REFERAT TB

51
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupaka penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus.Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun yang lalu.Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat Anti tuberkulosis yang poten, hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia.Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa.Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV.Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB.Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur.Di Negara berkembang, dengan fasilitas tes mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain 1

description

KEDOKTERAN

Transcript of REFERAT TB

Page 1: REFERAT TB

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupaka penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus.Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun yang lalu.Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat Anti tuberkulosis yang poten, hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia.Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia.

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa.Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV.Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB.Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur.Di Negara berkembang, dengan fasilitas tes mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.

Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan.Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi TB menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan.

Oleh karena itu, pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan.Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB.Peningkatan insidens infeksi HIV dan AIDS di berbagai negara turut menambah permasalahan TB anak.Saat ini, telah terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HIV dan AIDS pada anak.Untuk mengatasi berbagai masalah di atas, diperlukan usaha penyegaran kembali tentang TB anak.

1

Page 2: REFERAT TB

Bagi para dokter anak maupun umum yang sering menanggani kasus TB anak, pemahaman yang benar tentang TB anak harus dikuasai.Pemahaman terhadap TB anak harus didasari oleh pengertian tentang patogenesis infeksi primer yang mempunyai lika liku kompleks.

2

Page 3: REFERAT TB

BAB II

A. EPIDEMIOLOGI

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju, salah satunya adalah TB.WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju.Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat.

B. ETIOLOGI

Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan alcohol dan asam, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 derajat celcius selama 5- 10 menit atau pada pemanasan 60 derajat celcius selama 30 menit., dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat lembab dan gelap (bias berbulan-bulan, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.

C.FAKTOR RESIKO

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak.Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).

C.1 Risiko Infeksi TB

Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut: anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,

3

Page 4: REFERAT TB

penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat (tempat penampungan atau panti perawatan). Faktor risiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei ) yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobrokial, dan jarang terdapat batuk.

C.2 Risiko Penyakit TB

Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB: Faktor risiko yang pertama adalah usia.

Anak <5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia.

Pada bayi <1 tahun yang terinfeksi TB, 43%-nya akan menjadi sakit TB, sedangkan pada anak

Usia 1—5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15%, dan padadewasa 5-10%.

Anak <5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan TB meningitis), dengan angka kesakitan dankematian yang tinggi.

Risiko tertinggi terjadinya progresivitas TB adalah pada dua tahun pertama setelah infeksi.Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB sangat singkat dan biasanya timbul gejala yang akut.Faktor risiko yang lain adalah :

Konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahunterakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, pengobatan imunosupresi), diabetes melitus,gagal ginjal kronik, dan silikosis.

4

Page 5: REFERAT TB

Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah statussosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,pengangguran, dan pendidikan yang rendah. kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat.

Di negara maju, migrasi penduduk termasuk faktor risiko,sedangkan di Indonesia hal ini belum menjadi masalah yang berarti.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, keadaan imunokompromaismerupakan salah satu faktor risiko penyakit TB. Pada infeksi HIV, terjadikerusakan sistem imun sehingga kuman TB yang dorman mengalami aktivasi. Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara bermakna di beberapa negara. Diperkirakan bahwa risiko terjadinya sakit TB pada pasien HIV dengan tuberkulin positif adalah 7–10% setahun.

D. PATOGENESIS

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 μm), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut.Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknyakompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB.Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2—12 minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbu hingga

5

Page 6: REFERAT TB

mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin.Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk.Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi.Komplikasi yang terjadidapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe.Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus ataun paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. bronkus dapat terganggu.

Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Komplikasi fokus primer Fokus dan kelenjar limfe regional Fokus pecah; kuman dan massa radang masuk ke dalam rongga pleura;

timbul efusi serosa atau purulent

6

Page 7: REFERAT TB

Fokus pecah kuman dan massa radang masuk ke bronkus membentuk kavitas.

Fokus membesar terkadang dilapisi bayangan bundar atau berbentuk koin

Komplikasi kelenjar limfe regional Obstruksi bronkus inkomplit (ball-valve), hiperinflasi lobusmedius dan

bawah Kolaps lobus bawah kanan akibat obstruksi bronkustanpa konsolidasi. Kolaps akibat konsolidasi partial lesi segmental Erosi dinding bronkus, inhalasi, dan daereah bonkopneumonia TB Efusi perikardial akibat pecahnya kelenjar limfe melalui perikardium

Sekuele komplikasi bronkial Striktur bronkus Bronkiektasis silindris di daerah sisa kolaps Bayangan baji dengan fibrosis dan bronkiektasis disertai kontraktur

lesi segmental Skar fibrosis berbentuk linear sebagai sisa lesi segmental

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kumanmenyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentukpenyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organdi seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasipertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi.Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon.Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

7

Page 8: REFERAT TB

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2—6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenicspread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed).Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),biasanya sering terjadi komplikasi.

Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9bulan).Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usiaterjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25—30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5—10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2—3 tahun kemudian

8

Page 9: REFERAT TB

*Catatan :1. Penyebaran hematogen umunya terjadi secara sporadik (occult heamtogenic spred). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik.Fokus ini bepotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional (3).3. Tuberkulosis primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler spesifik, hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.4.Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasacaprimer karena mekanismenya dapat melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen).

E. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M.tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura atau biopsi jaringan.Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya

9

Page 10: REFERAT TB

pengambilan spesimen (sputum). Penyebab pertama, yaitu jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa, dikarenakan lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer serta tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat dewasa.

Penyebab kedua, yaitu sulitnya melakukan pengambilan spesimen/sputum.Pada anak, karena lokasi kelainannya di parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan bronkus maka produksi sputum tidak ada/minimal dan gejala batuk jarang.Sputum yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan adalah sputum yang kental dan purulen, hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml, dan ini sulit diperoleh pada anak.Walaupun batuknya berdahak, pada anak biasaya dahak ditelan sehingga diperlukan bilas lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT).dan sebaiknya dilakukan oleh petugas yang berpengalaman.Cara ini tidak nyaman bagi pasien.

Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, foto toraks, dan pemeriksaan laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan pasien BTA positif, gejala dan tanda sugestif , uji tuberkulin postif,dan foto toraks yang mengarah pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk menyatakan anak sakit TB.

E.1 Manifestasi Klinis

Patogenesis TB sangat kompleks, sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor.Faktor yang sangat berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi imun seerta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks.Manifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/lokal.

Manifestasi Sistemik

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama beberapa waktu.Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, keculai TB diseminata yang dapat berlangsung dengan cepat dan progresif.

Tuberkulosis yang mengenai organ manapun dapat memberikan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, terkait dengan organ yang terkena. Keliuhan sistemik ini diduga berkaitan dengan peningkatan tumor necrosis factor-α

10

Page 11: REFERAT TB

(TNFα). Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam.Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus.Demam bisanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama.

Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalaah anoreksia, berat badan (BB) tidak naik (turun, tetap, atau naik, tetapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait dengan penyakit penyerta.Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifetsasi respiratorik yang menonjol.Batuk kronik merupakan gejala terserung pada TB paru dewasa namun pada anak bukan merupakan gejala utama.Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat didaerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk.Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik.

Selain itu, batuk berulang dapat timbul karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang. Gejala BKB dapat disebabkan oleh berbagai penyakit lain, misalnya sinusitis, refluks gastroesofageal, pertusis, rinitis kronik, dan lain-lain. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali paa keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB ,ilier, efusi pleura dan pneumonia TB.

Gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut : Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas

(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi

Batuk lama >3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan Berat badan turun 2 bulan tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1

bulan dengan penanganan gizi yang adekuat Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak

naik dengan adekuat (failure to thrive) Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

Manifestasi Spesifik Organ/lokal

Manifestasi klinik spesifik bergantung pada organ yang terkena.Misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SPP), tulang, dan kulit.

Kelenjar limfe. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis sebagai manifestasi TB

sering dijumpai.Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, tetapi juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secra klinis, karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat pada perabaan, mudah digerakkan dan dapat saling melekat (confluence)

11

Page 12: REFERAT TB

satu sama lain. Perlekatan ini terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal inflammation). Pembesaran superfisilasi ini dapat disebabkan oleh penyakit lain.

Susunan saraf pusat.Tuberkulosis pada SSP yang tersering adalah meningitis

TB.Penyakit ini merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi.Gejala klinis yang terjadi berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, muntah proyektil, dan kejang. Proses patologi meningitis TB biasanya terbatas pada basal otak sehingga gejala neurologis lain berhubungan dengan gangguan saraf kranial. Bentuk TB SSP yang laina dalah tuberkuloma yang manifestasi klinisnya lebih samar daripada meningitis TB sehingga sering terdeteksi secara tidak sengaja. Bila telah tejadi lesi yang menyebabkan proses desak ruang, maka manifetsasi klinisnya sesuai dengan lokasi lesi.1

Sistem skletal. Gejala yang umum ditemukan pada TB sistem skeletal adalah nyeri, bengkak pada sendi yang terkena, dan gangguan atau keterbatasan gerak.Gejala infeksi sistemik biasanya tidak nyata.Pada bayi dan anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TB.Oleh karena itu, TB sistem skeletal lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa.Tuberkulosis skeletal yang sering terjadi adalah spondilitis TB, koksitis TB, dan gonisitis TB. Manifestasi klinis TB sistem skeletal biasanya muncul secara perlahan dan samar sehingga sering lambat terdiagnosis. Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma, yang berperan sebagai pencetus.Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang sudah lanjut dan ireversibel.Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi, gibbus, pincang, lumpuh, dan sulit membungkuk.

Kulit. Mekanisme terjadinya manifestasi TB pada kulit dapat melalui

dua cara, yaitu inokulasi langsung (infeksi primer) seperti tuberculous chancre, dan akibat limfadenitis TB yang pecah menjadi skrofuloderma (TB pasca primer). Manifestasi TB pada kulit yang paling sering dijumpai adalah bentuk kedua, yaitu dalam bentuk skrofuloderma.Skrofuloderma sering ditemukan di leher dan wajah, di tempat yang mempunyai kelenjar gentah bening (KGB), misalnya daerah parotis, submandibula, supraklavikula, dan lateral leher.

Rangkuman dari gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut : Tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis (terbanyak di regio kolli,

multipel, tidak nyeri dan saling melekat) Tuberkulosis otak dan saraf

Meningitis TB Tuberkulosis otak

12

Page 13: REFERAT TB

Tuberkulosis skeletal Tulang punggung (spondilitis) : gibbus Tulang panggul (koksitis) : pincang Tulang lutut (gonitis) : pincang dan atau bengkak Tulang kaki dan tangan Spina ventosa (daktilitis)

Tuberkulosis kulit (skrofuloderma) Tuberkulosis mata

Konjungtivitis fliktenularis (conjungtivitis phlyctenularis) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll.

E.2 Pemeriksaan Penunjang

Uji Tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas seluler terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit.

Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yangs udah sangat lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU (tuberculin unit).Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT 23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya.

Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan sebagai hasil positif tanpa menghiraukan penyebabnya.

Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) atau infeksi M.atipik.Bacille Calmette-Guerin merupakan infeksi TB buatan dengan

13

Page 14: REFERAT TB

kuman M. bovis yang dilemahkan, sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi postif tuberkulin secara bertahap akan semakin berkurang dengan berjalannya waktu,dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.

Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diamter indurasi 0-15mm dinyatak uji tuberkulin postif, kemungkinan karena infeksi alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya.Akan tetapi, bila ukuran indurasi ≥15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah.Jika membaca hasil tuberkulin pada anak berusia lebih dari 5 tahun, faktor BCG dapat diabaikan.Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif.Diameter 5-9 mm dinayatakan postif meragukan.Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan teknis (trauma dan lain-lain), keadaan anergi atau reaksi silang dengan M.atipik.Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberkulin dapat diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm.

Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut-off point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm, keadaan imunkompromais ini dapat dijumpai pada pasien dengan gizi buruk, infeksi HIV, keganasan, morbili, pertusis, varisela, atau pasien – pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang (≥2minggu). Pada anak yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA postif, juga digunakan batas ≥5mm. Uji tuberkulin sebaiknya tidak dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu setelah imunisasi morbili, MMR (measles,mumps,rubella), dan varisela karena dapat terjadi anergi (negatif palsu karena terganggunya reaksi tuberkulin).

Pada reaksi uji tuberkulin dapat terjadi reaksi lokal yang cukup kuat bagi individu tertentu dengan derajat sensitivitas yang tinggi, berupa vesikel, bula, hingga ulkus di tempat suntikan.Juga pernah dilaporkan terjadinya limfangitis, limfadenpati regional, konjungtivitis fliktenularis, bahkan efusi pleura, yang dapat disertai demam, walaupun jarang terjadi.Tuberkulosis pada anak tidak selalu bermanifestasi klinis secara jelas, sehingga perlu dilakukan deteksi dini yaitu dengan uki tuberkulin. Pada anak yang tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila hasilnya negatif dapat diulang setiap tahun.Uji tuberkulin postif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut :

Infeksi TB alamiah Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten) Infeksi TB dan sakit TB TB yang telah sembuh

Imunisasi BCG (infeksi TB buatan) Imunisasi mikobakterium atipik

14

Page 15: REFERAT TB

Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut : Tidak ada infeksi TB Dalam masa inkubasi infeksi TB Anergi

Anergi adalah keadaaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB.Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatik, penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup.Yang dimaksud dengan influenza adalah infeksi oleh virus influenza, bukan batuk pilek panas biasa, yang umumnya disebabkan oleh rhinovirus dan disebut sebagai selesma (common cold).Meskipun demikian, pada keadaan-keadaan di atas, uji tuberkulin dapat positif, sehingga pada pasien-pasien dengan dugaan anergi tetap dilakukan uji tuberkulin jika dicurigai TB.Uji tuberkulin postif palsu juga dapat ditemukan pada keadaan penyuntikan dan interpretasi yang salah, demikian juga dengan negatif palsu, di samping penyimpanan tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun.

Radiologis

Gambaran foto toraks pada TB tidak khas. Kealinan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdeteksi secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain dapat mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier.

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut : Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/ tanpa iniltrat Konsolidasi segmental / lobar Milier Klasifikasi dengan infiltrat. Atelektasis Kavitas Efusi pleura Tuberkuloma

Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior, tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KBG hilus biasanya leih jelas pada foto lateral. Sebagai pegangan umum, jika dijumpai ketidaksesuaian (diskongruensi) antara gambaran klinis ringan, maka harus

15

Page 16: REFERAT TB

dicurigai TB .pada keadaan foto toraks tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain seperti CT scan toraks.

Serologi

Pada awalnya, pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologik antigen-antigen spesifik untuk M.tuberkulosis ELISA dengan menggunakan PPD, A60, 38 kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus cairan pleura dan CSS terus dilakukan.

Mikrobiologi

Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin, dan gambaran radiologist paru.Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis.

Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan specimen berupa sputum.Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M.tuberkulosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu.Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pemeriksaan bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.

Perkembangan lain dibidang mikrobiologi adalah PCR. Pemeriksaan PCR merupakan tehnik amplifikasi urutan deoxyribonucleotic acid(DNA) yang spesifik yang dapat dideteksi meskipun hanya satu kuman M. tuberculosis pada pemeriksaan, sehingga diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi.Tetapi,kelemahan ubtuk nenerapkam pemeriksaan PCR sebagai pemeriksaan klinis rutin, yaitu timgginya variasi tingkat sensitivitas pada pemeriksaan PCR di laboratorium, dan mudahnya terjadi kontaminasi kuman/ bagian dari kuman yang berasal dari pemeriksaan sebelumnya, sehingga menyebabkan positif palsu. Spesimen yang dapat digunakan adalah sputum,bilas lambung,cairan pleura,atau CSS.

Patologi Anatomik (PA)

Pemeriksaan penunjang yang mempunyai nilai tinggi meskipun tidak setinggi mikrobiologi adalah pemeriksaan histopatologik, yang dapat memberikan

16

Page 17: REFERAT TB

gambaran yang khas.Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma.Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia langhans).

Diagnosis histopatologik dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia langhans.Kadang-kadang dapat ditemukan juga BTA.Speerti halnya pemeriksaan mikrobiologi.Kendalanya adalah kesulitan mendapatkan specimen yang representatif.Spesimen yang paling mudah dan sering diperiksa adalah limfadenopati kolli.Idealnya kelenjar diambil secara utuh agara gambaran histopatolgis yang khas dpat terlihat.Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatoligs sulit dibedakan dengan TB.

Pada kenyataannya, seringkali KGB kolli ini diambil dengan cara biopsy jarum halus. Sebenarnya specimen yang diambil dengan menggunakan jarum halus kurang representative karena jaringan yang terambil hanya berupa sel, sehingga lebih mendekati pemeriksaan sitologi yang sulit untuk dibuat kesimpulan yang pasti.

E.3 Penegakkan Diagnosis

Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan apusan langsung (direct smear), dan atau biakan yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standart), atau gambaran PA TB. Hanya saja, diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah kuman yang sedikit pada TB anak ( Paucibacillary), dan lokasi kuman didaerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga hanya 10-15% pasien TB anak yang hasil pemeriksaan mikrobiologiknya postif/ ditemukan kuman TB.

Kesulitan menegakkan diagnosis TB pada anak menyebabkan banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnostik, misalnya pedoman yang dibuat oleh WHO, Stegen dan Jones, dan UKK Respirologi PP IDAI. Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai, seperti terlihat pada tabel di bawah ini (tabel1).

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Apsien dengan jumlah skor ≥ 6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksan sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bial skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, speerti bilasan lambung, patologi

17

Page 18: REFERAT TB

anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT scan dan lain-lainnya.

Parameter 0 1 2 3

Kontak dengan

pasien TB

Tidak

jelas

Laporan

keluarga

, kontak

dengan

pasien

BTA

negatif

atau

tidak

tahu,

atau

BTA

tidak

jelas

Kontak

dengan

pasien

BTA

positif

Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥

10 mm,

atau ≥ 5

mm pada

keadaan

imunosup

resi)

Berat

badan/keadaan

gizi (dengan

KMS atau tabel)

Gizi

kurang :

BB/TB

<90% atau

BB/U

<80%

Gizi

buruk :

BB/TB

<70%

atau

BB/U

<60%

18

Page 19: REFERAT TB

Demam tanpa

sebab yang jelas

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran

Kelenjar limfe

koli, aksila,

inguinal

≥ 1 cm

Jumlah ≥ 1,

tidak nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

Ada

pembengka

kan

Foto dada Normal/

tidak

jelas

Gambaran

Sugestif

TB*

Jumlah Skor

Sumber::

World Health Organization (WHO). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah

Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. 2009 hal. 115.

Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat

langsung didiagnosis tuberculosis Berat badan dinilai saat pasien dating Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi sesuai baku puskesmas Foto dada bukan alat diagnostik utama pada TB anak *Gambaran sugestif TB, berupa :pembesaran kelenjar hilus atau

paratrakealdenga atau tanpa infiltrate ;konsolidasi segmental atau lobar ; kalsifikasi dengan infiltrate ; ateletkasis ; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara khusus.

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik.

19

Page 20: REFERAT TB

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi

lebih lanjut

Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks, dan atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk, dan penurunan kesadaran, serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus dikonsultaikan ke bedah ortopedi dan neurologi anak.Sistem skoring dikembangkan terutama untuk penegakan diagnosis TB anak pada sarana kesehatan dengan fasilitas terbatas. Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring hanya digunakan untuk uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilas lambung (BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologi anatomik, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT scam, funduskopi, serta pemeriksaan radiologis untuk tulang dan sendi.

F. TATALAKSANA

Tatalaksana TB anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit penyerta.Sealin itu, penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila ditemukan sumber infeksi juga harus mendapatkan pengobatan.Upaya perbaikan kesehatan lingkungan juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengobatan.Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepaa masyrakat atau kepada orang tua pasien mngenai pentingnya menelan obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, pengwasan terhadap jadwal pemberian obat, keyakinan bahwa obat diminum, dan sebagainya.

F.1 Medikamentosa

Obat TB utama (first line, lini pertama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S).Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunkan jika terjadi MDR

a. Isoniazid Isoniazid (isonikotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis yang sangat

efektif, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk CC, cairan

20

Page 21: REFERAT TB

pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki angka reaksi simpang (adverse reaction) yang sangat rendah.

Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100mg dan 300mg, dan dalam bentuk sirup 100mg/5ml. Sediaan dalam bentuk sirup biasanya tidak stabil, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. Konsentrasi puncak dalam darah biasanya dicapai dalam 1-2 jam, dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam.Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi di hati.Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat dibandingkan dewasa sehingga memerlukan dosis mg/KgBB yang lebih tinggi daripada dewasa.

Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama.Yaitu hepatotoksisitas dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi apda pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Sebagian besar anak yang menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. 3-10% pasien akan mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang cukup tinggi, tetapi hepatotoksisitas jarang terjadi. Hal tersebut lebih mungkin terjadi pad remaja atau anak-anak dengan TB yang berat. Idealnya perlu pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang menimbulkan hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin dilakukan, kecuali bila ada gejala dan tanda klinis. Hepatoksisitas akan meningkat apabila isonaiazid diberikan bersama dengan rifampisin dan pirazinamid.

Pemberian isoniazid tidak dilanjutkan bila kadar transaminase serum naik lebih dari lima kali harga normal, atau tiga kali disertai ikterus dan/atau manifestasi klinis hepatitis berupa mual, muntah, dan nyeri perut. Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin.Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki.Kadar piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan isoniazid, tetapi manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak diperlukan tambahan piridoksin. Remaja dengan diet yang tidak adekuat, anak-anak dengan asupan susu dan daging yang kurang, malnutrisi, serta bayi yang hanya minum ASI, memerlukan piridoksin tambahan. Piridoksin diberikan 25-50mg satu kali seahri, atau 10 mg piridoksin setiap 100mg isoniazid.b. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum

21

Page 22: REFERAT TB

puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600mg/hari,dengan dosis satu kali pemberian perhari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS.Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui trktus bilier.Kadar yang efektif juga dapat ditemukan di ginjal dan urin.

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi daripada isoniazid.Efek samping yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. Sealin itu, efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (muntah dan mual),dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya daitandai dengan peningkatan kadar transaminase yang asimptomatik. Jika rifampisin diberikan bersamaan dengan isoniazid, terjadi peningkatan risiko hepatotoksisitas, yang dapat diperkecil denagn cara menurunkan dosis harian isoniazid menajdi maksimal 10mg/kgBB/hari. Rifampisin tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mg, dan 450mg,sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran BB. Sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat timbul malabsorpsi.

c. Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, dan diresorbsi baik pada saluran cerna.Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2gr/hari. Kadar serum puncak 45µg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam, yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak.

Penggunaan pirazinamid pada anak aman.Kira-kira 10% orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia, teatpi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas,anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersenisitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg, tetapi seperti isoiazid, dapat digerus dan diberikan bersama dengan makanan.

d. Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata.Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermitten. Dosis etambutol adalah 15-20mg/kgBB/hari, maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal.

22

Page 23: REFERAT TB

Kadar serum puncak 5µg dalam waktu 24 jam. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis.Ekskresi terutama melalui ginjal dan saluran cerna.Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah hijau sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya.Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten – obat jika tidak ada obat lainnya.

e. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular.Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40mg/kgBB/hari, maksimal 1gram/hari, dan kadar puncak 40-50µg/ml dalam waktu 1-2 jam.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dan diekskresi melalui ginjal.Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat.Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.Toksisitas ginjal sangat jarang terjadi. Streptomisin dapat menembus plasenta sehingga perlu berhati-hati dalam menentuka dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat.

Paduan Obat TB

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan.Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih).Pemberian padauan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, sealin untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Berbeda dengan lorang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, buka dua atau tigakali dalam seminggu.Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk seabgian besar kaus TB pada

23

Page 24: REFERAT TB

anak adalah paduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid,sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti pada TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2 minggu.Dosis :

• INH : 5-15 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 300mg/hari• Rifampisin : 10-20 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 600mg/hari• Pirazinamid : 15-30 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 2000mg/hari• Etambutol : 15-20 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 1250 mg/hari• Streptomisin : 15-40 mg/KgBB/hari,dosis maksimal 1000mg/hari

2 bln 6 bln 9 bln 12 blnINH

RIF

PZA

EMB

SM

PRED

Fixed Drug Combination

Salah satu masalah dalam terapi TB adalah kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relative lama dengan jumlah obat yang banyak.Untuk mengatasi hal tersebut dibuat suatu sediaan obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan, yaitu FDC atau kombinasi dosis tetap (KDT).Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan TB adalah sebagai berikut :

Menyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar yang

tepat

24

Page 25: REFERAT TB

Mempermudah pengelolaan obat (mempermudah proses pengadaan,penyimpanan,dan distribusi obat pada setiap tingkat pengelola program pemberantasan TB)

Mengurangi kesalahan pengunaan obat TB (monoterapi) sehingga mengurangi resistensi terhadap obat TB

Panduan FDC mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan.

Pengawasan minum obat menjadi lebih cepat dan mudah, sehingga dapat mengurangi beban kerja

Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.

Unit kerja Koordinasi Pulmonologi PP IDAI telah membuat rumusan mengenai

FDC pada anak seperti di bawah ini.

BERAT BADAN

(KG)

2 BULAN TIAP

HARI

RHZ (75/50/150)

4 BULAN TIAP

HARI

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Sumber::

Pedoman NasionalTuberkulosis Anak. Edisi ke-2. Penyunting : Rahajoe NR, Basir D, MS

Makmuri, Kartasasmita CB. Jakarta : UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007

hal. 55.

Keterangan :

Bila BB ≥33 g, dosis disesuaikan dengan dosis maksimal

Bila BB < 5kg, sebaiknya dirujuk ke RS

Perhitungan pemberian tablet di atas sudah mempehatikan dosis per kgBB

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

25

Page 26: REFERAT TB

Evaluasi Hasil Pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan

dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi hasil pengobatan penting karena

diagnosis TB pada anak sulittidak jarang terhadi salah diagnosis. evaluasi

pengobatan dilkaukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi

radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis,

yaitu menghilang atau embaiknya kelainan klinis yangs ebelumnya ada pada awal

pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermkana, hilangnya demam,

hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Apabila respons

pengobatan baik maka pengobatan dilanjutkan. Sedngkan apabila respons

pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan sambil

mencari penyebabnya. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan

untuk menilai hasil pengobatan.

Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan

secara rutin, kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti

TB milier, efusi pleura, atau bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier, foto

toraks perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan, sedangkan

pada efusi pleura TB pengulangan foto torkas dilakukan setelah 2 minggu. LED

dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya

tinggi.

Apabila respons steelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan

tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan

evaluasi lebih lanjut emngapa tidak ada perbaikan. Kemungkinan yang terjadi

adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resisten terhadap OAT. Evaluasi yang

dilakukan meliputi evaluasi kembali diagnosis, ketepatan dosis OAT, keteraturan

menelan obat, kemungkinan adanya penyakit penyerta, serta evaluasi asupan gizi.

Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat

dihentikan. Foto toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan secara

rutin.

26

Page 27: REFERAT TB

Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu

subpopulasi persisten M.tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan

dalam tubuh, dan mengurangi secara bermkana kemungkinan terjadinya relaps.

Pengobatan lebih dari 6 bulang pada TB paru tanpa komplikasi menunjukkan

angka relaps yang tidak berbeda bermakna dengan pengobatan 6 bulan.

Evaluasi Efek Samping Pengobatan

OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang

cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal, heaptotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam. Salah satu efek

samping yang perlu diperhatikan adalah hepatotoksisitas.

Hepatotoksisitas jarang terjadi pada pemebrian dosis isoniazid yang tidak

melebihi 10mg/kgBB/hari dan dosis rifampisin yang tidak melebihi

15mg/kgBB/hari dalam kombinasi. Hepatotoksisitas ditandai oleh peningkatan

SGOT dan SGPT hingga ≥5 kali tanpa gejala, atau ≥3 kali batas atas normal

(40U/l) disertai dengan gejala, peningkatan bilirubin total > 1,5 mg/dl, serta

peningkatan SGOT/SGPT dengan nilai berapapun yang disertai dengan ikterus,

anoreksia, nausea, dan muntah.

Pada anak dengan penyakit yang tidak berat dan dosis obat yang diberikan

tidak melebihi anjran, pemriksaan laboratorium tidak perlu dilakukan secara

rutin.Pada keadaan ini, hanya perlu dilakukan penapisan fungsi hati sebelum

pemberian terapi serta pemantauan terhadap gejala klinis

hepatotoksisitas.Tatalaksana heaptotoksistas bergantung pada beratnya kerusakan

hati yang terjadi.Anak dengan gangguan fungsi hati ringan mungkin tidak

membutuhkan perubahan terapi.Beberapa ahli berpendapat bahwa peningkatan

enzim transaminase yang tidak terlalu tinggi (moderate) dapat mengalami resolusi

spontan tanpa penyesuaian dosis rifampisin.

Apabila peningkatan enzim transaminase ≥ 5 kali tanpa gejala atau ≥ 3

kali batas atas normal disertai dengan gejala,maka semua OAT dihentikan,

kemudian kadar enzim transaminase diperiksa kembali setelah 1 minggu

penghentian. Obat antituberkulosis diberikan kembali apabila nilai laboratorium

27

Page 28: REFERAT TB

telah normal. Terapi berikutnya dilakukan dengan cara memberikan isoniazid dan

rifampisin dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap, dan harus dilakukan

pemantauan klinis dan laboratorium dengan cermat. Hepatotoksisitas dapat timbul

kembali pada pemberian terapi berikutnya jika dosis yang diberikan langsung

secara penuh (full dose) dan pirazinamid digunakan dalam paduan pengobatan.

Putus Obat

Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama ≥2

minggu.Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi klinis

saat pasien datang kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan, dan berapa

lama obat telah terputus.Pasien tersebut perlu dirujuk untuk penanganan

selanjutnya.

Multidrug Resistance TB

Multidrug resistance TB adalah isolat M.tuberculosis yang resisten

terhadap dua atau lebih OAT lini pertama, minimal terhadap isoniazid dan

rifampisin. Kecurigaan adanya MDR-TB adalah apabila secara klinis tidak ada

perbaikan dengan pengobatan.Manajemen TB semakin sulit dengan

meningkatnya resistensi terhadap OAT yang biasa dipakai.Ada beberapa

penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT, yaitu pemakaian obat tunggal,

penggunaan paduan obat yang tidak memadai termasuk pencampuran obat yang

tidak dilakukan secara benar, dan kurangnya keteraturan menelan obat.

F.2 Nonmedikamentosa

Pendekatan DOTS

Hal yang paling penting pada tata laksana TB adalah keteraturan menelan

obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan bebrapa minggu setelah

pengobatan, sehingga merasa telah sembuh dan tidak memerlukan

28

Page 29: REFERAT TB

pengobatan.Nilai sosial dan budanyanya serta pngertian yang kurang mengenai

TB dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk

menelan obat.

Keteraturan pasien dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai

dengan dosis yang ditentukan dalam paduan pengobatan. Keteraturan menelan

obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya

resistensi.salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan

melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed

treatment). DOTS adalah strategi yang telah direkomendasikan WHO dalam

pentalaksanaan program penanggulangan TB, dan telah dilkasanakn di Indonesia

sejak tahun 1995. Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memeberikan

angka kesembuhan yang tinggi.

Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima

komponen, yaitu sebagai berikut :

Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana

Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secaar mikroskopis

Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh pengawas menelan obat (PMO)

Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin

Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB.

Kelima komponen DOTS di atas terutama untuk pasien TB dewasa, khusunya

pada butir dua dan lima. Untuk diagnosis TB anak digunakan uji tuberkulin.Salah

satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya sesorang yang bertanggung

jawab mengawsi menelan obat, disebut sebagai PMO.Setiap pasien baru yang

ditemukan harus selalu didampingi seorang PMO.

Syarat untuk menjadi PMO adalah dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh

petugas kesehatan maupun pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien;

29

Page 30: REFERAT TB

bersedia membantu pasien dengan sukarela; bersedia dilatih atau mendapatkan

penyuluhan. Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan keluarga

pasien, kader,pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah

atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas

PMO adalah mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur samapi selesai

pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur,

mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien dewasa), serta

memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala tersangka TB untuk segera memaksakan diri ke unit pelayanan

kesehatan.

Lacak Sumber Penularan dan Case Finding

Apabila kita menemukan seorang anak dnegan TB, maka harus dicarisumber

penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah

orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.

Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA

sputum (pelcakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula

dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang

mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin.

Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya

atau yang ontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi infeksi TB

(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersbeut dilakukand engan cara anmnesis,

pemeriksaan fisis , dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.

Aspek Edukasi dan Sosial Ekonomi

Pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu

yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar.Selain itu, diperlukan

juga penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin,

dan mikronutrient.Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan

medikamentosa saja tidak akan mencapai hasil hasul yang optimal. Edukasi

ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB.Pasien

TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak tidak menular

30

Page 31: REFERAT TB

keapada orang di sekitarnya.Aktfitas fisik pasien TB anak gtidak eprlu dibatasi,

kecuali pada TB berat.

Pencegahan

a) Imunisasi BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi

sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara inrakutan di daerah

insersi otot deltoid kanan (penyuntikan) lebih mudah dan lemak subkutan lebih

tebal, ulkus tidak mengganggu struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG

diberikan pada usia>3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang

digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin, dan intensitas pemaparan

infeksi.

Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu 0-80%. Efek

samping yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis

supuratif) dengan insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi

imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal

tumbuh.Pada bayi bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai BB

optimal.

b) Kemoprofilaksis

Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan

kemoprofilaksis sekunder.Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah

terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah

berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.Pada kemoprofilaksis primer diberikan

isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal.Kemoprofilaksis

ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA

sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif).

31

Page 32: REFERAT TB

Obat ini diberikan selama 6 bulan.Pada akhir bulan ketiga pemberian

profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang.Jika tetap negatif, profilaksis

dilanjutkan hingga 6 bulan.Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif,

evaluasi status TB pasien.Pada akhir bulan keenam pemberian profilaksis,

dilakukan lagi uji tuberculin, jika tetap negatif profilaksis dihentikan, jika terjadi

konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien.

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi

belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan

radiologis normal.Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi

hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk berkembang

menajdi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh

anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili,

varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan

kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konversi uji tuberculin dalam

waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder

adalah 6-12 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B

Kartasasmita.2005.Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja

Koordinasi Pulmonologi IDAI.

2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan.2013. Buku Ajar Respirologi

Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

32

Page 33: REFERAT TB

3. Widoyono.2005.Penyakit Tropis : Epidemiologi ,Penularan, pencegahan dan

pemberantasan. Jakarta : Erlangga

33