referat SSJ

28

Click here to load reader

Transcript of referat SSJ

Page 1: referat SSJ

BAB I

PENDAHULUAN

Dijelaskan pertama kali pada tahun 1922, Sindrom Stevens-Johnson

merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang merupakan

ekspresi berat dari eritema multiforme. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)

(ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema

multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna)

adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura

yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mukosa kelopak mata dengan

keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Hamzah,2002).

Penyebab pasti dari SSJ saat ini belum diketahui namun ditemukan

beberapa hal yang memicu timbulnya SSJ seperti obat-obatan atau infeksi virus.

mekanisme terjadinya sindroma pada SSJ adalah reaksi hipersensitif terhadap zat

yang memicunya.

SSJ muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan

besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tak berhubungan langsung dengan

dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif

sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan

itu kadang tak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat yang seperti syok

anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun

jika SSJ akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera

menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik.

Oleh beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme mayor tetapi

terjadi ketidak setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan ahli

berpendapat bahwa sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik

(NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda. Dengan

alasan tersebut, banyak yang menyebutkan SSJ/NET. SSJ secara khas mengenai

kulit dan membran mukosa. Walaupun presentasi minor dapat timbul tetapi gejala

signifikan dari membran mukosa oral, nasal, mata, vaginal, uretral,

gastrointestinal dan saluran napas bawah dapat terjadi selama perjalanan penyakit.

Ikut sertanya gastrointestinal dan respiratori dapat berlanjut menjadi nekrosis. SSJ

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 1

Page 2: referat SSJ

merupakan kelainan sistemik yang serius dengan potensi morbiditas berat dan

mungkin kematian. Kesalahan diagnosis sering terjadi pada penyakit ini.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 2

Page 3: referat SSJ

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi SSJ

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ, adalah

reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini

mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini

yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik

epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai

eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,

mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain :

sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema

poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.

Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,

dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter

tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya (Adithan,2006).

II.2. Etiologi SSJ

1. Obat-obatan dan keganasan merupakan penyebab utama pada pasien

dewasa dan usia lanjut.

2. Kasus pediatrik lebih banyak berhubungan dengan infeksi daripada

keganasan atau reaksi obat. Jarang pada anak usia 3 tahun atau

dibawahnya, karena imunitas belum berkembang sepenuhnya.

3. NSAID oksikam dan sulfonamid merupakan penyebab utama di negara-

negara Barat. Di Asia Timur allopurinol merupakan penyebab utama.

4. Obat seperti sulfa, fenitoin atau penisilin telah diresepkan kepada lebih

dari dua pertiga pasien dengan SSJ.

5. Lebih dari setengah pasien dengan SSJ melaporkan adanya infeksi saluran

napas atas.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 3

Page 4: referat SSJ

6. Empat kategori etiologi adalah infeksi, reaksi obat, keganasan dan

idiopatik.

II.3. Faktor Predisposisi SSJ

Berdasarkan kasus yang terdaftar dan diobservasi kejadian SSJ terjadi 1-

3 kasus per satu juta penduduk setiap tahunnya. SSJ juga telah dilaporkan lebih

sering terjadi pada ras Kaukasia. Walaupun SSJ dapat mempengaruhi orang dari

semua umur, tampaknya anak lebih rentan. Tampaknya juga perempuan sedikit

lebih rentan daripada laki-laki (Siregar, 2004).

II.4. Patofisiologi SSJ

SSJ merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks

imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Akhir-akhir

ini kokain dimasukkan dalam daftar obat yang dapat menyebabkan SSJ. Sampai

dengan setengah dari total kasus, tidak ada etiologi spesifik yang telah

diidentifikasi.

SSJ sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik)

menurut Coomb dan Gel. Gejala klinis atau gejala reaksi bergantung kepada sel

sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi

keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8,

IL-5 meningkat, juga sitokin-sitokin lain. CD4 terutama terdapat di dermis, CD8

di epidermis. Keratinosit epidermis mengekspresikan ICAM-1, ICAM-2 dan

MHC-II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit. TNF alfa meningkat di epidermis.

Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi

:

1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.

2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin,

hiperglikemia dan glukosuriat.

3. Kegagalan termoregulasi.

4. Kegagalan fungsi imun.

5. Infeksi

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 4

Page 5: referat SSJ

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang

dapat berupa didahului panas tinggi, dan nyeri yang berkelanjutan. Erupsi timbul

mendadak, gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema,

disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias (stomatitis, konjunctivitis,

dan uretritis). Gejala prodromal tidak spesifik, dapat berlangsung hingga 2

minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa

penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput lendir,

mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus

yang berat penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai

krusta hemoragik (Ilyas, 2004).

Walaupun tidak sepenuhnya relevan dengan praktek keadaan gawat

darurat, penelitian terhadap patofisiologi SSJ/NET dapat memberikan kesempatan

pemeriksaan untuk membantu diagnosis selain untuk membantu pasien yang

memiliki resiko.

II.5. Epidemiologi SSJ

Insidens SSJ dan NET diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di

Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa.

Predominansi kasus pada ras Kaukasia telah dilaporkan dan rasio

pria:wanita adalah 2:1. Kebanyakan pasien berusia antara 20-40 tahun, akan tetapi

pernah dilaporkan terjadi kasus pada bayi berusia 3 bulan.

II.6. Gejala Klinis SSJ

SSJ dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14

hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah,

pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi

gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada

muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan

pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk

lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila

digosok. Secara khas, proses penyakit dimulai dengan infeksi nonspesifik saluran

napas atas.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 5

Page 6: referat SSJ

Lesi mukokutaneus berkembang cepat. Kelompok lesi yang berkembang

akan bertahan dari 2-4 minggu. Lesi tersebut bersifat nonpruritik. Riwayat demam

atau perburukan lokal harus dipikirkan ke arah superinfeksi, demam dilaporkan

terjadi sampai 85% dari seluruh kasus.

Gejala pada membran mukosa oral dapat cukup berat sehingga pasien

tidak dapat makan dan minum. Pasien dengan gejala genitourinari dapat memberi

keluhan disuria. Riwayat penyakit SSJ atau eritema multiforme dapat ditemukan.

Rekurensi dapat terjadi apabila agen yang menyebabkan tidak tereliminasi atau

pasien mengalami pajanan kembali.

Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan

sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang.

Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan

panas-dingin dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok

(Adithan, 2006).

Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat dan

sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat

merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap

infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN.

Pada SSJ akan terlihat trias kelainan berupa : kelainan kulit, kelainan

selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.

1. Kelainan pada kulit

a. Kemerahan pada kulit bermula sebagai makula yang berkembang

menjadi papula, vesikel, bula, plak urtikaria atau eritema konfluen.

b. Pusat dari lesi ini mungkin berupa vesikular, purpura atau nekrotik.

c. Lesi dapat menjadi bula dan kemudian pecah, menyebabkan erosi

dan ekskoriasi pada kulit. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi

sekunder.

d. Lesi urtikaria biasanya tidak bersifat pruritik.

e. Infeksi merupakan penyebab scar yang berhubungan dengan

morbiditas.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 6

Page 7: referat SSJ

f. Walaupun lesi dapat terjadi dimana saja tetapi telapak tangan,

dorsal dari tangan dan permukaan ekstensor merupakan tempat

yang paling umum.

g. Kemerahan dapat terjadi di bagian manapun dari tubuh tetapi yang

paling umum di batang tubuh.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 7

Page 8: referat SSJ

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

a. Kelainan sering terjadi pada mukosa mulut (100%), disusul pada

lubang alat genitalia (50%), jarang pada lubang hidung dan anus

(masing-masing 8% dan 4%).

b. Gejala pada mukosa mulut berupa eritema, edema, vesikel / bula

yang gampang pecah sehingga timbul erosi, ekskoriasi dan krusta

kehitaman, terutama pada bibir. Juga dapat timbul

pseudomembran. Lesi terdapat pada traktus respiratorius bagian

atas, faring dan esofagus.

c. Stomatitis pada mulut dapat menyebabkan pasien sulit menelan.

d. Pseudomembran pada faring menyebabkan pasien sukar bernapas.

e. Walaupun beberapa ahli menyarankan adanya kemungkinan SSJ

tanpa lesi pada kulit tetapi sebagian besar percaya bahwa lesi

mukosa saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Beberapa

ahli menyebut kasus yang tanpa lesi kulit sebagai atipikal atau

inkomplit.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 8

Page 9: referat SSJ

3. Kelainan Mata

Yang paling sering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat

berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea,

iritis, iridosiklitis.

konjungtivitis

simblefaron

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 9

Page 10: referat SSJ

II.7. Diagnosa SSJ

Diagnosa ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias

kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang

secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada

mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain

pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji

resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya

normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM

dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi

adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.

Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik (Siregar,

2004; Adithan, 2006).

II.8. Diagnosis Banding SSJ

Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson :

1) Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma steven johnson sangat dekat

dengan TEN. SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.

2) Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi

kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa

terkena (Siregar, 2004).

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 10

Page 11: referat SSJ

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 11

Page 12: referat SSJ

II.9. Pemeriksaan Penunjang SSJ

a. Pemeriksaan Laboratorium :

Tidak ada pemeriksaan laboratorium selain biopsi yang dapat menegakkan

diagnosis SSJ.

1) Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan jumlah leukosit yang

normal atau leukositosis yang nonspesifik. Leukositosis yang nyata

mengindikasikan kemungkinan infeksi bakteri berat. Kalau terdapat

eosinofilia kemungkinan karena alergi.

2) Kultur jaringan kulit dan darah telah disetujui karena insidensi infeksi

bakteri yang serius pada aliran darah dan sepsis yang menyebabkan

peningkatan morbiditas dan mortalitas.

3) Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven

Johnson dengan panyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya.

4) Kultur darah, urin dan jaringan pada luka diindikasikan ketika

dicurigai adanya infeksi.

b. Pemeriksaan Radiologi:

Foto rontgen thorak dapat menunjukkan adanya pneumonitis ketika dicurigai

secara klinis. Akan tetapi foto rontgen rutin biasa tidak diindikasikan.

c. Pemeriksaan Histopatologi:

Gambaran histopatologik sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi dari

perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyuluruh.

Kelainan berupa :

1) Infiltrate sel mononuclear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis

superficial.

2) Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papiler.

3) Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel

subepidermal.

4) Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.

5) Spongiosis dan edema intrasel epidermis.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 12

Page 13: referat SSJ

II.10. Penatalaksanaan SSJ

Obat yang tersangka sebagai kausanya segera dihentikan, termasuk jamu

dan zat aditif lainnya. Jika keadaan umum pasien SSJ baik dan lesi tidak

menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Kalau keadaan

umunya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat dan

pasien harus dirawat-inap. Pengggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan

life-saving, dapat digunakan deksametason secara intravena dengan dosis

permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Pada umumnya masa krisis dapat diatasi dalam

beberapa hari. Agar lebih jelas, maka berikut ini diberikan contoh. Seorang pasien

SSJ yang berat, harus segera di rawat-inap dan diberikan deksametason 6 x 5 mg

iv. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari), masa krisis telah teratasi, keadaan

membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak mengalami

involusi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg,

setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid,

misalnya prednisone, yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari,

sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut

dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Selain deksametason dapat digunakan pula metilprednisolon dengan dosis

setara. Kelebihan metilprednisolon ialah efek sampingnya lebih sedikit

dibandingkan dengan deksametason karena termasuk golongan kerja sedang,

sedangkan deksametason termasuk golongan kerja lama, namun harganya lebih

mahal. Karena pengobatan dengan kortikosteroid dalam waktu singkat pemakaian

kedua obat tersebut tidak banyak perbedaan mengenai efek sampingnya. Tapering

off hendaknya dilakukan cepat karena umumnya penyebab SSJ ialah eksogen

(alergi), jadi berbeda dengan penyakit autoimun (endogen), misalnya pemfigus.

Bila tapering off tidak lancar hendaknya dipikirkan faktor lain. Mungkin

antibiotik yang sekarang diberikan menyebabkan alergi sehingga masih timbul

lesi baru. Kalau demikian harus diganti dengan antibiotik lain. Kemungkinan lain

kausanya bukan alergi obat, tetapi infeksi (pada sebagian kecil kasus). Jadi kultur

darah hendaknya dikerjakan. Cara pengambilan sampel yang terbaik ialah kulit

tempat akan diambil darah dikompres dengan spiritus dengan kasa steril selama ½

jam untuk menghindari kontaminasi.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 13

Page 14: referat SSJ

Pada waktu penurunan dosis kortikosteroid sistemik dapat timbul miliaria

kristalina yang sering disangka sebagai lesi baru dan dosis kortikosteroid

dinaikkan lagi, yang seharusnya tetap diturunkan.

Dengan dosis kortikosteroid setinggi itu, maka imunitas pasien akan

berkurang, karena itu harus diberikan antibiotic untuk mencegah terjadinya

infeksi, misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian.

Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum

luas, bersifat bakterisidal, dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Hendaknya antibiotik

yang akan diberikan jangan yang segolongan atau yang rumusnya mirip dengan

antibiotik yang diduga menyebabkan alergi untuk mencegah sensitisasi silang.

Obat yang memenuhi syarat tersebut, misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg iv.

Klindamisin, meskipun tidak berspektrum luas sering digunakan karena juga

efektif bagi kuman anaerob, dosisnya 2 x 600 mg iv sehari. Obat lain juga dapat

digunakan misalnya seftriakson dengan dosis 2 gram iv sehari 1 x 1. Hendaknya

diingat obat tersebut akan memberikan sensitisasi silang dengan amoksisilin

karena keduanya termasuk antibiotik beta laktam. Untuk mengurangi efek

samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein,

karena kortikosteroid bersifat katabolik. Setelah seminggu diperiksa pula kadar

elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCl 3 x 500 mg

per os.

Hal yang perlu diperhatikan ialah mengatur keseimbangan cairan/elektrolit

dan nutrisi, terlebih-lebih karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi

di mulut dan di tenggorokan dan kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat

diberikan infus, misalnya dekstrose 5%, NaCl 9% dan laktat ringer berbanding 1 :

1 :1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali.

Jika dengan terapi tersebut belum tampak perbaikan dalam 2 hari, maka

dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek

transfusi darah (whole blood) ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat

leukopenia prognosisnya menjadi buruk, setelah diberi transfusi leukosit cepat

menjadi normal.

Selain itu darah juga mengandung banyak sitokin dan leukosit, jadi

meninggikan daya tahan.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 14

Page 15: referat SSJ

Jadi indikasi pemberian transfusi darah pada SSJ dan TEN yang dilakukan

ialah :

1. Bila telah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2

hari belum ada perbaikan. Dosis adekuat untuk SSJ 30 mg

deksametason sehari dan TEN 40 mg sehari.

2. Bila terdapat purpura generalisata.

3. Jika terdapat leukopenia.

Tentang kemungkinan terjadinya polisitemia tidak perlu dikhawatirkan

karena pemberian darah untuk transfusi hanya selama 2 hari. Hb dapat naik

sedikit, namun cepat turun.

Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C

500 mg atau 1000 mg sehari iv.

Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Pada daerah erosi dan

ekskoriasi dapat diberikan krim sulfodiazin-perak. Untuk lesi di mulut dapat

diberikan kenalog in orabase dan betadine gargle. Untuk bibir yang biasanya

kelainannya berupa krusta tebal kehitaman dapat diberikan emolien misalnya krim

urea 10%.

II.11. Komplikasi SSJ

Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain

sebagai berikut:

Oftalmologi : ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis,

kebutaan

Gastroenterologi : Esophageal strictures

Genitourinaria : nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,

stenosis vagina

Pulmonari : bronkopneumonia

Kutaneus : timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,

infeksi kulit sekunder

Infeksi sitemik : sepsis

Kehilangan cairan tubuh : shock (Mansjoer, 2002).

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 15

Page 16: referat SSJ

II.12. Prognosis SSJ

Kalau bertindak cepat dan tepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila

terdapat purpura yang luas dan leucopenia prognosisnya lebih buruk. Pada

keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat

mendatangkan kematian. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

Persentase kematian di berbagai kota di Indonesia bervariasi. Dalam

publikasi Sri Lestari dan Adhi Djuanda pada tahun 1994 dicantumkan angka

kematian di berbagai kota di Indonesia. Angka kematian di RS Dr, Kariadi

Semarang 14,6%, RS Dr. Soetomo Surabaya 5,1%, RS Dr. Sardjito Yogyakarta

7,0%, RS Wangaya Denpasar 9%, dan RS Denpasar 20%, sedangkan di RS Cipto

Mangunkusumo 4%.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 16

Page 17: referat SSJ

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,

mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SJS sukar

ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada

umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.

Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan

dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi

hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV).

Manifestasi SJS pada mata dapat berupa konjungtivitis, konjungtivitas kataralis ,

blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, simblefaron, kelopak mata edema dan

sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat

menyebabkan kebutaan.

Diagnosis banding dari Sindrom Steven Johnson ada 2 yaitu Toxic

Epidermolysis Necroticans, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter

disease) dan konjungtivitis membranosa atau pseudomembranosa.

Penanganan Sindrom Steven Johnson dapat dilakukan dengan memberi

terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada

penderita dengan keadaan umum berat. Pemberian antibiotik spektrum luas,

selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi

kulit dan darah. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang

mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan

penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga

yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 17

Page 18: referat SSJ

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. Kelima. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI. Hal 163-165.

Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC. Hal

141-142.

REFERAT STEVENS-JOHNSON SYNDROME Page 18