Referat Terapi Konservatif ESRD
-
Upload
rayi-ijqi-asasain -
Category
Documents
-
view
200 -
download
2
Transcript of Referat Terapi Konservatif ESRD
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan dunia yang perlu
diperhatikan, di amerika serikat lebih dari 20 juta orang menderita penyakit ginjal kronik
yang artinya satu dari sembilan penduduk dewasa. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan penuruan fungsi
ginjal yang progresif dan sering berakhir dengan gagal ginjal kronik. Uremia adalah suatu
sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik. Terapi pada gagal ginjal kronik tergantung dari derajat penyakit,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Dialisis dan transplantasi ginjal merupakan terapi pilihan yang di
anjurkan pada pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD), hal ini masih menimbulkan
masalah tentang efekasi dari kedua terapi ini terhadap angka kematian dan kualitas hidup
pasien. Terapi konservatif merupakan salah satu pilihan dalam terapi End Stage Renal
Disease (ESRD) tanpa dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal, artinya pasien yang
menolak atau tidak dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal maka dapat dilakukan terapi
konservatif. Pada dasarnya terapi konservatif ini masih menjadi perdebatan, karena terapi ini
hanya terfokus pada pengendalian gejala dan peningkatan kualitas hidup pasien sehingga
fungsi ginjal secara progresif akan semakin menurun. Sebuah penelitian ilmiah menunjukan
bahwa perawatan konservatif pada ESRD memiliki angka harapan hidup dan kualitas hidup
yang tidak berbeda secara statstik dengan pasien yang menjalani dialisis, tetapi terdapat juga
penelitian lain yang menyangkal penelitian ini sehingga masih menjadi masalah apakah terapi
konservatif bisa dijadikan terapi pengganti dialisis atau hanya sebagai terapi alternatif pada
pasien dengan ESRD. Referat ini membahas tentang terapi konservatif yang di anjurkan pada
pasien ESRD berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terbaru dengan tujuan dapat
dijadikan acuan untuk melakuakan terapi ESRD tanpa dialisis atau transplantasi ginjal.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
Epidemiologi
Di amerika, CKD di derita oleh lebih dari 20 juta penduduk atau satu dari sembilan penduduk
dewasa. Kebanyakan dari pasien tidak menyadari kondisinya karena sifatnya yang
asimtomatik sampai penyakit ginjal menjadi parah dan semakin progresif. Lebih dari 70%
kasus CKD yang berat (stage 5 dan ESRD) di amerika serikat akibat dari diabetes melitus
atau hipertensi. 12% pasien dengan glumeluronefrits, penyakit batu ginjal dan penyakit
urologi lainnya menjadi salah satu penyebab dari CKD sedangkan 15% tidak diketahui
penyebabnya.
Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronis ( CKD ) meliputi :
Penyakit ginjal diabetes
Hipertensi
Penyakit vaskular
Penyakit glomerulus ( primer atau sekunder )
Penyakit ginjal Cystic
Penyakit tubulointerstitial
Disfungsi atau Obstruksi saluran kemih
penyakit batu ginjal berulang
kelainan kongenital ginjal atau saluran kemih
unrecovered acute kidney injury
Penyakit pembuluh darah yang dapat menyebabkan CKD meliputi:
renal artery stenosis
ANCA-negative vasculitides
Atheroemboli
2
Hipertensi nephrosclerosis
Renal Vein thrombosis
Penyakit glomerular primer meliputi :
nefropati membranosa
Alport syndrome
Immunoglobulin A ( IgA ) nefropati
Focal segmental glomerulosklerosis ( FSGS )
glomerulonefritis membranoproliferatif ( MPGN )
Complement Related diseases (atypical hemolytic-uremic syndrome (HUS), dense
deposit disease)
Rapidly progressive glomerulonephritis
Penyebab sekunder dari penyakit glomerular meliputi :
Diabetes mellitus
lupus eritematosus sistemik
Rheumatoid arthritis
Mixed Connective tissue disease
Scleroderma
Wegener granulomatosis
Mixed cryoglobulinemia
Endokarditis
Hepatitis B dan C
Sifilis
Human immunodeficiency virus ( HIV )
Infeksi parasit
Penggunaan heroin
Penisilamin
Amiloidosis
Light chain deposition disease
Neoplasia
trombotik thrombocytopenic purpura ( TTP )
Shiga - toksin atau Streptococcus pneumoniae - HUS t
Henoch - Schönlein purpura
3
Reflux nephropathy
Penyebab penyakit tubulointerstitial meliputi :
Obat-obatan ( misalnya , sulfonamide , allopurinol )
Infeksi ( virus, bakteri , parasit )
Sindrom Sjögren
Tubulointerstitial nephritis and uveitis (TINU) syndrome
Hipokalemia kronis
hiperkalsemia kronis
Sarkoidosis
Multiple myeloma
Logam berat
Radiasi nefritis
ginjal polikistik
Cystinosis , dan penyakit keturunan lainnya
Obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan dari salah satu berikut :
Benign Prostat Hipertrofi (BPH)
Urolithiasis ( batu ginjal )
striktur uretra
Tumor
Neurogenic bladdew
cacat dari ginjal saluran kemih (kongenital)
fibrosis retroperitoneal
Klasifikasi
National Kidney Foundation mangklasifikasikan tingkat penyakit ginjal kronik dengan
melihat nilai Glumerolus Filtration Rate (GFR) (ml/min/1,73m2). Pasien dengan GFR ≥ 90
dapat diklasifikasikan dalam stage 1 yaitu kerusakan ginjal dengan GFR yang normal atau
meningkat, terapi yang diberikan berupa pengobatan terhadap kondisi komorbid dan
pencegahan terhadap risiko penyakit kardiovaskular . Stage 2 didapatkan ketika nilai GFR
60-89 yang berarti kerusakan ginjal dengan penurunan GFR yang ringan, langkah yang
dilakukan dengan memperkirakan progresifitas penyakit. Stage 3 didapatkan ketika nilai GFR
30-59 yang berarti penurunan GFR yang sedang, langkahnya adalah dengan evaluasi dan
4
pengobatan terhadap komplikasi yang mungkin ada pada pasien. Pasien dengan GFR 15-29
dikatakan sebagai penyakit ginjal kronik stage 4 yang artinya penurunan GFR yang berat,
pada pasien ini sudah mulai dipersiapkan untuk terapi pengganti (transplantasi, dialisis).
Sedangakan pasien dengan End Stage Renal Disease atau penyakit ginjal kronik stage 5
dengan GFR <15 dan harus sudah memulai terapi pengganti (transplantasi, dialisis)
Diagnosis
Gejala dan tanda
Pada awal penyakit, CKD biasanya asimptomatis atau tanpa gejala. Gejala dapat berkembang
secara perlahan dengan penuruan Glomerulus Filtration Rate (GFR) yang bersifat progresif.
Gejala juga bisa meliputi dari penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
saluran kemih, batu saluran kemih, hipertensi dan lain-lain. Gejala sindrom uremia seperti
lemah, letargi, anoreksia, nausea, mual, dan muntah juga sering terjadi. Gejala lain seperti
gangguan neurologi berupa iritabilitas, kurang konsentrasi, gangguan memori, parastesi dan
kejang.
5
Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan pada CKD adalah hipertensi yang sering
ditemukan pada awal CKD dan semakin memburuk seiring dengan meningkatnya
progresifitas penyakit ini. Pasien dengan uremia biasanya memperlihatkan penyakit yang
kronik. Kulit bisa terdapat pucat dan terdapat memar ringan pada tubuh. Pada pasien dengan
gangguan kardiopulmonary tanda yang didapatkan dapat berupa ronki basah, cardiomegaly,
distensi vena jugular, edama dan pericardial friction rub (jarang). Status mental pada juga
dapat didapatkan beragam mulai dari bingung, stupor sampai koma. Pasien dengan penyakit
ginjal perlu diketahui faktor yang menjadi penyebab penyakit tersebut.
Symptoms and signs of uremia
Pemerikasaan laboratorium
6
Pemeriksaan laboratorium penyakit ginjal bisa didapatkan sesuai dengan penyakit yang
mendasari. Diagnosis CKD dapat dilakukan dengan melihat adanya peningkatan dari serum
kreatinin selama minimal 3 bulan. Persisten proteinuria atau gambaran ginjal abnormal
(polysistic renal) juga dapat mendiagnosis CKD sekalipun GFR masih normal. Anemia,
hipopospatemia, hipokalemia, hipokalsemia, dan asidosis metabolik dapat ditemukan pada
penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik. Pada pemeriksaan urinalisis menunjukan
isotenuria saat konstentrasi dan fungsi tubular sudah berkurang. proteinuria bisa didapatkan
pada kasus CKD.
Komplikasi
1. Komplikasi kardiovaskular:
a. Hipertensi
b. Coronary Artery Disease (CAD)
c. Congestive Heart Failure
d. Perikarditis
2. Kerusakan metabolisme mineral (kerusakan metabolisme kalsium, paratiroid hormon)
3. Komplikasi hematologik
a. Anemia
b. Koagulopati
4. Hiperkalemia
5. Gangguan metabolisme asam (asidosis metabolik)
6. Komplikasi neurologis (ensefaopati, neuropati)
7. Gangguan endokrin
Penatalaksanaan End Stage Renal Disease
Pasien dengan GFR 5 – 10 mL/min/1,73 m (dengan atau tanpa sindrom uremia) maka dialisis
atau transplantasi ginjal diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien.
Edukasi pada pasien merupakan hal yang penting untuk melakukan terapi ini karena tidak
banyak pasien yang menolak untuk melakukan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Dialisis (hemodialisis dan peritonial dialisis)
Terapi dialisis dilakukan dengan mengganti fungsi ginjal yaitu membuang produksi
yang tidak terpakai dan cairan yang berlebihan dari darah dengan menggunakan
7
membran semipermaebel. Dialisis merupakan terapi untuk pasien dengan penyakit
ginjal yang kronik (ESRD) dan tidak menyembuhkan ginjal yang sudah rusak tetapi
hanya bersifat menggantikan fungsi ginjal sementara. Terdapat 2 jenid dialisis:
hemodialisis dan peritonial dialisis.
Hemodialisis
Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan mesin dialisis (dialiser), dengan
mengakses sirkulasi darah melalui dua jarum, mesin hemodialisis atau lebih dikenal
dengan ginjal buatan ini terdiri dari terdiri dari ribuan derat berongga yang terbuat
dari membran semipermeabel. Terapi biasanya dilakukan selama empat sampai enam
jam setidaknya tiga kali perminggu.
Peritoneal dialisis
Perotonial dialisis adalah salah satu bentuk dialisis dengan menggunakan membran
peritonium yang bersifat semipermeabel. Hal ini dilakukan dengan menjalankan
cairan ke dalam rongga peritonium melalui tabung dan kemudian dikeluarkan. Untuk
dialisis peritonial akut biasa dipakai stylet-catheter (kateter peritonium) untuk
8
dipasang pada abdomen masuk dalam kavum peritonium, sehingg ujung kateter
terletak dalam kavum douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis dimasukan dalam
cavum peritonium melalui kateter tersebut. membran peritonium nertindak sebagai
membran dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis dalam kavum peritonium
dan plasma darah dalam pembuluh darah di peritonium. Sisa-sisa metabolisme seperti
ureum, kreatinin, kalium dan toksin lain yang dalam keadaan normal dikeluarkan
melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam plasma darah. Karena
kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membran peritonium dan akan
masuk kedalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. Sementara
itu, setiap waktu cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti dengan cairan dialisat
yang baru.
FILL DRAIN
Fill : Dialisis Peritoneal bekerja di dalam tubuh, Cairan dialisis mengalir melalui
tabung ke rongga perut dan mengumpulkan produk yang tidak terpakai dari darah.
Drain : Secara berkala, larutan (solution) dialisis dialirkan dari rongga perut
membawa limbah produk dan kelebihan air dari darah.
Terdapat tiga jenis peritoneal dialisis yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis
(CAPD) dimana pasien mengganti dialisat empat sampai enam kali dalam satu hari
secara manual, continuous cyclic peritoneal dialysis (CCPD) yang dilakukan setiap
hari dan dilakukan pada malam hari, penggantian dialisat tiga sampai empat kali dan
9
nocturnal intermittent peritoneal dialysis (NIPD) dimana pasien menggunakan mesin
dialisis saat malam hari tanpa ada cairan dalam rongga perut pada siang hari.
Komplikasi tersering dari peritoneal dialisis adalah peritonitis. Peritonitis dapat timbul
dengan gejala seperti mual, muntah, diare atau konstipasi dan demam. Staphylococus
aureus merupakan kuman infeksi yang sering terjadi pada komplikasi peritonitis
tetapi streptococcus dan kuman gram negatif lain juga termasuk sering.
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah proses dimana ginjal akan diambil dari pendonor yang
hidup atau meninggal dan ditransplantasikan ke penerima donor yang sesuai.
Transplantasi kadang-kadang dapat terjadi sebelum dialisis dimulai jika tersedia
donor yang masih hidup. Selain itu, obat-obatan anti-rejeksi seperti kortkosteroid,
antimetabolik (azathioprine atau mycophenolate mofetil) dan calcineurin inhibitor
(sirolimus) harus diminum seumur hidup untuk mencegah penolakan dari imunitas
tubuh penerima donor. Transplantasi diutamakan kepada pasien yang tidak memiliki
kondisi medis serius yang bisa semakin diperburuk apabila dilakukan transplantasi
dan operasi besar.
Terapi Konservatif
Terapi konservatif dapat dikatakan sebagai pilihan lain dalam terapi ESRD, dimana dialisis
atau transplantasi ginjal tidak dilakukan. Terapi konservatif atau labih dikenal dengan
perwatan konservatif merupakan manajemen terapi yang bersifat suportif dengan fokus
terhadap pengobatan gejala pada pasien dengan ESRD tanpa dilakukan dialisis, artinya
perjalanan penyakit akan tetap berlangsung. Perawatan juga bergantung pada manajeman diet
makanan dan penggunaan obat-obatan, selain itu dilakukan juga terapi yang fokus terhadap
kondisi psikologis, masalah emosional dan sosial yang behubungan dengan penyakit ginjal
yang diderita.
Perawatan konservatif bertujuan untuk melestarikan fungsi ginjal selama mungkin tapi tidak
bisa menghentikan penurunan fungsi ginjal dan tidak bisa menggantikan fungsi ginjal.
Dialisis dan transplantasi, sementara ini merupakan pengobatan yang efektif tetapi tidak
sepenuhnya menggantikan fungsi ginjal dan tidak menyembuhkan penyakit yang mendasari
atau penyakit terkait. Memilih perawatan konservatif artinya menerima bahwa fungsi ginjal
10
akan semakin berkurang secara progresif dengan kemungkinan yang bisa mengarah kepada
kematian. Tetapi sebaliknya mereka yang memilih dialisis tidak juga mengarah pada
kelangsungan hidup yang lebi lama.
1. Memilih Perawatan Konservatif
Keputusan untuk memilih perawatan konservatif dibuat dalam konsultasi dengan
dokter. Terapi ini merupakan yang tepat bagi sebagian orang yang menganggap
dialisis sebagai hal yang tidak mungkin meningkatkan kualitas hidup atau panjang
hidup dan bahkan dapat secara signifikan mengurangi kenikmatan hidup mereka
secara keseluruhan. Sebuah penelitian menunjukan bahwa perawatan konservatif yang
berkepanjangan pada pasien lanjut usia dengan ESRD memiliki nilai klinis dan
kualitas hidup yang sama dengan pasien ynag menerima dialisis. Selain pandangan
yang berkembang sekarang bahwa setiap orang khususnya staff medis selalu
merokemendasikan dialisis sebagai pilihan utama, maka dari itu konsultasi dengan
dokter dan keluarga penting dalam menentukan untuk melakukan perawatan
konservatif. Dalam membuat keputusan untuk memilih terapi konsevatif sebaiknya
tidak dilakukan secara terburu-buru, informasi yang tepat tentang keuntungan dan
kerugian terapi konservatif menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih terapi
koneservatif.
2. Terapi simptomatis
Ketika fungsi ginjal menjadi sangat terganggu dan mencapai 15% dari fungsi normal,
kebanyakan orang akan mengalami bebrapa gejala penyakit ginjal mulai dari gejala
ringan sampai gejala yang berat. Gejala yang sering dialami meliputi gatal pada
tubuh, mual, kehilangan nafsu makan, kelelahan, kesemutan di tangan atau kaki,
memar, retensi cairan dengan bengkak pada pergelangan kaki dan sesak napas.
Dialisis umumnya meningkatkan beberapa gejala tetapi yang lain biasanya
membutuhkan terapi obat tambahan. Sebagian besar gejala yang dialami pasien dapat
dikendalikandengan obat atau diet, tetapi jelas kesehatan akan semakin menurun
seiring dengan penurunan fungsi ginjal. Hal ini juga tidak bisa memprediksikan
seberapa lama pasien akan hidup karena setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-
beda pada ginjalnya.
Perawatan gejala klinis
11
Ketika fungsi ginjal sangat berkurang, beberapa gejala dapat dialami pasien salah
satunya adalah sindrom uremia dengan berbagai tingkat keparahan yang berbeda juga.
Maka dari itu perwatan yang bersifat paliatif dalam mengendalikan gejala pada pasien
ESRD sangat diperlukan untuk tetap meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kurang Energi atau kelelahan
Salah satu fungsi ginjal dalam metabolisme tubuh adalah menghasilkan
erythropoietin (EPO), suatu hormon glikoprotein yang membantu sumsum
tulang belakang dalam menghasilkan sel-sel darah merah. Pada penurunan
fungsi ginjal maka jumlah erythropoietin yang diproduksi ginjal juga ikut
meenurun yang berakibat pada penurunan jumlah sel darah merah atau
anemia. Anemia dapat menyebabkan lemas, lesu, sesak nafas (jarang) dan
mengurangi kemampuan untuk beraktifitas sehari-hari. Erythropoietin dapat
tersedia dalam bentuk injeksi dengan dosis teratur (50 u/kg selama 3 kali
dalam seminggu) akan meningatkan tingkat energi dan mengurangi gejala
anemia lainnya yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal. Selain itu
juga dilakukan evaluasi terhdap penyebab anemia yang lainnya seperti
kurangnya asupan makanan, defesiensi besi, defesiensi asam folat dan vitamin
B12. Seringkali pasien yang diberikan injeksi erythropoietin juga diberikan
besi (IV atau oral) untuk mencegah defesiensi zat besi pada pasien.
Metallic taste dan nafsu makan yang hilang
Penimbunaan ureum dalam darah dapat meinmbulkan rasa makanan yang
berbeda (metallic taste) yang menyababkan urermic breath, hal ini
menyebabkan nafsu makan pasien berkurang sehingga berat badan juga ikut
berkurang. pemberian suplemen dan hidrasi yang baik pada pasien ESRD
dapat dipertimbangkan, pasien penyakit kronik yang sudah mendekati
kematian cenderung menolak asupan nutrisi dan hidrasi karena mereka
beranggapan bahwa pilihan nutri dan hidrasi bukanlah langkah yang baik
dalam pengobatan terkait dengan kondisi sosial dan klinis pasien. Keluarga
dan orang terdekat pasien sebaiknya memberikan dukungan sosial dan kasih
sayang daripada memaksa pasien untuk makan atau minum dengan harapan
dapat timbul kesadaran dari pasien.
Mual dan muntah
12
Mual dan muntah dapat timbul akibat penurunan fungsi ginjal pada pasien
ESRD, konsulltasi tentang asupan makanan dan gizi yang seimbang dapat
membantu pasien untuk mendapatkan nutrisi dan kalori yang dibutuhkan.
Makanan kecil dengan frekuensi yang sering juga disarankan pada pasien dan
menghindarai makanan tertentu sesuai dengan kondisi pasien merupakan
salah satu rekomendasi yang baik. Pemberian obat-obatan juga dapat
diresepkan pada pasien untuk mengurangi gejala yang dirasakan
(ondansentron 4-8 mg 2kali/hari, metoclopramide 10-20 mg setiap 6-8 jam) .
Kulit gatal
kulit gatal merupakan gejala yang cukup sering pada pasien dengan penyakit
ginjal. Ketidakseimbangan kimia tubuh, perubahan sistem saraf dan kulit
kering merupakan beberapa hal yang berkontribusi untuk gejala ini.
Pemberian obat-obatan untuk membantu mengurangi gatal perlu diberikan
(antihistamin,), selain itu krim kulit untuk merawat kulit agar tidak kering
juga bisa membantu.
Gangguan tidur dan restless leg
Kebanyakan pasien dengan dialisis atau pasien dengan ESRD tanpa dalisis
memiliki kesulitan untuk tidur karena rasa sakit, tidak nyaman, gelisah dan
rasa tidak nyaman pada kaki (restless leg) sehingga menyebabkan kaki
cenderung tidak bisa diam dan menendang. Olahraga yang ringan pada siang
atau pagi hari dapat membantu mengurangi gejala ini, sebaliknya olahraga
beberapa sebelum tidur dalam membantu memperburuk gangguan tidur dan
rasa tidak nyaman pada kaki. Pemeberian obat-obatan untuk mengurangi
gangguan tidur juga dapat diresepkan pada pasien ini (lorazepam 0,5 mg oral
pada malam hari atau temazepam 7,5-15 mg oral) .
Sesak nafas
Sesak nafas merupakan kondisi dimana pasien kesulitan bernafas yang
mungkin disertai rasa tidak nyama didada dan nafas pendek.
Kesulitan nafas pada pasein dengan penyakit ginjal dapat dihubungkan
dengan cairan ekstra yang dapat masuk ke paru-paru, selain iru kondisi pasien
ESRD yang anemia memungkinkan sel darah merah yang membawa oksigen
kedalam tubuh menjadi berkurang dan menyebabkan nafas pendek. Obat-
obatan untuk mengurangi retensi cairan dan anemia dapat menjadi pilihan
untuk mengurangi gejala sesak.
13
Perasaan dingin
Anemia pada pasien ESRD dapat menimbulkan rasa dingin sepanjang waktu,
bahkan di ruangan yang hangat, mengobati anemia dengan memberikan
injeksi EPO akan membantu mengontrol gejala ini.
Bengkak
Pada penyakit ginjal kronik, fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan menjadi
berkurang sehingga meyebabkan edema atau pembengkakan di pergelangan
kaki, tangan dan wajah. Diet pembatasan cairan dan pemberian obat-obatan
untuk mengontrol retensi cairan juga diperlukan pada pasien ini.
Perasaan mengantuk
Ketika uremic toxic menumpuk di otak, maka akan mempengaruhi
konsentrasi dan memori sehingga pasien kadang terlihat bingung. Perasaan
mengantuk juga menjadi hal yang cukup sering seiring dengan penurunan
fungsi ginjal.
Nyeri
Kematian akibat penyakit ginjal kronik biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit dan pasien cenderung tenang. Beberapa pasien mungkin mengalami
gejala nyeri dari kondisi medis lainnya. Pada pasien dengan keluhan nyeri,
pemberian obat-obatan analgesik bisa diberikan untuk mengontrol rasa nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang pemberian acetaminophen,
aspirin dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dapat diberikan,
sedangkan nyeri dengan intensitas sedang sampai berat obat-obat diatas dapat
diberikan dengan kombinasi opoid.
Tanggapan emosional
Penyakit kronis sering dikaitkan dengan berbagai perasaan. Pasien cenderung
sering mengalami berbagai tanggapan emosional sepanjang perjalanan
penyakit ginjal kroniik yang dideritanya seperti shock, penolakan, kemarahan,
depresi, kecemasan, rasa bersalah dan ketakutan tentang masa depan yang
mungkin terjadi pada pasien dan orang-orang yang dicintai. Hal seperti ini
merupakan reaksi normal pada pasien-pasien dengan penyakit kronik.
Konsultasi dengan dokter tentang harapan pasien terhadap panyakitnya
merupakan hal yang perlu dilakukan dengan harapan dapat mengurangi
perasaan emosional pasien sekalipun seringkali apa yang diharapkan pasien
tidak sesuai dengan kenyataannya.
14
Dukungan keluarga dan orang-orang terdekat pasien juga merupakan salah satu langkah
suportif dalam terapi konservatif. Pasien juga diberikan pendekatan secara medis, psikologik,
sosial dan spiritual.
Sebuah jurnal yang berjudul “Conservative Management of End-Stage Renal Disease without
Dialysis: A Systematic Review” (Nina R. O’Connor MD and Pallavi Kumar MD) membahas
perbandingan antara manajemen konservatif dengan dialisis pada pasien dengan End Stage
Renal Disease (ESRD) yang dilihat dari prognosis dan kualitas hidup (Quality of Life) dari
pasien. Jurnal ini bersifat systematic Review yang berarti jurnal yang membandingkan antara
beberapa penelitian yang membahas tentang perbandingan efekasi antara manajemen
konservatif dan dialisis pada ESRD.
Manejemen konservatif pada jurnal ini mencangkup pengendalian terhadap keseimbangan
cairan, pengobatan anemia, koreksi asidosis dan hiperkalemia. Pengaturan terhadap tekanan
darah, metabolisme kalsium dan modifikasi diet juga dilakukan. Penilian dilakukan dengan
melihat prognosis dan kualitas hidup pasien.
Total 13 artikel dari 138 yang diajukan untuk dibahas dan dibandingkan, 7 merupakan studi
cohort, 5 studi cross sectional dan 1 studi observasional
Hasil pada penelitian yang dinilai dari prognosis, menunjukan dari 7 artikel yang merupakan
studi kohort terdapat 2 artikel (murtagh et al, 2007 and smith et al, 2007) memiliki angka
harapan hidup yang tidak jauh berbeda antara pasien dengan manajemen konservatif dan
pasien dengan dialisis sedangkan 5 artikel lainnya cenderung terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara kedua kelompok (Tabel 2).
15
16
Hasil lainnya dari 6 artikel yang dinilai dari kualitas hidup pasien , didapatkan tingkat
kualitas hidup yang hampi sama di antara kedua kelompok
17
Jurnal ini menyimpulkan bahwa manajemen konservatif merupakan alternatif lain yang perlu
juga didiskusikan kepada pasien dan keluarga saat konseling tentang dialisis, pasien yang
menolak dialisis dapat hidup dalam beberapa bulan dan tahun dengan melakukan pendekatan
perawatan suportif yang tepat berupa terapi konservatif.
Jurnal diatas bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk pasien dalam menjalankan terapi
penyakit ginjal kronik, sehingga terapi konservatif dapat dijadikan pilihan atau alternatif bagi
pasien yang menolak dialisis atau transplantasi ginjal.
18
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal Kronik (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia. Pasien dengan Penyakit Ginjal
Kronik stage 5 atau End Stage Renal Disease (ESRD) memiliki fungsi ginjal yang sangat
menurun dan memerlukan penanganan khusus melalui dialisis atau transplantasi ginjal untuk
mengganti fungsi ginjal yang sudah mulai rusak.
Pasien dengan ESRD yang menolak dialisis atau transplantasi ginjal dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan terapi konservatif yang merupakan terapi yang bersifat suportif dengan
fokus terhadap pengobatan gejala pada pasien dengan ESRD tanpa dilakukan dialisis,
Perawatan juga bergantung pada manajeman diet makanan dan penggunaan obat-obatan,
selain itu dilakukan juga terapi yang fokus terhadap kondisi psikologis, masalah emosional
dan sosial yang behubungan dengan penyakit ginjal yang diderita dengan angka harapan
hidup selama berbulan-bulan sampai tahun.
19
DAFTAR PUSTAKA
Papadikis A, Maxine. Current Medical Diagnosis and Treatment. McGraw Hill Lange. 2013
http://emedicine.medscape.com
O’Connor, Nina R . Conservattive Management of End-Stage Renal Disease without
Dialysis: A Systematic Review. Journal of palliative medicine. 2012
Renal Resources Centre. An introduction to Conservative care of advanced kidney disease.
Australia 2010
20