Referat-tb Resisten Obat Antonius

42
REFERAT TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT Pembimbing : dr. Luluk Adipratikto, Sp.P Penyusun : Antonius 11-2012-203 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Transcript of Referat-tb Resisten Obat Antonius

Page 1: Referat-tb Resisten Obat Antonius

REFERAT

TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

Pembimbing :

dr. Luluk Adipratikto, Sp.P

Penyusun :

Antonius

11-2012-203

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Mardi Rahayu

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2014

Page 2: Referat-tb Resisten Obat Antonius

KATA PENGANTAR

egala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

terselesaikannya referat yang berjudul “Tuberkulosis Resisten Obat”. Referat ini

disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta diajukan guna memenuhi

persyaratan penilaian di Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Mardi

Rahayu, Kudus.

SPenghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Luluk Adipratikto,

Sp.P yang telah memberikan dorongan,bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan

referat ini. Penyusun juga ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari

sempurna, baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini

disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penyusun dalam

mengerjakan penyusunan referat ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini memberikan

informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi

kita semua.

Kudus, April 2014

Penyusun

1

Page 3: Referat-tb Resisten Obat Antonius

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Pendahuluan 3

Epidemiologi 4

Faktor-Faktor Penyebab Resistensi 4

Mekanisme Resistensi 6

Diagnosis 9

Tatalaksana Medikamentosa 11

Pengobatan TB-MDR Pada Keadaan Khusus 18

Penelitian Obat TB-MDR Terbaru 21

Hasil Pengobatan TB-MDR 22

Tatalaksana Pembedahan 23

Pencegahan 23

Prognosis 24

Kesimpulan 25

Daftar Pustaka 26

2

Page 4: Referat-tb Resisten Obat Antonius

TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

I. PENDAHULUAN

Kebal obat atau resistensi terhadap obat berarti kuman TB (Mycobacterium

tuberculosis) tidak dapat lagi dibunuh oleh OAT yang dipakai saat ini. Resistensi ini

dimulai dari yang sederhana yaitu mono resistan sampai dengan Multi Drug Resistant

(MDR) dan eXtensively Drug Resistant (XDR). Terdapat lima jenis kategori resistensi

terhadap OAT, yaitu:

A. Mono resisten : Resistensi terhadap salah satu OAT, misalnya resistan terhadap

INH saja, atau rifampisin saja, dll.

B. Poli resisten : Resistensi terhadap lebih dari satu OAT, selain isoniazid (H)

bersama rifampisin (R), misalnya resistensi terhadap H-E atau R-E, atau H-E-S,

dll.

C. Multi drug resistant (MDR) : Resistan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid

(H) dan rifampicin (R), secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama

yang lain, misalnya : HR, HRE, HRES.

D. Extensively drug resistant (XDR) : TB MDR disertai resistensi terhadap salah

satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua

(Capreomisin, Kanamisin, dan Amikasin).

E. Total Drug Resistance (TDR) : Resisten baik dengan lini pertama maupun lini

kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai. 1,2

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi tiga :

A. Resistensi primer : Resistensi yang terjadi M. tuberculosis terhadap OAT,

dimana penderita tidak memiliki riwayat pengobatan OAT atau telah mendapat

pengobatan OAT, namun kurang dari 1 bulan.

B. Resistensi sekunder : Pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal

1 bulan.

C. Resistensi inisial : Bila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada riwayat

pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.1

3

Page 5: Referat-tb Resisten Obat Antonius

II. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2010 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap

merata 2% pertahun. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di dunia adalah

Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan. Saat ini

menurut WHO Indonesia menduduki peringkat ke 8 dari 27 negara dengan jumlah kasus

MDR. Beban TB-MDR di 27 negara ini menyumbang 85% dari beban TB-MDR global.2

Survei resistensi OAT di provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa angka TB

MDR pada pasien yang belum pernah mendapat pengobatan OAT sebelumnya sekitar 2

% dan sekitar 16 % bagi yang pernah mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya. Faktor

utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia, baik

penyedia layanan, pasien, maupun program/sistem layanan kesehatan yang berakibat

terhadap tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak sesuai dengan standar dan mutu

yang ditetapkan.2

III. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RESISTENSI

Kegagalan pada pengobatan TB resisten obat akan menyebabkan lebih banyak

OAT yang resisten terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis. Kegagalan ini bukan

hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat. TB

resisten obat pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari

pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya penularan dari

pasien TB-MDR ke orang lain.

Lima Celah Penyebab Terjadinya TB-MDR (“SPIGOTS” ) :

A. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutan resisten. Hal

ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama

B. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan

menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini tidak hanya pada

pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara dan

keluarga pasien

4

Page 6: Referat-tb Resisten Obat Antonius

C. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak sembuh

dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta

memerlukan pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal

D. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat

pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah

banyak OAT yang resisten (’’The amplifier effect”). Hal ini menyebabkan seleksi

mutasiresisten karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif

E. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan akan

memperpanjang periode infeksious.1

Sedangkan menurut Aditama dkk ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi

terhadap OAT, yaitu:

A. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.

B. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau

di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat yang digunakan,

misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi

terhadap kedua obat tersebut.

C. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu

lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat

obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.

D. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan

pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah

resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam

obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten saja.

E. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik

sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

F. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya

sampai berbulan-bulan.3,4

5

Page 7: Referat-tb Resisten Obat Antonius

IV. MEKANISME RESISTENSI

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik, dan hal ini

membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri

sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur

Mycobacterium tuberculosis wild type tidak terpajan. Diantara populasi Mycobacterium

tuberculosis wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih dari

satu OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat

yang tidak adekuat. Populasi galur Mycobacterium tuberculosis resisten mutan dalam

jumlah kecil dapat dengan mudah diobati, tetapi terapi OAT yang tidak adekuat

menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi

jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat

yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Sebelum penggunaan OAT

sebaiknya dipastikan Mycobacterium tuberculosis sensitif terhadap OAT yang akan

diberikan. Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus

resistensi obat baru.4

A. Mekanisme Resistensi Terhadap INH

Isoniazid merupakan hidrasilasi dari asam isonikotinik, molekul yang larut

air sehingga mudah untuk masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja obat ini dengan

menghambat sintesis dinding sel asam mikolik (struktur bahan yang sangat

penting pada dinding sel mykobakterium) melalui jalur yang tergantung dengan

oksigen seperti reaksi katalase peroksidase.

Mutan Mycobacterium tuberculosis yang resisten isoniazid terjadi secara

spontan dengan kecepatan 1 dalam 105-106 organisme. Mekanisme resistensi

isoniazid diperkirakan oleh adanya asam amino yang mengubah gen katalase

peroksidase (katG) atau promotor pada lokus 2 gen yang dikenal sebagai inhA.

Mutasi missense atau delesi katG berkaitan dengan berkurangnya aktivitas

katalase dan peroksidase.4

6

Page 8: Referat-tb Resisten Obat Antonius

B. Mekanisme Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Streptomyces

mediterranei, yang bekerja sebagai bakterisid intraseluler maupun ekstraseluler.

Obat ini menghambat sintesis RNA dengan mengikat atau menghambat secara

khusus RNA polimerase yang tergantung DNA.

Rifampisin berperan aktif invitro pada kokus gram positif dan gram

negatif, Mycobacterium, chlamydia, dan poxvirus. Resistensi mutannya tinggi,

biasanya pada semua populasi miikobakterium terjadi pada frekuensi 1: 107 atau

lebih. Resistensi terhadap rifampisin ini disebabkan oleh adanya permeabilitas

barier atau adanya mutasi dari RNA polymerase tergantung DNA.

Rifampisin mengahambat RNA polimerase tergantung DNA dari

mikobakterium, dan menghambat sintesis RNA bakteri yaitu pada formasi rantai

(chain formation) tidak pada perpanjangan rantai (chain elongation), tetapi RNA

polymerase manusia tidak terganggu.

Resistensi rifampisin berkembang karena terjadinya mutasi kromosom

dengan frekuensi tinggi dengan kecepatan mutasi tinggi yaitu 10-7 sampai 10-3,

dengan akibat terjadinya perubahan pada RNA polimerase. Resistensi terjadi pada

gen untuk beta subunit dari RNA polimerase dengan akibat terjadinya perubahan

pada tempat ikatan obat tersebut.4

C. Mekanisme Resistensi Terhadap Pirazinamid

Pirazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan penting

sebagai bakterisid jangka pendek terhadap terapi tuberkulosis. Obat ini bekerja

efektif terhadap bakteri tuberkulosis secara invitro pada pH asam (pH 5,0-5,5).

Pada keadaan pH netral, pirazinamid tidak berefek atau hanya sedikit berefek.

Obat ini merupakan bakterisid yang memetabolisme secara lambat organisme

yang berada dalam suasana asam pada fagosit atau granuloma kaseosa. Obat

tersebut akan diubah oleh basil tuberkel menjadi bentuk yang aktif asam

pirazinoat.

Mekanisme resistensi pirazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas

pirazinamidase sehingga pirazinamid tidak banyak yang diubah menjadi asam

7

Page 9: Referat-tb Resisten Obat Antonius

pirazinoat. Kebanyakan kasus resistensi pirazinamide ini berkaitan dengan mutasi

pada gen pncA, yang menyandikan pirazinamidase.4

D. Mekanisme Resistensi Terhadap Etambutol

Etambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan aktif

hanya pada mycobakteria. Etambutol ini bekerja sebagai bakteriostatik pada dosis

standar. Mekanisme utamanya dengan menghambat enzim arabinosyltransferase

yang memperantarai polymerisasi arabinose menjadi arabinogalactan yang berada

di dalam dinding sel.

Resistensi etambutol pd Mycobacterium tuberculosis paling sering

berkaitan dengan mutasi missense pada gen embB yang menjadi sandi untuk

arabinosyltransferase. Mutasi ini telah ditemukan pada 70% strain yang resisten

dan keterlibatan pengganti asam amino pada posisi 306 atau 406 pada sekitar 90%

kasus.4

E. Mekanisme Resistensi Terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari

Streptomyces griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein

dengan menganggu fungsi ribosomal.

Pada 2/3 strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap

streptomysin telah diidentifikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua

target yaitu pada gen 16S rRNA (rrs) atau gen yang menyandikan protein

ribosomal S12 (rpsl). Kedua target diyakini terlibat pada ikatan streptomisin

ribosomal. Mutasi yang utama terjadi pada rpsl. Mutasi pada rpsl telah

diindetifikasi sebanyak 50% isolat yang resisten terhadap streptomysin dan mutasi

pada rrs sebanyak 20%. Pada  sepertiga yang lainnya tidak ditemukan adanya

mutasi. Frekuensi resistensi mutan terjadi pada 1 dari 105 sampai 107 organisme.

Strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin tidak

mengalami resistensi silang terhadap capreomysin maupun amikasin.4

8

Page 10: Referat-tb Resisten Obat Antonius

V. DIAGNOSIS

Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua Pasien yang

dicurigai TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan

dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaaan terdapat Mycobacterium tuberculosis yang

rrsisten minmal terhadap rifampisi dan INH maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR.

Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :

A. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan dengan

rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu

B. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan

dengan kategori 2

C. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat

OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin

D. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1

E. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan

dengan kategori 1

F. TB paru kasus kambuh

G. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau

kategori 2

H. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR

konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR

I. TB-HIV.1,4

Diagnosis TB-MDR tergantung pada pengumpulan dan proses kultur spesimen

yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien tidak dapat

mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa, dilakukan

bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua harus dilakukan pada

laboratorium rujukan yang memadai.4

Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB. Deteksi

resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional berdasarkan

deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa metode ini dan

9

Page 11: Referat-tb Resisten Obat Antonius

membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, maka belakangan ini

diusulkanlah teknologi baru. Yang termasuk metode terbaru ini adalah metode fenotipik

dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik khususnya telah mendeteksi

resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan sebagai petanda TB-MDR

khususnya pada suasana dengan prevalensi TB-MDR yang tinggi. Sementara metode

fenotipik, di lain sisi merupakan metode yang lebih sederhana dan lebih mudah

diimplementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.4,5

Tabel 1. Pemeriksaan mkrobiologik untuk konfirmasi TB-MDR Syahrini

Metode Fenotipik

Konvensional

Metode Fenotipik Baru Metode Genotipik

1. Metode proporsional

2. Metode rasio resistensi

3. Metode konsenstrasi

absolut

4. Metode radiometri

BACTEC

5. Tabung indicator

pertumbuhan mikobakterial

1. Metode phage-based

2. Metode kolorimetri

3. The nitrate reductase

assay

4. The microscopic

observation broth-drug

susceptibility assay

5. Metode agar thin-layer

1. Rangkaian DNA

2. Teknik hybridisasi

fase Agar

3. Teknik real-time

PCR

4. Microarrays

Penentuan TB-MDR harus dilakukan dengan tepat dan sudah tentu akan lebih

bermanfaat jika hasil pemeriksaan juga cepat. Namun sayangnya sampai saat ini

laboratorium yang telah tersertifikasi secara internasional sangat terbatas. Untuk uji

kepekaan OAT lini pertama, laboratorium yang sudah tersertifikasi secara internasional di

Indonesia adalah Laboratorium : Mikrobiologi FKUI, Rumah Sakit Persahabatan, Balai

Pengujian Laboratorium Kesehatan Bandung, Balai Besar Laboartorium Kesehatan

Surabaya dan Laboratorium NECHRI Makasar. Sedangkan untuk OAT lini kedua adalah

Laboratorium Mikrobiologi FKUI untuk ofloksasin, kanamisin dan amikasin serta Rumah

Sakit Persahabatan untuk ofloksasin dan kanamisin.5

10

Page 12: Referat-tb Resisten Obat Antonius

VI. TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA

Idealnya regimen pengobatan kasus TB dengan resistensi obat disusun

berdasarkan hasil in vitro drug susceptibility (DST) yang dilakukan pada masing-masing

pasien. Namun yang menjadi kendala adalah hasil pemeriksaan ini baru dapat diperoleh

dalam 1-2 bulan. Oleh karena itu pada beberapa kondisi berikut ini antara lain pasien

dengan riwayat gagal pengobatan sebelumnya, pasien yang sebelumnya pernah mendapat

terapi OAT, pasien yang ada kontak dengan kasus TB resisten OAT dan pasien yang lahir

dan tinggal pada daerah endemis TB, resistensi obat harus di antisipasi dan terapi harus

dimulai tanpa menunggu hasil DST.

A. Strategi Pengobatan TB-MDR

1. Pengobatan standar

Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang

representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak

tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan

regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya

dikonfirmasi dengan uji kepekaan

2. Pengobatan empiris

Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB

pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif.

Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan

individual.

3. Pengobatan individual

Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan

hasil uji kepekaan.

Tabel 2. Golongan dan jenis OAT 2

Golongan dan Jenis Obat

Golongan-1 Obat

Lini Pertama

Isoniazid (H)

Ethambutol (E)

Pyrazinamide (Z)

Rifampicin (R)

Streptomycin (S)

Golongan-2 / Obat Kanamycin (Km) Amikacin (Am)

11

Page 13: Referat-tb Resisten Obat Antonius

suntik/ Suntikan lini

kedua

Capreomycin (Cm)

Golongan-3 /

Golongan

Floroquinolone

Ofloxacin (Ofx)

Levofloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Golongan-4 / Obat

bakteriostatik lini

kedua

Ethionamide (Eto)

Prothionamide

(Pto)

Cycloserine (Cs)

Para amino salisilat

(PAS)

Terizidone (Trd)

Golongan-5 / Obat

yang belum terbukti

efikasinya dan tidak

direkomendasikan

oleh WHO

Clofazimine (Cfz)

Linezolid (Lzd)

Amoxilin-

Clavulanate (Amx-

Clv)

Thioacetazone (Thz)

Clarithromycin (Clr)

Imipenem (Ipm)

B. Prinsip Pengobatan TB-MDR

Secara umum, prinsip pengobatan TB resisten obat, khususnya TB dengan

MDR adalah sebagai berikut:

1. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif.

2. Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan resistan

silang (cross-resistance)

3. Membatasi pengunaan obat yang tidak aman

4. Gunakan obat dari golongan/kelompok 1 - 5 secara hirarkis sesuai

potensinya. Penggunaan OAT golongan 5 harus didasarkan pada

pertimbangan khusus dari Tim Ahli Klinis (TAK) dan disesuaikan dengan

kondisi program.

5. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan

tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama

minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.

6. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan

12

Page 14: Referat-tb Resisten Obat Antonius

7. Dikatakan konversi bila hasil pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan

jarak pemeriksaan 30 hari.

8. Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahaplanjutan

menganut prinsip DOT = Directly/Daily Observed Treatment,dengan PMO

diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kaderkesehatan.6

C. Paduan Obat TB-MDR

Paduan obat TB-MDR yang diberikan kepada semua pasien TB-MDR

(standardized treatment) adalah : 2,6,7

6Z-E-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-E-Lfx-Eto-Cs

Paduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB-MDR,

Paduan obat standard diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan

dibawah ini:

1. Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah

satu obat diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan

2. Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya

sehingga dicurigai ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat

kuinolon untuk pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin

dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin

regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan persetujuan

dari tim ahli klinis

3. Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat

diidentifikasi sebagi penyebabnya

4. Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi

biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk,

produksi dahak, demam, penurunan berat badan.2,6

13

Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto:

Etionamid, Cs: Sikloserin

Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.

Page 15: Referat-tb Resisten Obat Antonius

D. Dosis Obat TB-MDR

Tabel 3. Perhitungan dosis OAT 6

OAT Berat Badan

< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg >70 kg

Pirazinamid 30-40 mg/kg/hari 1000-1750

mg

1750-2000

mg

2000-2500

mg

Etambutol 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000-1500

mg

Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Kapreomisin 15-20mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Levofloksasin 750 mg per hari 750 mg 750 mg 750-1000 mg

Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg

Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg

PAS 150 mg/kg/hari 8 g 8 g 8 g

Tabel 4. Sediaan OAT 4

OAT Sediaan

Pirazinamid Tablet 500 mg

Etambutol Tablet 250 mg, 500 mg

Kanamisin Inject 500 mg/2ml, 1 gr/3ml

Kapreomisin Inject 1 gr/vial

Levofloksasin Tablet 250 mg, 500 mg, 750 mg

Sikloserin Kapsul 250 mg

Etionamid Tablet 250 mg

PAS Granules 4 gr

E. Pengobatan Ajuvan Pada TB-MDR

1. Pemberian tambahan zat gizi

14

Page 16: Referat-tb Resisten Obat Antonius

Pengobatan TB-MDR pada pasien dengan status gizi kurang akan

lebih berhasil bila diberi tambahan zat gizi protein, vit dan mineral (vit

A, Zn, Fe, Ca, dll).

Pemberian mineral tidak boleh bersamaan dengan fluorokuinolon

karena akan mengganggu absorbsi obat, berikan masing-masing

dengan jarak minimal 4 jam. 6

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan

respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis.

Prednison digunakan 1 mg/kg dan diturunkan (tappering off) apabila

digunakan dalam jangka waktu lama. Kortikosteroid juga digunakan

pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi. 6

F. Resistensi Silang

Pada pengobatan TB-MDR harus dipertimbangkan resistensi silang dalam

memilih jenis OAT yaitu suatu resistensi terhadap suatu antibiotik dapat

menyebabkan resisten terhadap semua derivatnya. Tidak efektif memberikan

OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi terjadi

resistensi silang.

1. Tionamid dan Tiosetason

Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi

terjadinya resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan.

Sering ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan tiosetason, galur

yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif dengan

etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamaid dan

proteonamid biasanya juga resisten terhadap tiosetason pada lebih dari

70% kasus.

2. Aminoglikosid

Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif

terhadap kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin

dapat menyebabkan resisten silang terhadap amikasin. Galur yang resisten

15

Page 17: Referat-tb Resisten Obat Antonius

terhadap kanamisisn dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap

steptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin,

amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin.

Kesimpulan :

Resistensi terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin

Resisten terhadap kanamisin atau amikain gunakan kapreomisin

3. Fluorokuinolon

Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya

resistensi silang untuk semua fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan

ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif

(levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantiakn ofloksasin di masa

datang.

4. Sikloserin dan Terizidon

Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak

terdapat resistensi silang dengan obat golongan lain.

G. Fase-Fase Pengobatan TB-MDR

1. Fase Pengobatan Intensif

Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat

injeksi (kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya

selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. 6

a. Fase rawat inap di RS 2-4 minggu

Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:

Menilai keadaan pasien secara cermat

Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi efek samping

Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang

intensif. 6

Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:

Tidak ditemukan efek samping

16

Page 18: Referat-tb Resisten Obat Antonius

Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai

dengan pedoman pengobatan TB MDR. 6

b. Fase rawat jalan

Selama fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh

petugas kesehatan dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase

rawat jalan ini obat oral ditelan di rumah pasien hanya pada libur. 6

2. Fase Pengobatan Lanjutan

a. Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan

b. Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan

c. Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR

mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap 1

bulan. 6

H. Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap

pengobatan dan mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala klasik TB –

batuk, berdahak, demam dan BB menurun – umumnya membaik dalam beberapa

bulan pertama pengobatan. Penilaian respons pengobatan adalah konversi dahak

dan biakan. Hasil uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh setelah 2 bulan.

Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada fase intensif dan

setiap 2 bulan pada fase lanjutan. Evaluasi pada pasien TB MDR adalah:

1. Penilaian klinis termasuk berat badan

2. Penilaian segera bila ada efek samping

3. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada

fase lanjutan

4. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan

5. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan

kegagalan pengobatan

6. Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan

(Kanamisin dan Kapreomisin)

17

Page 19: Referat-tb Resisten Obat Antonius

7. Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda

hipotiroid.6

I. Konversi Dahak

Definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan

dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `Tanggal set

pertama dari sediaan apus dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai

tanggal konversi (dan tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya

pengobatan fase intensif dan lama pengobatan). 6

J. Penyelesaian Pengobatan Fase Intensif

1. Lama pemberian suntikan atau fase intensif di tentukan oleh hasil konversi

kultur.

2. Anjuran minimal untuk obat suntikan harus dilanjutkan paling kurang 6 bulan

dan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah pasien menjadi negatif dan tetap

negatif untuk pemeriksaan dahak dan kultur. 6

K. Lama Pengobatan

1. Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur.

2. Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurangkurangnya

18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk

memperpendek lama pengobatan. 6

VII. PENGOBATAN TB-MDR PADA KEADAAN KHUSUS

A. Pengobatan TB-MDR pada wanita usia subur

1. Semua pasien wanita usia subur harus didahului pemeriksaan kehamilan.

2. Pemakaian kontrasepsi dianjurkan bagi semua wanita usia produktif yang

akan mendapat pengobatan TB-MDR. 2,6

18

Page 20: Referat-tb Resisten Obat Antonius

B. Pengobatan TB-MDR pada ibu hamil

1. Kehamilan bukan kontraindikasi untuk pengobatan TB-MDR tetapi

sampai saat ini keamanannya belum diketahui.

2. Pasien hamil tidak disertakan pada uji pendahuluan ini.

3. Sebagian besar efek teratogenik terjadi pada trimester pertama sehingga

pengobatan bisa ditangguhkan sampai trimester kedua. 2,6

C. Pengobatan TB-MDR pada ibu menyusui

1. Ibu yang sedang menyusui dan mendapat pengobatan TB-MDR harus

mendapat pengobatan penuh.

2. Sebagian besar OAT akan ditemukan kadarnya dalam ASI dengan

konsentrasi yang lebih kecil.

3. Jika ibu dengan BTA positif, pisahkan bayinya beberapa waktu sampai

BTA nya menjadi negatif atau ibu menggunakan masker N-95. 2,6

D. Pengobatan TB-MDR pada pasien yang sedang memakai kontrasepsi hormon

1. Tidak ada kontraindikasi untuk menggunakan kontrasepsi oral dengan

rejimen yang tidak mengandung rifampisin.

2. Seorang wanita yang mendapat kontrasepsi oral sementara mendapat

pengobatan dengan rifampisin bisa memilih salah satu metode berikut:

gunakan kontrasepsi oral yang mengandung dosis estrogen yang lebih

besar (50 μg) atau menggunakan kontrasepsi bentuk lain. 2,6

E. Pengobatan pasien TB-MDR dengan diabetes mellitus

1. Diabetes mellitus bisa memperkuat efek samping OAT, terutama

gangguan ginjal dan neuropati perifer.

2. Obat-obatan hypoglycaemi oral tidak merupakan kontraindikasi selama

pengobatan TB-MDR, tetapi mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi

sehingga perlu penanganan khusus.

3. Penggunaan etionamid lebih sulit penanganannya.

19

Page 21: Referat-tb Resisten Obat Antonius

4. Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan

pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan. 2,6

F. Pengobatan pasien TB-MDR dengan gangguan ginjal

1. Pemberian OAT lini kedua pada pasien dengan gangguan ginjal harus

dilakukan dengan hati-hati

2. Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan

pertama dan selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan

3. Pemberian obat, dosis dan atau interval antar dosis harus disesuaikan

dengan tabel diatas (jika terjadi gangguan ginjal). 2,6

G. Pengobatan pasien TB-MDR dengan gangguan hati

1. OAT lini kedua kurang toksis terhadap hati dibanding OAT lini pertama.

2. Pasien dengan riwayat penyakit hati bisa mendapat pengobatan TB MDR

jika tidak ada bukti klinis penyakit hati kronis, karier virus hepatitis,

riwayat akut hepatitis dahulu atau pemakaian alkohol berlebihan.

3. Reaksi hepatotoksis lebih sering terjadi pada pasien diatas sehingga harus

lebih diawasi.

4. Pasien dengan penyakit hati kronik tidak boleh diberikan Pirazinamid

5. Pemantauan kadar enzim secara ketat dianjurkan dan jika kadar enzim

meningkat, OAT harus dihentikan dan dilaporkan kepada tim penasehat

terapi.

6. Jika diperlukan, untuk mengobati pasien TB MDR selama hepatitis akut,

kombinasi empat OAT yang tidak hepatotoksis merupakan pilihan yang

paling aman. 2,6

H. Pengobatan pasien TB MDR dengan gangguan kejang-kejang (epilepsi)

1. Tentukan apakah gangguan kejang terkendali atau telah menelan obat anti

kejang.

2. Jika kejangnya tidak terkendali, pengobatan atau penyesuaian pengobatan

anti kejang diperlukan sebelum mulai pengobatan.

3. Bila tidak terkendali tidak masuk dalam proyek ini.

20

Page 22: Referat-tb Resisten Obat Antonius

4. Jika ada sebab lain yang menyebabkan kejang, kejangnya harus diatasi.

5. sikloserin harus dihindarkan pada pasien dengan gangguan kejang yang

aktif dan tidak cukup terkontrol dengan pengobatan dengan gangguan

psikiatris. 2,6

VIII. PENELITIAN OBAT TB-MDR TERBARU

Bedaquiline merupakan obat anti-TB terbaru setelah rifampisin diperkenalkan

pada tahun 1970. Bedaquiline bekerja dengan menghambat enzim bakteri yang penting

untuk kehidupan bakteri. Dr. Edward Cox MPH, direktur dari Office of Antimicrobial

Products in the FDA's Center for Drug Evaluation and Research mengatakan bahwa

MDR-TB merupakan salah satu ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan

bedaquline merupakan salah satu pilihan terapi pada saat pasien sudah tidak memiliki

pilihan terapi lagi. Namun, karena pemberian terapi menggunakan bedaquiline memiliki

beberapa risiko, seperti risiko pemanjangan interval QT, hepatotoksisitas, dan bahkan

kematian. Oleh karena itu, dokter hendaknya menggunakan obat ini dengan tepat dan

berhati-hati dan hanya pada pasien yang tidak memiliki pilihan terapi lagi. Indikasi yang

diberikan untuk bedaquiline ini adalah sebagai terapi TB paru yang disebabkan oleh

MDR  Mycobacterium tuberculosis pada pasien dewasa, dan pemberiannya haris

dilakukan dengan pengamatan yang ketat.8,9

Efektivitas bedaquiline untuk MDRTB ini berdasarkan data dari 2 penelitian yang

melibatkan 440 pasien dengan MDR-TB, yaitu TB yang resisten terhadap rifampin dan

isoniazid. Dalam penelitian acak terkontrol, bedaquiline menghasilkan konversi kultur

yang lebih cepat 33% (bermakna) dalam 24 minggu, yang terjadi pada kurang lebih 79%

pasien yang diterapi dengan bedaquiline, baik dalam penelitian kontrol plasebo dan

penelitian terbuka yang dilakukan. Masalah mengenai keamanan obat yang dikhawatirkan

adalah peningkatan risiko pemanjangan interval QT, hepatotoksisitas, dan jumlah

kematian pasien yang lebih banyak pada pasien yang diterapi dengan bedaquiline

dibandingkan dengan kelompok plasebo. Namun walau demikian, jumlah pasien yang

meninggal sedikit, dan paling tidak 50% pasien yang meninggal disebabkan karena TB

itu sendiri, namun perbedaan tersebut bermakna antara kelompok terapi bedaquiline

dengan plasebo (12,7% vs 2,5%). 8,9

21

Page 23: Referat-tb Resisten Obat Antonius

Pemasaran bedaquiline akan disertai dengan box waring yang mengingatkan para

ahli kesehatan untuk berhati-hati memberikan bedaquiline karena dapat menyebabkan

pemanjangan interval QT dan risiko kematian pada pasien yang diterapi dengan

bedaquiline. Guideline terbaru merekomendasikan dosis 400 mg per oral  sekali sehari

selama 2 minggu, diikuti dengan 200 mg 3 kali seminggu selama 22 minggu, diberikan

per oral bersama dengan makanan. 8,9

IX. HASIL PENGOBATAN TB-MDR

A. Sembuh : Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai protokol program

dan telah mengalami sekurang-kurangnya 5 kultur negatif berturut-turut dari

sampel dahak yang diambil berselang 30 hari dalam 12 bulan terakhir pengobatan.

Jika hanya satu kultur positif dilaporkan selama waktu tersebut, dan bersamaan

waktu tidak ada bukti klinis memburuknya keadaan pasien, pasien masih dianggap

sembuh, asalkan kultur yang positif tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil

kultur negatif berturut-turut yang diambil sampelnya berselang sekurangnya 30

hari.

B. Pengobatan lengkap : Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai

protokol program tetapi tidak memenuhi definisi sembuh karena tidak ada hasil

pemeriksaan bakteriologis.

C. Meninggal : Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB

MDR.

D. Gagal : Pengobatan dianggap gagal jika 2 atau lebih dari 5 kultur yang dicatat

dalam 12 bulan terakhir masa pengobatan adalah positif, atau jika salah satu dari 3

kultur terakhir hasilnya positif. Pengobatan juga dapat dikatakan gagal apabila tim

ahli klinis memutuskan untuk menghentikan pengobatan secara dini karena

perburukan respons klinis, radiologis atau efek samping.

E. Lalai/Defaulted : Pasien yang pengobatannya terputus selama berturut-turut dua

bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan medic.

F. Pindah : Pasien yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain dan hasil

pengobatan tidak diketahui. 6

22

Page 24: Referat-tb Resisten Obat Antonius

X. TATALAKSANA PEMBEDAHAN

Berbagai prosedur pembedahan dilakukan terhadap pasien TB-MDR, mulai dari

reseksi segmental sampai pleuro-pneumoectomy. Berdasarkan pengalaman yang ada,

tindakan operasi pada penderita TB-MDR dengan mortalitas rendah (<3%). Tetapi angka

komplikasi yang terjadi cukup tinggi dimana fistula bronkopleural dan empiema yang

menjadi komplikasi utama. Lebih dari 90 persen pasien pemeriksaan sputumnya menjadi

negatif setelah dilakukan tindakan operasi. Pembedahan reseksional saat ini

direkomendasikan pada penderita TB-MDR yang diterapi dengan obat-obatan cukup

jelek. Indikasi pembedahan yaitu:

1. Kultur sputum positif yang menetap meskipun sudah diterapi dengan obat yang

cukup banyak; dan atau

2. Adanya resistensi obat yang luas yang dikaitkan dengan kegagalan terapi atau

bertambahnya resistensi; dan atau

3. Adanya kavitas lokal, nekrosis/destruksi pada sebuah lobus atau sebagian paru

yang disetujui untuk dilakukannya operasi tanpa adanya insufisiensi respiratori

dan atau hipertensi pulmonal yang berat.

Hal tersebut dilakukan setelah minimum tiga bulan terapi intensif dengan regimen

obat-obatan, dimana diharapkan status sputum menjadi negative jika memungkinkan.

Dengan tindakan operasi ketahanan hidup jangka panjang dapat diperbaiki daripada

meneruskan terapi obat-obatan saja. Walaupun begitu, pemakaian obat-obatan tetap

dilanjutkan setelah operasi dilakukan, selama 12-24 bulan, sebaliknya ketahanan hidup

yang jelek mungkin saja terjadi.3

XI. PENCEGAHAN

A. Pencegahan Terjadinya Resistensi Obat

WHO merekomendasikan strategi DOTS dalam penatalaksanaan kasus TB,

selain relatif tidak mahal dan mudah, strategi ini dianggap dapat menurunkan risiko

terjadinya kasus resistensi obat terhadap TB. Pencegahanan yang terbaik adalah

dengan standarisasi pemberian regimen yang efektif, penerapan strategi DOTS dan

23

Page 25: Referat-tb Resisten Obat Antonius

pemakaian obat FDC adalah yang sangat tepat untuk mencegah terjadinya resistensi

OAT.

Pencegahan terjadinya MDR TB dapat dimulai sejak awal penanganan kasus

baru TB antara lain : pengobatan secara pasti terhadap kasus BTA positif pada

pertama kali, penyembuhan secara komplit kasih kambuh, penyediaan suatu

pedoman terapi terhadap TB, penjaminan ketersediaan OAT adalah hal yang penting,

pengawasan terhadap pengobatan, dan adanya OAT secara gratis. Jangan pernah

memberikan terapi tunggal pada kasus TB. Peranan pemerintah dalam hal dukungan

kelangsungan program dan ketersediaan dana untunk penanggulangan TB (DOTS).

Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi sesuai “evidence

based” dan tes kepekaan kuman.2

B. Strategi DOTS Plus

Penerapan strategi DOTS plus mempergunakan kerangka yang sama dengan

strategi DOTS, dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada

penanganan MDR TB. Strategi DOTSPlus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci:

1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR

2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu

menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan uji

kepekaan yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua ,dengan

pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT).

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Setiap komponen dalam

penanganan TB-MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak

dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR Pelaksanaan program DOTS

plus akan memperkuat Program Penanggulangan TB Nasional.6

XII. PROGNOSIS

Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis pada

penderita TB-MDR. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa adanya

keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat mengunakan OAT

24

Page 26: Referat-tb Resisten Obat Antonius

dengan jumlah cukup banyak sebelumnya, terapi yang tidak adekuat (<2 macam obat

yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada penderita tersebut. 4

XIII. KESIMPULAN

Prevalensi kasus TB dengan resistensi OAT terutama TB-MDR terus meningkat.

Faktor penyebab terbanyak adalah akibat pengobatan TB yang tidak adekuat dan

penularan dari pasien TB-MDR. Oleh karena itu pada setiap pasien harus dilakukan

penilaian resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT. Selanjutnya terapi empiris harus

segera diberikan pada pasien dengan resiko tinggi resistensi OAT, terutama pada pasien

dengan keadaan penyakit yang berat. Pemilihan regimen OAT yang tepat sangat

diperlukan untuk keberhasilan pengobatan dan mencegah bertambah banyaknya kasus

TB-MDR maupun TB-XDR dan TB-TDR.

Terapi yang dianjurkan dengan memberikan 4 sampai 6 macam obat. Pilihan obat

yang diberikan yaitu obat lini pertama yang masih sensitif disertai obat lini kedua

berdasarkan aktivitas intrinsik terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis. Pembedahan

perlu dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OAT tidak terjadi konversi negatif

sputum. Pemberian nutrisi yang baik dapat membantu keberhasilan terapi.

Konsep ”Direcly Observed Treatment Short Course” (DOTS) merupakan salah

satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan menaggulangi

masalah tuberkulosis khususnya TB-MDR. Perkembangan obat baru mungkin juga

diperlukan untuk menanggulangi hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 27: Referat-tb Resisten Obat Antonius

1. Soepandi PZ. Diagnosis dan faktor yang mempengaruhi terjadinya tb-mdr.

Departemen Pulmonologi & Ilmu kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan,

Jakarta. 2010. Diunduh dari http://ppti.files.wordpress.com/2010/01/makalah-dr-

priyanti-diagnosis-dan-faktor-yg-mempengaruhi-tb-mdr.pdf pada tanggal 10 April

2014.

2. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan

Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2011.

3. Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

indonesia. PERPARI. Jakarta. 2006.

4. Syahrini H. Tuberkulosis paru resistensi ganda. Departemen Ilmu Penyakit Dalam

RSUP Adam Malik Medan FK USU. 2008. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /3375/1/08E00731.pdf pada tanggal

10 April 2014.

5. Sjahrurachman Agus. Diagnosis ” multi drug resistant mycobacterium “ tuberculosis.

Departemen Mikrobiologi FKUI. Diunduh dari http://ppti.info/arsipppti/makalah-

prof-agus-Sjahrurrahman-diagnosis-mdr-e28093xdr-tb.pdf pada tanggal 10 April

2014.

6. Nawas Arifin. Penatalaksanaan tb mdr dan strategi dots plus. Diunduh dari

http://ppti.info/arsipppti/makalah-dr-marifin-nawas- penatalaksanaan-tbmdrdan-

strategi-dots-plus.pdf pada tanggal 10 April 2014.

7. World Health Organization. Guideline for the programmatic management of drug

resistant tuberculosis. 2011 Update.

8. Tucker ME. FDA approves bedaquiline for resistant tb treatment. Diunduh dari

http://www.medscape.com/viewarticle/776901 pada tanggal 12 April 2014.

9. Barclay L. MDR TB: CDC issues guidelines for use of new drug. Diunduh dari

http://www.medscape.com/viewarticle/813151 pada tanggal 12 April 2014.

26