Referat Tht Revisi Anchez

download Referat Tht Revisi Anchez

of 21

description

referat tht

Transcript of Referat Tht Revisi Anchez

20

BAB IPENDAHULUAN

Disfagia merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus. Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus1. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1,2 Proses menelan terbagi dalam 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal.2 Disfagia dapat terjadi bila ada gangguan pada masing-masing fase menelan.1 Disfagia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor mekanik, motorik, dan psikologik berupa gangguan emosi.2 Faktor mekanik yang menyebabkan disfagia mengacu pada adanya sumbatan dalam setiap proses menelan. Sedangkan faktor motorik berkaitan dengan kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan.1,2Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, angka harapan hidup untuk usia tua semakin besar. Menurut The National Research Council of the National Academies (USA), angka harapan hidup untuk usia >65 tahun mencapai 80%.3 Pelayanan kesehatan yang baik merupakan faktor yang berperan dalam peningkatan angka harapan hidup terutama untuk pasien pasca stroke atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf lainnya.3 Penyakit-penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa pada pasien seperti disfagia. Setiap mahluk hidup perlu nutrisi untuk proses kehidupan. Kemampuan untuk makan dan minum adalah hal esensial bagi tubuh. Sulit menelan dapat menyebabkan asupan nutrisi kurang. Kurangnya nutrisi menyebabkan berbagai gangguan lain dalam tubuh bahkan kematian. Karena hal tersebut, etiologi, manifestasi, dan penatalaksaan disfagia perlu dibahas lebih lanjut dalam referat ini.

1BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI FARING DAN ESOFAGUS

Gambar 1. Anatomi faring dan esofagus4

2.1.1 Anatomi Orofaring

2Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior tulang hioid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan media dan mukosa faring. Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk orofaringeal yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari lipatan palatoglosal lateral, tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri terbuat dari otot palatoglosus yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan mukosa diatasnya. Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah, meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula yang merupakan ruang antara pangkal lidah dan epiglotis membentuk perbatasan inferior dari orofaring. Ini biasanya setara dengan tulang hioid.5 Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglosal dan posterior oleh lipatan palatofaringeal. Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam respon imun lokal untuk patogen oral. Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang saling tumpang tindih. Saraf glosofaringeus dan otot faring stilofaringeus memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor superior dan tengah.2,5

2.1.2 Anatomi HipofaringPerbatasan hipofaring di bagian superior ialah tulang hioid dan sfingter esofagus atas (Upper Esofagus Sphincter/UES) sedangkan di bagian inferior hipofaring dibatasi oleh otot krikofaringeus.5 Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring yang meliputi epiglotis dan kedua lipatan ariepiglotik dan tulang rawan aritenoid. Permukaan posterior dari kartilago aritenoid dan pelat posterior kartilago krikoid merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring. Lateral kartilago aritenoid hipofaring terdiri dari kedua sinus piriformis yang dibatasi oleh tulang rawan lateral tiroid. Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah, otot konstriktor inferior dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot krikofaringeus membentuk sfingter esofagus atas. Otot ini berkontraksi tonik selama istirahat dan relaksasi saat menelan untuk memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus.5,7

2.1.3 Anatomi EsofagusEsofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan lambung. Esofagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan merah muda yang lembab disebut mukosa. Esofagus berjalan di belakang trakea dan jantung, dan di depan tulang belakang. Esofagus melewati diafragma tepat sebelum memasuki lambung. Sfingter esofagus bagian atas adalah sekumpulan muskulus di bagian atas esofagus. Otot-otot sfingter esofagus bagian atas berada di bawah kendali sadar (volunter). Otot-otot ini digunakan ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. Sfingter esofagus bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES) adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus yang berbatasan langsung dengan gaster. Sfingter esofagus bagian bawah mencegah asam lambung dan isi gaster naik kembali ke esofagus ketika ditutup. Otot-otot sfingter esofagus bagian bawah tidak berada di bawah kontrol volunter.1,2,6

2.1.4 Vaskularisasi Faring dan EsofagusPasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal. Kontribusi utama vaskularisasi faring adalah dari arteri faring asenden yang berasal dari arteri karotis eksternal. Arteri faring asenden tepat berada di atas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati posterior selubung karotis yang memberikan cabang ke faring dan tonsil. Cabang arteri palatina memasuki faring tepat di atas dari muskulus konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina asenden dan arteri tonsilaris yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor faring superior dan palatum. Arteri maksilaris dan arteri lingualis dorsalis yang berasal dari arteri lingual memberi sedikit kontribusi untuk vaskularisasi faring. Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus faring eksterna yang terkandung dalam fasia bukofaringeal terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis interna dan vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang-cabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagus atas dan esofagus servikal. Kedua arteri esofagus atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter esofagus bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi membentuk anastomosis dapat mengakibatkan infark esofagus jarang terjadi. Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental dari pleksus vena submukosa yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esofagus proksimal dan distal mengalir ke dalam sistem azigos. Kolateral dari vena gaster sinistra, cabang dari vena portal, menerima drainase vena dari mid-esofagus. Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem vena sistemik di distal esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi portal. Varises submukosa ini yang merupakan sumber utama perdarahan gastrointestinal dalam kondisi seperti sirosis.5,7

2.1.5 Persarafan Faring dan EsofagusPleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan dibentuk oleh cabang dari nervus glosofaringeus (saraf kranial IX), nervus vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Muskulus stilofaringeus dipersarafi oleh saraf glosofaringeus. Selain muskulus stilofaringeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh nervus vagus. Semua otot-otot intrinsik laring, kecuali otot krokotiroid, dipersarafi oleh nervus laringeus. Nervus laringeus merupakan cabang nervus vagus. Otot krikotiroid menerima persarafan dari cabang eksternal dari nervus laringeus superior dan juga dari cabang nervus vagus. Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan glosofaringeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus glosofaringeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima persarafan parasimpatis untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk kontraksi dari serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior. Persarafan motor esofagus didominasi oleh nervus vagus. Esofagus menerima persarafan parasimpatis dari nukleus ambigus dan inti motorik dorsal nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan persarafan sekretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal. Rantai simpatis torakalis ini mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan peristaltik. Pleksus Auerbach merupakan ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal dan melingkar dari tunika muskularis mienterik bekerja mengatur kontraksi lapisan otot luar. Pleksus Meissner yang merupakan ganglia yang terletak dalam submukosa bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis.5,7

2.1.6 Aliran Limfatik Faring dan EsofagusAliran limfatik faring mengalir ke kelenjar getah bening servikalis profunda (deep cervical lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada hipofaring juga dapat mengalir ke kelenjar getah bening paratrakeal. Pembuluh limfatik laring mengalir ke kelenjar servikalis profunda, nodus pretrakeal, dan nodus prelaringeal. Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar getah bening servikal profunda yang kemudian menjadi duktus torasikus. Limfatik dari sepertiga tengah esofagus mengalir ke nodus mediastinum superior dan posterior. Limfatik sepertiga distal esofagus mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah bening gaster. Ada hubungan yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase terutama karena asal embriologik ganda jalur limfatik dari brankiogenik dan mesenkim tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini bertanggung jawab untuk penyebaran keganasan dari esofagus bagian bawah ke kerongkongan bagian atas.1,5,7

2.2 FISIOLOGI MENELANProses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esofagal.2

Gambar 8. Proses menelan2Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah. Bolus ini terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.1,2Kontraksi muskulus levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontaksi muskulus levator veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi muskulus palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi muskulus palatofaring sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.2Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi muskulus stilofaring, muskulus salpingofaring, muskulus tirohioid dan muskulus palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi muskulus ariepiglotika dan muskulus aritenoid obligus.2 Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian udara ke laring karena refleks yang menghambat menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kearah esofagus karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.1,2Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi muskulus krikofaring sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat, sfingter akan berkontraksi lebih kuat melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari.1,2Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, sfingter ini akan menutup kembali.1,2

2.3 DISFAGIA2.3.1 DefinisiDisfagia adalah kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus.1

2.3.2 KlasifikasiBerdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, motorik, dan gangguan emosi. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.1,2Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus.2 Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.2,9Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas disfagia orofaringeal dan disfagia esofageal. Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bolus dari orofaring ke dalam kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk. Disfagia esofageal adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas atau obstruksi mekanis.2,8

2.3.3 PatogenesisProses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah. Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor nervus vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat perenggangan langsung dinding esofagus.2,9

2.3.4 DiagnosisPasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka mencoba menelan. Namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat minimal atau bahkan tidak ada keluhan.2,9Anamnesis pada disfagia merupakan hal yang penting dalam penegakan diagnosis. Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan makanan padat. Bolus makanan kadang perlu didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut cairanpun akan sulit ditelan. Bila progresif dalam beberapa bulan perlu dicurigai suatu keganasan di esofagus. Sebaliknya, pada disfagia motorik yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi pada waktu yang bersamaan. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari mungkin disebabkan peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan disertai dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai sebagai keganasan esofagus. Bila disfagia terjadi bertahun-tahun perlu dicurigai suatu kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lower esophageal muscular ring).2,9Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi beberapa hal. Selama pemeriksaan fisik yang perlu adalah mencari mekanisme oral-motor dan laring. Pemeriksaan nervus kranialis terutama nervus VII-XII sangat penting dilakukan pada pasien disfagia. Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air liur, dan kepekaan oral juga diperlukan.9,11Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien perlu diperiksa karena dapat berdampak pada keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar langkah-langkah kompensasi. Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang terlibat dalam mulut dan faring menelan. Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi. Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi dan beristirahat.9,10Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai gerakan selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya hambatan mekanisme pelindung laring. Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan spatula lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi tidak adanya refleks muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak mampu menelan dengan aman. Sebagian banyak orang dengan tidak ada refleks muntah memiliki kemampuan menelan yang normal, dan beberapa pasien dengan disfagia memiliki refleks muntah yang normal.9,10Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia. Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apnu, dan kecepatan menelan. Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan batuk atau pembersihan tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat. Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung dari tindakan menelan. Pasien diminta minum air, jika memungkinkan dilakukan penilaian makan pasien dengan berbagai tekstur makanan. Sialorrhea, inisiasi menelan tertunda, batuk, atau kualitas suara serak basah mungkin menunjukkan masalah sulit menelan. Setelah menelan amati pasien selama 1 menit atau lebih untuk melihat apakah ada respon batuk yang tertunda.9,10Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia. Endoskopi atau esofagoskopi dilakukan dengan cara memasukkan tabung ke kerongkongan untuk membantu mengevaluasi kondisi kerongkongan dan mencoba untuk membuka bagian-bagian kerongkongan yang mungkin tertutup. Manometri esofagus dilakukan dengan memasukkan tabung ke dalam perut untuk mengukur perbedaan tekanan di berbagai daerah. X-ray leher, dada, atau perut juga dapat dilakukan pada pasien disfagia. Gambar bergerak atau video x-ray saat menelan diambil dari kerongkongan dengan cara menelan barium yang disebut barium x-ray.2,10

2.4 DISFAGIA OROFARINGEALDisfagia orofaringeal (oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika mekanisme orofaringeal dalam proses menelan yang dalam keadaan normal menjamin perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara bersamaan melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia, malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat disfagia orofaringeal. Walaupun terdapat banyak penyebab disfagia orofaringeal, kecelakaan serebrovaskular merupakan penyebab kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit parkinson bertanggung jawab atas sejumlah kasus disfagia orofaringeal, dengan gangguan miopati dan lesi struktural yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab disfagia orofaringeal, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling terkait yaitu kelainan transfer bolus dan kelainan perlindungan jalan napas. Kelainan transfer bolus dapat disebabkan oleh kegagalan pompa orofaringeal, gangguan koordinasi oral atau faring, dan obstruksi aliran keluar faring.2,11Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik pada lidah, bibir dan wajah. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf kranial. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus. Gangguan mendorong bolus ke faring. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan muncul. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.2,11Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing dan aspirasi.2 Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus dalam rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu atau ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice) setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.2,11Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES). VFSS dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut, faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses menelan. FEES adalah suatu pemeriksaan untuk evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan.1,2

2.4 DISFAGIA ESOFAGEALDisfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari disfagia esofagus meliputi akalasia, proses penuaan, spasme difus, striktur esofagus, tumor, benda asing, cincin esofagus, gastroesophageal reflux disease (gerd), eosinofilik esofagitis, scleroderma, terapi radiasi. Akalasia hal ini terjadi ketika otot esofagus bawah (sfingter) tidak benar-benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-otot di dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang menyebabkan untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan. Proses penuaan, dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke dalam perut. Spasme difus, kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun. Striktur esofagus, penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor. Tumor, kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk ketika terdapat tumor esofagus. Benda asing, terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami kesulitan mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan. Anak-anak mungkin akan menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin atau potongan mainan, yang dapat menjadi terjebak. Cincin esofagus, pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat. Gastroesophageal reflux disease (GERD), kerusakan jaringan esofagus dari asam lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat menyebabkan spasme atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan bawah membuat sulit menelan. Eosinofilik esofagitis, kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada penyebab yang ditemukan. Scleroderma, penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan komplikasi mirip dengan GERD. Terapi radiasi, hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan dan jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan.1,2,9

2.6TATALAKSANATerapi menelan, baik prosedur terapi langsung maupun kompensatori, dapat memperbaiki fungsi menelan pada pasien dengan disfagia orofaring, mengurangi risiko pneumonia aspirasi, dan memperbaiki status gizi pasien. Tujuan dari terapi rehabilitatif adalah untuk keamanan dari proses menelan (misalnya mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring).12,132.6.1 Compensatory Treatment ProceduresTeknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati rongga mulut dan faring. Terdiri atas postur (chin tuck, head back, head rotation). Peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa berbeda, suhu dan tekstur yang berbeda). Modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil dan kecepatan yang perlahan). Modifikasi viskositas/tekstur makanan ( konsistensi cair atau lunak). Intraoral prosthetics (Palatal lift, obturator dan augmentation)12,13

2.6.2 Prosedur Terapi LangsungProsedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi menelan dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun faringeal. Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan, gerakan, kemampuan kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki integrasi sensori-motor. Latihan gerak, resistensi, dan kontrol. Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini berguna terutama memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk pasien dengan pengobatan kanker rongga mulut, pasien Parkinson, multipel sklerosis, dan amyotrophic lateral sclerosis. Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan suprahyoid. Kekuatan lidah biasa berkurang pada orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain injury (TBI), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker rongga mulut yang diradioterapi.12,13Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat mengunyah. Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan upper esophageal sphincter (UES) saat menelan. Prosedur Integrasi Sensori-motor. Stimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi untuk menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada arkus faucial anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien diperintahkan untuk menelan. Jika dikombinasikan dengan rangsangan asam dapat mengurangi waktu laten dari proses menelan. Manuver, manuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal dibawah kontrol volunter. Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas, menelan, dan batuk. Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level laringeal vestibulum dan glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar arytenoid sampai ke dasar epiglotis sehingga laringeal vestibulum tertutup, menelan lalu batuk. The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar lidah posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang melewati dasar lidah. Manuver ini berguna pada pasien dengan penurunan gerak dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah, valekula, dan dinding faringeal atas. Pasien diinstruksikan menghancurkan makanan dengan lidah dan otot tenggorokan selama menelan yang akan meningkatkan pembersihan bolus melewati dasar lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering dikombinasikan dengan postur chin tuck. The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama menelan, dengan demikian meningkatkan luas dan durasi pembukaan cricofaringeal selama menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan koordinasi faringeal selama fase faringeal. Pasien diinstruksikan menelan seperti biasa dan saat setengah menelan (saat laring terangkat) tahan selama 2 detik kemudian relaksasi. The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang untuk meningkatkan gerakan anterior dinding faring posterior. Gerakan dinding faring posterior lebih besar sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah selama menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan penurunan kontak dasar lidah dengan dinding faring dan penurunan pembersihan bolus melewati dasar lidah. 12,13

BAB IIIKESIMPULAN

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia adalah kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik dan disfagia oleh gangguan emosi. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat yang dikenal sebagai globus histerikus. Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan disfagia esophageal. Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Disfagia esofagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring, yaitu Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES).

DAFTAR PUSTAKA

1. Oktoriana, F. Disfagia. Referat pada Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. 2010.2. Soepardi, E. A. Disfagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher (halaman 276-302). Balai Penerbit FKUI, 2007. Jakarta, Indonesia.3. Chichero, J. 2013. Thickening Agents Used for Dysphagia Management: Effect on Bioavailability of Water, Medication and Feeling of Satiety. Chichero Nutrition Journal. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.nutritionj.com/.4. Putz, R. dan R. Pabst. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Buku Kedokteran ECG. 2006. Jakarta, Indonesia.5. Tjoa, T. 2013. Throat Anatomy. Medscape. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.emedicine.medscape.com/.6. Hoffman, M. 2014. Picture of Esofagus. WebMD. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.m.webmd.com/.7. Kuo, B., dan Daniela U. 2006. Esofagus - Anatomy and Development. Goyal&Shaker. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.nature.com/.8. Paik, N. J. 2008. Dysphagia: Physical Medicine and Rehabilitation. Medscape. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://emedicine.medscape.com/.9. DiMarino, M. C. 2015. Dysphagia. Merck Manual. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) Dari http://www.merckmanuals.com/.10. Carter, E. 2010. Clinical Symptoms of Dysphagia. Dysphagia. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.umm.edu/.11. Saeian, K., dan Shaker R. 2000. Oropharyngeal Dysphagia. USA: Current Science. (internet) 2015. (diunduh 6 September 2015) dari http://www.sld.cu/.12. Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006: Philadelphia.13. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical guideline. June 2010