Referat Syok Septik Liza
-
Upload
nurul-husna -
Category
Documents
-
view
222 -
download
9
description
Transcript of Referat Syok Septik Liza
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses
inflamasi. Sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan kegagalan organ
multipel/ Multiple Organ Dysfunction/Multiple Organ Failure (MODS/MOF).1
Perkembangan berikut dari sepsis dapat berakhir pada satu keadaan syok septik.
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi
yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan,
serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.2
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam
darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk
reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan
multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat
dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Angka kematian oleh
karena sepsis berkisar 9,3 % dari seluruh penyebab kematian di Amerika Serikat,
setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh
lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga
terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel,
aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke
berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.
Salah satu sistem organ penting yang sering terkena dampak oleh sepsis dan
selalu dipengaruhi oleh syok septik adalah sistem kardiovaskular. Dilaporkan
lebih dari 3000 kasus dalam 5 dekade terakhir dalam studi klinis mengenai adanya
komplikasi kardiovaskular pada sepsis. Adanya disfungsi kardiovaskular pada
sepsis menyebabkan peningkatan angka mortalitas yang progresif dari 70%
2
menjadi 90%, sebaliknya pada pasien sepsis tanpa disertai gangguan
kardiovaskular didapatkan hanya sebesar 20%.6
Oleh karena beratnya dampak yang ditimbulkan sepsis, maka
diperlukan pemahaman yang lebih mendalam baik mengenai mekanisme yang
mendasari maupun karakteristik klinis disfungsi miokard terkait sepsis,
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih optimal.6
3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam
pengaturan peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan
oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa jantung
ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1
Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Berikut adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis syok :2
Tabel 1 : Jenis-jenis SyokJenis Syok Penyebab
Hipovolemik 1. Perdarahan2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi
usus dan lain-lain
Kardiogenik 1. Aritmia• Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard• Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan• Penyakit jantung arteriosklerotik• Miokardiopati
3. Gangguan mekanis• Regurgitasi mitral/aorta• Rupture septum interventrikular Aneurisma ventrikel massif• Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
Obstruktif Tension PneumothoraxTamponade jantung Emboli Paru
Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,Contoh: Eschericia coli, Klebsiella
pneumonia, Enterobacter serratia,Proteus,2. Kokus gram positif,Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
4
Neurogenik • Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau paraplegia)
• Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat
• Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi
• Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi
jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat gangguan emosional
Anafilaksis Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin B
• Biologis Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma globulin
• Makanan Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
• Lain-lain Contoh : Gigitan
binatang, anestesi local Tabel 1. Jenis-jenis Syok
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai
dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi,
sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator,
aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan
endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan
perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1
Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yang paling
sering digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons
inflamasi sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang
sering disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
5
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti
adanya sumber infeksi yang jelas. Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat
yaitu sepsis yang disertai dengan kegagalan organ multipel / Multiple Organ
Dysfunction / Multiple Organ Failure (MODS/MOF). Sepsis berat dengan
hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan
tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah berujung
pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap
kendati telah mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi
jaringan.3
Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut
ditandai dengan hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan
yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh
konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang tidak dapat dijelaskan oleh
sebab-sebab lain.4
2.2 Epidemiologi
Sepsis berat dan syok septik merupakan masalah kesehatan utama. Angka
kejadian di Amerika Serikat dan Inggris, dilaporkan 66 hingga 132 kasus per
100.000 populasi. Sepsis berat terjadi pada 1-2 % pasien rawat inap dan sebanyak
25 % dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Hal ini sering
terjadi pada lansia, immunecompromised dan pasien sakit kritis. Syok septik
merupakan penyebab kematian utama di ICU di seluruh dunia. Sepsis menduduki
urutan kedua penyebab utama kematian pada pasien ICU non - koroner. Angka
6
mortalitas tetap tinggi, yaitu sebesar 30-50 % meskipun kualitas perawatan sudah
meningkat.5,10
2.3 Etiologi
Sepsis berat dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Infeksi
adalah penyebab paling umum. Pasien dengan tanda-tanda klinis inflamasi
sistemik (SIRS), penyebab infeksi harus dicari secara aktif. Infeksi yang diperoleh
sebelum masuk rumah sakit lebih mudah dikenali, daripada infeksi nosokomial
pada pasien rawat inap. Infeksi tersering penyebab sepsis meliputi infeksi sistem
saraf pusat (SSP) misalnya meningitis atau ensefalitis, infeksi kardiovaskular
(misalnya endokarditis), infeksi saluran pernafasan (misalnya pneumonia), infeksi
gastrointestinal (misalnya peritonitis) atau infeksi saluran kemih (misalnya
pielonefritis). Meskipun infeksi bakteri adalah penyebab infeksi yang paling
umum, virus dan jamur juga dapat menyebabkan syok septik. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau
hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang
yang berasal dari infeksi lokal.11
Penyebab non infeksi antara lain trauma berat atau perdarahan akut dan
penyakit sistemik, termasuk infark miokard, emboli paru dan sebagainya. Tabel
2.3 merangkum penyebab syok septik dan Tabel 2.4 merangkum penyajian
sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp serta
organisme yang paling sering terlibat.11
Tabel 2.3 Etiologi syok septik11
Infeksi NoninfeksiInfeksi sistem saraf pusatInfeksi sistem kardiovaskularInfeksi saluran pernapasanInfeksi ginjalInfeksi saluran pencernaanInfeksi kulit dan jaringan lunakInfeksi tulang dan sendiPankreatitis akut
Trauma beratPerdarahanKomplikasi dari operasiKomplikasi aneurisma aortaInfark miokardEmboli paruTamponade jantungOverdosis obat / racunKetoasidosis diabetikInsufisiensi adrenalAnafilaksisPerdarahan subarachnoid
7
luka bakar
Tabel 2.4 Sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp serta organisme yang paling sering terlibat11
Sistem yang terkena
Tanda dan gejala Patogen penyebab
Sistem saraf pusat
Kebingungan, mengantuk, lekas marah, komasakit kepala, leher kaku, fotofobia
1. Community-acquired pathogen: Streptococcus pneumoniae; Neiserria meningitides; Listeria monocytogenes
2. Patogen nosokomial: Pseudomonas aeruginosa; Escherichia coli
Sistem kardiovaskular
Hipovolemia, gangguan kontraktilitas miokard, takikardia, peningkatancurah jantung, penurunan resistensi vaskuler sistemik(SVR), gangguantanggap terhadap agen vasopressor,sesak napas, ortopnea,tekanan vena meningkat
1. Community-acquired pathogen: Enterococcus, Streptococcus bovis, Streptococcus spp, Koagulase-negatif, staphylococci, Coxiella burneti,i Staphylococcus aureus,Campylobacter, E. coli, jamur
2. Patogen nosokomial: Staphylococcus Sp, methicillin-resistant S. Aureus, methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis, methicillin-resistant
Sistem pernapasan
Hipoksemia, sianosis, takipnea, penggunaan otot nafas tambahan, perubahan sputum(volume, purulensi)
1. Community-acquired pathogen: S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, Legionella sp.
2. Patogen nosokomial: aerobik basil gram negatif
Sistem pencernaan
Muntah, diare, sakit perut,Tenderness, gagal hati, kolestasis
1. Community-acquired pathogen:E. coli; Bacteroides fragilis
2. Patogen nosokomial: aerobik Gram-negatif, basil anaerob
Sistem genitourinaria
Disuria, hematuria, nyeri pinggang, gagal ginjal
Organisme yang telah disebutkan di atas
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sepsis sangat bervariasi, tergantung pada lokasi awal
infeksi, organisme penyebab, pola disfungsi organ akut, status kesehatan yang
mendasari dan interval sebelum inisiasi pengobatan. Tanda dari infeksi maupun
disfungsi organ sulit dideteksi, beberapa pedoman konsensus internasional baru-
baru ini memberikan daftar panjang tanda-tanda awal terjadinya sepsis seperti
yang tertera pada gambar dibawah ini:5
Gambar 2.1 Tanda-tanda awal terjadinya sepsis5
Kriteria diagnostik untuk Sepsis, Severe Sepsis dan Septic shockSepsis (didokumentasikan atau dicurigai infeksi ditambah ≥ 1 dari berikut)Variabel umum :
Demam (suhu > 38,3 ° C)
8
Hipotermia (suhu < 36 ° C) Denyut jantung meningkat (> 90 denyut per menit atau > 2 SD di atas batas atas
dari kisaran normal untuk usia) Takipnea Perubahan status mental Edema substansial atau keseimbangan cairan positif (> 20 ml / kg berat badan
selama periode 24 jam) Hiperglikemia (glukosa plasma > 120 mg / dl [6,7 mmol / liter] tanpa adanya
diabetes)Variabel inflamasi
Leukositosis (jumlah sel darah putih > 12.000 / mm3) Leukopenia ( jumlah sel darah putih < 4000/mm3) Neutrofil imatur (batang)> 10 % Peningkatan CRP ( > 2 SD di atas batas atas dari kisaran normal ) Peningkatan procalcitonin plasma (>2 SD di atas batas atas dari kisaran normal)
Variabel hemodinamik Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mm Hg atau MAP < 70 mm Hg atau
penurunan TD sistolik > 40 mm Hg pada orang dewasa atau > 2 SD di bawah batas bawah dari kisaran normal untuk usia)
Saturasi oksigen vena campuran meningkat (> 70 %) Indeks jantung meningkat (> 3,5 liter / menit / meter persegi luas permukaan tubuh)
Variabel disfungsi organ Hipoksemia arteri (rasio tekanan parsial oksigen arteri [PaO2] terhadap fraksi oksigen
inspirasi [FiO2] < 300) Oliguria akut (urine output< 0,5 ml / kg / jam atau 45 ml / jam selama minimal 2
jam) Kenaikan tingkat kreatinin > 0,5 mg / dl (> 44 umol / liter) Kelainan koagulasi (INR > 1,5 aPTT > 60 detik) Ileus paralitik (tidak adanya bising usus) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 / mm3) Hiperbilirubinemia (plasma bilirubin total > 4 mg / dl [ 68 umol / liter ])
Variabel perfusi jaringan Hiperlaktatemia (laktat> 1 mmol / liter) Penurunan pengisian kapiler dan mottling
Sepsis berat (sepsis ditambah disfungsi organ)Syok septik (sepsis ditambah baik hipotensi [refrakter terhadap cairan intravena] atau hiperlaktatmia)
Disfungsi organ akut yang paling umum mempengaruhi pernapasan dan
sistem kardiovaskular. Kerentanan sistem pernapasan secara klasik bermanifestasi
sebagai sindrom gangguan pernapasan (ARDS) yang didefinisikan sebagai
hipoksemia dengan infiltrat bilateral yang tidak berasal dari jantung.6
Kerentanan sistem kardiovaskular dimanifestasikan terutama sebagai
hipotensi atau peningkatan serum laktat. Setelah ekspansi volume yang memadai,
hipotensi sering berlanjut, membutuhkan penggunaan vasopresor dan disfungsi
miokard dapat terjadi. Disfungsi sistem saraf pusat biasanya penurunan
kesadaraan. Pencitraan umumnya tidak menunjukkan lesi fokal dan temuan pada
9
electroencephalography biasanya berupa ensefalopati nonfocal. Penyakit kritis
polineuropati dan miopati terjadi terutama pada pasien yang lama dirawat di ICU.5
Gagal ginjal akut dimanifestasikan sebagai penurunan produksi urin dan
peningkatan tingkat serum kreatinin dan sering memerlukan pengobatan dengan
terapi ginjal pengganti. Ileus paralitik, peningkatan aminotransferase,
trombositopenia, disseminated intravascular coagulation, disfungsi adrenal umum
terjadi pada pasien dengan sepsis berat.5
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Host respose
Infeksi yang memicu respon pejamu yang kompleks, bervariasi dan
berkepanjangan. Mekanisme proinflamasi dan antiinflamasi berkontribusi untuk
melawan infeksi dan pemulihan jaringan namun di satu sisi dan mencederai organ
dan menimbulkan infeksi sekunder lainnya. Respon spesifik setiap pasien
tergantung pada patogen penyebab (jumlah dan virulensi) dan host (karakteristik
genetik dan penyakit penyerta) dengan respon yang berbeda di tingkat lokal,
regional dan sistemik. Respon host dapat saja berubah dari waktu ke waktu secara
paralel bersamaan dengan perubahan klinis.5
Secara umum, reaksi proinflamasi bertujuan menghilangkan patogen serta
dianggap bertanggung jawab menimbulkan efek kerusakan jaringan pada sepsis
berat. Sitokin antiinflamasi penting untuk membatasi cedera jaringan baik lokal
maupun sistemik serta berefek meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
sekunder.5
2.5.2 Innate Immunity
Patogen mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh melalui interaksi dengan
reseptor pengenalan pola (pattern-recognition receptors). Empat kelas utama
pattern-recognition receptors yang telah teridentifikasi antara lain:5
1. Toll-like receptor
2. C-type lectin receptors
3. Retinoic acid inducible gene1-like receptor
4. Nucleotide-binding oligomerization domain-like receptors.
10
Reseptor ini mengenali struktur spesies mikroba sehingga disebut
pathogen-associated molecular patterns, sehingga menimbulkan peningkatan
regulasi transkripsi gen inflamasi dan menginisiasi imunitas bawaan. Reseptor ini
juga sensitif terhadap molekul endogen yang dilepaskan dari cedera sel sehingga
disebut damage-associated molecular pattern atau alarmins. Alarmins juga
dilepaskan selama cedera steril seperti trauma, sehingga menimbulkan konsep
bahwa patogenesis kegagalan organ multiple pada sepsis dasarnya tidak berbeda
dari penyakit kritis noninfeksi.5
2.5.3 Kelainan koagulasi
Sepsis berat hampir selalu dikaitkan dengan perubahan koagulasi, sering
menyebabkan disseminated intravascular coagulation. Kelebihan deposisi fibrin
menyebabkan koagulasi akibat kerja faktor jaringan, seperti glikoprotein
transmembran yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel. Ketidakseimbangan
mekanisme antikoagulasi termasuk efek dari sistem protein C dan antitrombin,
dengan menurunkan bersihan fibrin menyebabkan depresi sistem fibrinolitik
(Gambar 2.2).7
Protease-activated receptor (PARs) membentuk hubungan molekuler
antara koagulasi dan peradangan. Di antara empat subtipe yang telah
diidentifikasi, PAR1 khususnya terlibat dalam sepsis. PAR1 menimbulkan efek
sitoprotektif ketika distimulasi melalui aktifnya protein C atau rendahnya kadar
trombin. Sebaliknya berefek merusak fungsi pertahanan sel endotel diaktifkan
oleh trombin dosis tinggi.7
11
Gambar 2.2 Respon pejamu pada sespsis berat5
2.5.4 Mekanisme antiinflamasi dan imunosupresi
Sistem kekebalan humoral, seluler dan mekanisme neurologi melemahkan
potensi efek berbahaya dari respon proinflamasi. Fagosit dapat beralih ke fenotipe
antiinflamasi yang mempromosikan perbaikan jaringan dan regulasi sel T sebagai
upaya mengurangi peradangan. Selain itu, mekanisme saraf dapat menghambat
inflammasi disebut Neuroinflammatory refleks. Rangsangan sensorik disiarkan
melalui aferen saraf vagus ke batang otak, kemudian eferen saraf vagus
mengaktifkan nervus splenikus pada pleksus coliakus, menghasilkan pelepasan
norepinephrine di limpa dan sekresi asetilkolin oleh selT CD4+. Pelepasan
asetilkolin menargetkan reseptor α7 kolinergik pada makrofag sehingga menekan
pelepasan sitokin proinflamasi.5
Pasien yang bertahan hidup dari sepsis dini namun tetap bergantung pada
perawatan intensif terbukti mengalami imunosupresi, terbukti dengan
berkurangnya ekspresi HLA-DR pada sel myeloid. Pasien ini sering memiliki
fokus infeksi yang sedang berlangsung, meskipun terapi antimikroba atau
12
reaktivasi infeksi virus laten. Beberapa penelitian menyatakan lemahnya respon
leukosit terhadap patogen pada pasien dengan sepsis. Temuan yang baru-baru ini
dikuatkan oleh studi postmortem pada pasien yang meninggal akibat sepsis di
ICU mengungkapkan adanya gangguan fungsi splenosit. Selain limpa, paru-paru
juga menunjukkan bukti imunosupresi, kedua organ meningkatkan ekspresi ligan
untuk penghambatan sel T reseptor pada sel parenkim. Meningkatnya apoptosis
sel B, sel T CD4+ dan sel dendritik folikular, terlibat pada sepsis terkait
imunosupresi dan kematian.5
2.5.5 Disfungsi organ
Gangguan oksigenasi jaringan merupakan sebab utama terjadinya
disfungsi organ. Beberapa faktor termasuk hipotensi, kurangnya pembentukan sel
darah merah, dan trombosis mikrovaskuler berkontribusi terhadap kurangnya
suplai oksigen pada syok septik. Peradangan dapat menyebabkan disfungsi
endotel vaskular, disertai dengan kematian sel dan hilangnya integritas barrier,
sehingga menimbulkan edema subkutis. Selain itu, kerusakan mitokondria yang
disebabkan oleh stres oksidatif dan mekanisme lainnya menyebabkan penggunaan
oksigen seluler. Cedera mitokondria melepaskan alarmins kelingkungan
ekstraselular, termasuk DNA mitokondria dan formil peptida, yang dapat
mengaktifkan neutrofil dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.7
13
Gambar 2.3 Gagal organ pada sepsis berat dan disfungsi endotel vaskular dan mitokondria5
Kerusakan multiorgan di tingkat seluler tampaknya dipengaruhi oleh
disfungsi dan kerusakan pada mitokondria. Disfungsi dan kerusakan mitokondria
pada sepsis terjadi akibat interaksi patogen-inang, selain juga dipengaruhi
patogenisitas mikroorganisme. Syok yang berkepanjangan dan hipoksia jaringan
dapat menyebabkan disfungsi mitokondria. Pada keadaan sepsis berat, aktivasi
berbagai sel imunitas khususnya neutrofil, serta hipoksia jaringan berkontribusi
terhadap terbentuknya ROS (Reactive Oxidant Specifics). ROS berkontribusi
terhadap kerusakan mitokondria, dan kejadian tersebut memicu pembentukan
ROS lebih banyak lagi, yang juga menyebabkan programming kematian
mitokondria.5,6
Kematian mitokondria terjadi akibat penumpukan ROS yang memicu
sinyal untuk membuka pori-pori membran permeabilitas mitokondria
(Mitochondrial Permeability Transition, MPT), yang menyebabkan edema
matriks mitokondria, ruptur membran luar mitokondria, serta aktivasi kaskade
apoptosis. Namun, kadang tanpa melalui fase MPT, kaskade apoptosis masih
14
dapat dipicu akibat pergerakan faktor pro-apoptosis melalui membran luar
mitokondria (Mitochondrial Outer Membrane Permeabilization, MOMP).5,6
2.5.6 Mekanisme yang mendasari disfungsi miocardium pada sepsis
Depresi miokard selama sepsis dapat disebabkan oleh multifaktorial.
Meski demikian, penting bagi kita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
memperberat dan mekanisme yang mendasari agar membuahkan sasaran terapi
yang bermanfaat.
1. Global Ischemia
Teori awal tentang depresi miokard pada sepsis berdasarkan pada hipotesis
global myocardial ischemia, namun ternyata pasien sepsis mempunyai
aliran darah koroner yang cepat dan perbedaan penurunan oksigen antara
arteri koroner dan sinus koroner. Seperti halnya pada sirkulasi perifer, hal
ini disebabkan oleh gangguan autoregulasi aliran darah atau oksigenasi.
Pasien dengan syok septik menunjukkan perubahan metabolisme yang
kompleks pada miokardium, termasuk ekstraksi laktat yang meningkat,
menurunnya ekstraksi asam lemak bebas, penurunan ambilan glukosa,
peningkatan fosfat di miokardium dan hibernasi miokard. Meskipun semua
temuan tersebut di atas mencerminkan perubahan penting dalam aliran
koroner dan metabolisme miokard, efek lain diamati dalam sirkulasi perifer
selama sepsis, sehingga iskemia global tidak terbukti sebagai penyebab
yang mendasari disfungsi miokard pada sepsis.
Pada pasien sepsis dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang sudah ada
sebelumnya dan mungkin tidak terdiagnosa, iskemia atau infark miokard
regional sekunder akibat CAD mungkin telah terjadi. Manifestasi iskemia
miokard karena CAD akan dipermudah oleh perubahan hemodinamik dan
disfungsi mikrovaskuler yang ditimbulkan oleh sepsis. Faktor yang
memperberat CAD pada kondisi sepsis diantaranya adalah inflamasi
menyeluruh dan aktivasi sistem koagulasi.
2. Myocardial Depressant Substance
Parrillo dkk, secara kuantitatif mengkaitkan derajat klinis disfungsi miokard
pada kondisi sepsis dengan efek serum yang diambil dari pasien sepis.
15
Tingkat kondisi klinis berkorelasi kuat dengan besarnya penurunan dan
kecepatan pemendekan miosit. Setelah dilakukan perluasan penelitian,
diperoleh bahwa indeks kerja ventrikel kiri turun secara bersamaan yang
menunjukkan efek kardiotoksik dan mengandung interleukin (IL0-1, IL-8
dan C3a) yang kadarnya meningkat secara signifikan. Menurut Mink dkk,
agen bakteriolitik yang berasal dari granulosit neutrofilik yang terlepas dan
monosit merupakan mediator yang memberikan efek kardiodepresan selama
kondisi sepsis. Substansi potensial lainnya yang menjadi substansi depresan
miokard, di antaranya: sitokin jenis lain, prostanoid dan NO.
3. Sitokin
Tumor necrosis factor-α (TNF-α) merupakan mediator dini penting pada
syok yang dipicu oleh endotoksin. TNF-α berasal dari makrofag yang
teraktivasi, namun studi terbaru menunjukkan bahwa TNF-α juga disekresi
oleh miosit jantung sebagai respon terhadap sepsis. Meskipun aplikasi
antibodi anti TNF-α memperbaiki fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan
syok septik, penelitian selanjutnya menggunakan antibodi monoklonal yang
ditujukan langsung pada TNF-α atau reseptor TNF-α terlarut, gagal
meningkatkan angka harapan hidup pasien sepsis.7
IL-1 disintesis oleh monosit, makrofag, neutrofil sebagai respon terhadap
TNF-α dan berperan penting pada respon imun sistemik. IL-1 akan menekan
kontraktilitas jantung dengan cara merangsang NO sintase (NOS). Pada
penelitian klinik, IL-1 dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien
dengan sepsis, namun terapi yang pada awalnya menjanjikan ini gagal
menghasilkan manfaat yang signifikan pada kemampuan kelangsungan
hidup. IL-6 yang merupakan sitokin pro inflamasi lain juga terlibat dalam
patogenesis sepsis dan dianggap sebagai prediktor sepsis yang lebih cocok
dibandingkan TNF-α karena peningkatannya di dalam sirkulasi berlangsung
dalam waktu yang lama. Meskipun sitokin memiliki peran penting dalam
penurunan kontraktilitas, namun tidak dapat menjelaskan mengapa disfungsi
miokard berlangsung lama pada sepsis dan substansi ini hanya memicu atau
melepaskan faktor tambahan yang mempengaruhi fungsi miokard seperti
prostanoid atau NO.7
16
4. Prostanoid
Prostanoid dihasilkan oleh enzim siklooksigenase dari asam arakidonat.
Ekspresi enzim siklooksigenase-2 dirangsang oleh lipopolisakarida (LPS)
dan sitokin. Pada pasien sepsis dijumpai peningkatan kadar prostanoid
seperti tromboksan dan prostasiklin yang berpotensi mempengaruhi
autoregulasi koroner, fungsi endotel koroner dan aktivasi leukosit intra
koroner. Penelitian pada hewan dengan memberikan siklooksigenase
inhibitor seperti indometasin memberikan hasil yang menjanjikan., begitu
juga dengan ibuprofen dan lornoxicam, tapi penelitian tersebut tidak
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup pada kelompok pasien yang
mendapat terapi.8
5. Endothelin-1
Upregulasi endothelin-1 (ET-1) dijumpai dalam waktu 6 jam setelah syok
septik yang dipicu oleh LPS. Ekspresi berlebihan ET-1 di dalam jantung
akan memicu peningkatan sitokin inflamasi (termasuk TNF-α, IL-1, IL-6),
infiltrasi inflamasi interstisial, dan kardiomiopati yang kemudian dapat
menyebabkan gagal jantung dan kematian. Keterlibatan ET-1 pada disfungsi
miokard didukung oleh tezosentan, yakni antagonis reseptor endotelin-A
dan B, dapat memperbaiki indeks kardiak, stroke volume, dan kerja
ventrikel kiri pada syok endotoksemik. Meskipun ET-1 telah terbukti
berperan penting dalam patofisiologi berbagai penyakit jantung melalui efek
autokrin, endokrin atau parakrin, namun dampaknya pada disfungsi miokard
terkait sepsis perlu diteliti lebih jauh untuk menilai potensi terapeutik
antagonis reseptor ET-1.11
6. Nitric Oxide
Nitric Oxide (NO) menghasilkan banyak efek biologi pada sistem
kardiovaskular. Substansi ini mengatur fungsi jantung pada kondisi
fisiologik dan menimbulkan banyak efek pada kondisi patologik. Pada
pemberian NO dosis rendah dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri,
namun pada pemberian dosis tinggi terbukti dapat memicu gangguan
kontraksi dengan menekan pembentukan energi di dalam miokard. NO
17
endogen berperan menghasilkan fase tidur sebagai respon dari kondisi
iskemia miokard dan juga sebagai modulator penting pada iskemia miokard.
Sepsis akan menyebabkan ekspresi inducible NOS (iNOS) pada miokard,
diikuti produksi NO dalam jumlah besar, yang selanjutnya berperan penting
dalam disfungsi miokard. Hambatan terhadap NOS dapat mengembalikan
stroke volume dan output jantung setelah penyuntikan LPS. Pada pasien
sepsis, infus metilen blue, penghambat nonspesifik NOS dapat memperbaiki
tekanan arteri rata-rata, stroke volume, meningkatkan kerja ventrikel kiri
dan mengurangi kebutuhan akan inotropik, tetapi kesemuanya ini tidak
mengubah outcome. Walaupun NO berperan pada patogenesis disfungsi
kardiovaskular oleh sepsis, namun mekanisme yang pasti masih belum jelas
dan perlu diteliti lebih jauh.3
7. Adhesion Molecules
Upregulasi ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) dan
vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) di permukaan sel dijumpai
pada kardiomiosit dan endotel koroner murine setelah stimulasi TNF-α dan
LPS. Ekspresi ICAM-1 pada miokard mengalami peningkatan. Hambatan
VCAM-1 dengan antibiotik terbukti dapat mencegah disfungsi miokard dan
menurunkan akumulasi neutrofil pada miokard, sedangkan pemberian
antibodi dapat menghilangkan dan menghambat ICAM-1 dan memperbaiki
disfungsi miokard pada endotoksemia tanpa mempengaruhi akumulasi
neutrofil.3
8. Cardiac troponins
Troponin (Tn) jantung adalah protein regulator dari filamen aktin. TnI dan
TnT muncul akibat cedera pada sel miokard dan sebagai penanda yang
sangat sensitif dan spesifik pada kerusakan miokard. Pengukuran Tn secara
serial digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi resiko pasien dengan
sindroma koroner akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
peningkatan Tn pada pasien sepsis dapat memperkirakan adanya disfungsi
miokard dan peningkatan rata-rata mortalitas. Dalam beberapa studi pada
pasien sepsis, 43-50% terjadi peningkatan TnI secara signifikan. Adanya
hubungan signifikan antara TnI dengan penurunan fraksi ejeksi dan
18
peningkatan Tn yang dihubungkan dengan disfungsi ventrikel kiri telah
banyak dibuktikan. Penggunaan Tn untuk mengidentifikasi sepsis dengan
disfungsi miokard terbatas karena banyaknya kondisi lain yang dapat
mengakibatkan peningkatan Tn. Dengan demikian, tidak ada bukti untuk
mendukung penggunaan inotropik pada pasien dengan Tn yang meningkat
dalam upaya untuk meningkatkan kinerja miokard. Peningkatan Tn pada
pasien dengan sepsis dihubungkan dengan prognosis yang jelek, terlepas
dari penyebab dasarnya.11
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan awal syok septik adalah memberikan resusitasi
kardiorespirasi dan mengurangi ancaman langsung infeksi yang tidak terkontrol.
Resusitasi membutuhkan cairan intravena dan vasopressor dengan terapi oksigen
serta ventilasi mekanik yang disediakan seperlunya. Komponen yang tepat
diperlukan untuk mengoptimalkan resusitasi, seperti pilihan dan jumlah cairan,
jenis yang sesuai dan intensitas pemantauan hemodinamik, dan peran penunjang
agen vasoaktif.7
Pemberian antibiotik dengan cepat dan adekuat disertai operasi
pengangkatan fokus infeksi, merupakan tindakan utama dan satu-satunya terapi
yang ditujukan pada penyebab sepsis. Setiap keterlambatan dalam hitungan jam
dalam pemberian terapi antibiotik yang tepat pada syok septik akan meningkatkan
angka kematian sebesar 7%. Beberapa studi menunjukkan frekuensi mengejutkan
pada percobaan prospektif besar yang lebih dari 2.000 pasien, pengobatan dengan
antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab terbukti resisten
pada 32% dari pasien. Kematian berkurang dari 34% menjadi 18% ketika
antimikroba yang tepat diresepkan pada onset sepsis.8,7
Pada pertemuan tingkat internasional tentang “surviving sepsis campaign”
memutuskan bahwa early goal directed therapy (EGDT) untuk pasien sepsis
adalah meregulasi anti inflamasi, memperbaiki preload, afterload dan
kontraktilitas jantung sehingga hantaran oksigen ke jaringan menjadi optimal,
atasi gangguan keseimbangan elektrolit, mendeteksi dan mengobati hipoksia
jaringan secara cepat sebelum kerusakan organ menjadi irreversible. Terapi
19
suportif seperti resusitasi cairan, vasopresor dan inotropik, tranfusi darah, ventilasi
mekanik bahkan upaya suportif bagi ginjal dapat diberikan.8
Selain itu, ada beberapa obat yang banyak diteliti manfaatnya terhadap
sepsis, diantaranya: statin, protein C teraktivasi, antibodi anti-TNF-α.. Statin
memiliki manfaat teraputik tanpa tergantung pada efek penurunan kolesterol, yang
disebut dengan efek pleotropik. Efek pleotropik ini mencakup sifat anti inflamasi
dan antioksidatif, perbaikan fungsi endotel dan peningkatan bioavailabilitas NO.
Yoshida dkk melaporkan kalau statin menurunkan ekspresi molekul adhesi,
endotel dan monosit. Berkat dampak kekuatan statin pada inflamasi, maka statin
mungkin merupakan terapi baru. Menurut Hachman dkk, bahwa terapi statin
berkorelasi dengan penurunan angka sepsis.8
Intervensi untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi cairan
untuk meningkatkan preload, pemberian inotropik untuk memperbaiki
kontraktilitas jantung, serta pemberian vasopresor (atau vasodilator) untuk
optimalisasi afterload. Konten oksigen arterial dapat ditingkatkan dengan
transfusi Packed Red Cell (PRC) dan meningkatkan SaO2 dengan terapi oksigen.3
Pada keadaan hipoksia jaringan berat akan disertai dengan menurunnya
cadangan ATP seluler, sehingga menyebabkan gangguan integritas membran sel
yang selanjutnya menimbulkan edema (MPT) serta nekrosis sel. Berbeda dengan
apoptosis, nekrosis sel menginduksi respon inflamasi lokal dan sistemik, sehingga
memperberat keadaan.5,6
Oleh karena itu, semakin jelas bahwa terapi secara dini yang difokuskan
terhadap stabilisasi hemodinamik untuk mencegah terjadinya global tissue
hypoxia dapat mencegah onset terjadinya disfungsi multiorgan yang bertanggung
jawab terhadap meningkatnya angka mortalitas pasien dengan sepsis. Algoritme
berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian
kapiler < 2 detik, serta menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan
ventilasi diberikan sesuai dengan indikasi. Target-target berikutnya diharapkan
tercapai dalam waktu 6 jam di unit perawatan intensif:7
a. Kerangka waktu: Nol sampai dengan 5 menit pertama
20
Dalam lima menit pertama, klinisi harus dapat mengidentifikasi pasien
dengan sepsis berat dan syok septik. Identifikasi dini sangat berhubungan
dengan menurunnya morbiditas dan mortalitas kasus sepsis berat dan syok
septik. Dalam waktu lima menit pertama ini pula secara simultan dilakukan
manajeman jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing), serta
pemasangan akses intravena (circulation).
b. Identifikasi dini pasien dengan sepsis berat dan syok septik
c. Trias: demam, takikardi dan vasodilatasi umum ditemukan dengan tanda-
tanda infeksi. Syok septik harus menjadi pertimbangan diagnosis bila trias di
atas ditemukan, disertai dengan perubahan status mental yang bermanifestasi
sebagai iritabilitas, bingung, mengantuk, hingga penurunan kesadaran yang
lebih dalam. Sepsis berat dan syok septik diketahui berhubungan dengan
hipoksia jaringan yang luas. Hipoksia pada susunan saraf pusat akan
menyebabkan gangguan berupa penurunan kesadaran.
d. Selain itu, klinisi juga harus dapat mengidentifikasi tanda-tanda gangguan
perfusi jaringan yang disebabkan oleh disfungsi kardiovaskuler pada sepsis.
Syok septik dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu warm shock dan cold shock.
Warm shock ditandai dengan curah jantung yang tinggi, kulit yang hangat dan
kering, serta bounding pulse. Sedangkan cold shock ditandai oleh curah
jantung yang rendah, kulit lembab dan dingin, serta nadi yang lemah. Stadium
awal syok septik dapat dikenali dengan ditemukannya takikardia, bounding
pulse, serta gangguan kesadaran. Produksi urin kurang dari 1 mL/kgbb/jam.
Pada stadium yang lebih lanjut, dapat ditemukan waktu pemanjangan kapiler,
dan pada stadium akhir ditandai dengan hipotensi.
e. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian terapi oksigen
f. Memasang akses intravaskular
g. Kerangka waktu: 5 sampai dengan 15 menit berikutnya
h. Pada segmen 5 menit hingga 15 menit berikut ini, dilakukan resusitasi cairan
hingga didapatkan perbaikan perfusi jaringan, dengan pemantauan terhadap
tanda-tanda overload cairan. Secara simultan pula dilakukan koreksi kelainan
metabolik seperti hipoglikemi/hiperglikemi, serta koreksi kelainan elektrolit
yang mungkin ditemukan, dan pemberian antibiotik empiris spektrum luas.
21
i. Resusitasi cairan pada sepsis berat dan syok septik
‐ Volume cairan resusitasi
‐ Penelitian pada hewan percobaan dengan sepsis berat, didapatkan bahwa
resusitasi cairan hingga 60 mL/kgbb ternyata berhasil memperbaiki curah
jantung, penghantaran oksigen serta stabilitas hemodinamik. Dari
penelitian Han dkk (2003) pada pasien dengan sepsis berat dan syok
septik, didapatkan pula bahwa kelompok non-survivor menerima volume
cairan resusitasi lebih sedikit (20 mL/kgbb) dan kecenderungan
dilanjutkan dengan terapi inotropik.
‐ Mengenai volume cairan resusitasi yang diberikan, Carcillo dkk
melaporkan penelitian mengenai resusitasi cairan pada pasien pediatrik
dengan syok septik yang diberikan dalam 1 jam pertama, pemberian cairan
resusitasi secara cepat dengan volume di atas 40 mL/kgbb (rata-rata 69 +
19 mL/kgbb) berhubungan dengan outcome (survival) yang lebih baik.
Pemberian cairan secara cepat juga tidak berhubungan dengan kejadian
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
‐ Rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign 2008 yaitu resusitasi cairan
inisial diawali dengan pemberian cairan kristaloid bolus 20 mL/kgbb
selama 5-10 menit, dititrasi dengan pemantauan klinis terhadap curah
jantung, dalam hal ini meliputi denyut jantung, produksi urin, waktu
pengisian kapiler, dan derajat kesadaran. Biasanya defisit cairan cukup
besar sehingga awal resusitasi memerlukan volume cairan 40-60 mL/kgbb,
namun dapat mencapai hingga 200 mL/kgbb. Pemantauan terhadap tanda-
tanda overload cairan yaitu dengan memperhatikan adanya onset baru
hepatomegali, bertambahnya usaha nafas dan bertambahnya berat badan
lebih dari 10%. Untuk mengatasinya dapat diberikan diuretik. Tindakan
lain untuk mengatasi overload cairan yaitu dengan dialisis peritoneal bila
didapatkan oliguria, atau continuous renal replacement therapy (CRRT)
bila diperlukan.
‐ Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan Maitland
(2004) didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian kapiler > 3 detik
merupakan faktor prognostik perlunya resusitasi cairan, sehingga cukup
22
prediktif digunakan sebagai alat untuk menilai adekuatnya terapi cairan
yang diberikan pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik.
Gambar 2.4 Early Goal Directed Therapy (EGDT)
23
2.7 Prognosis
Sekitar 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40-60% pasien dengan
syok septik meninggal dalam waktu 30 hari dan lainnya meninggal dalam 6 bulan
berikutnya. Kematian sering disebabkan oleh kontrol infeksi yang kurang,
imunosupresi, komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan organ multipel, atau
penyakit yang mendasari.8
Rendahnya stroke volume setelah resusitasi menunjukkan bahwa terjadi
kegagalan pembuluh darah perifer dan dapat menjadi faktor penyebab kematian
karena sepsis. Studi oleh Rhodes dkk menunjukkan kemungkinan menggunakan
tes stress dobutamine untuk menentukan outcome, dimana pasien yang tidak
berhasil selamat ditandai dengan penurunan respon inotropik. Pada 24 jam sejak
timbulnya sepsis, indeks resistensi vaskular sistemik > 1529 dyne, denyut jantung
< 95x/menit atau penurunan denyut jantung > 18x/menit, dan indeks kardiak > 0,5
L.mn menunjukkan survival.6
24
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis berat dan syok septik merupakan salah satu masalah tertua dan
paling kompleks dalam bidang kedokteran. Dengan kemajuan dalam perawatan
intensif, meningkatnya kewaspadaan dan pedoman berbasis bukti, dokter telah
mengambil langkah besar dalam mengurangi risiko kematian terkait dengan
sepsis. Namun, pada pasien yang bertahan hidup, sepsis masih ada sejumlah
kekhawatiran akan gejala sisa. Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan
klinik yang membutuhkan reaksi cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Terapi yang diberikan berupa resusitasi, eliminasi sumber infeksi, terapi
antimikroba, dan terapi suportif.
Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan
hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Strategi juga dibutuhkan
untuk mencapai jutaan pasien dengan sepsis yang jauh dari perawatan intensif
modern. Kemajuan dalam biologi molekuler telah memberikan wawasan yang
tajam ke dalam kompleksitas patogen dan imunitas host. Memanfaatkan informasi
tersebut untuk memberikan terapi baru yang efektif, terbukti sulit. Pengembangan
agen terapi baru, pendekatan cerdas dalam tatalaksana sepsis penting
dikembangkan untuk menghasilkan outcome pasien sepsis menjadi lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
2. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With
Severe Sepsis. Cited May 2013.
3. Merx MW dan Weber C. Sepsis and the heart. Circulation. 2007. 116 : 793 –
802.
4. Tannehill D. Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012. J Blood
DisordTransfus. 2012. 84 : 1-6.
5. Angus DC dan Poll VD.Review Article : Severe Sepsis and Septic Shock. N
ENGL J Med. 2013. 369 (9) : 840-848.
6. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Society of Critical Care Medicine and
the European Society of Intensive Care Medicine. 2013. 41(2): 580-635.
7. Annane D, Bellissant E and Cavaillon JM. Seminar : Septic shock .Lancet.
2005. 365: 63–78.
8. Pohan HT and Chen K. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata M dan Setiati S (eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing. 2010
9. Kontra JM. Evidence-Based Management of Severe Sepsis and Septic Shock.
The Journal of Lancaster General Hospital.2006. 1(2): 39-46.
10. Widodo D and Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta:2004:
h.54-88.
11. Eissa D, Carton EG dan Buggy DJ. Review article : Anaesthetic management
of patients with severe sepsis. British Journal of Anaesthesia. 2010.
105(6) :735-743.