Referat Tht

42
BAB I PENDAHULUAN Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi yaitu pertama, untuk mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit dan kedua, untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial dan pekerjaan. 1 Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian yang memerlukan perhatian, perkembangan berbahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana- rencana untuk mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi dan dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran bersamaan dengan variable penting lainnya seperti intelegensi, motivasi dan dukungan keluarga. Dokter terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah secara tidak langsung dan sama sekali tidak dapat memeriksa koklearis 1

description

audio

Transcript of Referat Tht

Page 1: Referat Tht

BAB I

PENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi evaluasi pendengaran dan

rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran.

Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi yaitu pertama, untuk mendiagnosis lokasi dan jenis

penyakit dan kedua, untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar,

interaksi sosial dan pekerjaan.1

Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus

patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah

yang sama (misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya melibatkan koklearis)

melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan

audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan kualitas gangguan pendengaran akan

mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian yang memerlukan perhatian, perkembangan

berbahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis

gangguan. Rencana- rencana untuk mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus

dipengaruhi dan dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran bersamaan dengan variable

penting lainnya seperti intelegensi, motivasi dan dukungan keluarga. Dokter terpaksa harus

memeriksa keutuhan telinga tengah secara tidak langsung dan sama sekali tidak dapat

memeriksa koklearis dan sistem saraf akustikus kecuali dengan mempelajari cara-cara

keduanya berfungsi sebagai jawaban terhadap bunyi. 1

Kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai

dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang memerlukan peralatan

khusus. Dengan semakin sering atau menjadi rutinnya pemeriksaan pendengaran dilakukan di

ruang praktek, maka semakin besar keahlian yang dapat dikembangkan pemeriksa dalam

aplikasi praktis dan pengunaannya. Terdapat pelbagai metode uji pendengaran yaitu uji

penala, audiometri nada murni, audiometri bicara, uji-uji khusus dan audiometri pediatrik. Ini

adalah sangat penting untuk mengetahui fungsi pendengaran dan mengetahui penyakit-

penyakit gangguan pendengaran.1

BAB II

1

Page 2: Referat Tht

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI PENDENGARAN

Gambar 1. Anatomi telinga 2

Anatomi telinga terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu : telinga

luar, telinga tengah dan telinga

dalam.

i) Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,

dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit

liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar

serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua

pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.2,3,4

ii) Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- Batas luar : membran timpani

- Batas depan : tuba eustachius

2

Page 3: Referat Tht

- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran

Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya

berlapis dua, yaitu bagian luar luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai

satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat

elastin yang berjalan secara radial dibagian luar dan sirkuler di bagian dalam.2,3,4

iii) Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis

semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak

lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani di

sebelah bawah dan skala media (duktus kokleans) di antaranya. Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa, sedangkan skala limfa berisi endomedia. Ion dan garam yang

terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar

skala vestibule disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar

skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terdapat organ corti.Pada skala

media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada

membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan

kanalis corti, yang membentuk organ corti.2,3,4

2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

3

Page 4: Referat Tht

Gambar 2: Fisiologi Pendengaran 2,5

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.2

Oleh karena luas permukaan membran timpani 22 kali lebih besar dari luas tingkap

oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara 15-22 kali pada tingkap oval. Selain

karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-

tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.3,4

Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong. Sehingga cairan perilimfa pada skala vestibuli bergerak.

Getaran ini diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini

merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel

rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,

4

Page 5: Referat Tht

lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus

temporalis.2,5

2.3 GANGGUAN PENDENGARAN

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli koklea dan

tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan

terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebabkan

telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Antara inkus dan maleus berjalan cabang n.

fasialis yang disebut korda timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma

mungkin korda timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam

terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran, obat-obat dapat merusak stria vaskularis,

sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat ototoksik

seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan

gangguan keseimbangan.2,5

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji pendengaran

yaitu tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli campur (mixed deafness).

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit

di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli saraf (perseptif, sensorineural) kelainan

terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli

campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat

merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga

dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)

dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak

kelainan.2

Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi

(frekuensi 20Hz-18.000Hz) merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh

telinga normal. Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano.

Bising (noise) dibedakan antara NB (narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi,

spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.2

5

Page 6: Referat Tht

2.4 AUDIOMETRI NADA MURNI

2.4.1 DEFINISI

Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan

mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan

anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran Nada murni berarti bunyi yang hanya

mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Audiometri nada

murni/ pure tune audiometry (PTA) adalah salah satu jenis uji pendengaran untuk menilai

fungsi pendengaran.2,6

2.4.2 MANFAAT AUDIOMETRI

1. Untuk mengukur batas pendengaran pada konduksi udara dan tulang serta derajat atau

tipe ketulian.

2. Merekam hasil dapat disimpan dan dapat dugunakan untuk rujukan masa akan datang.

3. Audiogram berguna sebagai ukuran untuk pengunaan alat bantu dengar.

4. Membantu untuk mencari derajat kecacatan untuk tujuan medikolegal. 6

2.4.3 TUJUAN AUDIOMETRI

Ada empat tujuan audiometri, yaitu:6

1. Kegunaan diagnostik penyakit telinga

2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan sehari-hari. Atau

validitas sosial pendengaran seperti untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat

bantu dengar, ganti rugi seperti dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi.

3. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar

4. Monitor pekerja yang bekerja di tempat bising.

2.4.4 ISTILAH DALAM AUDIOMETRI NADA MURNI

1. Nada murni (pure Tone): merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.2,7

6

Page 7: Referat Tht

2. Bising: merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari spectrum

terbatas (Narrow band), spektrum luas (White noise).2,7

3. Frekuensi : merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang

sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Dengan satuannya dalam

jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz (Hz).2,7

4. Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal dB HL (hearing level), dB

SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya

adalah subjektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB

SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara

fisika (ilmu alam).2,7

5. Ambang dengar: merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu

yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut

konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini

dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan

audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian.2,7

6. Nilai nol audiometrik (audiometric zone) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas

nada murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh

telinga rata-rata dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi

intensitas nol audiometrik tidak sama. Pada audiogram angka-angka intensitas dalam

dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara

perbandingan. Terdapat dua standar yang dipakai adalah ISO (International Standard

Organization) dan ASA (American standard Association). Dengan nilai berupa:

0dB ISO = -10 dB ASA atau 10dB ISO = 0 dB ASA.2,7

7. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu

dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan

grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa: 250 –

4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan,

warna merah.2,7

7

Page 8: Referat Tht

Gambar 3: Simbol-simbol notasi pada audiogram 7

2.4.5 MEKANISME KERJA AUDIOMETRI

Audiometer nada murni merupakan uji sensitivitas prosedur masing masing telinga

dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari

frekuensi bunyi yang berbeda beda, yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz dan dapat

diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi dihasilkan dari dua sumber yaitu

sumber pertama adalah dari earphone yang ditempelkan pada telinga, manakala sumber

kedua adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang ditempelkan pada mastoid

(atau dahi) melalui satu head band. Vibrator menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan

menggetarkan cairan dalam koklear. Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui ear phone

atau melalui bone conductor ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya.1 Hasil

pemeriksaan digambar sebagai audiogram dan akan diperiksa secara terpisah, untuk bunyi

yang disalurkan melalui ear phone mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara,

sedangkan melalui bone conductor telinga mengukur hantaran tulang pada tingkat intensitas

nilai ambang. Dengan membaca audiogram yang dihasilkan kita dapat mengetahui jenis dan

derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang

berpendengaran normal dan berusia sekitar 18-30 tahun merupakan nilai ambang baku

pendengaran untuk nada murni.1,2

Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB dari tiap

frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan kata lain ambang

pendengaran seseorang terhadap bunyi.2

2.4.6 SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI NADA MURNI

i) Alat Audiometer 7

Audiometer yang tersedia di pasaran terdiri dari enam komponen utama yaitu; 8

Page 9: Referat Tht

a. Oksilator yang menghasilkan berbagai nada murni,

b. Amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga dapat terdengar,

c. Pemutus (interrupter) yang memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan

tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain,

d. Attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan intensitas ke tingkat

yang dikehendaki,

e. Earphone yang mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang dapat didengar,

f. sumber suara pengganggu (masking) yang sering diperlukan untuk meniadakan

bunyi ke telinga yang tidak diperiksa. Narrow band masking noise atau garis

selubung suara sempit merupakan suara putih atau white noise (sejenis suara mirip

aliran uap atau deru angin) yang sudah disaring dari enegi suara yang tidak

dibutuhkan uantuk menyelubungi bunyi tertentu yang sedang digarap. Ini adalah

bunyi masking yang paling efektif untuk audiometerik nada murni.

Gambar 4. Alat-alat audiometer 6

Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000,

4000 dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang

digunakan berdasarkan BS EN 60645-1(IEC 60645-1).2,6,7

Alat audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive electroacoustic

calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional. Pemeriksaan termasuk pemeriksaan cara

pakai, dan penyesuaian bioakustik seharusnya dilakukan tiap hari sebelum digunakan, sesuai

standar BS EN ISO 389 series.6,7

ii) Lingkungan Pemeriksaan yang Baik9

Page 10: Referat Tht

Orang yang diperiksa seharusnya dapat dilihat sepenuhnya oleh pemeriksa. Orang

tersebut tidak boleh melihat atau mendengar pemeriksa dan audiometernya. Pemeriksaan

dilakukan di dalalam ruangan dengan tingkat kebisingan terendah sehingga kepekaan

pendengaran pasien tidak terganggu. Suara tambahan tidak boleh lebih dari 38 dB.

Pemeriksaan ini sesuai standard BS EN ISO 8253-1.6,7

iii) Kontrol Infeksi

Alat yang telah terkena kontak dengan pasien harus dilakukan prosedur kontrol

infeksi. Alat yang dipakai harus dibersihkan dan disinfeksi setiap kali pemakaian. Pemakaian

disposable ear phone sangat direkomendasikan. Pemeriksa harus cuci tangan dengan sabun

ataupun alkohol sebelum menyentuh pasien.6

2.4.7 PROSEDUR PEMERIKSAAN

Sebelum dilakukan pemeriksaan, anamnesis mengenai riwayat penyakit harus telah

didapatkan dan pemeriksaan otoskopi telah dilakukan. Tanyakan apakah menderita tinnitus

atau apakah tidak tahan suara keras. Tanyakan pula telinga yang mendengar lebih jelas.

Usahakan pasien lebih kooperatif. 2,6

i) Pemeriksaan liang telinga

Hanya untuk memastikan kanal tidak tersumbat. Telinga harus bebas dari serumen.

Alat bantu dengar harus dilepas setelah instruksi pemeriksa sudah dijalankan.8

ii) Pemberian instruksi

Berikan perintah yang sederhana dan jelas. Jelaskan bahwa akan terdegar serangkaian

bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus memberikan tanda dengan

mengangkat tangannya, menekan tombol atau mengatakan “ya” setiap terdengar bunyi

bagaimanapun lemahnya.1

iii) Pemasangan earphone atau bone conductor

Lepaskan dahulu kacamata atau giwang, regangkan headband, pasangkan di

kepalanya dengan benar, earphone kanan ditelinga kanan kemudian kencangkan sehingga

terasa nyaman. Perhatikan membrane earphone tepat di depan liang telinga di kedua sisi.1,2

iv) Seleksi telinga

Mulailah dengan telinga yang sehat dahulu. 5

10

Page 11: Referat Tht

v) Urutan frekuensi

Prosedur dasar pemeriksaan ini adalah, a) dimulai dengan signal nada yang sering

didengar (familiarization), b) pengukuran ambang pendengaran. Dua cara menentukan nada

familiarization: 1,6

1. Dengan memulai dari 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, lalu secara

bertahap meningkatkan oktaf lebih tinggi hingga terdengar.

2. Pemberian nada 1000 Hz pada 30 dB. Jika terdengar, lakukan pemeriksaan ambang

pendengaran. Jika tidak terdengar nada awal di tinggkatkan intensitas bunyi hingga 50

dB, dengan menaikkan tiap 10 dB hingga tedengar.

Familiarization tidak selalu dilakukan pada setiap kasus. Terutama pada kasus forensik atau

pasien dengan riwayat ketulian.6

vi) Masking

Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberi masking. Suara masking,

diberikan berupa suara seperti angina (bising), pada headphone telinga yang tidak diperiksa

supaya telingayang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga

yang diperiksa.Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa

mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena

AC pada 45 dB atau lebih dapatditeruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka

pada telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak mendengar bunyi

yang diberikan pada telinga yang diperiksa.2,7,8

Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni

White noise (WN) = masking audiometri tutur (speech)

2.4.8 INTERPRETASI AUDIOGRAM

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang

(BC). Apabila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka

akan didapatkan didalam audiogram.7,8,9,10

1. Audiogram Normal

Secara teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran udara

maupun hantaran tulang tercatat sebesar 0 dB. Pada anakpun keadaan ideal seperti ini 11

Page 12: Referat Tht

sulit tercapai terutam pada frekuensi rendah bila terdapat bunyi lingkungan (ambient

noise). Pada keadaan tes yang baik, audiogram dengan ambang dengar 10 dB pada 250,

500 Hz 0 dB pada 1000, 2000,4000, 10000 Hz pada 8000 Hz dapat dianggap normal. 7

Gambar 5. Gambar audiogram pada orang normal 7

2. Tuli Konduktif

Diagnosis gangguan dengar konduktif ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa

gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan hantaran udara yang lebih

besar daripada hantaran tulang. Pada keadaan tuli konduktif murni, keadaan koklea yang

baik (intak) menyebabkan hantaran tulang normal, yaitu 0 dB pada audiogram.2,6,7

Pengecualian adalah pada tuli konduktif karena fiksasi tulang stapes (misalnya

pada otosklerosis). Disini terdapat ambang hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada

2000Hz. Diperkiran keadaan ini bukan karena ketulian sensorineural, tapi belum

diketahui sebabnya. Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga,

contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap

keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenital fiksasi

karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan peninggian

amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara hantran tulang

dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif. 2,7

Derajat ketulian yang disebabkan otitis media sering berfluktuasi. Eksarsebasi dan

remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media serosa. Pada orang

tua sering mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek, sesudah

berenang atau sedang tumbuh gigi. dapat juga saat perubahan pada musim tertentu karena

alergi.2,7

12

Page 13: Referat Tht

Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55-60 dB pada pasien otitis media.

Selama koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak melebihi 60 dB.

Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan pendengaran lebih

pada frekuensi rendah. Dapat pula berbentuk audiogram yang datar.2,7

Gambar 6. Audiogram tuli konduktif 7

3. Tuli Sensorineural (SNHL)

Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran hantaran tulang

dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini terjadi bila terdapat gangguan koklea,

N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk kelainan yang terdapat

didalam batang otak.2 Kelainan pada pusat pendengaaran saja (gangguan pendengaran

sentral) biasanya tidak menyeababkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap

terdapat gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea terjadi karenadua cara,

pertama sel rambut didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses

ini dapat terjadi karenainfeksi virus, obat ototoxic, dan biasa terpapar bising yang lama,

dapat pula terjadi kongenital. Istilah retrokoklea digunakan untuk sistem pendengaran

sesudah koklea, tetapi tidak termasuk korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang

termasuk adalah N.VIII dan batang otak. 7

Berdasarkan hasil audiometrik saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea atau

retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada ketulian Meniere,

pendengaran terutama berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli sensorineural karena

presbikusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi.7

Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran tulang harusnya normal pula. Bila

konduksi udara dan konduksi tulang keduaduannya abnormal dan pada level yang sama,

13

Page 14: Referat Tht

maka pastilahnya masalah terletak pada koklea atau N. VIII, sedangkan telinga tengah

normal.7

Gambar 7. Audiogram tuli sensorineural 7

4. Tuli Campuran

Kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan serumen yang padat

dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan fungsi koklea ditambah

dengan penurunan pendengaran karena sumbatan konduksi udara mengambarkan tingkat

ketulian yang disebabkan oleh komponen konduktif.2

Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai “jarak udara-

tulang” atau “air-bone gap”. Jarak udara-tulang merupakan suatu ukuran dari komponen

konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level hantaran udara menunjukkan tingkat

patologi koklea, kadang disebut sebagai “cochlear reserve” atau cabang koklea.7

Gambar 8. Audiogram tuli campuran7

14

Page 15: Referat Tht

2.4.9 JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli, jenis ketulian yaitu

tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur.

Derajat ketulian berdasarkan ISO 1964: 8,10,11,12

Ambang pendengaran Interpretasi

0-25 dB Normal

26-40 dB Tuli ringan

41-54 dB Tuli sedang

55-70 dB Tuli sedang - berat

71-90 dB Tuli berat

> 90 dB Tuli total

Nilai ambang dengar dapat diukur dengan menggunakan perhitungan seperti yang

berikut: Menambahkan ambang dengar 500Hz, 1000Hz, 200Hz, 4000Hz lalu dibagi 4.2,10,11

Misal, ambang dengar (AD) = AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz+ AD 4000Hz

4

2.5 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI KHUSUS

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan

bising.13

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-

serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.13

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi

khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment

Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri

tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans, elektrokokleografi, 15

Page 16: Referat Tht

Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,

audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.13,14,15

2.6 AUDIOMETRI KHUSUS

Untuk mempelajari audiometri khusus diperlukan pemahaman istilah rekrutmen

(recruitment) dan kelelahan (decay/fatigue). Rekrutmen adalah suatu fenomena, terjadi

peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Keadaan ini

khas pada tuli koklea. Pada tuli koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB , sedangkan

orang normal dapat membedakan bunyi 5 dB. Misalnya pada orang yang tuli 30 dB,ia dapat

membedakan bunyi 31 dB. Pada orang tua bila mendengar suara perlahan, ia tidak dapat

mendengar, sedangkan bila mendengar suara keras dirasakan nyeri di telinga.14

Kelelahan (decay/fatigue) merupakan adaptasi abnormal, merupakan tanda khas dari

tuli retrokoklea.saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi

istirahat maka akan pulih kembali.Fenomena tersebut dapat dilacak pada pasien tuli saraf

dengan melakukan pemeriksaan khusus, yaitu :14

Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index)

Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balans Test)

Tes kelelahan ( Tone Decay)

Audiometri tutur (Speech Audiometri)

Audiometri Bekesey

2.6.1 TES SISI

Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena

rekrutmen, yaitu keadaan koklea yang dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian

intensitas yang kecil, sehingg apasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil itu

(sampai 1 dB).15

Cara pemeriksaan itu, ialah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih

dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dBdiatas ambang rangsang, jaid

50 dB. Setelah itu ditambahkan rangsangan 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3, dB, 2 dB, dan

terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakan berarti tes SISI positif.15

Cara lain ialah tiap 5 detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa

kali pasien dapat membedakan perbedaan itu. Bila 20 kali benar, berarti 100 %, jadi khas. 16

Page 17: Referat Tht

Bila yang benar sebanyak 10 kali, 50 % benar. Dikatakan rekrutmen positif, bila skor 70-100

%. Bila terdapat skor antara 0-70 %, berarti tidak khas. Mungkin pendengaran normal atau

tuli perseptif lain.15

2.6.2 TES ABLB

Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada

kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans

negatif. Bila balans tercapai terdapat rekrutmen positif. Catatan: pada rekrutmen fungsi

koklea lebih sensitif.14,15

Interpretasi :

Grafik berupa laddergram, recruitment (+) menujukkan tuli kokhlea

17

Page 18: Referat Tht

Gambar 11.Grafik ABLB A : recruitment (+) B : recruitment (-)14

2.6.3 TES KELELAHAN (TONE DECAY)

Terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Jadi, kalau

telinga yang dirangsang terus menerus, maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak

dapat mendengar pada telinga yang diperiksa itu. Ada 2 cara :15

TTD : threshold tone decay

STAT : supra threshold adaptation test

a. TTD

Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart dan Rosenberg memodifikasinya. Cara

Garhart ialah dengan melakukan rangsangan terus menerus pada telinga yang diperiksa

dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik

masih dapat mendengar, berarti tidak terdapat kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif.

Sebaliknya, bila setelah 60 detik tidak mendengar, berarti terdapat kelelahan, hasilnya positif.

Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 dB (jadi 45 dB), maka pasien dapat mendengar lagi.

Rangsangan dapat diteruskan dengan 45 dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa

penambahan intensitasnya.15

Penambahan 0-5 dB : normal, 10-15 dB : ringan (tidak khas), 20-25 dB : sedang (tidak khas),

> 30 dB : berat (khas terdapat kelelahan).15

Pada rosenberg : bila penambahan kurang dari 15 dB dinyatakan normal, sedangkan lebih

dari 30 dB : sedang.15

b. STAT

18

Page 19: Referat Tht

Prinsipnya ialah pemeriksaan pada 3 frekuensi : 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz pada 110

dB SPL. SPL adalah intensitas yang ada secara fisika sesungguhya. 110 dB SPL = 100 dB SL

(pada frekuensi 500 dan 2000 Hz).15

Artinya nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan terus

menerus selama 60 detik dan dapat mendengar, berarti tidak terdapat kelelahan. Bila kurang

dari 60 detik maka terdapat kelelahan (decay)15

2.6.4 AUDIOMETRI TUTUR (SPEECH AUDIOMETRY)

Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).

Monosilabus = satu suku kata, bisilabus = dua suku kata. Kata-kata ini disusun dalam daftar

yang disebut : phonetically balance word LBT (PB, LIST).14,15

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder.

Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit membedakan bunyi S, R, N,C H, CH, sedangkan pada

tuli retrokoklea lebih sulit lagi.14,15

Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan

kata “pasar” didengarnya “padar”.

Apabila kata yang betul : Speech discrimination score:14,15

90-100 % : pendengaran normal

75-90 % : tuli ringan

60-75 % : tuli sedang

50-60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari

< 50 % : tuli berat

Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan

sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid)15

Istilah :

SRT : (speech reception test) : kemampuan untuk mengulangi kata-kata yang benar

sebanyak 50 %, biasanya 20-30 dB diatas ambang pendengaran14,15

SDS (speech discrimination score) : skor tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang

pada intensitas tertentu.14,15

19

Page 20: Referat Tht

2.6.5 AUDIOMETRY BEKESSY

Macam audiometri ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip

pemeriksaan ini ialah dengan nada yang terputus (intrupted sound) dan nada yang terus

menerus (continues sound). Bila da suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan

didaptkan grafik seperti gigi gergaji, garis yang menarik adalah periode suara yang dapat

didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar. Pada telinga normal ,

amplitudo 10 dB. Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil. 13,14,15

Gambar 13. Grafik Audiometri Bekessy13

Tipe I : Normal/tuli konduktif Tipe II : tuli kokhlear

Tipe III : gangguan N VIII Tipe IV : gangguan N VIII/tuli kokhlear

2.7 AUDIOMETRI OBJEKTIF

20

17/1/2007 LR/PB

Page 21: Referat Tht

Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 4 cara pemeriksaan, yaitu

audiometri impedans, elektrokokleografi (E.Coch), evoked response audiometry dan oto

accoustic emmision (emisi otoakustik).16

2.7.1 AUDIOMETRI IMPEDANS

Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu

pada meatus akustikus eksterna.14,15,16

Didapatkan istilah :

Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya, ada

cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan membran

timpani dan membran timpani yang sangat lentur

Fungsi tuba Eustachius, untuk mengetahui tuba Eustachius terbuka atau tertutup

Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-

80 dB diatas ambang dengar.

Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks sapedius menurun, sedangkan pada lesi

retrokoklea, ambang itu naik.14,15,16

2.7.2 ELEKTROKOKLEAGRAFI

Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari

evoke electropotential cochlea. Caranya ialah dengan elektroda jarum, membran timpani

ditusuk sampai promontorium, kemudian dilihat grafiknya. Pemeriksaan ini cukup infasuf

sehingga saat ini sudah jarang dilakukan. Pengembangan pemeriksaan ini yang lebih lanjut

dengan elektrode permukaan (surface elekctrode), disebut BERA (brain evoked response

audiometry).16

2.7.3 EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY

Dikenal juga sebagai Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA), Evoked

Response Audiometry (ERA) atau Auditory Brainstem Response (ABR) yaitu suatu

pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N. VIII. Caranya dengan merekam

potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga

dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

21

Page 22: Referat Tht

elektroda permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau

lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat objektif.16

Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah

pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan melalui head

phone akan menempuh perjalanan melalui saraf VIII di koklea (gelombang I), nukleus

koklearis (gelombang II), nukleus olvarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis

(gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V), kemudian menuju ke kortex auditorius di

lobulus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak akan di terima oleh ketiga elektroda

di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf

pendengaran tersebut dapat dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat

pemberian rangsang suara sampai mencapai nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian

setiap keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti

klinis keadaan saraf pendengaran, maupun jaringan otak sekitarnya. BERA dapat

memberikan informasi mengenai keadaan neurofisiologi, neuroanatomi dan saraf-saraf

tersebut hingg apusat-pusat yang lebih tinggi dengan menilai gelombang yang timbul lebih

akhir atau latensi yang memanjang.16

Pemeriksaan BERA sangat bermanfaat terutama pada keadaan tidak memungkinkan

dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat

dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat ganda, kesadaran menurun. pada orang dewasa

dapat untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau ada kecurigaan tuli

saraf retrokoklea.16

Cara melakukan pemeriksaan BERA, menggunakan 3 buah elektroda yang diletakkan

di verteks atau dahi dan dibelakang kedua telinga (pada prosesus mastoideus), atau pada

kedua lobulus preaurikuler yang dihumbungkan dengan preamplifier. Untuk menilai fungsi

batang otak umumnya digunakan bunyi rangsang click, karena dapat mengurangi artefak.

Rangsang ini diberikan melalui head phone secara unilateral dan rekaman dilakukan pada

masing-masing telinga. Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf

pendengaran dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Pembagian ini berdasarkan waktu

yang diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi

berbentuk gelombang, yaitu : early response timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik,

merupakan reaksi dari batang otak. Midle response antara 10-50 mili detik, merupakan reaksu

dari talamus dan korteks auditorius primer, late response antara 50-500 mili detik, merupakan

reaksi dari area auditorius primer dan sekitarnya. Penilaian BERA :16

22

Page 23: Referat Tht

Masa laten absolut gelombang I,II,V

Beda masing-masing masa laten absolut (interwave latency I-V, I-III, III-V)

Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)

Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)

Rasio amplitudo gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V

kepuncak gelombang I, yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.

2.7.4 OTOACCOUSTIC EMISSION(OAE)

Emsis otoakustik merupakan respons koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar

yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar dipersrafi oleh serabut

saraf eferen dan memiliki elektromotilitas. Sehingg apergerakan rambut akan menginduksi

depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang kecil diinduksi menjadi besar, akibatnya suara

yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukan bahwa emisi otoakustik

adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Dedangkan sel rambut

dalam dipersarafi serabut aferen yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik

dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.16

Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) ke

dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara

(loudspeaker) yang berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap

suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan

dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya

dilakukan di ruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising

lingkungan.16

Emsisi otoakustik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Emisi otoakustik spontan

(Spontaneus Otoaccoustic Emmision/ SOAE) dan Evoked Otoaccoustic Emmision/EOAE.

SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari luar,

didapatkan 60 % pada telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai klinis yang rendah.

EOAEmerupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara. Terdapat 3 jenis

EOAE yang dikenal, yaitu :16

23

Page 24: Referat Tht

1. Stimulus frequency otoaccoustic emmision (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan

oleh nada murni yang terus menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan jarang

digunakan

2. Transiently evoked otoaccoustic emmision (TEOAE), merupakan respon stimulus klik

dengan waktu cepat yang timbul 2-2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak

dapat dideteksi pada telinga dengan ambang dengar lebih dari 40 dB

3. Distortion product otoaccoustic emmision (DPOAE). Terjadi karena stimulus dua nada

murni (F1, F2) dengan frekuensi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang

daerah koklea secara terus menerus.

2.8 PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK

Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa seseorang yang pura-pura tuli, misalnya

untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa cara pemeriksaan antara lain :13,14,15

Cara Stenger : memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga,

kemudian pada sisi yang sehat nada dijauhkan

Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil

audiogramnya berbeda

Dengan impedans

Dengan BERA

2.9 AUDIOLOGI ANAK

Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan di dalam ruangan khusus (free

field). Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara :15,16

Free field test : menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap

rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang bunyi sambil bermain,

kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang digunakan dapat berupa

neometer atau viena tone

Audiometrri bermain. Pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang dilakukan

sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif

BERA, menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat dilakukan pada anak yang

tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan konvensional

24

Page 25: Referat Tht

Echocheck dan emisi otoakustik. Menilai fungsi koklea secara objektif dan dapat

dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk program

skrining pendengaran pada bayi dan anak.

KESIMPULAN

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli kondiktif,

sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli

koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah

dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan

menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.

Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. Fasialis yang disebut korda timpani. Bila

terdapat radang di telinga tengah dan atau trauma mungkin korda timpani terjepit, sehingga

timbul gangguan pengecap.

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli

campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan

oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural

(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat

pendengaran, sedangkan tuli campur disebabkan kombinasi tuli konduktif dan tuli

sensorineural.

Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli

sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.

Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-

serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.

25

Page 26: Referat Tht

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi

khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment

Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri

tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans, elektrokokleografi,

Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,

audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Levine S. Audiologi. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC;1997; 46-74.

2. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam :

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Leher. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.

3. Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson Corporation.

2007

4. Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Company. 2003.

5. Prihardini D, dkk. Sensori dan Persepsi Auditif. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia. 2010.

6. Dhingra PL: Assessment of hearing, Disease of ENT, 4 th edition: Elsevier: 2007

7. Kutz, Joe Walter ; Meyers, Arlend ; Bauer, Carol A, et al. Audiology Pure-Tone

Testing. Available at.http://www.emedicine.medscape.com/article/1822962-overview

Accessed on March 26th 2013.

8. Hopkins, Johns. Pure Tone Audiometry. Available at.

http://www.johnshopkinsmedicine.org/puretoneaudiometry.html Accessed on March

28th 2013.

26

Page 27: Referat Tht

9. Carol J.Y. How To Read An Audiogram. Available at.

http://www.wou.edu/education/sped/wrocc/HT%20Read%20Audiogram%20web.pdf

Accessed on March 27th 2013.

10. Timothy C.H. Audiometry. Pure Tone Audiometry. Available at.

http://www.dizziness-andbalance.com/testing/hearing/audiogram.html Accessed on

March 27th 2013.

11. General Practice Notebook. Audiogram Pure Tone. Available at.

http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=845873165 Accessed on March

28th 2013.

12. American Speech-Language-Hearing Association 2005. Guidelines for Manual

Pure-Tone Threshold Audiometry. Available at.

http://www.asha.org/docs/pdf/GL2005-00014.pdf Accessed on March 26th 2013.

13. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive Otology. Lippincott Williams & Wilkins.

Philadelphia. 2000;559-570.

14. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of Clinical Audiology. Fifth edition.

Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232.

15. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck

Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715

16. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology. Eight edition. Mc Graw Hill

Companies. United States. 2003;24-64

27

Page 28: Referat Tht

DAFTAR PUSTAKA(backup)

1. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive Otology. Lippincott Williams & Wilkins.

Philadelphia. 2000;559-570.

2. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott

Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232.

3. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery.

Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715

4. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology. Eight edition. Mc Graw Hill Companies.

United States. 2003;24-64

5. Sininger, Yvonne. Auditory Neuropathy A New Perspective on Hearing Disorders. Singular

Thomson Learning. Canada. 2001;1-50

6. Lassman,FM. Audiology. Adam GL. BOIES Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition.

W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1989; 46 – 66

7. Hendarmin,H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 5. FKUI. Jakarta. 2001; 28-30

28

Page 29: Referat Tht

8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan Kuliah. Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung.

13-14 Mei 1991; 12-63

29