajam disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam

bola mata.

TANDA DAN GEJALA

1. Tajam penglihatan yang menurun

2. Tekanan bola mata rendah

3. Bilikmata dangkal

4. Bentuk dan letak pupil berubah

5. Terlihat adanya ruptur pada cornea atau sclera

6. Terdapat jaringan yang prolaps seperti caiaran mata iris,lensa,badan

kaca atau retina

15

Page 16: Referat Trauma Okuli

7. Konjungtiva kemotis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam

menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan

ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini

dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.

b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)

Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat

“scanning” dari organ tersebut.

PENATALAKSANAAN

Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi

bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata

ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan

pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk

ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus

bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan

pasien dikuasakan untuk kegiatan pembedahan. Pasien juga diberi

antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat

terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing

didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke

dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan

dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic

dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena

terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis,

ablasi retina, perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.

PATOFISIOLOGI

Trauma tajam pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai

organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tajam bola

mata bisa mengenai :

A. PALPEBRA

Luka terbuka palpebra

- Anamnesa :

keluhan rasa nyeri,

16

Page 17: Referat Trauma Okuli

bengkak dan berdarah.

- Pemeriksaan :

tampak adanya luka terbuka dan perdarahan

- Pengobatan :

pembersihan luka, kemudian dijahit.

Teknik penjahitan dilakukan sama dengan luka pada kulit tubuh

yang lain sesuai dengan arah dari M. Orbicularis.

Perhatian : Luka yang persis pada palpebra harus khusus

diperhatikan karena apabila penjahitan tidak tepat pada kedua

tepi luka akan memberi hasil kosmetik dan fungsional yang

jelek.

Bila perlu dapat ditambah dengan antibiotika, analgetik dan

antiinflamasi.

B. KONJUNGTIVA

1. Perdarahan

Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.

2. Robekan 1 cm

Tidak dijahit, diberikan antibiotika lokal.

3. Robekan lebih dari 1 cm,

Dijahit dengan benang cat gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara

tiap-tiap jahitan.

Beri antibiotika lokal selama 5 hari dan bebat mata untuk 1-2

hari.

C. KORNEA

1. Erosi kornea

Penatalaksanaan seperti rudapaksa mata tumpul

2. Luka tembus kornea

Anamnesa :

teraba nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme

Pemeriksaan :

17

Page 18: Referat Trauma Okuli

bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan

flurocein (+)

Pengobatan :

Tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan

pemeriksaan, tiap luka terbuka kornea yang masih menunjukkan

tanda-tanda adanya kebocoran harus diusahakan untuk dijahit.

Jaringan intraokular yang keluar dari luka, misal : badan

kaca, prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka dijahit.

Janganlah sekali-kali dimasukkan kembali dalam bola mata.

Jahitan kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari

terjadinya fistel melalui bekas jahitan.

Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva

yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap mempercepat

epitelialisasi.

Antibiotika lokal dalam bentuk salep, tetes atau

subkonjungtiva 0,3-0,5 U. Garamycin tiap 2 hari sekali.

Atopin tetes 0,5%-1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil

sudah cukup lebar.

Bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder dapat diberikan

tablet Analgetik, antiinflamasi, koagulasi dapat diberikan bila

perlu.

3. Ulkus kornea

Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi

sekunder.

Anamnesa :

teraba nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme.

Pemeriksaan :

nampak kornea yang edema dan keruh.

bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan

pengecatan ( + ).

Terapi :

18

Page 19: Referat Trauma Okuli

antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjungtiva

scraping atau pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati

bagian dari ulkus yang nampak kotor.

Aplikasi panas. Kauter dilakukan dengan cara memanaskan

pasak.

Cryo terapi

D. SCLERA

Luka terbuka atau tembus

Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar

diketahui. Luka tembus sclera harus dipertimbangkan apabila dibawah

konjungtiva nampak jaringan hitam (koroid).

Pengobatan : sama dengan luka tembus pada kornea.

E. OFTALMIA SIMPATETIK

Suatu uveitis yang diderita oleh mata kontralateral apabila mata

lainnya mengalami trauma atau trauma tembus yang mengenai

jaringan uvea. Frekuensi tertinggi terjadi 2-4 minggu sesudah trauma.

Proses berlangsung :

1. Tahap iritasi ( Sympatetic Iritation )

2. Tahap radang ( Sympatetic Inflamation )

TAHAP IRITASI

Anamnesa :

19

Page 20: Referat Trauma Okuli

keluhan nyeri,

tanda-tanda radang ringan,

epifora,

fotofobia.

Pemeriksaan :

tanda-tanda iritis ringan.

Biasanya bersifat reversibel atau langsung tahap radang.

TAHAP RADANG

Dapat berlangsung akut/menahun.

Stadium ini bersifat irreversibel dan kemungkinan besar akan

memburuk bila pengobatan kurang sempurna.

Terapi :

Mata traumatik : enukleasi bulbi dipertimbangkan bila visus 0

atau lebih jelek daripada mata simpatetik.

Mata yang masih mempunyai visus walaupun terbatas selalu

menjadi pertimbangan yang sangat sulit apakah akan dilakukan

enukleasi atau dipertahankan.

F. BILIK MATA DEPAN

Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.

G. IRIS

Iritis sering sebagai akibat dari trauma.

- Anamnesa :

keluhan nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme

- Pemeriksaan :

pupil miosis,

reflek pupil menurun,

sinekia posterior

- Terapi :

Atropin tetes 0,5%- 1 %.

20

Page 21: Referat Trauma Okuli

1-2 x perhari selama sinekia belum lepas.

Antibiotik lokal.

Diamox bila ada komplikasi glaukoma.

H. LENSA

1. Katarak

Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.

2. Dislokasi lensa

Penatalaksanaan sama dengan pada rudapaksa mata tumpul

I. KERUSAKAN SEGMEN POSTERIOR

Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata tumpul

J. CORPUS ALIENUM (BENDA ASING)

- Anamnesa :

mengeluh ada benda asing masuk kedalam mata

- Pemeriksaan :

benda asing tersebut harus dicari secara teliti memakai

penerangan yang cukup mulai dari palpebra, konjungtiva,

fornixis, kornea, bilik mata depan.

Bila mungkin benda tersebut berada dalam lensa, badan kaca

dimana perlu pemeriksaan tambahan berupa funduskopi dan

foto rontgen.

Benda asing yang masuk dalam mata dapat dibagi 2 kelompok

yaitu :

a. Benda logam :

misal : emas, perak, platina, besi, tembaga.

Benda logam ini dapat bersifat magnet atau non magnet.

b. Benda bukan logam :

batu, kaca, porselin, plastik, bulumata, dll.

Benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata berupa

perubahan selular dan membran sehingga mengganggu

fungsi dari mata.

Misal : besi berupa siderosis dan tembaga berupa kalkosis.

Besi biasanya merusak jaringan yang mengandung epitel

21

Page 22: Referat Trauma Okuli

sedangkan tembaga merusak bagian membran misal

descement kornea lensa, iris, badan kaca, dll.

- Pengobatan :

mengeluarkan benda asing

Bila lokalisasi di palpebra dan konjungtiva, kornea maka

dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi

lokal.

Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik

tumpul/ tajam.

Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan

magnet portable atau giant magnet.

Bila benda asing pada segmen posterior hendaknya dikirim ke

pusat oleh karena memerlukan tindakan yang lebih cermat dan

perlengkapan yang khusus.

Pemberian antibiotika lokal pada benda asing di konjungtiva

dan kornea.

Pada kornea dapat ditambahkan atropin 0,5 %-1 %, bebat mata

dan diamox bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder.

K. OTOT EKSTRA OKULAR

Kelainan Pergerakan Mata. Hal ini pada trauma dapat disebabkan :

kelainan pada otot mata

kelainan pada persarafan otot mata

kelainan pada jaringan orbita lainnya

Walaupun gangguan pergerakan bola mata tidak dapat menyebabkan

kebutaan atau penurunan tajam penglihatan namun kegiatan sehari-

hari dapat terganggu dengan adanya keluhan diplopia.

- Anamnesa :

akibat diplopia timbul keluhan pusing, mual, muntah

22

Page 23: Referat Trauma Okuli

- Pemeriksaan. :

hambatan pergerakan bola mata dapat akibat paralisa atau

ototnya sendiri yang terjepit.

Test Forced Duction :

Untuk membedakan gangguan karena kelumpuhan atau ototnya

yang terjepit.

Cara : Mata ditetesi anestesi lokal, kemudian otot yang akan

diperiksa dipegang dengan pinset dan ditarik ke arah gerak otot

tersebut.

bila lancar – berarti paralisa

bila sukar – ada hambatan / otot terjepit

- Pengobatan :

PARALISA :

anti inflamasi dan neurokopik

untuk menghindari diplopia satu mata :

a. pada parese ringan – mata sehat ditutup supaya mata

parese terlatih

b. pada parese berat – mata parese yang ditutup.

Setelah 3-6 bulan tidak ada kemajuan berarti tetap

strabismus dan atau diplopia – maka penderita perlu

dirujuk untuk tindakan operasi.

Sebab setelah 6 bulan dianggap telah mengalami

penyembuhan maksimal atau sudah timbul komplikasi

kontraktur-kontraktur.

2) TRAUMA KIMIA

TRAUMA ASAM

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan

termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam

dengan pH < 7. Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam

sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat kimia

bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya akibat akhirnya

tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan

adanya koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu

sebagai barrier yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih

23

Page 24: Referat Trauma Okuli

lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang mampu menembus jaringan mata dan

akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain keuntungan, koagulasi

juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa

penyembuhan setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara

konjugtiva bulbi dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.(Susanto,

2004; Vaughan, 2000)

Penatalaksanaan yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan

menggunakan salin isotonic steril dan memeriksa pH permukaan mata dengan

meletakkan seberkas kertas indicator di forniks. Ulangi irigasi apabila pH tidak

terletak antara 7,3-7,7. (Vaughan, 2000).

TRAUMA BASA

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada

mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,

trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus

kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga

berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran

jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi

proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan

lepasnya epitel kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi

dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan

paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika,

EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma basa,

diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.

Penyulit yang dapat terjadi adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema, dan

neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan ptisis bola mata.

24

Page 25: Referat Trauma Okuli

3) TRAUMA FISIK

CAHAYA

Cahaya yang berasal dari matahari atau alat untuk las mengandung ultraviolet

yang dapat mengakibatkan konjungtivitis dan keratitis, sedangkan cahaya dari

pembikinan kaca (Glass Blomers) banyak mengandung infra red yang dapat

mengakibatkan katarak.

- Anamnesa :

Mata terasa nyeri

Epifora yang timbul 6-12 jam sesudah melihat cahaya tersebut

- Pemeriksaan :

Hiperemi konjungtiva

Flurescein test positif

- Pengobatan :

Pada Konjungtiva beri antibiotika lokal,atropine bila fluorescein luar

KEBAKARAN

Dengan adanya reflek perlindungan menutup palpebra sering kornea dan

konjungtiva terhindar dari bahaya kebakaran, sehingga kelainan terbatas pada

palpebra.

Pengobatan : Tidak berbeda dengan kelainan akibat luka bakar pada kulit

bagian tubuh yang lain.

LEDAKAN

25

Page 26: Referat Trauma Okuli

Ledakan yang cukup kuat dapat menimbulkan bermacam-macam kerusakan.

Pengobatan diberikan.

BLOW OUT FRAKTUR

Patah tulang dasar orbita tanpa kerusakan dari rima orbita akibat perubahan

mendadak dan ruang retrobulbar karena perubahan tekanan yang terjadi akibat

hantaman yang keras pada bulbus oculi.

- Anamnesa :

Adanya trauma

Visus menurun

Nyeri

Diplopia

Mual

Muntah

- Pemeriksaan :

Edema ± hypoestesi daerah saraf intraorbita

Tanda-tanda patah tulang : Gerakan terbatas,enoftalmus

- Pengobatan :

Konservatif selama 3 minggu untuk mengevaluasi sambil menunggu

oedema dan ekhimosis berkurang

Bila enoftalmus masih tampak,keluhan diplopia sangat menganggu :

operatif.

BAB III

PENUTUP

26

Page 27: Referat Trauma Okuli

Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma mekanik

(tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma fisik. Pemeriksaan awal

pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera

sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progesif lambat atau

berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular apabila terdapat

riwayat memalu, mengasah atau ledakan.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya,

diskriminasi dua-titik dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi

kulit periorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita.

Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmus dapat ditentukan dengan melihat profil

kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit-lamp di ruang darurat, maka senter, kaca

pembesar atau oftalmoskop langsung pada + 10 ( nomor gelap ) dapat digunakan untuk

memeriksa adanya cedera dipermukaan tarsal kelopak mata dan segmen anterior.

Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan abrasi.

Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing

atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk dan

reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk

memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata

tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih

teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak

langsung digunakan untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina.

Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma

eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tampak tidak cedera juga harus

diperiksa dengan teliti.

BAB IV

27

Page 28: Referat Trauma Okuli

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. Musman

Umur : 60 Tahun

Alamat : Gresik

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tanggal periksa : 25-6-2013

Anamnesa

- Keluhan utama:

Rasa nyeri pada mata kanan

- Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa nyeri dan kabur setelah mata

pasien tertabrak serangga pada saat naik sepeda motor. Kejadian pagi hari sudah

dua hari yang lalu. Pasien telah memeriksakan diri ke Puskesmas Ujung Pangka

dan dirujuk ke Poli Mata RS Ibnu Sina Gresik.

- Riwayat penyakit dahulu :

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami trauma pada matanya.

- Riwayat penyakit keluarga :

Anggota keluarga tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

Pemeriksaan fisik

Status generalis :

- keadaan umum baik (compos mentis)

Status oftalmologi

Pemeriksaan Kanan Kiri

28

Page 29: Referat Trauma Okuli

Visus 6/12F 6/40

Kedudukan bola mata Normal Normal

Pergerakan bola mata Normal Normal

Palpebra superior Normal Normal

Palpebra inferior Normal Normal

Fissura palpebra Normal Normal

Margo palpebra Normal Normal

Konjungtiva tarsal

superior

Normal Normal

Konjungtiva tarsal inferior Normal Normal

Konjungtiva bulbi Sekret (-)

CVI (-)

PCVI (+)

Sekret (-)

CVI (-)

PCVI (-)

Kornea Korpus alienum +

infiltrat

Normal

Iris Normal Normal

Pupil Normal Normal

Lensa Normal Normal

Resume

Seorang laki-laki usia 41 tahun datang dengan keluhan mata kanan terasa nyeri dan

kabur setelah matanya kemasukan serangga saat naik sepeda motor. Dari hasil

pemeriksaan terdapat benda asing berupa kaki atau sengat serangga yang tertancap

pada kornea mata sebelah kanan. Terdapat pula infiltrat di daerah luka dan

pelebaran pembuluh darah perikornea.

29

Posisi Trauma

Tampak DepanTampak Samping

Kornea

Page 30: Referat Trauma Okuli

Diagnosa

OD corpus alineum intrakornea

Penatalaksanaan

- pro operasi pengeluaran corpus alienum

Penatalaksaan post operasi

- Gentamycin 3dd sehari OD

- Sikloplegik tetes mata (short acting) OD

- Bebat mata selama 2 hari OD

Pembahasan

Pasien dengan keluhan mata kanan terasa nyeri dan kabur setelah matanya

kemasukan serangga saat naik sepeda motor. Trauma tersebut merupakan trauma

mekanik tajam yang disebabkan oleh sengat atau kaki serangga yang tertancap ke

dalam kornea. Tusukan tidak menebus bilik mata depan. Terdapat luka di kornea

sehingga menyebabkan adanya ifiltra di kornea dan pelebaran pembuluh darah

perikornea. Pasien mengeluh kabur disebabkan karena infiltrat pada kornea yang

mengganggu pandangan pasien. Terapi terbaik adalah mengeluarkan benda asing

tersebut. Adapun penyulit yang mungkin terjadi adalah reaksi toksik di stroma

kornea dan iritis karena yang tertancap adalah bagian tubuh dari serangga.

Sehingga dibutuhkan evaluasi dan medikamentosa yang sesuai setelah operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokronegoro, Arjatmo. 2003. Ilmu Penyakit Mata,3 rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI

30

Page 31: Referat Trauma Okuli

2. Radjamin R.K.et all 1998. Ilmu Penyakit mata. 3rd edisi. Surabaya : Airlangga

University Press.

3. Ilyas,Sidharta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI

4.James, Bruce, et al. 2006 . Lecture Notes Oftalmologi, 9th eds. Surabaya : Airlangga.

31