Referat Syok Anafilaktik Pada Anak

21
 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syok adalah kurangnya perfusi terhadap j aringan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan massif kebutuhan metabolik (konsumsi oksigen) atau penurunan pasokan metabolik (penghantaran oksigen). Patofisiologi syok bervariasi sesuai dengan etiologinya dan mempunyai gambaran klinis yang berbeda pula. Salah satu etiologi terjadinya syok adalah reaksi anafilaksis. 1 Anafilaksis me rupaka n re aksi alergi sistemik be rat yang da pa t menyebabkan kematian dan terjadi secara tibatiba setelah terpapar oleh alergen maup un pencet us yang lainnya . Anafi laksis melibatkan imunogl obul in ! ("g!) diperantarai reaksi hipersensitif yang dihasilkan dalam rilis mediator kimia ampuh dari sel mast dan basofi l sehing ga berpe ngaru h pada sistem kardi ovask ular#  pernapasan# dan gastrointestinal. 1#$ "nside n terjadi nya reaksi anafil aksis pada anak di "ndon esia khususny a di  bali pada tahun %&&' sebanyak &#&% (% per 1&.&&&)# dan pada tahun %&&$ seb anya k &# & ( per 1&.&&&). *  Sed angkan di Amerik a Ser ika t keja dia n anafil aksis pada seluru h popula si yaitu sebesar &#& %1 (%1 per 1&& .&&& ) dan &#& &%nya men ing gal dun ia. Hal ini men unj ukk an bah+a syo k ana fila kti k merupakan keadaan kega+atdaruratan pada anak. %#,# Penye bab dar i syok ana fila kti k ber macammacam seperti obatobat an# makanan# seragga# late-# agen biologis# dan olahraga# sehingga pemberian obat obatan dan makanan tertentu perlu di+aspadai utuk mencegah terjadinya syok anafilaktik. anifestasi klinis yang muncul pada reaksi anafilaktik dapat terjadi  beberapa detik maupun menit# baik lokal maupun sis temik. /entuk reaksi ringan dapat berupa urtikaria dan reaksi berat seperti respirasi distress atau syok. 0ika sudah terjadi respirasi distress dan syok# maka harus ditangani lebih cepat dengan  penatalaksanaan yang tepat dikarenakan anafilaksis merupakan reaksi alergi yang dapat mengancam ji+a sehingga dapat menurunkan mortalitas. 1#$  leh karena itu  pentingnya memahami dan mengetahui tentang sy ok anafilaktik. 1

description

lllllllllllllllllllllllllllllllllljjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj

Transcript of Referat Syok Anafilaktik Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok adalah kurangnya perfusi terhadap jaringan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan massif kebutuhan metabolik (konsumsi oksigen) atau penurunan pasokan metabolik (penghantaran oksigen). Patofisiologi syok bervariasi sesuai dengan etiologinya dan mempunyai gambaran klinis yang berbeda pula. Salah satu etiologi terjadinya syok adalah reaksi anafilaksis.1

Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik berat yang dapat menyebabkan kematian dan terjadi secara tiba-tiba setelah terpapar oleh alergen maupun pencetus yang lainnya. Anafilaksis melibatkan imunoglobulin E (IgE) diperantarai reaksi hipersensitif yang dihasilkan dalam rilis mediator kimia ampuh dari sel mast dan basofil sehingga berpengaruh pada sistem kardiovaskular, pernapasan, dan gastrointestinal.1,6

Insiden terjadinya reaksi anafilaksis pada anak di Indonesia khususnya di bali pada tahun 2005 sebanyak 0,02% (2 per 10.000), dan pada tahun 2006 sebanyak 0,04% (4 per 10.000).7 Sedangkan di Amerika Serikat kejadian anafilaksis pada seluruh populasi yaitu sebesar 0,021% (21 per 100.000) dan 0,002%-nya meninggal dunia. Hal ini menunjukkan bahwa syok anafilaktik merupakan keadaan kegawatdaruratan pada anak.2,3,4

Penyebab dari syok anafilaktik bermacam-macam seperti obat-obatan, makanan, seragga, latex, agen biologis, dan olahraga, sehingga pemberian obat-obatan dan makanan tertentu perlu diwaspadai utuk mencegah terjadinya syok anafilaktik. Manifestasi klinis yang muncul pada reaksi anafilaktik dapat terjadi beberapa detik maupun menit, baik lokal maupun sistemik. Bentuk reaksi ringan dapat berupa urtikaria dan reaksi berat seperti respirasi distress atau syok. Jika sudah terjadi respirasi distress dan syok, maka harus ditangani lebih cepat dengan penatalaksanaan yang tepat dikarenakan anafilaksis merupakan reaksi alergi yang dapat mengancam jiwa sehingga dapat menurunkan mortalitas.1,6 Oleh karena itu pentingnya memahami dan mengetahui tentang syok anafilaktik.1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dan etiologi dari syok anafilaktik ?

2. Bagaimana patofisiologi dari syok anafilaktik ?

3. Apa saja manifestasi klinis yang timbul akibat adari syok anafilaktik ?

4. Bagaimana diagnosis dari syok anafilaktik pada anak ?

5. Bagaimana penatalaksanaan syok anafilaktik pada anak?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami definisi dan etiologi syok anafilaktik.

2. Mengetahui dan memahami patofisiologi syok anafilatik.

3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis serta diagnosis dari syok anafilaktik pada anak.

4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan syok anafilaktik pada anak.1.4 Manfaat

1. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca khususnya kalangan medis tentang syok anafilaktik.

2. Sebagai referensi bagi kalangan medis dalam melakukan praktiknya di lapangan.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok AnafilaktikSecara harfiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respon imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) tetapi justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).5Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E(hipersensitivitas tipe I) dan menghasilkan rilis mediator kimia seperti sel mast dan basofil yang akan berpengaruh pada sistem kardiovaskuler yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat, sistem pernapasan seperti depresi nafas, dan sistem gastrointestinal.1,6Syok anafilaktik disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktikmerupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syokanafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.1,6,7Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu:1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan alergen2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan alergen3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi >24 jam setelah terpapar dengan alergen.1,72.2 Epidemiologi Syok Anafilaktik

Insiden anafilaksis sangat bervariasi. Di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka kejadian anafilaksis berkisar antara 21 kasus/100.000 penduduk.3 Diperkirakan angka kejadian reaksi anafilaksis di Amerika yang meninggal dunia sebanyak 1500 per tahun, dan 1300 orang meninggal disebabkan karena obat-obatan seperti penggunaan antibiotikgolongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat yaitu sebanyak 0.02% dan yang lainnya karena penggunaan obat-obatan seperti kontras.2,4 Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus /10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.7Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.62.3 Etiologi Atopi merupakan faktor resiko reaksi anafilaksis. Pada studi berbasis populasi di Olmsted County, 53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi. Cara dan waktu pemberian berpengaruh terhadap terjadinya reaksi anafilaksis. Pemberian secara oral lebih sedikit kemungkinannya menimbulkan reaksi dan kalaupun ada biasanya tidak berat. Selain itu, semakin lama interval pajanan pertama dan kedua, semakin kecil kemungkinan reaksi anafilaksis akan muncul kembali. Hal ini berhubungan dengan katabolisme dan penurunan sintesis dari IgE spesifik seiring waktu.8,9Asma merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90% kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma. Penundaan pemberian adrenalin juga merupakan faktor risiko yang berakibat fatal. 9Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat alergen, jalur pemberian obat, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.9,10

Tabel 2.1 Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis

Anafilaksis (melalui IgE)

Antibiotik (penisilin, sefalosporin)

Ekstrak alergen (tawon, polen)

Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)

Enzim (kemopapain, tripsin)

Serum heterolog (antitoksin tetanus, globulin antilimfosit)

Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)

Anafilaktoid (tidak melalui IgE)

Zat pelepas histamin secara langsung

Obat (opiat, vankomisin, kurare)

Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol)

Obat lain (dekstran, fluoresens)

Aktivasi komplemen

Protein manusia (imunoglobulin dan produk darah lainnya)

Bahan dialisis

Modulasi metabolisme asam arakidonat

Asam asetilsalisilat

NSAIDs

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-5, Jilid 1, Balai Penerbit

Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta.Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular.10

Gambar 2.1 Sengatan lebah merupakan penyebab anafilaktik 10Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur dan udang.10,11Tabel 2.2 Faktor Penyebab Anafilaktik 9,10,11Alergen Penyebab Anafilaksis

Makanan Krustasea:Lobster, udang dan kepitingMoluska : kerangIkanKacang-kacangan dan biji-bijianBuah beriPutih telurSusu Dan lain-lain

Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, RelaxinEnzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginaseVaksin dan DarahToxoid : ATS, ADS, SABUAEkstrak alergen untuk uji kulitDextranAntibiotika: Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin,Amphotericin B, Nitrofurantoin.Agen diagnostik-kontrasVitamin B1, Asam folatAgent anestesi: Lidocain, Procain,Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT

Bisa seranggaLebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp)

Lain-lainLateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

2.4 Patofisiologi Syok AnafilaktikAnafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I (immediate type reaction) oleh Coombs dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase: 8,91. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.

2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang sama dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

Gambar 2.2 Patofisiologi Reaksi Anfilaksis 10Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler. Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator dan granula kedalam cairan ekstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru menghambat pelepasan mediator. Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain adalah katekolamin (meningktakan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya aminofilin (menghambat degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator ini menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari netrofil,eosinofil dan trombosit,mediator primer dan sekunder menimbulkan berbagai perubahan patologis pada vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya mediator.8,10,11Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.11,12Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.12,13Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.122.5 Gambaran Klinis Syok AnafilaktikGambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.13,14Gejala yang timbul pada organ ialah:a. KardiovaskulerDapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia, penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai asistol.b. RespirasiDapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk, sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti hidung, edema dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus, wheezing dispnea, dan kegagalan pernafasan. c. GastrointestinalKram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit perut, diare.d. KulitPruritus, urtikaria, angioedema, eritema.e. MataGatal, lakrimasi, merah, bengkak.f. Susunan saraf pusatDisorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.

g. Sistem saluran kencing

Produksi urin berkurang. 13,14Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang ireversibel. Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut: a. Ringan1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok. 2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata berair.3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.8b. Sedang1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. 2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.8,9c. Berat/parah1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke arah bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang. 3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.8,9

Gambar 2.3 Gambaran klinis anafilaktik 82.6 Diagnosis BandingBeberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:

1. Urtikaria

Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa tahun.22.Reaksi vasovagal

Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik. 13.Infark miokard akut

Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada. 14.Reaksi hipoglikemik

Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. 15.Reaksi histerisPada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis. 16.Carsinoid syndromePada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. 17.Chinese restaurant syndrome

Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.28.Asma bronkial

Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. 19.Rhinitis alergika

Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA. 12.7 Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

Upaya penatalaksanaan syok anafilaktik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

1. Posisikan pasien

Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. Posisi terlentang dengan kaki lebih tinggi mungkin membantu, kecuali pada kondisi terlarang, misalnya dispnea atau emesis. Konsultasi dini dengan anestesi sangatlah dianjurkan.152. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

A. Airway (membuka jalan napas)

Jalan napas harus dijaga tetap bebas dan dipastikan tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, penarikan mandibula ke anterior, dan membuka mulut. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat terjadi obstruksi jalan napas total atau parsial. Pertimbangkan intubasi elektif awal untuk pasien dengan suara serak yang signifikan dan edema lingual atau orofaringeal. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. Pada pasien pediatri, intubasi mungkin secara teknis sulit, menambah juga beratnya edema. Oleh karena itu, intubasi dengan sedasi dapat dibenarkan.10,15B. Breathing supportPasien harus ditempatkan pada monitor kardiopulmonari terus menerus, termasuk oksimetri. Jika jalan napas sudah memadai, oksigen harus diberikan melalui masker wajah nonrebreather dengan dosis 12 sampai 15 L / menit pada awalnya, kemudian dikurangi sesuai dengan kebutuhan.15C. Circulation supportCairan kristaloid harus diberikan lebih awal, sebelum pemberian obat anafilaktik. Pada pasien anak, sebuah bolus cepat 20 ml / kg harus diberikan dan diulang seperlunya, sedangkan pada dewasa dapat diberikan 500-1000 ml. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.153. Pemberian epinefrin

Administrasi langsung dengan dosis epinefrin yang memadai sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien. Meskipun epinefrin memiliki indeks terapeutik yang sempit (rasio risiko-manfaat), epinefrin mempunyai efek a1, b1, b2 agonis yang penting dalam membalikan gejala anafilaksis. Efek agonis a1 penting terhadap resistensi pembuluh darah perifer meningkat, yaitu dengan menciptakan vasokonstriksi dan mengurangi edema mukosa. Peningkatan inotropi dan kronotropi merupakan efek agonis b1. Stimulasi dari reseptor b2 menyebabkan bronkodilatasi dan penurunan pelepasan mediator sel mast dan basofil.10,15Secara historis, rute administrasi epinefrin subkutan administrasi disarankan. Namun, penelitian telah menyimpulkan bahwa, baik anak-anak dan orang dewasa, rute intramuskular lebih unggul dibandingkan rute subkutan dalam mencapai kadar konsentrasi plasma puncak, lebih cepat dan kadarnya lebih tinggi. Hal ini mungkin akibat penurunan perfusi kulit dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah sistemik selama proses anafilaksis. Epinefrin konsentrasi 1:1000 digunakan untuk pemberian secara intramuskular dengan dosis 0,01 mg / kg (0,01 ml / kg), dengan dosis maksimum 0,3 mg sekitar (0,3 ml). Jika dosis awal tidak efektif, mungkin harus diulang pada interval 5 hingga 15 menit. Dosis dewasa dapat diberikan langsung 0,3-0,5 mg. Solusi 1:1000 tidak diindikasikan untuk penggunaan intravena.10,15Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit. Paha anterolateral adalah tempat yang direkomendasikan untuk dilakukannya injeksi. 10,15Epinefrin inhalasi sebaiknya tidak diberikan sebagai pengganti epinefrin intramuskular dalam manajemen akut anafilaksis pada anak-anak. Peneliti menetapkan bahwa anak-anak tidak efektif pada menghirup jumlah yang cukup dari epinefrin menggunakan inhaler dosis terukur meskipun pelatihan ahli. Sebagai alternatif untuk injeksi intramuskular, rute sublingual administrasi epinefrin-baru ini telah diselidiki dengan menggunakan model kelinci. Meskipun hasil yang menjanjikan, ada data yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin dalam pengobatan anafilaksis pada manusia. 10,15Tabel 2.3 Dosis Adrenalin 15UsiaDosis Adrenalin

Dewasa500 mikrogram im (0,5 ml)

Anak lebih dari 12 tahun500 mikrogram im (0,5 ml)

Anak 6-12 tahun300 mikrogram im (0,3 ml)

Anak kurang dari 6 tahun150 krogram im (0,15 ml)

Jika hipotensi berlanjut, meskipun diberikan epinefrin, resusitasi cairan agresif, maka epinefrin intravena harus diberikan. Pemberiannya adalah dengan solusi epinefrin 1:10.000 dengan dosis 0,01 mg / kg (0,1 ml / kg), dengan dosis maksimal 1 mg. Sebuah infus epinefrin terus menerus mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah. Jika hipotensi terus meskipun disebutkan di atas intervensi, vasopresin atau vasopressor potensial lainnya (agonis a1) mungkin lebih efektif. 10,154. Obat tambahan

Pilihan kedua dari epinefrin atau terapi tambahan diantaranya adalah termasuk antihistamin H1 dan H2 dan kortikosteroid. Adalah penting untuk menyadari bahwa antihistamin memiliki onset yang lambat dan tidak dapat memblokir peristiwa yang terjadi setelah pengikatan reseptor histamin. Administrasi antihistamin H1 dan H2 dalam kombinasi telah dilaporkan lebih efektif dalam memperbaiki beberapa manifestasi anafilaksis daripada antihistamin H1 saja. Diphenhydramine, antihistamin H1 generasi pertama, dapat diberikan parenteral dan paling sering digunakan dalam pengelolaan anafilaksis. 10,15Tabel 2.4 Dosis Klorfenamin 15UsiaDosis

Dewasa atau >12 tahun10 mg im atau iv pelan

6-12 tahun5 mg im atau iv pelan

6 bulan hingga 6 tahun2,5 mg im atau iv pelan

< 6 bulan250 mikrogram/kg im atau iv pelan

Tabel 2.5 Dosis Steroid 15UsiaDosis

Dewasa atau >12 tahun200 mg im atau iv pelan

6-12 tahun100 mg im atau iv pelan

6 bulan hingga 6 tahun50 mg im atau iv pelan

< 6 bulan25 mg im atau iv pelan

Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.15

Gambar 2.4 Algoritma penanganan syok anafilaktik 155. Resusitasi Jantung Paru

RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya. 10,15Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan kasus gawat darurat. 10,15Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif. 10,156. Pengamatan

Sebuah periode pengamatan diindikasikan bagi semua pasien yang mengalami reaksi anafilaksis. Reaksi laten dapat terjadi pada 20% pasien dan jarang dapat terjadi pada 72 jam akhir setelah reaksi awal. Lamanya waktu untuk observasi harus didasarkan pada keparahan dari reaksi awal, kecukupan pengawasan, ketahanan pasien, dan kemudahan akses ke perawatan medis. Banyak penulis menyarankan waktu pengamatan dari 6 sampai 8 jam, namun waktu pengamatan hingga 24 jam dapat dibenarkan untuk beberapa pasien.10,152.8 Pencegahan Syok AnafilaktikMemberikan edukasi sifatnya sangat penting, terutama pada pasien muda dengan anafilaksis terhadap makanan. Edukasi yang utama adalah meghindari faktor alergen seperti makanan. 10,15

Tabel 2.6 Penyebab anafilaksis pada anak yang tersering 1,2MakananKacang, telur, susu sapi, kerang-kerangan, biji-bijian dan buah-buahan

Zat aditif makananZat pewarna makanan

MedikasiAntibiotik (penisilin dan sulfonamid), NSAID, aspirin, agen anestesi

RacunSemut merah, himenoptera seperti lebah

ImmunoterapiEkstrak alergen

Lateks

Vaksin

Infus darah

Kontras radiografik

Idiopatik

Pertama-tama, menemukan alergen adalah yang terpenting. Anamnesis mengenai riwayat alergi, riwayat adanya alergi pada keluarga dapat membantu sebagai upaya preventif. Selain itu dapat pula dilakukan tes untuk menemukan alergen dapat dilakukan dengan tes alergi (skin tes). 10,15Seluruh pasien setelah mengalami reaksi anafilaksis harus diberikan edukasi mengenai anafilaksis secara umum dan rencana tindakan darurat anafilaksis di tempat. Semua pengasuh anak harus memiliki pemahaman yang baik tentang ini rencana perawatan, termasuk juga fasilitas penitipan anak dan sekolah. 10,15

Gambar 2.5 Epipen, epinefrin autoinjektor 10Peresepan epinefrin autoinjector juga merupakan upaya preventif terjadinya reaksi anafilaksis lagi dikemudian hari. Orang tua dan pasien harus menerima informasi mengenai indikasi untuk penggunaan autoinjector. Pada gambar 2.5 terdapat salah satu gambar epinefrin autoinjektor dengan dosis 0,3 mg. 10,15BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumtion (VO2). Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa yang diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan tekanan arteri yang menurun hebat.Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam).Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat.Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin.3.2 SaranSeluruh pasien setelah mengalami reaksi anafilaksis harus diberikan edukasi mengenai anafilaksis secara umum dan rencana tindakan darurat anafilaksis di tempat.DAFTAR PUSTAKA1. Nelson, Richard.E, et all.2002.Nelson Text Book of Pediatric.Philadelphia: W.B Saunders Company. Page 797-799.

2. Bohlke K, Davis RL, et al.2004. Epidemiology Of Anaphylaxis Among Children And Adolescents Enrolled In A Health Maintenance Organization. Journal Allergy Clin Immunology. 113(3):536 542.3. Yocum MW, Butterfield JH, et al. 1999.Epidemiology Of Anaphylaxis In Olmsted County: A Population-Based Study.J Allergy Clin Immunol.104(2 Pt 1):452 4564. Neugut AI, Ghatak AT,et all.2001. Anaphylaxis in the United States: an investigation into its epidemiology. Arch Intern Med.161(1):15 21.5. Steven E. 2000. The American Heritage Dictionary of the English Language, Fourth Edition. copyright by Houghton Mifflin Company.

6. Simon, Ledit R, et all.2011.World Allergy Organization anaphylaxis guidelines.J Allergy Clin Immunol.p ; 587-5937. Mangku, G.2007. Diktat Kuliah: Syok, Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RS Sanglah, Denpasar.Denpasar: FK UNUD.

8. Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International edition Emergency Medicine.Eds :Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill New York-Toronto.pp 242-69. Neugut AI, Ghatak AT, Miller RL. 2001. Anaphylaxis in the United States, An Investigation Into Its Epidemiology. Arch Intern Med. Page 161:15-21.10. Johnson RF, Peebles RS. 2011. Anaphylactic Syok: Pathophysiology, Recognition, and Treatment. Medscape. Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/497498_2 [1 April 2013] 11. Ewan, PW. 1998. Anaphylaxis. ABC of Allergies; BMJ. Vol 316. Hal 1442-144512. Suryana K. 2003. Diktat Kuliah. Clinical Allergy Immunology. Divisi Alergi Imunologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah, Denpasar.13. Rengganis Rengganis I. Rejatan Anafilaktik. Dalam : Sudoyo A ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th Ed. Jilid I. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, p: 190-193

14. Baratawidjaja KG, Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publising, Jakarta.15. Muraro, A., G.Roberts, A.Clark, A.Eigenmann, S.Halken, G.Lack. et al. The Management of anaphylaxis in childhood : Position paper of the European academy of allergology and clinical immunology. Allergy. 2007;62:857-71

1